Makalah Jonathan

32
Diagnosis Prenatal dan Konseling Genetik Ibu Hamil dengan Risiko Sindrom Down Jonathan Rambang NIM : 10.2012.072 Kelompok A6 Email : [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat No. Telp : (021)56942061 *Mahasiswa Semester Tujuh Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Pendahuluan Kelainan genetik merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelainan pada gen atau kromosom. Jumlah kromosom pada individu normal adalah 46 kromosom atau 23 pasang kromosom. Kromosom itu sendiri adalah struktur terorganisir dari DNA dan protein yang ditemukan dalam sel. Kelainan kromosom dapat berupa kelainan dalam jumlah ataupun kelainan dalam struktur itu sendiri. Setiap perubahan dalam jumlah kromosom normal manusia yang berjumlah 46 disebut aneuploidy. Seorang yang hanya mempunyai satu dan tidak sepasang 1

description

n

Transcript of Makalah Jonathan

Diagnosis Prenatal dan Konseling Genetik Ibu Hamil dengan Risiko

Sindrom Down

Jonathan Rambang

NIM : 10.2012.072

Kelompok A6

Email : [email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat

No. Telp : (021)56942061

*Mahasiswa Semester Tujuh Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Kelainan genetik merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelainan pada gen atau kromosom.

Jumlah kromosom pada individu normal adalah 46 kromosom atau 23 pasang kromosom.

Kromosom itu sendiri adalah struktur terorganisir dari DNA dan protein yang ditemukan dalam

sel.

Kelainan kromosom dapat berupa kelainan dalam jumlah ataupun kelainan dalam struktur itu

sendiri. Setiap perubahan dalam jumlah kromosom normal manusia yang berjumlah 46 disebut

aneuploidy. Seorang yang hanya mempunyai satu dan tidak sepasang kromosom disebut

monosomi, sedangkan penambahan satu kromosom sehingga jumlah kromosom menjadi 47

disebut trisomy.

Sindrom Down merupakan kelainan dari jumlah kromosom, yaitu trisomy pada kromosom 21.

Kelainan ini ditemukan oleh JLH Down pada tahun 1866 dengan insidensi 1 dalam 800 sampai

1000 kelahiran hidup. Dalam makalah ini dijelaskan bagaimana cara diagnosis prenatal untuk

sindrom Down, serta menjelaskan etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis,

penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan, serta edukasi dari sindrom Down.

1

Pembahasan

Anamnesis

Kasus:

Seorang ibu hamil G2P1A0, berumur 36 tahun dengan usia kehamilan sekitar 10 minggu datang

ke poli kebidanan untuk pemeriksaan Ante Natal Care pertama kali. Riwayat kehamilan

sebelumnya tidak ada kelainan dan anak pertamanya sudah berusia 5 tahun, laki-laki, dan sehat.

Anamnesis yang dapat dilakukan jika menghadapi kasus seperti ini adalah:

Menanyakan apakah ada yang bisa dibantu dan keluhan-keluhan pasien.

Menanyakan identitas suami (umur, pekerjaan, dan lain-lain)

Menanyakan riwayat pernikahan (consanguity, berapa lama menikah, berapa kali

menikah)

Menanyakan apakah sebelumnya pernah hamil

Menanyakan apakah ada riwayat keguguran.

Menanyakan bagaimana keadaan anak sebelumnya.

Menanyakan apakah ada kesulitan pada kehamilan sebelumnya.

Menanyakan apakah ada riwayat dari pihak keluarga istri dan suami yang terkena

penyakit genetic seperti sindrom Down.

Menanyakan apakah ibu tersebut pernah menderita penyakit infeksi sebelum atau terkena

paparan radiasi sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik

Umum. Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan jantung dan paru-paru, reflex, serta tanda-

tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan pernapasan. Pemeriksaan umum pada

ibu hamil bertujuan untuk menilai keadaan umum ibu, status gizi, tingkat kesadaran, serta ada

tidaknya kelainan bentuk badan.1

Pemeriksaan Kehamilan. Pemeriksaan kehamilan sebelum umur 20 minggu tidak sepenuhnya

dapat dilakukan menurut metode yang lazim sebagai berikut:2

2

a. Anamnesis

b. Pemeriksaan dengan inspeksi

c. Pemeriksaan dengan palpasi

d. Pemeriksaan dengan auskultasi2

Ini disebabkan oleh tanda kehamilan yang pasti belum seluruhnya dapat ditetapkan. Dengan

demikian, hasil pada pemeriksaan kehamilan muda masih merupakan dugaan hamil.2

Pemeriksaan inspeksi meliputi hal-hal berikut:

Inspeksi dilakukan untuk menilai keadaan ada tidaknya cloasma gravidarum pada muka/wajah,

pucat atau tidak pada selaput mata, dan ada tidaknya edema. Pemeriksaan selanjutnya adalah

pemeriksaan leher untuk menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar gondok atau kelenjar limfe.

Pemeriksaan dada untuk menilai bentuk buah dada dan pigmentasi putting susu. Pemeriksaan

perut untuk menilai apakah perut membesar ke depan atau ke samping, keadaan pusat,

pegmentasi linea alba, serta ada tidaknya striae gravidarum. Pemeriksaan vulva untuk menilai

keadaan perineum, ada tidaknya tanda Chadwick, dan adanya fluor. Kemudian pemeriksaan

ekstremitas untuk menilai ada tidaknya varises.1

Pemeriksaan Palpasi. Melakukan pemeriksaan dengan jalan melakukan perabaan pada organ

yang terkait dengan perubahan kehamilan tersebut. Palpasi abdomen khususnya: tinggi fundus

uteri dan palpasi janin intrauteri. Hal-hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan palpasi

adalah:2

Uterus membesar

Tinggi fundus mencerminkan umur kehamilan

Tanda piscacek teraba

Balotemen seluruhnya terjadi pada abdomen

Gerak janin teraba

Tanda Hegar teraba

Balotemen vaginal dapat dibuktikan2

Pemeriksaan Auskultasi untuk mendengarkan detak jantung janin, pada umur kehamilan kurang

dari 16-20 minggu masih sulit dengan menggunakan stetoskop Laenek. Pemeriksaan auskultasi 3

dengan mempergunakan Dopton sudah dapat didengar pada akhir minggu ke-12-14, sedangkan

stetoskop Laenek baru dapat didengar pada akhir minggu ke-20.2

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis prenatal dimaksudkan untuk menentukan apakah janin yang berisiko besar terhadap

beberapa penyakit genetic benar terkena. Hasil uji akan negative untuk lebih dari 95% keluarga,

sehingga mengurangi kecemasan pasangan yang terlibat sampai beberapa bulan. Diagnosis

positif memungkinkan orang tua memilih langkah tindakan mereka selanjutnya.3

Indikasi paling lazim untuk diagnosis prenatal adalah usia ibu yang lanjut. Meningginya risiko

trisomi pada anak dengan meningkatnya usia ibu bersifat relative, dan tidak ada usia khusus ibu

yang harus dianggap sebagai “lanjut”; sebagian besar RS menggunakan criteria 35 tahun. Risiko

yang spesifik-usia pada janin pengidap trisomi autosomal yang dideteksi setelah amniosentesis

meningkat dari 0,9% pada usia 35-36 tahun, sampai 7,8% pada usia 43-44 tahun.2 Bila anak yang

lahir sebelumnya terkena trisomi, risiko rekurensi kira-kira 0,5% bagi perempuan di bawah usia

35 tahun, dan setara dengan risiko spesifik-usia pada perempuan yang lebih dari 35 tahun. Orang

tua menampakkan kecemasan besar tentang kesejahteraan janin, dan dianggap perlu melakukan

diagnosis prenatal pada kehamilan berikutnya.3

Perangkat Diagnostik

1. Uji genetic prenatal (amniosentesis atau pengambilan sampel vilus korion) dapat

mengidentifikasi janin pengidap sindrom Down.4

Amniosentesis. Cara untuk mengetes kemungkinan adanya kelainan kromosom pada bayi yang

masih terdapat di dalam kandungan ibunya dinamakan amniosentesis. Cairan amnion berikut sel-

sel bebas dari fetus (bayi dalam kandungan) diambil sebanyak 10-20 cc dengan menggunakan

jarum injeksi. Waktu yang paling baik untuk melakukan amniosentesis ialah pada kehamilan 14-

16 minggu. Jika terlalu awal dilakukan, cairan amnion belum cukup banyak, sedang jika

terlambat melakukannya maka akan lebih sulit untuk membuat kultur dari sel-sel fetus yang ikut

terbawa cairan amnion.5

4

Amniosentesis hampir selalu dikerjakan

secara transabdomen karena besarnya

resiko infeksi jika dilakukan secara

transvaginal. Namun kadang-kadang

amniosentesis digunakan untuk terapi

(hidramnion). Lakukan pemeriksaan

USG segera sebelum amniosentesis untuk memandu jarum aspirasi. Keterangan minimal yang

didapat dari USG harus meliputi jumlah janin, aktivitas jantung janin, diameter biparietal janin

(dan kadang-kadang panjang femur atau lingkar perut), letak plasenta dan lokasi terbaik untuk

penempatan jarum.6

Siapkan abdomen dengan memberikan

bahan bakterisidal dan suntikan obat

anestesi local (elektif). Gunakan jarum terkecil yang cukup untuk mengambil sampel (biasanya

nomor 22) dan tusukkan jarum sedikit saja ke dalam ruang amnion. Ambilah kira-kira 15 ml

cairan untuk diagnostic. Rekamlah keadaan janin dengan USG pada akhir tindakan. Berikan

immunoglobulin-Rh untuk pasien dengan Rh-negatif yang belum tersensitisasi yang menjalani

amniosentesis.6

Cairan amnion normal jernih hingga sedikit kekuningan. Pada kehamilan lanjut, cairan amnion

dapat mengandung bintik-bintik (flek) verniks atau rambut lanugo. Jika mengandung darah,

mungkin darah ibu ikut teraspirasi. Namun, sel darah merah tidak mempengaruhi analisis

pertumbuhan sel di janin atau analisis lainnya. Periksalah cairan berwarna hijau hingga coklat

kehijauan di bawah mikroskop. Jika terlihat bahan tertentu (mekonium) dan bukan darah lama

(perdarahan janin), kemungkinan kematian janin adalah sekitar 50%.6

Sel-sel fetus setelah melalui suatu prosedur tertentu lalu dibiakkan dan 2-3 minggu kemudian

diperiksa kromosomnya untuk dibuat karyotipenya. Apabila terlihat adanya 3 buah autosom

no.21, maka secara prenatal sindrom Down sudah dapat dipastikan pada bayi itu.5

5

Gambar 1. Amniosentesis

Sumber: www.sogi.net.au

Amniosentesis merupakan suatu prosedur yang cukup aman dengan kemungkinan penyulit pasca

tindakan berupa abortus, setinggi kira-kira 0,5-1% dari seluruh tindakan. Risiko infeksi

diperkirakan terjadi pada 1-2 kejadian per 3000 tindakan. Ditengarai 10-50% kasus abortus

spontan pascaamniosentesis disebabkan oleh adanya infeksi subklinik. Penyulit lain yang

mungkin terjadi adalah kebocoran cairan

ketuban, perdarahan, dan kontraksi uterus yang

berlanjut yang diperkirakan terjadi pada 1-5%

dari seluruh prosedur.7

Pengambilan Sampel Vilus Korion.

Pengambilan sampel vilus korion mencakup

pengambilan sel-sel korion, yaitu sel-sel yang

terdapat pada batas luar membrane jann. Sel-sel

tersebut diperoleh dengan menempatkan jarum

melalui abdomen terbawah atau serviks wanita

pada kehamilan antara 8 sampai 12 minggu.

Sel-sel ini tidak perlu dibiak, sehingga analisis

kromosom korion dapat dilakukan lebih dini dari 8-12 minggu gestasi. Walaupun demikian,

karena telah dilaporkan adanya kasus sporadic kelainan tungkai congenital atau kelainan lain

setelah prosedur ini, prosedur ini akhirnya dihentikan.4

Keuntungannya adalah diagnosis yang lebih awal. Kerugiannya mencakup angka kehilangan

janin terkait prosedur yang tinggi (1-2%), potensi kontaminasi sel ibu dan pengambilan sel yang

terkait plasenta bukan janin. CVS yang dilakukan pada usia ≤9 minggu berhubungan dengan

peningkatan defek reduksi ekstremitas sebanyak 3 kali lipat.8

2. Pemeriksaan darah ibu dapat mengidentifikasi janin yang berisiko tinggi mengidap sindrom

Down. Dalam sebuah uji yang disebut uji quad, empat bahan maternal yang bersirkulasi

ditubuh diukur selama trimester kedua kehamilan. Setelah didapatkan hasilnya, kasus

sindrom Down pada ibu adalah 75% pada ibu berusia kurang dari 35 tahun dan 85-90% pada

ibu berusia 35 tahun atau lebih. Bahan maternal ini meliputi:4

6

Gambar 2. Chorion Villus Sampling

Sumber: www.mayoclinic.com

a. Estrio tak-terkonjugasi (uE3). uE3 diproduksi oleh plasenta. Kadarnya menurun sekitar

25% dalam serum ibu yang kehamilannya disertai sindrom Down dibandingkan

kehamilan tanpa sindrom Down

b. Alfafetoprotein (AFP). AFP adalah protein serum utama dari janin. AFP berpindah dari

sirkulasi janin ke sirkulai maternal. Kadar AFP menurun pada serum maternal ibu yang

mengandung janin sindrom Down. Kadar AFP juga digunakan untuk mendeteksi defek

tuba neural janin dan anensefali, dan kadar AFP meningkat pada kedua defek ini.

c. Human Chorionic Gonadotropin (hCG). hCG diproduksi selama kehamilan, awalnya oleh

trofoblas dan kemudian oleh plasenta. Kadarnya dalam serum maternal lebih tinggi pada

kehamilan dengan sindrom Down dibandingkan tanpa sindrom Down.

d. Inhibin A. Inhibin A adalah suatu glikoprotein yang dibentuk selama kehamilan terutama

oleh plasenta. Inhibin A meningkat pada ibu yang mengandung janin sindroma Down.

3. Skrining ultrasound prenatal menunjukkan adanya tanda-tanda fisik janin sindrom Down,

terutama kelainan dalam ketebalan nuchal (bagian belakang leher)

4. Karyotyping genetic setelah lahir dapat memastikan diagnosis klinis sindrom Down.4

Diagnosis Banding

Dari sudut sitologi dapat dibedakan dua tipe sindroma Down:

Sindroma Down Triplo-21 atau trisomi 21, sehingga penderita memiliki 47 kromosom. Penderita

laki-laki = 47, XY, +21 sedang penderita perempuan = 47, XX, +21. Kira-kira 92,5% dari semua

kasus sindroma Down tergolong dalam tipe ini.5

Sindroma Down Translokasi. Translokasi ialah peristiwa terjadinya perubahan struktur

kromosom, disebabkan karena suatu potongan kromosom bersambungan dengan potongan

kromosom lainnya yang bukan homolognya. Pada sindroma Down translokasi, lengan panjang

dari autosom nomor 21 melekat pada autosom lain, kadang-kadang dengan autosom nomor 15

tetapi yang lebih sering dengan autosom nomor 14. Dengan demikian individu yang menderita

sindroma Down translokasi memiliki 46 kromosom. Kromosom yang mengalami translokasi

dinyatakan dengan tulisan: t(14q21q) yang dapat diartikan t = translokasi; 14q = lengan panjang

7

dari autosom 14; 21q = lengan panjang dari autosom 21 (lengan pendek dari sebuah kromosom

dinyatakan dengan huruf p). penderita dari kedua tipe sindroma Down itu identik.5

Ada fusi bagian kromosom 21 dan bagian kromosom 15, tetapi individu yang membawa

abnormalitas ini tidak akan terkena karena meskipun ia memiliki kromosom abnormal dalam hal

ini dia memiliki bagian-bagian dua kromosom yang melekat, ia masih tidak memiliki kelebihan

material kromosom. Tetapi dari anak-anaknya yang menerima kromosom abnormalnya dan juga

menerima kromosom 21 normalnya akan secara efekif trisomi, karena mereka akan menerima

kromosom 21 normal dari orangtua mereka lainnya.9

Sindrom Down tipe ini terjadi pada anak-anak dari ibu yang lebih muda dan dapat dipahami

bahwa ini tidak tergantung pada kecelakaan kromosom yang sebagian diakibatkan oleh umur

ibu, tapi disebabkan oleh pewarisan langsung kromosom abnormal. Bilamana ada riwayat

keluarga dengan sindroma Down pada kerabat, atau bilamana ada seorang ibu muda telah

melahirkan satu sindroma Down dan tampaknya akan memiliki anak-anak lagi adalah

bermanfaat untuk memeriksa kromosomnya dan kromosom suaminya. Adalah tugas dokter

untuk melaksanakan penyelidikan ini. Jika ditemukan suatu translokasi pada salah satu dari

orangtuanya, akan tampak bahwa ada peluang anak untuk mewarisi translokasi. Jika mewarisi

kedua translokasi dan satu kromosom 21 dari orangtua pengembannya, maka ia akan memiliki

sindroma Down karena memiliki kromatin ekstra, kromatin 21 lainnya berasal dari orangtua

normalnya. Tetapi, gamet abnormal terbentuk lebih jarang daripada yang normal, khususnya

pada laki-laki, sehingga jika ayahnya pengemban translokasi ramalannya tidak akan begitu

suram daripada yang diduga di atas.9

Etiologi

Sekitar 95% dari semua kasus sindrom Down dikaitkan dengan kelebihan kromosom 21

(kelompok G), sehingga disebut trisomi 21. Walaupun anak yang memiliki trisomi 21 dilahirkan

dari orang tua semua usia, secara statistic terdapat risiko yang lebih besar pada wanita lebih tua,

terutama mereka yang berusia lebih dari 35 tahun. Misalnya, pada wanita berusia 30 tahun

insidens sindrom Down sekitar 1 dalam 1500 kelahiran hidup, tetapi pada wanita berumur 40

tahun insiden sekitar 1 dalam 100. Namun, mayoritas (80%) bayiyang menderita sindrom Down

8

dilahirkan oleh wanita berusia kurang dari 35 tahun. Pada kurang dari 5% kasus, usia ayah juga

merupakan factor, terutama pada pria berusia 55 tahun atau lebih.10

Sekitar 3% sampai 4% kasus mungkin disebabkan oleh translokasi kromosom 15 dan 21 atau 22.

Tipe aberasi genetic ini biasanya diturunkan dan tidak berhubungan dengan usia orang tia yang

lanjut. Dari 1% sampai 2% individu yang menderita menunjukkan mosaisisme, yaitu sel yang

memiliki kromosom normal dan abnormal. Tingkat kerusakan fisik dan kognitif berhubungan

dengan persentase sel yang tersusun dari kromosom abnormal.10

Semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959, maka

sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian “nondisjunctional” sebagai penyebabnya,

yaitu:11

1. Genetik

Diperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap “non-disjunctional”. Bukti yang

mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang

menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak

dengan sindrom Down.

2. Radiasi

Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non-disjunctional” pada

sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan

anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelim terjadinya

konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi

dengan penyimpangan kromosom.

3. Infeksi

Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai

saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan

terjadinya “non-disjunction”

4. Autoimun

Factor lain yang juga diperkiraan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.

Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow

9

1966 secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibody tiroid pada ibu yang

melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu control yang umurnya sama.

5. Umur Ibu

Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat

menyebablan “non-disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti

meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya

konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormone, dan peningkatan

secara tajam kadar LH (Luteinizing hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormon)

secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan

terjadinya “non-disjunction”.

6. Umur ayah

Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh dari

umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down

mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi

korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.11

Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nucleolus, bahan kimia dan frekuensi

koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.11

Epidemiologi

Trisomi 21 terjadi pada semua daerah di dunia dan pada semua kelompok ras. Prevalensinya

adalah 1 dalam 700 kelahiran hidup. Insidensi ini dan aneuploidi kromosom lain meningkat

seiring dengan meningkatnya usia ibu; insidensinya adalah 1:2000 pada usia 20 tahun dan 2-5%

sesudah usia 40 tahun. Pada banyak konsepsi, trisomi 21 menyebabkan aborsi spontan. Pada

kehamilan 20 minggu, janin dengan trisomi 21 hanya mempunyai sedikit temuan-temuan fenotip

yang mendukung diagnosis; namun pada bayi cukup bulan, kebanyakan bayi yang terkena

mempunyai manifestasi klinis yang memberi kesan diagnosis.12

Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa

kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan

angka kejadian pada berbagai golongan social ekonomi adalah sama.11

10

Patofisiologi

Lahirnya anak sindrom Down itu berhubungan erat dengan umur ibu. Tidak ada korelasi yang

konsisten dengan umur ayah. Seorang perempuan lahir dengan semua oosit yang pernah

dibentuknya, yaitu berjumlah hampir tujuh juta. Semua oosit tadi berada dalam keadaan istirahat

pada profase I dari meiosis sejak sebelum ia lahir sampai mengadakan ovulasi. Dengan demikian

maka suatu oosit dapat tinggal dalam keadaaan istirahat untuk 12-45 tahun. Selama waktu yang

panjang itu, oosit dapat mengalami nondisjunction. Berhubung dengan itu penderita sindroma

Down biasanya lahir sebagai anak terakhir dari suatu keluarga besar atau dari seorang ibu yang

melahirkan pada usia agak lanjut.5

Sebaliknya, testis mengahasilkan kira-kira 200 juta spermatozoa sehari dan meiosis di dalam

spermatosit keseluruhannya membutuhkan waktu 48 jam atau kurang. Berhubung dengan itu

nondisjuction boleh dikata tidak pernah berlangsung selama spermatogenesis.5

Pada sindroma Down trisomi 21, nondisjunction dalam meiosis I menghasilkan ovum yang

mengandung dua buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa normal

yang membawa autosom 21, maka terbentuklah zigot trisomi 21.5

Ada beberapa pendapat tentang mengapa terjadi nondisjunction, yaitu:

a. Mungkin disebabkan adanya virus atau karena ada kerusakan akibat radiasi. Gangguan

ini makin mudah berpengaruh pada wanita yang berumur tua.

b. Mungkin disebabkan adanya pengandungan antibody tiroid yang tinggi

c. Sel telur akan mengalami kemunduran apabila setelah satu jam berada di dalam saluran

fallopi tidak dibuahi. Oleh karena itu para ibu yang berusia agak lanjut (melebihi umur 35

tahun) biasanya akan menghadapi risiko lebih besar untuk mendapatkan anak sindroma

Down Triple 21.5

Akan tetapi seperti diketahui, kadang-kadang dijumpai penderita sindroma Down yang hanya

memiliki 46 kromosom. Individu ini ialah penderita sindroma Down translokasi 46, t(14q21q).

setelah kromosom dari orangtuanya diselidiki terbukti bahwa ayahnya normal, tetapi ibunya

hanya memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14 dan satu autosom

translokasi 14q21q. jelaslah bahwa ibu itu merupakan “carrier” yang walaupun memiliki 11

45kromosom 45, XX, t(14q21q) ia adalah normal. Sebaliknya, laki-laki “carrier” sindroma

Down translokasi tidak dikenal dan apa sebabnya demikian, sampai sekarang tidak diketahui.5

Ibu yang menjadi “carrier” tadi, yaitu 45, XX, t(14q21q) akan membentuk sel telur dengan

berbagai kemungkinan, seperti:5

1. Sel telur yang membawa autosom 14, 21

2. Sel telur yang membawa autosom translokasi 14q21q

3. Sel telur yang membawa autosom t(14q21q), +21

4. Sel telur yang membawa autosom 14

5. Sel telur yang membawa autosom t(14q21q), +14

6. Sel telur yang membawa autosom 215

Jadi perkawinan orang laki-laki normal (46, XY) dengan perempuan “carrier” sindroma Down

translokasi yang tampak normal, yaitu 45, XX, t(14q21q) seperti kasus di muka ini diharapkan

menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotip 2 normal: 1 sindroma Down. Tambahan

atau hilangnya kromosom besar (baik trisomi atau monosomi) bersifat letal.5

Hipotesis lain mengusulkan bahwa perubahan structural, hormonal, dan imunologis yang terjadi

di uterus seiring dengan pertambahan usia menghasilkan lingkungan yang tidak mampu menolak

pertumbuhan mudigah yang cacat. Karena itu, uterus yang tua lebih besar kemungkinannya

menunjang konseptus trisomi 21 hingga aterm tanpa bergantung pada siapa (ibu atau ayah) yang

memberikan tambahan kromosom. Hipotesis ini dapat menjelaskan mengapa kesalahan

nondisjunction ayah meningkat seiring dengan peningkatan usia ibu. Namun, hipotesis ini tidak

menjelaskan mengapa insidens sindrom Down akibat tata-ulang kromosom tidak meningkat

seiring dengan pertambahan usia ibu.13

Gejala Klinis

Pola gambaran fisik bersifat khas dan memungkinkan pengenalan bahkan dalam periode

neonatal. Sebagian besar temuan wajah dan anggota gerak yang terlihat pada orang dengan

sindrom Down tidak abnormal secara sendiri-sendiri, tetapi konstelasi total gambaran itu khas.

Tabel memuat daftar frekuensi temuan fenotipik lazim yang terdapat pada bayi baru lahir.

Brakisefali, telinga kecil, fisura palpebra miring ke atas, pangkal hidung rendah, bagian tengah 12

wajah datar, pipi penuh, dan wajah meringis

saat menangis adalah ciri kraniofasial yang

paling konsisten dan bersama-sama

menghasilkan penampilan yang khas.

Walaupun lipatan epikantus dan linea

simian sering dicari dalam menentukan

sindrom ini, masing-masing hanya

mempunyai frekuensi sekitar 50%.

Brakidaktili merupakan temuan tangan yang

lebih konsisten disbanding perubahan pada

garis palmar. Garis fleksi tunggal pada jari

kelima, walaupun tidak tampak pada semua

bayi, tidak lazim terdapat pada populasi

umum dan merupakan ciri penting. Telinga

kecil (kurang dari 3,2 centimeter pada bayi baru lahir) dan hipotonia terlihat pada 90% bayi baru

lahir.3

Defek penyakit jantung congenital terjadi pada 30-50% anak dengan sindrom Down: sekitar

sepertiga lesi berupa defek bantalan endokardium; sekitar sepertiga adalah defek septum

ventrikel; terjadi defek septum atrium tipe sekundum dan juga terdapat tetralogi Fallot.

Malformasi gastrointestinal terjadi 5-7%, biasanya atresia duodenalis. Penderita sindrom Down

mempunyai peningkatan mortalitas pada usia 10 tahun pertama kehidupannya, bahkan bila

mereka yang dengan penyakit jantung tidak dimasukkan dalam analisis ini. Namun, sebanyak

90% anak tanpa defek jantung congenital hidup sampai masa remaja. Mortalitas yang lebih besar

pada masa kanak-kanak lebih banyak akibat infeksi, terutama pneumonia. Alasan atas

kerentanan ini tidak semuanya diketahui, tetapi terdapat bukti abnormalitas fungsi limfosit T.

abnormalitas anatomi system respirasi, seperti refluks gastroesofageal, hipertensi pulmonal

primer dan apnea obstruktif saat tidur, terjadi dalam frekuensi meningkat pada sindrom Down

dan mungkin sebagian bertanggung jawab terhadap meningkatnya insiden infeksi.3

Tabel 1. Gejala Klinis Sindroma Down3

13

Gambar 3. Gambaran Klinis Sindrom Down

Sumber: www.doctortipster.com

Ciri Frekuensi (%)

Kraniofasial

Mikrosefali

Oksiput datar

Pusaran rambut posterior di sentral

Telinga kecil (3,2 cm)

Kelebihan kulit tengkuk leher

Fisura palpebra miring ke atas

Lipatan epikantus

Bercak brushfield

Jembatan hidung datar

Menyeringai saat menangis

Palatum pendek dan sempit

Lidah menjulur

Garis vertical bibir bawah

Pipi penuh

Anggota gerak

Tangan lebar dan pendek

Kinodaktili, jari ke-5

Linea Simian

Dermatoglifik khas

Jarak antara jari kaki 1 dan 2 lebar

Garis telapak kaki banyak

Neurologik

Hipotonia

50

60-80

50

95

80

70-90

50-70

30-80

60-80

Sering

60-90

40-60

50

Sering

70

60

40-60

99

50-90

65

40-80

Riwayat alami sindrom Down pada masa kanak-kanak terutama ditandai oleh keterlambatan

perkembangan, retardasi pertumbuhan , dan imunodefisiensi. Keterlambatan perkembangan

biasanya sudah tampak pada usia 3-6 bulan sebagai kegagalan mencapai tahapan-tahapan

penting perkembangan sesuai-usia dan memengaruhi semua aspek fungsi motorik dan kognitif.

14

IQ rerata antara 30 dan 70 dan menurun seiring dengan pertambahan usia. Namun, derajat

retardasi mental pada orang dewasa dengan sindrom Down cukup bervariasi, dan banyak

pengidap dapat hidup semi-independen. Secara umum, keterampilan kognitif lebih terbatas

daripada kemampuan afektif, dan hanya sebagian kecil pengidap yang mengalami retardasi

berat.13

Penatalaksanaan

Anak dengan sindrom Down diperlukan penanganan secara multidisiplin. Selain penanganan

secara medis, pendidikan anak juga perlu mendapat perhatian disamping partisipasi dari

keluarganya.11

Penanganan secara medis

Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama dengan anak

normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, kedaruratan medis, serta

dukungan dan bimbingan dari keluarganya. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak

dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal:11

1. Pendengarannya

70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh

karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan tes

pendengaran secara berkala oleh ahli THT.

2. Penyakit Jantung Bawaan

30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaab. Mereka

memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.

3. Penglihatannya

Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak.

Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.

4. Nutrisi

Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan congenital yang berat lainnya, akan

terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi/prasekolah. Sebaliknya ada juga kasus

15

justru terjadi obesitas pada masa remaja atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan kerja

sama dengan ahli gizi.

5. Kelainan tulang

Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi patella,

subluksasio pangkal paha atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan yang terakhir

ini sampai menimbulkan depresi medulla spinalis, aau apabula anak memegang

kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka diperlukan pemeriksaan radiologis untuk

memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologis.

6. Lain-lain

Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi masalah

imunologi, gangguan fungsi metabolism atau kekacauan biokimiawi.11

Pada akhir-akhir ini dengan kemajuan dalam bidang biologi molekuler, maka memungkinkan

dilakukan pemeriksaan secara langsung kelainan genetic yang mendasari sindrom Down.11

Pendidikan

Ternyata anak dengan sindrom Down mampu berpartisipasi dalam belajar melalui program

intervensi dini, taman kanak-kanak dan melalui pendidikan khusus yang positif akan

berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara menyeluruh.11

Dengan intervensi dini yang dilakukan pada bayi dengan sindrom Down dan keluarganya,

menyebabkan kemajuan yang tidak mungkin dicapai oleh mereka yang tidak mengikuti program

tersebut. Pada akhir-akhir ini, terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai sebagai

pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan yang memadai bagi anak dengan

sindrom Down makin meningkat. Anak akan mendapat manfaat dari stimulasi sensoris dini,

latihan khusus yang mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, dan petunjuk agar anak mampu

berbahasa. Demikian pula dengan mengajari anak agar mampu menolong diri sendiri, seperti

belajar makan, buang air besar/kecil, mandi, berpakaian, akan member kesempatan anak untuk

belajar mandiri. Telah disepakati secara umum bahwa kualitas rangsangan lebih penting daripada

jumlah rangsangan, dalam membentuk perkembangan fisik maupun mental anak. Oleh karena itu

perlu dipergunakan stimuli-stimuli yang spesifik.11

16

Komplikasi

Defek congenital jantung atau organ lain sering terjadi berkaitan dengan sindrom Down.4

Risiko leukemia di masa kanak-kanak dapat meningkat pada anak pengidap sindrom Down. Hal

ini berkaitan dengan pengamatan bahwa sebagian bentuk leukemia dapat berhubungan dengan

defek pada kromosom 21. Pengidap sindrom Down juga biasanya menderita Alzheimer selama

empat atau lema decade kehidupannya. Hal ini berkaitan dengan hasil pengamatan bahwa

penyakit Alzheimer dapat muncul sebagian karena defek pada kromosom 21.4

Sebagian 20% janin sindrom Down mengalami abortus spontan antara masa kehamilan 10 dan

16 minggu. Banyak janin tidak berimplantasi pada endometrium atau ibu mengalami keguguran

sebelum masa kehamilan 6 sampai 8 minggu.4

Pencegahan

Konseling genetic, maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai, akan sangat

membantu mengurangi angka kejadian sindrom Down. Saat ini dengan kemajuan biologi

molecular, misalnya dengan “gene targeting” atau yang dikenal juga sebagai “homologous

recombination” sebuah gene dapat di non-aktifkan. Tidak terkecuali suatu saat nanti, gen-gen

yang terdapat di ujung lengan panjang kromosom 21 yang bertanggung jawab terhadap

munculnya fenotip sindrom Down dapat dinonaktifkan.11

Edukasi

Konseling genetic adalah proses pendidikan keluarga mengenai keadaan yang diwariskan atau

keadaan yang dapat memengaruhi masa depan anak. Konseling dimulai begitu seseorang mulai

dievaluasi, dan berlanjut terus selama dokter berkontak dengan keluarga. Tanggung jawab

komunikasi juga dapat meluas sampai masa akan datang yang tidak terhingga jika penanganan

baru ditemukan atau jika metode baru untuk skrining atau diagnosis prenatal tersedia. Cacat lahir

baik genetic atau bukan, dan keadaan-keadaan genetic mempunyai potensi dampak emosional

yang berarti pada keluarga, sering karena kemungkinan perasaan bersalah dari orangtua. Karena

gangguan ini sering kali terjadi tanpa riwayat keluarga, keluarga mungkin tidak memahami sifat

keadaan tersebut sehingga berkembang mekanisme penanganan maladaptive, yang akan

17

berpengaruh buruk pada hasil jangka panjang anak. Konseling genetic dapat membantu keluarga

memahami keadaan tersebut, mengatasi rasa takut mitos dan tersembunyi, serta lanjut proses

mengatasi secara konstruktif masalah tersebut. Konseling genetic harus meliputi pembahasan

dengan istilah yang dapat dimengerti mengenai sifat keadaan dan cara pewarisannya; jika

keadaan tersebut tidak diwariskan, hal ini harus dinyatakan secara tegas. Perkiraan risiko

rekurensi, kemungkinan diagnosis prenatal, prognosis, dan alternative penanganan juga harus

dibahas pada konseling.12

Begitu diagnosis sindrom Down ditegakkan, para dokter harus menyampaikan hal ini secara

bijaksana dan jujur. Penjelasan pertama sangat menentukan adaptasi dan sikap orangtua

selanjutnya. Dokter harus menyadari bahwa pada waktu member pejelasan yang pertama kali,

reaksi orang tia sangat bervariasi. Penjelasan pertama sebaiknya singkat, oleh karena pada waktu

itu mungkin orang tua masih belum mampu berpikir secara nalar. Mungkin pada waktu itu

mereka masih dikuasai oleh perasaan kecewa, sedih ataupun sebagai mekanisme pembelaan

dapat saja mereka bereaksi berupa harapan, tidak mau menerima atau menolak. Dokter

hendaknya memberi cukup waktu, sehingga orang tua telah lebih beradaptasi dengan kenyataan

yang dihadapi. Akan lebih baik apabila kedua orang tua hadir pada waktu kita member

penjelasan yang pertama kali, agar mereka dapat saling memberikan dukungan. Dokter harus

menjelaskan bahwa anak dengan sindrom Down adalah individu yang mempunyai hak yang

sama dengan anak normal, serta pentingnya makna kasih sayang dan pengasuhan orang tua.11

Pertemuan lanjutan diperlukan untuk memberikan penjelasan yang lebih lengkap. Waktu yang

diluangkan dokter untuk membicarakan berbagai pokok masalah, akan menyadarkan orangtua

tentang ketulusan hati dokter dalam menolong mereka dan anaknya. Orangtua harus diberi

penjelasan apa itu sindrom Down, karakteristik fisik yang diketemukan dan antisipasi masalah

tumbuh kembangnya. Orangtua harus diberitahu bahwa fungsi motorik, perkembangan mental

dan bahasa biasanya terlambat pada sindrom Down. Demikian pula kalau ada hasil analisa

kromosom, harus dijelaskan dengan berikutnya. Hal yang penting lainnya adalah menekankan

bahwa bukan ibu ataupun ayah yang dapat dipersalahkan tentang kasus ini. Akibat terhadap

kehidupan keluarga ataupun dampak pada saudara-saudaranya mungkin pula akan muncul dalam

diskusi. Mungkin orangtua tidak mau untuk menceritakan keadaan anaknya ini pada anggota

18

keluarga lainnua. Untuk itu mereka harus dibesarkan hatinya agar mau terbuka tentang masalah

ini.11

Walaupun menyampaikan masalah sindrom Down akan menyakitkan bagi orang tua penderita,

tetapi ketidakterbukaan justru akan dapat meningkatkan isolasi atau harapan-harapan yang tidak

mungkin dari orangtuanya.11

Akan lebih baik, kalau kita dapat melibatkan orang tua lain yang juga mempunyai anak dengan

sindrom Down, agar berbincang-bincang dengan orang tua yang baru punya anak dengan

kelainan yang sama tersebut. Mendengar sendiri tentang pengaaman dari orang yang senasib

biasanya lebih menyentuh perasaannya dan lebih dapat menolong secara efektif. Sehingga orang

tua akan lebih tegar dalam menghadapi kenyataan yang dihadapinya dan menerima anaknya

sebagaimana adanya.11

Prognosis

44% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68 tahun.

Berbagai factor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down ini. Yang

terpenting adalah tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini, yang

mengakibatkan 80% kematian. Kematian akibat dari penyakit jantung bawaan pada satu tahun

pertama kehidupan.11

Keadaan lain yang lebih sedikit pengaruhnya terhadap harapan hidup penderita ini adalah

meningkatnya angka kejadian leukemia pada sindrom Down, sekitar 15 kali dari populasi yang

normal. Timbulnya penyakit Alzeimer yang lebih dini pada kasus ini, akan menurunkan harapan

hidup setelah umur 44 tahun. Juga anak dengan sindrom Down ini rentan terhadap penyakit

infeksi, yang sebabnya belum diketahui.11

Sering timbul pertanyaan, apakah cacat sindroma Down itu keturunan (herediter)? Setelah dua

tipe sindroma Down dipelajari pembahasannya maka dapat diambil kesimpulan bahwa trisomi-

21 yang disebabkan karena adanya nondisjunction autosom no. 21 itu bukan keturunan,

melainkan semata-mata tergantung dari umur ibu diwaktu hamil. Sedangkan sindroma Down

yang disebabkan oleh translokasi autosom 14 atau 15 dengan autosom 21 dapat diturunkan,

19

sebab seorang perempuan (yaitu si ibu) dapat normal nampaknya tetapi sesungguhnya “carrier”

sindroma translokasi.5

Penutup

Sindrom Down merupakan suatu kelainan jumlah kromosom. Sekitar 95% dari semua kasus

sindrom Down dikaitkan dengan kelebihan kromosom 21 (kelompok G), sehingga disebut

trisomi 21. Sekitar 3% sampai 4% kasus mungkin disebabkan oleh translokasi kromosom 15 dan

21 atau 22. Prevalensinya adalah 1 dalam 700 kelahiran hidup. Lahirnya anak sindrom Down itu

berhubungan erat dengan umur ibu. Risiko melahirkan anak dengan sindrom Down meningkat

sesuai dengan bertambahnya umur ibu. Hal tersebut terjadi karena adanya kejadian

nondisjunction, yaitu gagalnya segregrasi kromosom pada saat meiosis I atau meiosis II. Anak

yang terkena sindrom Down mempunyai ciri-ciri wajah yang khas, tubuh pendek, cacat jantung,

kerentanan terhadap infeksi pernapasan, dan retardasi mental.

Konseling genetic, maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai, akan sangat

membantu mengurangi angka kejadian sindrom Down. . Konseling genetic dapat membantu

keluarga memahami keadaan tersebut, mengatasi rasa takut mitos dan tersembunyi, serta lanjut

proses mengatasi secara konstruktif masalah tersebut. Orangtua harus diberi penjelasan apa itu

sindrom Down, karakteristik fisik yang diketemukan dan antisipasi masalah tumbuh

kembangnya. Orangtua harus diberitahu bahwa fungsi motorik, perkembangan mental dan

bahasa biasanya terlambat pada sindrom Down.

Diagnosis prenatal dapat dilakukan pada ibu hamil yang memiliki risiko melahirkan bayi

sindrom Down, seperti hamil pada umur ibu 35 tahun. Dengan dilakukannya diagnosis prenatal

maka dapat diketahui diagnosis sindrom Down yang lebih dini. Perangkat diagnostiknya dapat

meliputi uji genetic jaringan fetus dengan cara pengambilan secara amnionsentesis atau CVS,

pemeriksaan darah ibu, maupun ultrasound.

44% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68 tahun.

Trisomi-21 yang disebabkan karena adanya nondisjunction autosom no. 21 itu bukan keturunan,

melainkan semata-mata tergantung dari umur ibu diwaktu hamil. Sedangkan sindroma Down

yang disebabkan oleh translokasi autosom 14 atau 15 dengan autosom 21 dapat diturunkan.

20

Daftar Pustaka

1. Hidayat AAA. Keterampilan dasar praktik klinik untuk kebidanan. Edisi ke-2. Jakarta:

Salemba Medika; 2008: 142.

2. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: EGC;

2007: 215-9.

3. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatric Rudolph voume 1. Edisi

ke-20. Jakarta: EGC; 2006: 319-42.s

4. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009: 47-63

5. Suryo. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2003: 259-71.

6. Bensom RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri & ginekologi. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;

2009: 224-5.

7. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2010: 737-43.

8. Norwitz E, Schorge J. At a glance obstetri & ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga;

2007: 81.

9. Clarke CA. Genetika manusia dan kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Widya Medika; 1996:

74-116.

10. Wong DL, Eaton MH, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Wong buku ajar

keperawatan pediatric volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2009: 713-4.

11. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995: 211-20.

12. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson esensi pediatric. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2010:

155-9.

13. McPhee SJ, Ganong WF.Patofiologi penyakit: pengantar menuju kedokteran klinis. Edisi

ke-5. Jakarta: EGC; 2011:25-31.

21