Makalah KD5 Topik 2-IM

102
ACUTE CORONARY SYNDROME (ANGINA PEKTORIS DAN INFARK MIOKARD) KEPERAWATAN DEWASA V KELAS B HOME GROUP 3 Ani Aryanti 1106006846 Barnis Lady Mentari A 1106018966 Fitri Alfisah 1106089035 Ike Maretta 1106053161 Paramudita Tri Hardani 1106000842 Umi Barokah 1106053350 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

description

HW

Transcript of Makalah KD5 Topik 2-IM

Page 1: Makalah KD5 Topik 2-IM

ACUTE CORONARY SYNDROME

(ANGINA PEKTORIS DAN INFARK MIOKARD)

KEPERAWATAN DEWASA V

KELAS B

HOME GROUP 3

Ani Aryanti 1106006846

Barnis Lady Mentari A 1106018966

Fitri Alfisah 1106089035

Ike Maretta 1106053161

Paramudita Tri Hardani 1106000842

Umi Barokah 1106053350

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2013

Page 2: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa.

Karena rahmat-Nya, penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan

Dewasa 5 dengan membahas patofiiologi pasiend engan Infark Miokard dan

Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Infark Miokard dalam bentuk makalah.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis

hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini

tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-

kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ibu Tuti Herawati MN, yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada

penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.

2. Orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai

kesulitan sehingga tugas ini selesai.

Dalam Penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan-

kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan

kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak

sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dengan demikian, penulis berharap, semoga materi ini dapat bermanfaat

dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya

bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Depok, 17 Maret 2013

Penyusun makalah

Page 3: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB 1: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

D. Metodologi Penulisan ............................................................................. 2

E. Sistematika Penulisan ............................................................................. 2

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA

A. ACS (Acute Coronary Syndrome)........................................................... 3

1. Definisi .............................................................................................. 3

2. Manisfestasi Klinis............................................................................. 4

3. Etiologi .............................................................................................. 5

4. Patofisiologi ...................................................................................... 6

B. Faktor Resiko ACS ................................................................................. 9

C. Penatalaksanaan Medis ACS .................................................................. 11

D. EKG (Kelistrikan Jantung) ..................................................................... 33

E. Enzim Jantung ......................................................................................... 44

BAB 3: PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus ....................................................................................................... 49

B. Pembahasan Kasus .................................................................................. 49

BAB 4: PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 61

B. Saran ....................................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 62

Page 4: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) iv

Page 5: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung

akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner

berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan

kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh

emboli atau trombus. Penurunan aliran darah koroner juga bisa diakibatkan

oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap

tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30hari) pada IMA adalah 30%

dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah

Sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade

terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal,

meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.

IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infraction = STEMI)

merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri

dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi

ST.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Infark Miokard?

2. Apa penyebab Infark Miokard?

3. Apa saja manifestasi Infark Miokard?

4. Bagaimana gambaran umum dan patofisiologi Infark Miokard?

5. Apa kaitan antara ST elevasi Infark Miokard dengan enzim jantung?

6. Apa saja pengkajian pada klien dengan Infark Miokard?

7. Bagaimana diagnosa dan intervensi pada klien dengan Infark Miokard?

8. Bagaimana penatalaksanaan medis pada klien dengan infark miokardium?

Page 6: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 2

C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan gambaran umum dan patofisiologi Infark Miokard

2. Menjelaskan keterkaitan antara infark miokard dengan ST elevasi dan

enzim jantung.

3. Menjelaskan pengkajian pada klien dengan Infark Miokard

4. Memahami diagnosa dan intervensi yang tepat pada klien dengan Infark

Miokard

5. Menjelaskan penatalaksanaan medis pada klien dengan Infark Miokard

D. Metode Penulisan

Penyusunan makalah ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data-

data yang relevan terkait dengan kasus pemicu. Metode yang digunakan

adalah metode studi pustaka, baik sumber yang berasal dari buku bacaan,

jurnal, maupun internet. Selain itu, dilakukan pula diskusi bersama antar

anggota kelompok untuk membahas lebih jauh mengenai keterkaitan kasus

dengan isi materi.

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode

penulisan, sistematika penulisan dan hipotesis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini dibahas mengenai definisi, penyebab, manifestasi klinis dan

patofisiologi pada Infark Miokard.

BAB III PEMBAHASAN KASUS

Dalam bab ini terdapat kasus beserta analisis kasus. Di dalam analisis kasus

terdapat mekanisme-mekanisme yang terjadi pada kasus dan merumuskan

pengkajian, diagnosa, intervensi dan penatalaksanaan medis yang sesua

dengan kasus.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan pembahasan dari makalah ini.

Page 7: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. ACS (Acute Coronary Syndrome)

1. Definisi

ACS (Acute Coronary Sindrom) atau Sindrom Akut Koroner

merupakan sindrom yang terjadi apabila ada obstruksi koroner mendadak

akibat pembentukan trombus pada plak aterosklerosis (Brashers, 2007).

Sindrom akut koroner mencangkup angina pektoris tidak stabil dan infark

miokard.

Angina pektoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan

terjadi sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-

sel miokardium. Salah satu jenis angina pektoris dalam sindrom akut

koroner adalah angina tidak stabil. Angina tidak stabil merupakan

kombinasi angina klasik dan angina varian. Angina klasik (angina stabil)

terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat berdilatasi

untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan kebutuhan

oksigen. Dan angina varian (angina prinzmental) terjadi tanpa peningkatan

jelas beban kerja jantung dan sering terjadi pada saat istirahat atau tidur.

Sehingga angina tak stabil ini dijumpai pada individu dengan penyakit

arteri koroner yang memburuk dan disertai dengan peningkatan beban

kerja jantung.

Infark miokard (IM) akut terjadi saat iskemia miokard yang

terlokalisasi menyebabkan perkembangan suatu regio nekrosis dengan

batas yang jelas. IM paling sering disebabkan oleh ruptur lesi

aterosklerotik pada arteri koroner. Hal ini menyebabkan pembentukan

trombus yang menyumbat arteri, sehingga menghentikan pasokan darah ke

regio jantung yang disuplainya. Aterosklerosis adalah kelainan pada

dinding pembuluh darah yang berkembang menjadi plak yang dapat

menggangu aliran pembuluh darah apabila cukup besar. Terdapat 2 jenis

infark miokard yaitu :

Page 8: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 4

a. Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI): terjadi jika aliran

darah koroner menurun secara mendadak setelah okulasi trombus pada

plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.

b. Infark miokard akut tanpa elevasi ST: non ST elevation myocardial

infraction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen

dan atau peningkatan kebutuhan oksigen yang diperberat oleh

obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses

vasokontriksi koroner.

2. Manifestasi Klinis

Secara umum, gambaran klinis SKA berbeda-beda, terkadang

asimtomatis atau berwujud nyeri dada (angina pektoris), infark miokard

akut, dekompensasi kordis, aritmia jantung, sinkop atau bahkan mati

mendadak. Nyeri dada (angina pektoris) biasanya timbul saat beraktivitas

dan bersifat kronis. Nyeri yang dirasakan seperti diperas atau tertekan di

daerah perikardium atau substernum dada, kemungkinan menyebar ke

lengan, rahang, atau toraks. Pada angina tidak stabil, nyeri ini biasanya

berkurang dengan istirahat. Dan pada infark miokard akut, nyeri dirasakan

lebih sakit dan lama.

Berikut ini adalah manifestasi klinis dari infark miokard:

a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan tidak mereda, biasanya

di atas sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala

utama.

b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak

dapat dipertahankan.

c. Nyeri sangat sakit, seperti ditusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu

dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau

gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan

tidak hilang dengan bantuan istirahat atau Nitrogliserin (NTG).

e. Nyeri dapat menjala ke arah rahang dan leher.

Page 9: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 5

f. Nyeri sering disertai sesak napas, pucat, dingin, diaforesis berat,

pening, mual, dan muntah.

g. Klien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat

karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu

neuroreseptor.

h. Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatik jantung.

i. Pengeluaran urin berkurang karean penurunan aliran darah pada ginjal

serta peningkatan aldosteron dan ADH.

j. Ansietas berhubungan dengan pelepasan hormon stres dan ADH

(vasopresin).

3. Etiologi

Menurut Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah

sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung

(vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi :

a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat

konsumsi kolesterol tinggi.

b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).

c. Vasokontriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus

menerus.

d. Infeksi pada pembuluh darah.

Penyebab infark miokard adalah pecahnya (ruptur) plak

aterosklerosis dalam arteri koronaria yang diikuti spasme atrial dan

pembentukan trombus. Infark dinding anterior disebabkan oleh lesi pada

ramus desendens anterior arteria koronaria sinistra. Infark dinding inferior

biasanya disebabkan oleh lesi pada arteri koronaria kanan, dan dapat

disertai derajat blok jantung. Infark miokardium akan menurunkan fungsi

ventrikel, karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan

otot yang iskemia di sekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi.

Page 10: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 6

4. Patofisiologi

Sumber dari : Barshers, (2007), Aplikasi Klinik Patofisiologi : Pemeriksaan

& Manajemen.

Dalam buku Aplikasi Klinik Patofisiologi: Pemeriksaan &

Manajemen (Brashers, 2007), The American Heart Association Committe

on Vascular Lesions (Komite Asosiasi Jantung Amerika mengenai Lesi

Vaskular) memberikan kriteria untuk membagi perkembangan plak

aterosklerotik koroner ke dalam lima fase dengan tipe lesi berbeda tiap

fase. Beberapa lesi aterosklerotik “stabil” dan berkembang secara bertahap

sehingga menyumbat lumen pembuluh darah, sementara lesi lain yang

“tidak stabil” atau lesi dengan komplikasi yang rentan terhadap ruptur plak

mendadak dan pembentukan trombus mengakibatkan sindrom akut

koroner akut pada angina tak stabil, infark miokard, bahkan kematian

mendadak.

Plak yang pecah terjadi akibat perubahan tekanan aliran darah,

infalamasi yang terjadi dengan pelepasan mediator inflamasi, sekresi

enzim degradatif yang dihasilkan oleh makrofag, dan apoptosis sel apada

tiap lesi. Dari pecahnya plak, pajanan substrat plak mengaktifkan

rangkaian peristiwa pembekuan darah dan mengaktivasi trombosit yang

menyebabkan pelepasan koagulan dan pemajanan reseptor pembukaan

glikoprotein trombosit IIb/IIIa mengakibatkan agregasi dan perlengketan

trombosit. Sehingga trombus yang terjadi terbentuk dengan cepat.

Obstruksi pembuluh darah diperberat dengan pelepasan vasokonstriktor

Page 11: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 7

seperti tromboksan A2. Trombus bisa pecah sebelum terjadi kerusakan

miosit permanen (angina tak stabil) atau trombus dapat menyebabkan

iskemia berkepanjangan dengan infark otot jantung (infark miokard).

a. Patofisiologi angina tak stabil

Fisura kecil atau erosi superfisial pada plak menyebabkan

perubahan pembuluh darah trombosis transien dan vasokontriksi di

tempat kerusakan plak. Trombus yang labil dan menyumbat pembuluh

darah tak lebih dari 10 sampai 20 menit dengan kembalinya perfusi

sebelum terjadi nekrosis miokard. Perkembangan trombus membuat

adanya spasme. Terjadi spasme sebagai respon terhadap peptida

vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang tertarik ke area yang

mengalami kerusakan. Konstriktor paling kuat yang dilepaskan oleh

trombosit adalah tromboksan dan serotonin, serta faktor pertumbuhan

yang berasal dari trombosit (platelet derived growth factor, PDGF).

Seiring dengan pertumbuhan trombus, frekuensi, dan keparahan

serangan angina tidak stabil meningkat dan individu berisiko

mengalami kerusakan jantung irreversibel.

Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan

oksigennya pun meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat

pada jantung yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan

mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun

apabila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat

aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap

peningkatan kebutuhan oksigen, maka iskemia pada miokardium

(termasuk sel-sel miokardium) menggunakan glikolisis anaerob

sehingga menyebabkan terbentuk asam laktat. Asam laktat ini

menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri.

b. Patofisologi infark miokard

Diawali dengan aterosklerosis koronaria, membuat adanya

plak. Plak tersebut dapat mengalami perubahan mendadak. Perubahan

plak akut ini mencangkup pembentukan fisura, perdarahan ke dalam

plak, dan ruptur plak disertai embolisasi debris ke pembuluh darah

Page 12: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 8

distal. Apabila plak tersebut ruptur (pecah), dapat menyebabkan

trombosis dan obstruksi arteri koroner. Adanya ruptur plak

menyebabkan lemak trombogen dan kolagen subendotel terpajan. Hal

tersebut memicu agregasi trombosit, pembentukan trombin, dan

akhirnya pembentukan trombus. Apabila pembuluh tersumbat total

oleh trombus menutupi plak yang ruptur maka terjadilah infark

miokard. Adanya stenosis tersebut (penyempitan) berkisar 50%-70%

yang menjadi penyebab infark miokard. Penyempitan atau obstruksi

pada pembuluh darah arteri koroner ini akan mempengaruhi perfusi

koroner. Sehingga terjadilah penurunan suplai oksigen diikuti dengan

adanya iskemia miokard.

Dari iskemia ini, membuat kemampuan sel untuk menghasilkan

ATP secara aerobik tidak ada, sel pun tidak dapat memenuhi

kebutuhan energinya. Pompa natrium kalium berhenti akibat dari tidak

adanya ATP dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya

menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan adanya lisis, sel melepaskan

simpanan kalium intrasel dan enzim intrasel, yang mencederai sel-sel

sekitarnya. Protein intrasel ikut menyebabkan edema dan

pembengkakan interstisial di sekitar sel miokardium. Akibatnya terjadi

kematian sel yang mencetuskan terjadi reaksi inflamasi. Inflamasi

membuat terjadinya penimbunan trombosit. Perluasan zona nekrotik

(daerah sel-sel yang mati) dapat terjadi akibat dari cedera secara

berulang dan iskemia. Selain itu, akibat dari iskemia ini, miokardium

mengubah metabolisme bersifat anaerob yang mengakibatkan asam

laktat tertimbun pada sel-sel miokard dan menstimulasi ujung saraf.

Stimulasi dari ujung saraf ini yang membuat adanya nyeri dada.

Dari proses tersebut, menimbulkan kerja jantung semakin berat

karena kebutuhan oksigen meningkat. Penurunan suplai oksigen ini

membuat keadaan menjadi lebih asam (asidosis). Pada keadaan ini

juga fungsi ventrikel terganggu,, kekuatan kontraksi menjadi

berkurang dan penurunan stroke volume yang berakibat hipoksia, serta

gangguan irama jantung. Hal ini akan mengubah hemodinamika.

Page 13: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 9

Sebagi kompensasi output cardial dan perfusi, meliputi stimulasi

simpatik berupa peningkatan frekuensi jantung, vasokontriksi, dan

hipertrofi ventrikel.

B. Faktor Resiko ACS

1. Faktor yang tidak dapat diubah

a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu factor resiko untuk

terjadinya penyakit jantung coroner. Jenis kelamin termasuk ke dalam

factor resiko yang tidak dapat diubah. Resiko terjadinya aterosklerosis

coroner akan menjadi lebih besar pada laki-laki daripada perempuan.

Perempuan agaknya relative kebal terhadap penyakit ini sampai usia

setelah menopause dan kemudian menjadi sama kerentanannya seperti

pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena adanya efek perlindungan

estrogen pada wanita.

b. Usia

Dikatakan bahwa bila usia seorang laki-laki ≥45 tahun dan

perempuan ≥55 tahun, memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita

aterosklerosis coroner. Namun, sekarang aterosklerosis tidak lagi

dianggap timbul akibat proses penuaan saja. Timbulnya “bercak-

bercak lemak” pada dinding arteria koronaria bahkan sejak masa

kanak-kanak sudah merupakan fenomena alamiah dan tidak selalu

harus menjadi lesi aterosklerosik. Sekarang dianggap terdapat banyak

factor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses aterogenik.

Dari usia 40 hingga 60 tahun, insiden MI (Miokard Infark) meningkat

lima kali lipat.

c. Riwayat Keluarga

Individu dengan riwayat keluarga penyakit jantung koroner

memiliki peningkatan risiko serangan jantung. Secara khusus, risiko

yang lebih tinggi jika ada riwayat keluarga penyakit jantung koroner

dini, termasuk serangan jantung atau kematian mendadak sebelum usia

Page 14: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 10

55 di ayah atau derajat laki-laki pertama relatif, atau sebelum usia 65

tahun di ibu atau wanita pertama Gelar-perempuan relatif.

2. Faktor yang dapat diubah

a. Diabetes Melitus (DM)

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang terdapat

sekitar 5% populasi. Orang dengan diabetes dapat kekurangan hormon

insulin secara keseluruhan atau menjadi resisten terhadap kerjanya.

Kondisi resistensi yang terjadi setelah dewasa disebut DM tipe 2, yang

dialami oleh 96% pasien diabetik. Meskipun bukan penyebab tunggal,

obesitas merupakan salah satu faktor yang bertanggungjawab dengan

terjadinya DM tipe 2. Asam lemak yang tinggi dalam darah karena

ketidakseimbangan suplai dan pengeluaran energi akan menurunkan

penggunaan glukosa di otot dan jaringan. Akibatnya terjadi resistansi

insulin yang memaksa peningkatan pelepasan insulin. Selanjutnya

regulasi menurun pada reseptor menyebabkan resistansi insulin

meningkat. Diabetes menyebabkan kerusakan progresif terhadap

susunan mikrovaskular maupun arteri yang lebih besar selama

bertahun-tahun. Bahkan, sekitar 75% pasien diabetik akhirnya

meninggal karena penyakit kardiovaskular.

b. Hipertensi

Tekanan darah dianggap tinggi jika tetap pada atau di atas

140/90 mmHg selama periode waktu.

c. Merokok

Risiko penyakit jantung iskemik meningkat 3-5x lipat pada

laki-laki usia faktor 5 yang merokok diatas 15 batang/hari. Terdapat

beberapa bukti yang menyatakan bahwa risiko lebih berhubungan

dengan jumlah batang rokok daripada lamanya merokok. Dan tidak

ada bukti yang menyatakan rokok filter atau jenis yang lain

mengurangi faktor risiko. Metaanalisis dari 18 studi epidemologis pada

perokok pasif dapat meningkatkan risiko terjadinya ateosklerosis

sebanyak 20-30 %, juga pada kanker faktor pernafasan dan penyakit-

penyakit yang berhubungan dengan merokok.

Page 15: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 11

d. Obesitas

Kegemukan adalah memiliki berat badan ekstra dari otot,

tulang, lemak, dan / atau air - obesitas adalah memiliki jumlah tinggi

lemak tubuh ekstra.

e. Stres

Studi potong - lintang mengungkapkan mikroalbuminuria/

albuminuria terkait dengan faktor resiko penyakit kardiovaskular

(PKV) dari subyek klinis normal dan pasien dengan/tanpa diabetes.

Beberapa studi prospektif antara lain Prevention of Renal and Vacular

End-Stage Disease (PREVEND) study, Hearth Outcomes Prevention

Evaluation (HOPE) dan study Losartan Intervenioon For Endpoint

Reduction, mengungkapkan mikroalbuminuria prediktor untuk clinical

CVD outcomes. Data ini telah mendukung pendapat pada PGK tahap

awal ditemukan keberadaan peningkatan resiko penyakit

kardiovaskular.

C. Penatalaksanaan Medis ACS

Tata Laksana

1. Oksigen

Oksigen diberikan pada semua pasien infark miokard.

Pemberian oksigen mampu mengurangi ST elevasi pada infark

anterior. Berdasarkan konsensus, dianjurkan memberikan oksigen

dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara

klinis tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan berikut :

a. Pasien dengan nyeri dada menetap atau berulang atau dengan

hemodinamik yang tidak stabil

b. Pasien dengan tanda-tanda edema paru akut

c. Pasien dengan saturasi oksigen < 90%

2. Acetylsalicylic acid

Acetylsalicylic acid 160-325 mg dikunyah, untuk pasien yang

belum mendapat acetylsalicylic acid dan tidak ada riwayat alergi dan

tidak ada bukti perdarahan lambung saat pemeriksaan. Acetylsalicylic

Page 16: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 12

acid supositoria dapat digunakan pada pasien dengan mual, muntah

atau ulkus peptik, atau gangguan saluran cerna atas.

3. Nitroglycerin

Nitroglycerin adalah venodilator dan penggunaannya harus

secara hati-hati pada keadaan infark inferior atau infark ventrikel

kanan, hipotensi, bradikardi, takikardi, dan penggunaan obat

penghambat fosfodiesterase dalam waktu <24 jam. Nitroglycerin dapat

diberikan  untuk menurunkan beban kerja jantung dan memperbaiki

aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat

membedakan apakah ia infark atau angina, pada infark biasanya nyeri

tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin. Tablet nitroglycerin

sublingual dapat diberikan sampai 3 kali dengan interval 3-5 menit jika

tidak ada kontraindikasi. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien

dengan keadaan hemodinamik tidak stabil, misalnya pada pasien

dengan tekanan diastolik ≤ 90 mmHg atau 30 mmHg lebih rendah dari

pemeriksaan awal.

4. Morfin

Diberikan jika nitroglycerin sublingual tidak responsif. Morfin

merupakan anti nyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat

mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada

pasien dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka

digunakan petidin. Morfin sangat efektif mengurangi  nyeri. Dosis 2-4

mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20

mg. Efek samping: konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan

simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah

jantung dan tekanan arteri. Morfin merupakan pengobatan yang cukup

penting pada infark miokard dengan alasan:

a. Menimbulkan efek analgesik pada SSP yang dapat mengurangi

aktivitas neurohumoral dan menyebabkan pelepasan katekolamin

b. Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel

kiri dan mengurangi kebutuhan oksigen.

Page 17: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 13

c. Menurunkan tahanan vaskuler sistemik, sehingga mengurangi after

load ventrikel kiri.

d. Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut.

5. Terapi reperfusi awal

Sebelum melakukan terapi reperfusi awal harus dilakukan evaluasi

sebagai berikut:

a. Langkah I: Nilai waktu onset serangan, risiko STEMI, risiko

fibrinolisis dan waktu yang diperlukan untuk transportasi ke ahli

kateterisasi PCI yang tersedia.

b. Langkah II: strategi terapi reperfusi fibrinolisis atau invasif.

6. Terapi fibrinolisis

Dilakukan jika onset < 3 jam, tidak tersedia pilihan terapi

invasif; waktu doctor-baloon atau door-baloon >90 menit; door-

baloon minus door-needle > 1 jam, dan tidak terdapat kontraindikasi

fibrinolisis. Terapi invasif (PCI) dilakukan jika onset > 3 jam, tersedia

ahli PCI, kontak doctor-baloon atau door-baloon <90 menit;

doorbaloon minus door-needle < 1 jam. Terdapat kontraindikasi

fibrinolisis, termasuk risiko perdarahan intraserebral, pada STEMI

risiko tinggi (CHF, Killip ≤ 3) atau diagnosis STEMI diragukan.

7. Low Molecular Weight Heparin (misalnya enoxaparin)

Indikasi: STEMI, NSTEMI, angina tidak stabil ; pada STEMI

digunakan sebagai terapi tambahan fibrinolitik. Mekanisme kerja:

menghambat thrombin secara tidak langsung melalui kompleks

antithrombin III Dibandingkan dengan unfractionated heparin lebih

selektif pada penghambatan faktor Xa.

8. Clopidogrel

Dapat menggantikan acetylsalicylic acid bila pasien alergi

terhadap acetylsalicylic acid. Pemberian dosis awal clopidogrel 300

mg (loading dose) dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari

merupakan terapi tambahan selain acetylsalicylic acid, UFH atau

LMWH dan GP IIb/IIIa. Mekanisme kerja clopidogrel adalah sebagai

antiplatelet, antagonis reseptor adenosine diphosphat.

Page 18: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 14

9. Statin (MHGCoenzyme A Reductase Inhibitor)

Mengurangi insiden reinfark, angina berulang, rehospitalisasi,

dan stroke bila diberikan dalam beberapa hari setelah infark miokard.

Pemberian dapat dilakukan lebih awal (dalam 24 jam) pada infark

miokard dan bila sudah mendapatkan statin sebelumnya maka terapi

dilanjutkan.

10. Terapi complete heart block

Keadaan bradikardi akibat complete heart block dengan

hemodinamik tidak stabil harus disiapkan untuk pemasangan pacu

jantung transkutan atau transvena. Sambil menunggu persiapan pacu

jantung dapat dipertimbangkan pemberian atropine 0,5mg i.v dengan

dosis maksimal 3mg i.v. Selain itu dapat dipertimbangkan pemberian

epinefrin dengan dosis 2-10 μg/menit atau dopamine 2-10

μg/kgBB/menit.

Penatalaksanaan Farmakologis

Obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:

1. Obat-obatan trombolitik

Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan

darah pembuluh darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah

kerusakan miokard lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan untuk

melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu

paling efektif pemberiannya adalah 1 jam setelah timbul gejala

pertama dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan. Selain itu

tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun. Contohnya adalah

streptokinase.

2. Beta Blocker

Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Tujuan

pemberian penyekat beta adalah memperbaiki keseimbangan suplai

dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi

luasnya infark dan menurunkan risiko kejadian aritmia vebtrikel yang

serius. Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol,

Page 19: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 15

dan acebutol) dan non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan

nadolol).

3. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors

Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi

cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk

memperlambat kelemahan pada otot jantung. Misalnya captropil.

4. Obat-obatan antikoagulan

Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mencegah

pembentukan bekuan darah pada arteri. Misal: heparin dan

enoksaparin.

5. Obat-obatan Antiplatelet

Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan

platelet untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan.

Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan

jantung, maka dapat dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain:

a. Angioplasti

Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka

arteri koroner yang tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasti

kateter dengan balon pada ujungnya dimasukan melalui pembuluh

darah menuju arteri koroner yang tersumbat. Kemudian balon

dikembangkan untuk mendorong plaq melawan dinding arteri.

Melebarnya bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran darah.

Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam

arteri yang tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka. Beberapa

stent biasanya dilapisi obat-obatan yang mencegah terjadinya

bendungan ulang pada arteri.

b. CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)

Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena

diambil dari bagian tubuh lain kemudian disambungkan untuk

membentuk jalan pintas melewati arteri koroner yang tersumbat.

Page 20: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 16

Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah yang menuju sel-

sel otot jantung.

Penatalaksanaan Non Farmakologis

1. Aktivitas: pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.

2. Diet: pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam

4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori total dan

kandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan

makanan yang kaya serat, kalium, magnesium dan rendah natrium.

Setelah pasien kembali ke rumah maka penanganan tidak berhenti,

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:

a. Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan

maupun mengikuti program rehabilitasi.

b. Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk

menurunkan kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain:

menghindari merokok, menurunkan BB, merubah diet, dan

meningatkan aktivitas fisik.

Terapi Oksigen (Nasal Kanul)

Chemiack (1967) melaporkan pemberian oksigen melalui kanula

hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil

yang baik tanpa retensi CO2. Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen

tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan

menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar Pelayanan Keperawatan di

ICU, Dep.Kes. RI, 2005). Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas

lebih dari 20 % pada tekanan 1 atm sehingga konsentrasi oksigen

meningkat dalam darah.

Kanul nasal merupakan suatu alat sederhana yang dapat

memberikan oksigen kontinu dengan aliran 1- 6 liter/menit dengan

konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.

Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian

Page 21: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 17

oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada

pasien dengan pernafasan mulut. Formula: ( Flows x 4 ) + 20 %

1 Liter /min : 24 %

2 Liter /min : 28 %

3 Liter /min : 32 %

4 Liter /min : 36 %

5 Liter /min : 40 %

6 Liter /min : 44 %

Keuntungan

Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan

teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah,

disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah

ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan

pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui mulut, menyebabkan udara

masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek venturi pada bagian

belakang faring sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan melalui

kanula hidung terhirup melalui hidung.

Kerugian

Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%,

suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas

karena kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien

dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang

digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan

menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan

mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan

kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang

terlalu ketat.

Tujuan terapi oksigen

1. Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mempertahankan

oksigenasi jaringan yang adekuat.

2. Menurunkan kerja nafas dan miokard.

Page 22: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 18

3. Menilai fungsi pertukaran gas

Prosedur

1. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul

yang elastis sampai kanul benar-benar tepat menempati hidung dan

nyaman bagi klien. (Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam

saluran nafas bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanul pada

tempatnya apabila kanul tersebut tepat kenyamanannya).

2. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai

yang diprogramkan (1–6 L/mnt). (Mencegah kekeringan pada

membran mukosa nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan

nafas).

3. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian

pasien. (Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa

kanul tercabut dan mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).

4. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi

aqua steril setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran

oksigen, mencegah inhalasi oksigen tanpa dilembabkan).

5. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus, epistaksis

dan permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya

kerusakan kulit. (Terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal

mengering, nyeri sinus dan epistaksis. Tekanan pada telinga akibat

selang kanul atau selang elastis menyebabkan iritasi kulit).

6. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan

hipoksia telah hilang. (Mengindikasikan telah ditangani atau telah

berkurangnya hipoksia)

Efek samping dan Komplikasi Terapi Oksigen

a. Keracunan Oksigen

Patofisiologi toksisitas oksigen tidak dimengerti dengan baik,

tetapi berkaitan dengan penghancuran dan penurunan surfaktan,

pembentukan lapisan membran hialin paru, dan terjadinya edema paru

yang bukan berasal dari jantung (Brunner & Suddarth, 2001). Keadaan

Page 23: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 19

ini dapat merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan

kerusakan surfaktan. Akibatnya proses difusi di paru akan terganggu.

Keracunan oksigen ini dapat terjadi bila oksigen diberikan dengan

fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Apabila O2 80-

100% diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran

pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti

hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam

mengakibatkan kerusakan jaringan paru. Kerusakan jaringan paru

terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel

PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotik dan enzim lisosom

yang dapat merusak alveoli (Razi, 2008). Oksigen murni akan

menyebabkan kerusakan atau iritasi mukosa saluran pernafasan.

Mukosa saluran pernafasan ini mengandung faktor-faktor pertahanan

tubuh, diantaranya adalah PMN diatas, selain itu juga mengandung

imunoglobulin (IgA), interferon, dan antibiotik spesifik (Price,1995).

Kerusakan lapisan ini akan memperparah keadaan suatu penyakit dan

menyebabkan kolaps paru yang berakhir dengan kegagalan nafas dan

kematian (Hole,1993).

b. CO2 Narkosis

Pada pasien PPOK, rangsang pernafasannya adalah penurunan

oksigen darah, bukan peningkatan kadar CO2. Dengan demikian

pemberian konsentrasi oksigen yang tinggi akan menyingkirkan

dorongan bernafas yang sudah dibentuk sebagian besar oleh tekanan

oksigen rendah yang kronis pasien. Akibat penurunan ventilasi

alveolar tersebut dapat menyebabkan peningkatan progresif tekanan

karbondioksida (PaCO2), akhirnya mengarah pada kematian akibat

narkosis CO2 dan asidosis.

c. Microatelektasis

Disebabkan oleh penurunan gas nitrogen dan surfaktan di alveoli.

d. Fibroplasia Retrolental pada bayi prematur

Pada bayi prematur, kapiler retinanya sangat sensitif terhadap

pemberian oksigen yang tinggi. Oksigen dengan persentase yang tinggi

Page 24: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 20

akan merangsang immature capillary retina untuk spasme dan

proliferasi (Titin, 2007), sehingga merusak retina dan menyebabkan

kebutaan. Oleh karena itu PaO2 harus dijaga antara 60–80 mmHg.

e. Barotrauma

Disebabkan oleh tekanan udara yang tinggi, seperti: empisema

mediastinum, pneumothorax.

f. Depresi nafas

Pada pasien gangguan paru tertentu, misalnya PPOK,

pemberian oksigen konsentrasi tinggi bukannya membantu, tapi

kemungkinan dapat menekan ventilasi akibat loss of “ Hypoxic drive”

g. Infeksi

Peralatan terapi oksigen juga potensial sebagai sumber infeksi

silang bakteri dan karenanya selang harus sering diganti, tergantung

kebijakan pengendalian infeksi dan jenis peralatan pemberian oksigen.

Air humidifier juga dapat sebagai media pertumbuhan kuman, oleh

karenanya harus dibersihkan dan diganti tiap hari.

h. Aspirasi bila pasien muntah.

i. Perut kembung

j. Gangguan gerakan silia dan selaput lendir (mucus blanket)

Salah satu indikasi pemberian oksigen nasal kanul adalah

perubahan pola napas. Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan),

dyspnea (kesulitan bernapas, misal pada pasien asma), sianosis

(perubahan warna menjadi kebiru-biruan pada permukaan kulit karena

kekurangan oksigen), takipnea (pernapasan lebih cepat dari normal

dengan frekuensi lebih dari 24x/menit (Tarwoto&Wartonah, 2010:35).

Pemasangan Infus Intra Vena (Terapi Intravena)

- Definisi

Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara

memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke

dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini merupakan tindakan life

saving seperti pada kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan

Page 25: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 21

syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman

diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan dan

elektrolit serta asam basa. Tindakan ini merupakan metode efektif dan

efisien dalam memberikan suplai cairan ke dalam kompartemen

intravaskuler. Terapi intravena dilakukan berdasarkan perintah dokter

dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi yang

dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada

beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia,

riwayat kesehatan dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi

intravena dibutuhkan dan diprogramkan oleh dokter, maka perawat

harus mengidentifikasi larutan yang benar, peralatan dan prosedur

yang dibutuhkan serta mengatur dan mempertahankan sistem.

- Tipe-tipe cairan

Cairan/larutan yang digunakan dalam terapi intravena

berdasarkan osmolalitasnya dibagi menjadi:

a. Isotonik

Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau

mendekati osmolalitas plasma. Cairan isotonik digunakan untuk

mengganti volume ekstrasel, misalnya kelebihan cairan setelah

muntah yang berlangsung lama. Cairan ini akan meningkatkan

volume ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik akan menambah

CES 1 liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk mengganti

1 liter darah yang hilang. Contoh: NaCl 0,9 % Ringer Laktat,

Komponen-komponen darah (Alabumin 5 %, plasma), Dextrose 5

% dalam air (D5W).

b. Hipotonik

Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil

daripada osmolalitas plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah untuk

menggantikan cairan seluler, dan menyediakan air bebas untuk

ekskresi sampah tubuh. Pemberian cairan ini umumnya

menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air

masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel

Page 26: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 22

dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar atau membengkak.

Perpindahan cairan terjadi dari kompartemen intravaskuler ke

dalam sel. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan

risiko peningkatan TIK. Pemberian cairan hipotonik yang

berlebihan akan mengakibatkan: deplesi cairan intravaskuler,

penurunan tekanan darah, edema seluler, kerusakan sel. Karena

larutan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, klien harus

dipantau dengan teliti. Contoh: dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45 %,

NaCl 0,45 %, NaCl 0,2 %

c. Hipertonik

Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi

daripada osmolaritas plasma. Pemberian larutan hipertonik yang

cepat dapat menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi.

Perpindahan cairan dari sel ke intravaskuler, sehingga

menyebabkan sel-selnya mengkerut. Cairan ini dikontraindikasikan

untuk pasien dengan penyakit ginjal dan jantung serta pasien

dengan dehidrasi. Contoh: D 5% dalam saline, 0,9 % D 5 % dalam

RL, Dextrose 10 % dalam air, Dextrose 20 % dalam air Albumin

25.

Pembagian cairan/larutan berdasarkan tujuan penggunaannya:

a. Nutrient solution: berisi karbohidrat (dekstrose, glukosa, levulosa) dan

air. Air untuk menyuplai kebutuhan air, sedangkan karbohidrat untuk

kebutuhan kalori dan energi. Larutan ini diindikasikan untuk

pencegahan dehidrasi dan ketosis. Contoh: D5W Dekstrose 5 % dalam

0,45 % sodium chloride.

b. Electrolyte solution: berisi elekrolit, kation dan anion. Larutan ini

sering digunakan untuk larutan hidrasi, mencegah dehidrasi dan

koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Contoh: Normal

Saline (NS), Larutan ringer (sodium, Cl, potassium dan kalsium),

Ringer Laktat /RL (sodium, Cl, Potassium, Kalsium dan laktat)

Page 27: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 23

c. Alkalizing solution: untuk menetralkan asidosis metabolik.

Contoh: Ringer Laktat /RL.

d. Acidifying solution: untuk menetralkan alkalosis metabolik.

Contoh: Dekstrose 5 % dalam NaCl 0,45 %, NaCl 0,9 %.

e. Blood volume expanders: digunakan untuk meningkatkan volume

darah karena kehilangan darah/plasma dalam jumlah besar (misal:

hemoragi, luka baker berat). Contoh: Dekstran, Plasma, Human Serum

Albumin.

Pembagian cairan berdasarkan kelompoknya:

a. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah

volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam

waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan

segera. Contoh: Ringer-Laktat dan garam fisiologis.

b. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga

tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam

pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan

dari luar pembuluh darah. Contoh: albumin dan steroid.

Tujuan terapi intravena

1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,

elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat

dipertahankan melalui oral.

2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit

3. Memperbaiki keseimbangan asam basa

4. Memberikan tranfusi darah

5. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena

6. Membantu pemberian nutrisi parenteral

Indikasi

1. Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan

pemberian obat langsung ke dalam IV

2. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian

obat

Page 28: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 24

3. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-

menerus melalui IV

4. Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral

atau intramuskuler

5. Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan gangguan cairan dan

elektrolit

6. Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan

7. Klien yang mendapatkan tranfusi darah

8. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya

pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus

intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan

pemberian obat)

9. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko

dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum

pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang

jalur infus.

Kontraindikasi

Infus dikontraindikasikan pada daerah:

a. Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau trombosis.

b. Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat

disentuh.

c. Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis.

d. Vena yang sklerotik atau bertrombus.

e. Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula.

f. Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan

kulit.

g. Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena

terganggu).

h. Lengan yang mengalami luka bakar.

Page 29: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 25

Komplikasi lokal

1. Flebitis

Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun

mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang

memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau

sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang

vena, dan pembengkakan. Insiden flebitis meningkat sesuai dengan

lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang

diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula

dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya

mikroorganisme saat penusukan).

Intervensi: menghentikan IV dan memasang pada daerah lain,

tinggikan ekstremitas, memberikan kompres hangat dan basah di

tempat yang terkena. Pencegahan: gunakan tehnik aseptik selama

pemasangan, menggunakan ukuran kateter dan jarum yang sesuai

dengan vena, mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi

ketika memilih area insersi, mengobservasi tempat insersi akan adanya

kemungkinan komplikasi apapun setiap jam, menempatkan kateter

atau jarum dengan baik, mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi

jika mungkin.

2. Infiltrasi

Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di

sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya

pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor

(disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi,

ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata.

Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada

tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang

lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang

torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus

dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan

Page 30: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 26

aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena,

berarti terjadi infiltrasi.

Intervensi: menghentikan infus (infus IV seharusnya dimulai di

tempat baru atau proksimal dari infiltrasi jika ekstremitas yang sama

digunakan), meninggikan ekstremitas klien untuk mengurangi

ketidaknyamanan (meningkatkan drainase vena dan membantu

mengurangi edema), pemberian kompres hangat (meningkatkan

sirkulasi dan mengurangi nyeri). Pencegahan: mengobservasi daerah

pemasangan infus secara kontinyu, penggunaan kanula yang sesuai

dengan vena, minta klien untuk melaporkan jika ada nyeri dan

bengkak pada area pemasangan infus

3. Iritasi vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan

pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan

dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal:

phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin).

Intervensi: turunkan aliran infus. Pencegahan: encerkan obat

sebelum diberikan, jika terapi obat yang menyebabkan iritasi

direncanakan dalam jangka waktu lama sarankan dokter untuk

memasang central IV.

4. Hematoma

Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan

di sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena

yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan

tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah

jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu

ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan

kebocoran darah pada tempat penusukan.

Intervensi: melepaskan jarum atau kateter dan memberikan

tekanan dengan kasa steril, memberikan kantong es selama 24 jam ke

tempat penusukan dan kemudian memberikan kompres hangat untuk

meningkatkan absorpsi darah, mengkaji tempat penusukan, memulai

Page 31: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 27

lagi untuk memasang pada ekstremitas lain jika diindikasikan.

Pencegahan: memasukkan jarum secara hati-hati, lepaskan torniket

segera setelah insersi berhasil

5. Tromboflebitis

Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah

peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya

nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di

sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena

adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang

tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.

Intervensi: menghentikan IV, memberikan kompres hangat,

meninggikan ekstremitas, memulai jalur IV di ekstremitas yang

berlawanan. Pencegahan: menghindarkan trauma pada vena pada saat

IV dimasukkan, mengobservasi area insersi tiap jam, mengecek

tambahan pengobatan untuk kompabilitas.

6. Trombosis

Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada

vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel

endotel dinding vena, pelekatan platelet.

Intervensi: menghentikan IV, memberikan kompres hangat,

perhatikan terapi IV yang diberikan (terutama yang berhubungan

dengan infeksi, karena thrombus akan memberikan lingkungan yang

istimewa/baik untuk pertumbuhan bakteri). Pencegahan: menggunakan

tehnik yang tepat untuk mengurangi injuri pada vena.

7. Oklusi

Oklusi ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika

botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman

pada area pemasangan/insersi. Oklusi disebabkan oleh gangguan aliran

IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu

lama.

Intervensi: bilas dengan injeksi cairan, jangan dipaksa jika

tidak sukses. Pencegahan: pemeliharaan aliran IV, minta pasien untuk

Page 32: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 28

menekuk sikunya ketika berjalan (mengurangi risiko aliran darah

balik), lakukan pembilasan segera setelah pemberian obat.

8. Spasme vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di

sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal.

Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang

dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena

dan aliran yang terlalu cepat.

Intervensi: berikan kompres hangat di sekitar area insersi,

turunkan kecepatan aliran. Pencegahan: apabila akan memasukkan

darah (missal PRC), buat hangat terlebih dahulu.

9. Reaksi vasovagal

Kondisi ini digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps

pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan

tekanan darah.. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau

kecemasan.

Intervensi: turunkan kepala tempat tidur, anjurkan klien untuk

nafas dalam, cek tanda-tanda vital (vital sign). Pencegahan: siapkan

klien ketika akan mendapatkan terapi, sehingga bisa mengurangi

kecemasan yang dialami, gunakan anestesi lokal untuk mengurangi

nyeri (untuk klien yang tidak tahan terhadap nyeri).

10. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament

Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan

kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati

rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan

yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon

dan ligament.

Intervensi: hentikan pemasangan infus. Pencegahan: hindarkan

pengulangan insersi pada tempat yang sama, hindarkan memberikan

penekanan yang berlebihan ketika mencari lokasi vena.

Page 33: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 29

Komplikasi sistemik

1. Septikemia/bakteremia

Adanya susbtansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat

pemberian dapat mencetuskan reaksi demam dan septikemia. Perawat

dapat melihat kenaikan suhu tubuh secara mendadak segera setelah

infus dimulai, sakit punggung, sakit kepala, peningkatan nadi dan

frekuensi pernafasan, mual dan muntah, diare, demam dan menggigil,

malaise umum, dan jika parah bisa terjadi kollaps vaskuler. Penyebab

septikemi adalah kontaminasi pada produk IV, kelalaian tehnik

aseptik. Septikemi terutama terjadi pada klien yang mengalami

penurunan imun.

Intervensi: monitor tanda vital, lakukan kultur kateter IV,

selang atau larutan yang dicurigai, berikan medikasi jika diresepkan.

Pencegahan: gunakan tehnik steril pada saat pemasangan, gantilah

tempat insersi, dan cairan, sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Reaksi alergi

Kondisi ini ditandai dengan gatal, hidung dan mata berair,

bronkospasme, wheezing, urtikaria, edema pada area insersi, reaksi

anafilaktik (kemerahan, cemas, dingin, gatal, palpitasi, paresthesia,

wheezing, kejang dan kardiak arrest). Kondisi ini bisa disebabkan oleh

allergen, misal karena medikasi.

Intervensi: jika reaksi terjadi, segera hentikan infus, pelihara jalan

nafas, berikan antihistamin steroid, antiinflamatori dan antipiretik jika

diresepkan, jika diresepkan berikan epinefrin, jika diresepkan berikan

kortison. Pencegahan: monitor pasien setiap 15 menit setelah

mendapat terapi obat baru, kaji riwayat alergi klien.

3. Overload sirkulasi

Membebani sistem sirkulasi dengan cairan intravena yang

berlebihan akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan

vena sentral, dipsnea berat, dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan

termasuk batuk dan kelopak mata yang membengkak. Penyebab yang

mungkin termasuk adalah infus larutan IV yang terlalu cepat atau

Page 34: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 30

penyakit hati, jantung dan ginjal. Hal ini juga mungkin bisa terjadi

pada pasien dengan gangguan jantung yang disebut denga kelebihan

beban sirkulasi.

Intervensi: tinggikan kepala tempat tidur, pantau tanda-tanda

vital setiap 30 menit sampai 1 jam sekali, jika diperlukan berikan

oksigen, mengkaji bunyi nafas, jika diresepkan berikan furosemid.

Pencegahan: sering memantau tanda-tanda vital, menggunakan pompa

IV untuk menginfus, melakukan pemantauan secara cermat terhadap

semua infus.

4. Embolisme udara

Emboli udara paling sering berkaitan dengan kanulasi vena-

vena sentral. Manifestasi klinis emboli udara adalah dipsnea dan

sianosis, hipotensi, nadi yang lemah dan cepat, hilangnya kesadaran,

nyeri dada, bahu, dan punggung bawah.

Intervensi: klem atau hentikan infus, membaringkan pasien

miring ke kiri dalaam posisi Trendelenburg, mengkaji tanda-tanda vital

dan bunyi nafas, memberikan oksigen. Pencegahan: pastikan

sepanjang selang IV telah bebas dari udara, baru memulai

menyambungkan infus, pastikan semua konektor tersambung dengan

baik.

DEXTROSE

Komposisinya adalah glukosa anhidrous dalam air untuk injeksi.

Larutan dijaga pada pH antara 3,5 sampai 6,5 dengan natrium bikarbonat.

Larutan dextrose 5% iso-osmosis dengan darah. Larutan dextrose injeksi

merupakan larutan jernih dan tidak berwarna. Dextrose berisi satu molekul air

hidrasi atau anhydrous. Kristal tidak berwarna atau putih, serbuk kristal atau

granul. Tidak berbau dan mempunyai rasa manis. Larut 1 dalam 1 bagian air

dan 1 dalam 100 bagian alkohol; sangat larut dalam air mendidih; larut dalam

alkohol mendidih.

- Larutan dextrose 10% adalah hipertonik dan sebaiknya diberikan dengan

kateter pada vena sentral yang besar. Jika digunakan vena perifer, dipilih

Page 35: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 31

vena besar pada lengan dan bila memungkinkan tempat infus harus

dipindah-pindah tiap hari. Kecuali pada penanganan emergensi

hipoglikemia berat, konsentrasi dextrose yang lebih tinggi (20% keatas)

harus diberikan melalui vena sentral dan hanya setelah dilakukan dilusi

yang tepat. Kecepatan infus pada orang sehat adalah 0,5g/kg/jam untuk

tanpa menimbulkan glikosuria. Kecepatan maksimum pemberian infus

dextrose tidak boleh melebihi 0,8 g/kg/jam.

- Dextrose 5% dapat diberikan secara intravena melalui vena perifer.

Kecepatan pemberian infus yang dapat diberikan tanpa menimbulkan

glukosuria adalah 0,5 g/kg/jam, dengan kecepatan maksimum idak

melebihi 0,8 g/kg/jam. Dosis dextrose tergantung pada usia, berat badan

dan keseimbangan cairan, elektrolit, glukose dan asam basa dari pasien.

Dextrose adalah monosakarida dijadikan sebagai sumber energi bagi

tubuh. Dextrose juga berperan pada berbagai tempat metabolisme protein dan

lemak. Dextrose disimpan di dalam tubuh sebagai lemak dan di otot dan hati

sebagai glikogen. Jika diperlukan untuk meningkatkan kadar glukosa secara

cepat, maka glikogen segera akan melepaskan glukosa. Jika suplai glukosa

tidak mencukupi maka tubuh akan memobilisasi cadangan lemak untuk

melepaskan atau menghasilkan energi. Dextrose juga mempunyai fungsi

berpasangan dengan protein (protein sparing). Pada keadaan kekurangan

glukosa, energi dapat dihasilkan dari oksidasi fraksi-fraksi asam amino yang

terdeaminasi. Dextrose juga dapat menjadi sumber asam glukoronat,

hyaluronat dan kondroitin sulfat dan dapat dikonversi menjadi pentose yang

digunakan dalam pembentukan asam inti (asam nukleat). Dextrose

dimetabolisme menjadi karbondioksida dan air yang bermanfaat untuk hidrasi

tubuh. Simpan dibawah suhu 25o C.

Kontraindikasi: Koma diabetikum, pemberian bersama produk darah;

anuria, perdarahan intraspinal & intrakranial, delirium dehidrasi (dehydrated

delirium tremens).

Efek samping yang sering terjadi: injeksi dextrose, khususnya jika

hipertonik dapat menurunkan pH dan dapat menyebabkan iritasi vena dan

thrombophlebitis. Hiperglikemia dan glukosuria dapat terjadi pada pemberian

Page 36: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 32

dengan kecepatan lebih dari 0,5 g/kg/jam. Ada juga yang menyebutkan diatas

0,8 g/kg/jam. Penggunaan jangka lama dapat menimbulkan gangguan

keseimbangan cairan dan asam basa serta pengenceran konsentrasi elektrolit,

yang dapat menimbulkan udem, hipokalemia, hipomagnesia dan

hipofosfatemia. Dapat juga terjadi defisiensi vitamin B kompleks.

Interaksi obat: Cairan parenteral, khususnya yang mengandung ion

natrium, harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang sedang

menggunakan kortikosteroid atau kortikotropin.

Mekanisme aksi: Mengkompensasi kehilangan atau kekurangan

karbohidrat dan cairan; menjadi sumber nutrisi yang diberikan secara

parenteral dan meningkatkan kadar gula darah pada keadaan hipoglikemia.

Bentuk: Infus Dextrose 5% dan 10%

Peringatan:

a) Larutan dextrose digunakan terutama untuk menggantikan cairan yang

hilang dan dapat diberikan sendiri hanya jika tidak terjadi kehilangan

elektrolit secara bermakna. Pemberian larutan dextrose jangka lama

tanpa elektrolit dapat menimbulkan hiponatraemia dan gangguan

elektrolit. Oleh karena itu pada terapi jangka panjang harus dilakukan

pemantauan terjadinya gangguan keseimbangan cairan, konsentrasi

elektrolit dan keseimbangan asam basa. Pemberian secara intravena

dapat menimbulkan overload cairan disertai gangguan (pengenceran)

elektrolit serum dan dapat juga terjadi edema perifer dan paru.

Kebutuhan cairan rata-rata pada orang dewasa sehat berkisar antara 1.5

sampai 2.5 liter perhari dan hal ini diperlukan untuk menyeimbangkan

kehilangan cairan yang tidak dapat dihindari melalui kulit dan paru-

paru dan untuk keperluan ekskresi melalui urin. Kehilangan cairan

(dehidrasi) cenderung terjadi ketika cairan yang dikeluarkan tidak

sesuai (lebih banyak) dibandingkan asupan (intake), yang dapat

menimbulkan koma atau disfagia (dysphagia) atau pada usia lanjut

atau mereka yang apatis yang tidak mau minum cukup air atas inisiatif

mereka sendiri.

Page 37: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 33

b) Larutan dextrose harus digunakan dengan hati-hati pada pasien

diabetes atau diketahui intoleran karbohidrat. Pemberian infus secara

cepat atau insufisiensi metabolik dapat menimbulkan hiperglikemia

dan glikosuria. Glukosa darah dan urin harus dipantau secara reguler.

D. EKG (Kelistrikan Jantung)

Kontraksi sel otot jantung terjadi oleh adanya potensial aksi yang

dihantarkan sepanjangmembrane sel otot jantung. Jantung akan berkontraksi

secara ritmik, akibat adanyaimpuls listrik yang dibangkitkan oleh jantung

sendiri: suatu kemampuan yang disebut“autorhytmicity”. Sifat ini dimiliki

oleh sel khusus otot jantung. Terdapat dua jeniskhusus sel otot jantung, yaitu:

sel kontraktil dan sel otoritmik. Sel kontraktil melakukankerja mekanis, yaitu

memompa dan sel otoritmik mengkhususkan diri mencetuskan

danmenghantarkan potensial aksi yang bertanggung jawab untuk kontraksi

sel-sel pekerja.Berbeda dengan sel saraf dan sel otot rangka yang memiliki

potensial membrane istirahatyang mantap. Sel-sel khusus jantung tidak

memiliki potensial membrane istirahat. Sel-selini memperlihatkan aktivitas

“pacemaker” (picu jantung), berupa depolarisasi lambatyang diikuti oleh

potensial aksi apabila potensial membrane tersebut mencapai ambangtetap.

Dengan demikian, timbulkah potensial aksi secara berkala yang akan

menyebar keseluruh jantung dan menyebabkan jantung berdenyut secara

teratur tanpa adanyarangsangan melalui saraf.Mekanisme yang mendasari

depolarisasi lambat pada sel jantung penghantar khususmasih belum diketahui

secara pasti. Di sel-sel otoritmik jantung, potensial membarantidak menetap

antara potensia-potensial aksi.

Setelah suatu potensial aksi, membranesecara lambat mengalami

depolarisasi atau bergeser ke ambang akibat inaktivitasi saluranK+. pada saat

yang sama ketika sedikit K+ ke luar sel karena penurunan tekanan K+

dan Na+, yang permeabilitasnya tidak berubah, terus bocor masuk ke dalam

sel. Akibatnya, bagian dalam secara perlahan menjadi kurang negative; yaitu

membrane secara bertahapmengalai depolarisasi menuju ambang. Setelah

ambang tercapai, dan saluran Ca++terbuka, terjadilah influks Ca++ secara

Page 38: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 34

cepat, menimbulkan fase naik dari potensial aksispontan. Fase saluran K+.

inaktivitasi saluran-saluran ini setelah potensial aksi usaimenimbulkan

depolarisasi lambat berikutnya mencapai ambang.Sel-sel jantung yang mampu

mengalami otoritmisitas ditemukan di lokasi-lokasi berikut:

1. Nodus sinoatrium (SA), daerah kecil khusus di dinding atrium kanan dekat

lubang venakava superior.

2. Nodus atrioventrikel (AV), sebuah berkas kecil sel-sel otot jantung khusus

di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas pertautan atrium dan

ventrikel.

3. Berkas HIS (berkas atrioventrikel), suatu jaras sel-sel khusus yang berasal

dari nodus AVdan masuk ke septum antar ventrikel, tempat berkas

tersebut bercabang membentuk  berkas kanan dan kiri yang berjalan ke

bawah melalui seputum, melingkari ujung bilik ventrikel dan kembali ke

atrium di sepanjang dinding luar.

4. Serat Purkinje, serat-serta terminal halus yang berjalan dari berkas HIS

dan menyebar keseluruh miokardium ventrikel seperti ranting-ranting

pohon.

Berbagai sel penghantar khusus memiliki kecepatan pembentukkan

impuls spontan yang berlainan. Simpul SA memiliki kemampuan membentuk

impuls spontan tercepat. Impulsini disebarkan ke seluruh jantung dan menjadi

penentu irama dasar kerja jantung,sehingga pada keadaan normal, simpul SA

bertindak sebagai picu jantung. Jaringan penghantar khusus lainnya tidak

dapat mencetuskan potensial aksi intriksiknya karenasel-sel ini sudah

diaktifkan lebih dahulu oleh potensial aksi yang berasal dari simpul

SA,sebelum sel-sel ini mampu mencapai ambang rangsangnya sendiri.Urutan

kemampuan pembentukkan potensial aksi berbagai susunan penghantar

khusus jantung yaitu:

1. Nodus SA (pemacu normal) : 60-80 kali per menit

2. Nodus AV : 40-60 kali per menit

3. Berkas His dan serat purkinje : 20-40 kali per menit

Penyebaran eksitasi jantung dikoordinasi untuk memastikan agar

pemompaan efisien.Penyebaran ini dimulain dengan adanya potensial aksi

Page 39: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 35

secara spontan pada simpul SA.Potensial aksi berjalan dengan cepat

menyebar di kedua atrium. Penyebaran impulstersebut dipermudah oleh dua

jalur penghantar, yaitu jalur antaratrium dan antarnodus.Dengan jalur

antarnodus, impuls kemudian menyebar ke berkas AV, yaitu satu-satunyatitik

tempat potensial aksi dapat menyebar dari atrium ke dalam ventrikel. Akan

tetapikarena susunan khusus sistem penghantar dari atrium ke dalam ventrikel,

terdapat perlambatan yang lebih dari 1/10 detik antara jalan impuls jantung

dari atrium ke dalamventrikel. Penyebab melambatnya penghantaran impuls

tersebut dikarenakan tipisnyaserat di daerah ini dan konsentrasi taut selisih

yang rendah. Taut selisih itu sendirimerupakan mekanisme komunikasi antar

sel yang mempermudah konduksi impuls. Halini memungkinkan atrium

berkontraksi mendahului ventrikel untuk memompakan darahke dalam

ventrikel sebelum kontraksi ventrikel yang sangat kuat. Jadi, atrium

bekerjasebagai pompa primer bagi ventrikel, dan ventrikel kemudian

menyediakan sumber tenaga utama bagi pergerakan darah melalui sistem

vaskular. Dari nodus AV. Potensialaksi menyebar cepat ke seluruh ventrikel,

diperlancar oleh sistem penghantar ventrikelkhusus yang terdiri dari berkas

His dan serat-serat purkinje.

ELEKTROCARDIOGRAM (ECG)

Elektrokardiogram adalah sebuah alat yang digunakan untuk merekam

aktivitas listrik sel di atrium dan ventrikel serta membentuk gelombang dan

kompleks yang spesifik. Aktivitas listrik tersebut didapat dengan

menggunakan elektroda di kulit yang dihubungkan dengan kabel ke mesin

EKG. Jadi, EKG merupakan voltmeter yang merekam aktivitas listrik akibat

depolarisasi sel otot jantung.

Page 40: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 36

Keterangan dari grafik di atas :

1. Gelombang P (P wave) : aktivasi sequensial (depolarisasi) dari atrium kiri

dan kanan

2. Gelombang kompleks QRS (QRS complex) : depolarisasi dari ventrikel

kiri dan kanan (dalam keadaan normal, ventrikel diaktifkan secara

simultan)

3. Gelombang ST-T (ST-T wave) : repolarisasi ventrikel

4. Gelombang U (U wave) : bentuk asli dari gelombang ini tidak jelas,

kemungkinan menrepresentasikan“afterdepolarizations” di ventrikel.

5. Interval PR : interval waktu dari permulaan depolarisasi atrium

(gelombang P) sampai permulaan depolarisasi ventrikel (gelombang

kompleks QRS).

6. Durasi QRS : durasi depolarisasi otot di otot ventrikel

7. Interval QT : durasi dari depolarisasi dan repolarisasi ventrikel

8. Interval RR : durasi dari siklus ventrikel jantung (indikator dari ventricular

rate)

9. Interval PP : durasi dari siklus atrium jantung (indikator dari atrial rate)

1. Sadapan EKG

Rekaman standar EKG terdiri dari 12 sadapan. Lokasi penempatan

elektroda sangat penting diperhatikan, karena penempatan yang salah akan

menghasilkan pencatatan yang berbeda. Saat bergerak ke arah elektrode

positif, muka gelombang depolarisasi (atau rerata vektor listrik)

menciptakan defleksi positif di EKG di sadapan yang berhubungan. Saat

Page 41: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 37

bergerak dari elektrode positif, muka gelombang depolarisasi menciptakan

defleksi negatif pada EKG di sadapan yang berhubungan. Sadapan pada

EKG yang berjumlah 12 dibagi menjadi tiga sadapan, antara lain :

a. Sadapan Ekstremitas Standar (Sadapan Bipolar)

Sadapan bipolar standar terdiri dari sadapan I, II, dan III yang

mengukur perbedaan potensial listrik antara lengan kanan dan lengan

kiri (sadapan I), lengan kanan dan tungkai kiri (sadapan II) serta

lengan kiri dan tungkai kiri (sadapan III). Ketiga sadapan ini

membentuk segitiga sama sisi dan jantung berada di tengah disebut

segitiga Einthoven.

b. Sadapan Unipolar

1) Sandapan Unipolar Ekstremitas:

a) aVR : merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA) yang

bermuatan (+), dan elektroda (-) gabungan tangan kiri dan kaki

kiri membentuk elektroda indifiren.

b) aVL : merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA) yang

bermuatan (+), dan muatan (-) gabungan tangan kanan dan kaki

Page 42: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 38

kiri membentuk elektroda indifiren.

c) aVF : merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF) yang

bermuatan (+) dan elektroda (-) dari gabungan tangan kanan

dan kaki kiri membentuk elektroda indifiren.

2) Sadapan Unipolar

Prekordial :

Posisi sadapan prekordial adalah;

- Lead V1 : Ruang interkosta IV, tepi sternum kanan

- Lead V2 : Ruang interkosta IV, tepi sternum kiri

- Lead V3 : Pertengahan antara V2 dan V4

- Lead V4 : Ruang interkosta V, garis midklavikularis kiri.

Sadapan selanjutnya (V5-V9) diambil dalam bidang horizontal

seperti V4

- Lead V5 : Garis aksilaris anterior kiri

- Lead V6 : Garis mid-aksilaris kiri

- Lead V7 : Garis aksilaris posterior kiri

- Lead V8 : Garis skapularis posterior kiri

- Lead V9 : Batas kiri kolumna vertebralis

EKG yang rutin dipakai terdiri dari 12 sadapan : I, II, III; aVR,

aVL, aVF; V1, V2, V3, V4, V5 dan V6

Page 43: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 39

2. Kertas EKG

Kertas EKG adalah kertas grafik terdiri dari kotak-kotak kecil dan

besar yang diukur dalam milimeter. Garis horisontal merupakan waktu (1

kotak kecil=1mm=0,04detik) dan garis vertikal merupakan

voltase/amplitudo (1 kotak kecil = 1mm= 0,1 miliVolt). Pada rekaman

EKG standar dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik, kalibrasi basa

dilakukan dengan 1 miliVolt yang menghasilkan defleksi setinggi 10 mm.

Kalibrasi dapat diperesar atau diperkecil tergantung kebutuhan dan harus

diatur sebelum merekam EKG.

Page 44: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 40

Ada beberapa jenis gelombang yang dapat diamati dari pembacaan

EKG ini, yaitu:

Gelombang P

Normal:

Tinggi tidak lebih dari 3 kotak kecil

Lebar tidak lebihb dari 3 kotak kecil

Positif kecuali di aVR

Gelombang simetris

Kelainan Gelombang P:

Pulmonal / Runcing: R

Mitral / berlekuk lebar: LAH

PR interval

Normal:

0,12-0,2 second.

Jika memanjang berarti ada block jantung karena interval ini terbentuk

saat aliran listrik jantung melewati berkas HIS.

Page 45: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 41

Gelombang Q

Normal:

Lebar kurang dari 0,04 second

Tinggi < 0,1 second

Patologis

Panjang gelombang Q > 1/3 R

Ada QS pattern dengan gelombang R  tidak ada.

Adanya gelombang Q patologis ini menunjukkan adanya Old Miocard

infark (OMI). Bila gelombang ini belum ada (tetapi sudah ada ST

depresi) berarti iskemik belum lama  terjadi (< 12 jam), masih ada

kemungkinan diselamatkan.

Kompleks QRS

Normal

Lebar jika aliran listrik berasal dari ventrikel atau terjadi blok cabang

berkas

Normal R/S =1 di lead V3 dan V4

Rotasi menurut arah jarum jam menunjukkan penyakit paru kronik.

Artinya gelombang QRS

menjadi berbalik. Yang tadinya harus positif di V5 + V6 dan negatif di

V1 dan V2 maka sekarang terjadi sebaliknya.

Segmen ST

Normalnya:

Isoelektrik

Di V1-V6 bisa naik 2 kotak kecil atau turun 0,05 kotak kecil.

Patologis:

Elevasi: AMI atau perikarditis

Depresi: Iskemia atau terjadi setelah pemakaian digoksin

Page 46: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 42

Gelombang T

Normal

Sama dengan gelombang P

Dapat positif di lead I, II, V3-V6 dan negatif di VR

Patologis:

Runcing: Hiperkalemia

Tinggi lebih dari 2/3 R dan datar: Hipokalemia

Inversi: bisa normal (di lead III, VR, V1, V2 dan V3 (pada orang kulit

hitam) atau iskemia, infark, RVH dan LVH, emboli paru, Sindrom

WPW, dan Block cabang berkas.

a. Gangguan Reperfusi

Gangguan perfusi pada jantung disebabkan adanya penyempitan

atau sumbatan pada arteri koroner. Kondisi ini mengakibatkan otot jantung

akan mengalami iskemia, cidera, bahkan kematian otot jantung. Pada

gambar EKG, gangguan perfusi pada jantung dapat ditunjukkan pada

gambar perubahan segmen ST, gelombang T yang terbalik, dan

gelombang Q Patologik. Dari gelombang T yang terbalik (T-intervensi)

dapat mengetahui bahwa jantung sedang mengalami kekurangan 02 atau

ischemia. Sedangkan dari gambaran Q patologik, kita dapat mengetahui

ada atau beberapa jaringan otot jantung telah mati (infark). Sedangkan dari

gambar ST Depresi dan ST Elevasi dapat menunjukkan kepada kita bahwa

jantung sedang mengalami cidera menuju kematian atau infark akut.

ST Elevasi

Otot jantung sedang mengalami infark yang akut(serangan jantung.

Elevasi segmen ST terdapat pada infark miokard (STEMI), perikarditis,

aneurisma, dan lain-lain. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal

STEMI (ST elevation myocardial infraction) mengalami evolusi menjadi

gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis sebagai infark miokard

gelombang Q. sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-gelombang

Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau

Page 47: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 43

ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST.

pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-STEMI.

ST depresi (segmen ST dibawah garis isoelektrik)

Kelandaian geombang ST ke bawah yang abnormal (/1mm). Depresi

segmen ST terdapat pada angina pektoris.

b. Tanda-tanda Iskemik dan Infark

Sindroma koroner akut (SKA) merupa suatu sindroma klinis yang

terdiri dari angina pektoris tak stabil, infark miokard akut (IMA) tanpa

elevasi segmen ST dan IMA dengan elevasi segmen ST. Keadaan ini

ditandai dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard

dan kemampuan pembuluh darah koroner meyediakan oksigen yang cukup

untuk metabolisme miokard. Iskemia miokard akan memperlambat proses

repolarisasi, sehingga pada EKG dijumpai perubahan segmen ST (depresi)

dan gelombang T (insersi) tergantung beratnya iskemia serta waktu

pengambilan EKG. Pada fase akut (Infark Miokard), segmen ST akan

mengalami elevasi, sedangkan pada fase subakut, gelombang T terbalik.

Gbr ST Segmen: A. ST normal B. ST depresi C. ST elevasi

Page 48: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 44

Lokasi Infark

Miokard

Lokasi Elevasi

Segment ST

Arteri Koroner

Anterior V3, V4 Arteri Koroner Kiri cabang

LAD(left anterior descending/arteri

desenden anterior kiri)-diagonal

Anteroseptal V1, V2 V3, V4 Arteri Koroner Kiri cabang LAD-

diagonal cabang LAD-septal

Anteror Ekstensif I, aVL, V2-V6 Arteri koroner kiri-proksimal LAD

Anterolateral I, aVL, V3, V4, V5,

V6

Arteri koroner kiri cabang LAD-

diagonal dan cabang sirkumfleks

Inferior II, III, aVF Arteri koroner kanan (paling

sering) cab desenden posterior dan

cabang arteri koroner kiri-

sirkumfleks

Lateral I, aVL, V5, V6

Arteri koroner kiri cabang LAD-

diagonal dan cabang sirkumfleks

Septum V1, V2 Arteri koroner kanan/sirkumfleks

Posterior V7, V8, V9 Arteri koroner kanan/sirkumfleks

Ventrikel Kanan V3R-V4R Arteri koroner kanan bagian

proksimal

E. Enzim Jantung

Analisis enzim jantung dalam plasma merupaka bagian dari profil

diagnostik yang berhubungan dengan trombosis atau emboli srebri yang

meliputi riwayat, gejala, dan elektrokardiogram untuk mendiagnosis infark

Page 49: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 45

miokard. Enzim dilepaskan dari sel bila sel mengalami cedera dan

membrannya pecah. Kebanyakan enzim tidak spesifik dalam hubungannya

dengan organ tertentu yang rusak.

1. Kreatin Kinase dan Isoenzim CKMB

Kreatin kinase (CK) yang juga dikenal sebagain kreatin

fosfokinase (CPK), menganalisis pemindahan satu gugus fofat anatara

kratin fosfat (suatu molekul untuk menyimpan fosfat berenergi tinggi di

otot) dan adenosin difosfat (ADP). Kreatin kinase adalah suatu molekul

dimerik yang terdiri dari sepasang monometer berada yang disebut M dan

B, sehingga tiga isoenzim CK yang dapat terbentuk; CKBB, CKMB,

CKMM. Subunit M dan B merupakan protein yang secara antigenis

berbeda dan dikode oleh gen yang berlainan. Jaringan yang mengandung

CK hanya dapat mengekspresikan gen B, hanya gen M, atau kedua gen

sehingga distriusi isoenzim CK relatif spesifik jaringan.

Sumber jaringan utama CK adalah otot dan otot polos (BB), otot

jantung (MB dan MM), dan otot rangka (MM; otot rangka normal juga

memiliki sejumlah kecil MB, kurang dari 1%). Molekul dimerik CK

memiliki ukuran molekul yang relatif kecil (60.000 dalton) sehingga dapat

lolos keluar dari sel-sel otot atau otak yang mengalami iskemia.

Pemakaian utama CK untuk kepentingan klinis adalah untuk mendeteksi

IMA. Sebagian besar laboratorium memilih battas atas yang relatif rendah

untuk aktivitas CK total seperti 180 atau 200 U/liter, sehingga dapat

mendeteksi peningkatan ringan akut pada sebagian bbesar pasien. Langkah

penting kedua untuk membuktikan bahwa CK dalam serum berasal dari

jantung adalah pengukuran isoenzim CK. Distribusi CK dalam

miokardium adalah sekitar 80% MM dan 20% MB, sedangkan di otot

rangka isoenzim CK hampir seluruhnya adalah MM, dengan hanya sedikit

MB (kurang dari 1%).

Dengan demikian, kemunculan mendadak CKMB dalam serum

mengisyaratkan asal dari miokardium, terutama pada situasi klinis yang

pasiennya mengalami nyeri dada dan peruahan elektrokardiogram. Kadar

CKMB dalam serum setelah IMA bergantung pada jumlah voume jaringan

Page 50: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 46

yang mengalami indark sebagian sumber pembebasan CKMB ekstrasel

dan pada difusi enzim ke dalam miokardium yang tidak mengalami infark,

tempat enzim tersebut diserap melalui pembuluh dan masuk ke dalam

sirkulasi. CKMB muncul di serum dalam 6 jam setelah IMA dan lenyap

dri sirkulasi dalam 24-36 jam. Persistensi CKMB dalam serum setelah

periode ini mungkin mengisyaratkan perluasan infark ke bagian lain

jantung atau reinfark.

2. Lactat Dehidrogenase (LDH)

LDH hampir terdapat di semua jaringan tubuh dan kadarnya dalam

serum akan meningkat pada berbagai keadaan. Pada IMA, konsentrasi

akan meningkat dalam 24-48 jam, mencapai puncaknya dalam 3-6 hari

setelah onset dan kembali normal setelah 8-14 hari. LDH mempunya 5

isoenzim. Isoenzim LDH1 lebih spesifik untuk kerusakan otot jantung

sedangkan LDH4 dan LDH5 untuk kerusakan hati dan otot skelet.

3. Troponin T

cTnT(Troponin T) adalah struktur protein serabut otot serat

melintang yang merupakan subunit troponin yang penting, terdiri dari dua

miofilamen. Yaitu filamen tebal terdiri dari miosin, dan filamen tipis

terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin. Kompleks troponin yang

terdiri atas: troponin T, troponin I, dan troponin C. cTnT merupakan

fragmen ikatan tropomiosin. cTnT ditemukan di otot jantung dan otot

skelet, kadar serum protein ini meningkat di penderita IMA segera setelah

3 sampai 4 jam mulai serangan nyeri dada dan menetap sampai 1 sampai 2

minggu.Bila penderita yang tidak disertai perubahan EKG yang

karakteristik ditemui cTnT positif, hal tersebut merupakan risiko serius

Page 51: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 47

yang terjadi dan terkait koroner. Dengan demikian cTnT dapat digunakan

sebagai kriteria dalam menentukan keputusan terapi.

4. Mioglobin

Mioglobin adalah suau protein kecil yang berfungso daam

penyimpanan dan pemindahan oksigen dari hemoglobin dalam sirkulasi ke

enzim-enzim respirasi di dalam sel kontraktil. Karena merupakan molekul

kecil, mioglobin merupakan salah satu penanda protein pertama yang

berdifisu keluar sel otot yang mengalami iskemia, bahkan sebelum CK.

Walaupun tidak spesifik untuk miokardium, pengukuran mioglobin dalam

serum memiliki sensitivitas yang tinggi untuk cedera otot, termasuk IMA.

Dengan demikian, pengukuran mioglobin serum efektif untuk

menyingkirkan IMA apabila konsentrasi rendah dan tetap rendah.

Peningkatan mioglobin mungkin berasal dari miokardium atau otot rangka

(misal, penyuntikan intramuskulus atau trauma lain); namun dalam

konteks klinis nyeri dada akut, peningkatan mioglobin mengisyaratkan

IMA dan memungkinkan kita memberikan terapi awal sebelum diagnosis

dikonfirmasikan dengan analisa yang lebih spesifik atau dengan

perkembangan gejala dan analit lain setelah periode beberapa jam.

Mioglobin dapat diditeksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak

dalam 4-8jam.

5. Serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGO T)

Enzim ini dilepaskan oleh sel otot miokard yang rusak atau mati.

Kadar SGOT terdeteksi setelah 8 jam serangan. Kadarnya meningkat

hingga 24-48 jam dan menurun pada hari ke 3-4. Oleh karena itu, kadar

SGOT harus diperiksa pada 24, 48, 72 jam serangan.

Page 52: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 48

Page 53: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 49

BAB 3

PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus

Tn. X, usia 55 th, kesadaran compos mentis, datang ke rumah sakit

unit gawat darurat dengan keluhan nyeri dada; dada terasa seperti tertekan

benda dan menjalar ke bahu dan lengan kiri. Sianosis. TD 140/90 mmHg

,Nadi 100x/menit, pernafasan 24x/menit, suhu afebris.

Tn.X berasal dari suku jawa. Riwayat klien merokok (+), hipertensi

sedang sejak 10 th yang lalu (+), DM sejak 5 th yang lalu. Klien sudah

beberapa kali berobat dan mendapat obat anti hipertensi ACE inhibitor.

Namun, klien tidak selalu meminumnya dan tidak mengontrol penyakitnya

secara rutin.

Di ruang gawat darurat, klien tampak gelisah. Keluarga menangis dan

bertanya tentang penyakit Tn.X.

Pemeriksaan diagnostik didapatkan peningkatan enzim jantung dan

EKG terjadi perubahan ST elevasi pada lead I, aVL, V4, V5, dan V6. Klien

diistiragatkan total, diberikan oksigen melalui nasal kanula 4 ltr/menit. Segera

dilakukan pemasangan kateter intravena dextrose 500cc/8 jam. Diberikan

obat-obatan yang sesuai dengan kondisi klien saat ini.

B. Analisis Kasus

Pada kasus, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah riwayat

kesehatannya. Tn. X telah menjadi perokok aktif (merokok), memiliki

hipertensi selama 10 tahun dan diabetes melitus sejak 5 tahun lalu.

- Merokok

Kebiasaan merokok dapat merubah sistem pertahanan tubuh dan

mempermudah masuknya bibit-bibit penyakit. Pada dasarnya, risiko

merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari, bukan pada

lama merokok. Senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam rokok,

seperti tembakau dapat merusak sel-sel darah dengan merusak fungsi

jantung dan strukur dari pembuluh darah. Gas karbon monoksida yang

Page 54: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 50

terdapat dalam rokok merupakan gas mematikan, yang merupakan produk

sampingan dari membakar tembakau, diyakini dapat meningkatkan LDL

(kolesterol jahat) dan menurunkan HDL (kolesterol baik).

Merokok juga merusak sel darah merah dalam tubuh dengan

menjenuhkan hemoglobin, sehungga membaasi jaringan mendapatkan

oksigen sesuai kebutuhan. Peningkatan LDL (kolesterol jahat) merupakan

salah satu indikasi terbentuknya aterosklerosis yaitu penebalan pembuluh

darah arteri karena terbentuk plak yang terbuat dari kolesterol, lemak,

kalsium, dan senyawa-senyawa lain yang ditemukan dalam pembuluh

darah. Merokok dapat meningkatkan kecepatan terbentuknya

aterosklerosis, menyebabkan suplai darah ke jantung berkurang. Dalam

proses ini, pecahan-pecahan plak dapa terlepas dan menyebabkan emboli,

yaitu sumbatan pada pembuluh darah karena adanya partikel dari plak

yang terlepas. Semakin seringnya mengkonsumsi rokok dalam jumlah

yang berlebihan pada tiap harinya maka dapat mengurangi aliran darah ke

jantung dan ke ekstremitas akibatnya daerah tersebut kekurangan suplai

oksigen dan dapat menimbulkan kematian jaringan.

- Hipertensi

Tekanan darah dianggap tinggi jika tetap pada atau di atas 140/90

mmHg selama periode waktu. Seseorang yang mengalami hipertensi

mengalami peningkatan pada denyut jantung, volume sekuncup, dan

resistensi perifer total yang kronis. Peningkatan tekanan darah sistemik

pada hipertensi menimbulkan peningkatan resistensi terhadap pemompaan

darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung ber-tambah,

akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan

kontraksi. Kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung

dengan hipertrofi kompensasi dapat terlampaui; kebutuhan oksigen yang

melebihi kapasitas. suplai pembuluh koroner menyebabkan iskemia

miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan

perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi

miokardium. Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium

mengubah metabolisme yang bersifat aerobik menjadi metabolisme.

Page 55: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 51

- Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang

ditandai oleh hiperglikemia atau tingginya kadar gula dalam darah sebagai

akibat kerja insulin tidak adekuat dan / atau sekresi insulin tidak cukup

atau keduanya-duanya. Diabetes menyebabkan kerusakan progresif

terhadap susunan mikrovaskular maupun arteri yang lebih besar selama

bertahun-tahun. Kerusakan mikrovaskuler dapat terjadi pada arteriol kecil,

kapiler, dan venula. Kerusakan makrovaskuler terjadi pada arteri besar dan

arteri sedang. Kedua kerusakan ini dapat berakibat ke semua organ dan

jaringan tubuh lainnya. Umunya pada pasien DM mengalami kerusakan

pada sel endotel yang disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah

(hiperglikemia) sehingga molekul-molekul yang mengandung lemak

semakin mudah untuk masuk. Hal ini mencetuskan reaksi imun dan

inflamasi, namun tidak dapat mengontrol pemasukan lemak yang

berlebihan tersebut akhirnya terjadi peningkatan agregasi trombosit.

Risiko trombosis tersebut mengakibatkan terjadinya viskositas pembuluh

darah (penebalan) dan suplai oksigen ke jaringan menjadi berkurang.

Pada pemeriksaan diagnostik yang dilakukan oleh Tn.X diperoleh data

terjadi peningkatan enzim jantung dan EKG terjadi perubahan ST elevasi pada

lead I, aVL, V4, V5, dan V6. Hal tersebut mengindikasikan adanya infark

pada otot jantung bagian anterolateral pada Tn.X atau Infark Miokard. ST

elevasi pada lead I, aVL, V4, V5, dan V6 merupakan salah satu penyebab

Tn.X merasakan nyeri dada hingga menjalar melalui bahu hingga lengan kiri.

Proses atau patofsiologi infark miokard yang di alami Tn.X yaitu; Bermula

dari riwayat kesehatan Tn. X yang senang mengonsumsi rokok kemudian

dapat menyebabkan hipertensi yang berujung pada diabetes militus merupakan

faktor risiko terjadinya aterosklerosis (plak pada pembuluh darah). Apa itu

aterosklerosis? Suatu penyakit yang menyerang pembuluh darah besar

maupun kecil dan ditandai oleh kelainan fungsi endotelial, radang vaskuler

Page 56: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 52

dan pembentukan lipid, kolesterol, zat kapur, bekas luka vaskuler di dalam

dinding pembuluh intima.

Ketika plak pada pembuluh darah (aterosklerosis) sudah mencepai

viskositas/ketebalan maksimal maka sewaktu-waktu plak tersebut akan

rupture/pecah. Terbukanya lapisan pembuluh darah yang pecah tersebut

memicu pembentukan aktifitas pembekuan trombosit dan agregasi trombosit.

Aktivitas trombosit ini mengeluarkan tromboxane A2 untuk segera menutupi

permukaan pembuluh darah yang rupture. Faktor koagulasi darah pun

berperan dalam menutupi pembuluh darah yang rupture ini dengan

mengaktifasi faktor VII dan X untuk meningkatkan produksi trombin sehingga

terbentuklah adhesi dan agregasi tombosit hingga membentuk trombus.

Pembentukan trombosit yang tidak terkendali ini dapat menurunkan aliran

darah ke jantung atau aliran darah koroner sehingga suplai oksigen ke jaringan

berkurang dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Defisitnya suplai oksigen ke

jaringan ini membuat tubuh untuk melakukan kompensasinya dengan

mengubah metabolisme yang sebelumnya aerob menjadi anaerob dengan

meningkatkan produksi asam laktat. Metabolisme anaerob ini merangsang

nosiseptor untuk menurunkan nilai ambang nyeri sehingga menyebabkan rasa

nyeri yang menjalar atau Angina Pektoris.

Enzim jantung yang pada umunya meningkat pada saat terjadi ruptur

plak pada aterosklerosis ini antara lain, Kreatinin kinase (CK) dan

isoenzimnya (CKMB) adalah enzim yang dianalisis untuk mendiagnosis

infark miokardium akut, dan merupalan enzim pertama yang meningkatlan

aktivitas otot jantung saat terjadi infark miokard. cTnT adalah struktur protein

serabut otot serat melintang yang merupakan subunit troponin yang penting,

terdiri dari dua miofilamen. Yaitu filamen tebal terdiri dari miosin, dan

filamen tipis terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin. cTnT ditemukan di

otot jantung dan otot skelet, kadar serum protein ini meningkat di penderita

IMA segera setelah 3 sampai 4 jam mulai serangan nyeri dada dan menetap

sampai 1 sampai 2 minggu.Bila penderita yang tidak disertai perubahan EKG

yang karakteristik ditemui cTnT positif, hal tersebut merupakan risiko serius

yang terjadi dan terkait koroner. Dengan demikian cTnT dapat digunakan

Page 57: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 53

sebagai kriteria dalam menentukan keputusan terapi. Jika tidak didapatkan

peningkatan enzim jantung dan segment ST normal atau non stemi maka

termasuk dalam Angina Petoris tak Stabil.

Selain berkurangnya suplai oksigen ke jaringan, rupturnya plak pada

pembuluh darah tersebut meningkatkan aktivitas enzim jantung dan perubahan

gambaran EKG yang menunjukkan adanya segment ST elevasi. STEMI (ST

elevation myocardial infraction) umumna terjadi jika aliran darah koroner

menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis

yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi

secara cepat pada lokasi injuri vaskular, dimana injuri ini dicetuskan oleh

faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Lokasi injuri pada

kasus Tn. X ini terjadi ST elevasi pada lead I, aVL, V4, V5, dan V6.

Gb.A Gambaran EKG Normal

Gb.B Gambaran EKG dengan ST Elevasi

Page 58: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 54

Mekanisme Penyakit Tn. X

Merokok Hipertensi Diabetes Militus

Kerusakan sel endotel Meningkatkan kerja jantung Viskositas meningkat

Terbentuknya plak/ateroskelrosis koroner

Gangguan aliran darah iskemi

Angina Pektoris tak stabil

Berlangsung lama

Infark Miokard

Suplai oksigen kurang dari kebutuhan tubuh

Menghambat kontaksi ventrikel

Menghambat kontaksi ventrikel

Manifestasi : TD dan HR meningkat

Bila oklusi yang menyebabkan kematian jaringan dapat diatasi engan kolateral/lisis thrombus NSTEMI

Bila oklusi tidak dikompensasi oleh kolateral

Nekrosis Miokardium STEMI

Tidak merusak seluruh lapisan miokardium/hanya sebagian

Merusak seluruh lapisan miokardium

Kadar oksigen menurun Sindrom Koroner

Akut (Acute Coronary Sindrome=ACS)Sesak Napas

100x/menit

Page 59: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 55

Penatalaksanaan yang tepat diberikan pada Tn.X yaitu dengan

pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul. Oksigen diberikan pada semua

pasien infark miokard. Pemberian oksigen mampu mengurangi ST elevasi

pada infark anterior. Berdasarkan konsensus, dianjurkan memberikan oksigen

dalam 6 jam pertama terapi. Lalu berikan morfin, Morfin merupakan anti

nyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi aktivitas

pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat

gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin. Morfin

sangat efektif mengurangi  nyeri. Dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan

interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping: konstriksi vena

dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang

akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri.berikan terapi reperfusi dini

akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan serajat disfungsi dan

dilatasi ventrikel dan mengurngi kemungkinan pasien STEMI berkembang

menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Sebelum

melakukan terapi reperfusi awal harus dilakukan evaluasi sebagai berikut:

• Langkah I: Nilai waktu onset serangan, risiko STEMI, risiko fibrinolisis

dan waktu yang diperlukan untuk transportasi ke ahli kateterisasi PCI

yang tersedia.

• Langkah II: strategi terapi reperfusi fibrinolisis atau invasif.

Pentalaksanaan farmakologi yang tepat untuk Tn. X , antara lain; Beta

Blocker, Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Tujuan pemberian

penyekat beta adalah memperbaiki keseimbangan suplai dan kebutuhan

oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan

menurunkan risiko kejadian aritmia vebtrikel yang serius. Terdapat dua jenis

yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan acebutol) dan non-

cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol). Angiotensin-Converting

Enzyme (ACE) Inhibitors Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan

mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk

memperlambat kelemahan pada otot jantung. Misalnya captropil.

Page 60: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 56

Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara

memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam

tubuh melalui intravena. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan

pada beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia,

riwayat kesehatan dan kondisi vena pasien. Cairan ini dikontraindikasikan

untuk pasien dengan penyakit ginjal dan jantung serta pasien dengan

dehidrasi. Contoh: D 5% dalam saline, 0,9 % D 5 % dalam RL, Dextrose 10 %

dalam air, Dextrose 20 % dalam air Albumin 25.

Alur Diagnosa Tn. X (Infark Miokard)

Suplai oksigen ke miokardium berkurang

Suplai dan kebutuhan di jantung tidak seimbang

Nekrosis lebih dari 30menit

Jaringan miokardium iskemik

Oksigen dan nutrisi turun

Aliran darah ke jantung menurun

AterosklerosisTrombosis

Kontriksi Arteri Koronaria

Page 61: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 57

ANALISIS DATANo Data Masalah Etiologi1. DS : Klien mengatakan nafas

terasa sesakDO : Pernafasan 25x/mnt, peningkatan enzim jantung, dan EKG terjadi perubahan ST elevasi pada lead l, aVl, V4, v5 dan v6.

Perubahan perfusi jaringan miokard

Iskemi/ infark Suplai O2 menurun, ke miokard menurun perubahan perfusi jaringan miokard

2. DS : Klien mengatakan nyeri dada; dada terasa seperti tertekan benda dan menjalar ke bahu dan lengan kiriDO : TD 140/90 mmhg, Nadi 100x/mnt, suhu afebris.

Nyeri akut Thrombus menyumbatarteri koroner pembuluh darahiskemi miokard/infarkmetabolisme anaerob, Nyeri

3. DS : Klien mengatakan tidak bisa melakukan apapun karena nyeri dada dan nafas terasa beratDO : Klien diistirahatkan total, Nadi 100x/mnt

Intoleransi aktivitas Iskemi/infarksuplai O2 menurunmetabolisme anaerobkalori yang minimalkelemahan fisik

Page 62: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 58

4. DS : Klien mengatakan cemas dan gelisah tentang penyakitnya.DO : Klien tapak gelisah, keluarga menangis dan bertanya tentang penyakit pasien tersebut.

Cemas Kelemahan fisikkondisi dan prognosis penyakitcemas

DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi

Perubahan perfusi jaringan miokard b.d penurunan atau sumbatan aliran darah coroner

Kembalinya perfusi jaringan ke normal dan tidak adanya sumbatan aliran darah di koroner

1. Pantau perubahan

kesadaran/keadaan mental yang

tiba-tiba seperti bingung, gelisah,

syok.

2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit

dingin lembab dan catat kekuatan

nadi perifer

3. Pantau tanda-tanda vital

4. Dengarkan bunyi nafas

5. Panatu fungsi gastrointestinal

(mual, muntah, dll)

Kolaborasi

1. Pemberian oksigen tambahan

2. Pemasangan insfus

3. Perekaman EKG

4. Pemeriksaan laboratorium (CKMB,

Protonin-T, AGD, elektrolit, dll)

5. Pemberian terapi medis :

hepanin/natrium warfarin (couma-

din), simetidin, raniticidine,

antasida, trombolitik (t-PA,

Stretokinase)

Page 63: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 59

Nyeri akut b.d iskemi atau infark miokard

Klien merasakan nyeri berkurang sampai tidak terasa lagi

1. Monitor dan catat karakteristik

nyeri, lokasi, intensitas, durasi,

kualitas dan penyebaran nyeri

2. Kaji apakah pernah mengalami

nyeri dada sebelumnya

3. Atur lingkungan tenang dan nyaman

4. Ajarkan teknik relaksasi; seperti

nafas dalam

Kolaborasi

1. Pemberian tambahan oksigen

dengan nasal kanul atau masker

2. Pemberian obat-obatan sesuai

indikasi; anti-angina (nytroglicerin),

beta bloker, morpin

Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai ke jaringan dengan kebutuhan

Klien dapat kembali beraktivitas secara normal dengan bertahap

1. Catat irama nadi pernafasan

2. Anjurkan dan jelaskan bahwa

pasien harus istirahat

3. Jelaskan atau anjurkan klien supaya

tidak mengedan saat buang air besar

4. Rencanakan aktivitas bertahap jika

telah bebas nyeri seperti duduk di

tempat tidur

5. Ukur tanda vital sebelum dan

sesudah aktivitas

Cemas b.d rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan

Klien tidak lagi merasakan cemas dan mengubahnya menjadi perasaan optimis

1. Lakukan komunikasi terapeutik

dengan cara membina hubungan

saling percaya dan dengarkan

keluhan pasien dengan sadar

2. Jelaskan tindakan-tindakan yang

akan dilakukan

3. Jawab pertanyaan pasien dengan

konsisten

Page 64: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 60

4. Bantu dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari

5. Kolaborasi pemberian sedative

misalnya, diazepam

BAB 4

PENUTUP

A. Kesimpulan

Page 65: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 61

Infark Miocard Akut (IMA) adalah kematian jaringan miokard

diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner miokard (penyempitan atau

sumbatan arteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran

darah akibat syok atau perdarahan (Carpenito L.J., 2000). Di kasus dinyatakan

bahwa klien memiliki riwayat hipertensi dan dibetes mellitus. Hal tersebut

merupakan salah satu penyebab adanya arterosklerosis yang berujung pada

infark miokard. Pada klien dilakukan pemeriksaan EKG, dimana segmen

elevasi ST meningkat yang menandakan rasa nyeri yang hebat karena arteri

koroner tersumbat. Hasil pemeriksaannya berada pada Lead I, aVL, V4, V5

dan V6.

Penatalaksanaan infark miokard dengan menggunakan obat-obatan

seperti obat trombolitik, beta blocker, Angiotensin-Converting Enzyme (ACE)

inhibitors, obat antikoagulan, obat antiplatelet; maupun dengan tindakan

medis misalnya angioplasti dan CABG (Coronary Artery Bypass Grafting).

Selain itu, penanganan infark miokard dapat menggunakan terapi oksigen dan

terapi intravena. Terapi oksigen yang digunakan oleh klien dalam kasus yaitu

menggunakan nasal kanul 4 L/menit. Artinya klien mendapatkan bantuan

tambahan oksigen sebesar 36 %. Kemudian terapi intravena pada klien

terpasang kateter intravena dextrose 500 cc/8 jam. Dextrose mengandung

monosakarida, glukosa, NaCO3, dan pH 3.5-6.5 dan tidak berbau.

B. Saran

Sebagai perawat, harus bisa mengkaji masalah klien, tingkat nyeri

maupun keluhan klien. Perawat harus tahu skala nyeri, penggunaan bantuan

oksigen dan pemasukan cairan melalui intravena. Selain itu, perawat juga

harus dapat membaca dari hasil pemeriksaan EKG, untuk menentukan

diagnosa serta intervensi lebih lanjut supaya asuhan keperawatan yang

diberikan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, Philip I. (2008). At a Glance Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Page 66: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 62

Arthur C Guyton & John E. Hall. (1996). Textbook Of Medical Physiology. (9th

ed.). (Irawati, Ken A & Alex. Terjemahan). Pennsylvania: W. B Saunders

Company.

Baranoski, S., et.al. (2004). Nursing prosedures. (4th ed.). USA: Lippincoth

William & Wilkins.

Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk

Brunner dan Suddarth. Alih bahasa, Yasmin Asih. Jakarta: EGC.

Brashers, Valentina L. (2001). Clinical Applications of Pathophysiology:

Assessment, Diagnostic Reasoning, and Managemet. (2nd ed.). Mosby:

Elsevier Science.

Brashers, Valentina L. (2007). Aplikasi Klinik Patofisiologi : Pemeriksaan &

Manajemen. Alih bahasa, H.Y. Kuncara. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. vol. 1.

Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi : Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Alih

bahasa, Nike Budhi Subekti. Jakarta : EGC.

Davey, Patrick. (2003). At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga

Kumar, Vinay, dkk.(2007). Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. Alih bahasa,

Wulandari. Jakarta : EGC.

Mary, Baradero. (2008). Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan

Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Muttaqin, Arif. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. (2006). Ilmu Penyakit

Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Potter dan Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses

dan Praktik. vol 2. Jakarta: EGC.

Rilantono, dkk. (1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Rilantono, Lily I. (2012). Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Page 67: Makalah KD5 Topik 2-IM

Acute Coronary Syndrome (ACS) 63

Sacher, Ronald A. (2004). Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.

Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. (2004). Human Physiology: From Cells to Systems. (5th ed.).

California: Brooks/ Cole-Thomson Learning, Inc.

Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth. (edisi ke-8.). Jakarta: EGC.

Swearingen, P. et al. (2001). Seri Pedoman Praktis: Keseimbangan Cairan,

Elektrolit dan Asam Basa. (edisi ke-2). Jakarta: EGC.

Tambayong, Jan. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Udjianti, Wajan Juni. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba

Medika

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/2173777-aterosklerosis-

dimulai-sejak-anak-anak/#ixzz1PdON2b3p

http://jantung.klikdokter.com/subpage.php?id=2&sub=69