Makalah Kia

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah umur harapan hidup (UHH). UHH sendiri sangat ditentukan oleh indikator kesehatan lainnya terutama Angka Kematian bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Ibu (AKI) disamping Angka Kematian Kasar (AKK). Angka kematian ibu (AKI) bersama dengan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi indikasi keberhasilan pada sektor kesehatan. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan nifas. Menurut hasil SDKI tahun 2007 angka kematian ibu di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih sangat jauh dari harapan MilleniumDevelopment Goals (MDGs) pada tahun 2015, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup untuk angka kematian ibu dan 17 per 1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi. AKI dan AKB Indonesia juga termasuk kematian kategori tinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. KIA Page 1

description

reproduksi ibu dan anak

Transcript of Makalah Kia

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSalah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah umur harapan hidup (UHH). UHH sendiri sangat ditentukan oleh indikator kesehatan lainnya terutama Angka Kematian bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA) dan Angka Kematian Ibu (AKI) disamping Angka Kematian Kasar (AKK). Angka kematian ibu (AKI) bersama dengan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi indikasi keberhasilan pada sektor kesehatan. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan nifas. Menurut hasil SDKI tahun 2007 angka kematian ibu di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih sangat jauh dari harapan MilleniumDevelopment Goals (MDGs) pada tahun 2015, yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup untuk angka kematian ibu dan 17 per 1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi. AKI dan AKB Indonesia juga termasuk kematian kategori tinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sesuai dengan target dan sasaran diatas, serta memperhatikan kesepakatan dalam penetapan Millenium Development Goal tahun 2015 (MDG), pada tahun 2006 pemerintah telah menetapkan program kesehatan ibu dan anak atau disebut juga dengan Maternal Neonatal Child Health (MNCH) sebagai salah satu program prioritas secara nasional. Untuk itu upaya yang dilakukan adalah fokus kembali (refocusing) pada intervensi jenis-jenis pelayanan esensial selama ini yang dinilai cost effective. Sementara itu, strategi yang diterapkan dalam upaya percepatan penurunan AKI dan AKB masih menggunakan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) dengan melakukan penajaman pada beberapa jenis kegiatan. Oleh karena itu langkah percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi merupakan tantangan besar dalam lima tahun ke depan

1.2Tujuan PenulisanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:1. Mengetahui tentang Trend Global Angka Kematian Ibu (AKI)2. Mengetahui Distribusi Angka Kesakitan dan Kematian Ibu3. Mengetahui Dampak Penyakit Menular terhadap AKI4. Memahami Strategi dan Teknik dalam Memperbaiki AKI5. Mengetahui Hambatan dan Tantangan dalam Mengurangi AKI6. Mengetahui Cara Pengukuran AKI

1.3Perumusan MasalahAdapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain:1. Apa Trend Global Angka Kematian Ibu (AKI) ?2. Apa Distribusi Angka Kesakitan dan Kematian Ibu ?3. Bagaimana Dampak Penyakit Menular terhadap AKI?4. Bagaimana Strategi dan Teknik dalam Memperbaiki AKI?5. apa Hambatan dan Tantangan dalam Mengurangi AKI hamil ?6. Bagaimana Cara Pengukuran AKI?

BAB IIPEMBAHASAN

2.1Trend Global Angka Kematian Ibu (AKI)Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium pada tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.GambarPencapaian dan Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI)Tahun 1994-2015(Dalam 100.000 Kelahiran Hidup)

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.

2.2Distribusi Angka Kesakitan dan Kematian IbuRendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejangkejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.

GrafikDistribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan

Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni , pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu ( 28 persen), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persensampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelahmengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan. (WHO).Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia (24 persen), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. (Profil Kesehatan Indonesia, 2007), sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11persen).Penyebab tidak langsung angka kematian ibu adalah resiko kematian ibu makin besar dengan adanya anemia, kekurangan energi kronik (KEK), dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis dan HIV/AIDS. Pada tahun 1995 misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 51 persen dan pada ibu nifas 45 persen. Pada tahun 2002, 17,6 persen wanita usia subur menderita KEK. Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, akses ke sarana kesehatan, transportasi, dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih terutama bidan.juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian ibu.

TabelDistribusi Persentase Anak Lahir Hidup Terakhir Dalam Lima Tahun

Sementara dilihat dari latar belakang pendidikan, ibu dengan status tidak sekolah lebih banyak ditolong oleh Dukun bayi.

2.3Dampak Penyakit Menular terhadap AKI2.3.1Dampak HIV/AIDS terhadap AKI HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus atau jasad renik yang sangat kecil yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu sindroma atau sekumpulan gejala dan tanda penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV.Komisi Penanggulangan AIDS Nasional menyatakan bahwa saat ini jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, sementara jumlah pekerja seks komersil yang terinfeksi HIV terus menurun. Hal ini diduga disebabkan oleh penularan HIV dari suami atau pasangan intim yang memiliki perilaku beresiko. Keadaan ini dapat meningkatkan resiko penularan dari ibu ke anak. (KPA, 2010 dalam Yopan, 2012). Menurut hasil dari meta-analisis yang dipublikasikan di AIDS edisi online, perempuan yang terinfeksi HIV memiliki delapan kali risiko kematian yang berhubungan dengan kehamilan dibandingkan dengan perempuan yang tidak terinfeksi.Semakin tingginya jumlah penderita penyakit ini di Indonesia, selain membebani pembiayaan sistem kesehatan juga menimbulkan dampak sosial ekonomi yang tak sedikit karena sebagian besar penderita berada dalam usia produktif (20-39 tahun). Makin bertambahnya jumlah penderita HIV/AIDS terutama pada anak dan wanita menyebabkan terancamnya Millenium Developmental Goals 2015 (4,5, dan 6) (Syafrawati, 2006 dalam Yopan, 2012).Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV (Ayu, 2012). Pada negara berkembang isteri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya di luar rumah. Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pula masalah seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan.Infeksi pada bayi dan anak-anak 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV, akan tertular virus tersebut melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, proses persalinan dan pemberian ASI (Andy, 2011).Penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan HIV-positif yang hamil tidak menjadi lebih sakit dibandingkan yang tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak mempengaruhi kesehatan perempuan HIV-positif(Andy, 2011).Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah (Yopan, 2012).Menurut Ayu (2012), kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau AIDS selama persalinan dan melahirkan. Ibu sering akan mengalami masalah-masalah sebagai berikut :1. Keguguran2. Demam, infeksi dan kesehatan menurun.3. Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin mengancam jiwa ibu.Pada masa MelahirkanSetelah melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih sehingga terlindungi dari infeksi(Yopan, 2012).Pada Masa MenyusuiMenyusuimeningkatkan risiko penularan sebesar 4%. Infeksi HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum diketahui dengan pasti frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi pada beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih banyak virus HIV pada ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu yang telah memperlihatkan tanda-tanda penyakit AIDS. Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV(Yopan, 2012).Menurut Yopan (2012), penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui empat cara, mulai saat hamil, saat melahirkan, dan setelah lahir yaitu:1. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan2. Penggunaan antiretroviral saat perasalinan dan bayi bayi yang baru dilahirkan3. Penatalaksanan selama menyusuiBayi dari ibu yang terinfeksi HIV memperlihatkan antibody terhadap virus tersebut hingga 10 sampai 18 bulan setelah lahir karena penyaluran IgG anti-HIV ibu menembus plasenta. Karena itu, uji terhadap serum bayi untuk mencari ada tidaknya antibodi IgG ,erupakan hal yang sia-sia, karena uji ini tidak dapat membedakan antibody bayi dari antibody ibu. Sebagian besar dari bayi ini, seiring dengan waktu, akan berhenti memperlihatkan antibody ibu dan juga tidak membentuk sendiri antibody terhadap virus, yang menunjukkan status seronegatif. Pada bayi, infeksi HIV sejati dapat diketahui melalui pemeriksaan-pemeriksaan seperti biakan virus, antigen p24, atau analisis PCR untuk RNA atau DNA virus. PCR DNA HIV adalah uji virologik yang dianjurkan karena sensitive untuk mendiagnosis infeksi HIV selama masa neonatus (Yopan, 2012).Selama ini, mekanisme penularan HIV dari ibu kepada janinnya masih belum diketahui pasti. Angka penularan bervariasi dari sekitar 25% pada populasi yang tidak menyusui dan tidak diobati di negara-negara industri sampai sekitar 40% pada populasi serupa di negara-negara yang sedang berkembang. Tanpa menyusui, sekitar 20% dari infeksi HIV pada bayi terjadi in utero dan 80% terjadi selama persalinan dan pelahiran. Penularan pascapartus dapat terjadi melalui kolostrum dan ASI dan diperkirakan menimbulkan tambahan risiko 15% penularan perinatal (Yopan, 2012).Salah satu penelitian mengatakan bahwa operasi caecar dalam proses kelahiran mungkin dapat mengurangi risiko terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa risiko tersebut juga dapat dikurangi jika selama hamil ibunya mengonsumsi obat anti retroviral (obat anti perkembangbiakan HIV) seperti AZT.

2.3.2Dampak Malaria terhadap AKIMalaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan 15 juta kasus dan mengakibatkan 38.000 kematian setiap tahun (SKRT 2001). Hal itu berarti ada 4 kematian setiap jam atau sekitar 100 kematian setiap hari akibat malaria. Salah satu kelompok yang rentang terhadap malaria adalah ibu hamil. Malaria dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Malaria dapat mengakibatkan kematian ibu dan kematian bayi, atau menyebabkan berbagai komplikasi pada ibu, janin, dan bayi baru lahir. Komplikasi malaria pada ibu hamil meliputi anemia, demam, hipoglikemia, malaria serebral, edema paru, dan sepsis. Terhadap janin dalam kandungan, malaria dapat mengakibatkan berat lahir rendah, abortus/keguguran, kelahiran prematur, kematian janin dalam kandungan (intra-uterine fetal death, IUFD), gangguan/hambatan pertumbuhan janin (intra-uterine growth retardation, IUGR), dan malaria bawaan.Untuk mencegah dan menanggulangi malaria pada ibu hamil, diperlukan integrasi program ANC dalam upaya-upaya:1. Pencegahan dan pengobatan malaria yang memadai pada ibu hamil diawali dengan kegiatan pendataan ibu hamil dalam Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).2. Penggunaan kelambu berinsektisida bagi ibu hamil/pasca melahirkan dan bayinya. Kelambu diberikan pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilannya pada triwulan pertama (K1murni).3. Kemudahan akses pelayanan kesehatan yang cepat untuk diagnosis dan pengobatan malaria.4. Tanggap darurat terhadap kejadian luar biasa dan kegawatdaruratan akibat malaria.5. Peran serta aktif keluarga dan masyarakat dalam pencegahan malaria pada ibu hamil dan bayi6. Diagnosis pasti malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah malaria baik secara mikroskopis (apusan darah tebal dan tipis) maupun dengan rapid diagnostic test (RDT). Pengobatan malaria hanya dapat diberikan setelah diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan sediaan darah.Menurut WHO, Dengan pencegahan dan deteksi dini malaria pada ibu hamil serta penatalaksanaan yang adekuat, diharapkan angka kesakitan maupun kematian ibu akibat malaria dapat diturunkan. Dengan demikian, derajat kesehatan ibu hamil di Indonesia sebagai daerah endemis malaria diharapkan akan semakin meningkat. (Disarikan dari Buku Acuan Pelayanan Antenatal dalam Pencegahan dan Penanganan Malaria pada Ibu Hamil, Kementerian Kesehatan RI, 2010)

2.3.3Dampak Tuberculosis terhadap AKITuberculosis (TBC) merupakan kuman atau bakteeri mikobakterium tuberkulosa yang menyerang jalan pernapasan dan paru-paru seseorang. Seseorang yang terserang TBC biasanya akan mengalami batuk berkepanjangan, bahkan disertai dengan keluarnya darah, dan badan si penderita akan kurus dan kekurangan gizi.Penyakit TBC sering menyerang pada usia rata-rata 15-35 tahun, boleh dibilang usia masih produktif. Penyebab tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta lingkungan yang udaranya tercemar asap, debu atau gas buangan.Pada umumnya penyakit TBC tidak mempengaruhi kehamilan dan persalinan nifas kecuali penyakitnya tidak terkontrol, berat dan luas yang disertai sesak napas dan hypoxia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang.Selain paru-paru, kuman TB dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan organ reproduksi. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi kemungkinan dapat mempengaruhi tinggkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Selain itu, resiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (TB Congenital).Langkah pencegahan penyakit TBC adalah meningkatkan pendidikan kesehatan mengenai TBC, pemberian BCG atau vaksinasi pada ibu hamil dan balita, menjaga pola hidup sehat.

2.4Strategi dan Teknik dalam Memperbaiki AKIAda empat strategi utama bagi upaya penurunan kesakitan dan kematian ibu yaitu :1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dan cost effective. 2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor, dan mitra lainnya. 3. Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat. 4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir.Strategi MPS memiliki tiga pesan kunci, yaitu :1. setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; 2. setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai;dan3. setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.Kebijakan dan program untuk mengurangi angka kematian ibu (AKI) adalah :1. Prioritas nasional. Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah satu prioritas utamadalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas. Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya ini antara lain meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi, meningkatkan pemberantasan penyakit menular dan imunisasi, meningkatkan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, menanggulangi KEK, dan menanggulangi anemia gizi besi pada wanita usia subur dan pada masa kehamilan, melahirkan, dan nifas.2. Kehamilan Aman. Mengacu pada Indonesia Sehat 2010, telah dicanangkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau Kehamilan yang Aman sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood, dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. MPS terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam intervensi klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan antar institusi pemerintah, lembaga donor, dan peminjam,swasta, masyarakat, dan keluarga. Perhatian khusus diberikan pada penyediaan pelayanan yang memadai dan berkelanjutan dengan penekanan pada ketersediaan penolong persalinan terlatih. Aktivitas masyarakat ditekankan pada upaya untuk menjamin bahwa wanita dan bayi baru lahir memperoleh akses terhadap pelayanan.3. Kelompok sasaran. Perhatian khusus perlu diberikan kepada kelompok masyarakat berpendapatan rendah baik di perkotaan dan pedesaan serta masyarakat di daerah terpencil. Program Jaring Pengaman Sosial (JPS)yang telah dimulai sejak 1998 telah menyediakan pelayanan pelayanan kesehatan dasar dan bidan di desa secara gratis bagi penduduk miskinperlu dipertahankan dengan berbagai cara.4. Konteks lebih luas. Terlepas dari kebijakan dan program dengan fokus pada sektor kesehatan, diperlukan juga penanganan dalam konteks yang lebih luas di mana kematian ibu terjadi. Kematian ibu sering disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks yang menjadi tanggung jawab lebih dari satu sektor. Terdapat korelasi yang jelas antara pendidikan, penggunaan kontrasepsi, dan persalinan yang aman. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja harus ditangani dengan benar, mengingat besarnya masalah. Selain itu, isu gender dan hak-hak reproduksi baik untuk laki-laki maupun perempuan perlu terus ditekankan dan dipromosikan pada semua level.

2.5Hambatan dan Tantangan dalam Mengurangi AKIHambatan dalam megurangi angka kematian ibu (AKI) adalah sebagai berikut :1. Buruknya kualitas pelayanan kesehatan antenatal, persalinan, dan pascapersalinan merupakan hambatan utama untuk menurunkan kematian ibu dan anak. Untuk seluruh kelompok penduduk, cakupan tentang indikator yang berkaitan dengan kualitas pelayanan (misalnya, pelayanan antenatal yang berkualitas) secara konsisten lebih rendah daripada cakupan yang berkaitan dengan kuantitas atau akses (misalnya empat kunjungan antenatal). Studi 2002 menunjukkan bahwa buruknya kualitas pelayanan merupakan faktor penyebab 60 persen dari 130 kematian ibu yang dikaji.2. Buruknya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat menunjukkan perlunya meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan. Indonesia menunjukkan salah satu jumlah pengeluaran kesehatan terendah, sebesar 2,6 persen dari produk domestik bruto pada tahun 2010. Pengeluaran kesehatan masyarakat hanya di bawah setengah dari total pengeluaran kesehatan. Di tingkat kabupaten, sektor kesehatan hanya menerima 7 persen dari total dana kabupaten, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk kesehatan rata-rata kurang dari satu persen dari total anggaran pemerintah daerah.3. Berbagai hambatan menyebabkan perempuan miskin tidak sepenuhnya menyadari manfaat Jampersal, program asuransi kesehatan Pemerintah untuk perempuan hamil. Hambatan-hambatan tersebut meliputi tingkat penggantian biaya yang tidak memadai, khususnya jika termasuk biaya transportasi dan komplikasi, dan kurangnya kesadaran di antara perempuan tentang kelayakan dan manfaat Jampersal. 4. Berdasarkan permintaan, harus ada lebih banyak fasilitas kesehatan yang memberikan Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dan lebih banyak dokter kandungan dan ginekolog. Rasio fasilitas-penduduk untuk PONEK di Indonesia (0,84 per 500.000) masih di bawah rasio satu per 500.000 yang direkomendasikan oleh UNICEF, WHO dan UNFPA (1997). Indonesia memiliki sekitar 2.100 dokter kandungan-ginekolog (atau satu per 31.000 wanita usia subur), tetapi tidak tersebar secara merata. Lebih dari setengah dokter kandungan-ginekolog melakukan praktek di Jawa. Tantangan dalam megurangi angka kematian ibu (AKI) adalah sebagai berikut :1. Struktur pendudukMasa yang akan datang yang dicirikan dengan proporsi wanita usia subur yang lebih tinggi menyebabkan kebutuhan akan pelayanan kesehatan meningkat.2. Desentralisasi bidang kesehatan pada saat ini masih belum secara jelas mendefinsikan peran dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Daerah dengan kemampuan keuangan yang rendah akan mengalami kesulitan untuk mengalokasikan anggaran kesehatannya.3. Keterbatasan tenaga dan biaya.Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah bidan di desa telah menurun. Dengan demikian kelompok rentan dan miskin akan semakin sulit untuk mendapatkan pertolongan persalinan. Selain itu, keterbatasan kemampuan finansial rumah tangga juga telah menghambat akses ke pelayanan dasar. Oleh karenanya, inovasi mekanisme yang meringankan beban keuangan rumah tangga sangat diperlukan untuk menjamin akses mereka kepada pelayanan.4. Disparitas capaian indikator kesehatan ibu5. Terbatasnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu di daerah tertentu6. Kurangnya pemahaman masyarakat akan tanda bahaya kehamilan, persalinan, dan nifas di masyarakat7. Kompetensi bidan8. Keterbatasan SDM Kesehatan (jumlah, kualitas dan distribusi9. Masih tingginya Total Fertility Rate (TFR)10. Adanya diskontinuitas pelayanan kesehatan ibu11. Kesenjangan dalam sistem kesehatan, meliputi kesenjangan dalam ketersediaan SDM, obat dan alat, serta pembiayaan di level kabupaten/kota12. Lemahnya tata kelola di tingkat kabupaten/kota, antara lain lemahnya sistem rujukan dan pembiayaan kesehatan

2.6Cara Pengukuran AKICara pengukuran AKI adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas dalam satu tahun dibagi dengan jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama dengan persen atau permil.

AKI = X 100 %Rumus :

Keterangan : Pf : jumlah kematian ibu karena kehamilan, kelahiran dan nifas.P : Jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama.Rumus :

AKI =

Keterangan :Jumlah kematian ibu : banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.Jumlah kelahiran hidup : banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah tertentu.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanAngka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium pada tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu.Penyebab tidak langsung angka kematian ibu adalah resiko kematian ibu makin besar dengan adanya anemia, kekurangan energi kronik (KEK), dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis dan HIV/AIDS.Strategi MPS memiliki tiga pesan kunci, yaitu :1. setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; 2. setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai;dan3. setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

3.2 Kritik dan SaranSemoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik.

KIAPage 19