Makalah Kimia Oseanografi Klp 2

47
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penyusun untuk menyelesaikan Tugas KelompokKimia Oseanografi yang membahas tentang Mikronutrien pada air laut, untuk dilakukan persentasi sebagai pemenuhan syarat nilai Mata Kuliah Kimia Osenografi . Kami menyadari bahwa laporan ini sangatlah jauh dari sempurna. Untuk itu penulis dengan terbuka menerima segala kritik dan saran yang membangun sebagai kekuatan untuk berusaha lebih baik lagi. Kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua. Makassar, 11 Maret 2013 Penulis

Transcript of Makalah Kimia Oseanografi Klp 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penyusun untuk menyelesaikan Tugas

KelompokKimia Oseanografi yang membahas tentang Mikronutrien pada air laut,

untuk dilakukan persentasi sebagai pemenuhan syarat nilai Mata Kuliah Kimia

Osenografi .

Kami menyadari bahwa laporan ini sangatlah jauh dari sempurna. Untuk

itu penulis dengan terbuka menerima segala kritik dan saran yang membangun

sebagai kekuatan untuk berusaha lebih baik lagi.

Kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah

wawasan bagi kita semua.

Makassar, 11 Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Mikro Nutrien Elemen di Laut

I. Definisi Elemen

II. Elemen di Laut

III. Penyebaran ( Variasi Musiman )

B. Nitrogen ( N )

I. Senyawa dan Kandungan Nitrogen di Laut

II. Distribusi Nitrogen

III. Siklus Nitrogen di Laut

IV. Peranan Nitrogen di Laut

C. Fosfor ( P )

I. Senyawa dan Kandungan Fosfor di Laut

II. Distribusi Fosfor

III. Siklus Fosfor di Laut

IV. Peranan Fosfor di Laut

D. Silika ( Si )

I. Senyawa dan Kandungan Silika di Laut

II. Distribusi Silika

III. Siklus Silika di Laut

IV. Peranan Silika di Laut

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulam

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makhluk hidup pada dasarnya membutuhkan nutrien untuk melakukan

metabolisme dalam tubuh agar dapat tumbuh dan berkembang. Organisme hidup

memenuhi kebutuhannya akan nutrien dengan cara menyerap unsur hara dari

tanah, makan dan minum atau melalui proses absorbsi, dekomposisi dan difusi

elemen yang dibutuhkan dari lingkungan sekitarnya.

Ada elemen atau senyawa yang mampu diproduksi dan dihasilkan oleh tubuh

seperti hormon, zat tepung, serbuk sari dan madu pada bunga. Namun adapula

elemen yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Elemen ini umumnya diperlukan

dalam jumlah sedikit oleh tubuh namun sangat penting bagi proses metabolisme,

fisiologi dan reaksi biokimiawi dalam tubuh. Kekurangan elemen ini akan

menyebabkan gangguan metabolisme dan malnutrisi. Elemen ini dikenal sebagai

elemen esensial. Vitamin dan mineral termasuk dalam senyawa yang bersifat

esensial. Elemen esensial yang ada di laut umumnya memiliki konsentrasi yang

rendah. Konsentrasi elemen esensial yang berlebihan di dalam air laut (akibat

aliran air dari daratan dan antropogenik) dapat memberikan dampak yang

merugikan bagi makhluk hidup. Elemen yang tidak dibutuhkan oleh tubuh atau

jika kekurangan tidak menimbulkan gangguan pada proses metabolisme dalam

tubuh tergolong elemen non esensial.

Secara garis besar, elemen dapat dibagi menjadi 2, yaitu elemen organik dan

inorganik. Miessler dan Tarr (2000) menyatakan bahwa elemen organik berkaitan

dengan senyawa hidrokarbon dan derivatnya yang sebagian besar menjadi elemen

utama yang menyusun makhluk hidup. Asam amino, protein dan lemak yang

menyusun organism hidup umumnya tersusun dari elemen organik (unsur atau

senyawa yang terdiri dari C , H dan O). Sedangkan elemen inorganik mencakup

keseluruhan elemen yang terdapat dalam tabel periodik unsure termasuk Hidrogen

dan Karbon itu sendiri.

Namun, menurut Manahan (2001), elemen, bahan atau materi organik adalah

semua senyawa yang mengandung karbon termasuk substansi yang dihasilkan

dari proses hidup (kayu, kapas, wol), minyak bumi, gas alam (metan), cairan

pelarut/pembersih, fiber sintetik dan plastik. Sedangkan elemen atau bahan

inorganik adalah semua substansi yang tidak mengandung Karbon seperti logam,

batuan, garam, air, pasir dan beton. Elemen inorganik ada yang bersifat terlarut

(dissolved) dan ada yang padat (solid atau insoluble).

Millero (2006) membagi elemen (organik dan inorganik) menjadi 3 kelompok

berdasarkan rata-rata konsentrasinya di alam, yaitu:

1. Elemen makro (0,05 – 750 mM) (Na, Cl, Mg)

2. Elemen mikro (0,05 – 50 μM) (P dan N)

3. Elemen trace atau kelumit (0,05 -50 nM) (Pb, Hg, Cd)

Sedangkan berdasarkan sifatnya, elemen (inorganik) dibedakan menjadi ;

1. Jenis logam logam (metal) bersifat padat, memiliki kilap, dapat dibentuk

menjadi lempengan tanpa mengalami kerusakan (malleable) serta mampu

menghantarkan listrik dengan baik. Seluruh logam (metal) kecuali raksa (Hg)

berbentuk padat pada suhu kamar.

2. Jenis non logam memiliki sifat buram dan tidak semuanya dapat dibentuk

dengan mudah. Sedangkan elemen non logam ada yang bersifat cair dan gas.

Oksigen, klorin, cairan bromine coklat tergolong non metal.

Millero dan Sohn (1992) menyatakan bahwa perairan laut memiliki

konsentrasi senyawa organik yang sangat rendah dibandingkan konsentrasi

senyawa inorganik. Senyawa organic terdiri dari kelompok hewan yang telah

hidup dan telah mati. Serasah atau detritus hasil degradasi bahan organik dan

pengaruh antropogenik. Berdasarkan komposisi kimianya, bahan organik terdiri

atas karbohidrat, protein, asam amino, lemak, hidrokarbon, asam karbosiklik,

humus, dan kerogen erta komponen-komponen mikro lainnya seperti steroid,

aldehid, alkohol dan komponen organo-sulfur.

Riley dan Chester (1971), menyatakan bahwa unsur N, P dan Si adalah

merupakan elemen esensial terpenting yang dibutuhkan oleh organisme laut.

Ketiga elemen tersebut berperan penting dalam metabolisme, proses fisiologis dan

reaksi biokimiawi dalam tubuh. Nitrogen penting untuk membangun jaringan

tubuh. Sedangkan fosfor dan silica penting dalam pembentukan cangkang

terutama bagi kelompok Diatom, Coccolithofor dan Pteropod. Besi, Mangan,

Tembaga, Seng, Kobal dan Molybdenum adalah mikro elemen esensial yang

sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan sebagaimana ditemukan pada enzim.

Meskipun memiliki konsentrasi yang sedikit dalam air laut, namun mikro

elemen esensial tidak pernah menjadi faktor pembatas yang mengontrol populasi

biota laut. Kadang-kadang konsentrasi mikro elemen esensial ditemukan dalam

jumlah yang banyak dalam air laut, namun hal tersebut belum menjamin

pemenuhan kebutuhan mikro elemen esensial bagi organism laut. Hal ini karena

mikro elemen esensial tersebut berada dalam bentuk yang tidak dapat diabsorbsi

langsung oleh biota laut yang ada.

B. Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui dan lebih memahami

mikro nutrient seperti Nitrogen, Fosfor dan Silika yang terdapat pada air laut baik

jenis, sumber, distribusi maupun siklus yang terjadi padanya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Mikro Nutrien Elemen di Laut

I. Defenisi Elemen

Elemen  adalah  unsur,  materi  atau  bahan  dasar yang menyusun seluruh 

benda  di  alam  semesta. Elemen ini tersusun dari atom-atom yang berasal dari

elemen yang sama secara kimiawi dan memiliki  sifat  yang  identik.  Hingga 

saat  ini  telah  dikenal  sekitar  116  elemen  atau unsur.

Millero  (2006)  membagi  elemen  (organik  dan  inorganik)  menjadi  3 

kelompok berdasarkan  rata-rata  konsentrasinya  di  alam,  yaitu:

1. Elemen makro  (0,05  – 750 mM) (Na, Cl, Mg)

2. Elemen mikro (0,05 – 50 μM) (P dan N)

3. Elemen trace atau kelumit (0,05 -50 nM) (Pb, Hg, Cd)

II. Elemen di Laut

Elemen yang terkandung di air laut ada yang merupakan elemen tama

(mayor) , elemen tambahan (minor), dan elemen yang langka trace). Elemen

utama adalah zat kimia yang melekat langsung dengan salinitas.

Unsur-unsur kimia yang terdapat dilaut antara lain adalah garam-garam

inorganik, gas-gas yang terlarut dalam dan senyawa-senyawa organik. Garam-

garan inorganik tersebut berasal dari hasil erosi batu-batuan yang terjadi di

daratan yang kemudian oleh sungai diangkut ke laut. Proses ini berlangsung sejak

terjadinya laut dipermukaan bumi ini. Senyawa-senyawa lain terutama gas-gas

terlarut, berasal dari udara yang merembes masuk ke air laut. Perembesan gas-gas

ke air laut ini dikenal sebagai proses Difusi.

Komposisi air laut yang konstan tetap dipertahankan karena kebanyakan

unsur utama menunjukkan sifat konservatif, yaitu konsentrasi di air laut tidak

mengalami perubahan yang berarti akibat reaksi biologi dan kimia di laut. Namun,

secara umum di dalam air laut terdapat sejumlah unsur yang dominan (bagian

mayoritas) dan unsur pelengkap (bagian minoritas).

III. Penyebaran (Variasi Musiman)

a. Nitrogen (2.400 ton/mil³ air laut)

Variasi musiman dari nitrit, nitrat dan ammonia terjadi pada lapisan

permukaan laut sebagai  hasil  dari  aktifitas  biologi.  Perubahan konsentrasi 

Nitrogen  secara  musiman sebagian besar terjadi di perairan dangkal daerah

lintang sedang atau lintang tinggi. Saat musim  semi,  terjadi  peningkatan 

intesitas  cahaya  dan  durasi  (lama  penyinaran)  yang menyebabkan 

peningkatan  populasi  fitoplankton.  Hal  ini  menimbulkan  perpindahan

Nitrogen  anorganik  terlarut  dari  daerah  eufotik.  Populasi  fitoplankton 

kemudian dimangsa oleh zooplankton dan ikan. Nitrogen kemudian dikembalikan

ke perairan dalam bentuk  excrete  (kotoran),  urine  (amoniak  dan  urea)  atau 

partikel  feses  yang  akan didekomposisi oleh bakteri sebelum dikembalikan ke

perairan. Pada musim semi, proses percampuran  vertical  (vertical  mixing) 

memiliki konstribusi  mengangkat  nutrien  dari perairan  bawah  ke  zona

eufotik.  Akibatnya  populasi  fitoplankton  bertambah  dengan cepat  dan  mulai 

menurun  saat  terbentuk  zona  termoklin  yang menghalangi    suplai Nitrogen 

ke  lapisan permukaan. Nutrien  yang dominan pada waktu  ini  adalah  amoniak

yang  diekskresikan  oleh Zooplankton  dan  selanjutnya  dimanfaatkan  oleh 

algae  dalam proses fotosintesis.  Pada  beberapa  lokasi,  terjadi  penurunan 

konsentrasi Nitrogen terlarut hingga mencapai taraf yang dapat mematikan

organisme. Ekskresi Nitrogen oleh zooplankton mencapai tingkat maksimum saat

populasi fitoplankton jarang. Hal ini terjadi karena kemungkinan  pemanfaatan 

protein  sebagai  sumber  energi menurun  saat makanan (fitoplankton) berlimpah.

Saat organisme mati atau dikonsumsi dan dikeluarkan dalam bentuk feses oleh

zooplankton, maka bakteri akan melakukan regenerasi Nitrogen.Regenerasi  nitrat

seringkali  menyebabkan  blooming  algae  pada  akhir  musim  panas.

Konsentrasi nitrat akan meningkat   hingga mencapai  titik maksimum pada

musim gugur dan  kemudian  menurun.  Nitrifikasi  akan  selesai saat  bulan 

Januari  saat  permukaan  mendingin  dan badai membongkar  lapisan  termoklin, 

menyebabkan  nirat  dapat terdistribusi kembali ke kolom air dan dasar perairan.

Kondisi yang berbeda terjadi pada daerah perairan yang memiliki up-welling yang

membawa nutrient dari perairan bawah ke  lapisan  permukaan.  Kondisi perairan 

di  daerah  up-welling  sangat  subur  dan mendukung kehidupan  fitoplankton 

yang melimpah.    Dengan  demikian  nutrient bukan merupakan faktor pembatas

di daerah ini. Perubahan  konsentrasi nutrient  di  lautan  terbuka  yang  jauh  dari 

daratan  juga dipengaruhi oleh  produktifitas  fitoplankton  dan  hanya  terbatas 

di  lapisan permukaan. Namun,  proses  regenerative  terjadi  di  seluruh  kolom

perairan.  Organisme  mati  dan detritus organik akan diuraikan  oleh bakteri saat

tenggelam dari permukaan air. Partikel organik  akan tenggelam  dengan  lambat 

karena  ukuran  partikel mengalami penyusutan dan densitas air  laut yang  lebih 

tinggi pada perairan yang lebih dalam. Oksidasi partikel menyebabkan 

berpindahnya  oksigen  dari dalam  air,  demikian  pula  dengan karbondioksida

dan  ion nitrat yang menjadi produk akhir dari oksidasi  senyawa organik akan 

terakumulasi di daerah perairan yang  lebih dalam. Konsentrasi nitrogen di

seluruh samudera  di  dunia memiliki  konsentrasi  yang  konstan mulai  dari

kedalaman  di  daerah pertengahan  hingga dasar perairan.

b. Fosfor (330 ton/mil³ air laut)

Di perairan dangkal daerah  temperate, variasi musiman ditemukan

pada fosfat dan  konsentrasi  fosfor  organik  terlarut.  Pada musim dingin, 

sebagian  besar  fosfor berada dalam bentuk orthofosfat. Namun, hal  ini akan

menurun dengan cepat pada bulan  maret  saat  fosfat digunakan  oleh 

fitoplankton.  Zooplankton  dan  ikan  akan memakan fitoplankton  dan 

mengembalikan  fosfat  ke  dalam  perairan  melalui feses/buangan metabolisme 

dalam  bentuk  fosfat  dan  fosfor  organik terlarut.  Pada bulan  mei-Juni, 

konsentrasi  fosfat  akan  menurun  di daerah  eufotik  sehingga konsentrasi 

fosfor  organik  terlarut  lebih dominan.  Setelah  fitoplankton mengalami

blooming,  regenerasin  fosfat dari  fitoplankton,  detritus  dan  fosfor  organik 

terlarut akan kembali meningkat dengan cepat.

c. Silika (14.000 ton/mil³ air laut)

Silikon  terlarut  di daerah  perairan    pantai  umumnya  cukup

tinggi   karena  efek “run-off” dari daratan. Pada musim semi, ledakan populasi

fitoplankton dengan cepat menyebabkan  menurunnya konsentrasi  silikon. 

Regenerasi  silikon  akan  dimulai kembali pada musim panas saat pertumbuhan

fitoplankton menjadi lambat dan terus berlanjut  hingga  mencapai  puncaknya 

pada  awal  musim  dingin. Pada  beberapa daerah,  ledakan  populasi 

fitoplankton  pada  musim gugur  dapat  menyebabkan terhambatnya regenerasi

silikon untuk sementara waktu. Konsentrasi silikon terlarut di permukaan  laut

umumnya  rendah, kecuali di daerah yang mengalami up-welling. Pada  lapisan

yang  lebih dalam, ditemukan peningkatan yang  tajam dari konsentrasi silikon.

Pola distribusi  silikon berbeda dari  satu  samudera ke  samudera  lainnya dan

ditentukan oleh pola sirkulasi air dan oleh suplai silikon terlarut dari Antartik dan

dari diatom  terlarut  yang  jatuh dari  permukaan.  Proses  absorbsi  oleh 

organisme  juga berpengaruh terhadap pola distribusi silikon.

B. Nitrogen ( N )

Air adalah suatu zat pelarut yang bersifat sangat berdayaguna, yang mampu

melarutkan zat - zat lain dalam jumlah yang lebih besar dari zat cairnya. Sifat ini

dapat dilihat dari banyaknya unsur - unsur pokok yang terdapat di dalam air laut.

Selain itu air laut juga mengandung sejumlah besar gas-gas udara yang terlarut.

Semua gas-gas yang ada di atmosfir dapat dijumpai di dalam air laut

walaupun jumlah terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit jika dibandingkan

dengan yang ada di atmosfir konsentrasi nitrogen di atmosfir mencapai 780,90

cm3/liter udara sedangkan konsentrasi nitrogen di dalam air laut hanya mencapai

13 cm3/liter air laut. Namun demikian konsentrasi nitrogen masih lebih tinggi

dibandingkan dengan gas-gas lainnya seperti oksigen, argon,neon, helium, dan

gas xrypton. Tingginya konsentrasi gas nitrogen dibandingkan dengan gas-gas

lain hal ini disebabkan selain faktor siklus alamiah yang berlangsung, nitrogen

juga memegang peranan kritis dalam daur organik untuk menghasilkan asam-

asam amino yang membentuk protein.

Daur bahan organik atau disingkat daur organik di laut sama dengan daur

organik di lingkungan air tawar dan di darat. Karbon (C) bersama-sama dengan

nutrien lainnya seperti Fosfor (P) dan Nitrogen (N) melalui proses fotosintesis

menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan.

Keduanya akan menghasilkan zat organik dan jika mereka mati dan membusuk

maka akan dihasilkan bahan mentah untuk memulai daur bahan organik lagi

(Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Nutrien Nitrogen (N) tidak mempunyai hubungan tetap dengan nutrien Fosfor

(P), tetapi bersama-sama dengan Karbon (C), N dan P,merupakan unsur - unsur

utama dalam produksi zat organik. Walaupun C terdapat dalam jumlah yang

banyak, tetapi kedua unsur N dan P menjadi faktor pembatas dalam daur bahan

organik di laut.

I. Senyawa dan Kandungan Nitrogen di Laut

Pengetahuan senyawa dan kandungan N di laut sangat penting untuk

diketahui, hal ini mempunyai hubungan erat dengan kehidupan biota laut, dan

berkaitan dengan nutrient untuk biota laut. Secara alamiah perkembangan

konsentrasi dari nutrient sangat tergantungan dari hubungan antara kedalaman laut

dan stok fitoplankton beserta aktivitasnya (Lonshurst,1988). Studi yang dilakukan

di Guinea, Atlantic bagian timur menemukan adanya korelasi antara naiknya

turunnya konsentrasi NO3- dengan kedalaman laut dan produksi fitoplankton

(Herbland dan Voituriesa, 1979). Pada laut yang dalam Zn akan menjadi faktor

pembuat masalah dalam hubungan antara kandungan oksigen dan klorofil, oleh

karena itu sangat menentukan “batas kandungan nitrat” (nitracline) (Longhurst,

1988), mengingat kandungan N dalam air senentiasaa berbentuk ion nitrat dan ion

ammonium (Rompas,1998).

Dalam hubungan inlah penting untuk menentukan konsentrasi nutrient

terutama senyawa N-nitrat dan N-amonium pada permukaan laut di wilayah

tropika dan subtropika (Longhurast, 1988). Hal ini disebabkan pada kedalaman air

0 – 200 m, sinar matahari masih menembus badan air dan akan terjadi aktivitas

biologi yang sangat banyak (Rompos, 1998). Di laut ekuatorial kandungan

N03- pada kedalaman 100 m mengandung konsentrasi 10 – 25 μgram atom 1-1 dan

pada subtropikal berkisar antara 10 – 25 μgram atom 1-1

II. Distribusi Nitrogen

Proses distribusi nitrat tergolong lebih kompleks jika dibandingkan dengan

mikro elemen esensial yang lain seperti Fosfat dan Silikat. Awal distribusi terjadi

saat senyawa nitrat yang berasal dari daratan tiba di muara sungai dan kemudian

masuk ke laut. Saat tumbuhan dan hewan mati, senyawa nitrogen akan mengalami

regenerasi dan terdistribusi ke seluruh kolom air. Nitrat kemudian diambil dari

lapisan permukaan laut oleh fitoplankton melalui absorbsi dan memasuki proses

berikutnya, yaitu: fotositesis. Burung laut juga dapat menyebabkan hilangnya

kandungan nitrogen dalam air dalam bentuk senyawa NaNO3 yang terdapat dalam

guano. Deposit NaNO3 yang besar di padang pasir daerah Chile dapat saja

terbentuk akibat fiksasi oleh bakteri ataupun aktifitas vulkanisme. Nitrogen juga

dapat hilang ke atmosfir sebagai N2O. Gas ini juga dapat bereaksi dengan ozon.

Dengan demikian dapat didimpulkan bahwa siklus nitrogen sangat ditentukan

oleh organisme biologis. Fiksasi Nitrogen (N2-NO3) dilakukan oleh bakteria

nodular yang terdapat pada tumbuhan dari kelompok Leguminosae yang terdapat

di darat. Bakteri air tawar, jamur dan khamir juga mampu melakukan fiksasi

nitrogen. Demikian pula alga hijau-biru yang hidup di laut.

III. Siklus Nitorgen di Laut

Dari kajian-kajian tersebut di atas dapat dikaji bahwa nitrogen dalam air

terjadi dalam berbagai bentuk senyawa. Nitrogen yang terbanyak dalam bentuk N-

molekuler (N2) yang berlipat ganda jumlahnya daripada nitrit (NO2) atau nitrat

(NO3), tetapi tidak dalam bentuk yang berguna bagi jasad hidup (Davis, 1986).

Nitrogen memegang peranan kritis dalam siklus organic dalam menghasilkan

asam-asam amino yang membuat protein. Dalam siklus nitrogen, tumbuh-

tumbuhan menyerap N-anorganik dalam salah satu gabungan atau sebagai

nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini membuat protein yang kemudian

dimakan hewan dan diubah menjadi protein hewan. Jaringan organic yang mati

diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasuk di dalamnya bakteri pengikat nitrogen

yang mengikat nitrogen molekuler menjadi bentuk-bentuk gabungan (NO2, NO3,

NH4) dan bakteri denitrifikasi yang melakukan hal sebaliknya. Nitrogen lepas ke

udara dan diserap dari udara selama siklus berlangsung. Jumlah nitrogen yang

tergabung dalam mineral dan mengendap di dasar laut tidak seberapa besar

(Romimohtarto dan Juwana, 2001). Pola sebaran nitrogen di Samudera Atlantik,

Pasifik dan Samudera India tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Davis,

1986).

Sebaran menegak dari bentuk-bentuk gabungan nitrogen berbeda di laut.

Nitrat terbanyak terdapat di lapisan permukaan, ammonium tersebar secara

seragam, dan nitrit terpusat dekat termoklin. Interaksi-interkasi antara berbagai

tingkat nitrogen organic dan bakteri sedemikian rupa sehingga pada saat nitrogen

diubah menjadi berbagai senyawa anorganik, zat-zat ini sudah tenggelam di

bawah termoklin. Hal ini menimbulkan masalah bagi penyediaan nitrogen karena

termoklin merupakan penghalang bagi migrasi menegak unsur-unsur ini dan

kenyataannya persediaan nitrogen akan menjadi faktor pembatas bagi

produktivitas di laut.

Daur Nitrogen di Alam

Daur Nitrogen di Laut

Tumbuhan seperti ganggang atau alga memperoleh nitrogen dari dalam tanah

berupa amonia (NH4), ion nitrit (N02- ), dan ion nitrat (N03

- ). Selain itu, terdapat

bakteri yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang

bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob, dan Anabaena sp.

(ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen. Nitrogen yang diikat dalam

bentuk ammonia (NH4).

Amonia juga diperoleh dari hasil penguraian jaringan yang mati oleh bakteri.

Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit,

yaitu Nitrosomonasdan Nitrosococcus dan dirombak kembali

oleh Nitrobacter sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar

tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, (Thiobacillus denitrificans,

Pseudomonas denitrificans) nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia

diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus

nitrogen akan berulang dalam ekosistem.

Sederhananya, tumbuh-tumbuhan menyerap nitrogen anorganik dalam salah

satu bentuk gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini

membuat protein yang kemudian dimakan oleh hewan dan diubah menjadi protein

hewani. Jaringan organic yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri pengikat

nitrogen kemudian bakteri denitrifikasi melakukan hal sebaliknya. Nitrogen

diepas ke udara dan kemudian diserap lagi untuk daur berikutnya.

Secara singkat daur nitrogen di dalam laut adalah :

1. Pengikatan nitrogen dari udara oleh bakteri menjadi ammonia

2. Nitrifikasi (oleh bakteri) : amonia  nitrit  nitrat

3. Denitrifikasi (oleh bakteri): nitrat  nitrogen

IV. Peranan Nitrogen di Laut

Nitrogen merupakan unsur pembatas pertumbuhan dan memainkan peran

penting dalam mengkontrol produktivitas biologis. Beberapa bahagian dari siklus

biogeokimiawi nitrogen di laut turut berperan dalam rangkaian 'feedback' yang

mengatur iklim, pembentukan sedimen biogenik, dan kadar beberapa bahan kimia

dalam air laut.

Nitrogen dalam air laut umumnya terlarut dalam bentuk nitrat (NO3), nitrit

(NO2) dan Amonia (NH4). Bentuk-bentuk senyawa dari nitrogen tersebut

diabsorbsi oleh organisme laut untuk memenuhi kebutuhan akan nitrogen sebagai

salah satu komponen utama pembentukan asam amino yang menjadi cikal bakal

terbentuknya protein.

B. Fosfor ( P )

Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi.  Materi yang

berupa unsur – unsur terdapat dalam  senyawa kimia yang merupakan  materi

dasar  makhluk hidup dan tak hidup. Ada 40 unsur yang diperlukan bagi

kehidupan, diantaranya yang terpenting adalah karbon (C), nitrogen (N), fosfor

(P), belerang (S), oksigen (O), kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K),

natrium (Na), silikon (Si), besi (Fe), dan aluminium (Al). selain itu sebagian

unsur-unsur ini tersimpan dalam bentuk organik dalam  tubuh makhluk hidup

yang masih hidup atau yang sudah mati.

Siklus biogeokimia atau siklus organik anorganik adalah siklus unsur atau

senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi

ke komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme,

tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga

disebut siklus biogeokimia. Siklus-siklus tersebut antara lain: siklus air, siklus

oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus fosfor.

Fosfor adalah zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens, unsur

kimia yang memiliki lambang P dengan nomor atom 15. Fosfor berupa nonlogam,

bervalensi banyak, termasuk golongan nitrogen, banyak ditemui dalam batuan

fosfat anorganik dan dalam semua sel hidup tetapi tidak pernah ditemui dalam

bentuk unsur bebasnya. Fosfor amatlah reaktif, memancarkan pendar cahaya yang

lemah ketika bergabung dengan oksigen, ditemukan dalam berbagai bentuk,

Fosfor berupa berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah

langka seperti zink sulfida (ZnS) yang ditambah tembaga atau perak, dan zink

silikat (Zn2SiO4) yang dicampur dengan mangan. Unsur kimia fosforus dapat

mengeluarkan cahaya dalam keadaan tertentu, tetapi fenomena ini bukan

fosforesens, melainkan kemiluminesens. Fosfor  merupakan unsur penting dalam 

makhluk hidup.

Fosfor dapat berada dalam empat bentuk atau lebih alotrop: putih (atau

kuning), merah, dan hitam (atau ungu). Yang paling umum adalah fosfor merah

dan putih, keduanya mengelompok dalam empat atom yang berbentuk tetrahedral.

Fosfor putih terbakar ketika bersentuhan dengan udara dan dapat berubah menjadi

fosfor merah ketika terkena panas atau cahaya. Fosfor putih juga dapat berada

dalam keadaan alfa dan beta yang dipisahkan oleh suhu transisi -3,8°C. Fosfor

merah relatif lebih stabil dan menyublim pada 170°C pada tekanan uap 1 atm,

tetapi terbakar akibat tumbukan atau gesekan. Alotrop fosfor hitam mempunyai

struktur seperti grafit – atom-atom tersusun dalam lapisan-lapisan heksagonal

yangmenghantarkan listrik.

I. Senyawa dan Kandungan Fosfor di Laut

Fosfor di dalam air laut, berada dalam bentuk senyawa organik dan

anorganik. Dalam bentuk senyawa organik, fosfor dapat berupa gula fosfat dan

hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfo protein. Sedangkan dalam bentuk

senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan polifosfat. Senyawa anorganik fosfat

dalam air laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat

(H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-. Fosfat

merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses

metabolisme sel suatu organisme (Hutagalung et al, 1997).

Di Laut, Fosfat terlarut terdapat dalam 4 bentuk , yaitu:

Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah

sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan

lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya.

Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara lain

dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton

dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan

berasal daari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan

tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air laut, akan

menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang akhirnya

dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas optimum fosfat untuk

pertumbuhan plankton adalah 0,27 – 5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997).

Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses

fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid

koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam

keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling

banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di

air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat di

angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3

µm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton.

Untuk konsentrasi dibawah 0,3 µm ada bagian sel yang cocok menghalangi dan

sel fosfat kurang diproduksi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3

selalu habis sebelum PO4 jatuh ke tingkat yang kritis. Pada musim panas,

permukaan air mendekati 50% seperti organik-P. Di laut dalam kebanyakan P

berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir semua P adalah inorganik. Variasi

di perairan pantai terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan fitoplankton.

Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat disebabkan oleh

bentuk linear di air dangkal. Setelah musim dingin dan musim panas kelimpahan

fosfat akan sangat berkurang.

Banyak sumber fosfat yang di pakai oleh hewan, tumbuhan, bakteri, ataupun

makhluk hidup lain yang hidup di dalam laut. Misalnya saja fosfat yang berasal

dari feses hewan (aves). Sisa tulang, batuan, yang bersifat fosfatik, fosfat bebas

yang berasal dari proses pelapukan dan erosi, fosfat yang bebas di atmosfer,

jaringan tumbuhan dan hewan yang sudah mati. Di dalam siklus fosfor banyak

terdapat interaksi antara tumbuhan dan hewan, senyawa organik dan inorganik,

dan antara kolom perairan, permukaan, dan substrat. Contohnya beberapa hewan

melepaskan sejumlah fosfor padat di dalam kotoran mereka.

Dalam perairan laut yang normal, rasio N/P adalah sebesar 15:1. Ratio N/P

yang meningkat potensial menimbulkan blooming atau eutrofikasiperairan,

dimana terjadi pertumbuhan fitoplankton yang tidak terkendali. Eutrofikasi

potensial berdampak negatif terhadap lingkungan, karena berkurangnya oksigen

terlarut yang mengakibatkan kematian organisme akuatik lainnya (asphyxiation),

selain keracunan karena zat toksin yang diproduksi oleh fitoplankton (genus

Dinoflagelata). Fitoplankton mengakumulasi N, P, dan C dalam tubuhnya, masing

– masing dengan nilai CF (concentration factor) 3 x 104 untuk P, 16(3 x 104)

untuk N dan 4 x 103 untuk C (Sanusi 2006).

II. Distribusi Fosfor

Daur fosfor yaitu daur atau siklus yang melibatkan fosfor, dalam hal input

atau sumber fosfor-proses yang terjadi terhadap fosfor- hingga kembali

menghasilkan fosfor lagi. Daur fosfor dinilai paling sederhana daripada daur

lainnya, karena tidak melalui atmosfer. fosfor di alam didapatkan dari: batuan,

bahan organik, tanah, tanaman, PO4- dalam tanah. kemudian inputnya adalah

hasil pelapukan batuan. dan outputnya : fiksasi mineral dan pelindikan. fosfor

berupa fosfat yang diserap tanaman untuk sintesis senyawa organik. Humus dan

partikel tanah mengikat fosfat, jadi daur fosfat dikatakan daur lokal.

III. Siklus Fosfor di Laut

Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik

(pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah).

Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh decomposer

(pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah

atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat

banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan

membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini

kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus

menerus. Fosfor dialam dalam bentuk terikat sebagai Ca-fosfat, Fe- atau Al-fosfat,

fitat atau protein. Bakeri yang berperan dalam siklus fosfor : Bacillus,

Pesudomonas, Aerobacter aerogenes, Xanthomonas, dll.

Mikroorganisme (Bacillus, Pseudomonas, Xanthomonas, Aerobacter

aerogenes) dapat melarutkan P  menjadi tersedia bagi tanaman.

Daur fosfor terlihat akibat aliran air pada batu-batuan akan melarutkan bagian

permukaan mineral termasuk fosfor akan terbawa sebagai sedimentasi ke dasar

laut dan akan dikembalikan ke daratan.

Daur Fosfor di Alam

z

Daur Fosfor di Laut

IV. Peranan Fosfor di Laut

Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat

pada ATP (Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine Diphosphate).

Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk

fosfor yang paling sederhana di perairan . Ortofosfat merupakan bentuk fosfor

yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan

polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu

sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfat. Setelah masuk kedalam

tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi

organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri [Fe2(pO4)3] bersifat tidak larut

dan mengendap didasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi

valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro)

yang bersifat larut dan melepaskan fosfat keperairan, sehingga meningkatkan

keberadaan fosfat diperairan (Effendi 2003)

Fosfor sangat penting dan dibutuhkan oleh mahluk hidup tanpa adanya fosfor

tidak mungkin ada organic fosfor di dalam Adenosin trifosfat (ATP) Asam

Dioksiribo nukleat (DNA) dan Asam Ribonukleat (ARN) mikroorganisme

membutuhkan fosfor untuk membentuk fosfor anorganik dan akan mengubahnya

menjadi organic fosfor yang dibutuhkan untuk menjadi organic fosfor yang

dibutuhkan, untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam nukleat.

Senyawa Fosfor seperti ATP (adenosine tri-fosfat) dan ko-enzim nukleotida,

memiliki peran yang penting dalam fotosintesis dan proses lainnya dalam

tumbuhan. Fitoplankton umumnya memenuhi kebutuhan fosfor melalui asimilasi

secara langsung dalam bentuk ortho-fosfat. Absorbsi dan konversi menjadi

senyawa fosfor organik terjadi saat kondisi gelap. Hingga saat ini belum diketahui

secara pasti bagaimana defisiensi fosfor menjadi faktor pembatas bagi

pertumbuhan organisme. Beberapa jenis fitoplankton baik dalam kondisi normal

maupun kekurangan fosfor mampu memanfaatkan fosfat organik terlarut seperti

gliserofosfat dan nukleotida. Akan tetapi belum diketahui apakah proses up-take

tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap konsentrasi fosfor secara

keseluruhan dalam air laut atau apakah senyawa fosfor organik terlarut akan

mengalami penguraian terlebih dahulu oleh bakteri sebelum mengalami reaksi

asimilasi. Bakteri dalam kondisi normal umumnya akan memenuhi kebutuhan

fosfor dari detritus organik yang berada di sekitarnya. Namun, jika sumber

makanan mengandung sedikit fosfor, maka bakteri masih mampu memenuhi

kebutuhan fosfor dengan mengasimilasi fosfat inorganik terlarut dari dalam air.

C. Silika ( Si )

Silikon terlarut di daerah perairan pantai umumnya cukup tinggi karena efek

“run-off” dari daratan. Pada musim semi, ledakan populasi fitoplankton dengan

cepat menyebabkan menurunnya konsentrasi silikon. Regenerasi silikon akan

dimulai kembali pada musim panas saat pertumbuhan fitoplankton menjadi

lambat dan terus berlanjut hingga mencapai puncaknya pada awal musim dingin.

Pada beberapa daerah, ledakan populasi fitoplankton pada musim gugur dapat

menyebabkan terhambatnya regenerasi silikon untuk sementara waktu.

Konsentrasi silikon terlarut di permukaan laut umumnya rendah, kecuali di daerah

yang mengalami up-welling. Pada lapisan yang lebih dalam, ditemukan

peningkatan yang tajam dari konsentrasi silikon. Pola distribusi silikon berbeda

dari satu samudera ke samudera lainnya dan ditentukan oleh pola sirkulasi air dan

oleh suplai silikon terlarut dari Antartik dan dari diatom terlarut yang jatuh dari

permukaan. Proses absorbsi oleh organisme juga berpengaruh terhadap pola

distribusi silikon.

I. Senyawa dan Kandungan Silika di Laut

Menurut Golterman and Clymo (1967), silikat di laut terdapat dalam bentuk :

a. H4SiO4 terlarut atau orto-silikat (20 % dari total silikat

b. Koloid (amorphous) : -SiO2nH2O

c. Kompleks mineral liat (mineral clay) :

d. Montmorillonite : Na Al8Si12O20(OH)6

e. Illite : KAl5Si7O20(OH)4

f. Kaolinit : Al2Si2O5(OH)4

g. Chlorite : Mg5Al2Si3O10(OH)8

h. Sepiolite : Mg2Si3O6(OH)4

i. Sodium Feldspar : NaAlSi3O8

j. Potassium feldspar : KAlSi3O8

II. Distribusi Silika

Silikon dalam air laut bisa terdapat dalam bentuk terlarut atau partikulat. Air

laut mengandung variasi yang besar dari ukuran material silica. Sebagian besar

dari material ini merupakan hasil dari proses pelapukan yang terjadi di daratan

dan ditransportasikan melalui sungai dan oleh angin. Material yang ada

mencakup, kuarsa, feldspar, dan mineral liat. Saat mineral terbenam dari

permukaan melalui kolom air dan mengendap di dasar, mineral ini dapat bereaksi

dengan air laut membentuk mineral sekunder. Hasil penelitian terakhir

menunjukkan bahwa sumber air panas bawah laut (hydrothermal vent) juga

menghasilkan SiO2 yang masuk ke perairan. Di lapisan permukaan, terdapat

kelompok diatom dan radiolaria yang memiliki skeleton dari opal (hidrasi SiO2

yang bersifat non-kristalin). Jika kedua kelompok organisme tersebut mati,

detritusnya akan jatuh dan mengendap di dasar perairan membentuk sedimen yang

disebut diatom oozes.

III. Siklus Silika di Laut

Silikon adalah senyawa yang mudah terlarut dalam air laut. Organisme laut

yang memiliki kerangka dari silica diduga memiliki mekanisme khusus agar

senyawa silica yang ada di dalam tubuhnya tidak larut dalam air laut. Adanya

kulit organism yang tebal diperkirakan dapat melindungi organisme dari

kehilangan silica. Jika organism laut itu mati, maka kulitnya yang tebal akan

mengalami dekomposisi dan silica yang ada dalam tubuhnya akan larut lebih

cepat dalam air laut.

Diatom bersama-sama dengan radiolaria, pteropod dan sponges umumnya

memanfaatkan Silikon sebagai salah satu bahan utama untuk menyusun kerangka

tubuh. Sponges tersusun dari jutaan struktur kecil yang sebagian besar terbuat dari

persenyawaan silika. Struktur ini disebut “spikula” dan digunakan sebagai alat

untuk mengidentifikasi jenis oleh para ahli taksonomi.

Siklus Silikon (Riley dan Chester, 1971)

IV. Peranan Silika di Laut

Sebagian besar tumbuhan dan hewan laut yang memanfaatkan silikon terdiri

dari kelompok diatom, radiolaria, pteropoda dan sponges. Umumnya, kelompok

organisme tersebut memiliki struktur kerangka yang mengandung silika dalam

jumlah tinggi. Sisa-sisa tubuh yang telah mati terutama dari kelompok diatom

akan tenggelam ke dasar perairan membentuk deposit endapan silikat yang

spesifik. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti bagaimana silika terlarut

diabsorbsi oleh diatom, kemudian diubah menjadi hidrat silikat dan digunakan

untuk membentuk cangkang dengan pola yang indah. Beberapa alge, terutama

diatom (Bacillariophyta), membutuhkan silica untuk membentuk frustule (dinding

sel). Biota perairan tawar : misalnya sponge, menggunakan silica untuk

membentuk spikul.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Elemen merupakan unsur,  materi  atau  bahan  dasar yang tersusun dari

atom-atom yang berasal dari elemen yang sama secara kimiawi dan

memiliki  sifat  yang  identik terbagi atas elemen makro, mikro, dan trace

atau kelumit.

2. Penyebaran elemen laut atau variasi musiman yaitu Silika (14.000

ton/mil³ air laut),Fosfor (330 ton/mil³ air laut), dan Nitrogen (2.400

ton/mil³ air laut).

3. Mikro nutrient terdiri atas :

a. Unsur utama : Nitrogen dan Fosfor

b. Unsur tambahan : silika (untuk membentuk cangkang, siliceous

frustules, mis. Diatom)

c. Unsur lain : Fe, Mn, Cu, Zn, Co dan Mo (penting, tetapi tidak

menghambat atau membatasi pertumbuhan)

a. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Mikronutrien Oseanografi Kimia www.scrib.com/mikronutrien_oseanografikimkia . Di akses pada hari Senin, 11 Maret 2013.

Anonim, 2008. Oseanografi Kimia. www.google.com//mikronutrien. Di akses pada hari Senin, 11 Maret 2013.

Anonim, 2010. Makalah Oseanografi Kimia (Mikronutrien : Nitorgen, Fosfor, dan Silika). id.scrib.com//Kimia_Oceanografi. Di akses pada hari Senin, 11 Maret 2013.