Makalah Jaringan Syaraf Tiruan (Menggunakan Metode Perceptron)

55
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan piranti pengenal/pendeteksi yang handal sangat dibutuhkan. Pengembangan teknologi pengenalan yang berupa kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) menjadi sangat penting dan membantu karena selain mempermudah, juga mempercepat pekerjaan manusia. Salah satu ilmu yang mendukung teknologi tersebut adalah Artificial Neural Network (Jaringan Syaraf Tiruan), dimana dalam sepuluh tahun terakhir pengaplikasiannya telah banyak dikembangkan di berbagai bidang dalam kehidupan manusia. Seperti contoh Aplikasi Adaptive Inteligent System adalah Sistem mengenali Panas, Hangat, dan Dingin Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dan Himpunan Fuzzy begitu juga seperti Adaptive Noise Canceling yang menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk membersihkan gangguan pada telephone (dikenal dengan echo) dan mengurangi kesalahan tranmisi modem dan lain- lain. Perkembangan perangkat lunak dan perangkat keras yang begitu pesat di era modern ini, ilmu kecerdasan buatan ini juga tidak ingin ketinggalan dengan perangkat-perangkat tersebut meskipun belum menyebar secara luas dalam masyarakat tapi bidang kecerdasan 1

description

mengidentifikasi daun apakah terkena penyakit cacar daun atau bercak daun

Transcript of Makalah Jaringan Syaraf Tiruan (Menggunakan Metode Perceptron)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan piranti pengenal/pendeteksi yang handal sangat

dibutuhkan. Pengembangan teknologi pengenalan yang berupa kecerdasan

buatan (Artificial Intelligence) menjadi sangat penting dan membantu karena

selain mempermudah, juga mempercepat pekerjaan manusia. Salah satu ilmu

yang mendukung teknologi tersebut adalah Artificial Neural Network (Jaringan

Syaraf Tiruan), dimana dalam sepuluh tahun terakhir pengaplikasiannya telah

banyak dikembangkan di berbagai bidang dalam kehidupan manusia. Seperti

contoh Aplikasi Adaptive Inteligent System adalah Sistem mengenali Panas,

Hangat, dan Dingin Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dan Himpunan Fuzzy

begitu juga seperti Adaptive Noise Canceling yang menggunakan jaringan syaraf

tiruan untuk membersihkan gangguan pada telephone (dikenal dengan echo)

dan mengurangi kesalahan tranmisi modem dan lain-lain.

Perkembangan perangkat lunak dan perangkat keras yang begitu pesat di

era modern ini, ilmu kecerdasan buatan ini juga tidak ingin ketinggalan dengan

perangkat-perangkat tersebut meskipun belum menyebar secara luas dalam

masyarakat tapi bidang kecerdasan buatan ini sudah menunjukkan hasilnya

terlihat seperti sedikit contoh yang disebutkan sebelumnya yang merupakan

hasil dari kecerdasan buatan yang telah diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

Kecerdasan buatan ini juga bisa digunakan untuk menentukan pola maupun

pendektisian dan pengenalan terhadap penyakit yang menyerang berbagai

tanaman terutama daunnya. Daun merupakan bagian dari tumbuhan yang bisa

diketahui secara langsung dengan melihat fisik daun tersebut apakah tanaman

ini atau daun ini berpenyakit atau tidak berpenyakit yaitu dengan menggunakan

kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence meteode perceptron. Metode

perceptron ini adalah metode yang cukup handal dalam jaringan syaraf tiruan

1

yaitu metode mengenali pola dengan baik, bisa dikatakan handal karena metode

perceptron ini memiliki prosedur belajar yang dapat mengahasilkan bobot yang

konvergen sehingga memungkinkan output yang didapat sesuai dengan target

tiap input pola.

Metode perceptron ini yang akan digunakan untuk mengidentifikasi daun

apakah terkena penyakit cacar daun atau bercak daun. Metode perceptron ini

cukup ampuh untuk pengenalan gejala-gejala yang terlihat secara fisik di daun

tembakau dan cengkeh dengan menggunakan pola kusus dan perhitungan

matematis yang akan kita buat untuk proses sample dan testing. Metode ini

nantinya yang akan kita pakai untuk mengenali atau mengidentifikasi penyakit

daun berupa cacar daun dan bercak daun dari gejala fisik yang ditimbulkan oleh

daun itu sendiri. Salah satu penerapan metode perceptron ini yaitu pengenalan

penyakit daun pada tanaman tembakau dan tanaman cengkeh. Disini identifikasi

kita tujukan pada bagian daun, seperti permukaan daun, warna daun, pola daun

dll. Pemilihan daun tembakau dan daun cengkeh disini didasarkan atas manfaat

yang dihasilkan oleh kedua daun tersebut yang bermanfaat untuk kebutuhan

manusia itu sendiri beberapa diantaranya seperti daun tembakau untuk

pembuatan rokok, kemudian yang terbaru ini yaitu tembakau mempunyai kasiat

sebagai reaktor protein anti kangker. Selanjutnya yaitu daun cengkeh

mempunyai manfaat banyak manfaat diantaranya adalah untuk penyedap

makanan dibidang kesehatan untuk pengobatan seperti mual, muntah-muntah,

melancarkan pencernaan, kolera, asma, sakit gigi dan lain-lain.

Pemilihan kedua daun tersebut didasarkan pada manfaat yang dimilikinya.

Daun ini sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dan merupakan hal yang

tidak rahasia lagi bagi umum mengenai manfaat kedua daun tersebut yaitu daun

tembakau dan cengkeh. Disini dengan adanya manfaat yang besar dari kedua

daun tersebut maka dengan menggunakan metode perceptron ini diharapkan

bisa menjadi referensi untuk mengetahui cara menentukan apakah kedua daun

tersebut terkena penyakit bercak daun dan cacar daun atau tidak sama sekali.

2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam makalah ini

adalah bagaimana menganalisis dan mengimplementasikan sistem berbasis

jaringan syaraf tiruan dengan menggunakan algoritma perceptron untuk

mendeteksi penyakit pada daun tembakau.

1.3 Tujuan

Berdasarkan pada perumusan masalah yang telah dibahas, tujuan

penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Menganalisis basis pengetahuan yang digunakan dalam jaringan syaraf

tiruan untuk mendeteksi penyakit pada daun tembakau.

2. Mengimplementasikan basis pengetahuan dalam mendeteksi penyakit pada

tembakau dengan menggunakan algoritma perceptron.

1.4 Manfaat

Manfaat dari makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan tentang

jaringan syaraf tiruan dengan menggunakan metode pembelajaran terawasi

yaitu perceptron dalam mendeteksi penyakit pada tembakau.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTKA

2.1 Jaringan Syaraf Tiruan

2.1.1 Komponen Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) didefinisikan sebagai suatu system pemrosesan

informasi yang mempunya karakteristik menyerupai jaringan syaraf manusia. JST

tercipta sebagai suatu generalisasi model matematis dari pemahaman manusia

(Andry, 2004).

Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang

memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi (Siang, 2005). Jaringan

syaraf tiruan merupakan sistem komputasi yang didasarkan atas pemodelan

sistem syaraf biologis (neuron) melalui pendekatan dari sifat-sifat komputasi

biologis (biological computation) (Sekarwati, 2004). Jaringan syaraf tiruan adalah

membuat model sistem komputasi yang dapat menirukan cara kerja jaringan

syaraf biologi (Subiyanto, 2000).

JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf

biologi, dengan asumsi sebagai berikut :

a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron)

b. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung

c. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau

memperlemah sinyal

d. Untuk menentukan keluaran, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi

(biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlah masukan yang

diterima. Besarnya keluaran ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu

batas ambang.

JST ditentukan oleh tiga hal sebagai berikut, yaitu :

a. Pola hubungan antar neuron disebut arsitektur jaringan

4

b. Metode untuk menentukan bobot penghubung disebut metode

pembelajaran

c. Fungsi aktivasi. (Siang, 2005)

Ada beberapa tipe jaringan syaraf, namun demikian hampir semuanya

memiliki komponen-komponen yang sama. Seperti halnya otak manusia, JST juga

terdiri dari beberapa neuron dan terdapat penghubung antara neuron-neuron

tersebut (Arif H, 2006). Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan struktur neuron

jaringan syaraf tiruan.

Gambar 2.1 Struktur Neuron Jaringan Syaraf Tiruan

(Sumber Arif H, Jaringan syaraf tiruan dan aplikasi)

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa neuron buatan sebenarnya mirip dengan

sel neuron biologis. Neuron-neuron bekerja dengan cara yang sama pula dengan

sel neuron biologis. Jaringan Syaraf Tiruan yang telah dan sedang dikembangkan

merupakan pemodelan matematika dari jaringan syaraf biologis, berdasarkan

asumsi :

1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen pemroses sederhana

yang disebut neuron.

2. Sinyal dilewatkan antar neuron yang membentuk jaringan neuron.

3. Setiap elemen pada jaringan neuron memiliki 1 (satu) pembobot. Sinyal yang

dikirimkan ke lapisan neuron berikutnya adalah informasi dikalikan dengan

pembobot yang bersesuaian.

4. Tiap-tiap neuron mengerjakan fungsi aktivasi untuk mendapatkan hasil

output masing-masing.

5

2.1.2 Aplikasi jaringan syaraf tiruan

Beberapa aplikasi jaringan syaraf tiruan yang telah dilakukan adalah

sebagai berikut :

a. Pengenalan pola (pattern recognition)

Jaringan syaraf tiruan dapat dipakai untuk mengenali pola (misal huruf,

angka, suara atau tanda tangan) yang sudah sedikit berubah. Hal ini mirip

dengan otak manusia yang masih mampu mengenali orang yang sudah

beberapa waktu tidak dijumpainya (mungkin wajah/bentuk tubuhnya sudah

sedikit berubah). Jurnal yang pernah membahas tentang pengenalan pola

diantaranya yaitu :

o Pemrosesan dan pengenalan suatu gambar dengan menggunakan

jaringan syaraf tiruan (Egmont-Petersen M, de Ridder & Handels, 2002)

o Pengenalan suatu pola yang terjadi dalam suatu kegiatan industri

(Bhagat, 2005)

b. Pemrosesan sinyal

Jaringan syaraf tiruan model ADALINE dapat dipakai untuk menekan

suatu noise yang terdapat dalam saluran telepon. Aplikasi pemrosesan sinyal

ini telah digunakan dalam beberapa jurnal, salah satunya adalah jurnal

pemrosesan sinyal dan gambar dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan

(Masters & Timothy, 1994).

c. Peramalan

Jaringan syaraf tiruan juga dapat dipakai untuk meramalkan apa yang

akan terjadi di masa yang akan dating berdasarkan pola kejadian yang telah

ada di masa lampau. Ini dapat dilakukan mengingat kemampuan jaringan

syaraf tiruan untuk mengingat dan membuat generalisasi dari apa yang

sudah ada sebelumnya. Beberapa jurnal yang pernah membahas tentang

penggunaan jaringan syaraf tiruan dalam peramalan ini diantaranya adalah :

o Proses prediksi menggunakan jaringan syaraf tiruan recurrent (Mandic &

Chambers, 2001)

6

o Pendekatan suatu pola kejadian dengan fungsi aktivasi sigmoid

Cybenko, 1989)

o Implementasi jaringan syaraf tiruan untuk memprediksi kadar gula

dalam darah (Suwarno, 2010)

Disamping bidang-bidang yang telah disebutkan di atas, jaringan syaraf

tiruan juga dapat menyelesaikan permasalahan di dalam bidang kontrol,

kedokteran, ekonomi dan lain-lain.

2.1.3 Arsitektur jaringan syaraf tiruan

Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan syaraf

tiruan, antara lain :

a. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer network)

Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan

bobot-bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian

secara langsung akan mengelolahnya menjadi output tanpa harus melalui

lapisan tersembunyi.

Gambar 2.2 Jaringan dengan Lapisan Tunggal

b. Jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net)

Jaringan dengan banyak lapisan memiliki 1 atau lebih lapisan yang

terletak diantara lapisan input dan lapisan output (memiliki 1 atau lebih

lapisan tersembunyi).

7

Gambar 2.3 Jaringan dengan Banyak Lapisan

c. Jaringan dengan lapisan kompetitif (competitive layer net)

Umumnya, hubungan antar neuron pada lapisan kompetitif ini tidak

diperlihatkan pada diagram arsitektur.

Gambar 2.4 Jaringan dengan Lapisan Kompetitif

2.1.4 Fungsi Aktivasi

Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf

tiruan, antara lain :

a. Fungsi Undak Biner (Hard Limit)

Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak (step

function) untuk mengkonversi input dari suatu variabel yang bernilai kontinu

ke suatu output biner (0 atau 1).

b. Fungsi Undak Biner (dengan threshold)

8

Fungsi undak biner menggunakan nilai ambang sering juga disebut dengan

nama fungsi nilai ambang (threshold) atau fungsi Heaviside.

c. Fungsi Bipolar (Symetric Hard Limit)

Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan undak biner, hanya saja

output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau -1.

d. Fungsi Bipolar (dengan threshold)

Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan undak biner dengan

threshold, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau -1.

2.1.5 Proses Pembelajaran

Ada 2 jenis proses pembelajaran, yaitu :

1. Pembelajaran terawasi (supervised learning)

Metode pembelajaran pada jaringan syaraf disebut terawasi jika output yang

diharapkan telah diketahui sebelumnya.

2. Pembelajaran tak terawasi (unsupervised learning)

Pada metode pembelajaran tak terawasi ini tidak memerlukan target output.

Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu

tergantung pada nilai input yang diberikan.

2.1.6 Perceptron

Perceptron termaksud salah satu bentuk jaringan syaraf yang sederhana.

Perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu tipe pola

tertentu yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear. Pada dasarnya

perceptron pada jaringan syaraf dengan satu lapisan memiliki bobot yang bisa

diatur dab suatu nilai ambang (threshold). Algoritma yang digunakan oleh aturan

perceptron ini akan mengatur parameter-parameter bebasnya melalui proses

pembelajaran. Nilai threshold (Ѳ) pada fungsi aktivasi adalah non negatif. Fungsi

aktivasi ini dibuat sedemikian rupa sehingga terjadi pembatasan antara daerah

positif dan daerah negatif (Gambar 2.5).

9

+ daerah positif

- daerah negatif-

daerah nol

X1

X2 +

Gambar 2.5 Pembatasan Linear dengan perceptron

Garis pemisah antara daerah positif dan daerah nol memiliki

pertidaksamaan :

W1X1 + W2X2 + ........ + WnXn + b > Ѳ

Sedangkan garis pemisah antara daerah negatif dengan daerah nol

memiliki pertidaksamaan :

W1X1 + W2X2 + ........ + WnXn + b < - Ѳ

Algoritma :

0. Insisialisasi semua bobot dan bias :

(untuk sederhananya atur semua bobot dan bobot bias sama dengan

nol ). Atur learning rate : α ( 0 < α ≤ 1 ).

1. Selama kondisdi herhenti bernilai false, lakukan langkah-langkah

berikut :

(i). Untuk setiap pasangan pembelajaran s-t, kerjakan :

a. Atur input dengan nilai sam dengan vektor input :

Xi = Si

b. Hitung respon untuk unit output :

y_in = b + ∑i

XiWi

10

y = { 1 ,0 ,

−1 ,¿

c. Perbaiki bobot dan bias jika terjadi error:

Jika y ≠ t maka :

Wi(baru) = Wi(lama) + α * t * Xi

b(baru) = b(lama) + α * t

Jika tidak, maka :

Wi(baru) = Wi(lama)

b(baru) = b(lama)

(ii). Tes kondisi berhenti : jika tidak terjadi perubahan bobot pada (i)

maka kondisi berhenti TRUE, namun jika masih terjadi perubahan

maka kondisi berhenti FALSE.

2.2 Bercak dan Cacar Daun Tembakau dan Daun Cengkeh

Daun cengkeh dan daun tembakau merupakan dua jenis daun yang sering

dimanfaatkan oleh masyarakat, baik itu untuk dikonsumsi langsung maupun

diolah lebih lanjut untuk menghasilkan suatu produk.

Kedua jenis daun ini banyak sekali memberikan manfaat. Pada daun

tembakau contohnnya, digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan rokok

dan dapat memproduksi protein untuk melawan sel-sel kanker . Sedangkan pada

daun cengkeh, biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanaman obat dalam

menyembuhkan penyakit seperti sakit gigi, mual, muntah, kembung, dan lain-lain

(Asian Brain, 2010). Dikarenakan memiliki berbagai manfaat itulah, kedua jenis

daun tersebut banyak diproduksi.

Namun dalam produksinya, seringkali kedua jenis daun tersebut tidak

memberikan kualitas yang baik pada saat pemilahan dari hasil penanaman para

petani. Hal ini disebabkan daun-daun tersebut telah rusak akibat adanya jamur,

bakteri atau virus dalam bentuk getah yang menghinggapi, sehingga membentuk

11

suatu bercak dan gelembung dipermukaannya yang lama kelamaan merusak

daun.

Hal ini didasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang

ilmuwan Jerman bernama Adolf Mayer terhadap daun tembakau, yang kemudian

dikembangkan lagi penelitian tersebut oleh seorang ahli virus Amerika Serikat

bernama Wendell Stanley, yang kemudian menyimpulkan bahwa bercak dan

gelembung-gelembung yang terjadi pada permukaan daun tembakau disebabkan

oleh organisme patogen bernama Tabacco Mosaic Virus (TMV).

12

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Basis Pengetahuan (Knowledge Base)

Basis pengetahuan yang digunakan dalam pengambilan kesimpulan dalam

mendeteksi penyakit pada daun tembakau adalah berupa sekumpulan ciri-ciri

atau gejala yang dapat dilihat oleh mata secara langsung pada daun cengkeh dan

daun tembakau yang mengalami penyakit bercak dan cacar daun.

Ciri-ciri atau gejala kedua penyakit daun tersebut dikelompokkan menjadi 8

jenis, yaitu :

a. Gejala A : bercak merah kecoklatan;

b. Gejala B : belang-belang;

c. Gejala C : berlubang;

d. Gejala D : bercak putih;

e. Gejala E : bercak coklat kehijauan;

f. Gejala F : bintik hitam;

g. Gejala G : gugur daun;

h. Gejala H : bercak menggelembung.

Dimana untuk Gejala A, B, C, D, E, F merupakan gejala dari penyakit bercak

daun, dan Gejala F, G, dan H adalah gejala dari penyakit cacar daun.

Di bawah ini adalah tabel 3.1 yang menunjukkan data pelatihan yang akan

digunakan pada proses berikutnya :

Tabel 3.1 Sampel Daun untuk Pelatihan

Daun ke-

Gejala A

Gejala B

Gejala C

Gejala D

Gejala E

Gejala F

Gejala G

Gejala H

Target

1 + + + + - + + - 12 + + - + - - - - 13 + - + - - - - - 14 + + - + - + - - 15 - - + + - - - + 16 - - + + - + - - 17 - + - - + + - - 1

13

8 - - + - + + + - 19 - - - - + + + - 1

10 - - - - - - - + -111 - - - - - + + + -112 - - - - - + + - -113 - - - - - + - + -114 - - - - - + - - -1

Keterangan :

Target / Output :

o Bercak Daun = 1

o Cacar Daun = -1

Input :

o Ada Gejala (+) = 1

o Tidak Ada Gejala (-) = 0

3.2 Perancangan Motor InferensiDeteksi penyakit pada daun tembakau dengan menerapkan algoritma

Artificial Neural Network dengan menggunakan metode pembelajaran terawasi

yaitu Perceptron. Data daun yang akan digunakan dalam proses JST, sebelumnya

akan dikonversi ke dalam bentuk nilai-nilai bipolar [1, -1] dan biner [1, 0], dengan

memiliki komposisi perbandingan 9 : 5 terhadap jumlah daun dan penyakit dari

kedua jenis daun tersebut. Dengan nilai ambang (threshold) sebesar 0 dan

learning rate sebesar 0,5. Dari tabel 3.1 diperoleh tabel 3.2 Sampel data

pelatihan pada daun tembakau.

Tabel 3.2 Sampel Data Pelatihan Pada Daun Tembakau.

Daun ke-

Gejala A

Gejala B

Gejala C

Gejala D

Gejala E

Gejala F

Gejala G

Gejala H

Target

1 1 1 1 1 0 1 1 0 12 1 1 0 1 0 0 0 0 13 1 0 1 0 0 0 0 0 14 1 1 0 1 0 1 0 0 15 0 0 1 1 0 0 0 1 16 0 0 1 1 0 1 0 0 1

14

7 0 1 0 0 1 1 0 0 18 0 0 1 0 1 1 1 0 19 0 0 0 0 1 1 1 0 1

10 0 0 0 0 0 0 0 1 -111 0 0 0 0 0 1 1 1 -112 0 0 0 0 0 1 1 0 -113 0 0 0 0 0 1 0 1 -114 0 0 0 0 0 1 0 0 -1

Bobot awal : w = [0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0]

Bobot bias awal : b = [0,0]

Learning rate (alfa) : 0,7

Threshold (tetha Ѳ) : 0,0

Epoh ke-1

o Data 1

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = 1

Bobot baru:

W1 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7

W2 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7

W3 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7

W4 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7

W5 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0,0 = 0,0

W6 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7

W7 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7

W8 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0,0 = 0,0

Bias baru:

b = 0,0 + 0,7 * 1,0 = 0,7

o Data 2

y_in = 0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,8

15

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 3

y_in = 0,7 + 0,7 + 0,0 + 0,7 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 4

y_in = 0,7 + 0,7 + 0,7 + 0 + 0,7 + 0 + 0,7 + 0 + 0 = 3,5

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 5

y_in = 0,7 + 0 + 0 + 0 + 0,7 + 0,7 + 0 + 0 + 0 + 0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 6

y_in = 0,7 + 0 + 0 + 0,7 + 0,7 + 0 + 0,7 + 0 + 0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 7

y_in = 0,7 + 0 + 0,7 + 0 + 0 + 0 + 0,7 + 0 + 0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 8

y_in = 0,7 + 0 + 0 + 0,7 + 0 + 0 + 0,7 + 0,7 + 0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 9

y_in = 0,7 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0,7 + 0,7 + 0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0) Target = 1

16

o Data 10

y_in = 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,7

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = -1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W3 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W4 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W5 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,0

W6 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W7 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W8 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7

Bias baru:

b = 0,7 + 0,7 * -1,0 = 0,0

o Data 11

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,7 + -0,7 = 0,7

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = -1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W3 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W4 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W5 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,0

W6 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = 0,0

W7 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = 0,0

W8 = -0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = -1,4

Bias baru : b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7

17

o Data 12

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 =- 0,7

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

o Data 13

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -2,1

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

o Data 14

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = - 0,7

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

Epoh ke-2

o Data 1

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 2

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 3

y_in = -0,7 + 0,7 + 0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,7

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 4

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0) Target = 1

18

o Data 5

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -0,7

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = 1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W2 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W3 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 1,4

W4 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 1,4

W5 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0

W6 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0

W7 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0

W8 = -1,4 + 0,7 * 1,0 * 1 = -0,7

Bias baru:

b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0

o Data 6

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 1,4 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 7

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,7

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 8

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 1,4 + 0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 9

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,0

19

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = 1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W2 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W3 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = 1,4

W4 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = 1,4

W5 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,7

W6 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,7

W7 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,7

W8 = -0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = -0,7

Bias baru:

b = 0,0 + 0,7 * 1,0 = 0,7

o Data 10

y_in = 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 0,7 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = -1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W3 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4

W4 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4

W5 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W6 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W7 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W8 = -0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = -1,4

Bias baru:

b = 0,7 + 0,7 * -1,0 = 0,0

20

o Data 11

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0 + 0,0 + 0,7 + 0,7 + -1,4 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = -1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W3 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4

W4 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4

W5 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W6 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = 0,0

W7 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = 0,0

W8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 1 = -2,1

Bias baru:

b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7

o Data 12

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = -0,7

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 13

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 2,1 = -2,8

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 14

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = -0,7

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

21

Epoh ke-3

o Data 1

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 1,4 + 1,4 + 0,0 - 0,7 - 0,7 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 2

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 3

y_in = -0,7 + 0,7 + 0 + 1,4 + 0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 4

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 5

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 1,4 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 2,1 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = 1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W2 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W3 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 1 = 2,1

W4 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 1 = 2,1

W5 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W6 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0

W7 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0

22

W8 = -2,1 + 0,7 * 1,0 * 1 = -1,4

Bias baru:

b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0

o Data 6

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 4,2

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 7

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 8

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 9

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,7

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 10

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 1,4 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 11

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 1,4 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 12

y_in = 0,0 + 0,0 + 0 + 0 + 0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,0

23

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = -1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W3 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1

W4 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1

W5 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W6 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7

W7 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7

W8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = -1,4

Bias baru:

b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7

o Data 13

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 0,7 + 0,0 – 1,4 = -2,8

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

o Data 14

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 0,7 + 0,0 + 0,0 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

Epoh ke-4

o Data 1

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 2,1 + 2,1 + 0,0 - 0,7 - 0,7 + 0,0 = 3,5

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 2

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,8

24

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 3

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 4

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 - 0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 5

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 1,4 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 6

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 7

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,7 - 0,7 + 0,0 + 0,0 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = 1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W2 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 1,4

W3 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1

W4 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1

W5 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 1,4

W6 = -0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,0

25

W7 = -0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = -0,7

W8 = -1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = -1,4

Bias baru:

b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0

o Data 8

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 1,4 + 0,0 - 0,7 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 9

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 1,4 + 0,0 - 0,7 + 0,0 = 0,7

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 10

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 1,4 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

o Data 11

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 - 1,4 = -2,1

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

o Data 12

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 = -0,7

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

o Data 13

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 1,4 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

26

o Data 14

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = -1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W2 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4

W3 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1

W4 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1

W5 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4

W6 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7

W7 = -0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = -0,7

W8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = -1,4

Bias baru:

b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7

Epoh ke-5

o Data 1

y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + -0,7 - 0,7 + 0,0 = 4,2

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 2

y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 3,5

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 3

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

27

o Data 4

y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 3,5

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 5

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 1,4 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 6

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 - 0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 7

y_in = -0,7 + 0,0 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 1,4 - 0,7 + 0,0 + 0,0 = 1,4

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 8

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 1,4 + -0,7 - 0,7 + 0,0 = 1,4

Hasil aktivasi = 1 (y_in > 0)

Target = 1

o Data 9

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 1,4 + -0,7 - 0,7 + 0,0 = -0,7

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = 1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W2 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = 1,4

W3 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1

W4 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1

28

W5 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 1 = 2,1

W6 = -0,7 + 0,7 *1,0 * 1 = 0,0

W7 = -0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,0

W8 = -1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = -1,4

Bias baru:

b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0

o Data 10

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 1,4 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

o Data 11

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 1,4 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0)

Target = -1

o Data 12

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = -1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W2 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4

W3 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1

W4 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1

W5 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1

W6 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7

W7 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7

W8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = -1,4

Bias baru:

b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7

29

o Data 13

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 0,7 + 0,0 – 1,4 = -2,8

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 14

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 - 0,7 + 0,0 + 0,0 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

Epoh ke-6

o Data 1

y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 2,1 + 2,1 + 0,0 - 0,7 - 0,7 + 0,0 = 4,2

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 2

y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 3,5

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 3

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 4

y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 5

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0) Target = 1

30

o Data 6

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 7

y_in = -0,7 + 0,0 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 8

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 2,1 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 9

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = 0,0

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = 1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7

W2 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = 1,4

W3 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1

W4 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1

W5 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 1 = 2,8

W6 = -0,7+ 0,7 * 1,0 * 1 = 0,0

W7 = -0,7+ 0,7 * 1,0 * 1 = 0,0

W8 = -1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = -1,4

Bias baru:

b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0

o Data 10

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -1,4

31

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 11

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 12

y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0

Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ ≤ y_in ≤ Ѳ)

Target = -1

Bobot baru:

W1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7

W2 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4

W3 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1

W4 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1

W5 = 2,8 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,8

W6 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7

W7 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7

W8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = -1,4

Bias baru:

b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7

o Data 13

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + -1,4 = -2,8

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 14

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

32

Epoh ke-7

o Data 1

y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 2,1 + 2,1 + 0,0 - 0,7 - 0,7 + 0,0 = 4,2

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 2

y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 3,5

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 3

y_in = -0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 4

y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 5

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = 2,1

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 6

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 7

y_in = -0,7 + 0,0 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 2,8 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

33

o Data 8

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 2,8 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = 2,8

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 9

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,8 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = 0,7

Hasil aktivasi = 1 ( y_in > 0)

Target = 1

o Data 10

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -2,1

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 11

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + -0,7 + -1,4 = -3,5

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 12

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = -2,1

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 13

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + -1,4 = -2,8

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

o Data 14

y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = -1,4

Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0)

Target = -1

34

Pada epoh ke-7 sudah tidak terjadi perubahan bobot, sehingga proses

pembelajaran dihentikan. Hasil akhir diperoleh :

Nilai bobot, W1 = 0,7; W2 = 1,4; W3 = 2,1; W4 = 2,1; W5 = 2,8; W6 = -0,7;

W7 = -0,7; dan W8 = -1,4.

Bobot bias, b = - 0,7.

Dengan demikian garis yang membatasi daerah positif dengan daerah nol

memenuhi pertidaksamaan :

0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7 > 0

Sedangkan garis yang membatasi daerah negatif dengan daerah nol

memenuhi persamaan :

0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7 < 0

3.3 Pengujian

Pada tahap ini, akan dilakukan proses pengujian akhir terhadap ke-10 data

daun yang belum diketahui output atau targetnya dengan mempergunakan hasil

bobot dari sampel data pelatihan sebelumnya. Tabel 3.3 menunjukan sampel

data pengujian untuk mendeteksi penyakit pada daun tembakau.

Tabel 3.3 Sampel Daun untuk Pengujian

Daun ke-

Gejala A

Gejala B

Gejala C

Gejala D

Gejala E

Gejala F

Gejala G

Gejala H

1 + + - - - - + -2 - + - + - + - -3 - + - + - - + -4 - - + - + - - -5 + - + - - + - -6 - - - - - + + -7 - - - - - + - +8 - - - - - + - +9 - - - - - - + +

10 - - - - - - + +

Keterangan

Input : Ada Gejala (+) = 1; Tidak Ada Gejala (-) = 0

35

Hasil dari pengujian pada tabel 3.3 akan memiliki persentase keberhasilan

100% jika output yang dihasilkan memiliki urutan 5 daun pertama adalah bercak

daun dan 5 urutan kedua adalah cacar daun.

Daun ke-1

Xn = [ 1,0 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 ]

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*1 + 1,4*1 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 – 0,7*0 – 0,7*1 – 1,4*0 – 0,7

Y = 0,7 + 0,14 – 0,7 – 0,7 = 0,7

Daun ke-1 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 0,7.

Daun ke-2

Xn = [ 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0 0,0 ]

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*0 + 1,4*1 + 2,1*0 + 2,1*1 + 2,8*0 – 0,7*1 – 0,7*0 – 1,4*0 – 0,7

Y = 0,14 + 2,1 – 0,7 – 0,7 = 2,1

Daun ke-2 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 2,1.

Daun ke-3

Xn = [ 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0 0,0 1,0 0,0 ]

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*0 + 1,4*1 + 2,1*0 + 2,1*1 + 2,8*0 – 0,7*0 – 0,7*1 – 1,4*0 – 0,7

Y = 0,14 + 2,1 – 0,7 – 0,7 = 2,1

Daun ke-3 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 2,1.

Daun ke-4

Xn = [ 0,0 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0 0,0 0,0 ]

36

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*1 + 2,1*0 + 2,8*1 – 0,7*0 – 0,7*0 – 1,4*0 – 0,7

Y = 2,1 + 2,8 – 0,7 = 4,2

Daun ke-4 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 4,2.

Daun ke-5

Xn = [ 1,0 0,0 1,0 0,0 0,0 1,0 0,0 0,0 ]

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*1 + 1,4*0 + 2,1*1 + 2,1*0 + 2,8*0 – 0,7*1 – 0,7*0 – 1,4*0 – 0,7

Y = 0,7 + 2,1 – 0,7 – 0,7 = 1,4

Daun ke-5 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 1,4.

Daun ke-6

Xn = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 1,0 0,0 ]

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 – 0,7*1 – 0,7*1 – 1,4*0 – 0,7

Y = – 0,7 – 0,7 – 0,7 = - 2,1

Daun ke-6 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,1.

Daun ke-7

Xn = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 1,0 ]

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 – 0,7*1 – 0,7*0 – 1,4*1 – 0,7

Y = – 0,7 – 1,4 – 0,7 = - 2,8

Daun ke-7 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,8.

37

Daun ke-8

Xn = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 1,0 ]

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 – 0,7*1 – 0,7*0 – 1,4*1 – 0,7

Y = – 0,7 – 1,4 – 0,7 = - 2,8

Daun ke-8 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,8.

Daun ke-9

Xn = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 1,0 ]

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 – 0,7*0 – 0,7*1 – 1,4*1 – 0,7

Y = – 0,7 – 1,4 – 0,7 = - 2,8

Daun ke-9 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,8.

Daun ke-10

Xn = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 1,0 ]

Y = 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7

Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 – 0,7*0 – 0,7*1 – 1,4*1 – 0,7

Y = – 0,7 – 1,4 – 0,7 = - 2,8

Daun ke-10 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan

nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,8.

Dari perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa proses pengujian

menghasilkan prediksi dengan tepat, yaitu 5 urutan pertama adalah bercak daun

dan 5 urutan kedua adalah cacar daun sehingga memiliki persentase

keberhasilan 100%.

38

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemaparan pada makalah ini, maka dapat disimpulkan

beberapa hal antara lain sebagai berikut:

1. Basis pengetahuan yang digunakan untuk menentukan prediksi penyakit

pada daun tembakau adalah bercak daun dan cacar daun yang merupakan

penyakit pada daun tembakau dengan bercak merah kecoklatan, belang-

belang, berlubang, bercak putih, bercak coklat kehijauan, bintik hitam, gugur

daun dan bercak menggelembung sebagai gejala dari penyakit daun

tembakau.

2. Metode Artificial network denggan menggunakan algoritma perceptron

merupakan metode untuk menentukan prediksi penyakit pada daun

tembakau. Sehingga diperoleh persamaan 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 +

2,8 X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7 > 0, untuk garis yang membatasi daerah

positif dengan daerah nol, Sedangkan garis yang membatasi daerah negatif

dengan daerah nol memiliki persamaan 0,7 X1 + 1,4 X2 + 2,1 X3 + 2,1 X4 + 2,8

X5 – 0,7 X6 – 0,7 X7 – 1,4 X8 – 0,7 < 0. Persamaan ini diperoleh dari 14 data

penyakit bercak daun dan cacar daun dengan gejala tertentu yang dimiliki

yang digunakan sebagai data pelatihan.

3. Jika suatu daun memiliki nilai yang diperoleh dari persamaan lebih besar

dibandingkan nilai threshold yaitu 0 maka daun tersebut terdeteksi dengan

penyakit bercak daun dan jika lebih kecil dari nilai threshold maka daun

terdeteksi dengan penyakit cacar daun. Hasil pengujian menggunakan data

pengujian dengan perbandingan penggunaan data sebesar 50 : 50 dari data

daun berpenyakit bercak dan cacar daun, memiliki persentase keberhasilan

sebesar 100%.

39

4.2 Saran

Berdasarkan hasil pemaparan makalah ini, maka penulis menyarankan

sebagai berikut:

1. Diharapkan pada tahap pengujian dilakukan penambahan data pengujian

dengan perbandingan penggunaan data yang tidak imbang, sehingga

memiliki tingkat keberhasilan yang lebih akurat.

40

DAFTAR PUSTAKA

Andry H. 2004. Studi Kasus Mengenai Aplikasi Multilayer Perceptron Neural

Network Pada Sistem Pendeteksi Gangguan (IDS) Berdasarkan Anomali

Suatu Jaringan. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Arif H. 2006. Jaringan Syaraf Tiruan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Penerbit

ANDI.

Ary N, Satryo PH, Wahyono. Pengenalan Huruf Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan

Menggunakan Algoritma Perceptron. Http :

//www.scrib.com/doc/13826849/pengenalan-huruf-berbasis-jaringan-

syaraf-tiruan-menggunakan-algoritma-perceptron. Yogyakarta : Universitas

Gadjah Mada.

AsianBrain.com. Cengkeh dan Manfaatnya.

http://www.anneahira.com/tanaman-obat/cengkeh.htm. [diakses Mei

2010]

Laily Fithri, Diana. 2013. Deteksi Penyakit Pada Daun Tembakau Dengan

Menerapkan Algoritma Artificial Neural Network. Jurnal SIMETRIS. Vol 3

No 1.

Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Yogyakarta :

Graha Ilmu.

41