Makalah Kelp 3b

25
1. HUBUNGAN ANTARA TES, PENGUKURAN DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR a. Tes Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Dalam pembelajaran objek ini bias berupa kecakapan peserta didik, minat, motivasi dan sebagainya. Menurut Djemari (dalam Widoyoko, 2012: 45) tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Tes dapat juga diartikan sebagai sejumlah pertanyaan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan maupun pernyataan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu. Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar yang bersifat hard skills. b. Pengukuran Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala, peristiwa atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Dalam proses pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil belajar yang hasilnya berupa angka-angka yang mencerminkan capaian dan proses serta hasil belajar tersebut. Proses pembelajaran tersebut bersifat kuantitatif dan belum dapat memberikan makna apa-apa karena belum menyatakan tingkat kualitas dari apa yang diukur. Angka hasil pengukuran ini biasa 1

Transcript of Makalah Kelp 3b

Page 1: Makalah Kelp 3b

1. HUBUNGAN ANTARA TES, PENGUKURAN DAN PENILAIAN HASIL BELAJARa. Tes

Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Dalam pembelajaran objek ini bias berupa kecakapan peserta didik, minat, motivasi dan sebagainya. Menurut Djemari (dalam Widoyoko, 2012: 45) tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Tes dapat juga diartikan sebagai sejumlah pertanyaan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan maupun pernyataan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu. Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar yang bersifat hard skills.

b. PengukuranSecara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai

kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala, peristiwa atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Dalam proses pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil belajar yang hasilnya berupa angka-angka yang mencerminkan capaian dan proses serta hasil belajar tersebut. Proses pembelajaran tersebut bersifat kuantitatif dan belum dapat memberikan makna apa-apa karena belum menyatakan tingkat kualitas dari apa yang diukur. Angka hasil pengukuran ini biasa disebut skor mentah. Angka hasil pengukuran baru mempunyai makna bila dibandingkan dengan kriteria atau patokan tertentu.

c. PenilaianPenilaian hasil belajar merupakan komponen penting dalam

kegiatan pembelajaran. Upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas sistem penilaiannya. Menurut Djemari Mardapi (dalam Widoyoko, 2012: 29) kualitas pembelajaran dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Penilaian dalam program pembelajaran merupakan salah

1

Page 2: Makalah Kelp 3b

satu kegiatan untuk menilai tingkat pencapaian kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Penilaian dalam konteks hasil belajar diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran tentang kecakapan yang dimiliki siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

Menurut Chittenden (dalam Widoyoko, 2012: 31) kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran perlu diarahkan pada empat hal, yaitu :

1) Penelusuran, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses pembelajaran telah berlangsung sesuai yang direncanakan atau tidak. Untuk kepentingan ini, pendidik mengumpulkan berbagai informasi sepanjang semester atau tahun pelajaran melalui berbagai bentuk pengukuran untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian kemajuan belajar siswa.

2) Pengecekan, yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat kekurangan-kekurangan pada peserta didik selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai bentuk pengukuran akan diperoleh gambaran menyangkut kemampuan peserta didiknya, apa yang telah berhasil dikuasai dan apa yang belum.

3) Pencarian, yaitu untuk mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan jalan ini pendidik dapat segera mencari solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul selama proses belajar berlangsung.

4) Penyimpulan, yaitu untuk menyimpulkan tentang tingkat pencapaian belajar yang telah dimiliki peserta didik. Hal ini sangat penting bagi pendidik untuk mengetahui tingkat pencapaian yang diperoleh peserta didik. Selain itu, hasil penyimpulan ini dapat digunakan sebagai laporan hasil tentang kemajuan belajar peserta didik, baik untuk peserta didik sendiri, sekolah, orang tua, maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan.

d. Hubungan antara tes, pengukuran dan penilaianAda tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes,

pengukuran dan penilaian. Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyamakan pengertian antara penilaian, pengukuran dan tes, padahal ketiganya memiliki makna yang berbeda.

2

Page 3: Makalah Kelp 3b

Tes merupakan salah satu alat ukur yang digunakan untuk mengukur atau mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek yang bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat maupun motivasi. Tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi. Allen dan Yen mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang sistemik untuk menyatakan individu (dalam Widoyoko, 2012: 2). Dengan demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas daripada tes. Kita dapat mengukur karakteristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, skala rating atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk kuantitatif.

Pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hierarki. Evaluasi didahului dengan penilaian, sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.

Tes, pengukuran, penilaian dan evaluasi memiliki perbedaan arti dan fungsi seperti yang sudah dikemukakan di atas. Namun semuanya tak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan sebab semuanya memiliki keterkaitan yang erat.

2. UNSUR-UNSUR YANG HARUS DINILAI DALAM PEMBELAJARANPertanyaan penting sebelum melakukan penilaian adalah apa

yang harus dinilai itu. Dalam sistem Pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom (Sudjana, 2009: 22) yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran

a. Ranah KognitifRanah kognitif adalah ranah yang membahas tujuan

pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari

3

Page 4: Makalah Kelp 3b

tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Ranah kognitif ini terdiri dari 6 tingkatan yang secara hierarkis berurut dari yang paling rendah (pengetahuan) sampai yang paling tinggi (evaluasi).

1) Tingkat pengetahuan (Knowledge)Pengetahuan disini diartikan kemampuan seseorang dalam menghafal atau mengingat kembali atau mengulang kembali pengetahuan yang pernah diterimanya.

2) Tingkat pemahaman (Comprehension)Pemahaman disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.

3) Tingkat penerapan (Application)Penerapan disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengguanakn pengetahuan dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.

4) Tingkat analisis (Analysis)Analisis adalah usaha memiliah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jela hirarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang komplek, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.

5) Tingkat sintesis (Syhnthesis)Sintesis disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.

6) Tingkat evaluasi (Evaluation)Evaluasi disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam membuat perkiraan atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria atau pengetahuan yang dimilikinya.

b. Ranah AfektifRanah afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap,

nilai-nilai interest, apresiasi (penghargaan) dan penyesuaian perasaan sosial. Tingkat afeksi ini ada lima, dari yang paling sederhana ke yang kompleks sebagai berikut:1) Kemauan menerima

Kemauan menerima merupakan keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu, seperti keinginan membaca

4

Page 5: Makalah Kelp 3b

buku, mendengar musik atau bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda.

2) Kemauan menanggapiKemauan menanggapi merupakan kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu, seperti menyelesaikan tugas terstruktur, mentaati peraturan, mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan tugas atau menolong orang lain.

3) BerkeyakinanBerkeyakinan dalam hal ini berkenaan dengan kemauan menerima sistem nilai tertentu pada diri individu, seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi (penghargaan) atas sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan (komitmen) untuk melakukan suatu kehidupan sosial.

4) Mengorganisasi Pengorganisasian berkenaan dengan penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, terhadap hal yang telah dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri atau menyadari peranan perencanaan dalam memecahkan suatu permasalahan.

5) Tingkat karakteristik/pembentukan polaIni adalah tingkatan afeksi yang tertinggi. Pada taraf ini individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya, seperti bersikap objektif terhadap segala hal.

c. Ranah PsikomotorSimson (1966) menyebutkan bahwa domain psikomotor meliputi enam domain mulai dari tingkat yang paling rendah, yaitu persepsi sampai pada tingkat keterampilan tertinggi, yaitu penyesuaian dan keaslian. Meskipun demikian Simson masih mempertanyakan satu tingkat terakhir yaitu penyesuaian dan keaslian. Oleh karena itu, Simson belum memasukkan secara sistematik dalam klasifikasinya. Secara lengkap domain psikomotor adalah sebagai berikut :1) Persepsi

Persepsi berkenaan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan, seperti mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang atau menghubungkan suara musik dengan tarian tertentu.

5

Page 6: Makalah Kelp 3b

Dimensi dari persepsi adalah:a) Sensori stimulasi, yakni berhubungan dengan sebuah stimuli

yang berkaitan dengan organ tubuh, yaitu :(1) Auditori(2) Visual(3) Taktile (“ancang-ancang” untuk bertindak)(4) Taste (rasa)(5) Smell (Bau)(6) Kinestetik

b) Seleksi isyarat yakni menetapkan bagian isyarat sehingga orang harus merespon untuk melakukan tugas tertentu dari suatu kinerja. Pemilihan isyarat meliputi identifikasi isyarat dan mengasosiasikannya dengan tugas yang akan dilakukan. Selain itu, pemilihan isyarat juga mencakup pengelompokan isyarat-isyarat dalam bentuk pengalaman dan pengetahuan masa lalu. Isyarat yang relevan dengan situasi yang dipilih sebagai panduan untuk melakukan gerakan, sedangkan isyarat yang tidak relevan diabaikan atau dihilangkan.

c) Translasi yakni berhubungan dengan persepsi terhadap aksi dalam membentuk gerakan. Ini merupakan proses mental dalam menentukan arti isyarat yang diterima untuk melakukan aksi. Translasi meliputi translasi simbolik, yaitu memiliki image atau menjadi teringat akan sesuatu, memiliki ide, sebagai hasil dari isyarat yang diterima. Translasi juga mencakup insight yang amat esensial dalam pemecahan masalah dengan mencari faktor-faktor esensial yang berhubungan dengan penyelesaian. Translasi sensori merupakan satu aspek dari level ini. Translasi sensori meliputi umpan balik, yaitu pengetahuan tentang efek dari suatu proses. Translasi merupakan bagian kontinyu dari gerakan yang sedang dilakukan.

2) Kesiapan Kesiapan merupakan perilaku yang siaga untuk kegiatan atau pengalaman tertentu termasuk didalamnya adalah kesiapan mental set (kesiapan mental), physical set (kesiapan fisik) atau emotional set (kesiapan emosi perasaan) untuk melakukan suatu tindakan.

6

Page 7: Makalah Kelp 3b

3) Gerakan terbimbingGerakan terbimbing adalah gerakan yang berada pada tingkat mengikuti suatu model, kemudian meniru model tersebut dengan cara mencoba sampai dapat menguasai dengan benar suatu gerakan.

4) Gerakan terbiasaGerakan terbiasa adalah berkenaan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari dan sudah menjadi kebiasaan, sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan suatu kemahiran. Seperti menulis halus, menari atau mengatur/menata laboratorium.

5) Gerakan yang kompleksGerakan yang kompleks adalah suatu gerakan yang berada pada tingkat keterampilan suatu tindakan motorik yang menuntut pola tertentu dengan tingkat kecermatan dan atau keluwesan, serta efisiensi yang tinggi.

6) Penyesuaian dan keaslianPada tingkat ini individu sudah berada pada tingkat yang terampil sehingga ia sidah dapat menyesuaikan tindakannya untuk situasi-situasi yang menuntut persyaratan tertentu. Individu sudah dapat mengembangkan tindakan/ keterampilan baru untuk memecahkan masalah-masalah tertentu.

3. PROSES PENGOLAHAN HASIL TES

Pada umumnya, pengolahan data hasil tes menggunakan bantuan satatistik. Analisis statistik digunakan jika ada data kuantitatif, yaitu data-data yang berbentuk angka-angka, sedangkan untuk data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, tidak dapat diolah dengan statistik. Jika data kualitatif itu akan diolah dengan statistik, maka data tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data).

Menurut Zainal Arifin (Arifin, 2012: 221) dalam mengolah data hasil tes, ada empat langkah pokok yang harus ditempuh.a. Pertama, menskor, yaitu memberi skor pada hasil tes yang dapat

dicapai oleh peserta didik. Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban, kunci scoring, dan pedoman konversi.

7

Page 8: Makalah Kelp 3b

b. Kedua, mengubah skor mentah menjadi skor standar sesuai dengan norma tertentu.

c. Ketiga, mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, baik berupa huruf atau angka.

d. Keempat, melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index) dan daya pembeda.

Setelah melaksanakan kegiatan tes dan lembar jawaban peserta didik diperiksa kebenaran, kesalahan dan kelengkapannya, selanjutnya menghitung skor mentah untuk setiap peserta didik berdasarkan rumus-rumus tertentu dan bobot setiap soal. Kegiatan ini harus dilakukan ekstra hati-hati karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi. Sebelum melakukan tes, guru harus menyusun pedoman pemberian skor, bahkan sebaiknya guru sudah berpikir tentang strategi pemberian skor sejak merumuskan kalimat pada setiap butir soal. Rumus penskoran yang digunakan bergantung pada bentuk soalnya, sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat kesukaran soal (difficulty index), misalnya sukar, sedang dan mudah.1) Cara memberi skor mentah untuk Tes Uraian

Dalam bentuk uraian biasanya skor mentah dicari dengan menggunakan sistem bobot. Sistem bobot ada dua cara, yaitu:Pertama, bobot dinyatakan dalam skor maksimum sesuai dengan tingkat kesukarannya.

Rumus: skor=∑ x

∑ s

∑ x = jumlah skor

∑ s = jumlah soal (Arifin, 2012: 223)

Kedua, bobot dinyatakan dalam bilangan-bilangan tertentu sesuai dengan tingkat kesukaran soal.

Rumus: skor=∑ xB

∑ B

x = skor setiap soalB = bobot sesuai dengan tingkat kesukaran soal

∑ xB = jumlah hasil perkalian x dengan B (Arifin, 2012: 224)

2) Cara memberi skor mentah untuk Tes ObjektifAda dua cara untuk memberikan skor pada soal tes bentuk objektif (Arifin, 2012), yaitu:

8

Page 9: Makalah Kelp 3b

a) Tanpa rumus tebakan (Non Guessing Formula)Biasanya digunakan apabila soal belum diketahui tingkat kebaikannya. Caranya adalah menghitung jumlah jawaban yang betul saja. Setiap jawaban yang betul diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.Jadi, skor = jumlah jawaban yang betul.

b) Menggunakan rumus tebakan (Guessing formula)Biasanya rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah diujicobakan dan dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya. Penggunaan rumus tebakan ini bukan karena guru sudah mengetahui bahwa peserta didik itu menebak, tetapi tes bentuk objektif ini memang sangat memungkinkan peserta didik untuk menebak. Adapun rumus-rumus tebakan tersebut adalah sebagai berikut:(1) Untuk item Benar-Salah

Rumus : S=∑ B−∑ S

S = skor yang dicari

∑ B = jumlah jawaban yang benar

∑ S = jumlah jawaban yang salah (Arifin, 2012: 228)

(2) Untuk item pilihan ganda

Rumus : S=∑ B−∑ S

n−1S = skor yang dicari

∑ B = jumlah jawaban yang benar

∑ S = jumlah jawaban yang salah

n = jumlah alternative jawaban yang disediakan1 = bilangan tetap (Arifin, 2012: 228)

Menurut Ainur Rofiq (Arifin, 2012: 229) cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu:a) Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara

setiap butir soal yang dijawab benar mendapat nilai satu (bergantung pada bobot butir soal). Skor peserta didik diperoleh dengan cara menghitung banyaknya butir soal yang dijawab benar.

Rumus : S=BN×100 (skala 0-100)

Keterangan: S = skorB = jumlah jawaban benar

9

Page 10: Makalah Kelp 3b

N = jumlah soalb) Penskoran ada koreksi jawaban, yaitu pemberian skor

dengan memberikan pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab.

Rumus : ¿ [(B− Sp−1 ) /N ]×100

S = skorB = jumlah jawaban benarN = jumlah soalp = jumlah pilihan jawaban tiap soal1 = bilangan tetapN = jumlah soal

c) Penskoran dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot berbeda untuk sejumlah soal. Biasanya bobot butir soal menyesuaikan dengan tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi) yang telah ditetapkan guru.

Rumus : S=∑ B×bSi

S = skorB = jumlah soal yang dijawab benarb = bobot setiap soalSi = skor ideal (skor yang mungkin dicapai jika semua soal dapat dijawab dengan benar)

(3) Untuk soal bentuk menjodohkan (matching)

Rumus : S=∑ B

S = skor

∑ B = jumlah jawaban yang benar

(4) Untuk soal bentuk jawaban singkat dan melengkapi

Rumus : S=∑ B

S = skor

∑ B = jumlah jawaban yang benar

(5) Skor TotalSkor total adalah jumlah skor yang diperoleh dari seluruh bentuk soal setelah diolah dengan rumus tebakan.

(6) Konversi SkorKonversi skor adalah proses transformasi skor mentah yang dicapai peserta didik ke dalam skor terjabar atau skor standar untuk menetapkan nilai hasil belajar yang diperoleh. Secara

10

Page 11: Makalah Kelp 3b

tradisional, dalam menentukan nilai peserta didik pada setiap mata pelajaran, guru menggunakan rumus sebagai berikut:

Nilai=∑ X

∑ S×10

∑ X = jumlah skor mentah

∑ S = jumlah soal (Arifin, 2012: 232)

(7) Cara Memberi Skor untuk Skala SikapSalah satu prinsip umum evaluasi adalah prinsip komprehensif, artinya objek evaluasi tidak hanya domain kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor. Dalam domain afektif, paling tidak ada dua komponen penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat peserta didik terhadap suatu pelajaran.

Untuk mengukur sikap dan minat belajar, guru dapat menggunakan alat penilaian model skala, seperti skala sikap dan skala minat, skala sikap dapat menggunakan skala lima, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Begitu juga untuk skala minat, guru dapat menggunakan skala lima seperti Sangat berminat (SB), Berminat (B), Sama Saja (SS), Kurang Berminat (KB), dan Tidak Berminat (TB). (Arifin, 2012: 233)

(8) Cara memberi skor untuk Domain PsikomotorDalam domain psikomotor, pada umumnya yang diukur adalah penampilan atau kinerja. Untuk mengukurnya, menggunakan tes tindakan melalui simulasi, unjuk kerja atau tes identifikasi. Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah skala penilaian yang terentang dari sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3), kurang baik (2), sampai dengan tidak baik (1). (Arifin, 2012: 234)

(9) Pengolahan data hasil tes : PAP dan PANAda dua pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan hasil

tes, yaitu pendekatan penilaian acuan patokan (PAP) dan pendekatan penilaian acuan norma (PAN).

Pendekatan PAP pada umumnya digunakan untuk menafsirkan hasil tes formatif, sedangkan pendekatan PAN digunakan untuk menafsirkan hasil tes sumatif.

4. ANALISIS BUTIR SOALAnalisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian

pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai. Kegiatan ini bertujuan untuk

11

Page 12: Makalah Kelp 3b

membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif serta untuk mengetahui secara diagnostik pada siswa apakah soal mereka sudah/belum memahami materi yang telah diajarkan. Jadi, tujuan utama analisis butir soal dalam sebuah tes adalah untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dalam tes atau dalam pembelajaran.

Ada dua cara menganalisis butir soal yaitu analisis butir soal kualitatif dan analisis butir soal kuantitatif.a. Analisis Butir Soal Secara Kualitatif

Pada prinsipnya analisis soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soalnya (tes tertulis, perbuatan dan sikap). Penelaahan ini biasanya dilakukan sebelum soal diujikan/digunakan. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara kualitatif adalah setiap soal ditelaah dari segi, materi, konstruksi, bahasa/budaya dan kunci jawaban/pedoman penskorannya. Teknik yang dapat dipergunakan ada 2, yaitu :1) Teknik moderator yang merupakan teknik berdiskusi yang di

dalamnya terdapat satu orang sebagai penengah/wasitnya.2) Teknik Panel yang merupakan suatu teknik memvalidasi butir

soal yang setiap butir soalnya ditelaah berdasarkan kaidah penulisan butir soalnya, yaitu ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa/budaya, kebenaran kunci jawaban/pedoman penskorannya yang dilakukan oleh beberapa penelaah.

b. Analisis Butir Soal Secara KuantitatifAnalisis butir soal secara kuantitatif adalah penelaahan butir

soal didasarkan pada data empirik dari butir soal yang bersangkutan. Data empirik ini diperoleh dari siswa yang mengerjakan soal-soal itu. Analisis/penelaahan soal secara kuantitatif ini dilakukan setelah soal diujikan.Ada 2 (dua) pendekatan dalam analisis kuantitatif, yaitu : 1) Pendekatan secara klasikal/tradisional 2) Model respon butir soal (Item Response Modelling)

ANALISIS BUTIR SOAL SECARA KLASIKAL/TRADISIONALAnalisis butir secara klasikal dalah proses penelaahan butir soal

melalui informasi dari jawaban siswa guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan. Kelebihan analisis butir soal secara klasik adalah mudah, dapat dilaksanakan sehari-hari, dengan kecepatan tinggi dengan komputer, banyak program komputer yang mudah untuk menganalisisnya.

12

Page 13: Makalah Kelp 3b

Aspek yang diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir ditelaah dari segi : 1. TINGKAT KESUKARAN BUTIR SOAL (Difficully Index)a) Menghitung Tingkat Kesukaran Soal Bentuk Objektif

Untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk objektif dapat digunakan rumus tingkat kesukaran (TK) berikut:

TK=(WL+WH )(nL+nH )

×100%

Keterangan:WL : Jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok bawahWH : Jumlah peserta didik yang menjawab salah dari kelompok atasnL : Jumlah kelompok bawahnH : jumlah kelompok atas (Arifin, 2012: 266)

Sebelum menggunakan rumus di atas, harus ditempuh terlebih dahulu langkah-langkah berikut.(1) Menyusun lembar jawaban peserta didik dari skor tertinggi

sampai dengan skor terendah.(2) Mengambil 27% lembar jawaban dari atas yang selanjutnya

disebut kelompok atas (higher group), dan 27% lembar jawaban dari bawah yang selanjutnya disebut kelompok bawah. Sisa sebanyak 46% disisihkan.

(3) Membuat tabel untuk mengetahui jawaban (benar atau salah) dari setiap peserta didik, baik untuk kelompok atas maupun kelompok bawah. Jika jawaban peserta didik benar, diberi tanda + (plus), jika jawaban peserta didik salah, diberi tanda – (minus).

Tabel kelompok atas/kelompok bawahPeserta didik

No. Soal 1 2 3 4 dst

1234

Dst

13

Page 14: Makalah Kelp 3b

(4) Membuat tabel seperi berikutNo. Soal WL WH WL + WH WL – WH

1234

Dst

Adapun kriteria penafsiran tingkat kesukaran soal adalah :(i) Jika jumlah presentase sampai dengan 27% termasuk

mudah(ii) Jika jumlah presentase 28% - 72% termasuk sedang(iii) Jika jumlah presentase 73% ke atas termasuk sukar

Untuk memperoleh prestasi belajar yang baik, sebaiknya proporsi antara tingkat kesukaran soal tersebar secara normal. Perhitungan proporsi tersebut dapat diatur sebagai berikut :i. Soal sukar 25%, soal sedang 50%, soal mudah 25%, atauii. Soal sukar 20%, soal sedang 60%, soal mudah 20%, atauiii. Soal sukar 15%, soal sedang 70%, soal mudah 15%.

Dalam menyusun suatu soal harus dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kesukaran soal sehingga hasil yang dicapai peserta didik dapat menggambarkan prestasi yang sesungguhnya.

b) Menghitung Tingkat Kesukaran Untuk Soal Bentuk UraianCara menghitung tingkat kesukaran untuk soal bentuk

uraian adalah menghitung beberapa persen peserta didik yang gagal menjawab benar atau ada di bawah batas lulus (passing grade) untuk tiap-tiap soal. Untuk menafsirkan tingkat kesukaran soalnya dapat digunakan kriteria sebagai berikut :i. Jika jumlah peserta didik yang gagal mencapai 27%,

termasuk mudah.ii. Jika jumlah peserta didik yang gagal antara 28% - 72%,

termasuk sedang.iii. Jika jumlah peserta didik yang gagal 72% keatas, termasuk

sukar.

14

Page 15: Makalah Kelp 3b

2. DAYA PEMBEDA (Discriminating Power)Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana

suatu butir soal mampu membedakan peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan peserta didik yang belum/kurang menguasai kompetensi berdasarkan berdasarkan kriteria tertentu.

Semakin tinggi koefisien daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara peserta didik yang menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kurang menguasai kompetensi. Untuk menghitung daya pembeda setiap butir soal dapat digunakan rumus sebagai berikut :

DP=(WL−WH )

nKeterangan :

DP : Daya pembedaWL : Jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok bawahWH : Jumlah peserta yang gagal dari kelompok atasn : 27% × N (Arifin, 2012: 273)

Untuk menginterpretasikan koefisien daya pembeda tersebut dapat digunakan kriteria yang dikembangkan oleh Ebel sebagai berikut :

Index of discriminationg Item evaluation0,40 and up : Very good items0,30 – 0,39 : Reasonably good, but possibly subject to

improvement0,20 – 0,29 : Marginal items, usually needing and being

subject to improvement.Below – 0,19 : Poor items, to be rejected or improved by

revision

a) Menghitung Signifikansi Daya Pembeda Soal Bentuk Objektif(1) Membuat tabel pesiapan

No. Item WL WH WL – WH WL + WH010203Dst

15

Page 16: Makalah Kelp 3b

(2) Menghitung jumlah peserta didik yang gagal pada kelompok bawah (WL) dan menghitung jumlah peserta didik yang gagal pada kelompok atas (WH).

(3) Mengurangkan hasil WL dengan hasil WH(4) Menambahkan hasil WL dengan hasil WH(5) Membandingkan nilai WL – WH dengan nilai tabel signifikansi

DP.

Jika WL – WH lebih besar dari harga tabel signifikansi daya pembedaya, maka soal tersebut signifikansi. Artinya soal tersebut mampu membedakan antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kurang/belum menguasai.

b) Menghitung Signifikansi Daya Pembeda Soal Bentuk UraianTeknik yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal bentuk uraian adalah menghitung perbedaan dua rata-rata (mean), yaitu antara rata-rata dari kelompok atas dengan rata-rata dari kelompok bawah untuk tiap-tiap soal.

t=¿¿Keterangan:X1 = Rata-rata dari kelompok atasX2 = Rata-rata dari kelompok bawah

∑ X12 = Jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas

∑ X22 = Jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok

bawahn = 27% × N (baik untuk kelompok atas maupun kelompok

bawah)Jika ditentukan tingkat kepercayaan 0,01, dan apabila nilai t hitung > nilai t tabel maka daya pembeda soal bentuk uraian itu signifikan.

5. DESKRIPSI DEFINISI KONTEKSTUAL, DEFINISI OPERASIONAL, KISI-KISI SESUAI DENGAN TUJUAN PEMBELAJARAN DAN SOAL-SOAL PILIHAN GANDA DENGAN MATERI PELAJARAN MATEMATIKA SMP/MTS KELAS VII SEMESTER 2a. Definisi konseptual

Hasil belajar matematika adalah hasil belajar diperoleh siswa selama waktu tertentu yang memuat materi himpunan, garis dan sudut serta segiempat dan segitiga.

16

Page 17: Makalah Kelp 3b

b. Definisi operasionalSkor hasil belajar matematika adalah skor yang diperoleh siswa melalui tes hasil belajar memuat materi himpunan, garis dan sudut serta segiempat dan segitiga.

17

Page 18: Makalah Kelp 3b

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nuharini,Dewi, Tri Wahyuni. 2008. Matematika 1 Konsep dan Aplikasinya untuk kelas VII SMP dan MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Uno, Hamzah B dan Satria Koni. 2012. Assessment Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi dalam Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

18