MAKALAH IPBA

download MAKALAH IPBA

of 14

Transcript of MAKALAH IPBA

MAKALAH ILMU PENGETAHUAN BUMI DAN ANTARIKSA

BINTANGOLEH :

SAUDURMA SIHOTANG

4101121027

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya. yang sungguh tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang penulis beri judul Bintang.Dalam penyusuna makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan rasa berterimakasih yang sebesar-besarnya terlebih kepada dosen pengampu mata kuliah Ibu DR. Derlina, M.Pd yang telah memberikan dukungan, moril, dan kepercayaan yang sangat berarti bagi penulis.

Penulis tentunya berharap isi makalah ini tidak meninggalkan celah, berupa kekurangan atau kesalahan, namun kemungkinan akan selalu tersisa kekurangan yang tidak disadari oleh penulis, seperti pepatah mengatakan Tiada gading yang tak retak begitu juga dengan makal ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan, 26 Mei 2014

Penyusun,

Saudurma SihotangDAFTAR ISI

Kata Pengantar . i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Bintang .. 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Magnitudo Bintang .. 2

2.2 Penentuan Jarak Bintang .. 3

2.3 Spektrum Bintang . 5

BAB III PENUTUP

Kesimpulan 9

DAFTAR PUSTAKA 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian BintangBintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya.Di mana bintang sendiri terbagi menjadi bintang semu dan bintang nyata. Bintang semu adalah bintang yang tidak menghasilkan cahaya sendiri, tetapi memantulkan cahaya yang diterima dari bintang lain.

Bintang nyata adalah bintang yang menghasilkan cahaya sendiri. Secara umum sebutan bintang adalah objek luar angkasa yang menghasilkan cahaya sendiri (bintang nyata).Bintang merupakan benda langit yang jaraknya sangat jauh dari bumi. Penemuan jarak bintang baru dapat dilihat pada abad ke-19, cara yang digunakan adalah cara paralaks trigonometri. Kita tahu bahwa bumi bergerak mengitari matahari dalam waktu sekali keliling dalam waktu satu tahun. Akibat gerak edar bumi, bintang yang dekat akan terlihat seolah-olah menempuh lintasan berbentuk elips yang sebenarnya merupakan mencerminan gerak bumi.Dan matahari adalah sebuah bintang dilihat dengan teropong bintang hanya terlihat sebagai titik cahaya saja yang tidak ada bedanya dengan kalau kita melihat dengan mata telanjng (tanpa alat). Penggunaan teropong atau teleskop dapat membantu pengamatan bintang lebih teliti diantaranya:

1. Bintang yang lemah cahayanya dapat dilihat dan dimati dengan teleskop

bergaris dengan 60 cm kita dapat melihat bintang yang 100.000 kali lebih

lemah daripada bintang terlemah yang dilihat oleh mata telanjang (tanpa alat)2.Bintang yang jarak sudutnya sangat kecil dapat dilihat secara terpisah.

BAB II

PEMBAHASAN2.1 Terang dan Magnitudo Bintang Bila kita melihat ke langit yang cerah tanpa cahaya Bulan, kita akan dapat melihat berbagai macam bintang dengan berbagai macam kecerlangannya. Sejak dulu, manusia telah menyadari tentang perbedaan kecerlangan bintang.

Ribuan tahun lalu, seorang astronom bernama Hipparchos membuat skala kecerlangan bintang atau magnitudo bintang. Skala ini dibagi menjadi 6, dengan bintang yang paling terang memiliki magnitudo 1 dan bintang yang redup hampir tidak terlihat oleh mata memiliki magnitudo 6. Namun hal ini masih terlalu kualitatif.

Kemudian pada tahun 1856, seorang astronom bernama William Herschel menemukan bahwa bintang bermagnitudo 1 seratus kali lebih terang daripada bintang bermagnitudo 6. Dengan penemuan tersebut, kemudian N.R. Pogson membuat skala kecerlangan bintang tersebut menjadi kuantitatif, yaitu dengan merumuskan perbedaan magnitudo dua bintang secara logaritmis :

mA - mB = -2,5 log Ea/Eb atau mA - mB = -2,5 log Fa/FbSelisih 5 magnitudo bersesuaian dengan seratus kali lebih terang atau lebih redup bintang tersebut. Sedangkan selisih 1 magnitudo bersesuaian dengan 2,512 kali lebih terang atau lebih redup.

Dari persamaan tersebut, terlihat bahwa magnitudo bintang berbanding terbalik dengan terang bintang. Dengan demikian, semakin besar terang bintang, maka akan semakin kecil magnitudo bintang tersebut. Sedangkan jika semakin kecil terang bintang, maka akan semakin besar magnitudo bintang tersebut. Magnitudo dalam persamaan tersebut kita sebut dengan magnitudo semu.

Magnitudo semu tidak terlalu cocok untuk menyatakan terang bintang sebenarnya, hal ini dikarenakan magnitudo semu suatu bintang bergantung dengan jarak bintang tersebut dengan Bumi, sedangkan bintang memiliki jarak yang berbeda - beda terhadap Bumi. Jadi, bintang jauh belum tentu lebih redup daripada bintang yang letaknya dekat dengan Bumi. Karena mungkin saja bintang yang letaknya dekat dengan Bumi itu lebih terang disebabkan oleh jaraknya yang lebih dekat namun kecerlangannya rendah, dan mungkin saja bintang yang letaknya jauh itu lebih redup disebabkan oleh letaknya yang jauh, namun kecerlangannya tinggi.

Oleh karena itu, para ilmuwan membuat suatu besaran baru untuk menentukan kecerlangan bintang sebenarnya. Besaran tersebut dinamakan magnitudo mutlak, yaitu magnitudo semu suatu bintang jika bintang tersebut dipindahkan pada jarak 10 pc dari Bumi. Hubungan antara magnitudo semu bintang dengan magnitudo mutlak bintang dirumuskan dalam persamaan yang disebut dengan modulus jarak :

m - M = -5 + 5 log d atau m - M = -5 - 5 log pPada tahun 1960-an, teknologi fotometer fotoelektrik mengalami perkembangan. Banyak filter yang digunakan untuk mengukur terang bintang dalam berbagai panjang gelombang. Sistem fotometer fotoelektrik yang sering digunakan adalah UBV. Untuk menentukan magnitudo ungu dan biru, dapat dilakukan dengan mengukur jumlah fluks cahaya yang diterima oleh filter ungu dan biru. Sedangkan untuk menentukan magnitudo visual, dapat dilakukan dengan cara mengukur jumlah fluks cahaya bintang yang diterima oleh filter yang dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai tanggapan mata manusia.

Penggunaan dua filter atau lebih untuk menentukan magnitudo sebuah bintang, akan menghasilkan indeks warna. Dalam sistem UBV, terdapat dua indeks warna. Yaitu U - B dan B - V. Indeks warna dapat menentukan temperatur sebuah bintang, yang berarti juga dapat menentukan warna bintang tersebut.

2.2 Penentuan Jarak BintangPada tahun 1609, Galileo mengarahkan teleskopnya pertama kali ke langit. Ketika ia melihat Bulan, ia dapat melihat permukaan Bulan yg dipenuhi dgn kawah-kawah. Lalu ketika melihat Planet Jupiter, terlihat berbentuk bulat dan dikelilingi 4 buah bulan. Akan tetapi ketika Galileo mengarahkan teleskopnya ke bintang, ia tidak dapat melihat begaimana bentuk bintang itu. Yg ia lihat ternyata hanya titik-titik cahaya sama seperti bila dilihat dgn mata telanjang. Bedanya, si bintang terlihat lebih terang dan lebih banyak bintang yg terlihat saat menggunakan teleskop. Melihat kenyataan itulah lalu Galileo menyimpulkan bahwa bintang merupakan benda yg sangat jauh, namun saat itu ia belum mengetahui seberapa jauh bintang dari kita. Baru pada abad ke-19 dilakukan pengukuran jarak bintang dengan cara Paralaks Trigonometri. Untuk memahami cara ini, lihatlah gambar berikut ini.

Akibat pergerakan Bumi mengelilingi Matahari, bintang terlihat seolah-olah bergerak dalam lintasan elips yg disebut elips paralaktik. Sudut yg dibentuk antara Bumi-bintang-Matahari (p) disebut paralaks bintang. Makin jauh jarak bintang dgn Bumi maka makin kecil pula paralaksnya. Dengan mengetahui besar paralaks bintang tsb, kita dapat menentukan jarak bintang dari hubungan:

tan p = R/dR adalah jarak Bumi Matahari, dan d adalah jarak Matahari bintang. Krn sudut theta sangat kecil persamaan di atas dpt ditulis menjadi

theta = R/dPada persamaan di atas p dlm radian. Sebagian besar sudut p yg diperoleh dari pengamatan dlm satuan detik busur (lambang detik busur = {}) (1 derajat = 3600, 1 radian = 206265). Oleh krn itu bila p dalam detik busur, maka

p = 206265 (R/d)Bila kita definisikan jarak dalam satuan astronomi (SA) (1 SA = 150 juta km), maka

p = 206265/dDalam astronomi, satuan jarak untuk bintang biasanya digunakan satuan parsec (pc) yg didefinisi sebagai jarak bintang yg paralaksnya satu detik busur. Dengan begini, kita dapatkan1 pc = 206265 SA = 3,086 x 10^18 cm = 3,26 tahun cahaya

p = 1/d > p dlm detik busur, dan d dlm parsec.Dari pengamatan diperoleh bintang yg memiliki paralaks terbesar adalah bintang Proxima Centauri yaitu sebesar 0,76. Dengan menggunakan persamaan di atas maka jarak bintang ini dari Mthr (yg berarti jarak bintang dgn Bumi) adalah 1,3 pc = 4,01 x 10^13 km = 4,2 tahun cahaya (yang berarti cahaya yg dipancarkan oleh bintang ini membutuhkan waktu 4,2 tahun untuk sampai ke Bumi). Sebarapa jauhkah jarak tersebut?? Bila kita kecilkan jarak Bumi Mthr (150 juta km) menjadi 1 meter, maka jarak Mthr Proxima Centauri menjadi 260 km!!! Karena sebab inilah bintang hanya terlihat sebagai titik cahaya walau menggunakan teleskop terbesar di observatorium Bosscha.2.3 Spektrum Bintang

Dalam astronomi, bintang dikelompokkan berdasarkan spektrumnya. Pengelompokan berdasarkan spektrum ini dilakukan karena spektrum bintang memberikan informasi yang sangat banyak, mulai dari temperatur sampai unsur-unsur yang terdapat dalam bintang.

Spektrum adalah hasil dari pembiasan gelombang elektromagnetik (contohnya cahaya). Pada dasarnya cahaya yang kita temukan sehari-hari yang berwarna putih/bening adalah gabungan dari berbagai warna. Warna-warna ini yang menunjukkan tingkat energi: merah menghasilkan energi yang paling rendah dan ungu menghasilkan energi paling tinggi.

Berdasarkan rumus

E = hf = hc/AE = energi, h = konstanta Planck, f = frekuensi, c = kecepatan cahaya dan A = panjang gelombang,

Maka gelombang berenergi besar memiliki frekuensi yang besar, dan sebaliknya panjang gelombangnya kecil. Informasi semacam ini yang diturunkan dengan berbagai pendekatan fisika, sehingga dalam penerapannya di Astronomi, spektrum bintang itu sangat penting.

Pengelompokan bintang dengan kelas spektral seperti klasifikasi Morgan Keenan. Lihat gambar:

Bintang kelas O adalah bintang yang panas, berwarna biru. Bintang kelas M merupakan bintang yang dingin. Matahari termasuk kedalam bintang dengan kelas G, warnanya kuning. Perlu dicatat, klasifikasi seperti ini tidak ada hubungannya dengan ukuran bintang. Jadi bintang kelas O belum tentu ukurannya sangat besar.

Dengan melakukan observasi spektroskopi yaitu pengamatan bintang khusus pada spektrumnya didapatkan panjang gelombang cahaya yang dipancarkan bintang. Dengan rumus yang tadi, bisa diketahui berapa energinya. Dengan menerapkan hukum Termodinamika bisa diketahui kaitan antara energi dengan temperatur.

Klasifikasi MK ini diterapkan dalam diagram yang disebut Diagram Hertzprung Russel. Diagram ini dikembangkan oleh Astronom bernama Ejnar Hertzsprung dan Henry Norris Russell sekitar tahun 1910, dan bermanfaat dalam mempelajari evolusi bintang, yakni proses lahir, berkembang dan matinya bintang.

Untuk mendapatkan diagram HR ini, biasanya dilakukan 2 jenis observasi, yaitu Spektroskopi dan Fotometri. Spektroskopi seperti yang sudah saya jelaskan tadi, sedang Fotometri adalah pengamatan dengan berpatokan pada magnitudo (kecerlangan) bintang. Dari pengamatan spektroskopi didapatkan kelas spektrum, dan dari pengamatan fotometri didapatkan kelas luminositas. Lalu, dengan mencocokkan posisi bintang dalam diagram terhadap kelas spektrum dan kelas luminositasnya tersebut, dikaji lebih lanjut tentang radius dan umur bintang. Mohon maaf, belum bisa saya jelaskan lebih detil karena cukup rumit dan memakan waktu.

BAB III

PENUTUP

KesimpulanAlam semesta merupakan suatu ruang tanpa batas dan sangat luas. Alam semesta

kira-kira terbentuk ribuan juta bersamaan dengan adanya letusan-letusan besar.

Teori yang menyatakan terbentukannya alam semesta antara lain :

1) Teori Keadaan Tetap (Steady State Theory), yaitu bahwa alam semesta lebih

2) kurang sama, bukan hanya dimana-mana tetapi juga setiap saat. 3) Teori Dentuman Besar (Big Bang Theory), menurut teori ini, jagat raya terbentuk dari ledakan dahsyat yang terjadi kira-kira 13.700 juta tahun yang lalu. Akibat ledakan tersebut materi-materi dengan jumlah sangat banyak terlontar ke segala penjuru alam semesta. Materi-materi tersebut akhirnya membentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid, meteor, energi, dan partikel-partikel lain.4) Teori Oscilasi (Oscilation Theori), Pendapat ini juga disebut teori alam semesta berayun yang berpendirian bahwa semua materi bergerak saling menjauh dan bermula dari masa termampat.

Galaksi adalah suatu sistem bintang atau tatanan bintang-bintang. Galaksi

tersusun secara menggerombol dan tiap-tiap anggota galaksi memiliki gaya tarik

menarik (gravitasi). Para ahli mulai mengembangkan hipotesis-hipotesis dasar

pemikiran bahwa :

1. Semua galaksi berumur hampir sama, setidak-tidaknya sedikit lebih kurang dari umur alam semesta sendiri. Maka diperkirakan terbentuk dan berkembang dari materi yang dihasilkan dari peristiwa dentuman besar yang mengawali terbentuknya alam semesta.

2. Dari kenyataan hasil pengamatan bahwa galaksi-galaksi yang terbentuk, mengarahkan kita pada dugaan (asumsi) dimana telah terjadi kondisi atau sifat inhomogenitas di dalam ledakan itu atau setidak-tidaknya sifat inhomogenitas itu berkembang segera setelah dentuman besar berlangsung.DAFTAR PUSTAKAEndarto, Danang, dkk. 2009. GEOGRAFI untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta : Grahadi.

Stott, Carrle, 2007. Bintang dan Planet. Jakarta : Erlangga.

http://langitselatan.com/2008/10/05/bahwa-alam-semesta-sudah-tua/http://jv.wikipedia.org/wiki/Galaksihttp://risalnarazinedine.blogspot.com/2008/11/galaksi-di-alam-semesta.html