Makalah Jurnal Akupuntur

34
Artikel Review Efek Anti Inflamsi Akupuntur dan Hubungannya dengan Rinitis Alergi: Review Naratif dan Model yang Diusulkan John L. McDonald, Allan W. Cripps, Peter K. Smith, Caroline A. Smith, Charlie C. Xue, dan Brenda Golianu Literatur klasik menunjukkan bahwa akupunktur telah digunakan selama ribuan tahun untuk mengobati berbagai kondisi peradangan, termasuk rinitis alergi. Penelitian terbaru menjelaskan beberapa mekanisme yang mendasari efek anti inflamasi akupunktur yaitu melalui jalur simpatis dan parasimpatis. Aksis hipothalamus-hipofisis-adrenal (HPA) telah terbukti sebagai mediator dari efek antiedema akupunktur, namun tidak berperan pada antihiperalgesia saat inflamasi berlangsung. Pada penelitian lain didapatkan efek anti inflamasi dari akpunktur termasuk aksi anti histamine dan downregulasi dari sitokin proinflamasi (seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-10), neuropeptida proinflamasi (seperti SP, CGRP, dan VIP), dan neurotropin (seperti NGF dan BDNF) yang dapat

description

jurding tht

Transcript of Makalah Jurnal Akupuntur

Page 1: Makalah Jurnal Akupuntur

Artikel Review

Efek Anti Inflamsi Akupuntur dan Hubungannya dengan Rinitis

Alergi: Review Naratif dan Model yang Diusulkan

John L. McDonald, Allan W. Cripps, Peter K. Smith, Caroline A. Smith, Charlie C.

Xue, dan Brenda Golianu

Literatur klasik menunjukkan bahwa akupunktur telah digunakan selama ribuan tahun untuk

mengobati berbagai kondisi peradangan, termasuk rinitis alergi. Penelitian terbaru

menjelaskan beberapa mekanisme yang mendasari efek anti inflamasi akupunktur yaitu

melalui jalur simpatis dan parasimpatis. Aksis hipothalamus-hipofisis-adrenal (HPA) telah

terbukti sebagai mediator dari efek antiedema akupunktur, namun tidak berperan pada

antihiperalgesia saat inflamasi berlangsung. Pada penelitian lain didapatkan efek anti

inflamasi dari akpunktur termasuk aksi anti histamine dan downregulasi dari sitokin

proinflamasi (seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, dan IL-10), neuropeptida proinflamasi (seperti SP,

CGRP, dan VIP), dan neurotropin (seperti NGF dan BDNF) yang dapat meningkatkan dan

memperpanjang respon inflamasi. Akupunktur telah dilaporkan dapat menekan ekspresi

COX-1, COX-2, dan iNOS selama percobaan induksi inflamasi. Downregulasi dari ekspresi

dan sensitifitas dari transient receptor potential vallinoid 1 (TRPV 1) setelah akupunktur

telah dilaporkan. Kesimpulannya, akupunktur mungkin dapat memicu efek anti inflamasi

melalui jalur aksi neuro-endokrino-imunologi. Banyak dari efek anti inflamasi umum

akupunktur memiliki hubungan lansung dengan rinitis alergi. Namun, penelitian lebih lanjut

diperlukan menjelaskan khususnya bagaimana mekanisme kekebalan tubuh mungkin

dipengaruhi oleh akupunktur pada rinitis alergi, dan untuk tujuan ini model yang

proporsional dianjurkan untuk memandu penelitian lebih lanjut.

Page 2: Makalah Jurnal Akupuntur

1. Pendahuluan

Di seluruh dunia, rinitis alergi diperkirakan mempengaruhi 18% pada usia 15-34

tahun dan 10% pada usia 35-54 tahun [1]. Penelitian memperkirakan rinitis alergi musiman

mempengaruhi sekitar 10% sampai 20% dari populasi umum di Amerika Serikat (USA),

dengan prevalensi yang lebih besar pada anak-anak. Diperkirakan 30-60 juta orang setiap

tahun di Amerika menderita rinitis alergi [2].

Sedangkan istilah "rinitis" menyiratkan peradangan dari selaput lendir hidung, secara

klinis rinitis dapat merujuk pada setiap gangguan hidung yang meliputi salah satu atau lebih

dari gejala: bersin, hidung gatal, pilek, dan hidung tersumbat. Rinitis dapat berupa alergi

(terpacu saat kontak dengan alergen yang terhirup) atau bukan alergi. Rinitis alergi adalah

bentuk paling umum dari rinitis kronis, hingga 87% dari pasien rinitis alergi juga bereaksi

terhadap pemicu yang bukan merupakan bahan alergen seperti udara dingin, parfum dan asap

[2].

Hubungan antara rinitis alergi dan asma telah disoroti oleh kelompok Alergic Rhinitis

and its Impact on Asthma (ARIA) yang merekomendasikan bahwa rinitis alergi dan asma

harus dianggap sebagai fenomena terkait reaktivitas jalan nafas dan diatangani menggunakan

“pendekatan terpadu jalan nafas”[3, 5, 6].

Meskipun ada bukti bahwa pengobatan akupunktur secara klinis bermanfaat untuk

pasien dengan rinitis alergi, namun sedikit pemahaman tentang mekanisme dari akupunktur

saat ini, atau penyakit peradangan kronis lain yang melibatkan perubahan baik respon imun

sistemik atau mukosa. Makalah ini akan membahas hasil penelitian saat ini tentang efek

akupunktur pada sistem kekebalan tubuh dengan penekanan pada aksi anti inflamasi dan

secara khusus efek pada imunitas mukosa di rinitis alergi. Berdasarkan pada makalah ini,

model dengan hipotesis potensial mekanisme anti inflamsi dari akupunktur untuk rinitis

alergi diusulkan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

Page 3: Makalah Jurnal Akupuntur

2. Metode Pencarian

Dua pencarian dilakukan. Pencarian pertama menyelidiki patofisiologi rinitis alergi

dengan penekanan pada peran sitokin, neuropeptida proinflamasi, dan neurotrophins.

Pencarian kedua mengidentifikasi penelitian akupunktur pada rinitis alergi dan aksi anti-

inflamasi akupunktur, terutama pada respon inflamasi alergi. Pencarian database dilakukan

dengan menggunakan Medline,PubMed, ScienceDirect, EBSCOhost,Wiley Online library,

Cochrane Database of Controlled Trials dan pencarian istilah "akupunktur," "rinitis alergi,"

"peradangan," "antiinflamasi," "neurotrophin," "neuropeptida," "cytokine,""Substansi P,"

"SP," "gen kalsitonin terkait peptida," "CGRP,""Peptida vaso-aktif usus," "VIP," "histamin,"

"TRPV1." Selain itu jurnal terkait juga dicari: Acupuncture Research (Zhen Ci Yan Jiu)

(1984–2010),World Journal of Acupuncture-Moxibustion (1992–2011), Journal of

Traditional Chinese Medicine (English edition) (1981–2011), Journal of Acupuncture and

Tui Na Science (2010), and American Journal of Acupuncture (1973–1999).

3. Mekanisme Fisiologi dan Imunitas dari Rinitis Alergi

Rinitis alergi bermanifestasi sebagai respon inflamasi alergi, reaksi yang diperantarai

IgE yang melibatkan interaksi kompleks antara sel inflamasi termasuk eosinofil dan sel mast,

pelepasan sitokin inflamasi, neuropeptida proinflamasi yang menyebabkan vasodilatasi dan

ekstravasasi plasma dan neurotropin yang memperpanjang kelangsungan hidup sel-sel

inflamasi dan berkontribusi menyebabkan hipersensitivitas [4]. Gangguan integritas epitel

hidung melalui pembelahan dari tight junction oleh aktivitas protease (karena peradangan

atau alergen udara) mengekspos ujung saraf sensorik, yang meningkatkan respon inflamasi

neurogenik, terutama pelepasan substansi P (SP) dan calcitonin gene-related peptide (CGRP)

[4].

Page 4: Makalah Jurnal Akupuntur

Fase awal respon alergi pada rinitis alergi dipicu dalam hitungan menit oleh alergen

inhalasi ketika antibodi IgE, terikat ke sel mast, dikenali sebagai alergen dan menyebabkan

degranulasi dan pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, tryptase, leukotrien,

prostaglandin D2, dan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan

interleukin 4 (IL-4) [4]. Respon fase awal umumnya ditandai dengan bersin, hidung gatal,

dan rinorea [2,4]. Bersin dan hidung gatal telah terbukti merupakan respon neural yang

diperantarai oleh histamine yang mengaktifkan reseptor histamin H1R dan transient receptor

potential vallinoid 1 (TRPV1) [7-10] (lihat Gambar 1). Rinorea terutama merupakan respon

kelenjar yang melibatkan sel epitel hidung dan juga memiliki peran pada saraf dan vascular

[7, 11]. Ekstravasasi plasma,dan vasodilatasi disebabkan oleh mediator seperti leukotrien,

prostaglandin D2, nitrat oksida, dan neuropeptida proinflamasi seperti SP, CGRP, dan

vasoaktive intestinal peptide (VIP) menyebabkan hidung tersumbat [4, 12]. Kaise et al.

menemukan bahwa, pada marmut, SP dan CGRP dilepaskan dari saraf sensorik hidung,

mungkin dirangsang oleh sel mast yang merupakan derivat histamin, sebagian memperantarai

respon fase awal [13]. Neurotrophin nerve growth factor (NGF) telah terbukti berperan pada

respon fase awal dalam respon alergi jalan nafas tetapi tidak untuk respon fase akhir pada

tikus dengan asma alergi [14].

Respon alergi fase akhir terjadi 4-8 jam setelah inisial respon fase awal, yaitu saat

sitokin dan mediator inflamasi lainnya memicu kaskade yang menyebabkan ekspresi molekul

adhesi (yang meningkatkan adhesi eosinofil ke endotel sel) dan menyebabkan infiltrasi

eosinofil, basofil, dan neutrofil ke dalam lamina propria superfisial dari mukosa hidung [4].

Gejala saat respon fase akhir mirip dengan respon fase awal tetapi dengan dominasi yang

lebih besar dari gejala hidung tersumbat [4]. SP, CGRP, dan neurokinin A (NKA) (dan

reseptor masing-masing NK-1, CGRP1, dan NK-2) didapatkan berperan saat respon fase

akhir pada sumbatan hidung oleh alergi pada marmot [13].

Page 5: Makalah Jurnal Akupuntur

Pelepasan sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan IL-4 dari degranulasi sel mast

memicu diferensiasi CD4+ T helper (Th) sel menjadi Th2 fenotipe. Respon Th2 memicu

produksi eosinofil dan perubahan fenotip limfosit B yang mengarah ke peningkatan produksi

IgE dan meningkatkan proliferasi dan aktivasi sel mast [15]. Bobot keseimbangan Th1 / Th2

terhadap Th2 mencirikan respon alergi [15].

3.1. Peran Neuropeptida dalam Inflamasi Jalan Nafas.

Neuropeptida proinflamasi nonopioid berperan pada inflamasi neurogenik dengan memicu

vasodilatasi dan ekstravasasi plasma, terutama di mukosa hidung pada rinitis alergi [11].

Mukosa hidung memiliki jaringan padat yang mengandung neuropeptida proinflamasi SP,

VIP, dan CGRP yang dapat timbul dari serabut saraf sensorik dan otonom dan dari sel

neuroendokrin yang banyak ditemukan di mukosa hidung [16]. SP juga telah terbukti

terlokalisasi dengan TRPV1 dan reseptor neurotrophin tirosin kinase A (trkA) di neuron

ganglion basalis dorsal spesifik pada jalan nafas tikus [17]. Pada neuron ganglionik

trigeminal tikus SP dan CGRP ditemukan terlokalisasi dengan TRPV1, dan juga dengan tiga

protein kompleks SNARE: synaptobrevin 1, syntaxin 1 dan SNAP 25, yang memperantarai

eksositosis CGRP dari saraf sensorik [18]. Aktivasi reseptor TRPV1 memicu produksi dan

pelepasa exositotik dari SP dan CGRP dari saraf sensoris [17, 19].

Page 6: Makalah Jurnal Akupuntur

Gambar 1: Peran transient receptor potential vallinoid 1 (TRPV1) pada fase awal rhinitis

alergi. Nerve growth factor (NGF) mengaktifkan reseptor tyrosine kinase A (TrkA) yang

pada saatnya akan meningkatkan produksi dan pelepasan substansi P (SP). Aktivasi reseptor

TrkA juga memicu sinyal melalui jalur PI3K / PIP3 untuk meningkatkan ekspresi dan

sensitivitas transient receptor potential vallinoid (TRPV1). Reseptor TRPV1 meningkatkan

produksi dan pelepasan neuropeptida proinflamasi SP dan CGRP yang bertindak secara

sinergis untuk memicu degranulasi dari sel mast prima. Histamin yang dilepaskan oleh sel

mast mengaktifkan histamin 1 reseptor (H1R) memproduksi sinyal melalui jalur fosfolipase

A2 / lipoxygenase untuk mengaktifkan TRPV1, memicu fase awal respon inflamasi alergi.

NGF: Nerve growth factor, TRPV1: transient receptor potential vallinoid 1, TrkA: tyrosine

kinase A receptor, H1R: histamine 1 receptor, SP: substance P, CGRP: calcitonin gene-

related peptide, PI3K/PIP3: phosphatidylinositol 3 kinase/phosphatidylinositol phosphate 3

pathway, PLA2/LO: phospholipase A2/lipoxygenase pathway.

Page 7: Makalah Jurnal Akupuntur

Tabel 1

Peran SP dan CGRP pada rhinitis alergi :

( i ) memicu vasodilatasi dan ekstravasasi plasma di epitel hidung (hidung tersumbat)

( ii ) SP dan CGRP bertindak sinergis dan saling berpotensiasi satu sama lain dalam

degranulasi sel mast (awal fase respon alergi) dan ekstravasasi plasma (hidung

tersumbat)

( iii ) mengaktifkan monosit untuk melepaskan sitokin proinflamasi (respon fase awal

alergi)

( iv ) meningkatkan akumulasi eosinofil di mukosa hidung saat terpapar alergen berulang

( v ) SP memicu produksi dan pelepasan NGF

Dalam inflamasi saluran napas (termasuk asma alergi dan rhinitis alergi) kadar SP dan

CGRP di air liur dan sekret hidung meningkat [16, 20]. SP di mukosa hidung manusia

meningkatkan akumulasi eosinophil saat terpapar alergen berulang pada rhinitis alergi [21].

SP dan CGRP keduanya mengaktifkan monosit untuk melepaskan sitokin proinflamasi: TNF-

α, IL-1β, IL-6, dan IL-10 [22, 23]. Mekanisme neuropeptida seperti SP mampu memodulasi

fungsi sel-B tergantung pada aktivasi sel T oleh sitokin immunoregulatory seperti IL-5 dan

TGFβ [24]. SP juga telah dilaporkan dapat meng-upregulasi ekspresi makrofag inflamasi

protein 1β (MIP-1β) dalam limfosit T manusia (in vitro) [25]. SP dan CGRP sering bertindak

secara sinergis dan saling berpotensiasi pada edema inflamasi, saat ekstravasasi plasma

selama inflamasi saluran napas dan degranulasi sel mast [26-28] (lihat Tabel 1). Aktivasi

NGF dari afinitas tinggi reseptor NGF trkA dapat menghasilkan produksi dan pelepasan SP,

sedangkan SP, pada gilirannya, dapat memicu produksi dan pelepasan NGF [17, 20, 29].

NGF juga dapat memicu konten CGRP dan melepaskan dari ekspresi TRPV1 neuron

ganglion trigeminal in vitro [30] (Gambar 1).

Page 8: Makalah Jurnal Akupuntur

Dari bukti ini dapat dilihat neuropeptide proinflamasi seperti SP, CGRP, dan VIP

berinteraksi dengan berbagai sel imun termasuk limfosit T, limfosit B, makrofag, monosit,

dan sel mast untuk memodulasi inflamasi alergi pada mukosa hidung. Interaksi ini

mempengaruhi pelepasan sitokin dan mampu memodifikasi keseimbangan Th1/Th2 pada

diferensiasi sel T CD4+. Neuropeptida proinflamasi dapat bertindak secara sinergis dan

mempotensiasi sama lain. Neuropeptida dan neurotrophins proinflamasi dapat memicu

produksi dan sekresi satu sama lain, menciptakan siklus umpan balik positif (Gambar 2).

3.2. Peran Neurotrophins di Inflamasi Saluran Napas.

Neurotrophins, atau nerve growth factors, adalah protein yang mengatur kelangsungan hidup,

kematian, atau diferensiasi neuron. Fungsi utama dari neurotrophins adalah untuk memicu

pertumbuhan saraf. Kategori utama dari neurotrophins termasuk NGF, brain-derived

neurotrophic factor (BDNF), glial cell-derived neurotrophic factor (GDNF), neurotrophin 3

(NT-3), dan neurotrophin 4/5 (NT 4/5). Kepadatan persarafan mukosa hidung pada pasien

rinitis alergi dilaporkan dua kali lipat dari orang sehat [16, 31, 32]. Banyak persarafan

tambahan mengelilingi pembuluh darah arteri di lamina propria dan terutama melibatkan

VIP- yang mengandung serabut saraf parasimpatis [32-34]. Dalam rinitis alergi banyaknya

saraf ini kemungkinan untuk mengkontribusi hipersensitivitas serta memperkuat respon

inflamasi alergi. Konsentrasi NGF, BDNF, dan NT-3 meningkat secara dramatis di epitel

pernapasan selama riinitis alergi [20, 35]. Ekpresi NGF dan BDNF pada kedua hidung

dilaporkan akan meningkat secara signifikan pada pasien rinitis alergi dibandingkan dengan

pasien kontrol yang sehat setelah provokasi alergen inhalasi [36]. Pada induksi allergen

terjadi peningkatan BDNF yang berkaitan dengan peningkatan maksimal total skor gejala

nasal (TNSS), menunjukkan peran penting neurotrophin dalam modivikasi tingkat keparahan

pasien rinitis alergi [36].

Page 9: Makalah Jurnal Akupuntur

Selain memicu proliferasi neuron, neurotrophins juga memperpanjang kelangsungan

hidup eosinofil dan sel mast, sehingga memperpanjang respon inflamasi [20]. Eosinofil, sel

mast, monosit dan makrofag, pada gilirannya, semua memproduksi NGF [20, 37, 38] .Wu et

al. melaporkan bahwa sebagian besar sumber NGF di mukosa hidung manusia adalah

submukosa kelenjar dan epitel hidung, dengan eosinofil menjadi sumber sel terbesar

(sementara jumlah sel mast hanya sebagian kecil) [38] (Tabel 2).

Temuan ini menunjukkan tidak hanya peran penting dari SP, CGRP, dan VIP dalam

memicu dan memperkuat peradangan saluran napas pada alergi, tetapi juga memicu interaksi

yang kompleks antara sel-sel inflamasi, sitokin, dan neurotrophins dengan neuropeptida

proinflamasi ini (Gambar 2).

Tabel 2

Peran NGF di rhinitis alergi :

(i) meningkatkan kelimpahan neuronal di epitel hidung mengarah ke hipersensitivitas dan

meningkatkan kecenderungan hidung tersumbat

(ii) meningkatkan ekspresi dan sensitivitas reseptor TRPV1 di epitel hidung

(iii) memperpanjang kelangsungan hidup eosinofil dan sel mast ( memperpanjang respon

inflamasi )

(iv) memberikan kontribusi untuk fase awal respon alergi (tapi tidak respon fase akhir)

(v) meningkatkan produksi dan pelepasan pro- inflamasi neuropeptida SP dan CGRP

Page 10: Makalah Jurnal Akupuntur

Gambar 2 : Komunikasi yang rumit antara sel-sel inflamasi, neuropeptida, neurotrophins, dan

sitokin dalam rhinitis alergi. Substansi P (SP) dan calcitonin gene-related peptide (CGRP)

bertindak secara sinergis (bersama dengan vasoactive intestinal peptide (VIP)) untuk memicu

vasodilatasi dan ekstravasasi plasma yang menyebabkan hidung tersumbat. SP dan CGRP

juga mengaktifkan monosit untuk melepaskan sitokin proinflamasi dan memicu kontribusi

degranulasi sel mast pada respon fase awal alergi. Nerve growth factor (NGF) memicu

produksi dan pelepasan SP dan CGRP dan juga menjaga kelangsungan hidup eosinofil dan

sel mast sehingga memperpanjang respon inflamasi. CGRP : calcitonin gene-related peptide,

SP: substance P, VIP: vasoactive intestinal peptide, NKA: neurokinin A, NGF: nerve growth

factor, TNF-𝛼: tumour necrosis factor alpha, IL-1: interleukin 1, IL-4: interleukin 4, IL-6:

interleukin 6, IL-10: interleukin 10. Images courtesy of Dr P. K.Smith.

Page 11: Makalah Jurnal Akupuntur

3.3 Peran Reseptor TRPV1 di Fase Awal Inflamasi pada Alergi

Reseptor TRPV1 adalah sebuah reseptor polimodal yang diaktifkan oleh beberapa pemicu

termasuk capsaicin, suhu tinggi (42-53oC), pH ekstraseluler rendah, etanol, asam, polusi,

proton, dan lipid [17, 39]. TRPV1-sel positif ditemukan pada sel-sel epitel, sel-sel endotel

vaskular, kelenjar submukosa, dan saraf di mukosa hidung manusia [40]. TRPV1 telah

terbukti terkumpul dengan reseptor neurotrophin tyrosine kinase trk-A dan SP di saraf

ganglion basal dorsalis spesifik pada saluran napas tikus [17]. Pada saraf ganglion trigeminal

tikus, TRPV1 ditemukan terlokalisasi dengan dengan SP, CGRP, dan SNARE protein

komplek synaptobrevin 1, syntaxin 1 dan SNAP 25 (yang memicu eksositosis dari CGRP)

[18]. Ekspresi dan sensitivitas reseptor TRPV1 dapat di-upregulasi oleh NGF yang terinduksi

reseptor trkA melalui jalur PI3K / PIP3 [41] (lihat Gambar 1). TRPV1 meningkatkan

produksi dan pelepasan exositotik dari neuropeptida pro inflamasi SP dan CGRP yang

bertindak secara sinergis untuk memicu degranulasi sel mast [17].

Histamin umumnya dianggap sebagai mediator dasar dari respon inflamasi alergi.

Histamin dilepaskan oleh sel mast terdegranulasi mengaktifkan histamin 1 receptor (H1R)

yang pada gilirannya mengaktifkan reseptor TRPV1 melalui jalur fosfolipase A2/

lipoxygenase (PLA2/LO). Aktivasi histamin yang diinduksi TRPV1 memicu respons fase

awal rinitis alergi [8]. Jalur ini diuraikan dalam Gambar 1.

4. Khasiat Klinis dan Efektivitas Akupunktur untuk Pengobatan Rinitis Alergi

Dua penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa belum ada bukti yang cukup tentang

manfaat dari akupunktur dalam terapi rinitis alergi, namun, penelitian ini dibatasi oleh

kekurangan dan kualitas penelitian yang telah dilakukan (3 dan 7 penelitian hingga 2004) [42,

43]. Systematic review dari penelitian yang lebih baru dan lebih komprehenshif (12 penelitian

sampai dengan tahun 2008 yang melibatkan 1076 pasien) menyimpulkan bahwa akupunktur

Page 12: Makalah Jurnal Akupuntur

dan moksibasi aman dan efektif untuk mengobati rinitis alergi dan mungkin memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan pengobatan rutin [44]. Systematic review lain (12

penelitian hingga 2007) menemukan bukti yang meyakinkan untuk efektivitas akupunktur

pada rinitis alergi persisten, tapi tidak ada perbedaan signifikan antara akupunktur sham dan

akupuntur asli untuk rhinitis alergi musiman [45]. Hal ini dapat disebabkan karena sedikit

penelitian yang mempublikasikan rhinitis alergi musiman.

Sejak publikasi review terbaru, bukti dari manfaat akupunkur telah lebih lanjut

didukung oleh hasil dari penelitian besar yang melibatkan dua kelompok secara acak dan satu

kelompok tidak acak, yang melibatkan 5.237 pasien dengan rinitis alergi. Brinkhaus et al.

menemukan bahwa ketika akupunktur telah ditambahkan ke perawatan medis rutin, ada

manfaat siginifikan secara statistik [46]. Skor Rhinitis Quality of Life Questionnaire (RQLQ)

meningkat setelah 3 bulan terapi akupunktur dengan peningkatan rata-rata (SE) 1,48 (0,06)

pada kelompok akupunktur, dan 0.50 (0,06) pada kelompok kontrol, dengan selisih perbaikan

0,98 (0,08) (P<0.00) [46].

5. Mekanisme Akupunktur yang Mungkin Mempengaruhi Gejala Klinis Rhinitis

Alergi

5.1. Rangkuman Mekanisme Anti Inflamasi Akupunktur yang Mungkin Terjadi

Penelitian terbaru telah menjelaskan beberapa mekanisme yang mendasari efek anti inflamasi

akupunktur. Beberapa jalur fisiologis muncul untuk menimbulkan efek anti inflamasi

akupunktur termasuk aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) [47-50], jalur simpatis (baik

melalui saraf simpatis postganglionik dan aksis simpath- edulla adrenal) [49,50], dan

mungkin jalur kolinergik parasimpatis [51-54].

Effcts anti inflamasi lain yang terkait dengan akupunktur adalah efek anti histamin

[55-58] dan downregulasi dari sitokin proinflamasi (seperti TNF-alpha IL-1β IL-6, dan IL-

Page 13: Makalah Jurnal Akupuntur

10) [59-65], dan neuropeptida proinflamasi (seperti SP, CGRP, dan VIP) [66,67].

Keterlibatan neurotransmiter opioid maupun nonopioid telah dibuktikan [68-73].

Neurotrophins (seperti NGF, BDNF, dan NT-3) yang berkontribusi pada hipersensitivitas,

serta meningkatkan dan memperpanjang respon inflamasi, telah terbukti dapat ter-

downregulasi oleh akupunktur [74-78]. Akupunktur juga telah terbukti memiliki kemampuan

untuk menekan ekspresi COX-1, COX- 2, dan iNOS selama eksperimen induksi inflamasi

[79]. Reseptor NMDA dan AMPA/KA (reseptor untuk glutamat dan aspartat) juga terlibat

dalam proses anti inflamasi pada akupunktur [80, 81]. Efek akupunktur pada TRPV1 juga

telah diperiksa. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas peran akupunktur pada

proses anti inflamasi untuk pengobatan rinitis alergi.

5.2. Aksis HPA

Effek akupunktur pada respon inflamasi telah terbukti mempengaruhi aksis HPA dalam

sejumlah penelitian hewan. Dalam model tikus yang diinduksi inflamasi dengan karagenan,

efek anti edema dari elektroakupuntur menghilang karena adanya berbagai gangguan pada

aksis HPA termasuk adrenalektomi dan antagonizing receptors for corticotropin releasing

hormone (CRH), adrenocorticotropic hormone (ACTH), atau glucocorticoids [47, 48].

Keterlibatan aksis HPA pada efek anti inflamasi akupunktur didukung dengan ditemukannya

peningkatan signifikan dari kadar ACTH dan kortikosteron pada tikus model inflamasi yang

sama sebagai respon terhadap electroacupuncture [47,48]. Sedangkan, gangguan pada aksis

HPA telah terbukti tidak memiliki pengaruh pada efek antihiperalgesia akupunktur atau efek

elektroakupuntur terhadap penghambatan migrasi leukosit (tikus model inflamasi) [47-49].

Efek akupuntur dalam menghambat edema karena inflamasi dapat melalui mekanisme aksis

HPA, termasuk mengurangi kongesti nasal pada rinitis alergi.

5.3.Jalur Simpatis

Page 14: Makalah Jurnal Akupuntur

Migrasi leukosit dipicu oleh aktivasi adrenoreseptor β-2 pada leukosit disebabkan karena

pelepasan noradrenalin dari neuron postganglionik simpatik sebagai respon terhadap

elektroakupuntur frekuensi rendah [49, 50]. Elektroakupuntur frekuensi rendah mengarah

pada supresi edema pada tikus model terinduksi karagenan, yang dipicu melalui neuron

postganglionik simpatik [50]. Sebaliknya, elektroakupuntur frekuensi tinggi juga memiliki

efek antiinflamasi yang signifikan, proses ini melalui aksis medula sympathoadrenal [50].

Jalur simpatis dari akupunktur menghambat edema akibat inflamasi dan juga terlibat dalam

mengurangi hidung tersumbat pada rinitis alergi.

5.4. Jalur parasimpatik kolinergik.

Jalur anti-inflamasi parasimpatis yang dimediasi oleh asetilkolin (Ach) telah dibuktikan

dalam penelitian, tidak berhubungan dengan akupunktur. Ach dikeluarkan oleh nervus vagus

mengikat α7-nicotinic reseptor (α7nAChR) pada makrofag yang menghambat pelepasan

sitokin proinflamasi [51-54]. Telah diperkirakan bahwa jalur anti-inflamasi kolinergik ini

diaktifkan dengan akupunktur; Namun, tidak ada konfirmasi eksperimental langsung dari

hipotesis yang tersedia saat ini [51].

5.5 . Mekanisme kerja antihistamin .

Akupunktur telah dilaporkan mengurangi gatal yang disebabkan oleh histamine pada subyek

sehat [55- 57] . Akupunktur profilaksis (dilakukan 15 menit sebelum aplikasi histamin topikal

untuk kulit) terbukti secara signifikan mengurangi gatal yang disebabkan oleh histamin dan

pembentukan bentol pada subyek sehat, dibandingkan dengan titik akupunktur placebo dan

tanpa intervensi [57]. Respon hipersensitivitas tipe satu seperti gatal, bentol, dan ruam

Page 15: Makalah Jurnal Akupuntur

terhadap allergen pada pasien dengan eksim atopi juga secara signifikan dikurangi dengan

akupunktur [58].

Mekanisme yang mungkin menjelaskan cara kerja antihistamin pada akupunktur yaitu

downregulasi dari sinyal di reseptor TRPV1, yang memicu histamin menimbulkan gejala

rinitis alergi seperti gatal-gatal hidung, bersin, dan rinorea [8, 10] .

5.6. Sitokin.

Perubahan sitokin yang diduga berhubungan dengan peningkatan peradangan pada alergi

termasuk downregulasi sitokin Th2 seperti IL-4, IL-6, dan IL-10 dan sitokin proinflamasi

seperti IL-1, IL-6, dan IL -10 disertai dengan upregulasi sitokin Th1 seperti IL-2 dan IFN-γ.

Beberapa bukti, pergeseran keseimbangan Th1/Th2 dari Th2 telah ditunjukkan dalam

penelitian pengobatan akupunktur untuk rinitis alergi pada manusia, yaitu, penurunan yang

signifikan IL-10 dan IL-4 dan penurunan yang signifikan dalam ekspresi gen IL-1R1 [59-61]

(lihat Tabel 3). Rao dan Han melaporkan tidak ada perubahan dalam IFN-γ pada seseorang

dengan rinitis alergi; namun, dalam penelitian terbaru yang lain, Zheng et al. mendapatkan

peningkatan yang signifikan IFN- γ bersama dengan penurunan yang signifikan sitokin Th2

yaitu IL-4 dan GM-CSF (granulocyte-macrophage colony stimulating factor) [60, 62].

Setelah dua program perawatan akupunktur selama 15 detik sehari, IL-4 dan GM-CSF

menurun sementara IFN-γ meningkat (𝑃 <0,01) sampai kadar ketiga sitokin darah tepi mirip

dengan subjek kontrol yang sehat [62].

Segera setelah pengobatan akupunktur tunggal, Petti et al. melaporkan penurunan

yang signifikan IL-10, tidak ada perubahan yang signifikan dari IL-6, dan terjadi penurunan

signifikan yang tidak terduga dari IL-2 [59]. Karena efek dari pengobatan akupunktur tunggal

tidak mungkin untuk secara akurat memprediksi dampak keseluruhan akupunktur, sulit untuk

menafsirkan hasil penelitian ini.

Page 16: Makalah Jurnal Akupuntur

Dalam kondisi inflamasi lainnya, penelitian mengukur efek dari akupunktur pada Th2

dan sitokin proinflamasi dan telah ditemukan adanya penurunan yang signifikan dari IL-1β

dan TNF-α pada tikus model terinduksi karagenan [63]. Akupunktur juga telah secara

signifikan mengurangi IL-6 dan IL-10 pada penderita asma [64]. Dalam model tikus asma

eksperimental, elektroakupunkture meningkatan IL-1 dan IFNγ dan menurunkan IL-4, IL-10,

nirit oksida, dan leukotrien B4 di rongga bronkoalveolar dan jaringan paru dibandingkan

dengan kontrol serta kelompok akupuntur sham[65]. Sekresi Th2 memicu penekanan sitokin

IL-4 dan IL-13 setelah akupunktur, dalam penelitian menggunakan DNPKLH pada tikus

yang diimunisasi [82].

5.7 . Neuropeptida .

Penelitian tentang efek akupunktur pada neuropeptida dapat dibagi secara luas menjadi

penelitian tentang neuropeptida opioid dan neuropeptida proinflamasi nonopioid .

5.7.1 . Neuropeptida Opioid.

Sebagian besar penelitian tentang akupunktur yang menekan hiperalgesia karena

inflamasi tumpang tindih dengan penelitian yang lebih luas dengan aksi nosiseptik akupuntur

dan peran neuropeptida opioid pada efek ini. Neuropeptida opioid yang telah terbukti untuk

memicu efek antinociceptive akupunktur termasuk enkephalins, β - endorphin,

endomorphins, dynorphins, dan nociceptin/orphanin FQ, dan frekuensi yang berbeda dari

elektroakupunkture telah menunjukkan stimulasi dari produksi dan pelepasan neuropeptida

yang berbeda dalam cara yang sangat selektif [ 83 ].

Pada hewan percobaan, injeksi intraperitoneal Nalokson, generik antagonis reseptor

opioid, secara signifikan mengurangi efek penekanan elektroakupunkture terhadap

hiperalgesia dan migrasi leukosit [69, 84]. Namun efek elektroakupuntur dalam mengurangi

edema pada tikus model terinduksi karagenan tidak berpengaruh oleh injeksi intraperitoneal

Nalokson [68]. Temuan ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa efek

Page 17: Makalah Jurnal Akupuntur

antioedema dari akupunkture frekuensi rednah terutama diperantarai oleh aksis HPA dan

neuron postganglionik simpatik, dibandingkan melalui jalur opioid pusat atau perifer [47, 48,

50].

Peran lain yang mungkin dari neuropeptida opioid dalam akupunktur untuk rinitis

alergi adalah penghambatan neuropeptida proinflamasi nonopioid seperti SP. Enkephalin

neuropeptide opioid menghambat atau mengatur pelepasan SP dari ujung saraf perifer

melalui aktivasi reseptor opiat, menunjukkan peran yang mungkin untuk enkephalin pada

downregulasi SP oleh akupunktur [67, 71, 72].

Reseptor opioid telah diidentifikasi pada berbagai jenis sel kekebalan termasuk

limfosit B, limofsit T, sel neutral killer, granulosit, dan monosit, namun peran neuropeptida

opioid endogen dalam efek antiinflamasi dari akupunktur belum dijelaskan [73] .

5.7.2 . Neuropeptida Nonopioid Proinflamasi (SP, CGRP, VIP).

Hanya satu penelitian yang telah meneliti efek dari akupunktur pada neuropeptida

proinflamasi SP dan VIP pada penderita rinitis alergi [66]. SP and VIP diukur dalam plasma

dari darah vena menggunakan radioimmunoassay. Sebuah kelompok menerima 30 terapi dari

elektroakupunktur dibandingkan dengan kelompok yang menerima obat lain (Cetirizine 10

Page 18: Makalah Jurnal Akupuntur

mg tiga kali sehari), kedua kelompok menunjukkan hasil signifikan dalam menurunkan baik

SP dan VIP setelah terapi dibandingkan dengan sebelum terapi [66]. Kelompok

elektroakupunktur mengalami penurunan VIP lebih besar dibandingkan dengan kelompok

obat-obatan, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok dalam pengurangan

SP [66] . Penurunan kadar SP dan VIP juga erat berkorelasi dengan perbaikan dalam tanda-

tanda dan gejala klinis [66] .

Penggunaan salep topikal herbal Cina untuk titik-titik akupunktur juga telah

dilaporkan menghambat degranulasi sel mast celiac pada tikus dengan rinitis alergi [85].

Temuan ini menunjukkan bahwa penghambatan degranulasi sel mast mungkin salah satu efek

klinis yang penting dari akupunktur dalam respon fase awal pada rinitis alergi dan bahwa

penghambatan ini dapat dicapai, sebagian, karena downregulasi neuropeptida proinflamasi

seperti SP, CGRP, dan VIP (yang telah terbukti memicu degranulasi sel mast) [26-28].

5.8 . Neurotrophins , IgE dan Eosinofil.

Akupunktur telah dilaporkan dapat menaikkan dan menurunkan regulasi neurotropin;

namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang mengukur efek dari akupunktur pada rinitis

alergi [77]. Efek akupunktur terhadap neurotropin, IgE dan eosinofil diringkas dalam Tabel 4.

Page 19: Makalah Jurnal Akupuntur

5.9 . Hasil Pengukuran Klinis : Kongesti Nasal dan Kecepatan Gerakan Silia Klieren pada

Hidung.

Rhinometri akustik setelah pengobatan akupunktur tunggal untuk rinitis alergi

digunakan untuk mengukur volume yang nasal (cm3) (NV) dan total luas area hidung

minimal cross-sectional (cm2) (MCA) [93]. Peningkatan yang signifikan secara statistik pada

NV dan MCA dilaporkan segera setelah akupunktur pada kedua kelompok akupunktur aktif

dan plasebo , dengan peningkatan lebih besar pada kelompok akupunktur aktif . Pada

kelompok akupunktur aktif , peningkatan NV dan MCA bertahan selama 15 menit tetapi

tidak signifikan setelah 7,5 menit , sedangkan pada kelompok plasebo NV turun di bawah

batas setelah 7,5 menit dan MCA juga di bawah batas setelah 15 menit . Hal ini menunjukkan

bahwa pengobatan akupunktur tunggal memiliki efek langsung tapi sangat singkat dalam

menurunkan hidung tersumbat pada penderita rhinitis alergi . Dalam sebuah penelitian

terbuka pragmatis prospektif yang melibatkan 45 pasien dengan rhinitis alergi , ketika

akupunktur dibandingkan dengan obat antihistamin selama tujuh minggu , drainase silia

hidung meningkat secara signifikan pada kedua kelompok tetapi lebih cepat pada kelompok

akupunktur , baik segera setelah perawatan dan pada 3 bulan setelahnya [ 92 ].

5.10 Efek Akupunktur pada Reseptor TRPV1 di Fase Awal Respon inflamasi Alergi.

Akupunktur telah terbukti dapat menghambat sinyal TRPV1, tetapi mekanisme untuk

jalur ini masih belum jelas [94]. Dalam model nyeri pada kanker, elektroakupunktur telah

terbukti menekan TRPV1 mRNA dan peningkatan regulasi protein dalam akar dorsal ganglia

dari tikus yang dimodel kanker [94]. Dalam model nyeri inflamasi, aktivasi reseptor A1 yang

diinduksi akupunktur oleh adenosin telah terbukti penting dalam efek antinosiseptif dari

akupunktur manual [95]. Adenosin dapat langsung menghambat aktivasi TRPV1 [96]. Jalur

lain yang memungkinkan adalah down regulation dari aktivasi NGF tirosin kinase reseptor

trkA yang menggunakan jalur phosphatidylinositol 3-kinase / phosphatidylinositol fosfat 3

Page 20: Makalah Jurnal Akupuntur

(PI3K / PIP3) untuk meningkatkan ekspresi dan sensitivitas TRPV1 [41]. Dalam model nyeri

inflamasi, elektroakupunktur baru-baru ini telah menunjukkan mampu menghambat

fosforilasi PI3K tulang belakang, maka dapat mencegah produksi PIP3 dan aliran protein

kinase Akt [97]. Ini menunjukkan bahwa elektroakupunktur mampu memblokir jalur PI3K /

PIP3 yang penting untuk peningkatan ekspresi TRPV1 yang diinduksi NGF dan

sensitivitasnya. Singkatnya, akupunktur dapat menghambat ekspresi TRPV1 dan

sensitivitasnya dengan mengatur produksi dan pelepasan NGF dan / atau dengan memblokir

jalur PI3K / PIP3 antara reseptor trkA dan TRPV1. Penghambatan dari TRPV1 yang

diinduksi akupuntur dapat dicapai dengan mengatur SP dan CGRP yang pada gilirannya akan

mengurangi degranulasi sel mast sehingga mengurangi pelepasan histamin dan aktivasi

histamin dari TRPV1 melalui H1R. Jalur lain yang mungkin adalah pengaturan dari TRPV1

(terlepas dari sumber pengaturan ini) menyebabkan penurunan SP dan pelepasan CGRP, atau

mungkin ini adalah efek timbal balik negatifnya. Penghambatan akupunktur pada TRPV1

mungkin juga melibatkan pelepasan adenosin.

6. Sebuah Model Usulan untuk Mekanisme Akupunktur pada Rinitis alergi

Mengingat crosstalk yang kompleks antara sitokin, neuropeptida dan neurotrophins dalam

inflamasi alergi, bisa diambil sebuah hipotesis bahwa akupunktur mungkin mengerahkan aksi

antiinflamasi pada rhinitis alergi dengan tiga cara: pertama, dengan down-regulating atau

pengaturan Th2 dan sitokin proinflamasi dan up regulating atau mengatur sitokin Th1; kedua,

dengan down regulating neuropeptida proinflamasi (yaitu SP, VIP, dan CGRP) dan yang

terakhir, dengan downregulating neurotrophins (NGF dan BDNF) (lihat Gambar 3).

Jika akupunktur dapat terbukti memiliki efek mengatur tindakan ini pada modulasi sitokin,

neuropeptida, dan neurotrophins pada rhinitis alergi, maka modulasi ini diharapkan

berkorelasi dengan perbaikan pada tanda-tanda klinis dan gejala, termasuk pengurangan

Page 21: Makalah Jurnal Akupuntur

hipersensitivitas, bersin, hidung gatal, rhinorrhea, dan hidung tersumbat. Setiap penurunan

dominasi Th2 juga akan memberikan modulasi status alergi.

7. Kesimpulan

Peran neurotrophins dalam inflamasi neurogenik, dan pada radang saluran napas alergi

tertentu, baru-baru ini diteliti; namun, crosstalk kompleks antara neurotrophins, neuropeptida,

dan sitokin di peradangan pada saluran napas karena alergi masih kurang dipahami.

Penelitian lebih lanjut yang diperlukan untuk menjelaskan beberapa interaksi antara

neuropeptida: SP, CGRP, dan VIP dan neurotrophins NGF dan BDNF dan beberapa Th1,

Th2, dan sitokin proinflamasi pada rhinitis alergi. Akupunktur telah dilaporkan meningkatkan

hasil klinis pada pasien dengan rhinitis alergi, dan beberapa aspek aksi anti-inflamasi dari

akupunktur telah dipelajari. Sedikit penelitian sampai saat ini telah meneliti mekanisme

dimana akupunktur dapat memodulasi respon kekebalan tubuh dalam saluran napas atas

untuk meningkatkan hasil klinis pada pasien dengan rhinitis alergi. Meskipun tindakan

beberapa neuropeptida dalam efek antinosiseptif dari akupunktur telah dipelajari secara

ekstensif, kontribusi yang mungkin bahwa baik neuropeptida opioid dan non-opioid dapat

mengarah ke inflamasi, khususnya inflamasi alergi, belum diklarifikasi. Disarankan dalam

model teoritis kami itu, pada subyek dewasa dengan rhinitis alergi, akupunktur mungkin

mengatur neuropeptida proinflamasi tertentu dan neurotrophins sitokin serta juga Th2 dan

sitokin proinflamasi, sehingga menghasilkan pergeseran keseimbangan Th1 / Th2 dari sel T

helper menuju Th1. Dengan ini diambil hipotesis bahwa aksi ini diharapkan dapat

meringankan tanda-tanda klinis dan gejala rinitis alergi. Penelitian lebih lanjut, dipandu oleh

model ini, dibutuhkan (menggunakan model hewan maupun model manusia) untuk

Page 22: Makalah Jurnal Akupuntur

mengeksplorasi efek dari akupunktur pada tingkat sel di kaskade inflamasi yang dijelaskan di

atas, serta efek klinis dari pengobatan ini dalam mengurangi gejala-gejala dari waktu ke

waktu.