Makalah Kognitif Bahasa
date post
19-Sep-2015Category
Documents
view
196download
37
Embed Size (px)
description
Transcript of Makalah Kognitif Bahasa
1
A. SIFAT BAHASA1
Sejak hari pertama kita memperoleh pendidikan, membaca atau mendengar
sebuah kalimat dan memahami maknanya adalah tindakan yang tidak memerlukan
usaha dan bersifat spontan. (Memahami konsep yang mendasarinya tentu saja akan
memunculkan kesulitan). Produksi dan pemahaman bahasa merupakan aktivitas
yang sangat kompleks.
Bahasa menurut para psikolog kognitif, adalah suatu sistem komunikasi yang
didalamnya pikiran-pikiran dikirimkan (transmitted) dengan perantaraan suara
(sebagaimana dalam percakapan) atau simbol (sebagaimana dalam kata-kata
tertulis atau isyarat-isyarat fisik).
Studi mengenai bahasa adalah studi yang dianggap penting oleh para
psikolog kognitif. Perkembangan bahasa mencerminkan sebuah abstraksi yang unik,
yang menjadi dasar kognisi manusia. Sekalipun bentuk-bentuk kehidupan yang lain
memiliki cara berkomunikasi yang rumit, tingkat abstraksi yang digunakan manusia
tetaplah jauh lebih besar. Bahasa adalah sarana utama komunikasi manusia, cara
pertukaran informasi yang paling lazim. Pemrosesan bahasa adalah sebuah
komponen penting dalam penyimpanan pemrosesan informasi (informasi processing
storage), berpikir, dan pemecahan masalah. Sebagaimana yang telah kita pelajari
sebelumnya, sebagian besar proses-proses memori manusia melibatkan informasi
semantik.
Ketika mendengar atau membaca sebuah kalimat, maka akan berfokus pada
makna dan mengaitkan kalimat dengan informasi yang tersimpan di memori jangka
panjang. Cabang ilmu yang mendalami pemahaman bahasa dan proses mental yang
mendasarinya adalah psikolonguistik yaitu pengkajian terhadap pemahaman,
produksi, dan pemerolehan bahasa.
1. DASAR NEUROLOGIS BAGI BAHASA
Salahsatu analisis ilmiah paling awal terhadap bahasa melibatkan sebuah studi
kasus klinis pada tahun 1861. Saat itu, seorang dokter bedah Prancis yang masih
berusia muda bernama Paul Broca melakukan observasi terhadap seorang pasien
yang mengalami paralisis di sebelah sisi tubuhnya, yang sekaligus mengalami
hilangnya kemampuan berbicara sebagai akibat kerusakan neurologis. Tanpa
1 Edward E. Smith, Stephen M. Kosslyn. 2014. PSIKOLOGI KOGNITIF Pikiran dan Otak.
YOGYAKARTA : PUSTAKA PELAJAR
2
adanya teknologi pencitraan modern, para dokter pada masa itu hanya mampu
melakukan pembedahan postmortem (pasca kematian). Dalam pembedahan
tersebut:
1. Paul Broca (1861) menemukan cedera di bagian lobus frontalis kiri otak
pasien sebuah area yang selanjutnya dikenal sebagai area Broca. Studi-
studi selanjutnya mendukung observasi Broca bahwa area frontal kiri
memang terlibat dalam kemampuan berbicara. Area Broca terlibat dalam
produksi bahasa.
Pasien yang menderita Brocas aphasia juga dikenal dengan nonfluent
aphasia mengalami kesulitan mengaitkan representasi level wacana dan level
sintaksis, sulit membedakan makna. Kseulitan mereka bukan pada makna
kata-kata individual tetapi hubungan kata dalam kalimat.
2. Carl Wernicke (1875) menemukan suatu cedera di lobus temporalis kiri
yang mempengaruhi pemrosesan bahasa, namun dampak kerusakan
tersebut berbeda dengan tampak kerusakan yang ditimbulkan akbiat cedera
di area Broca. Area Wernicke terlibat dalam pemahaman bahasa. Kerusakan
di area Wernicke mengurangi kemampuan pasien yang bersangkutan untuk
memahami kata-kata lisan dan tulisan, namun pasien tersebut masih mampu
berbicara secara normal. Dengan kata lain, orang-orang yang mengalami
kerusakan di area Wernicke masih mampu berbicara dengan lancar, namun
tidak mampu memahami ucapan orang lain.
Pasien yang mengidap Wernickes aphasia juga dikenal dengan fluent
aphasia memiliki masalah yang sangat berbeda yang berada pada level kata
dan morfem. Memiliki fungsi morfem yang baik dan tuturan mereka biasanya
cukup sesuai kaidah tata bahasa dengan kata benda, kata kerja, dan bagian
lain dalam kalimat yangdigunakan dengan tepat. Mengalami kesulitan
memahami morfem konten yang menyebabkan mereka sangat sedikit
memahami apa yangdikatakan kepada mereka.
Perbedaan antara Brocas aphasia dan Wernickes aphasia yaitu:
1. Perbedaan antara gangguan yang dialami dua jenis pasien menekankan
mengenai perbedaan level terkait bagaimana bahasa dipresentasikan
secara mental dan dalam otak dan menunjukkan bagiamna level berbeda
tersebut dapat dipengaruhi melalui tingkatan tertentu.
3
2. Sifat gangguan yang dialami pasien menunjukkan tingkatan dimana level
ini berhubungan
2. TINGKATAN-TINGKATAN REPRESENTASI BAHASA ATAU STRUKTUR
TATA BAHASA
Setiap kalimat yang didengar atau baca tersusun atas berbagai jenis
informasi yang berbeda diantaranya suara huruf, silabel, kata dan frase. Potongan-
potongan bahasa ini bersatu menyerupai puzzle yang tersusun sehingga berbagai
komponen tersebut memunculkan makna keseluruhan dari sebuah kalimat. Peneliti
bahasa memandang berbagai potongan tersebut sebagai level representasi bahasa
yang berbeda dan ketika digabungkan level-level tersebut akan menghasilkan tata
bahasa (grammar). Istilah grammar menunjukkan aturan Pengunaan yang
didasarkan pada ise seperti bagian tuturan. Ahli lingustik dan psikolinguistik
menggunakan istilah ini secara berbeda. Mereka menggunakan istilah grammar
untuk mengacu pada kumpulan pengetahuan yang dimiliki seseorang mengenai
struktur bahasanya.
Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa, dengan topic pembelajaran
meliputi struktur bahasa dan berfokus pada pendeskripsian suara-suara, makna-
makna, dan tata bahasa dalam percakapan.
4
Para ahli linguistic telah mengembangkan sebuah kerangka kerja bahasa
yang bersifat hierarkis (berjenjang). Para ahli tersebut memiliki minat dalam
pengembangan sebuah model bahasa mencakup isi, struktur, dan proses bahasa.
Hierarki linguistic dari komponen-komponen yang fundamental ke komponen-
komponen gabungan hingga ke komponen-komponen yang sangat rumit. Dengan
kata lain, unit-unit suara dan unit-unit makna memiliki jenjang kerumitan yang
semakin meningkat.
Sebuah area yang tak kalah pentingnya berkaitan dengan cara kata-kata
disusun menjadi frase dan kalimat. Kata-kata dapat digabungkan menjadi kombinasi,
sekalipun untuk menyampaikan ide yang sama.
Level-level dalam representasi bahasa yang mendasari kemampuan
untuk memahami kalimat yaitu:
1. Level discourse : yang mengacu pada kelompok koheren kalimat yang
tertulis dan yang diucapkan. Level ini secara mental merepresentasikan
makna keseluruhan kalimat, diluar makna kata-kata individual.
Contoh kalimat Koki membakar mie bagian penting dalam representasi
wacana ialah koki adalah agen yang melakukan tindakan dan mie adalah
benda yang dikenal tindakan.
Proposisi : yaitu pelekatan yang dibuat dalam klausa dalam kalimat (kintsch,
1998). Sebuah representasi proposisi menghubungkan tindakan, hal yang
melakukan tindakan, dan benda yang dikenal tindakan.
Contoh kalimat membakar (koki, mie).
Inferences: bagian utama dalam pemahaman bahasa adalah memperoleh
pemahaman dasar mengenai siapa melakukan apa kepada apa. Mengaitkan
makna kalimat dengan konteks dimana makna muncul dan mengaitkan
kalimat dengan informasi di memori jangka panjang. Menghubungkan
informasi pada kalimat dengan pengetahuan terdahulu.
Contoh kalimat mie juga dibakar ketika terakhir kali kita makan disini dan
menghasilkan kesimpulan hmm, mungkin kita harus mencoba restoran lain.
2. Level sintaksis: yakni peraturan-peraturan yang mengendalikan kombinasi
kata-kata dalam frase dan kalimat atau yakni ilmu yang mempelajari
kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat. Menjelaskan
5
hubungan antara jenis kata dalam kalimat (misalnya antara kata benda dan
kata kerja). Sintaksis merupakan cara merepresentasikan struktur kalimat
dan banyak psikolog dan ahli linguistic menyakini bahwa sintaksis merupakan
bagian dari representasi mental kita terhadap kalimat.
Pemerolehan sintaksis pada anak-anak dimulai pada usia kurang dari 2:0
tahun. Pada usia tersebut anak sudah bisa menyusun kalimat dua kata atau lebih
two word utterance Ujaran Dua Kata (UDK). Anak mulai dengan dua kata yang
diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Dengan adanya dua kata
dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa menerka apa yang dimaksud oleh
anak karena cakupan makna menjadi lebih terbatas. UDK sintaksisnya lebih
kompleks dan semantiknya juga semakin jelas (Dardjowidjojo, 2010:248). Ciri lain
dari UDK adalah kedua kata tersebut adalah kata-kata dari kategori utama, yaitu
nomina, verba, adjektiva, dan adverbia.
Kalimat disusun oleh subjek kata benda frase (koki) yang di level wacana
dipetakan berperan sebagai pelaku tindakan. Frase kata kerja (membakar) yang
menjelaskan tindakan dan frase kata benda lain (mie) yang berfungsi sebagai objek
langsung dan dipetakan sebagai benda yang dikenai tindakan.
Pada level sintaksis inilah kita memahami bagaimana urutan kata akan
mengaitkan informasi seperti pelaku tindakan. Misalnya koki membakar mie dan
mie dibakar oleh koki keduanya menempatkan koki sebagai pelaku tindakan.
Para ahli linguist