Makalah ISPA Puskesmas Pekan Labuhan
-
Upload
adityaprakoso -
Category
Documents
-
view
255 -
download
5
description
Transcript of Makalah ISPA Puskesmas Pekan Labuhan
MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
DI
PUSKESMAS PEKAN LABUHAN, KECAMATAN MEDAN LABUHAN
Infeksi Saluran Nafas Akut
Oleh:
Aditya Prakoso
NIM. 110100111
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU
KEDOKTERAN KOMUNITAS/ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT dan junjungan kita Nabi
Muhammad SAW karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Infeksi Saluran Nafas Akut” sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Puskesmas
Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Roi Hendra Sitepu selaku Kepala Puskesmas Pekan Labuhan atas
kesediaan beliau untuk membimbing, mendukung, dan memberikan masukan kepada
penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, baik
dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di kemudian hari. Semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang kesehatan. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak
baik secara moral maupun spiritual, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 26 Juni 2016
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini penyakit ISPA masih menjadi masalah di Indonesia. ISPA
merupakan penyebab utama kematian balita. Dari sekitar 450.000 kematian balita
yang terjadi setiap tahun diperkirakan 150.000 diantaranya disebabkan karena
ISPA. Dengan kata lain setiap hari terjadi kematian balita akibat ISPA selalu
menepati kelompok penyakit terbanyak di sarana kesehatan dan ISPA Pneumonia
merupakan salah satu penyebab kematian bayi dan balita.1
Penyakit infeksi saluran pernafasan, bersama-sama dengan malnutrisi dan
diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada anak Balita di
Negara berkembang (Sharma et al., 1998).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA
setiap tahunnya. 40 %- 60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit
ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % - 30 %.
Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi
berumur kurang dari 2 bulan.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan
yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran
pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan
oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan
musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada
anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan
lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena
meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar
karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau
berlebihannya pemakaian antibiotik.1
2
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka
kejadian ISPA terutama pada Anak Balita. ISPA mengakibatkan sekitar 20% -
30% kematian anak Balita (Depkes RI, 2000). ISPA juga merupakan salah satu
penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60%
kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian
rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA (Dirjen P2ML,
2000). Host, lingkungan dan sosiokultural merupakan beberapa variabel yang
dapat mempengaruhi insiden dan keparahan penyakit infeksi saluran pernafasan
akut (Sharma et al., 1998).
Dengan melihat hal tersebut, diharapkan dokter dapat berperan dalam
pencegahan, deteksi dini, terapi maupun rehabilitasi dari infeksi saluran
pernapasan akut ini. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang
dirasakan perlu untuk dipahami melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan
diharapkan dapat bermanfaat.
3
BAB II
ANATOMI
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan dan paru-paru), dan organ adneksa
saluran pernafasan. Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai bagian bagian
tersebut diatas:2
a. HIDUNG
Merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara
pernafasan mengalami proses yaitu:
Penyaringan ( filtrasi )
Partikel-partikel yang ada dalam udara pernafasan akan disaring
khususnya partikel-partikel yang berdiameter > 2µm. Cilia
berperan sebagai filter.
Penghangatan
Kapiler pembuluh darah yang ada di lapisan mukosa hidung
berperan sebagai penghangat. Udara pernafasan yang dingin akan
dihangatkan.
Pelembaban (humidifikasi)
Udara pernafasan yang kering akan dilembabkan oleh lapisan
mukosa hidung sehingga tidak mengiritasi saluran pernafasan.
Sepertiga bagian atas hidung terdiri dari tulang dan dua pertiga
bagian bawahnya adalah kartilago yang terdiri dari dua bagian.
Bagian tengah dipisahkan oleh septum. Septum dan dinding dalam
rongga hidung dilapisi oleh membrane mukosa. Bagian depan
hidung yang terbuka keluar dilapisi oleh kulit dan folikel rambut.
Bagian belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut
nasopharing.
4
b. PHARING
Pharing atau tenggorokan berada dibelakang mulut dan rongga naal
dibagi dalam tiga bagian yaitu nasofaring, oropharing dan laringopharing.
Pharing merupakan saluran penghubung ke saluran pernafasan dan saluran
pencernaan.Normalnya bila makanan masuk melalui oropharing, epiglotis
akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak terjadi. Tonsil
merupakan pertahanan tubuh terhadap benda-benda asing (organisme)
yang masuk ke hidung dan pharing.
c. LARING
Laring berada diatas trachea, dibawah pharing. Sering kali orang
menyebut laring sebagai kotak suara karena udara yang melewati daerah
ini akan membentuk bunyi (suara).
d. TRACHEA
Terletak di bagian depan esophagus, dari mulai bagian bawah
cricoidskartilago laring dan berakhir setinggi vertebra thorakal 4 atau 5. Tr
achea bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri. Tempat
percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6 – 10 cincin kartilago.
e. BRONCHUS
Bronchus primer dimulai dari karina. Bronchus kanan lebih gemuk
dan pendek serta lebih vertikal dibandingkan dengan bronchus kiri.
Bronchus primer dibagi kedalam lima bronchus sekunder (lobus) masing-
masing lobus dikelilingi oleh jaringan penyambung, pembuluh
darah saraf, pembuluh limfatik. Bronchus dilapisi oleh cilia yang berfungsi
menangkap partikel-partikel dan mendorong sekret ke atas untuk
selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan.
f. BRONCHIOLUS
Merupakan cabang dari bronchus sekunder yang dibagi ke
dalam saluran-saluran kecil yaitu bronchiolus terminal dan bronchiolus
respirasi. Kedua bronchiolus ini mempunyai diameter < 1 mm.
5
Bronchiolus terminalis dilapisi cilia, tidak terjadi difusi di tempat ini.
Sebagian kecil difusi terjadi pada bronchiolus respirasi.
g. ALVEOLUS
Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang
dari bronchiolus respiratori. Sakus alveolis mengandung alveolus yang
merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas.
Diperkirakan paru-paru mengandung + 300 juta alveolus (luas permukaan
+ 100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler darah. Dinding alveolus
menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin) sejenis fosfolipid yang sangat
penting dalam mempertahankan ekspansi dan recoil paru. Surfaktan ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa
surfaktan yang adekuat maka alveolus akan mengalami kolaps.
h. PARU-PARU
Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh
pleura. Pleura terdiri dari pleura viseral yang langsung
membungkus/melapisi paru dan pleura parietal pada bagian luarnya.
Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang berfungsi sebagai
lubrikasi. Banyaknya cairan ini lebih kurang 10–15 cc. Lubrikasi
dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi. Peredaran darah ke
paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu:3
Arteri pulmonaris yang bercabang-cabang menjadi arteriol venula
yang akan membentuk jalinan kapiler.
Arteri bronchialis yang merupakan percabangan dari aorta torakal.
Arteri ini akan mensuplai darah untuk kebutuhan metabolisme
paru.
6
BAB III
PEMBAHASAN
III. 1 Definisi
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan
gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir
yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2000). ISPA adalah
penyakit infeksi yang menyerang salah satu dan atau lebih bagian dari
saluran napas, mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) hingga alveoli
(saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura yang disebabkan oleh masuknya kuman
(bakteri, virus atau riketsia) ke dalam organ saluran pernapasan yang
berlangsung selama 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan
proses akut dari suatu penyakit, meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14
hari. Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat. Pembagian
menurut deajat keparahan tersebut didasarkan pada gejala-gejala dan
tanda-tandanya. ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau
ISPA berat jika keadaan memungkinkan, misalnya penderita kurang
mendapat perawatan atau saat penderita dalam keadaan lemah hingga daya
tahan tubuhnya rendah. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui
oleh orang awam, sedangkan gejala ISPA sedang dan berat memerlukan
beberapa pengamatan sederhana.4
III. 2 Klasifikasi
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut
derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala
klinis yang timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA
tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut :5
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
7
a. ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
i. Batuk
ii. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
iii. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung
iv. Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 370C atau jika dahi
anak diraba dengan penggung tangan terasa panas.
b. ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai
gejala-gejala ISPA ringan disertai gejala-gejala berikut :
i. Pernapasan >50 kali per menit pada anak yang berumur >1
tahun atau > 40kali per menit pada anak yang berumur 1 tahun
atau lebih.
ii. Suhu tubuh lebih dari 390C.
iii. Tenggorokan berwarna merah.
iv. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
v. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
vi. Pernapasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit.
Dari gejala-gejala ISPA sedang, perlu berhati-hati jika anak
menderita ISPA ringan sedangkan suhu tubuhnya lebih dari
390C atau gizinya kurang baik,atau umurnya ≤4 bulan, maka
anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus mendapat
pertolongan dari petugas kesehatan.
c. ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai gejala-
gejala ISPAringan atau ISPA sedang disertai gejala berikut :
i. Bibir atau kulit membiru.
8
ii. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada
waktu bernapas.
iii. Kesadaran menurun.
iv. Pernapasan berbunyi berciut-ciut dan anak tampak gelisah.
v. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
vi. Nadi cepat, lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
vii. Tenggorokan berwarna merah.
Penderita ini harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit, karena
perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen
dan atau cairan infus.
Menurut Depkes RI (1991), Pembagian ISPA berdasarkan atas
umur dan tanda-tanda klinis yang didapat yaitu :4
1. Untuk anak umur 2 bulan-5 tahun
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA
diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :
Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, serta gizi buruk.
Adanya tarikan dinding dada kebelakang. Hal ini terjadi
bila paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya
tenaga untuk menarik nafas.
Tanda lain yang mungkin ada :
Nafas cuping hidung.
Suara rintihan.
Sianosis (pucat).
b) Pneumonia tidak berat
Tanda Utama :
Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
Di sertai nafas cepat :
9
Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.
Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
c) Bukan pneumonia
Tanda utama :
Tidak ada tarikan dinding dada kedalam.
Tidak ada nafas cepat :
Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan – 1
tahun.
Kurang dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun – 5
tahun.
2. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2
yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :
Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.
Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.
Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
b) Bukan pneumonia
Tanda utama :
Tidak ada nafas cepat.
Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
III. 3 Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit
batuk pilek pada balita di Indonesia perkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata
4 kali per tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan
batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Dari hasil pengamatan
epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan dikota cenderung
10
lebih besar dari pada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat
kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih
tinggi daripada di desa.1
ISPA merupakan penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10
penyakit utama di Negara berkembang. Di Negara berkembang, penyakit
pneumonia merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama
pada bayi berusia kurang dari 2 bulan. Dari Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat
pneumonia sebesar 42,2% dan pada balita 40,6%, sedangkan angka
mortalitas 36%.
Di Indonesia angka ini dilaporkan sekitar 3-6 kali per tahun per
anak, sekitar 40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30%
kunjungan berobat jalan dan rawat inap di rumah sakit juga disebabkan
oleh ISPA. Hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa angka mortalitas
pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki urutan pertama (36%), dan
angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua (13%). Di jawa
Tengah pada tahun 1999 penyakit ISPA selalu menduduki rangking 1 pada
10 besar penyakit pasien rawat jalan di puskesmas
III. 4 Etiologi Dan Faktor Resiko
Etiologi ISPA terdiri dari:
Bakteri :Diplococcus pneumonia,Pneumococcus,
Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, dan lain-
lain.
Virus : Rinovirus, coronavirus, adenovirus, enterovirus, (ISPA
atas virus utama), Parainfluenza, 123 coronavirus, adenovirus.
Jamur :Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplama, dan lain-
lain.
Aspirasi: Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak)
11
biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir,
benda asing
(biji-bijian, mainan plastic kecil, dan lain-lain). 6
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko, yaitu faktor
yang mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA. Secara umum
ada 3 faktor yaitu:
Keadaan social ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak.
Keadaan gizi dan cara pemberian makan.
Kebiasaan merokok dan pencemaran udara
Faktor yang meningkatkan morbiditas adalah anak usia 2 bulan,
gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pemberian Air Susu Ibu
(ASI) tidak memadai, polusi udara, kepadatan dalam rumah, imunisasi
tidak lengkap dan menyelimuti anak berlebihan.
Faktor yang meningkatkan mortalitas adalah umur kurang dari 2
bulan, tingkat social ekonomi rendah, gizi kurang, Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR), tingkat pengetahuan ibu rendah, kepadatan dalam rumah,
imunisasi tidak lengkap dan menderita penyakit kronis.
III. 5 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak
ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan
refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending
dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak
terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan
mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
12
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan
mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada
saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-
bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983).
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.
Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu
serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan
kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell,
1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann,
1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus
diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa
sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak
sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran
nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG
13
pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA)
sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat
dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.
III. 6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:
a) Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga
terakumulasi pada trakea yang kemudian menimbulkan batuk.
Batuk juga bisa terjadi karena iritasi pada bronkus. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
b) Kesulitan bernafas
Akumulasi mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas
tersumbat sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas.
c) Sakit tenggorokan
Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang
ujung dendrit oleh nervus, untuk menstimulasi
pelepasan kemoreseptor yaitu bradikinin dan serotonin sehingga
terjadi perangsangan nyeri pada tenggorokan.
14
d) Demam
Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini
sebagai mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan
mikroorganisme yang masuk.
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis,
nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri
retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari
disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan
insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan
adanya penyulit. Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasadrenik itu sendiri.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik
virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri
dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan
pleura.5
Tanda-tanda bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat
jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila
sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan
yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis
dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
15
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur
(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,
suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
hypoxemia,
hypercapnia dan
acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan
gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari
2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun
ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang,
kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.4
III. 7 Diagnosis Banding
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa
diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan
agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis
nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing
dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test
Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi
lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan
muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).
16
III. 8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan
kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman
(+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential
count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis
dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan
foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).
III. 9 Penatalaksanaan
Pengobatan antara lain :
1. Simptomatik :
i. Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam
seperti parasetamol danaspirin.
ii. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu.
Contoh :dekongestan antara lain pseudoefedrin, fenil
propanolamin. Contoh antialergiadalah dipenhidramin.
iii. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium
klorida.
iv. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol,
bromheksin, gliserilgualakolat.
v. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh :
dekstrometorfan.
2. Suportif :
meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll.
3. Antibiotik :
Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan
S.Aureus
Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang
disebabkan oleh virus karena antibiotik tidak dapat
17
membunuh virus. Antibiotik diberikan jika gejala
memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang disebabkan
oleh bakteri.
Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu
kotrimoksasol, Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin
Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol,
kloksasilin, gentamisin.
Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus
diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk
dosis dapat dilihat pada lampiran.
Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA.
Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap
6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai
dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
18
Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal
dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan
hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan
tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak
berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas
usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar
selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan
antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali
kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.4,5
III. 10 Komplikasi
Asma
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan
oleh suatu kondisi alergi non infeksi dengan gejala : sesak nafas, nafas
berbunyi wheezing, dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam
hari atau dini hari.
Kejang demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rentan lebih dari 38Oc) dengan geiala berupa
19
serangan kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda lainnya
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kejang kekakuan atau
kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau
hanya sentakan kekauan fokal.
Tuli
Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena adanya
infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala awal
nyeri pada telinga yang mendadak, persisten dan adanya cairan pada
rongga telinga.
Syok
Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan
f'ungsi dari system tubuh yang disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain : faktor obstruksi contohnya hambatan pada system pernafasan
yang mengakibatkan seseorang kekurangan oksigen sehingga
seseorang tersebut kekurang suplay oksigen ke otak dan
mengakibatkan syok.
Demam Reumatik, Penyakit Jantung Reumatik dan Glomerulonefritis,
yang disebabkan oleh radang tenggorokan karena infeksi
Streptococcus beta hemolitikus grup A (Strep Throat)
Sinusitis
Meningitis
Abses Peritonsiler
Abses Retrofaring
III. 11 Prognosis
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi
komplikasi yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini
sendiri, yaitu self limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan
pengobatan yang rumit. Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7
hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas
20
menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul,biasanya didapatkan
infeksi bakteri sekunder.
III. 12 Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
ISPA pada anak antara lain :
1. Menjaga keadaan gizi anda dan keluarga agar tetap baik.
Memberikan ASI eksklusif pada bayi anda.
2. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat/tidur yang cukup
dan olah raga teratur.
3. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun atau
hand sanitizer terutama setelah kontak dengan penderita ISPA.
Ajarkan pada anak untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA
dan penyakit infeksi lainnya.
4. Melakukan imunisasi pada anak anda. Imunisasi yang dapat
mencegah ISPA diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPT-
Hib /DaPT-Hib, dan imunisasi PCV.
5. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.
6. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan
flu. Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer
setelah kontak dengan penderita ISPA.
7. Apabila anda sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar
tidak menulari anak anda atau anggota keluarga lainnya.
8. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau
anggota keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi
isolasi mungkin dapat dilakukan seperti anak yang sehat tidur
terpisah dengan anggota keluarga lain yang sedang sakit ISPA.
9. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.
21
BAB IV
PENUTUP
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan gejala
batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Menurut derajat keparahannya ISPA dapat di bagi menjadi
3golongan yaitu ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat. Faktor resiko yang
mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA secara umum ada 3 faktor
yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak, keadaan
gizi dan cara pemberian makan, kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Selain
ketiga faktor tersebut sanitasi rumah juga sangat mempengaruhi dalam kejadian
ISPA pada balita. Sanitasi rumah meliputi ventilasi, penerangan, kepadatan
hunian dan suhu ruangan. Karena ISPA merupakan penyebab utama kematian
pada balita, maka diharapkan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu
pemberian penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan
dan dilaksanakan secara berkesinambungan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Nono. Infeksi Saluran Pernafasan Atas. 25 Agustus 2011. Diunduh dari :
http://ml.scribd.com/doc/64229562/Infeksi-Saluran-Pernapasan-Atas
2. Ari O. ISPA. 20 Maret 2007. Diunduh dari:
http://ml.scribd.com/doc/52427957/Is-Pa
3. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak
Balita, OrangDewasa, Usia Lanjut, Pneuminia Atypik dan Pneumonia
Atypik Mikobakterium. Pustaka Populer Obor. Jakarta
4. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
5. Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih
bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.
6. Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu
Kesehatan Anak) PSIK FK UGM tidak dipublikasikan.
7. Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah
Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
8. Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung
Seto,Jakarta
23