Makalah Inflasi

35
INFLASI MAKALAH Disusun oleh : IIS DWI PERMATASARI (140810101163) SILVIA NINDI ARISTA (1401810101174) FEBRIANTI NURUL IRBAH (140810101176) PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

description

inflation

Transcript of Makalah Inflasi

INFLASI

MAKALAH

Disusun oleh :

IIS DWI PERMATASARI (140810101163)

SILVIA NINDI ARISTA (1401810101174)

FEBRIANTI NURUL IRBAH (140810101176)

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS JEMBER

2014

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

1.4 Manfaat

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Inflasi

2.2 Indikator Inflasi

2.3 Penggolongan Inflasi

2.4 Faktor Penyebab Inflasi

2.5 Teori-Teori Inflasi

2.6 Menghitung Inflasi

2.7 Dampak Inflasi

2.8 Penanggulangan Inflasi

BAB 3. KESIMPULAN

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Inflasiini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah Ekonomi Moneter 1.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari buku panduan serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan Inflasi, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Ekonomi Moneter 1 atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Inflasi. Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Jember, 28 Februari 2015

Penulis

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara teoritis, pengertian inflasi merujuk pada perubahan tingkat hargasuatubarang dan jasayang padaumumnya terjadi secara terus menerus. Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan produktifitas ekonomi investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakstabilan perekonomian dimasa mendatang.Keberadaan permasalahan inflasi dan tidak stabilnya sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa menjadi perhatian sebuah rezim pemerintahan yang berkuasa.

Terjadinya inflasi dapat mendistorsi harga-harga relatif, tingkat pajak, suku bunga riil, pendapatan masyarakat akan terganggu dan mendorong investasi yang keliru. Maka dari itu, mengatasi inflasi merupakan sasaran utama kebijakan moneter.Pengaruh inflasi cukup besar pada kehidupan ekonomi, inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak mendapat perhatian para ekonom, pemerintah, maupun masyarakat umum. Berbagai teori, pendekatan dan kebijakan dikembangkan supaya inflasi dapat dikendalikan sesuai dengan yang diinginkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari inflasi ?

2. Apakah indikator inflasi ?

3. Bagaimana penggolongan inflasi ?

4. Apa saja penyebab dari inflasi ?

5. Apa saja teori-teori inflasi ?

6. Bagaimana cara menghitung inflasi ?

7. Apa saja dampak yang ditimbulkan oleh adanya inflasi ?

8. Bagaimana cara menanggulangi inflasi ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Moneter I,

2. Untuk mengetahui seluk-beluk inflasi.

1.4 Manfaat

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Mahasiswa, memberikan tambahan pengetahuan mengenai inflasi,

2. Dosen, memberikan pertimbangan dalam memberikan penilaian terhadap tugas yang telah dikerjakan.

3. Masyarakat, memberikan informasi dan pengetahuan mengenai seluk-beluk inflasi.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Inflasi

Secara umum, inflasi diartikan sebagai kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung secara terus menerus dalam periode tertentu. Samuelson (2001) memberikan definisi bahwa inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-faktor produksi. Definisi tersebut menunjukkan keadaan melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Menurut Boediono (1994:155), definisi inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Kenaikan harga-harga yang sifatnya hanya sementara, biasanya karena musiman, seperti menjelang hari raya, bencana, dan sebagainya, juga tidak bisa disebut inflasi. Menurut Lerner (Gunawan, 1995), inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang dan jasa secara keseluruhan. Sedangkan menurut Sukirno (1998), inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku secara umum dalam suatu perekonomian. Sementara itu Mankiw (2000) menyatakan bahwa inflasi merupakan peningkatan dalam seluruh tingkat harga.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, terdapat tiga pokok yang terkandung dalam pengertian inflasi, yaitu :

1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, baik barang, jasa maupun faktor produksi. Hal ini berarti bahwa tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu dapat mengalami penurunan atau peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan mengalami peningkatan.

2. Kenaikan tingkat harga berlaku secara umum. Hal ini berarti bahwa kenaikan harga tertentu akan mempengaruhi harga-harga lainnya. Jadi, kenaikan harga tertentu akan diikuti dengan kenaikan harga-harga lainnya, misalnya, jika harga BBM naik, maka kenaikan harga tersebut akan diikuti oleh naiknya harga-harga lainnya. Kenaikan tingkat harga tersebut tidak hanya terjadi yang pada satu atau beberapa jenis barang dan atau jasa saja, melainkan sebagian besar atau bahkan hampir seluruhnya.

3. Peningkatan harga tersebut berlangsung secara terus menerus selama periode waktu tertentu, bukan terjadi pada suatu waktu saja.

2.2 Indikator Inflasi

Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu perekonomian sedang dilanda inflasi atau tidak. Indikator tersebut diantaranya :

1. Indeks Harga Konsumen (IHK), ialah suatu indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dalam suatu periode, dari suatu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk atau rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Indikator ini merupakan indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi.

2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan pada tingkat produsen di suatu daerah pada suatu periode tertentu. Jika pada IHK yang diamati adalah barang-barang akhir yang dikonsumsi masyarakat, pada IHPB yang diamati adalah barang-barang mentah dan barang-barang setengah jadi yang merupakan input bagi produsen.

3. Deflator Produk Domestik Bruto(PDB), merupakan indikator yang menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

2.3 Penggolongan Inflasi

Inflasi dapat digolongkan menjadi 3 jenis berdasarkan tingkat keparahannya, penyebab terjadinya dan asal usul terjadinya.

1. Berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dibedakan menjadi :

a. Inflasi ringan, yaitu inflasi dengan tingkat keparahan dibawah 10% setahun,

b. Inflasi sedang, yaitu inflasi dengan tingkat keparahan berkisar antara 10% s/d 30% setahun,

c. Inflasi berat, yaitu inflasi dengan tingkat keparahan berkisar antara 30% s/d 100% setahun,

d. Hiperinflasi, merupakan inflasi yang sangat parah dengan tingkat keparahannya diatas 100% setahun.

2. Berdasarkan penyebab terjadinya, inflasi dibedakan enjadi :

a. Demand Pull Inflation, atau Demand-Side Inflation, atau Demand Shock Inflation, yaitu inflasi yang timbul karena desakan permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang begitu kuat. Inflasi ini muncul karena naiknya tingkat pendapatan masyarakat, sehingga masyarakat cenderung membeli barang dan jasa lebih banyak dari yang biasa mereka gunakan. Secara grafis, demand pull inflation bisa digambarkan sebagai berikut :

Kurva tersebut di atas menunjukkan demand pull inflation. Karena permintaan agregat masyarakat akan barang meningkat dari Q1 ke Q2, maka kurva permintaan agregat bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya harga umum naik dari P1 ke P2.

b. Cost Push Inflation, atau Supply-Side Inflation, atau Supply Shock Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan karena naiknya biaya produksi. Beberapa contoh penyebab inflasi yang dapat menyebabkan kenaikan pada biaya produksi adalah kenaikan upah pekerja, kenaikan BBM dan kenaikan tarif listrik serta kenaikan tarif angkutan. Dengan adanya kenaikan tersebut maka perusahaan pun akan menaikkan harga jual barang dan jasanya. Secara grafis, cost push inflation dapat digambarkan sebagai berikut :

Kurva tersebut di atas menunjukkan cost push inflation. Karena kenaikan biaya produksi, kurva penawaran agregat bergeser dari S1 ke S2. Akibatnya harga umum meningkat dari P1 ke P2.

c. Mixed Inflation (inflasi campuran), yaitu inflasi yang disebabkan karena permintaan dan penawaran yang tidak setimbang. Bertambahnya permintaan terhadap barang atau jasa mengakibatkan faktor produksi dan penyediaan barang menjadi turun. Sementara substitusi atau barang penggantinya terbatas atau bahkan tidak ada. Keadaan ini, pada akhirnya menyebabkan harga menjadi naik. Inflasi ini menjadi semakin sulit dikendalikan ketika kenaikan supply (penawaran) lebih tinggi atau setidaknya sama dengan kenaikan demand (permintaan).

3. Berdasarkan asal-usul terjadinya, inflasi dibedakan menjadi :

a. Domestic Inflation, yaitu inflasi yang berasal atau bersumber dari dalam negeri. Misalnya, pada saat pemerintah mengalami defisit anggaran belanja, pemerintah akan mencetak uang baru, sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat bertambah. Keadaan ini akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat menjadi lebih tinggi, sehingga apabila penawaran akan barang tetap, maka hal ini akan mendorong kenaikan harga barang-barang.

b. Imported Inflation, yaitu inflasi yang berasal dari luar negeri. Misalnya saja di Indonesia. Dalam memenuhi bahan baku dan barang modal lainnya untuk kegiatan produksi, para pengusaha di Indonesia masih banyak yang mengimpor dari negara tetangga. Apabila harga barang-barang yang diimpor itu naik, maka biaya produksi juga akan meningkat, yang pada akhirnya akan menaikkan harga jual barang dan jasa.

2.4 Faktor Penyebab Inflasi

Pada prinsipnya, inflasi dapat terjadi karena tidak adanya keserasian antara laju pertambahan uang dengan tingkat pertumbuhan barang dan jasa. Apabila jumlah uang beredar meningkat, sedangkan produksi barang dan jasa tetap, maka hal ini cenderung akan mendorong terjadinya inflasi. Namun demikian, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya inflasi, diantaranya :

1. Naiknya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa. Contohnya, ketika pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS), biasanya akan diikuti dengan kenaikan permintaan barang dan jasa. Apabila kenaikan permintaan ini tidak diimbangi dengan penambahan jumlah barang dan jasa di pasar, maka hal ini akan berakibat pada naiknya harga barang dan jasa.

2. Naiknya biaya produksi. Contohnya, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), harga barang-barang di pasar juga akan meningkat. Kenaikan harga BBM ini juga berdampak pada kenaikan biaya produksi, akibatnya perusahaan juga akan menaikkan harga jual barang dan jasanya.

3. Defisit anggaran belanja (APBN). Defisit APBN yang ditutup dengan percetakan uang baru oleh Bank Indonesia, akan berakibat pada bertambahnya jumlah uang beredar, dan pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa.

4. Menurunnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, seperti US dollar, akan berdampak pada semakin mahalnya barang-barang produksi impor. Hal ini akan berakibat pada kenaikan biaya produksi dan pada akhirnya akan meningkatkan harga jual barang.

5. Perkiraan masyarakat akan kenaikan harga di masa mendatang (expectation).

2.5 Teori-Teori Inflasi

Teori inflasi dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses terjadinya inflasi. Teori-teori terjadinya proses inflasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti proses terjadinya inflasi dari segi jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang (expectations). Inti dari teori ini adalah :

a. Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan jumlah uang yang beredar di masyarakat, baik itu uang giral maupun uang kartal. Perubahan yang terjadi dalam tingkat harga merupakan akibat dari adanya perubahan jumlah uang beredar. Bertambahnya jumlah uang beredar di masyarakat akan mengakibatkan nilai uang menurun. Menurunnya nilai uang mempunyai makna yang sama dengan naiknya tingkat harga. Maka dari itu, dapat pula dikatakan bahwa bertambahnya jumlah uang beredar mempunyai kecenderungan mengakibatkan naiknya tingkat harga. Sebaliknya, berkurangnya jumlah uang beredar cenderung mengakibatkan turunnya tingkat harga. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inflasi hanya dapat terjadi apabila terdapat penambahan jumlah uang beredar. Apabila jumlah uang beredar di masyarakat tidak ditambah, maka inflasi akan berhenti secara otomatis.

b. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar di masyarakat dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang (expectations). Sehubungan dengan pengaruh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang (expectation), terdapat beberapa kemungkinan keadaan yang menimbulkan inflasi, diantaranya :

Keadaaan pertama, saat masyarakat tidak atau belum mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam keadaan ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya. Ini berarti, sebagian besar dari penambahan jumlah uang tidak akan dibelanjakan untuk pembelian barang. Maka dari itu, tidak akan ada kenaikan permintaan barang, sehingga tidak akan ada pula kenaikan harga barang. Jika pun ada kenaikan harga, hanya relatif kecil pengaruhnya. Misalnya, penambahan jumlah uang yang beredar sebesar 5%, hanya akan diikuti oleh kenaikan harga-harga sebesar 0,5%. Keadaan ini biasanya dijumpai pada waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi sedang terjadi.

Keadaan kedua, saat masyarakat mulai sadar adanya inflasi. Masyarakat mulai mengharapkan adanya kenaikan harga. Penambahan jumlah uang yang beredar tidak lagi digunakan untuk menambah likuiditas, tetapi untuk membeli barang-barang. Hal tersebut dilakukan karena masyarakat berusaha untuk menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang tunai. Keadaan ini tentunya akan menyebabkan kenaikan permintaan akan barang-barang, sehingga harga barang pun akan menjadi naik. Dalam keadaan ini, misalnya, penambahan jumlah uang yang beredar 5%, akan meningkatkan permintaan barang yang kemudian akan diikuti oleh kenaikan harga-harga sebesar 5% pula. Keadaan ini biasanya dijumpai pada saat inflasi sudah berjalan cukup lama, dan masyarakat mempunyai cukup waktu untuk menyesuaikan sikapnya dengan keadaan tersebut.

Keadaan ketiga, saat inflasi mencapai tahap lebih parah, yaitu tahap hiperinflasi. Keadaan ini biasanya ditandai dengan makin cepatnya peredaran uang. Dalam keadaan ini masyarakat telah kehilangan kepercayaannya terhadap nilai mata uang. Masyarakat cenderung tidak ingin memegang uang tunai, sehingga begitu menerima uang tunai, masyarakat cenderung langsung membelanjakannya. Masyarakat memiliki harapan bahwa laju inflasi di bulan-bulan mendatang akan lebih besar dari laju inflasi di bulan-bulan sebelumnya. Misalnya, penambahan jumlah uang sebesar 5% akan menyebabkan kenaikan harga-harga lebih besar dari 5%, dan di bulan-bulan mendatang kenaikannya akan jauh lebih besar daripada sebelumnya.

2. Teori Keynes

Berdasarkan teori ini, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan perekonomiannya. Terjadinya inflasi melalui proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diwujudkan dalam permintaan efektif, sehingga menyebabkan permintaan masyarakat akan barang-barang lebih besar dari barang-barang yang sanggup disediakan oleh kapasitas yang tersedia. Hal ini akan menyebabkan inflationary gap yang timbul karena kelompok-kelompok masyarakat tersebut berhasil memperoleh dana, yang digunakan untuk mewujudkan keinginan mereka menjadi permintaan efektif akan barang-barang. Akibatnya, akan terjadi kenaikan harga-harga barang.

Kenaikan harga-harga barang tersebut yang akhirnya menimbulkan inflasi. Inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan masyarakat. Inflasi akan berhenti jika permintaan efektif total tidak melebihi jumlah output yang tersedia.

3. Teori Strukturalis

Teori strukturalis menekankan pada struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang yang didasarkan atas pengalaman dari negara Amerika Latin. Menurut teori ini, inflasi dikaitkan dengan faktor struktur perekonomian, dimana faktor struktur perekonomiannya hanya bisa berubah secara bertahap dan dalam jangka panjang, sehingga inflasi ini disebut inflasi jangka panjang. Maka dari itu, yang akan ditelusuri dalam teori ini adalah faktor-faktor jangka panjang manakah yang menyebabkan inflasi dalam struktur perekonomian.

Berdasarkan teori ini, ada dua faktor yang dapat menyebabkan inflasi dalam negara berkembang, yaitu :

a. Ketidakelastisan penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain dalam perekonomian. Kelambanan tersebut disebabkan oleh harga barang-barang hasil alam (barang-barang ekspor dari negara-negara sedang berkembang), dalam jangka panjang naik lebih lambat daripada harga barang-barang industri (barang-barang impor negara-negara sedang berkembang). Akibatnya, supply atau produksi barang-barang ekspor menjadi tidak responsif terhadap kenaikan harga (tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan ekspor berarti pula kelambanan kemampuan untuk impor barang-barang yang dibutuhkan, baik barang konsumsi maupun investasi. Maka dari itu, negara yang bersangkutan mengambil kebijakan yang menekankan pada pengembangan dan pemakaian produksi dalam negeri untuk barang-barang yang sebelumnya diimpor, walaupun hasil produksi dalam negeri lebih mahal harganya. Biaya produksi yang tinggi akan mengakibatkan harga yang lebih tinggi. Selain itu, apabila proses pengalihan impor ini makin meluas, maka kenaikan biaya produksi juga akan makin meluas, sehingga makin banyak harga barang yang naik, dan pada akhirnya akan terjadi inflasi yang berkepanjangan dalam perekonomian.

b. Ketidakelastisan dari suplai atau produksi bahan makanan dalam negeri. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan bahan makanan tidak secepat pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita, sehingga mengakibatkan harga bahan makanan di dalam negeri cenderung naik melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Kenikan harga bahan makanan mengakibatkan adanya tuntutan kenaikan upah pekerja yang dampaknya juga akan menaikkan biaya produksi. Hal ini otomatis menaikkan harga hasil produksi (pertanian dan industri), yang pada akhirnya terjadi kemabali tuntutan kenaikan upah pekerja. Proses ini akan terus terjadi dan hanya akan berhenti apabila harga bahan makanan tidak ikut naik kembali

2.6 Menghitung Inflasi

Untuk menghitung besarnya laju inflasi dapat menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK), sebagai berikut.

dimana : IHK = Indeks Harga Konsumen

t= periode waktu tertentu (bulan/tahun)

Contoh penggunaan rumus untuk menghitung laju inflasi dalam soal.

Di bawah ini, disajikan data Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Inflasi Indonesia.

(Sumber : BPS)

Berdasarkan data di atas, misalnya, jika ingin menghitung inflasi pada bulan Februari 2010, caranya :

Maka, berdasarkan perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa inflasi yang terjadi pada bulan Februari 2013 adalah sebesar 0,75%.

2.7 Dampak Inflasi

Terjadinya inflasi di suatu negara dapat berdampak negatif ataupun berdampak positif (tergantung pada tingkat keparahannya), baik bagi masyarakatnya maupun bagi kegiatan perekonomian secara luas. Dampak tersebut, yaitu :

1. Dampak Positif

Inflasi dapat berdampak positif apabila berada pada tingkat inflasi ringan atau masih berada pada persentase tingkat bunga kredit yang berlaku. Misalnya, pada saat itu tingkat bunga kredit adalah 15% per tahun dan tingkat inflasi 5%. Hal ini justru dapat mendorong perekonomian menjadi lebih baik, karena dapat meningkatkan pendapatan nasional dan membuat masyarakat lebih bersemangat untuk bekerja, menabung, serta mengadakan investasi.

Bagi negara maju pun, inflasi seperti ini sangat menguntungkan, karena dapat mendorong kemajuan kegiatan ekonomi dan pembangunan. Hal ini terjadi, karena para pengusaha atau wirausahawan di negara maju dapat memanfaatkan kenaikan harga untuk berinvestasi, memproduksi, serta menjual barang dan jasa.

2. Dampak Negatif

a. Terhadap Masyarakat dengan Pendapatan Tetap dan Tidak Tetap

Inflasi sangat merugikan bagi masyarat yang memiliki pendapatan tetap. Karena nilai mata uang akan menurun seiring dengan meningktanya inflasi sedangkan pendapatan yang diperoleh tetap setiap bulannya. Sebagai contoh Pegawai Negeri Sipil. Dalam setahun seorang PNS memperoleh gaji sebesar Rp. 60.000.000, dengan laju inflasi 5%. Apabila gaji PNS tidak mengalami perubahan, yang terjadi adalah ia mengalami penurunan pendapatan sebesar 5% x Rp. 60.000.000 = Rp. 6.000.000. Bagi pemilik pendapatan tidak tetap seperti buruh serabutan, akan lebih dirugikan. Karena dengan pendapatan yang minim mereka harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan dengan mengikuti laju inflasi.

b. Terhadap Para Penabung

Meskipun dengan menabung di bank menghasilkan bunga, tetapi jika tingkat inflasi melebihi tingkat suku bunga, nilai uang akan tetap menurun seiring dengan menurunnya jumlah nasabah. Jika semakin sedikit orang yang menabung, dunia usaha akan sulit berkembang karena,dunia usaha membutuhkan suntikan dana berupa pinjaman uang di bank yang diperoleh dari tabungan nasabah.

c. Terhadap Debitur dan Kreditur

Bagi debitur yaitu peminjam uang di bank, inflasi akan sangat menguntungkan karena pada saat debitur membayar hutangnya kepada kreditur yaitu bank, sebagaipihak yang meminjamkan uang, nilai uang yang dibayarkan lebih rendah dari nilai uang pada saat meminjam. Sehingga hal ini akan merugikan pihak kreditur karena piutang yang dibayarkan lebih rendah dari yang dipinjamkan.

d. Terhadap Produsen

Inflasi akan menguntungkan produsen jika pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dari kenaikan biaya produksi. Jika hal ini terjadi, produsen akan meningkatkan produksinya. Tetapi sebaliknya, apabila pendapatan yang diperoleh lebih rendah dari kenaikan biaya produksi inflasi akan merugikan produsen sehingga produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Apabila produksi diteruskan dan produsen tidak mampu mengikuti laju inflasi yang terjadi adalah, produsen bisa mengalami kebangkrutan.

e. Terhadap Perekonomian Nasional

Investasi berkurang

Mendorong naiknya tingkat bunga

Mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif

Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan

Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi pada masa yang akan datang

Menyebabkan daya saing produksi nasional berkurang

Menimbulkan defisit neraca pembayaran

Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat

2.8 Penanggulangan Inflasi

Dalam menyikapi inflasi agar tidak menjadi masalah yang berkepanjangan dan tidak berpengaruh yang besar terhadap kondisi perekonomian Indonesia, maka pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi inflasi tersebut, diantaranya sebagai berikut.

1. Melalui Kebijakan Moneter.

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Dalam hal ini, peran Bank Sentral (Bank Indonesia) sangat penting. Pemerintah Indonesia lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan tingkat harga umum. Pada umumnya pendekatan moneter dipakai untuk mengatasi inflasi jangka pendek. Kebijakan tersebut diantaranya :

a. Melakukan politik diskonto dan bunga pinjaman, dengan cara menaikkan singkat suku bunga. Hal ini dilakukan dengan harapan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan berkurang karena orang akan lebih banyak menyimpan uangnya di bank daripada menjalankan investasi.

b. Melakukan politik pasar terbuka, dengan cara menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat menyerap uang dari masyarakat dan dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.

c. Meningkatkan cash ratio, dengan cara menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur atau masyarakat menjadi berkurang, sehingga dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.

d. Melakukan pengadaan dan pengawasan kredit secara selektif (memperketat pemberian kredit).

e. Melakukan sneering, yaitu pemotongan nilai mata uang. Biasanya, cara ini dilakukan untuk mengatasi inflasi yang sudah sangat parah (hiperinflasi). Sneering ini pernah dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal 13 Desember 1965, yaitu dengan melakukan pemotongan nilai mata uang pada pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00, karena pada saat itu inflasi mencapai 650%.

2. Melalui Kebijakan Fiskal.

Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan finansial pemerintah. Bentuk kebijakan ini antara lain:

a. Pengurangan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan.

b. Menaikkan pajak, sehingga penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini akan berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.

c. Mengadakan pinjaman pemerintah, misalnya pemerintah memotong gaji pegawai negeri 10%untuk ditabung.

3. Melalui Kebijakan Non-Moneter.

Kebijakan Non-Moneter dapat dilakukan dengan cara :

a. Meningkatkan hasil produksi. Cara ini cukup efektif, mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi yang tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar.

b. Kebijakan upah, merupakan upaya menstabilkan upah gaji. Hal ini dapat dilakukan dengan tidak sering dinaikkan, karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan, sehingga menimbulkan inflasi.

c. Pengawasan harga dan distribusi barang. Hal ini dimaksudkan agar harga tidak mengalami kenaikan. Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar.

d. Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan jumlah output dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Dengan bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung akan menurunkan harga.

4. Melalui Kebijakan Sektor Riil.

a. Pemerintah mendorong bank untuk memberikan kredit lebih spesifik kepada UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Contohnya bank BRI mencanangkan tahun ini sebagai Microyear.

b. Menekan arus barang impor dengan cara menaikkan pajak.

c. Mendorong masyarakat untuk menggunakan produk dalam negeri.

BAB 3. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya sebagai berikut.

1. Inflasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat harga umum yang mengalami kenaikan yang berlangsung secara terus menerus dalam periode tertentu.

2. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu perekonomian sedang dilanda inflasi atau tidak, yaitu Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), dan Deflator Produk Domestik Bruto (PDB).

3. Inflasi dapat digolongkan menjadi 3 jenis, berdasarkan tingkat keparahannya, penyebab terjadinya dan asal-usul terjadinya. Berdasarkan tingkat keparahannya, jenis inflasi terdiri dari inflasi ringan, inflasi sedang, inflasi berat dan hiperinflasi. Berdasarkan penyebab terjadinya, jenis inflasi terdiri dari demand pull inflation, cost push inflation, dan mixed inflation. Berdasarkan asal-usul terjadinya, jenis inflasi terdiri dari domestic inflation dan imported inflation.

4. Inflasi dapat terjadi karena tidak adanya keserasian antara laju pertambahan uang dengan tingkat pertumbuhan barang dan jasa. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya inflasi, diantaranya sebagai berikut :

a. Naiknya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa,

b. Naiknya biaya produksi,

c. Defisit anggaran belanja pemerintah (APBN),

d. Menurunnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,

e. Perkiraan masyarakat akan kenaikan harga di masa mendatang (expectation).

5. Teori-teori tentang inflasi terdiri dari teori kuantitas, teori keynes dan teori strukturalis.

6. Inflasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus Indeks Harga Konsumen (IHK), yaitu :

dimana : IHK= Indeks Harga Konsumen

t= periode waktu tertentu (bulan/tahun)

7. Inflasi dapat memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif inflasi terjadi apabila masih berada pada tingkat inflasi ringan atau masih berada pada tingkat bunga kredit yang berlaku, yaitu dapat membuat masyarakat lebih bersemangat untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi, sehingga pendapatan nasional meningkat. Sedangkan, dampak negatifnya terjadi apabila inflasi mencapai tingkat hiperinflasi. Inflasi tersebut dapat memberikan dampak buruk terhadap masyarakat yang berpendapatan tetap dan tidak tetap, para penabung, para debitur dan kreditur, para produsen serta terhadap perekonomian nasional.

8. Inflasi dapat ditanggulangi dengan melakukan berbagai kebijakan, diantaranya kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kebijakan non-moneter dan kebijakan sektor riil.

PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi dalam makalah yang berjudul Inflasi ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan makalah ini, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya bahan rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Maka dari itu, kami berharap para pembaca, khususnya dosen dan mahasiswa, agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya penulisan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya, juga para pembaca pada umumnya.

REFERENSI

Budiono. 1994. Ekonomi moneter. Seri sinopsis pengantar ilmu ekonomi. No. 5. BPFE:Yogyakarta.

Gunawan, H. A. 1995. Anggaran pemerintah dan Inflasi di Indonesia. PAN Ekonomi UI. Gramedia:Jakarta.

Mankiw, N. G. 2000. Teori Makro Ekonomi. (4 thed). Alih bahasa Imam Nurmawan. Editor Yati Sumiharti. Penerbit Erlangga:Jakarta.

Sukirno, S. 1998. Pengantar teori makroekonomi. (2 thed). Raja Grafindo Persada:Jakarta.

Nasution, M. 1997. Teori Ekonomi Makro: Pendekatan pada Perekonomian Indonesia. Djambatan:Jakarta.

http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/pengenalan/Contents/Default.aspx

http://www.bps.go.id/inflasi.