Makalah Kasus 1 Imunnology Tutor 7
-
Upload
dwiesty-fathia-noverina -
Category
Documents
-
view
44 -
download
6
Transcript of Makalah Kasus 1 Imunnology Tutor 7
Makalah HIV dan AIDSdisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Imunnology & Hematology
Disusun oleh :
R. Gita Mujahidah 220110100017
Devi Kusniati 220110100020
Yuniar 220110100022
Monika Rohmatika 220110100025
Dwiesty Fathia N 220110100026
Puji Nurpauzi 220110100027
Tri Ayu Lestari 220110100028
Melia 220110100029
Nur Putri Indriyani 220110100030
Mya Ganes 220110100031
Hana Khoirotunnisa 220110100034
Annisa Nur A 220110100035
Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2011
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................. 3
BAB 1 .................................................................................. 4
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ..................................................................................4
1.2 Permasalahan ................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................. 6
1.4 Metode Penulisan ................................................................................. 7
BAB 2 ................................................................................. 8
Pembahasan
Kasus 1 ................................................................................. 8
LO ................................................................................. 8
Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun ..................................................................... 9
HIV dan AIDS ................................................................................. 13
2.1 Definisi .................................................................................13
2.2 Etiologi ................................................................................. 14
2.3 Manifestasi Klinis ................................................................................. 14
2.4 Komplikasi ................................................................................. 16
2.5 PeranPerawat ................................................................................. 17
2.6 Klasifikasi ................................................................................. 18
2.7 Pencegahan ................................................................................. 25
2.8 Prognosis ................................................................................. 26
2.9 Legal Etik ................................................................................. 27
2.10 Insidensi ................................................................................. 28
2.11 Pemeriksaan Diagnostik................................................................................. 31
2.12 Farmako & Non-Farmako ..................................................................... 34
Patofisiologi ..................................................................... 37
Asuhan Keperawatan ..................................................................... 41
BAB 3
Simpulan .................................................................... 53
Daftar Pustaka .....................................................................54
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nyalah
penulis dapat menyelesaikan makalah kasus ‘Acquired Immunodeficiency Syndrome’
ini tepat pada waktunya.
Untuk penyusunan makalah ini, penulis banyak mencari sumber dari buku teks
dan sumber bacaan di internet. Pada prosesnya, penulis menemui cukup banyak
hambatan. Diantaranya adalah terbatasnya jumlah buku teks dan kurang pahamnya
penulis mengenai bacaan yang terdapat pada buku-buku tersebut. Namun, hambatan
tersebut dapat diatasi dengan bantuan penjelasan dari tutor kelompok.
Penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga, teman-teman, dosen-dosen
tutorial serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jatinangor, 25 Agustus 2011
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam tubuh manusia telah tercipta system kekebalan tubuh untuk memerangi
antigen atau musuh bagi tubuh yang mengancam kesehatan manusia. Namun apabila
system kekebalan tubuh atau system imun tergangggu, akan mengakibatkan suatu
penyakit salah satunya HIV/AIDS.
Tidak ada seorang pun yang tahu HIV dari mana, persisnya cara kerjanya atau
bagaimana HIV dapat diberantas dari tubuh seseorang. Di setiap negara, waktu
AIDS pertama muncul, orang menyalahkan kelompok yang sudah terpinggirkan
(dan oleh karena itu pada umumnya lebih mudah diserang infeksi HIV, karena
kemiskinan dan tidak terjangkau oleh layanan dan informasi). Biasanya yang
disalahkan adalah orang ‘dari luar’ atau yang penampilannya atau perilakunya
‘berbeda’. Semua itu membawa masalah saling menyalahkan dan prasangka.
Artinya juga bahwa banyak orang menganggap bahwa hanya orang dalam kelompok
ini berisiko tertular HIV dan bahwa ‘itu tidak mungkin terjadi pada saya’.
Ketidakpastian mengenai asal usulnya AIDS dan siapa yang terpengaruhinya juga
membuat orang bahkan siap menyangkal bahwa AIDS sebetulnya ada.
1.2 PERMASALAHAN
AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus yang
menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga
orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya
dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV,
belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV,
tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada
tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri
yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun
tubuh.
Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa dirinya telah
terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami gejala yang mirip gejala
flu selama beberapa minggu. Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus tetap
ada di tubuh dan dapat menularkan orang lain.
Namun, sering kali kita melupakan bahwa dalam kasus HIV/AIDS, sebenarnya juga
menyimpan virus yang lebih jahat dan sudah tumbuh berkembang dalam pikiran
masyarakat kita, yakni prasangka, stereotip, dan praktik diskriminasi. Memang setiap
warga negara berhak diperlakukan sama tanpa diskriminasi, tetapi hak ini tidak berlaku
bagi kelompok yang beresiko maupun yang sudah menderita HIV/AIDS. Mereka
diperlakukan secara berbeda dan penuh prasangka serta stereotipikasi. Sehingga, apabila
ada lebih dari 3 juta orang beresiko HIV/AIDS, maka lebih dari jumlah populasi itulah
pelanggaran hak asasi manusia rentan terjadi
Selama ini HIV/AIDS dianggap penyakit kutukan bagi manusia berdosa dan tidak
bisa disembuhkan oleh obat apapun yang biasanya diidap oleh orang
homo/heteroseksual, pekerja seks. Kalimat ini mungkin sangat prestisius, memvonis
dan tidak memberi ampun bagi HIV/AIDS, tetapi inilah kesadaran yang hidup di
masyarakat kita yang berhubungan dengan HIV/AIDS. Penyakit ini dianggap sebagai
sebuah bencana bagi seluruh peradaban saat ini, sehingga siapapun yang mengidap
HIV/AIDS harus disingkirkan (eliminasi), diperlakukan berbeda (diskriminasi), dan
dicap (stigmatisasi) sebagai biang kerok.
Pada titik tertentu, mereka akan mengatakan bahwa mereka yang menderita
HIV/AIDS telah melakukan bentuk penyimpangan dan pelanggaran norma dan nilai
serta aturan agama. Misalnya, penggunaan narkoba, berganti pasangan, dll. Jika dari dua
sikap tersebut tidak mampu membuat perubahan, proses terakhir adalah mereka yang
menderita HIV/AIDS dianggap sebagai bentuk ancaman bagi kelangsungan hidup.
Proses ini bisa tidak hanya terjadi dalam pola pikir saja, melainkan bisa juga dalam
praktek perilaku. Yang terakhir inilah yang sering dikatakan dengan diskriminasi.
Sering kali penderita HIV/AIDS diperlakukan berbeda karena masyarakat berpikir akan
menulari lingkungannnya. Misalnya, dalam keluarga mereka harus makan dengan
piring, sendok dan gelas khusus, di desanya mereka tidak boleh menyentuh barang-
barang yang banyak digunakan orang banyak, dan sebaginya. Hal ini memposisikan
penderita HIV/AIDS semakin merasa beda, yang seharusnya mendapat dukungan
lingkungannya untuk terus berjuang hidup.
Lebih jauh, penderita HIV/AIDS akan semakin parah dengan penyakit sosial prasangka
dan stereotip dalam segala hal yang berhubungan dengan hidupnya. Dengan adanya
prasangka dan stereotip, penderita HIV/AIDS akan semakin menderita dan
menyembunyikan diri. Dalam berperang melawan HIV/AIDS sebagai penyakit medis,
Maka, sudah sepatutnya kita juga mengingat virus sosial ini dalam pencegahan
maupun penanggulangan HIV/AIDS ini. Karena kalau virus sosial ini juga tidak
menjadi key problem dalam persoalan HIV/AIDS, angka 3 juta orang yang beresiko
HIV/AIDS itu akan menjadi korban (victims) sekaligus menjadi tersangkanya
(suspects). Tentunya, kalau ini terjadi sangat ironis bagi penanganan isu HIV/AIDS
sebagai persoalan kemanusiaan. Singkatnya, perlu ada perhatian juga bahwa HIV/AIDS
bukan hanya virus, melainkan juga politik.
1.3 TUJUAN
Tujuan membuat penulisan tentang HIV/AIDS selain untuk memenuhi tugas
mata kuliah system imunologi dan hematology, bertujuan untuk mengetahui system
imun dalam tubuh serta kelainan maupun penyakit yang dapat menyerangnya,
contohnya dalam kasus HIV/AIDS ini kita dapat mengetahui penyebab terjadinya
penyakit tersebut, gejala, bagaimana penularannya, serta pencegahan terhadap
penyakit yang mematikan tersebut.
1.4 METODE
= studi pustaka dengn membaca buku
= mencari informasi melalui media elektronik
= berdiskusi kelompok
BAB 2
PEMBAHASAN
Kasus 1
Tn. A usia 30 tahundirawat di ruang XX sudah 1 bulan. TB 170cm, BB saat ini
50 kg, Bbawal 60 kg mengeluh lemah, lemas tidak bergairah, diare selama 40 hari,
sehari 4 kali sehari sebanyak lebih kurang 250cc. Setiap BAB, terpasang infus
dextrose 500cc 40gtt/menit di lengan kiri, infusan tercatat 5 hari yang lalu.
Kemudian perawat N mengganti infusan dengan pemasangan yang baru tetapi klien
menolak dengan alasan seluruh tubuh terasa sakit. Tn.A merasa bahwa penyakitnya
tidak bisa disembuhkan dan ingin pulang saja. Berdasarkan pemeriksaan vital sign:
TD 90/60mmHg, S 40F C, R 28x/menit, N 90x/menit.Tn. A sering mendadak
mengidap flu yang terasa seperti flu berat sampai suatu ketika hanya karena flu tsb
Tn. A nyaris pingsan. Hasil pemeriksaan Laboratorium di dapatkan:
Nilai Elisa Western Blot (+), neutropenia, anemia normositik normokom. Limfosit
CD4+ 200 sel/ium l, obat-obat yang dikonsumsi Zidofudin.
L.O
1. Nilai ELISA western Blot
ELISA western blot (Enzym Linked Immunosorbent essay) yaitu nilai untuk
pemeriksaan darah yang sangat peka,menyebabkan diketahuinya lingkup HIV diantara
kohort individu yang berprilaku resiko tinggki ,serta diantara populasi
tertentu.Pendekatan surveilans ini,disertai pemantauan jumlah sel CD4+ sebagai tolak
ukur immunosupresi,menyatakan bahwa penyakit HIV merupakan spektrum yang
luas,yang berkisar dari infeksi asimtomatik sampai penyakit klinis lanjut yang disebut
AIDS.
2. Neutropenia
Penurunan jumlah neutrofilik dalam darah
3.Efek samping zidofudin
Anemia ,granulositopenia,mual,gangguan rasa nyaman pada perut,sakit
kepala,konfusi,hepatitis,perubahan warna kuku,kejang,miositis,demam,menggigil.
Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun
Pengertian sistem imun
Sistem Imun (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem pertahanan manusia
sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan
organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga
berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi
pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor. (Wikipedia.com)
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar
biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem
kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi
bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika
sistem
kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga
menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat
berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel
tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Letak sistem imun
Fungsi dari Sistem Imun
Sumsum
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang.
Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel darah putih (termasuk limfosit
dan makrofag) dan platelet. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat
lain.
Timus
Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses pematangan sebelum lepas ke
dalam sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T untuk mengembangkan atribut penting
yang dikenal sebagai toleransi diri.
Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang perjalanan
limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae, selangkangan dan para-
aorta daerah. Pengetahuan tentang situs kelenjar getah bening yang penting dalam
pemeriksaan fisik pasien.
Mukosa jaringan limfoid terkait (MALT)
Di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam kelenjar getah bening dan limpa,
jaringan limfoid juga ditemukan di tempat lain, terutama saluran pencernaan, saluran
pernafasan dan saluran urogenital.
Mekanisme Pertahanan
non Spesifik
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga
respons imun alamiah. Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuh
kita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar
lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata.
Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit, polimorfonuklear) dan
komplemen merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik.
Mekanisme Pertahanan Spesifik
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka
imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme
pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen
sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen.
Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanisme pertahanan spesifik disebut juga
respons imun didapat. Mekanisme Pertahanan Spesifik (Imunitas Humoral dan
Selular)
Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atau
tanpa bantuan sel imunokompeten lainnya. Tugas sel B akan dilaksanakan oleh
imunoglobulin yang disekresi oleh sel plasma. Terdapat lima kelas imunoglobulin yang
kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE.
Imunitas selular didefinisikan sebagai suatu respons imun terhadap antigen yang
diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya.
Antibodi (Immunoglobulin)
‡Antibodi (bahasa Inggris:antibody, gamma globulin) adalah glikoprotein dengan
struktur tertentu yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang telah teraktivasi menjadi
sel plasma, sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut.
Pembagian Immunglobulin
Antibodi A (bahasa Inggris: Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang
memainkan peran penting dalam imunitas mukosis (en:mucosal immune). IgA banyak
ditemukan pada bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum dan susu)
sebagai sIgA (en:secretoryIgA) dalam perlindungan permukaan organ tubuh yang
terpapar dengan mencegah penempelan bakteri dan virus ke membran mukosa.
Kontribusi fragmen konstan sIgA dengan ikatan komponen mukus memungkinkan
pengikatan mikroba.
Antibodi D (bahasa Inggris: Immunoglobulin D, IgD) adalah sebuah monomer
dengan fragmen yang dapat mengikat 2 epitop. IgD ditemukan pada permukaan
pencerap sel B bersama dengan IgM atau sIga, tempat IgD dapat mengendalikan
aktivasi dan supresi sel B. IgD berperan dalam mengendalikan produksi autoantibodi sel
B. Rasio serum IgD hanya sekitar 0,2%.
Antibodi E (bahasa Inggris: antibody E, immunoglobulin E, IgE) adalah jenis
antibodi yang hanya dapat ditemukan pada mamalia. IgE memiliki peran yang besar
pada alergi terutama pada hipersensitivitas tipe 1. IgE juga tersirat dalam sistem
kekebalan yang merespon cacing parasit (helminth) seperti Schistosoma mansoni,
Trichinella spiralis, dan Fasciola hepatica, serta terhadap parasit protozoa tertentu
sepertiPlasmodium falciparum, dan artropoda.
Antibodi G (bahasa Inggris: Immunoglobulin G, IgG) adalah antibodi
monomeris yang terbentuk dari dua rantai berat dan rantai ringan , yang saling
mengikat dengan ikatan disulfida, dan mempunyai dua fragmen antigen-binding.
Populasi IgG paling tinggi dalam tubuh dan terdistribusi cukup merata di dalam darah
dan cairan tubuh dengan rasio serum sekitar 75% pada manusia dan waktu paruh 7
hingga 23 hari bergantung pada sub-tipe.
Antibodi M (bahasa Inggris: Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin) adalah
antibodi dasar yang berada pada plasma B. Dengan rasio serum 13%, IgM merupakan
antibodi dengan ukuran paling besar, berbentuk pentameris 10 area epitop pengikat, dan
teredar segera setelah tubuh terpapar antigen sebagai respon imunitas awal (en:primary
immune response) pada rentang waktu paruh sekitar 5 hari. Bentuk monomeris dari
IgM dapat ditemukan pada permukaan limfosit- B dan reseptor sel-B. IgM adalah
antibodi pertama yang tercetus pada 20 minggu pertama masa janin kehidupan seorang
manusia dan berkembang secara fitogenetik (en:phylogenetic). Fragmen konstan IgM
adalah bagian yang
menggerakkan lintasan komplemen klasik.
HIV DAN AIDS
2.1 Definisi
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam
pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi,
bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan
memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap
dapat berfungsi seperti biasa
Penyakit Defisiensi Imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada
biasanya, sehingga dapat menyebabkan infeksi. Penyakit defisiensi imun
merupakan penyebab dari penyakit genetik,seperti severe combined
immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti
sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh virus HIV.
Gangguan imunodefisiensi dapat disebabkan oleh defek atau defisiensi pada sel-
sel fagositik, limfosit-B, limfosit-T atau komplemen.
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh salah
satu dari 2 jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang
disebut limfosit, menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh.
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit
infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
AIDS adalah Suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat
yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, dan
kelainan neurologik.
2.2 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi
nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan
HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3.Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,
B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh,
dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.Lelaki homoseksual atau biseks.
2.Orang yang ketagian obat intravena
3.Partner seks dari penderita AIDS
4.Penerima darah atau produk darah (transfusi)
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.3 Manifestasi Klinis
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS
adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah
bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit
lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut :
• Rasa lelah dan lesu
• Berat badan menurun secara drastis
• Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
• Mencret dan kurang nafsu makan
• Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
• Pembengkakan leher dan lipatan paha
• Radang paru-paru
• Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara
lain tumor dan infeksi oportunistik :
Manifestadi tumor diantaranya;
a. Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi
kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang
terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.
b. Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan
bertahan kurang lebih 1 tahun.
Manifestasi Oportunistik diantaranya
1.Manifestasi pada Paru-paru
Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi
paru-paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas
dalam dan demam.
Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru
tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab
kematian pada 30% penderita AIDS.
Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit
disembuhkan.
Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat
menyebar ke organ lain diluar paru.
2. Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan.
3. Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul
pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis,
demensia, mielopati dan neuropari perifer.
2.4 Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,
dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.
2. 5 Peran Perawat
Care provider : memberikan asuhan kepada klien sesuai dengan usia dan KDM yang harus dipenuhi oleh pasien
Educator : memberikan pengetahuan pada orangtua klien atau kepada klien langsung dalam rangka membantu proses penyembuhan
Advocator : sebagai pembela apabila Tn. A tidak memungkinkan untuk melakukan di operasi atau tindakan medis lainnya, maka sebagai perawat kita harus memberi tahu keadaan klien
Collaborator : perawat dapat bekerja sama dengan dokter, ahli gizi, apoteker, dll dalam rangka membantu proses penyembuhan klien
Koordinasi : sebagai perawat kita harus berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya untuk membantu proses penyembuhan klien `
2.6 Klasifikasi
Kriteria Diagnosis HIV lanjut (termasuk AIDS)
Kriteria klinik : konfirmasi infeksi HIV + bila diduga atau didiagnosis berada
dalam stadium 3 atau 4.
Kriteria imunologik (dewasa dan anak) : Konfirmasi infeksi HIV + CD4 count <
350/mm3
Kriteria imunologik ( anak < 5 tahun) : %CD4+ < 30 (< 12 bulan), %CD4+ <25
(12-35 bulan), % CD4+ <20 (36-56 bulan).
AIDS pada dewasa dan anak : konfirmasi infeksi HIV + diagnosis klinik
stadium 4 atau CD4 < 200/mm3 atau %CD4+ < 15.
Klasifikasi Imunologik pada infeksi HIV (WHO)
Kriteria Klinik HIV/AIDS pada dewasa dan anak (WHO)
Manifestasi Klinik Diagnosis Klinik Diagnosis pasti
Stadium I
Asimptomatik - -
Limphadenopati generalisata
persisten
Pembesaran KGB > 1 cm,
tidak nyeri pada 1 atau 2
tempat dengan sebab yang
tidak diketahui dan persisten
selama 3 bulan atau lebih
Histology
Stadium II
BB turun <10% BB
sebelumnya
BB turun tanpa sebab yang
jelas, atau BB tidak
bertambah pada kehamilan
BB turun < 10%
terdokumentasi
URTI rekuren (>1x selama 6
bulan)
Sinusitis
Otitis Media
Tonsilopharyngitis
LAB
Herpes Zooter Vesicular rash, nyeri ,
distribusi dermatomal, tidak
melewati midline tubuh.
Diagnosis klinik
Angular cheilitis Pecah2 pada sudut bibir
yang bukan diakibatkan oleh
def fe, biasanya berespon
dengan pemberian terapi
antijamur
Diagnosis klinik
Ulserasi oral rekuren ( ≥2 x Aphthous, nyeri, dengan Diagnosis klinik
selama 6 bulan terakhir) halo dan pseudomembran
kuning abu-abu
Papular preuritic eruption Lesi popular Diagnosis klinik
Seborrhoic dermatitis Kulit gatal, bersisik,
terutama pada daerah
berambut
Diagnosis klinik
Infeksi jamur pada kuku Paronikia
Onycholisis
Kultur jamur
Stadium III
BB turun > 10 % BB
sebelumnya
BB turun tanpa sebab yang
jelas. Tampak kurus, BMI <
18,5 kg/m2atau BB turun
pada kehamilan
BB turun > 10%
terdokumentasi
Diare kronik lebih dari 1
bulan
Diare kronik lebih dari 1
bulan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya
Pem feses
Demam persisten Demam persisten lebih dari
1 bulan
Suhu > 37.50, dengan kultur
darah negative, ziehl-nelsen
negative, apusan darah
malaria negative, foto thorax
normal, dan tidak ada focus
infeksi
Kandidiasis oral persisten Berupa pseudomembraneus
berwarna putih atau
erythematous form
Diagnosis klinik
Oral hairy leukoplakia Diagnosis klinik
TB ( berulang) Gejala kronik : batuk, batuk
darah, sesak, nyeri dada, BB
BTA sputum +, kultur positif
turun, keringat malam,
demam. Dengan sputum
BTA + atau sputum BTA –
dengan gambaran radiologis
yang mendukung.
Infeksi bakteri berat
(pneumonia, meningitis,
empiema, pyomiositis, infeksi
tulang dan sendi, septicemia,
PID)
Demam disertai gejala dan
tanda spesifik, dan
merespon terhadap
pemberian antibiotic.
Isolasi bakteri
Acute necrotizing ulcerative
gingivitis atau necrotizing
ulcerative periodontitis.
Papilla gingival ulserasi,
sangat nyeri, gigi tanggal,
perdarahan, bau mulut tidak
sedap, dll.
Diagnosis klinik
Anemia ( (8 gr%)
Neutropenia (<0,5×109/L)
Trombositopenia (<50×109/L)
kronik
- Lab
Stadium IV
HIV wasting sindrom BB turun > 10% , wasting,
BMI < 18.5 kg/m2
Disertai salah satu :
Diare kronik > 1 bulan tanpa
sebab yang jelas
Atau
Demam > 1 bulan tanpa
sebab yang jelas
Pneumocystis pneumonia Dispnoe on exertion atau
batuk tidak produktif,
takipneu, dan demam.
Dan
CXR : infiltrate difus
bilateral
Dan
Tidak ada bukti infeksi
pneumonia bacterial,
krepitasi bilateral, dan
auskultasi dengan atau tanpa
obs jalan nafas
Cytology, imunofloresent
mikroskopi.
Pneumonia bacterial rekuren ≥ 2x selama 6 bulan
terakhir, onset akut (<2
minggu), dengan gejala
berat ( demam, batuk, sesak,
nyeri dada).
Dan
Kultur
Antigen test
Konsolidasi pada pem fisik
atau rontgen thorax. Respon
terhadap antibiotic.
Herpes simplek kronik
(orolabial, genital, anorectal)
Herpes simplek kronik
(orolabial, genital,
anorectal) lebih dari 1 bulan
Kultur, DNA herpes simplek
virus, citologi, histology.
Oesofagial candidiasis Nyeri retrosternal, disfagi,
disertai oral candidiasis
Endoskopi, bronkoskopi,
mikroskopi, histology.
TB ekstraparu Pleural, pericardia,
peritoneal
involvement, meningitis,
mediastinal atau abdominal
lymphadenopathy atau
ostetis.
Isolasi M.TB, CXR
Sarcoma Kaposi Typical gross appearance in
skin or oropharynx of
persistent, initially flat,
patches with a pink or
violaceous colour, skin
lesions that usually develop
into plaques or nodules.
Endoskopi, bronkoskopi,
histology
CMV disease (selain hati,
limfa, dan KGB)
Retinitis
Kultur, DNA, histology
CNS toxoplasmosis Kelainan neurologis,
penurunan kesadaran, dan
respon terhadap terapi
spesifik
Antibodi toxoplasma (+) dan
satu atau lebih masa
intracranial pada
pemeriksaan CT scan atau
MRI
HIV encephalopati Gangguan kognitif / motorik
progressive yang tidak
disebabkan oleh sebab lain
Neuroimaging
Criptococcosis
ekstrapulmonal (termasuk
meningitis)
Demam, sakit kepala,
meningism, bingung,
perubahan tingkah laku,
respon terhadap criptococcal
terapi
Isolasi criptococus
neoformans atau antigen test
Disseminated non tuberculous
mycobacteria infection
- Ditemukannya bakteri
atipikal
Progressive multifocal
leukoencephalopathy.
- Gangguan neurologis
progresif (gangguan kognitif,
berbicara, berjalan,
penglihatan, kelemahan
ekstremitas, dan gangguan
saraf cranial) disertai dengan
lesi hypodense pada white
matter, atau (+) poliomavirus
JC PCR pada LCS,
Chronic cryptosporidiosis
- Cysts (+) pada pem Ziehl-
Nielsen
Chronic isosporiasis. - Identifikasi Isospora.
Disseminated mycosis
(coccidiomycosis atau
histoplasmosis).
- Histology, antigen detection
Atau culture
Recurrent non-typhoid
Kultur darah
Salmonella bacteraemia.
Lymphoma (cerebral atau
Bcell
non-Hodgkin).
- Histology
neuroimaging techniques
Invasive ca cerviks
- Histology atau cytology
Atypical disseminated
leishmaniasis.
- Histology
Symptometic HIV-associated
nephropathy.
- Biopsy ginjal
Symptometic HIV-associated
cardiomyopathy.
- Kardiomegali, echo
2.7 Pencegahan
1. Pencegahan melalui hubungan seksual
Tidak melakukan hubungan seks pra nikah
Tidak berganti-ganti pasangan
Apabila salah satu pihak sudah terinfeksi HIV, gunakanlah kondom.
2. Pencegahan melalui darah
Transfusi darah dengan yang tidak terinfeksi.
Sterilisasi jarum suntik dan alat-alat yang melukai kulit.
Hindari pengguna narkoba.
Tidak menggunakan alat suntik, alat tindik, alat tato, pisau cukur dan sikat gigi
berdarah dengan orang lain.
Steril peralatan medis yang berhubungan dengan cairan manusia.
3. Pencegahan penularan ibu kepada anak
Ibu yang telah terinfeksi HIV agar mempertimbangkan kehamilannya.
Tidak menyusui bayinya.
4. Pencegahan melalui pendidikan gaya hidup
Perlu komunikasi, edukasi, informasi dan penyuluhan kepada masyarakat.
Hindari gaya hidup yang mencari kesenangan sesaat.
5. Pencegahan pada Kehamilan
Penularan HIV dari seorang ibu yang terinfeksi dapat terjadi selama masa kehamilan,
selama proses persalinan atau setelah kelahiran melalui ASI. Tanpa adanya intervensi
apapun, sekitar 15% sampai 30% ibu dengan infeksi HIV akan menularkan infeksi
selama masa kehamilan dan proses persalinan. Pemberian air susu ibu meningkatkan
risiko penularan sekitar 10-15%. Risiko ini tergantung pada faktor-faktor klinis dan bisa
saja bervariasi tergantung dari pola dan lamanya masa menyusui.
2.8Prognosis
Tanpa pengobatan, waktu kelangsungan hidup rata-rata bersih setelah infeksi
HIV diperkirakan 9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, dan tingkat
kelangsungan hidup rata-rata setelah diagnosis AIDS di rangkaian terbatas sumber daya
di mana pengobatan tidak tersedia berkisar antara 6 dan 19 bulan, tergantung pada
studi. Di daerah mana tersedia secara luas, pengembanganART sebagai terapi efektif
untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi angka kematian dari penyakit ini dengan 80%,
dan mengangkat harapan hidup untuk orang terinfeksi HIV yang baru didiagnosis
sekitar 20 tahun.
Sebagai pengobatan baru terus dikembangkan dan karena HIV
terus berevolusi resistensi terhadap perawatan, perkiraan waktu bertahan kemungkinan
akan terus berubah. Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu
setahun setelah individu berkembang menjadi AIDS. Kebanyakan pasien meninggal
karena infeksi oportunistik atau kanker terkait dengan kegagalan progresif dari sistem
kekebalan tubuh. Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu
dan telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi
kekebalan tubuh perawatan kesehatan dan co-infeksi, serta yang strain tertentu dari
virus adalah yang terlibat.
Bahkan dengan perawatan anti-retroviral, selama jangka panjang pasien
terinfeksiHIVdapatmengalami gangguan
neurokognitif , osteoporosis , neuropati , kanker , nefropati ,dan penyakit
kardiovaskular . Hal ini tidak selalu jelas apakah kondisi hasil dari infeksi, komplikasi
yang terkait, atau efek samping pengobatan.
Penyebab terbesar dari morbiditas AIDS saat ini, secara global, adalah TB co-
infeksi. Di Afrika, HIV merupakan faktor yang paling penting yang berkontribusi
terhadap peningkatan kejadian TB sejak tahun 1990.
2. 9 Prinsip Legal Etik
Banyak isu legal yang terjadi dalam perawatan pasien. Perawatan pasien dangan
HIV/AIDS menimbulkan bayak masalah sulit baik tentang tes HIV, stigma, dan
diskriminasi, masalah ditempat kerja dan masih banyak masalah yang lain.
Perawat harus selalu mengevaluasi diri untuk memastikan tindakan telah sesuai
denganprinsip etik dan hukum. Prinsipnya bersikap jujur pada pasien dan meminta
informed consent atas semua tindakan atau pemeriksaan merupakan tindakan yang
paling aman untuk menghindari implikasi hukum.
Ada 6 asas etik yaitu:
1. Asas menghormati otonomi klien (repect for autonomi)
Klien mempunyai kebebasan untuk mengetahui dan memutuskan apa yang akan
dilakukan terhadapnya, untuk ini perlu diberikan informasi yang cukup.
2. Asas kejujuran (justice)
Tenaga kesehatan hendaknya mengatakan yang sebenarnya tentang apa yang
terjadi, apa yang dilakukan serta risiko yang dapat terjadi.
3. Asas tidak merugikan
Tenaga kesehatan tidak melakukan tindakan yang tidak diperlukan dan
mengutamakan tindakan yang tidak merugikan klien serta mengupayakan risiko
yang paling minimal atas tindakan yang dilakukan.
4. Asas manfaat
Semua tidakan yang dilakukan terhadap klien harus bermanfaat bagi klien untuk
mengurangi penderitaan dan memperpanjang hidupnya.
5. Asas kerahasiaan
Kerahasiaan klien harus dihormati meskipun klien telah meningggal
6. Asas keadilan
Tenaga kesehatan harus adil, tidak membedakan kedudukan sosial ekonomi,
pendidikan, jender, agama, dan lain sebagainya.
Prinsip etik yang harus dipegang oleh seseorang, masyarakat,nasional, dan internasional
dalam menghadapi HIV/AIDS adalah:
1. Empati
Ikut merasakan penderitaan sesama termasuk ODHA dengan penuh simpati,
kasih sayang dan kesediaan saling menolong.
2. Solideritas
Secara bersama-sama membantu meringankan dan melawan ketidakadilan yang
diakibatkan oleh HIV/AIDS
3. Tanggung jawab
Bertanggung jawab mencegah penyebaran dan memberikan perawatan pada
ODHA.
Isu etik dan hukum pada konseling pre-post tes HIV
Konseling pre-post tes HIV
Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani
informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang
lengkap dan benar. Hal ini perlu dilakukan setidakanya agar seseorang bisa
mengetahui secara pasti status kesehatan dirinya, terutama menyangkut risiko dari
perilakunya selama ini.
Tes HIV harus bersifat :
1. Sukarela : bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan
atas kesadarannya sendiri, bukan atas paksan/tekanan orang lain, ini juga berarti
bahwa dirinya setuju untuk di tes setelah mengetahui hal-hal apa saja yang
tercakup dalam tes it, apa keuntungan dan kerugian dari tes HIV, serta apa saja
implikasi dari hasil positif ataupun negatif terse but.
2. Rahasia : apapun hasil tes ini (baik positif maupun negatif) hasilnya hanya boleh
diberitahulangsung kepada orang yang bersangkutan.
3. Tidak boleh diwakilkan kepada siapapun,.
Aspek Legal dan Etik Tes HIV
Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut
(Permenkes,1989)
Dasar dari informed consent yaitu :
a. Asas menghargai otonomi pasien setelah mendapatkan informasi yang
memadai pasien bebas dan berhak memutuskan apa yang akan dilakukan
terhadapnya
b. Kepmenkes 11239/Menkes/ SK/XI/2001 pasal 16 : dalam melaksanakan
kewenangannya perawat wajib menyampaikan informasi dan meminta
persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
c. PP No. 23 tahun 1996 tentang tenagan kesehatan pasal 22 ayat 1 : bagi
tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas wajib memberikan informasi dan
meminta persetujuaan.
d. UU No. 23 tahun 1992 tentang tenaga kesehatan pasal 5 ayat 2 : tindakan
medis tertentu hanya bisa dilakukan dengan persetujuan yang bersangkutan
atau keluarga.
Klien diberikan informasi yang cukup dan pastikan telah meliputi 3 aspek:
a. Persetujuan harus diberikan secara sukarela.
b. Persetujuan harus diberikan oleh individu yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan untuk memahami.
c. Persetujuan harus diberikan setelah diberikan informasi yang cukup sebagai
pertimbangan untuk membuat keputusan.
Kerahasiaan Statis HIV AIDS
Pasien HIV berhak atas kerahasiaan, ini sesuai dengan prinsip etik asas kerahasiaan
yaitu kerahasiaan klien harus dihormati meskipun kllien telah meninggal. Untuk itu
tenaga kesehatan mempunyai kewajiban etik melindungi hak klien tersebut dengan
tetap merahasiakannya apapun yang berhubungan dengan klien.
Terdapat pengecualian dimana rahasia pasien HIV/AIDS bisa dibuka yaitu:
a. Berhubungan dengan administrasi
b. Bila kita dimintai keterangan dipersidangan
c. Informasi bisa diberiakn pada orang yang merawat atau memberikan konseling dan
informasi diberikan dengan tujuan untuk merawat, mengobati, atau memberikan
konseling pada klien.
d. Informasi diberikan kepada depkes
e. Informasi diberikan pada partner sex/keluarga yang merawat klien dan berisiko
terinfeksi oleh klien. Hal ini berkaitan dengan tugas tenaga kesehatan untuk
melindungi masyarakat, keluarga dan orang terdekat klien dan bahaya tertular HIV.
2.10 Insidensi
Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan laporan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan RI mengalam peningkatan.
"Jumlah kasus HIV/AIDS tiap tahunnya mengalami peningkatan karena banyak masyarakat yang tertular dan baru menyadari bahwa dirinya berpenyakit HIV dan AIDS," kata Humas Palang Merah Indonesia Kota Jakarta Timur Dewi Rahmadania di Jakarta, Kamis.
Menurut data Ditjen PPM dan PL Depkes RI, lanjut dia, dalam triwulan pertama, Januari hingga Maret 2011, dilaporkan tambahan kasus AIDS mencapai 351.
"Kasus ’acquired immune deficiency syndrome or acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)’ dan ’human immunodeficiency virus (HIV)’ terbanyak dilaporkan di DKI Jakarta sebanyak 3. 995 dan kasus HIV sebesar 15.769," katanya.
Dia menjelaskan, secara kumulatif kasus pengidap HIV/AIDS dari tanggal 1 Januari 1987 hingga Maret 2011 mencapai 24.482 kasus dengan angka kematian 4. 603 jiwa," kata Dewi.
Berdasarkan jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin, yaitu laki-laki 17.840, akibat pengguna narkoba suntik (IDU) 8.553, perempuan 6.553, akibat IDU 665 dan tidak diketahui 89, akibat IDU 52. Selanjutnya, kata dia, jumlah kumulatif kasus AIDS menurut faktor resiko, yaitu akibat heteroseksual 13.000, homo-biseksual 734, IDU 9.274, transfusi darah 49, transmisi pinatal 637 dan tidak diketahui 783. Menurut dia, daerah yang rawan di Jakarta Timur atas penularan HIV, di sekitar Prumpung, Pulo Gadung, Jatinegara, Cakung, Pulo Gebang dan lain-lain. "Daerah tersebut menjadi rawan penularan HIV karena terdapat area lokalisasi dan penginapan liar, dan yang paling rawan terkena virus itu adalah kaum remaja," kata Dewi. Dia menambahkan, penularan HIV yang cukup tinggi melalui hubungan seks yang beresiko tanpa menggunakan kondom, menggunakan jarum suntik yang sudah tercemar HIV secara bergantian, melalui transfusi darah yang tidak melalui uji saring dan melalui ibu hamil yang terkena HIV "Saat ini belum ditemukan vaksin untuk virus HIV, namun orang yang terinfeksi HIV bisa mendapatkan terapi Anti-Retroviral (ARV) ," katanya. ARV, kata dia, berfungsi sebagai penghambat perkembangan virus, mengurangi kadar virus dalam Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) , menurunkan kadar viral load dan menaikan kadar CD4 . "Hal yang tidak menularkan HIV, yaitu berjabat tangan, berpelukan, digigit
nyamuk, bersentuhan, berenang bersama, tinggal serumah dengan ODHA, menggunakan toilet yang sama, dan menggunakan alat makan dan minum yang sama," ujar Dewi.
PENTALAKSANAAN
2.11 Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji laboratorium
o ELISA
ELISA merupakan test yang baik tapi hasilnya mungkin masih akan
negatif sampai 6-12 minggu pasien setelah terinfeksi. Jika terdapat tanda-
tanda infeksi akut pada pasien dan hasil ELISA negatif, maka pemeriksaan
ELISA perlu diulang. Gejala infeksi akut yang mirip dengan gejal flue ini
akan sembuh dan pasien tidak menunjukkan tanda-tanda terinfeksi virus HIV
sampai dengan beberapa tahun. Periode ini disebut periode laten dan
berlangsung selama 8-10 tahun. Selama periode laten, virus HIV terus
menyerang kekebalan tubuh penderita meskipun tidak tampak tanda dan
gejal infeksi HIV. Stadium lanjut infeksi HIV dimulai ketika psien mulai
mengalami penyakit AIDS. Gejala paling sering yang dijumpai pada
stadiium ini adalah penurunan berat badan, diare, dan kelemahan.
Cara kerja ELISA:
Pada dasarnya diambil virus HIV yang ditumbuhkan pada biakan sel,
kemudian dirusak dan dilekatkan pada biji-biji polistiren. Tes ini
menggunakan ikatan heavy dan light chain dari human immunoglobulin
sehingga reaksi dengan antibodi dapat lebih spesifik, yaitu mampu
mendeteksi IgM maupun IgG. Pada setiap tes selalu diikutkan kontrol positif
dan negatif untuk dipakai sebagai pedoman, sehingga kadar di atas cut-off
value atau atasabsorbance level spesimen akan dinyatakan positif. Biasanya
lama pemeriksaan adalah 4 jam. Pemeriksaan ELISA hanya menunjukkan
infeksi HIV di masa lampau. Tes ELISA mulai menunjukkan hasil positif
pada bulan ke-23 masa sakit.
Pada pasien ini, selama fase permulaan penyakit (fase akut) dalam darah
penderita dapat ditemukan virus HIV/partikel HIV dab penurunan jumlah sel
T4 (gratik).
o Western Blot
Western Blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang
digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika
tidak ada rantai protein yang ditemukan, berarti western blot positif. Tes
Western blot mungkin juga tidak bisa menyimpulan seseorang menderita
HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulangi lagi setelah dua minggu
dengan sampel yang sama.jika tes Western blot tetap tidak bisa disimpulkan,
maka tes Western blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap
negatif maka pasien dianggap HIV negatif.
Cara kerja:
Cara kerja Western blot yaitu dengan meletakkan HIV murni pada
polyacrilamide gel yang diberi arus elektroforesis sehingga terurai menurut
berat protein yang berbeda-beda, kemudian dipindahkan ke nitrocellulose.
Nitrocellulose ini diinkubasikan dengan serum penderita. Anibodi HIV
dideteksi dengan memberikan antibodi antihuman yang sudah dikonjugasi
dengan enzim yang menghasilkan warna bila diberi suatu substrat. Tes ini
dilakukan bersama dengan suatu bahan dengan profil berat molekul standar ,
kontrol positif dn negatif. Gambaran band dari bermacam-macam protein
envelope dan core dapat mengidentifikasi macam antigen HIV. Bila serum
mengandung antibodi HIV yang lengkap maka Western blot akan memberi
gambaran profil berbagai macam band protein dari HIV antigen cetakannya.
Definisi hasil pemeriksaan Western blot menurut profit dari band protein
dapat bermacam-macam, pada umumnya adalah:
1. Positif : a. Envelope: gp41, gp12O, gp160
b. Salah satu dari band: p15, p17, p24, p31, gp41, p51, p55, p66
2. Negatif : bila tidak ditemukan band protein
3. Intermedinate : bila ditemukan band protein yang tidak sesuai dengan
profil positif. Hasil intermedinate diberikan setelah dites secara duplo
dan penderita diberitahu untuk diulang setelah 23 bulan.hal ini mungkin
karena infeksi masih terlalu dini sehingga yang ditemukan hanya
sebagian dari core antigen (p17, p24, p55)
Pada pasien ini, hasil pemeriksaan Western blot (+)
o RIPA
RIPA merupakan tes darah yang dilakukan ketika antibodi berada pada
tingkat rendah atau jika hasil dari Western blot tidak akurat.
o PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk :
a. Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok berisiko tinggi
b. Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum tejadi serokonversi
c. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai
sensitivitas rendah untuk HIV-2
o Test limfosit
Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4 .sistem ini
didasarakan pada tiga kisaran CD4 dan tiga kategori klinis, yaitu :
a. Kategori 1 : > 500 sel/
b. Kategori 2 : 200 – 499 sel /
c. Kategori 3 : < 200 sel/
Klasifikasi tersebut didasarkan pada jumlah limfosit CD4 yang terendah dari
pasien. Klasifikasi CDC ( centre for diasease control and prevention ) juga bisa
digunakan untuk surveilans penyakit, penderita yang dikategorikan kelas A3,
B3, C1-3 dikategorkan AIDS. Sekali dilakukan klasifikasi, maka pasien tidak
dilakukan klasifkasi ulang, meskipun terjadi perbaikan status imunologi
misalnya peningkatan CD4 karena pengaruh terapi atau faktor lain.
Klasifikasi klinis dan CD4 pasien remaja dan orang dewasa menurut CDC
CD4 Kategori klinis
Total %
A
( asimptomatik, infeksi
akut )
B
( simptomatik )
C
( AIDS )
> 500/ml > 29 % A1 B1 C1
200 – 499/ml 14 – 28 % A2 B2 C2
< 200/ml < 14 % A3 B3 C3
Menurut data diatas pasien dalam kasus ini termasuk dalam kategori B2 (HIV
simptomatik) dengan hasil tes limfosit CD4 200.
b. Hitung jenis sel darah lengkap.
1. pemeriksaan hemoglobin
Yang diukur : jumlsh protein pengangkut oksigen dalam sel darah merah.
Nilai normal : 8,1 – 11,2 mmol/L
Pada pasien jumlah Hb nya kurang, hal ini dimanifestasikan dengan
keadaan psien ( anemia )
2. pemeriksaan leukosit
Yang diukur : jumlah sel darh putih dalam jumlah darah tertentu.
Nilai normal : 4300 – 10.800 sel/mm
Pada pasien jumlah leukositny kurang dari batas normal, hal ini
dimanifestasikan dengan keadaan pasien ( neutropenia )
2.12Farmako dan Non-Farmako
Dalam pengobatan dengan klien HIV / AIDS ada beberapa prinsip-prinsip
pengobatan :
1. Pengobatan Suportif
- Pengobatan ini bertujuan untuk meningkatakan keadaan umum pasien
dengan cara pemberian gizi yang sesuai, obat sistemik, vitamin, dan
dukungan psikososial.
- Kebutuhan gizi pada pasien HIV/AIDS :
o Energi tinggi : 45-50 kkal/kg BB
o Protein : 1,1 -1,5 g/kg/BB , pada berat normal 1,5- 2 pada
BB aktual kaheksia.
o Lemak : 17-20% kaloro total
2. Pengobatan Infeksi oportunistik
- Bertujuan untuk menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi
oportunistik, nasokomial atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
3. Terapi AZT (Azidotimidin)
- Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim
pembalik transkiptase, AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4
nya <>3. Sekarang AZT tersedia untuk pasien dengan HIV positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3 .
4. Pengobatan antiretroviral
- Prinsip-prinsip pemberian ARV
1. Indikasi sesuai dengan pedoman WHO
2. Atasi dulu infeksi oportunistik
3. Hati- hati jika pasien mempunyai gangguan fungsi hati.
- Jenis obat-obatan antiretroviral
1. Attachmen inhibitor (mencegah melekatnya virus pada sel host) dan
Fusion inhibitir ( mendecah fusi membran luar virus dengan membran
sel host). Obat ini merupak obat yang baru dan masih dalam penelitian.
2. Reverse transcriptase inhibitor / RTI : Mencegah salinan RNA virus
kedalam DNA sel host.
3. Integrasi inhibitor: menghalangi kerja enzim integrasi yang berfungsi
menyambung potongan-potongan DNA untuk membentuk virus.
4. Protease inhibitor (Pis): menghalangi enzim profase yang berfungsi
memotong DNA menjadi potongan=potongan yang tepat. Dipasaran
anamya Saquinavir, ritonavir,lopinavir dll)
5. Immune Simulator :perangsang immunitas tubuh melalui elemen kimia,
termasuk interleukin-2 (IL-2), reticulose, HRG214.
6. Obat antisense : merupakan bayangan cermin-cermin kode genetik HIV
yang mengikat pd virus untuk mencegah fungsinya (HGTV 43).
5. Zidofudin : untuk pemngobatan pencegahan HIV . Diberikan secara oral
- Dosis
o Dewasa: 600 mg sehari dalam dosis terbagi ( dosis biasa adalah 200
mg setiap 8 jam atau 300 mg setiap 12 jam).
o Anak-anak : 3 bulan -12 tahun 180 mg /m2 luar permukaan tubuh
setiap 6 jam (720 mg/m2/day tidak melebihi 600 mg setiap 6 jam.
o Anak-anak : < 12 tahun sama seperti dewasa
Patofisiologi
Faktor pencetusKontak seks, kontak
darah, kontak ibu bayi, dll
HIV masuk ke dalam tubuh Netrofil
Netrofil
Neutropenia
oleh integrase endunuklease
Infeksi sel T lain
HIV berikatan Lim T, monosit,
makrofag
Hiv berdifusi dengan CD4+
Inti virus masuk ke dalam sitoplasma
RNA genom dilepas Ke sitoplasma
Sel B dihasilkan antibody spesifik
RNA virus DNA
Integrasi DNA virus + Protein Pada T4 (provirus)
Humoral Selular
Tunas virus
Virion HIV baru terbentuk (di limfoid)
APC aktifkan CD4+
AIDS
Respon imun
Diferensiasi dalam plasma
terinfeksi virus (sel T helper)
IGM dan IGG
Lawan CD4+ yg terinfeksi CD4+
IL-2 Interferon gamma IL-12
CD8 Rentan
Infeksi
Rangsangan pembentukan sel B
Tidak mengintensifikasi sistem imun
aktivitasIntoleransi aktifitas Sistem kekebalan
tubuh
Mutasi gen
Pembelahan sel berlebihanPicu sel kanker Aktifkan flora
normal
sitokininpirogenindogen set suhu oleh hipotalamus onteriorDemam
Gangguan termoregulasi
Risiko Infeksi (opurtunistik)
Sel rentan
Pengeluaran mediator kimia
Menginfeksi paru-paru Menginfeksi saluran pencernaan
Gangguan keseimbangan cairan
eksudat
Gangguan jalan napas
Gangguan suplai O2 menurun
hipoksia
Sesak napasRisiko pola napas tak efektif
Metabolism sel menurun
ATP menurunKelemahanIntoleransi aktifitas
Mukosa teriritasi Bakteri mudah masuk
Pelepasan asam amino
Sistem Imun menurun
Risiko gangguan pemenuhan nutrisi
BB < normal
Metabolisme protein
Absorpsi air menurun
Peristaltik meningkat
Diare
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Nama : Tn. A
b. Umur : 35 tahun
c. Pekerjaan : -
d. Jenis Kelamin : -
e. Agama : -
f. Alamat : -
g. Suku Bangsa : -
2. Keluhan Utama : lemah, lemas tak bergairah
a. Sistem pernapasan : flu berat
b. Sistem kardiovaskuler : -
c. Sistem gastrointestinal : diare 40 hari
d. Sistem genitourinaria : -
e. Sistem musculoskeletal : -
f. Kulit : -
g. Sistem neurosensory : nyaris pingsan
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat alergi : -
b. Riwayat penyakit keturunan : -
c. Riwayat penggunaan obat : -
d. Riwayat infeksi : -
e. Imunisasi : -
f. Kelainan/Penyakit autoimun : -
3. Pemeriksaan Fisik : -
a. Keadaan umum : -
b. TTV :
TD 90/60 mmHg
S : 40O C
N : 90 x/menit
R : 28 x/menit
c. Antropometri :
TB : 160 cm
BB sekarang : 50 Kg
4. Pemeriksaan Diagnostik :
ELISA WESTERNBLOT(+),
Neutropenia,
Anemia normositik normokrom,
Limfosit CD4+ 180 sel/µl.
5. Pengkajian Psikososial Sosial Cultural
a. Masalah psikis
- Integritas ego : perasaan tidak berdaya atau putus asa
- Respon psikologis : menyangkal, marah, cemas dan mudah
tersinggung
b. Masalah Sosial
i. Perasaan rendah diri dan tidak berguna di masyarakat
ii. Interaksi sosial : perasaan terisolasi/ditolak
c. Masalah Cultural
-
d. Masalah Ketergantungan
Perasaan membutuhkan pertolongan orang lain
B. ANALISIS DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : Klien mengeluh diare selama lebih dari 40 hari, 4 kali sehari sebayak 250 cc setiap BAB.
DO : -
HIV
menginfeksi saluran pencernaan
Sistem imun
Bakteri mudah masuk
Peristaltik
Absorbsi air
Diare
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2 DS :-DO : TB 160 cm BB 50 kg
HIV
Menginfeksi saluran pencernaan
Mukosa teriritasi
Pelepasan Asam Amino
Metabilisme Protein
BB < Normal
Gangguan pemenuhan nutrisi
( < kebutuhan )
Gangguan
pemenuhan nutrisi
( < kebutuhan )
3 DS :
-
DO :
S : 400C
Sistem kekebalan tubuh
Rentan Infeksi
Pengeluaran mediator kimia
Kenaikan Sitokinin
Pirogenindogen
Penaikan Set suhu oleh Hipotalamus
anterior
Demam
Gangguan
termoregulasi
(hipertermi)
Gangguan termoregulasi
(hipertermi)
4 DS:
Klien mengeluh
lemah, lemas tidak
bergairah
DO :
-
AIDS
Respon Imun
Selular
APC aktifkan CD4+
terinfeksi virus (sel T helper)
IL-12
Aktivitas
Intoleransi Aktivitas
Intoleransi Aktivitas
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan cairan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan ekskresi
yang ditandai dengan diare yang berlebihan
2. Gangguan pemenuhan nutrisi nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi
turun yang ditandai dengan BB yang berkurang dari awal/normal
3. Gangguan termoregulasi ( hipertermi) yang berhubungan dengan
peningkatan set suhu oleh hipotalamus anterior yang ditandai dengan suhu
tubuh klien 400 Celcius.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan metabolisme yang di
tandai dengan lemah dan lemas tidak bergairah
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
N
O
NDx TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Kekurangan
cairan tubuh
yang
berhubunga
n dengan
peningkatan
ekskresi
yang
ditandai
dengan diare
yang
berlebihan
Tujuan jangka pendek:
1. Meningkatkan
absopsi air.
2. Mengembalikan
kebiasaan
defekasi.
Tujuan jangka
panjang:
1. Kebutuhan cairan
dan elektrolit
yang seimbang.
1. Pertahankan
masukan
cairan
sedikitnya 3
liter, kecuali
jika ada
kontraindikas
i.
2. Kaji
kebiasaan
normal klien.
3. Berikan
antispasmodi
k
antikolinergis
atau obat
1. Mencegah
hipovolemia
2. Memberikan
dasar untuk
evaluasi
3. Menurunkan
spasme dan
mortilitas usus
4. Mengidentifika
si organism
sesuai
ketentuan
4. Dapatkan
kultur feses
dan berikan
terapi
antimikroba
sesuai
ketentuan.
5. Pantau tanda
dan gejala
dehidrasi.
patogenik.
5. Kehilangan
cairan
mengakibatkan
penurunan
volume
sirkulasi yang
menimbulkan
takikardia, kulit
dan membrane
mukosa kering,
turgor kulit
buruk, dan
haus. Deteksi
memungkinkan
pengobatan
dini.
2 Gangguan
pemenuhan
nutrisi
nutrisi
berhubunga
n dengan
intake
nutrisi turun
yang
ditandai
dengan BB
yang
Tujuan jangka pendek:
1. Perbaikan status
nutrisi.
2. Adanya
peningkatan berat
badan.
Tujuan jangka
panjang:
1. Kebutuhan nutrisi
seimbang.
Kaji terhadap
malnutrisi
dengan
mengukur
tinggi dan
berat badan,
usia, BUN,
protein serum,
albumin, kadar
transferin,
hemoglobin,
hematokrit,ene
Memberikan
pengukuran
objektif terhadap
status nutrisi
berkurang
dari
awal/normal
rgy kutan dan
pengiukuran
antropometrik.
Dapatkan
riwayat diet,
termasuk
makanan yang
disukai dan
tidak disukai
serta
intoleransi
makanan
Kaji faktor –
faktor yang
mempengaruhi
masukan oral
Konsul dengan
ahli diet untuk
menentukan
kebutuhan
nutrisi pasien
Kurangi faktor
yang
membatasi
masukan oral :
- Dorong
pasien untuk
istirahat
sebelum makan
- Rencanakan
makan
Memastikan
kebutuhan
terhadap
pendidikan
nutrisi dan
membantu
intervensi
individual
Memberikan
dasar dan arahan
untuk intervensi
Memudahkan
perencanaan
makan
Meminimalkan
keletihan yang
dapat
menurunkan
napsu makan
Menurunkan
rangsang
kecemasan
sehingga
jadwal makan
tidak terjadi
segera setelah
prosedur yang
menimbulkan
nyeri atau tidak
enak.
- Dorong
pasien untuk
makan dengan
pengunjung
atau orang lain
bila mungkin
- Dorong
pasien untuk
menyiapkan
makan
sederhana atau
untuk
mendapatkan
bantuan pada
penyiapan
makan bila
mungkin
- hidangkan
makan sedikit
demi sedikit
tapi sering : 6
kali per hari
- batasi cairan
1 jam sebelum
Membatasi
isolasi social
Membatasi
penggunaan
energy
Mencegah pasien
terlalu kenyang
Mengurangi
kekenyangan
Memberikan
protein dan kalori
makan dan
pada saat
makan
Kolaborasi
Kerjasama
dengan ilmu
gizi tentang
pemberian
suplemen
nutrisi dan
mengkonsumsi
makanan kaya
protein
( daging,
unggas, ikan )
dan
karbohidrat
( pasta, buah,
roti )
Konsul dengan
dokter tentang
makanan
pengganti
( nutrisi enteral
atau
parenteral )
Konsulkan
dengan pekerja
social atau
petugas
komunitas
tambahan
Memberikan
dukungan nutrisi
bila pasien tidak
dapat
megkonsumsi
jumlah yang
cukup per oral
Meningkatkan
ketersediaan
sumber dan
nutrisi
tentang
bantuan
financial bila
pasien tidak
dapat
mengusahakan
makanan
3 Gangguan
termoregula
si
( hipertermi)
yang
berhubunga
n dengan
peningkatan
set suhu
oleh
hipotalamus
anterior
yang
ditandai
dengan suhu
tubuh klien
400 Celcius.
Tujuan jangka Pendek :
Menurunkan suhu tubuh
Tujuan Jangka Panjang
:
Suhu tubuh stabil
1. kaji suhu
tubuh klien
2. memberikan
antipiretik sesuai
anjuran dokter
3. berikan
kompres air
hangat.
1. untuk
mengetahui status
suhu tubuh klien
2. untuk
menurunkan suhu
tubuh klien agar
kembali normal
3. akibat
vasodilatasi sel,
kulit dapat
mengeluarkan
panas dari tubuh.
4 Intoleransi
aktivitas
berhubunga
n dengan
penurunan
metabolisme
yang di
Tujuan jangka pendek:
1. Mengurangi rasa
lemas, lemah tak
bergairah.
Tujuan jangka
panjang:
1. Memantau
kegiatan klien
sehari-hari.
2. Berikan terapi
seperti
relaksasi dan
1. Memberikan
data objektif
tentang
intoleransi
aktivitas.
2. Mengurangi rasa
cemas yang
tandai
dengan
lemah dan
lemas tidak
bergairah
1. Aktivitas kembali
normal.
imajinasi
terbimbing.
3. Pemberian
ekogen sesuai
dengan
ketentuan.
4. Membantu
klien
menyusun
rutinitas
harian.
ditimbulkan dari
kelemahan dan
keadaan mudah
letih.
3. Meningkatkan
toleransi klien
terhadap
aktivitas dan
mengurangi
keadaan mudah
lemah karena
anemia
4. Untuk menjaga
keseimbanagn
antara aktivitas
dan istirahat
karena klien
mungkin tidak
mampu
mempertahanka
n aktivitas yang
lazim karena
kelemahan.
BAB 3SIMPULAN
HIV adalah bagian dari keluarga atau kelompok virus yang disebut lentivirus.
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang
timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Berkurangnya kekebalan tubuh itu sendiri
disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Oleh karena itu HIV AIDS
sangat berbahaya bagi masyarakat bila masyarakat atau pasien sendiri tidak tahu
bagaimana cara penularannya, bagaimana cara menanggulanginya, dan bagaimana cara
mencegahnya. Untuk itu kita disini sebagai perawat memiliki peran sebagai care
provider yang mana memberikan asuhan keperawatan kepada klien sesuai dengan
Kebutuhan Dasar Manusia (KDM) yang harus terpenuhi, adapun perawat sebagai
Educator yang memberikan informasi/pengetahuan kepada si klien tentang penyakitnya,
Konselor dimana perawat mambantu si klien dalam mengatasi tekanan psikologisnya,
dan masih banyak lagi peran perawat lainnya. Peran perawat disini sangat penting
dalam proses penyembuhan pasien. Perawat harus benar-benar mengerti apa yang harus
ia lakukan kepada klien dengan mempertimbangankan rasional dan prinsip etik legal
yang ada.
Daftar Pustaka
Smeltzer,suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta:EGC
WHO, Clinical Staging And Immunological Classification Of Hiv-Related Disease In
Adults And Children, France, 2007. Hal 8-15
Yayasan Spiritia, Lembaran Informasi Tentang HIV/AIDS Untuk Orang Yang Hidup
Dengan HIV/AIDS (ODHA), Jakarta, 2005.
PAPDI, Panduan pelayanan Medik, Jakarta, 2006. Hal 287-288
http://www.peutuah.com/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-hiv-aids/
http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/05/09/gangguan-sistem-imunitas/
http://www.aidsindonesia.or.id/dasar-hiv-aids/pencegahan
http://srigalajantan.wordpress.com/2009/12/14/asuhan-keperawatan-hivaids/)