Makalah Kejang Sepsis

48
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejang pada neonatus (neonatal fit) merupakan suatu tanda penyakit yang menyerang susunan saraf pusat (SSP), kelainan metabolik dan penyakit lain yang menyebabkan kerusakan otak. Kejang pada neonatus sukar diklasifikasikan, dikenali maupun diobati. Pada neonatus cukup bulan (NCB) maupun neonatus kurang bulan (NKB) kejang dapat menyebabkan kerusakan saraf yang permanen dan menimbulkan gangguan neurologis di masa datang seperti gangguan kognitif yang berkepanjangan serta meningkatkan resiko kejadian epilepsi. Kejang pada masa neonatus dibandingkan dengan anak besar frekuensinya relatif tinggi. Di samping hal tersebut diagnosis kejang pada neonatus juga lebih sulit karena kejang subtle yang menyerupai gerakan-gerakan normal. Angka kejadian kejang yang sebenarnya tidak diketahui karena manifestasi klinis kejang sangat bervariasi dan sering sulit dibedakan dengan gerakan 1

description

Makalah Kejang Sepsis

Transcript of Makalah Kejang Sepsis

Page 1: Makalah Kejang Sepsis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejang pada neonatus (neonatal fit) merupakan suatu tanda penyakit

yang menyerang susunan saraf pusat (SSP), kelainan metabolik dan penyakit

lain yang menyebabkan kerusakan otak. Kejang pada neonatus sukar

diklasifikasikan, dikenali maupun diobati. Pada neonatus cukup bulan (NCB)

maupun neonatus kurang bulan (NKB) kejang dapat menyebabkan kerusakan

saraf yang permanen dan menimbulkan gangguan neurologis di masa datang

seperti gangguan kognitif yang berkepanjangan serta meningkatkan resiko

kejadian epilepsi.

Kejang pada masa neonatus dibandingkan dengan anak besar

frekuensinya relatif tinggi. Di samping hal tersebut diagnosis kejang pada

neonatus juga lebih sulit karena kejang subtle yang menyerupai gerakan-

gerakan normal. Angka kejadian kejang yang sebenarnya tidak diketahui

karena manifestasi klinis kejang sangat bervariasi dan sering sulit dibedakan

dengan gerakan normal. Di bangsal Perinatologi Neonatal Intensive Care Unit

(NICU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) Departemen IKA FKUI RSCM

didapatkan kejadian kejang selama tahun 2003 sebanyak 17 neonatus.

Meskipun angka kejadian kejang pada neonatus kecil akan tetapi mengenali

bentuk (tipe) kejang neonatus menjadi satu hal penting karena kejang pada

neonatus mungkin merupakan satu-satunya tanda adanya gangguan SSP,

selain itu manifestasi kejang juga berguna untuk menentukan prognosis.

1

Page 2: Makalah Kejang Sepsis

2

Etiologi kejang pada neonatus ada beberapa macam, pada sebagian

besar disebabkan oleh Hipoksik Iskemik Ensefalopati (HIE), perdarahan

intrakranial, infeksi intrakranial, gangguan metabolik dan kelainan bawaan.

Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai

bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.

Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan

mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat <1500

gram. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi prematur (5-10 kali

kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat

dini. Infeksi nosokomial pada bayi berat lahir sangat rendah, merupakan

penyebab utama tingginya kematian pada umur setelah 5 hari kehidupan

(Pusponegoro, 2000; h. 96).

Sepsis neonatal dapat terjadi secara dini, yaitu pada 5-7 hari pertama

dengan organisme penyebab didapat dari intrapartum atau melalui saluran

genital ibu. Sepsis neonatal dapat terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau

lebih yang disebut sepsis lambat, yang mudah menjadi berat dan sering

menjadi meningitis. Sepsis nosokomial terutama terjadi pada bayi berat lahir

sangat rendah atau bayi kurang bulan dengan angka kematian yang sangat

tinggi. Karena masih tingginya angka kematian sepsis neonatal, tatalaksana

yang utama adalah upaya pencegahan dengan pemakaian proteksi di setiap

tindakan terhadap neonatus, termasuk pemakaian sarung tangan, masker,

baju dan kacamata debu serta mencuci segera tangan dan kulit yang terkena

darah atau cairan tubuh lainnya (Pusponegoro, 200; h. 96).

Berdasarkan uraian di atas penulis menyusun makalah yang berjudul

“Kejang Sepsis pada Neonatus”. Dengan penyusunan makalah ini

Page 3: Makalah Kejang Sepsis

3

diharapakan penulis maupun pembaca dapat memahami tentang kejang dan

sepsis pada neonatus sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan pada

kasus kejang dan sepsis neonatus yang bermutu serta dapat meningkatkan

upaya preventif terjadinya kejang dan sepsis pada neoantus sehingga dapat

menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari peyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mengerti

dan memahami tentang kasus kegawatdaruratan pada neonatal khususnya

kejang dan sepsis pada neonatus.

C. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah mahasiswa dapat

meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya dalam kasus

kegawatdaruratan neonatal khususnya kasus kejang dan sepsis pada

neonatus.

Page 4: Makalah Kejang Sepsis

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kejang Neonatus

1. Definisi Kejang Neonatus

Kejang pada bayi baru lahir manifestasinya dapat berupa tremor,

hiperaktif, tiba-tiba menangis melengking, tonus otot hilang serta bisa disertai

hilangnya kesadaran maupun tidak, gerakan vokal ujung tangan, bola mata,

menghisap-hisap terus, mengunyah, gerakan otot muka, dll (Sudarti dan

Afroh, 2013).

Kejang adalah suatu perubahan fungsi pada otak secara mendadak

atau singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktivitas yang

abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang sangat berlebihan.

Terjadinya kejang dapat disebabkan oleh malformasi otak kongenital, faktor

genetis atau adanya penyakit seperti meningitis, ensefalitis serta demam

yang tinggi atau dapat dikenal dengan istilah kejang demam, gangguan

metabolisme, trauma dan lainnya sebagainya. Apabila kejangnya bersifat

kronis dapat dikatakan sebagai epilepsi yang terjadi secara berulang-ulang

dengan sendirinya (Maryanti, dkk. 2011).

Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi, baik fungsi

motorik maupun fungsi atonomik karena kelebihan pancaran listrik pada

otak. Kejang merupakan keadaan kegawatdaruratan atau tanda bahaya

yang sering terjadi pada neonatus, karena kejang yang berkepanjangan

dapat menyebabkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi

kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan gejala sisa di kemudian

4

Page 5: Makalah Kejang Sepsis

5

hari. Kejang pada bayi baru lahir sering disebut neonatal fit. Kejang pada

bayi baru lahir adalah kejang yang terjadinya dalam usia bayi sampai 28 hari

setelah lahir. Kejang pada bayi baru lahir bukanlah suatu penyakit,

melainkan merupakan gejala dari gangguan syaraf pusat, lokal atau sistemik

(Maryunani dan Nurhayati, 2009; h. 197-198).

2. Penyebab

Menurut Sudarti dan Afroh (2013), penyebab dari kejang pada

neonatus antara lain:

a. Komplikasi perinatal

1) Pasca asfiksia;

2) Hipoksi-iskemik enchepalopati (biasanya kejang timbul 24 jam pertama

setelah lahir );

3) Trauma pada kepala (panggul sempit, persalinan presbo, VE).

4) Perdarahan intrakranial (epidural, subdural, subarachnoid,

intraventrikuler, pasca hipoksia).

b. Kelainan metabolik

1) Hipoglikemia (kadar gula darah <40 mg/dl)

Gejala: letargi, hipotoni, apnea, sianosis, refleks hisap lemah, kejang,

biasanya terjadi pada bayi kurang bulan, ibu DM, bayi KMK.

2) Hipokaselmia (kadar kalsium darah <7 mg/dl atau <2,2 mmol/lt)

Terjadi pada bayi KMK, ibu dengan hipoparatiroid.

3) Hipo/hipertermia (kadar natrium <130 mEq/L atau 150 Me/lt.

4) Hiperbilirubinea (kern ikterik)

5) Kekurangan Vitamin B6

Page 6: Makalah Kejang Sepsis

6

6) Infeksi

a) Tetanus neonatorum (kejang otot mulut, bayi tidak mau menyusu,

kejang tengkuk, dinding perut, kejang dengan rangsangan);

b) Meningitis (virus, kuman,parasit).

7) Kelainan bawaan: anensefali, hidrocephalus, meningo ensefalokel

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 200-202), penyebab paling

sering terjadinya kejang pada neonatus (80-85%) adalah:

a. Hipoksik Iskemik Ensefalopati (HIE)

Menurut Ronen, dkk. kasus kejang pada neonatus dengan HIE

merupakan kejang yang terbanyak pada bayi baru lahir, yaitu sekitar 40%.

Kejang terjadi dalam 24 jam pertama. HIE terjadi sekunder akibat asfiksia

perinatal. Asfiksia menyebabkan kerusakan langsung susunan syaraf

pusat. Semua tipe kejang dapat dijumpai pada HIE.

b. Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia,

gangguan metabolik lainnya)

Kejang pada neonatus sering disebabkan oleh gangguan metabolisme

glukosa, kalsium, magnesium dan gangguan metabolik lainnya. Beberapa

gangguan metabolik tersebut adalah:

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang bersifat sementara

akibat kekurangan produksi glukosa karena kurangnya depot glikogen

di hati atau menurunnya glukoneogenesis lemak dan asam amino.

Hipoglikemia sering terjadi pada neonatus kurang bulan (NKB),

neoantus kecil masa kehamilan (KMK), neonatus besar masa

kehamilan (BMK) dan neoantus dengan ibu penderita Diabetes Melitus

Page 7: Makalah Kejang Sepsis

7

yang tidak terkontrol. Pada bayi baru lahir dikatakan hipoglikemia

apabila kadar gula darahanya kurang dari 40 mg/dl (ada beberapa unit

yang membatasi kurang dari 47 mg/dl). Kelainan neurologis berupa

kejang sering dijumpai pada neonatus yang kecil masa kehamilan

(KMK). Kejang biasanya pada hari kedua setelah lahir.

2) Hipokalsemia

Hipokalsemia adalah kadar kalsium darah kurang dari 7 mg%.

Hipokalsemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kejang sekitar

3%, yang dapat terjadi bersamaan dengan gangguan metabolik

lainnya. Hipokalsemia dapat terjadi pada neonatus kecil masa

kehamilan, neonatus kurang bulan, neonatus yang lahir dari ibu

penderita Diabetes Melitus dan neonatus dengan enselofalopati

hipoksik iskemik (HIE), yang biasanya terjadi pada hari ke-2 atau ke-3

setelah lahir. Ini disebut hipokalsemia awitan dini. Apabila

hipokalsemia terjadi pada minggu pertama atau minggu kedua

dikatakan bayi mengalami hipokalsemia awitan lambat, yang dapat

terjadi pada neonatus besar masa kehamilan, neonatus cukup bulan,

neonatus yang mendapat susu sapi dengan kadar fosfat, kalsium dan

magnesium yang tidak tepat.

3) Hipomagnesia

Hipomagnesia adalah kadar magnesium kurang dari 1,2 mg/dl yang

sering terjadi bersamaan dengan hipokalsemia.

Page 8: Makalah Kejang Sepsis

8

c. Perdarahan intrakranial (subaraknoid primer, subdural, intraventrikuler-

periventrakuler)

1) Perdarahan intrakranial yang dapat menyebabkan kejang dapat terjadi

pada daerah subarakhnoid, subdural, intraventrikuler-periventrakuler);

2) Perdarahan subarakhnoid dapat terjadi akibat trauma langsung,

misalnya partus lama yang menyebabkan robekan vena superfisial.

Kejang biasanya timbul pada hari kedua setelah lahir;

3) Perdarahan subdural, dapat terjadi akibat trauma langsung karena

tindakan ekstrasi forcep pada neonatus cukup bulan dan neonatus

besar masa kehamilan atau akibat presentasi bokong dan partus

precipitatus. Perdarahan terjadi karena adanya robekan tentorium

dekat false serebri yang menyebabkan penekanan batang otak

sehingga terjadi kejang. Kejang biasanya timbul pada hari pertama

setelah lahir;

4) Perdarahan intraventrikuler-periventrikuler, dapat terjadi akibat adanya

perdarahan dari pembuluh darah kecil pada subependimal matriks

germinalis atau akibat adanya lesi pada daerah tersebut. Perdarahan

ini sering terjadi pada neonatus kurang bulan. Kejang biasanya terjadi

dalam beberapa jam setelah lahir.

d. Infeksi intrakranial

Infeksi pada bayi baru lahir yang dapat menyebabkan kejang dapat terjadi

di dalam rahim atau intrauterine atau sebelum lahir, seperti disebabkan

karena toksoplasma, rubella, herpes, sitomegalovirus. Sementara itu,

infeksi pada bayi baru lahir yang terjadi selama persalinan atau segera

setelah lahir disebabkan oleh infeksi bakteri atau nonbakteri.

Page 9: Makalah Kejang Sepsis

9

e. Kelainan bawaan

Kejang pada bayi baru lahir dapat terjadi pada bayi yang mengalami

gangguan perkembangan otak, seperti mikrogria, pakigria atau heteropia.

Kejang dapat timbul setiap saat.

f. Hiperbilirubinemia (kern ikterus)

Hiperbilirubinemia sebagai penyebab kejang saat ini jarang ditemukan

setelah keberhasilan tindakan transfusi tukar terhadap hiperbilirubinemia.

g. Idiopatik

Kejang idiopatik merupakan kejang yang tidak diketahui penyebabnya

yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga atau adanya status

epileptikus pada bayi.

3. Patofisiologi

Kejang adalah depolarisasi berlebihan dari sel-sel neuron otak yang

mengakibatkan perubahan yang bersifat paroksimal fungsi sel-sel neuron

(perilaku, fungsi motorik dan otonom) dengan satu atau tanpa perubahan

kesadaran. Kejang pada neonatus berbeda dari kejang pada bayi, anak

maupun dewasa dan manifestasi kejang pada bayi prematur dibandingkan

cukup bulan juga berbeda. Kejang neonatus lebih bersifat fragmenter,

kurang terorganisir dan hampir tidak pernah bersifat kejang umum tonik

klonik. Kejang pada bayi prematur lebih tidak terorganisir dibandingkan bayi

cukup bulan. Hal ini berkaitan dengan perkembangan neuroanatomi dan

neurofisiologi pada masa perinatal (Handryastuti, 2012).

Organisasi korteks serebri pada neonatus belum sempurna, selain itu

pembentukan dendrit, akson, sinaptogenesis dan proses mielinisasi dalam

sistem eferen korteks belum selesai. Hal ini mengakibatkan kejang yang

Page 10: Makalah Kejang Sepsis

10

terjadi tidak dapat menyebar ke bagian otak yang lain sehingga tidak

menyebabkan kejang umum. Sedangkan daerah subkorteks seperti sistem

limbik berkembang lebih dahulu dibandingkan daerah korteks dan bagian ini

sudah terhubung dengan diensefalon dan batang otak sehingga kejang pada

neonatus lebih banyak bermanifestasi gerakan-gerakan seperti oral-buccal-

lingual movements seperti menghisap, mengunyah, drooling, gerakan bola

mata dan apnea (Handryastuti, 2012).

Hubungan antara sinaps eksitasi dan inhibisi merupakan factor apakah

kejang yang terjadi akan menyebar ke daerah lain. Ternyata kecepatan

perkembangan aktivitas sinaps eksitasi dan inhibisi di otak manusia berbeda-

beda. Sinaps eksitasi berkembang lebih dahulu dibandingkan sinaps inhibisi

di daerah limbik dan korteks. Selain itu daerah hipokampus dan neuron

korteks yang masih imatur lebih mudah terjadi kejang dibandingkan yang

telah matur. Belum berkembangnya sistem inhibisi di substansia nigra juga

mempermudah timbulnya kejang (Handryastuti, 2012).

4. Klasifikasi

Menurut Volpe (1989) dalam maryunani dan Nurhayati (2009; h. 198-

199), kejang pada bayi baru lahir yang diklasifikasikan berdasarkan

gambaran klinis adalah sebagai berikut:

a. Kejang subtle

Kejang subtle meliputi:

1) Gerakan stereotip berulang pada ekstremitas seperti gerakan

mengayuh sepeda atau berenang;

2) Deviasi atau kejut pada bola mata secara horizontal (mata seperti

matahari setengah terbenam di mana pupil masih terlihat pada waktu

Page 11: Makalah Kejang Sepsis

11

bayi tidur) tanpa gerakan cepat; mata mengedip berulang; kelopak

mata bergetar berulang-ulang;

3) Gerakan pada wajah berulang seperti ngiler, gerakan menghisap atau

mengunyah atau gerakan lain pada pipi dan lidah;

4) Apnea atau perubahan tiba-tiba pada pola pernapasan (bila apnea saja

terutama pada bayi kurang bulan bukan kkejang, tetapi bila apnea

disertai gerakan lainnya, misalnya gerakan kelopak mata atau lainnya

kemungkinan adalah kejang);

5) Bisa terjadi pada bayi baru lahir cukup bulan atau bayi kurang bulan

(prematur).

b. Kejang klonik

Kejang klonik meliputi:

1) Terdiri dari gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan dan

berirama (1-3 detik/menit);

2) Perubahan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak tidak

akan menghambat gerakan tersebut;

3) Penyebabnya bisa fokal maupun multifokal;

4) Tiak terjadi hilang kesadaran dan berkaitan dengan trauma fokal, infark

metabolisme atau gangguan;

5) Biasaya terjadi pada bayi baru lahir cukup bulan.

c. Kejang tonik

Kejang tonik meliputi kejang tonik fokal atau umum.

1) Kejang tonik fokal, gambarannya adalah:

a) Kejang yang tampak dari salah satu ekstremitas atau batang tubuh

atau deviasi tonik kepala atau mata;

Page 12: Makalah Kejang Sepsis

12

b) Sebagian besar kejang tonik terjadi bersamaan dengan penyakit

sistem syaraf pusat yang difus dan perdarahan intraventikulaer;

c) Tampak lebih sering pada bayi prematur.

2) Kejag tonik umum, gambarannya adalah:

a) Fleksi atau eksistensi tonik pada ekstremitas bagian atas, leher atau

batang tubuh yang berkaitan dengan eksistensi tonus pada

ekstremitas bagian bawah;

b) Pada 85% kasus kejang tonik tidak berkaitan dengan perubahan

otonomis seperti meningkatnya detak jantung, tekanan darah atau

kulit memerah;

c) Biasanya terjadi pada bayi kurang bulan (prematur).

d. Mioklonik

Kejang miokloik meliputi:

1) Kejang mioklonik fokal, multifokal atau umum;

2) Kejang mioklonik fokal tampak melibatkan otot fleksor pada

ekstremitas;

3) Kejang mioklonik multifokal tampak sebagia gerakan kejutan yang

tidak sinkron pada beberapa bagian tubuh;

4) Kejang mioklonik umum tampak sangat jelas berupa feksi massif pada

kepala dan batang tubuh dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas;

5) Sering mengindikasikan etiologi metabolik;

6) Kejang mioklonik paling jarang terjadi bila dibandingkan dengan kejang

lainnya.

Page 13: Makalah Kejang Sepsis

13

5. Manifestasi Klinik

Menururt Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 203-204), manifestasi

klinik dari kejang pada bayi baru lahir telah dijelaskan pada klasifikasi kejang.

Namun, ada istilah-istilah berikut ini yang perlu dipahami untuk

membedakannya dari kejang pada bayi baru lahir, yaitu:

a. Jitteriness pada bayi baru lahir merupakan:

1) Gerakan seperti menggigil, yang sering dikaburkan dengan kejang

pada neonatus bagi yang belum berpengalaman;

2) Gerakan berulang pada ekstremitas yang bisa terlihat disertai dengan

menangis, bisa terjadi dengan perubahan keadaan tidur atau bisa

terjadi apabila dirangsang/distimulasi;

3) Relatif umum terjadi pada neoantus, dimana satu studi diketahui

mengenai 44% neonatus sehat yang cukup bulan (Parker, et al, 1990)

dan pada tingkat ringan dapat dianggap normal selama 4 hari pertama

dalam kehidupan bayi;

4) Jitteriness dapat dibedakan dari kejang oleh beberapa karakteristik,

yaitu: jitteriness tidak disertai gerakan ocuar mata seperti pada kejang;

gerakan dominan dari jitterinesss adalah jerking klonik yang tidak

dapat ia hentikan dengan fleksi anggota tubuhnya yang terkena dan

jitteriness sangat sensitif terhadap stimulasi sedangkan kejang tidak.

b. Tremor didefinisikan sebagai gerakan berulang pada kedua tangan

(dengan atau tanpa gerakan pada kaki atau rahang) dengan frekuensi 2-5

detik dan berlangsung lebih dari 10 menit. Ini merupakan gejala umum

pada bayi baru lahir yang mempunyai berbagai penyebab termasuk

kerusakan neurologis, hipoglikemia dan hipokalsemia.

Page 14: Makalah Kejang Sepsis

14

6. Prognosis

Kejang neonatus sebanyak 25-30% berhubungan dengan gangguan

perkembangan. Faktor penentu utama dari prognosis adalah etiologi,

neonatus dengan disgenesis serebral serta hipoksik-iskemik sedang dan

berat mempunyai prognosis yang buruk. Gangguan metabolik akut dan

perdarahan subarakhnoid mempunyai prognosis yang baik, sedangkan

infeksi intrakranial dan IEM mempunyai prognosis yang bervariasi.

Karakteristik kejang juga mempengaruhi prognosis, kejang onset dini,

kejang berulang dan berkepanjangan yang resisten terhadap pengobatan

mempunyai prognosis yang buruk.

Kejang tonik berhubungan dengan palsi serebral, retardasi mental dan

epilepsi. Sedangkan kejang mioklonik berkaitan dengan retardasi mental.

Penelitian Brunquell menunjukkan bahwa dibandingkan dengan tipe kejang

yang lain kejang subtle dan tonik umum mempunyai komplikasi epilepsi,

retardasi mental. Gambaran EEG juga merupakan faktor prognosis, EEG

interiktal yang normal 85% mempunyai prognosis yang baik, sedangkan

gambaran EEG yang isoelektrik, voltase rendah atau paroksimal burst-

suppression mempunyai prognosis buruk (Handryastuti, 2012).

7. Penatalaksanaan

Menurut Sudarti dan Afroh (2013), penatalaksanaan kejang pada

neonatus adalah:

a. Cari penyebab;

b. Oksigen;

c. Infus dengan dextrose;

Page 15: Makalah Kejang Sepsis

15

d. Anti kejang;

1) Luminal/fenobarbital 15 mg/kg BB IV/IM ditunggu 1 jam, bila masih

kejang diberi lagi 10 mg/kg BB/satu kali pemberian.

2) Jika berhasil dilanjutkan dengan dosis rumatan 5-8 mg/kg BB/hari, bila

tidak berhasil diberi fenitoin 15 mg/kg BB IV pelan dilanjutkan 5-8

mg/kg BB/hari.

e. Kalsium glukonas 1-2 ml/kg/hari dilarutkan dalam dextrose drip

f. vit B6 50 mg/kg BB/satu kali pemberian;

g. Antibiotik;

h. Pantau tanda vital;

i. Jaga suhu tubuh tetap stabil.

B. Sepsis Neonatorum

1. Definisi

Sepsis merupakan infeksi sistemik pada neonatus. Penyebabnya

bakteri, jamur dan virus. Insidennya 1-10/1000 kelahiran hidup. Angka

kematian akibat sepsis 13-50%. Sepsis merupakan penyebab kematian

utama disamping asfiksia, hipotermi dan BBLR (Sudarti dan Afroh, 2013).

Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan

dimana terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh. Sepsis

merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan

jaringan lain. Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan

gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama

kehidupan (WHO, 1996). Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan

mulai dari infeksi, SIRS (Systeic Inflamatory Response Syndrome), sepsis,

Page 16: Makalah Kejang Sepsis

16

sepsis berat, syok septic, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian

(Maryunani dan Nurhayati, 2009; h. 119).

Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai

bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan.

Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan

mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat <1500

gram. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi prematur (5-10 kali

kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat

dini. Infeksi nosokomial pada bayi berat lahir sangat rendah, merupakan

penyebab utama tingginya kematian pada umur setelah 5 hari kehidupan

(Pusponegoro, 2000; h. 96).

2. Klasifikasi

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 120), berdasarkan waktu

terjadinya sepsis neonatorum dapat ibagi menjadi dua:

a. Sepsis dini atau sepsis awitan lanjut

Merupakan infeksi peerinatal yang terjadi segera dalam periode setelah

lahir (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses

kelahiran atau in utero. Karakteristiknya sumber organisme pada pada

saluran genitalia ibu atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan

angka mortalitas tinggi. Jenis kuman yang sering diteukan adalah

Streptokokus grup B, E. coli, Haemophilus influenza, Listeria

monocytogenesis, batang gram negatif.

b. Sepsis lanjut atau sepsis nosokomial atau sepsis awitan lanjut (SAL)

Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari

lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Didapat dari

Page 17: Makalah Kejang Sepsis

17

bentuk langsung atau tidak langsung dengan organisme yang ditemukan

dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.

3. Etiologi

Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis

nosokomial. Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B

(GBS), kuman usus Gram negatif, terutama Escherisia coli, Listeria

monocytogenes, Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus),

kuman anaerob, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab sepsis

nosokomial adalah Stafilokokus (terutama Staphylococcus epidermidis),

kuman Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella, Serratia, dan Proteus), dan

jamur (Pusponegoro, 2000; h. 97).

Penyebab sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti

bakteri, virus, parasit atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan

oleh bakteri, seperti Acinetobacter sp, Anterobacter sp, Pseudomonas sp,

Serratia sp, Escherichia coli, grup B Streptococcus, Listeria sp, dll

(Maryunani dan Nurhayati, 2009; h. 121).

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 121), beberapa komplikasi

kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus

adalah:

a. Perdarahan;

b. Demam yang terjadi pada ibu;

c. Infeksi pada uterus atau plasenta;

d. Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu);

e. Ketuban pecah terlalu cepat saat persalinan (18 jam atau lebih sebelum

melahirkan);

Page 18: Makalah Kejang Sepsis

18

f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.

4. Patofisiologi

Sesuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal dapat

dikategorikan dalam: Sepsis dini, terjadi pada 5-7 hari pertama, tandanya

yaitu distres pernapasan lebih mencolok, organisme penyebab penyakit

didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital ibu. Pada keadaan ini

kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal. Beberapa mikroorganisme

penyebab, seperti treponema, virus, listeria dan candida, transmisi ke janin

melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme,

dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban, mikro-

organisme dalam flora vagina atau bakteri pathogen lainnya secara asenden

dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya

khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh

janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan

pernapasan. Adanya verniks atau mekoneum merusak peran alami

bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina waktu

melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit, nasofaring,

orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini

mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang

mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis

dengan angka kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1-0,4% dengan

mortalitas 15-45% dan morbiditas kecacatan saraf. Umumnya terjadi setelah

bayi berumur 7 hari atau lebih (Pusonegoro, 2000; h. 97).

Sepsis lambat mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis.

Bakteri penyebab sepsis dan meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir

Page 19: Makalah Kejang Sepsis

19

yang berasal dari saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat

yang terkontaminasi. Di sini transmisi horisontal memegang peran. Insiden

sepsis lambat sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-20% namun pada

bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi, disebabkan

penyakit utama dan imunitas yang imatur (Pusponegoro, 2000; h. 97).

Menurut Maryunani dan Nurhayati (Maryunani dan Nurhayati, 2009; h.

121-122), patofisiologi sepsis neonatorum yaitu:

a. Selama dalam kandungan

Oleh karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta,

selaput amnion, khorion dan beberapa factor anti infeksi pada cairan

amnion. Janin selama dalam kandungan sebenarnya relative aman

terhadap kontaminasi. Namun, terdapat beberapa kemungkinan

kontaminasi kuman melalui:

1) Infeksi kuman yang diderita ibu yang dapat mencapai janin melalui

aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin;

2) Prosedur tindakan obstetric yang kurang memperhatikan factor

ntiseptik misalnya pada saat pengambilan contoh darah janin;

3) Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina

akan berperan dalam infeksi janin.

b. Setelah lahir

Kontaminasi kuman dapat terjadi dari lingkungan bayi antara lain:

1) Infeksi silang;

2) Alat-alat yang digunakan bayi kurang bersih atau steril;

3) Prosedur invasive seperti kateterisasi umbilicus;

4) Kurang memperhatikan tindakan aseptic;

Page 20: Makalah Kejang Sepsis

20

5) Rawat inap terlalu lama;

6) Bayi yang dirawat terlalu banyak atau padat.

5. Faktor resiko

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 122-123), faktor resiko sepsis

neonatorum yaitu:

a. Faktor resiko dilihat dari:

1) Sepsis awitan dini (SAD), meliputi:

a) Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal;

b) Malnutrisi pada ibu;

c) Prematuritas, BBLR;

2) Sepsis awitan lanjut (SAL), meliputi:

a) BBLR, pertumbuhan janin terhambat (IUGR);

b) Nutrisi parenteral totalis, pemberian makan melalui selang;

c) Pemberian antibiotic.

b. Faktor resiko dilihat dari faktor resiko ibu dan bayi

1) Faktor resiko ibu

a) Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lama > 18 jam;

b) Infeksi dan demam > 380C pada masa peripartum karena

korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi kuman

Streptococcus grup B di vagina, kolonisasi kuman E. coli di

perineum;

c) Cairan ketuban hijau dan keruh;

d) Kehamilan kembar;

e) Faktor social ekonomi dan gizi buruk pada ibu.

Page 21: Makalah Kejang Sepsis

21

2) Faktor resiko bayi

a) Bayi premature dan berat lahir rendah;

b) Bayi dengan cacat bawaan;

c) Bayi dirawat di rumah sakit;

d) Bayi dilakukan tindakan resusuitasi pada saat lahir;

e) Bayi dilakukan prosedur invasive, seperti pemasangan infuse,

kateter, intubasi ETT, pemakaian ventilator, akses vena sentral,

pembedahan;

f) Bayi dengan asfiksia neonatorum;

g) Bayi yang tidak diberi ASI;

h) Bayi dengan pemberian nutrisi parenteral;

i) Bayi yang dirawat terlalu lama di ruang intensif bayi;

j) Bayi yang dirawat di ruang rawat bayi baru lahir terlalu padat;

k) Kebersihan ruang bayi atau ruang intensif bayi yang buruk;

l) Prosedur cuci tangan yang tidak benat pada tenaga kesehatan

maupun anggota keluuarga pasien (bayi).

6. Manifestasi klinis

Menurut Sudarti dan Afroh (2013), diagnosis timbul bila ada 1 gejala

atau tanda minimal pda 4 kelompok gejala sbb:

a. Gejala Umum: tampak sakit

1) Tidak mau minum

2) Suhu naik turun

3) Sklerema

Page 22: Makalah Kejang Sepsis

22

b. Gejala gastrointestinal

1) Muntah

2) Diare

3) Hepatomegali

4) Perut kembung

c. Gejala Saluran nafas

1) Dispneu

2) Takipneu

3) Sianosis

d. Gejala kardiovaskuler

1) Takikardi

2) Edema

3) Dehidrasi

e. Gejala saraf pusat

1) Letargi

2) Iritabilitas

3) Kejang

f. Gejala Hematologi

1) Ikterus

2) Splenomegali

3) Pteki/perdarahan

4) Lekopenia

Page 23: Makalah Kejang Sepsis

23

Menurut Mansjoer (2000; h. 509), manifestasi klinis dari sepsis pada

neonatus yaitu:

a. Umum: panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi,

sklerema;

b. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare,

hepatomegali;

c. Saluran napas: apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung,

merintih, sianosis;

d. Sistem kardiovaskular: pucat, sianosis, kutis marmorata, kulit lembab,

hipotensi, takikardia, bradikardia;

e. Sistem saraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,

pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol, high-pitched cry;

f. Hematologi: ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut maryunani dan Nurhayati (2009; h. 124), pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosa sepsis yaitu:

a. Pemeriksaan kuman dengan kultur darah dan pewarnaan Gram;

b. Pemeriksaan hematologi

1) Trombosit < 100.000/µL;

2) Leukosit: dapat meningkat atau menurun;

3) Pemeriksaan kadar D-Dimer.

c. Permeriksaan C-Reactive Protein (CRP)

Merupakan pemeriksaan protein yang disintesis di hepatosit dan muncul

pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan.

Page 24: Makalah Kejang Sepsis

24

Onset Dini Onset Lambat NosokomialOnset < 5 hari >4 hari 5 hari s.d. saat

dipulangkanFaktor resiko obstetri

Kolonisasi kuman, amnionitis, prematuritas

Jarang Prematuritas, intervensi medis, reseksi perut

Gejala klinis Gawat napas, pneumonia, syok

Demam, SSP, gejala fokal

Apnea, bradikardi, letargi, instabilitas suhu

Meningitis 30% 75% 10-20%Keterlibatan sistem lain

Jarang Pyelonefritis, osteomyelitis, artritis septik, selulitis

Pneumonia, pyelonefritis, endoftalmitis, trombus septik, flebitis, infeksi kulit

Kuman patogen

Streptokokus grup B, Klebsiela, Listeria, Enterokokus, H. Influenza, S. Pneumoniae

Streptokokus grup B, E. Coli, Listeria, Herpes simpleks

S. epidermidis, S.aureus, C. Albicans, Klebsiela, pseudomonas, E. Coli, herpes simpleks, serrtia

Terapi kausal Ampisilin dan Gentamisin

Ampisilin dan Gentamisin

Tergantung kuman nosokomial di ruangan; Vankomisin atau Nafsilin dan Gentamisin

8. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2000; h. 510) penatalaksanaan sepsis pada

neonatus yaitu:

a. Pengobatan suportif

Lakukan monitoring cairan, elektrolit dan glukosa; berikan koreksi jika

terjadi hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia dan hipoglikemia. Bila

terjadi SIADH (syndrome of inappropriate antidiuretic hormnoe), batasi

cairan. Atasi syok, hipoksia dan asidosis metabolik. Awsi adanya

Page 25: Makalah Kejang Sepsis

25

hiperbilirubinemia, lakukan transfusi tukar bila perlu. Pertimbangkan

nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.

b. Kausatif

Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya

digunakan golongan penisilin seperti ampisilin ditambah aminoglikosida

seperti gentamisin. Pada sepsis nosokomial antibiotik diberikan dengan

mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial

biasa diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosporin generasi

ketiga. Setelah didapat hasil biakan dan uji sensitivitas, diberikan

antibiotik yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10-14 hari. Bila terjadi

meningitis antibiotik diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai

untuk meningitis.

9. Komplikasi

a. Kelainan bawaan jantung, paru dan organ-organ yang lainnya;

b. Sepsis berat: sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ tunggal;

c. Syok sepsis: sepsis berat disertai hipotensi;

d. Sindroma disfungsi multiorgan (MODS).

10. Pencegahan

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009; h. 125-126), beberapa cara

pencegahan agar tidak terjadi sepsis neonatorum antara lain:

a. Pencegahan berdasarkan awitan sepsis

1) Pencegahan sepsis awitan dini

a) Perawatan antenatal yang baik;

b) Ibu seharusnya diimunisasi tetanus;

Page 26: Makalah Kejang Sepsis

26

c) Semua infeksi seharusnya didiagnosa dan dilakukan tindakan yang

seksama pada ibu hamil;

d) Bayi seharusnya disusui sedini mungkin (IMD) dan diberikan ASI

eksklusif;

e) Tali pusat harus dijaga tetap bersih dan kering;

f) Hindari intervensi yang tidak penting.

2) Pencegahan sepsis awatan lanjut

a) Cuci tangan dengan benar dan peningkatan kepatuhan cuci tangan;

b) Ruang perawatan bayi harus bersih dan kering dengn ventilasi

dengan pencahayaan yang adekuat.

c) Membatasi ruangan terlalu penuh atau padat.

d) Semua prosedur dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri

(APD) seperti masker dan sarung tangan.

e) Perhatian terhadap penanganan atau intervensi invasive.

f) Setiap bayi harus menggunakan thermometer dan stetoskop sendiri

(jika memungkinkan).

g) Pemakaian obat yang rasional.

b. Pencegahan berdasarkan masa mulai didapatnya

1) Pada masa Antenatal

Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara

berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita

ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan

yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat

kesehatan bila diperlukan.

Page 27: Makalah Kejang Sepsis

27

2) Pada masa persalinan

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.

3) Pada masa pasca persalinan

Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga

lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus

secara steril.

c. Pencegahan dengan tindakan aseptik dalam merawat bayi baru lahir

Tindakan aseptic dalam merawat nbayi baru lahir dibagi menjadi tiga

golongan, yaitu:

1) Persiapan sebelum bayi lahir

a) Ruangan bayi dan kamar bersalin harus bersih, nyaman dan

tenang. Ruang bayi harus terpisah dari lingkungan jalan dan tidak

ada jendela yang terbuka ke daerah luar;

b) Semua jalan masuk ke ruang bayi harus ada wastafel dengan kran

yang bisa dibuka atau ditutup dengan siku atau kaki dan sabun cair

serta handuk sekali pakai untuk cuci tangan yang benar sebelum

masuk ruang bayi;

c) Terdapat berbagai cara institusi untuk membersihkan suatau

ruangan, ada yang menggunakan tenaga cleaning service, ada

yang menggunakan pembersihan/bongkar kecil dan

pembersihan/bongkar besar. Pembersihan atau bongkar kecil

adalah ruangan dibersihkan setiap hari, sedangkan pembersihan

atau bongkar besar adalah ruangan dibersihkan setiap minggu atau

tergantung keadaan pasien;

Page 28: Makalah Kejang Sepsis

28

d) Incubator dan tempat tidur bayi dibersihkan setiap pagi dengan alat

bersih yang telah ditentukan. Perawatan incubator selain bersih juga

air aquades harus tetap terisi dan filter sering diganti.

e) Persiapan alat-alat bayi baru lahir normal:

(1) O2 outlet, suction dinding penghisap lendir disposable;

(2) Baby oil, obat tetes mata, thermometer, larutan antiseptic,

alcohol 70%, kassa steril, korentang, cairan steril, kapas lidi

steril;

(3) Pengikat tali puat steril, timbangan bayi, setimeter dan sisir

bayi;

(4) Stempel kaki, gelang bayi dan status bayi.

Apabila diperkirakan bayi lhir dari ibu dengan kehamilan resiko tinggi

atau lahir dengan tindakan maka persiapan alat-alat tersebut

memerlukan tambahan seperti resusitasi set, obat-obatan, spuit steril

dan umbilical set.

2) Cara (waktu) menolong bayi lahir

a) Penanganan bayi yaitu resusitasi dan pembersihan jalan napas

pada bayi baru lahir sedapatnya menggunakan ambu bag.

b) Jangan melakukan penghisapan lendir dengan mulut tetapi dengan

mesin penghisap lendir. Bila tidak tersedia dapat digunakan pipa

dengan balon karet.

3) Perawatan setelah bayi lahir

a) Cuci tangan sesuai prosedur dengan menggunakan sabun atau

larutan antiseptic selalu dilkukan pada saat akan dan sesudah

merawat bayi.

Page 29: Makalah Kejang Sepsis

29

b) Alat-alat yang telah dipersiapkan ebelum bayi lahir digunakan

sesuai peruntukannya.

c) Kenakan sarung tangan pada saat melakukan tindakan.bayi yang

baru lahir tidak langsug dimandikan, tetapi ditunggu suhu bayi stabil.

d) Setelah beberapa saat dan diamati stabil, darah dan mekonium

dibersihkan dengan kapas steril dangan air hangat atau baby oil.

Kemudian keringkan dengan lembut dan jangan sampai bayi

kedinginan.

e) Popok bayi sebaiknya tidak lama disimpan, pakai yang baru saja

datang dari laundry.

f) Linen tercemar dikelola sesuai prosedur.

g) Hindarkan terlalu banyak orang di ruang bayi.

Page 30: Makalah Kejang Sepsis

BAB III

PENUTUP

B. Kesimpulan

Kejang pada neonatus sering sulit dikenali, langkah pertama jika

menghadapi kasus tersebut adalah memastikan gejala yang tampak kejang atau

bukan. Setelah itu dengan melihat riwayat kehamilan, persalinan, faktor resiko,

tipe kejang, awitan dan evaluasi diagnostik dapat ditentukan etiologi. Tatalaksana

selain untuk memberantas kejang juga ditujukan untuk mengatasi etiologi. Obat

antikonvulsan harus aktif memberantas kejang dengan mempertimbangkan efek

samping obat. Pemberian obat dihentikan sesegera mungkin setelah kejang

terkontrol baik secara klinis maupun dari pemeriksaan EEG. Pemeriksaan EEG

sangat penting untuk diagnosis, menilai respon terapi, lama terapi serta

menentukan prognosis. Prognosis ditentukan oleh etiologi, tipe kejang serta

gambaran EEG.

Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi

bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan.

Penyebabnya dimulai pada infeksi antenatal, infeksi intranatal, infeksi postnatal.

Pemeriksaan untuk mendiagnosa adanya sepsis adalah hitung darah

lengkap (HDL), trombosit, kultur darah, pungsi lumbal dan sensitivitas cairan

serebrospinal (CSS), kultur urine, rontgen dada dilakukan bila ada gejala

respirasi.

30

Page 31: Makalah Kejang Sepsis

31

C. Saran

Mahasiswa perlu terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya

dalam kasus kegawatdaruratan neonatal agar pada saat menjadi bidan di

lapangan dan menghadapi kasus kegawatdaruratan dapat melakukan tindakan

yang cepat dan tepat sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan

mortalitas neonatus.

Page 32: Makalah Kejang Sepsis

DAFTAR PUSTAKA        

Handryastuti, Setyo. Diagnosis dan Tatalaksana Kejang pada Neonatus. 2012. [Diakses tanggal 7 April 2013]. Didapat dari: http://pediatric-unhas.com/diagnosis-dan-tatalaksana-kejang-pada-neonatus-3/

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: ; 2000.    Maryanti, Dwi, Sujianti dan Tri Budiarti. Buku Ajar Kegawatdaruratan Neonatus.

Jakarta: Trans Info Media; 2011.

Maryunani, Anik dan Nurhayati. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit pada Neonatus. Jakarta: Trans Info Media; 2009.

Pusponegoro, Titut S. Sepsis pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Jakarta: Sari Pediatri; 2000.

Sudarti dan Afroh Fauziah. Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.

32

Page 33: Makalah Kejang Sepsis

PERTANYAAN

1. Penanya : Dian Festi Marsela

Pertanyaan : Apa perbedaan antara kejang neonatus dan kejang epilepsy?

Jawab : Kejang pada neonatus merupakan kejang yang terjadi pada bayi

baru lahir dari umur 0-28 hari. Kejang pada neonatus bukan kejang

yang disebabkan karena demam. Kejang ini biasanya terjadi pada

bayi yang saat lahir mengalami asfiksia atau karena infeksi

neonatus.

Kejang epilepsy biasanya muncul pada anak di atas usia 7 tahun.

Kejang epilepsy bukanlah kejang yang disebabkan karena demam.

Kejang epilepsy biasanya terjadi berulang. Anak yang sering

mengalami kejang demam beresiko lebih tinggi untuk mengalami

epilepsy.

Untuk menegakkan diagnosa apakah anak mengalami kejang

epilepsy atau tidak dapat dilakukan pemeriksaan EEG. Kejang

epileptik berasal dari saraf kortikal dan berkaitan dengan perubahan

EEG. Kejang non-epileptik berawal dari subkortikal dan biasanya

tidak terdapat kelainan pada EEG.

2. Penanya : Nur Azizah

Pertanyaan: Apakah kejang dan sepsis pada neonatus dapat diketahui sejak

kehamilan?

Jawab : Apabila pada saat kehamilan atau proses persalinan ibu mengalami

berbagai penyulit misalnya KPD, infeksi atau partus lama maka

33

Page 34: Makalah Kejang Sepsis

34

akan meningkatkan resiko terjadinya kejang atau sepsis pada bayi

yang akan dilahirkannya. Jadi, dari penyulit ibu selama hamil

maupun proses persalinan tenaga kesehatan dapat memperkirakan

atau meramalkan kemungkinan kegawatan yang akan terjadi pada

neonatus, misalnya kejang atau sepsis neonatus.

3. Penanya : Siti Nur Zaenah

Pertanyaan: Jika ada bayi baru lahir kemudian kejang di BPM, apa yang akan

dilakukan bidan untuk menangani kasus tersebut?

Jawab : Jika ada bayi baru lahir yang kejang di BPM, pertolongan pertama

yang dapat dilakukan oleh bidan sesuai dengan kewenangannya

adalah adalah dengan memberikan inhalasi O2. Kemudian bidan

harus memotivasi keluarga agar bayinya segera dirujuk ke Rumah

Sakit untuk mendapatkan pertolongan segera.