Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

44
MAKALAH KASUS 4 SISTEM DIGESTIF I CHOLELITIASIS KELOMPOK 11 Yusni Intan Nurahmatika 220110110036 Fitria Rachmi 220110110044 Septyani Elvionita S 220110110059 Indri Anggana Anindita 220110110061 Tanty Permatasari 220110110078 Shiddiqoh Mar’atush Sholihah 220110110087 Fadhilah Syarifuddin 220110110094 Anggraeni Mardianti 220110110091 Vianny Revania Putri 220110110096 Nur Ainiyah 220110110100 Melina Purwaningsih 220110110101 Hilda Ayu Septian 220110110139

description

kolelitiasis

Transcript of Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

Page 1: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

MAKALAH KASUS 4

SISTEM DIGESTIF I

CHOLELITIASIS

KELOMPOK 11

Yusni Intan Nurahmatika 220110110036

Fitria Rachmi 220110110044

Septyani Elvionita S 220110110059

Indri Anggana Anindita 220110110061

Tanty Permatasari 220110110078

Shiddiqoh Mar’atush Sholihah 220110110087

Fadhilah Syarifuddin 220110110094

Anggraeni Mardianti 220110110091

Vianny Revania Putri 220110110096

Nur Ainiyah 220110110100

Melina Purwaningsih 220110110101

Hilda Ayu Septian 220110110139

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Page 2: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB I

PEMBAHASAN KASUS

Chair : Indri Anggana Anindita

Scriber 1 : Fadhilah Syarifudin

Scriber 2 : Vianny Refania Putri

KASUS

Seorang laki-laki 50 tahun datang ke poli penyakit dalam dengan keluhan nyeri pada

abdomen kuadran kanan atas. Yang semakin lama semakin terasa nyeri. Nyeri

diarasakan 1 minggu SMRS sampai pasien tidak bisa beraktivitas dan mual muntah.

Riwayat suka makan jengkol dan minum jamu (+)

Pemeriksaan Fisik:

1. TD: 80/60 mmHg

2. HR: 132 x/menit9

3. T: 38,5oC

4. RR: 30 x/menit

5. Akral dingin

6. Abdomen tegang

7. Teraba massa dan nyeri tekan epigastrium.

Pemeriksaan AGD:

1. pH: 7,3

2. pO2: 65 mEq/L

3. pCO2: 37 mEq/L

4. HCO3: 15 mEq/L

Pemeriksaan Laboratorium:

1. Hb: 12 gr/dl

Page 3: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

2. Leukosit: 12.000 mg/dl

3. Serum Lipase dan amilase naik

Pemeriksaan USG tampak cholelitiasis. Dokter mengatakan pasien harus

dibedah dan dapat antibiotik. Pasien mengatakan tidak punya uang untuk

membeli obata yang mahal tersebut. Pasien merasa kesal karna tidak bisa

berbuat apa-apa untuk mengobati penyakitnya.

STEP 1

1. Cholelitiasis (Melina)

STEP 2

1. Batu Empedu

STEP 3

Pertanyaan:

1. Hubungan nyeri abdomen dan riwayat mengkonsumsi jengkol? (Fitria)

2. Fungsi Serum Lipase dan Amilase? (Yusni)

3. Nilai Normal AGD? (Anggraeni)

4. Penyebab mual dan muntah? (Shiddiqoh)

5. Diagnosa medis? Mengapa harus dilakukan pembedahan? (Melina)

6. Kenapa abdomen tegang, akral dingin dan teraba massa? (Septiani)

7. Mengapa TD << tetapi nadi meningkat? (Nur Ainiyah)

8. Adakah tindakan lain selain bedah dan antibiotik? (Yusni)

9. Apakah ada pengobatan alternatif? Apa peran perawat selain pendkes tentang

keuangan? (Anggraeni)

10. Mengapa serum Lipase dan Amilase meningkat? (Fadhillah)

11. Fungsi Antibiotik? (Anggraeni)

12. Pemeriksaan Diagnostik? (Vianny)

13. Hubungan penyakit dan pemeriksaan AGD? (Nur Ainiyah)

14. Faktor Risiko lain? (Yusni)

Jawaban:

Page 4: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

1. Jengkol mengandung asam jengkolat yang bersifat seperti asam urat, jika

berlebihan akan mengendap dan membentuk kristal (Septyani)

Residu jamu dapat mengendap di usus jika tidak banyak minum air putih

(Shiddiqoh)

2. Lipase: untuk mencerna lemakusus halus (Nur Ainiyah)

Amilase: enzim pemecahan glukosa (Vianny)

3. LO

4. Abdomen tegangbegahrespon mual mutah (Vianny)

5. Dx. Medis: batu empedu, untuk menghancurkan batu tergantung ukurannya

(Anggraeni)

6. Teraba massa karena ada penumpukan batu empedu (Fitria)

7. Sebagai respon dari menahan nyeri (Shiddiqoh)

8. Penggunaan obat penghancur batu dan laser (Vianny)

9. Advokasi tentang yayasan sesuai penyakitnya (Shiddiqoh)

10. Karena klien sering mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi sehingga

serum amilase dan lipase meningkat (Yusni)

11. Penggunaan antibiotik disebabkan karena adanya bakteri (Indri)

12. LO

13. LO

14. Karena klien sering mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi sehingga

serum amilase dan lipase meningkat (Yusni)

STEP 4 (MIND MAP)

Keluhan Utama

Pemeriksaan Lab.Pemeriksaan FisikPemeriksaan AGD Pemeriksaan USG

CholelitiasisKlasifikasi Penyebab

Faktor risiko

Komplikasi

Pemeriksaan Penunjang

Page 5: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

STEP 5

Learning Objective

1. Konsep Kolelitiasis

2. Nilai Normal AGD

3. Hubungan penyakit dan AGD

Jawaban:

1. Terlampir

2. pCO2: - arterial: 38-44 mmHg

- alveolar: 38-44 mmHg

HCO3: 22-26 mmol/L buffer ekstraseluler utama

HCO3 <22 asisdosis metabolik

HCO3 >26 alkalosis metabolik

PO2: - arterial: 80-105 mmHg

- Alveolar: 90-115 mmHg

Serum Lipase: 4-24 Iu/dL

Serum Amilase: 2-20 iU/Dl

Ph: 7,35-7,45

3. Terlampir

Penatalaksanaan

Masalah Keperawatan

Intervensi

Mencerminkan vol. CO2 yg larut dalam darah

Mencerminkan vol. O2 yg larut dalam darah

Page 6: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

BAB II

CHOLELITIASIS

I. ANATOMI dan FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU

a. Anatomi

Hati, kandung empedu dan pankreas berkembang dari cabang usus depan

fetus dalam suatu tempat yang kelak menjadi duodenum, ketiganya terkait

erat dalam fisiologi pencernaan.

Kandung Empedu (Vesika Felea)

Embriologi

Cikal Bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 milimeter

yang timbul di daerah ventral usus depan (foregut). Bagian kranial tumbuh

menjadi hati, bagian kraudal menjadi pankreas, sedangkan bagian sisanya

menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak

menjadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang seperti

pohon diantara hati tersebut.

Page 7: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

Anatomi

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan

panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umunya

menonjol sedikit ke luar tepi hati, dibawah lengkung iga kanan, di tepi lateral

m. Rektus abdominis. Sebagian korpus menempel dan tertanam di dalam

jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritonium viseral,

tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh

lapisan peritonium. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat

bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang

disebut kantong hartmann.

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding

lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral heister,

yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke kandung empedu, tetapi

menahan aliran keluarnya.

Saluran empedu ekstrahepatik terletak dalam ligamentum hepatoduodenale

yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla

vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling

kecil yang disebut kanilikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi

empedu melalui duktus interlobaris dan selanjutnya ke duktus hepatikus di

hillus.

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.

Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak

muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum

menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla vater

yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi

oleh Sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.

Duktus pakreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan duktus

koledokus di dalam papilla vater, tetapi juga dapat terpisah. Sering ditemukan

variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu dan pembuluh arteri yang

memperdarahai kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang ditemukan

Page 8: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

dalam bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk menghindari

komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus

hepatikus atau duktus koledokus.

Fisiologi 

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml perhari.

Di luar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung

empedu, dan disini mengalami pemekatan sekitar 50%.

Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sekresi

empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.

Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam

kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu kontraksi, sfingter

relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-

waktu seperti disemprotkan karena secara inermitten tekanan saluran empedu

akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter.

Kolesistokinin (CCK) hormon sel APUD (Amine Percusor Uptake and

Decarboxylation cells) dari selaput lendir usus halus, dikeluarkan atas

rangsangan makanan berlemak atau produk lipolitik dalam lumen usus.

Hormon ini merangsang nervus fagus sehingga terjadi kontraksi kandung

empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya kontraksi

Page 9: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

kandung empedu setelah makan.

Fisiologi Produksi Empedu

Sebagai bahan ekskresi, empedu memiliki 3 fungsi utama. Yang pertama,

garam empedu, fosfolipid dan kolesterol beragregasi di dalam empedu untuk

membentuk micelles campuran. Dengan emulsifikasi, kompliks micelles ini

memungkinkan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E,

dan K) yang ada dalam usus. Absorpsi mineral tertentu (kalsium, tembaga,

besi) juga dipermudah. Kedua, empedu bertindak sebagai vehikel untuk

ekskresi usus bagi banyak senyawa yang dihasilkan secara endogen dan

eksogen (seperti bilirubin). Ketiga, sebagian dengan menetralisir asam

lambung, empedu membantu mempertahankan lingkungan alkali yang tepat di

dalam duodenum yang dengan adanya garam empedu, memungkinkan

aktivitas maksimum enzim pencernaan sesudah makan.

Normalnya, hepatosit dan saluran empedu menghasilkan 500-1500 ml

empedu tiap harinya. Produksi empedu merupakan proses kontinyu yang

hanya sebagian menjadi sasaran regulasi saraf, hormon dan humoral. Masukan

(input) vagus bekerja langsung pada sel saluran empedu untuk meningkatkan

sekresi air dan elektrolit, sedangkan aktivitas simpatis splanknikus cenderung

menghambat produksi empedu secara tidak langsung dengan menurunkan

aliran darah ke hati. Hormon gastrointestinal kolesistokinin (CCK), sekretin

dan gastrin memperkuat sekresi duktus dan aliran empedu dalam respon

terhadap makanan. Garam empedu sendiri bertindak sebagai koleretik kuat

selama masa sirkulasi enterohepatik yang dinaikkan.

Sekresi aktif garam empedu oleh hepatosit merupakan faktor utama

yang meregulasi volume empedu yang disekresi. Air dan elektrolit mengikuti

secara pasif sepanjang perbedaan osmolar untuk mempertahankan netralitas.

Ekskresi lesitin dan koloesterol ke dalam kanalikuli untuk membentuk

micelles campuran, sulit dipahami dan bisa digabung dengan sekresi garam

Page 10: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

empedu melintasi membran kanalikulus. Sistem transpor aktif terpisah dan

berbeda menimbulkan sekresi bilirubin dan anion organik lain. Sel duktulus

meningkatkan sekresi empedu dengan memompakan natrium dan bikarbonat

ke dalam lumen.

Empedu disekresi secara kontinyu oleh hati ke dalam saluran empedu.

Selama puasa, kontraksi tonik sfingter oddi menyebabkan empedu refluks ke

dalam vesika biliaris, tempat dimana empedu disimpan dan dipekatkan.

Disini, garam empedu, pigmen empedu dan kolesterol dipekatkan sebanyak

sepuluh kali lipat oleh absorpsi air dan elektrolit. Sekitar 50% kumpulan

garam empedu dalam vesika biliaris selama puasa. Tunika mukosa vesika

biliaris juga mensekresi mukus yang bisa melakukan fungsi perlindungan.

Dengan makan, CCK dilepaskan oleh lemak dan dengan jumlah kecil oleh

asam amino yang memasuki duodenum; CCK merangsang kontraksi vesika

biliaris dan relaksasi sfingter oddi. Bila tekanan dalam duktus koledokus

melebihi tekanan mekanisme sfingter (15 sampai 20 cmHg), maka empedu

memasuki lumen duodenum. Input vagus memudahkan tonus dan kontraksi

vesika biliaris; stelah vagotomi, bila timbul stasis relatif dan merupakan

predisposisi pembentukan batu empedu. Setelah kolesistektomi, aliran

empedu ke dalam duodenum diregulasi hanya oleh sfingter.

Fungsi Kandung Empedu

a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di

dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah

cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.

b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan

vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.

Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi

bilirubin dan dibuang ke dalam empedu.

2. MIND MAP

A. Definisi

Page 11: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam

kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.

Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol terbentuk di dalam kandung

empedu.

Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu, jika empedu

mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di

dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu

(kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan

dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar

melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.

Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,

sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu

empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa

merambat ke saluran empedu sampai ke kantung empedu.

Kolelitiasis dapat didefinisikan sebagai endapan satu atau lebih empedu:

kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium protein, asam laemak dan fosfolipid.

Batu empedu memiliki tiga komponen utama, yang terbagi tiga jenis: pigmen

kolesterol, dan batu campuran. Batu pigmen terdiri atas garam kalsium dan salah

satu dari anion ini: bilirubinat, karbonat, fosfat atau asam lemak rantai panajng.

Batu-batu ini cenderumng berukuran kecil (1 cm), multiple dan berwarna

kecoklatan. Batu pigmen berwarna kecoklatan menandakan infeksi empedu kronis.

Batu koleterol “murni” biasanya berukuran lebih besar (1-3 cm), soliter, bulat,

atau oval, berwarna kuning pucat dan sering kali mengandung kalsium dan

pigmen. Batu kolesterol campuran paling sering ditemukan, berwarna ciklat tua

dan majemuk. Batu empedu tidak lazim dijumpai pad anak-anak dan dewasa

muda, tetapi insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun.

B. Etiologi dan Faktor Risiko

Pada dasarnya semua penyakit kronik memiliki riwayat alamiah yang bersifat

multifaktorial termasuk disini adalah Cholelitiasis disini adalah Cholelitiasis

Page 12: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

yang diakibatkan dari interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor

lingkungan akhir-akhir ini dianggap berakibat dari tumbuhnya gaya hidup

yang modern termasuk tingginya asupan karbohidrat, prevalensi tinggi

timbulnya obesitas dan non-insulin dependent diabetes melitus, dan gaya

hidup yang cenderung sedenter.

Hipotesis genetik mendukung teori cholelitiasis berkembang dari

hubungan keluarga, survey epidemiologi yang telah ada memberikan kesan

bahwa ras Amerika dan bangsa Indian memiliki gen lithogenik lebih tinggi.

karena kolesterol empedu kebanyakan berasal dari kolesterol yang terbentuk

dari lipoprotein plasma, beberapa studi dan penelitian memfokuskan pada gen

yang terkait dengan transport dari kolesterol tersebut, termasuk ekspresi dari

apoprotein E, B dan A-I dan kolesterol ester protein.

Faktor-faktor yang mendasari terjadinya batu empedu pada beberapa

penelitian adalah jenis kelamin, usia, kolesterol HDL yang rendah, BMI yang

tinggi, presentase lemak tubuh, kadar glukosa serum yang lebih tinggi

terutama wanita, paritas dan hiperinsulinemia.

Faktor risiko untuk kolelitiasis adalah:

a. Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Orang dengan usia >40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan orang dengan usia lebih muda. Di Amerika Serikat, 20%

wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia,

prevalensi batu empedu semakin tinggi, hal ini disebabkan:

1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan

2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai bertambahnya usia.

3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat dibanding pria untuk terkena kolelitiasis.

Ini dikarenakan oleh hormon estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi

kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20% wanita dan 10% pria

Page 13: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambanya usia,

walaupun umunya selalu pada wanita.

c. Berat Badan (BMI)

Orang dengan boddy mass index yang tinggi mempunyai resiko yang lebih tinggi

untuk terkena kolelitiasis. Ini dikarenankan dengan tingginya BMI maka kadar

kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu

serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani beresiko

untuk terkena kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar

kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan

empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah

klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap

unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung

empedu.

e. Aktifitas Fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya

kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan karena kandung empedu lebih sedikit

berkontraksi.

f. Infeksi Bakteri dalam Saluran Empedu.

Infeksi dapat berperan dalam pembentukan batu empedu. Mukus meningkatkan

viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat

presipitasi, akan tetapi infeksi lebih sering terjadi karena batu empedu dibanding

penyebabnya.

C. Klasifikasi

Ada 3 tipe batu empedu, yaitu:

1. Batu Empedu Kolesterol

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah

kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih

Page 14: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di

dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multiple. Permukaannya

mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri dan ada yang seperti buah

murbei. Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan

empedu tinggi ini akibat dari kolestrol dalam darah cukup tinggi. Jika

kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama

kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengososngan cairan dalam

kandung empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu di

dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi

pengendapan.

2. Batu Empedu Pigmen

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu

pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur,

kecil-kecil dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat,

kemerahan sampai hitam, dan bebrbentuk seperti lumpur atau tanah yang

rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di dalam saluran

empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium

dan akibat penyakit infeksi.

3. Batu Empedu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai. (80%) dan terdiri atas

kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda

dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.

D. Manifestasi Klinis

Page 15: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi 3 kelompok: pasien

dengan batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik, dan

pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus,

kolangitis dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) dengan batu empedu

tanpa gejala baik waktu dengan diagnosis maupun selama pemantauan.

Hampir selama 20 tahun perjalanan penyakit, sebanyak 50% pasien tetap

asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.

Pada penderita batu kandung empedu yang asimtomatik keluhan yang

mungkin bisa timbul berupa dispepsia yang kadang disertai intoleransi

pada makanan yang berlemak.

Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini

didefinisikan sebagai nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga

di kiri dan prekordial. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi

pada sepertiga kasus timbul secara tiba-tiba.

Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus

sistikus atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di

duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di

tempat penyumbatan menimbulkan nyeri viscera di daerah epigastrium,

mungkin dengan penjalaran ke punggung yang disertai muntah.

Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula atau ke

puncak bahu, disertai mual dan muntah. Jika terjadi kolesistisis, keluhan

nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan

sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan, sehingga pasien

berhenti menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritonium

setempat.pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan

dan lebih banyak ditemuakn di daerah tungkai daripada di badan.

Dapat ditemukan juga perubahan warna urin dan feses diakibatkan

karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat warna urin

sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan

berwarna abu dan biasanya pekat yang disebut “clay-colored”.

Page 16: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

E. Pemeriksaan Diagnostik

a. Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.

Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai

intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan

utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau

perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin

berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru hilang beberapa jam

kemudian. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang setelah menggunakan antasida.

b. Pemeriksaan Fisik

Batu Kandung Empedu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri

tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung

empedu. Tanda murphy positif bila nyeri tekan bertambah sewaktu

penderita menarik nafas panjang karenakandung empedu yang meradang

tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

Batu Saluran Empedu. Batu saluran empedu tidak menimbulkan

gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang hati teraba agak membesar

dan sklera ikterik. Perlu diketahui bila kadar bilirubin darah kurang dari

3mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu

bertambah berat, baru akan timbul ikterik klinis.

Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi,

akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis

tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis

bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam

dan menggigil, nyeri di daerah hati dan ikterus. Apabila terjadi

kolangiolitis, biasanya terjadi kolangiolitis piogenik intrahepatik, akan

timbul 5 gejala trias charcot, ditambah shock dan kekacauan mental atau

penurunan kesadaran sampai koma.

c. Tes Laboratorium

Page 17: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

Penyaringan bagi penyakit saluran empedu melibatkan banyak

penggunaan tes biokimia yang menunjukkan disfungsi sel hati yaitu yang

dinamai tes fungsi hati. Bilirubin serum yang difraksionasi sebagai

komponen tak langsung dan langsung dari reaksi van den bergh, dengan

sendirinya sangat tak spesifik. Lazimnya, peningkatan bilirubin serum

timbul sekunder terhadap kolestasis intrahepatik, yang menunjukkan

disfungsi parenkim hati atau kolestasis ekstrahepatik sekunder terhadap

obstruksi saluran empedu akibat batu empedu, keganasan atau penyakit

pankreas jinak. Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak

menunjukkan kelainan laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum

terjadi akibat penekanan duktus koleduktus oleh batu dan penjalaran

radang ke dinding yang tertekan tersebut.

d. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen

Foto polos kadang-kadang bisa bermanfaat tetapi tidak bisa mengenal

kebanyakan patologi saluran empedu. Hanya 15 persen batu empedu

cukup mengandung kalsium untuk memungkinkan identifikasi pasti.

Jarang terjadi kalsifikasi hebat di dalam dinding vesika biliaris (yang

dinamai vesika biliaris porselen) atau empedu susu kalsium, tempat

beberapa batu kecil berkalsifikasi atau endapan organik yang terbukti di

dalam vesika biliaris menunjukkan penyakit vesika biliaris. Pneumobilia

(adanya udara dalam saluran empedu atau di dalam lumen atau di dinding

vesika biliaris) bersifat abnormal dan tanpa pembedahan sebelumnya yang

merusak atau memintas mekanisme sfingter koledokus, menunjukkan

patologi saluran empedu. Udara di dalam lumen dan dinding vesika

biliaris terlihat pada kolesistisis “emfimatosa” yang timbul sekunder

terhadap infeksi bakteri penghasil gas. Adanya massa jaringan lunak yang

mengidentasi duodenum atau fleksura koli dekstra bisa juga

menggambarkan vesika biliaris yang terdistensi.

Page 18: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

e. Barium Meal

Pemeriksaan kontra lambung dan duodenum jarang memberikan informasi

langsung tentang batang saluran empedu. Tetapi dapat bermanfaat dalam

arti negatif dengan menyingkirkan penyakit yang di tempat lain misalnya

ulkus duodeni atau GERD. Refluks kontras ke batang saluran empedu

selalu abnormal dan membawa bentuk identik dengan pneumobilia, karena

menggambarkan hubungan abnormal antara batang saluran empedu dan

usus.

f. Kolesistografi Oral

Kolesistogram oral yang dikembangkan graham and cole pada tahun 1924,

merupakan standar yang paling baik bagi diagnosis kelainan vesika

biliaris. Zat organik diyodinasi biasanya 6 tablet asam yopanoat diberikan

peroral pada malam sebelumnya dan pasien dipuasakan. Obat ini

diabsorpsi dan diikat ke albumin, diekstraksi oleh hepatosit, disekresi ke

dalam empedu dan dipekatkan di dalam vesika biliaris. Opasifikasi vesika

biliaris terjadi dalam 8-12 jam. Batu empedu tampak sebagai filling

defect.

g. Kolangiografi Intravena.

Page 19: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

Tes inimemungkinkan visualisasi seluruh batang saluran empedu

ekstrahepatik. Tetapi resolusi radiografi sering buruk, dan tes ini tak dapat

diandalkan bila bilirubin serum lebih dari 3mg per 100 ml.

h. Ultrasonografi

USG ini merupakan pemeriksaan standard yang sangat baik untuk

menegakkan diagnosa batu empedu. Kebenaran dari USG ini dapat

mencapai 95%.

i. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)

Tes invasif ini melibatkan opasifikasi langsung saluran empedu dengan

kanulasi endoskopik ampulla vateri dan suntikan retrograd kontras.

Disamping kelainan pankreas, ERCP juga digunakan pada pasien ikterus

ringan atau bila lesi tidak menyumbat seperti duktus koledokus, kolangitis

sklerotikan atau anomali kongenital. Satu keuntungan ERCP bahwa

kadang-kadang terapi sfingterotomi endoskopi dapat dilakukan serentak

untuk memungkinkan lewatnya batu duktus koledokus secara spontan atau

untuk memungkinkan pembuangan batu dengan instrumentasi retrogad

duktus billiaris.

Page 20: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

j. PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiograph)

Merupakan tindakan infasif yang melibatkan fungsi transhepatik perkutis

pada susunan duktus biliaris intrahepatik yang menggunakan jarum Chiba

“kurus” (ukuran 21) dan suntikan prograd zat kontras. Penggunaan

primernya adalah dalam menentukan tempat dan etiologi ikterus obstruktif

dalam persiapan intervensi bedah

k. CT Scanning

Pemeriksaan ini dilakukan apabila batu empedu berada di saluran empedu.

F. Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri

yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau

mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain:

1. Kolesistektomi Terbuka

Operasi merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan

kolelitiasis sistemik. Komplikasi yang paling bermakana yang dapat terjadi

adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas

yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling

Page 21: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh

kolesistitis akut.

Pada kolesistektomi terbuka, insisi dilakukan di daerah subcostal,

biasanya pada kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif kolangiogram

dengan cara memasukkan kontras lewat kateter ke dalam duktus sistikus

untuk mengetahui outline dari saluran bilier, alasan dilakukannya intraoperatif

kolangiogram adalah karena ada kemungkinan 10% terdapat batu pada saluran

empedu.

2. Kolesistektomi Laparoskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli

bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan

pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini

dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di

rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat kembali bekerja, nyeri

menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah

kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti

cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi selama kolesistektomi

laparoskopi.

3. Disolusi Medis

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non-

Page 22: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

operatif diantaranya batu kolesterol diameternya <20 mm dan batu kurang

dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik baik.

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan

adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat

disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu kolesterol.

4. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

ESWL adalah pemecahan batu empedu dengan gelombang suara. ESWL

sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat

pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien

yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

5. Penatalaksanaan konvensional dapat dilakukan berupa:

a. Diet rendah lemak

b. Obat-obat antikolinergik dan antispasmodik

NAMA GENERIK SEDIAAN

Atropin sulfat 0,25 dan 0,5 mg tablet dan injeksi

Butropium bromida 5 mg/tablet

Ekstrak Belladona 10 mg/tablet

Fentonium bromida 20 mg/tablet

Hiosin n-butilbromida 10 mg/tablet

Skopolamin metilbromida 1 mg/tablet

Oksifenonium bromida 5 mg/tablet

Page 23: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

Onsifeksiklimin HCL 5 mg/tablet

Privinium bromida 15 mg/tablet

Propantelin bromida 15 mg/tablet

pirenzipen 25 mg/tablet

c. Analgesik

d. Antibiotik, bila disertai kolesistitis

e. Asam empedu (kenodeoksolat) 6,75-4,5 mg/hari, diberikan dalam jangka

waktu lama. Asam ini mengubah empedu yang mengandung banyak

kolesterol menjadi empedu dengan komposisi normal.

G. KOMPLIKASI

1. Kolesistitis

Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu

tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan

kandung empedu.

2. Kolangitis

Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi

yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-

saluran menjadi terhalang oleh batu empedu.

3. Hidrops

Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops

kandung empedu. Dalam keadaan ini tidak ada peradangan akut dan

sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya diakibatkan

obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada

kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.

4. Empiema

Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat

membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi segera.

Page 24: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

H. PATOFISIOLOGI

Etiologi (kontrasepsi, hiperlipidemia, dll)

Batu pigmen Infeksi bakteri Kolesterol

Pengendapan mukus meningkat Gg. Sintesis as.empedu

Peningkatan fosfolipid

Peningkatan permeabilitas & viskositas darah

Peningkatan sekresi kolesterol

Supersaturasi getah empedu

Peningkatan permeabilitas & viskositas darah

Kolesterol keluar dari getah empedu

Mengendap& membentuk batu

CHOLELITIASIS

Penyaluran cairan empedu terhambat

Penyumbatan duktus sistikus

Fundus kandung empedu membesar

Kandung empedu distensi

Menyentuh kartilago IC 9 dan 10

Susah inspirasi

Fundus kandung empedu membesar

Nyeri ketika mengembangkan perut

Infeksi

Interleukin meningkat

Demam

Pengeluaran yang tidak terlihat

oliguria

Teraba massa

Pengeluaran histamin

nyeri Menyebar ke punggung dan bahu

Nyeri akut

Viskositas meningkat

TD <<

hiperlipidemia

Obstruksi duktus koledukus

stimulasi enzim pankreas

Pengaktifan enzim prematur

autodigestif

Kalikrein

LipaseFolipase Aelastase

Cerna jaringan pb.darah

Cerna fosfolipid

Nekrosis lemak, gliserol & as. lemak

Vasodilatasi&permeabilitas kapiler >>

Perpindahan cairan

edema

Page 25: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

I. PENGKAJIAN

Nama: -

Usia: 50 tahun

Jenis Kelamin: laki-laki

Keluhan utama: nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Semakin lama semakin

nyeri.

Riwayat kesehatan: nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Semakin lama semakin

nyeri. Dirasakan 1 minggu SMRS, sampai tidak bisa beraktivitas dan mual muntah

Riwayat pola hidup: suka makan jengkol dan minum jamu.

Pemeriksaan Fisik:

8. TD: 80/60 mmHg

9. HR: 132 x/menit9

10. T: 38,5oC

11. RR: 30 x/menit

12. Akral dingin

13. Abdomen tegang

14. Teraba massa dan nyeri tekan epigastrium.

Pemeriksaan AGD:

5. pH: 7,3 (dibawah normal)

6. pO2: 65 mEq/L (dibawah normal)

7. pCO2: 37 mEq/L (normal)

8. HCO3: 15 mEq/L (asidosis metabolik)

Pemeriksaan Laboratorium:

sesak Nyeri akut

Gg. Rasa nyaman nyeri

Risiko kekurangan volume cairan

Syok hemoragi

Nekrosis sel asinar

Kombinasi Ca++ & as. lemak

Peregangan duktus

Peristaltik usus <<

Bising usus <<

Mual&muntah

anoreksiaRisk. Gg. Nutrisi kurang dari kebutuhan

Persepsi rasa kenyang

Tindakan pembedahan

Pengobatan pra bedah

antibiotik

Risti Infeksi

Page 26: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

4. Hb: 12 gr/dl

5. Leukosit: 12.000 mg/dl (naik)

6. Serum Lipase dan amilase naik (peradangan pada pankreas)

7. Pemeriksaan USG tampak adanya cholelitiasis

Rencana tindakan: Pembedahan dan antibiotik

Data Tambahan: pasien tidak punya uang untuk membeli obat yang mahal. Pasien

merasa kesal karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengobati penyakitnya.

J. ASUHAN KEPERAWATAN

ANALISA DATA

NO DATA YANG

MENYIMPANG

ETIOLOGI MASALAH

1 DS: nyeri pada kuadran

kanan atas semakin lama

semakin nyeri

DO: abdomen teraba massa

tegang, nyeri tekan

epigastrium.

Cholelitiasispenyumbata

n duktus sistikus fundus

kandung empedu

membesar menyentuh

cartilago IC 9 dan 10-

susah inspirasi sakit

ketika mengembang

Nyeri Akut

2 DS: -

DO : mual, muntah,

abdomen tegang

Peregangan

duktuspenurunan

peristaltik usus

penurunan bising usus

reseptor kenyang mual

dan muntah anoreksia

Risiko gg.

Nutrisi kurang

dari kebutuhan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Nyeri akut b.d. proses obstruksi duktus/inflamasi

2.      Risiko Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. peregangan duktus

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Page 27: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

NO Diagnosa

Keperawatan

Tujuan Intervensi

1 Nyeri akut b.d.

proses obstruksi

duktus/inflamasi

Setelah

mendapat

intervensi

keperawatan

nyeri dapat

hilang atau

terkontrol

dengan kriteria:

- klien

menyatakan

nyeri berkurang –

klien dapat

mengatasi

nyerinya

1. Observasi skala nyeri

klien (0-10)

2. Catat respon terhadap

obat dan laporkan

pada dokter apabila

nyeri hilang

3. Beri pendkes pra

operatif, gizi,

makanan yang boleh

dan tidak

4. Berpuasa sebelum

tindakan bedah

Kolaborasi

1. Beri obat sesuai

indikasi

(antikolinergik,

sedatif, analgesik

narkotik)

2. Jelaskan prosedur

pembedahan

secara jelas

2 Risiko nutrisi

kurang dari

kebutuhan b.d.

peregangan duktus

Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan klien

merasa mual dan

muntahnya

berkurang, dan

asupan nutrisi

tercukupi

1. Hitung pemasukan kalori

2. Konsul tentang makanan

kesukaan/ketidaksukaan

klien. Makanan yang

menyebabkan stress dan

jadwal makan yang

disukai

3. Beri perawatan oral

Page 28: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

1. 4. Tawarkan minuman

seduhan saat makan (bila

toleran)

Kolaborasi

1. Konsultasi dengan

ahli gizi

2. Mulai diet cair rendah

lemak setelah lepas

selang NGT

3. Beri garam empedu.

Contoh:

bilironzanchol,

decholin sesuai

indikasi

4. Beri vitamin A, D,

E,K sesuai indikasi

5. Penggantian enzim

seperti pankreatin dan

pankrealipase

Page 29: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis
Page 30: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperaawtan, Pedoman untuk

Perencanaan dan Mendokumentasikan Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Masjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid kedua. Jakarta :

Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Gastrointestinal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Price, Silvia Anderson. 2012. Patofisilogi, Konsep Klinis, Prosese-proses penyakit.

Jakarta : EGC

Sjamsuhidayat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

Page 31: Makalah Kelompok Kasus 11 Kolelitiasis