MAKALAH ILMU ALAMIAH DASAR
-
Upload
sony-prasetya-wanandi -
Category
Documents
-
view
1.270 -
download
10
Transcript of MAKALAH ILMU ALAMIAH DASAR
MAKALAH ILMU ALAMIAH DASAR“Prospek dan Permasalahan Pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia”
DISUSUN OLEH:
HENRY CHRISTI 42409100
ARNOLD PRATAMA HALIM 42409102
VINCENTIUS MICHAEL SS 42409105
JAKA WINATA PRAYOGO 42409107
SONY PRASETYA WANANDI 42409111
UNIVERSITAS KRISTEN PETRA
SURABAYA
PENDAHULUAN
Seiring dengan krisi energi yang sedang menimpa Indonesia saat ini yang ditandai dengan
semakin menipisnya cadangan minyak yang dimiliki oleh Indonesia, maka pemerintah berniat
membangun instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia. Pemerintah merasa pembangkit
– pembangkit listrik yang sudah ada sekarang masih belum bisa mencukupi kebutuhan permintaan
listrik masyarakat Indonesia.
Ada dua cara untuk menghasilkan listrik secara ekonomis dalam skala besar. Pertama
menggunakan tenaga air dan kedua menggunakan tenaga panas. Tenaga air memanfaatkan energi
gravitasi air terjun, sedangkan tenaga panas memanfaatkan energi yang terdapat pada uap
betekanan tinggi. Kedua – duanya untuk memutar turbin dan generator listrik. Murahnya pembangkit
listrik tenaga air (PLTA) karena ia tidak memerlukan bahan bakar. Bahan bakar PLTA secara tidak
langsung dari energi surya melalui siklus hidrogik. Jadi PLTA satu – satunya pemanfaatan energi
surya sebagai pembangkit listrik yang layak secara ekonomi. Uap bertekanan tinggi peada
pembangkit listrik tenaga uap dapat diperoleh melalui cara membakar batu bara, minyak gas, kayu,
dan bahan – bahan lainnya yang dapat terbakar untuk memanaskan air. Pemanasan air ini juga
dapat ditempuh dengan memanfaatkan energi yang dikeluarkan melalui proses pembelahan inti
atom uranium (proses fissi inti). Pembangkit listrik yang terakhir ini dikenal dengan nama
Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Dalam sudut pandang kebutuhan energi di amasa sekarang dan akan datang, sebagian
besar masyarakat sepakat bahwa Indonesia harus meningkatkan suplai energinya, terutama energi
listrik yang peningkatan kebutuhannya untuk kini saja sudah gagal di antisipasi oleh PLN. Selain
listrik merupakan sumber penerangan, ia mempunyai peranan lain yaitu sebagai pendorong
perekonomian, sehingga ada suatu korelasi antara konsumsi energi listrik dengan keadaan
perekonomian suatu masyarakat. Nmaun demikian, dari beberapa sumber energi yang ada perlu
ditentukan beberapa alternatif pilihan. Alternatif – alternatif tersebut sudah sering ditawarkan oleh
pemerintah dan dibahas secara berkali – kali, dikaji, dan dikomentari oleh pakar energi, pakar listrik,
maupun masyarakat umum.
Dalam tulisan ini akan dibahas apa sebenarnya PLTN itu, bagaimana cara kerjanya, dan
permasalahs, prospek, serta persepsi masyarakat Indonesia tentang pembangunan PLTN yang
direncanakan dibangun pada 2012 dan beroperasi muali 2017.
Namun masih ada banyak pro dan kontra yang terjadi di dalam masyarakat mengenai
rencana pemerintah ini. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan penyuluhan mengenai
teknologi nuklir kepada masyarakat. Selain itu pemerintah juga harus menerapkan standard
keamanan yang ketat terhadap PLTN yang nantinya akan didirikan.
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai sayarat oemenuhan tugas mata kuliah Ilmu
Alamiah Dasar. Selain sebagai pemenuhan terhadap tugas mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar,
Makalah ini kami tulis bersama agar mempunyai manfaat bagi perkembangan pengetahuan baik
bagi sisi penulis, maupun bagi sisi pembacanya. Makalah ini kami susun dengan memuat banyak
informasi, pengetahuan, dan wawasan umum tentang keberadaan sebuah pembangkit listrik tenaga
nuklir atau yang biasa dikenal dengan PLTN. Kami secara lebih mendasar membahas tentang apa
sebenarnya PLTN itu, bagaimana cara kerjanya, dan permasalahs, prospek, serta persepsi
masyarakat Indonesia tentang pembangunan PLTN. Kami harap agar tujuan penulisan makalah ini
akan kami capai.
PEMBAHASAN
Di Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN sudah dimulai
pada tahun 1956 dalam bentuk pernyataan dalam seminar-seminar yang diselenggarakan di
beberapa universitas di Bandung dan Yogyakarta. Meskipun demikian ide yang sudah mengkristal
baru muncul pada tahun 1972 bersamaan dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan
PLTN (KP2PLTN) oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Departemen Pekerjaan Umum
dan Tenaga Listrik (Departemen PUTL). Kemudian berlanjut dengan diselenggarakannya sebuah
seminar di Karangkates, Jawa Timur pada tahun 1975 oleh BATAN dan Departemen PUTL, dimana
salah satu hasilnya suatu keputusan bahwa PLTN akan dikembangkan di Indonesia. Pada saat itu
juga sudah diusulkan 14 tempat yang memungkinkan di Pulau Jawa untuk digunakan sebagai lokasi
PLTN, dan kemudian hanya 5 tempat yang dinyatakan sebagai lokasi yang potensial untuk
pembangunan PLTN.
Pada perkembangan selanjutnya setelah dilakukan beberapa studi tentang beberapa lokasi
PLTN, maka diambil suatu keputusan bahwa Semenanjung Muria adalah lokasi yang paling ideal
dan diusulkan agar digunakan sebagai lokasi pembangunan PLTN yang pertama di Indonesia.
Disusul kemudian dengan pelaksanaan studi kelayakan tentang introduksi PLTN yang pertama pada
tahun 1978 dengan bantuan Pemerinatah Itali, meskipun demikian, rencana pembangunan PLTN
selanjutnya terpaksa ditunda, untuk menunggu penyelesaian pembangunan dan pengoperasian
reaktor riset serbaguna yang saat ini bernana “GA Siwabesy” berdaya 30 MWth di Puspiptek
Serpong.
Pengertian dari PLTN sendiri adalah stasiun pembangkit listrik termak di mana panas yang
dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik. Cara kerja PLTN tidak jauh
berbeda dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Bedanya pada PLTN energi panas yang
dihasilkan berasal dari reaksi nuklir. Panas yang dihasilkan dari reaksi nuklir ini digunakan untuk
menguapkan air pendingin. Uap ini digunakan sebagai penggerak turbin sehingga diperoleh energi
kinetik. Energi kinetik yang dihasilkan digunakan untuk memutar generator yang akhirnya
menghasilkan energi listrik.
Dilihat dari proses berlangsungnya, ada dua jenis reaksi nuklir, yaitu reaksi nuklir berantai
tak terkendali dan reaksi nuklir berantai terkendali. Rekasi nuklir tak terkendali terjadi misalnya pada
ledakan bom nuklir. Dalam peristiwa ini reaksi nuklir sengaja tidak dikendalikan agar dihasilkan
panas yang luar biasa besarnya sehingga ledakan bom memiliki daya rusak yang maksimal. Agar
reaksi nuklir tersebut dapat dimanfaatkan, maka manusia berusaha untuk mebuat suatu sarana
reaksi yang dikenal sebagai reaktor nuklir. Jadi reaktor nuklir sebetulnya hanyalaj tempat diaman
reaksi nuklir berantai terkendali dapat dilangsungkan. Rekasi berantai di dalam reaktor nuklir ini
tentu sangat berbeda dengan rekasi berantai pada ledakan bom nuklir. Reaktor daya dirancang
untuk meproduksi energi listrik melalui PLTN. Reaktor daya hanya memanfaatkan energi panas
yang timbul dari reaksi fisi, sedangkan kelebihan neutron dalam teras reaktor akan dibuang atau
diserap menggunakan batang kendali. Karena memanfaatkan panasl hasil fisi, maka rekator daya
dirancang berdaya termal tinggi dari orde ratusan hingga ribuan MW.
Proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik di dalam PLTN
adalah sebagai berikut:
Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga dilepaskam energi dalam bentuk
panas yang sangat besar
Panas hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air pendingin ,
bisa pendingin primer maupun sekunder bergantung pada tipe reaktor nuklir yang
digunakan.
Uap air yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin sehingga dihasilkan energi
gerak/kinetik
Energi kinetik dari turbin selanjutnya dipakai untuk memutar generator sehingga
dihasilkan arus listrik.
Sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN), sehingga belum ada sebuahpun PLTN yang dapat dioperasikan untuk mengurangi beban
kebutuhan energi listrik yang saat ini semakin meningkat di Indonesia. Padahal energi nuklir saat ini
di dunia sudah cukup berkembang dengan menguasai pangsa sekitar 16% listrik dunia. Hal ini
menunjukkan bahwa energi nuklir adalah sumber energi potensial, berteknologi tinggi,
berkeselamatan handal, ekonomis, dan berwawasan lingkungan, serta merupakan sumber energi
alternatif yang layak untuk dipertimbangkan dalam Perencanaan Energi Jangka Panjang bagi
Indonesia guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Pembahasan berikut ini adalah hasil analisis PLN mengenai potensi pemanfaatan PLTN
dalam sistem ketenagalistrikan Indonesia dikaitkan dengan perkembangan terbaru dalam metode
pengembangan PLTN.
Pada tahun 1984, di seluruh Indonesia, baru sekitar 14% rumah tangga yang menikmati
listrik PLN. Pada saat itu, konsumsi perkapita baru mencapai 70 kWh per tahun. Seperti tampak
dalam Tabel-1 dibawah ini, kebutuhan listrik telah meningkat dengan pesat dengan laju
pertumbuhan 11.7% selama kurun waktu 1984 s.d. 2004. Pada tahun 2004, rasio elektrifikasi telah
menjadi 53% dengan konsumsi perkapita mencapai 461 kWh per tahun. Pada tahun 1999, rasio
elektrifikasi sebenarnya telah mencapai 52%, namun dengan adanya krisis moneter
pertumbuhannya terhambat.
Walaupun telah tumbuh dengan pesat, tingkat konsumsi listrik kita masih relative rendah
sehingga diperkirakan kebutuhan akan tetap meningkat pesat dimasa depan. Selain itu, konsumsi
listrik belum merata. Mayoritas konsumsi listrik terjadi di Jawa bagian barat, yaitu di Provinsi-provinsi
Banten, DKI dan Jabar. Pada tahun 2004, 50% konsumsi terjadi di Jawa bagian barat, 28% di Jawa
Tengah dan Timur dan sisanya sebesar 22% tersebar di pulau-pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi
dan lainnya.
Pada tahun 2015, beban puncak diproyeksikan akan mencapai 31 GW dan pada tahun
2025 mencapai 55 GW. Pertumbuhan beban ini dengan sendirinya menuntut penambahan-
penambahan kapasitas pembangkit baru dalam sistem ketenagalistrikan. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, sampai dengan 2025 diperkirakan diperlukan penambahan 51 GW kapasitas
pembangkit baru. Maka penambahan ini akan di dominasi oleh pembangkit pemikul beban dasar,
seperti PLTU Batubara dan PLTN.
Dari analisis, didapat bahwa apabila PLTN tidak dikembangkan maka hingga tahun 2025
diperlukan tambahan PLTU Batubara sebesar 39 GW atau 65 unit pembangkit kelas 600 MW.
Sehingga pada tahun 2025, akan dibakar sebanyak 125 juta ton batubara di PLTU-PLTU, ini adalah
sekitar 5 kali jumlah batubara yang dibakar selama tahun 2005.
Pandangan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya energi primer adalah
tidak tepat. Kenyataannya, dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa, maka sebenarnya sumber daya
energi primer kita tidaklah sebanyak yang dipersepsikan. Tabel-3 berikut ini memperlihatkan posisi
kekayaan sumber daya energi primer kita di dunia. Dapat disimpulkan bahwa cadangan minyak
bumi, gas alam dan batubara kita tidaklah banyak dan apabila tidak ditemukan cadangan terbukti
baru mungkin saja habis dalam 10 hingga 40 tahun lagi.
Cadangan Terbukti R/P
Indonesia % Dunia Indonesia Dunia
Minyak Bumi*) 4.3 milyar brl 0.4 10 41
Batubara*) 4.9 milyar ton 0.5 37 155
Gas Alam*) 97.2 TCF 1.5 36 65
Tenaga Air 75 GW 0.02 n/a n/a
Panas Bumi 27 GW 40 n/a n/a
R/P adalah rasio antara cadangan dengan produksi tahunan saat ini.
*) Sumber: BP Statistical Review of World Energy, June 2006.
Tenaga air adalah sumber energi setempat yang, pada saat ini, energinya tidak dapat
dipindahkan kecuali dalam bentuk listrik. Potensi tenaga air di Jawa-Bali, hampir seluruhnya telah
dimanfaatkan. Pengembangan PLTA baru di pulau Jawa, akan sangat sulit dilaksanakan karena
masalah-masalah sosial yang mungkin timbul akibat relokasi penduduk. Potensi terbesar yang
masih memungkinkan untuk dikembangkan berada di Kalimantan, Sulawesi dan di Papua. Pada
saat ini, pemindahan energi listrik melalui kabel laut dari dari pulau-pulau besar lainnya, selain
Sumatra, ke pulau Jawa masih belum layak secara ekonomi maupun teknis.
Panas bumi juga termasuk sumber energi setempat dan terbarukan. Terdapat potensi yang
cukup besar di pulau Jawa, namun, umumnya pemanfaatan panas bumi terbatas dalam masih
dalam skala yang kecil. Persoalan panas bumi adalah faktor ketidakpastian yang cukup tinggi di sisi
eksplorasi sehingga uap panas bumi masih belum menarik secara ekonomi. Oleh karena itu,
diperkirakan perkembangan pemanfaatan panas bumi masih lambat dan relatif mahal. Sumber
energi terbarukan lainnya, seperti angin, matahari, biomass dsb, dapat mengurangi ketergantungan
akan sumber energi primer fosil namun dalam skala yang terbatas.
Dengan harga BBM dan gas alam yang tinggi juga kecenderungan pasar untuk melakukan
parity harga gas alam terhadap harga minyak, membuat gas alam kurang menarik untuk dijadikan
sebagai sumber energi pembangkit pemikul beban dasar dimasa yang akan datang.
Maka, pada saat ini, pilihan sumber energi primer untuk pembangkit beban dasar baru
dimasa 10 hingga 20 tahun kedepan, yang logis hanyalah batubara. Sehingga diperkirakan masa
depan pembangkitan tenaga listrik akan didominasi batubara dan energi primer lainnya yang saat ini
sudah digunakan [gas dan tenaga air] akan berperan relatif kecil.
Ketergantungan atas batubara akan menjadi tidak realistis. Namun permasalahan dalam
pemanfaatan batubara adalah permasalahan lingkungan baik disaat penambangan maupun di saat
pemanfaatan. Pada akhirnya, masalah lingkungan ini akan menuntut biaya-biaya yang akan di
bebankan pada pemakai batubara. Jadi bisa diperkirakan bahwa harga batubara akan meningkat
dimasa depan. Disamping itu mengingat faktor transportasi batubara dan pelalatan penambangan
yang umumnya menggunakan BBM, harga batubara juga akan mengalami kenaikan dengan
naiknya harga minyak dunia. Dapat disimpulkan bahawa penggunaan tenaga reaktor nuklir sebagai
instalasi pembangkit listrik menjajikan sebuah energi yang besar untuk memenuhi kebutuhan
msayarakat Indonesia saat penggunaan energi tak terbarukan sebagai bahan dasar pembangkit
listrik menjadi problematika yang semakin rumit dan sulit untuk dipecahkan. Energi nuklir
menjanjikan kapasitas yang sangat besar yang dikira akan mampu memenuhi kebutuhan seluruh
masyarakat Indonesia akan kebutuhan tenaga listrik. Pemanfaatan energi nuklir akan menjanjikan
efek yang positif asalkan digunakan metode – metode yang tepat dalam pemanfaatannya. Pada
tahun1970an dan 1980an, di Amerika Serikat telah terjadi banyak keterlambatan penyelesaian
pembangunan PLTN karena perubahan-perubahan dalam peraturan yang dibuat oleh regulator.
Perubahan dalam peraturan ini menuntut pula redesign beberapa komponen. Ditambah dengan
inflasi yang tinggi pada era tersebut, maka biaya investasi PLTN menjadi sangat tinggi. Disamping
itu, karena tingkat keamanan [safety] PLTN mutlak harus sangat tinggi, maka biaya investasi PLTN
jauh lebih mahal dari jenis pembangkit lainnya. Hal ini lah yang menimbulakan stigma PLTN itu
berbiaya invesatasi sangat tinggi dan tidak ekonomis.
Untuk keberhasilan pemanfaatan PLTN, dituntut adanya metode pengembangan yang
mampu menjawab kedua hal tersebut diatas. Telah lama diyakini, bahwa pembangunan PLTN tidak
dapat dianggap seperti membangun pembangkit listrik biasa. Pemahaman ini yang akhirnya
menghasilakn sebuah metode pengembangan PLTN, yaitu pengembangan PLTN melalui program
nuklir nasional dengan strategi yang tepat. Metode pengembangan PLTN ini, pertama di
kembangkan di Perancis, mulai diterapkan diberbagai negara seperti Korea Selatan dan Cina.
Metode pengembangan PLTN ini dapat diringkaskan sebagai berikut:
Menerapkan satu [saja] desain standar PLTN untuk dibangun secara serial
[berturut-turut] dalam jumlah yang banyak.
Harus dipilih PLTN yang disainnya telah proven dan mendapat lisensi dari regulator
di negara asalnya.
PLTN dibangun dalam waktu yang sesingkat-singkatnya atau tepat waktu. Oleh
karena itu, kepastian [predictable] dan kelancaran proses linsensi oleh regulator
akan sangat menentukan.
Mengikut sertakan sektor industri/pabrikan, rekayasa teknik, badan-badan penelitian
dan perguruan tinggi untuk menguasai teknologi PLTN standar tersebut dengan
tujuan jangka pendek meningkatkan kandungan lokal dalam pembangunan PLTN
dan tujuan jangka panjang mengembangkan sendiri generasi PLTN standar
berikutnya.
Dukungan penuh dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DPR dan DPRD.
Dengan memprogramkan pembangunan PLTN yang sama dalam jumlah yang
banyak, misalkan dengan target menyelesaikan 1 unit pertahun sejak tahun 2016,
maka biaya investasi akan dapat ditekan karena:
Menekan biaya pembuatan desain untuk unit-unit ke 3 dan seterusnya karena
menggunakan desain yang sama dengan 2 unit pertama dengan modifikasi
seperlunya sesuai kondisi site.
Menekan biaya pembuatan dan pemasangan karena terjadinya pengulangan
sehingga terjadi efisiensi waktu, peralatan dan tenaga kerja. Juga, diharapkan
kandungan lokal akan meningkat pada unit-unit berikutnya.
Terjadi perbaikan dalam manajemen konstruksi untuk unit-unit berikutnya.
Pembangunan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya akan menghemat biaya
financial [bunga pinjaman]. Peningkatan kandungan lokal [komponen, material dan
tenaga kerja] akan mengurangi resiko perubahan kurs mata uang asing disamping
membuka lapangan kerja. Terakhir, pemakaian standar desain yang telah proven
dan memperoleh lisensi dari regulator di negara asalnya, dapat menekan serendah-
rendahnya resiko kecelakaan nuklir.
Oleh karena itu, kiranya kita di Indonesia perlu mempertimbangkan untuk mengikuti jejak
negara-negara yang telah sukses memanfaatkan PLTN, yaitu menerapkan metode pengembangan
PLTN seperti yang diuraikan diatas.
Mengingat biaya investasi PLTN yang relatif tinggi maka untuk mendapatkan biaya produksi
yang bersaingan diperlukan pendanaan murah baik berupa soft loan ataupun dana lain yang
disiapkan pemerintah. Mengingat faktor safety dan berbagai faktor lainnya [antara lain terbatasnya
jumlah pabrikan tenaga nuklir] pengembangan PLTN mungkin sulit dikompetisikan dan karena itu
pendanaan yang paling mungkin disesuaikan dengan pilihan negara pabrikan.
Sebelum pengembangan PLTN dilakukan diperlukan langkah langkah persiapan yang
antara lain adalah:
Memaksimalkan pemanfaatan energi alternatif lainnya [di Jawa-Bali] yaitu gas alam
dan panasbumi.
Melakukan penelitian dan pemilihan lokasi yang memenuhi syarat [segara geologi,
keselamatan] untuk membangun PLTN.
Meyakinkan sumber energi primer [Uranium] akan dibeli atau diproduksi dimana,
kontinuitas penyediaan dan kestabilan harganya.
Menyiapkan penguasaan teknologi [minimum ketergantungan kepada tenaga asing]
dalam pembangunan, pengoperasian [yang rentan akan keselamatan kerja].
Memastikan sumber pendanaan yang murah, karena penggunaan dana komersial
[Kredit Ekspor] akan mengurangi competitiveness [daya saing] PLTN.
Skema bisnis pengembangan PLTN kemungkinan tidak dapat diserahkan kepada
swasta atau IPP. Umumnya peranan pemerintah dalam pengembangan PLTN,
terutama pada tahapan permulaan, adalah sangat besar. Hal ini disebabkan
tingginya resiko yang dihadapi. Resiko-resiko ini misalnya penolakan oleh sebagian
masyarakat, ketidak pastian dalam peraturan dan perundangan, ketersediaan
sumber daya manusia yang memenuhi syarat hingga resiko kecelakaan nuklir. Bila
dipadukan dengan biaya investasi yang tinggi, maka dapat dipastikan bisnis PLTN
akan sangat berat bagi perusahaan swasta untuk menanggungnya tanpa
perlindungan-perlindungan oleh negara. Hal ini tentunya akan berdampak politis
yang berat bagi pemerintah. Masyarakat akan mempertanyakan perlindungan-
perlindungan ini dan, dilain pihak, pengembang swasta tidak akan sanggup tanpa
itu.
Umumnya program pengembangan PLTN yang berhasil, dimotori oleh perusahaan
yang dimiliki negara dengan dukungan kuat pemerintahnya. Perusahaan ini dapat
berbentuk perusahaan listrik seperti PLN maupun sebuah perusahaan khusus untuk
PLTN. Bagaimanapun, perlindungan-perlindungan oleh negara pada sebuah
perusahaan milik negara, yang terkontrol baik, akan lebih mudah diterima secara
politis.
Partisipasi masyarakat maupun swasta dapat berwujud dalam partisipasi
pendanaan, misalnya dalam bond [obligasi] yang diterbitkan untuk pembangunan
PLTN. Sektor swasta dimungkinkan turut serta dalam program nuklir nasional,
misalnya sebagai manufaktur komponen atau pelaksana konstruksi.
Melihat fakta-fakta ini,maka potensi di kembangkannya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di
Indonesia tidaklah tertutup mengingat situasi penyediaan energi konvensional termasuk listrik
nasional di masa mendatang semakin tidak seimbang dengan kebutuhannya, maka opsi nuklir
dalam perencanaan sistem energi nasional jangka panjang merupakan suatu solusi yang
diharapkan dapat mengurangi tekanan dalam masalah penyediaan energi khususnya listrik di
Indonesia. Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan tersebut di atas maka diharapkan pernyataan
dari semua pihak yang terkait dengan pembangunan energi nasional bahwa penggunaan energi
nuklir di Indonesia sudah diperlukan, dan untuk itu perlu dimulai pembangunan pembangkit listrik
tenaga nuklir (PLTN) sekitar tahun 2010, sehingga sudah dapat dioperasikan secara komersial pada
sekitar tahun 2017.
HALANGAN DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR
Seiring dengan rencana pemerintah mendirikan PLTN di Indonesia, timbul pro dan kontra
dalam amsyarakat mengenai hal ini. Ynag perlu mendapat perhatian adalah bahwa dari pihak yang
tidak setuju sebaguian besar tinjauan yang ditampilkan adalah dari sisi sosio kultural, politik,
ekonomi, dan lingkungan dengan sedikit porsi dari sisi teknis dan implementasi pembangunannnya
semata dan dianggap kurang mengakomodir pertimbangan – pertimbangan sosial, kultural,
ekonomi, dan dilantunkan oleh pihak yang setuju dan tidak setuju. Setidaknya porsi teknis yang
diajukan oleh pihak yang tidak setuju adalah wajar karena latar belakang pengetahuan mereka
tentang PLTN sebenarnya sangatlah minim. Oleh karena itu merupakan tantangan bagi pihak yang
setuju untuk mnyajikan fakta yang benar dan objektif ditinjau dari sisi sosio kultural, politik, ekonomi,
dan lingkungan dengan porsi yang lebih besar sehingga dapat mengimbangi lantunan teknisnya.
Secara garis besar, masyarakat yang kurang senang akan kehadiran PLTN dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok, pertama adalah kelompok masyarakat awam, bagi mereka
nuklir menimbulkan rasa takut, karena kurang paham terhadap sifat atau karakter nuklir itu.
Termasuk dalam kelompok ini adalah beberap[a budayawan, politikus, tokoh keagamaan, dan
beberapa anggota masyarakat umum lainnya. Kedua adalah masyarakat yang sedikit pahamnya
tentang nuklir. Mereka menyangsikan kemampuan orang Indonesia dalam mengoperasikan PLTN
dengan aman, termasuk poengambilan limbahradioaktif yang timbul dari pengoperasian tenaga
nuklir.Ketiga adalah kelompok masyarakat yang paham tentang nuklir tetapi mereka menolak
kehadiran PLTN. Karena mereka melihat PLTN dari kacamata yang berbeda sehingga keluar
argumen – argumen yang berbeda pula. Termasuk dalam kelompok ini adalah beberapa pejabat
dan mantan pejabat pemerintah yang pernah berhubungan dengan masalah keenergian, kelistrikan
dan pernukliran.
Umumnya argumentasi yang digunakan kelompok kontra-PLTN adalah sebagai berikut.
Pertama, pembangunan PLTN berisiko terlalu tinggi mengingat Nusantara itu identik dengan the ring
of fire. Kedua, pembangunan PLTN tidak ada urgensinya karena masih banyak sumber energi
alternatif lain. Ketiga, Indonesia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang lemah sehingga timbul
kekhawatiran akan disiplin dalam operasi dan pemeliharaan terhadap PLTN jika sekiranya dibangun
di sini.
Bahkan yang lebih provokatif lagi, kelompok yang berpandangan kontra-PLTN ini juga
mengungkapkan bahwa hasil Konferensi PBB tentang perubahan iklim yang berlangsung di
Copenhagen pada Desember 2009 tidak menetapkan nuklir sebagai energi alternatif untuk
mengurangi emisi CO2. Lebih menyesatkan lagi, pandangan yang menyatakan bahwa kelompok
yang berpandangan pro-PLTN di Indonesia disamakan dengan layaknya keinginan Iran untuk
membangun Reaktor nuklirnya.
Harus diakui pandangan kontra-PLTN di atas tersebut wajar-wajar saja sebagai bukti kebebasan
berpendapat. Namun, persoalan pokoknya apakah kita akan terus berpolemik tentang masalah pro-
kontra ini, sedangkan negara-negara lain terus meningkatkan penggunaan PLTN dalam menangani
kebutuhan listrik rakyatnya? Demikian pula, apakah kita sudah meyakini bahwa optimalisasi
penggunaan sumber-sumber energi alternatif yang lain di luar nuklir merupakan jawaban yang paling
tepat dalam menyikapi krisis listrik nasional kini dan mendatang di satu pihak dan sebagai cara kita
untuk memenuhi komitmen pengurangan emisi CO2 di lain pihak? Lantas, bagaimana pula dengan
komitmen yang telah dinyatakan dalam UU No 17/2007 dan Perpres No 5/2006? Sampai kapan pula
kita harus menggantung pembangunan PLTN di negeri ini yang telah direncanakan lebih dari 30
tahun yang lalu tersebut?
PLTN termasuk jenis teknologi yang berisiko amat tinggi. Dan Indonesia, meski belum
terbukti mampu menjamin keamanannya, hanya bisa menjadi pemakai saja. Adapun
teknologi dan uranium sebagai bahan dasarnya harus diimpor dari negara lain (Korea
Selatan atau Jepang, tergantung siapa yang nanti jadi investornya).
Selain menciptakan ketergantungan, PLTN juga sangat mahal dan berumur pendek (antara
25-35 tahun, lalu mesti ditutup dengan biaya yang juga sangat besar).
Dua puluh empat tahun yang lalu, reaktor nomor 4 PLTN Chernobyl di Ukraina (saat itu
masih bagian dari Uni Soviet) meledak dan melepaskan radiasi tinggi selama 10 hari
pertama setelah kecelakaan itu terjadi, dan membuat daerah yang cukup jauh dari pusat
PLTN tersebut terkontaminasi seperti wilayah Skandinavia, Yunani, Eropa Tengah dan
Timur, Jerman Selatan, Perancis Utara dan Inggris. Dan efek negatif dari radiasi itu masih
terasa hingga saat ini.
Teknologi tinggi PLTN hingga kini belum dapat memenuhi janjinya dalam sektor keamanan.
Beberapa kecelakaan dan kebocoran kerap terjadi di PLTN seluruh dunia. Dan itu
berdampak negatif untuk masyarakat maupun lingkungan.Salah satu tragedi kecelakaan
teknologi nuklir adalahnya ,meledaknya reaktor nomor 4 PLTN Chernobyl di Ukraina (saat
itu masih bagian dari Uni Soviet) dan melepaskan radiasi tinggi selama 10 hari pertama
setelah kecelakaan itu terjadi, dan membuat daerah yang cukup jauh dari pusat PLTN
tersebut terkontaminasi seperti wilayah Skandinavia, Yunani, Eropa Tengah dan Timur,
Jerman Selatan, Perancis Utara dan Inggris. Dan efek negatif dari radiasi itu masih terasa
hingga saat ini.
Selain itu di tinjau dari segi geografis,Indonesia merupakan suatu resiko besar untuk sebuah
reaktor PLTN. Dengan wilayah yang di kelilingi gunung berapi dan berada di dua lempeng
dunia, Indonesia rentan akan gempa bumi.Bayangkan apabila terjadi gempa di reactor
nuklir.
PLTN belum mampu menjawab segala masalah yang timbul akibat operasinya yaitu
radioaktif yang dapat mencemari masyarakat, limbah nuklir yang tidak dapat di daur ulang
karena masih terdapat tingkat radiasi yang tinggi.
Jika pemerintah Indonesia berencana menyiapkan energi yang komprehensif untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya maka tentu saja bukan nuklir jawabannya.
Masyarakat Indonesia terus di dengungkan kebutuhan akan energi nuklir, padahal saat ini
Indonesia hanya memanfaatkan sangat sedikit dari potensi energi terbarukan yang ada.
Indonesia sendiri sangat kaya akan sumber-sumber energi terbarukan, seperti panas bumi,
angin, air, matahari, mikrohidro dan biomassa. Pemanfaatan sumber-sumber tersebut
secara optimal akan mampu mencukupi kebutuhan energi seluruh negeri.
PEMECAHAN MASALAH
Memaksimalkan pemanfaatan energi alternatif lainnya [di Jawa-Bali] yaitu gas alam dan
panasbumi.
Melakukan penelitian dan pemilihan lokasi yang memenuhi syarat [segara geologi,
keselamatan] untuk membangun PLTN.
Meyakinkan sumber energi primer [Uranium] akan dibeli atau diproduksi dimana,
kontinuitas penyediaan dan kestabilan harganya.
Menyiapkan penguasaan teknologi [minimum ketergantungan kepada tenaga asing]
dalam pembangunan, pengoperasian [yang rentan akan keselamatan kerja].
Memastikan sumber pendanaan yang murah, karena penggunaan dana komersial
[Kredit Ekspor] akan mengurangi competitiveness [daya saing] PLTN.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemerintah harus menerapkan standard keamanan reaktor pada PLTN, sehungga
keamanan PLTN lebih terjamin dan menunjang kelancaran produksi listrik. Selain itu, pemerintah
harus memberikan edukasi terhadap masyarakat, diantaranya:
Meluruskan pernyataan – pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan
Memberikan perbandingan resiko antara PLTN dengan aktivitas lain
Menggantikan emosi dengan akal sehat
Masyarakat anti nuklir amat pandai dan mahir membangun kecemasan
masyarakat terhadap efek kesehatan seperti kanker akibat radiasi, demikian
pula efek genetis akibat radiasi yang sifatnya stokastik sering dilebih – lebihkan
sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan terutama terhadap wanita.
Dengan demikian penjelasan yang objektif terhadap masalah tersebut dari
pihak yang berkompeten (misalnya dokter ahli di bidang tersebut) sangat
diperlukan
Menguasai media spenuhnya
Media memegan peranan yang sangat penting dalam membentuk opini
masyarakat. Memang harus diakui bahwa karena minimnya oengetahuan para
wartawan tentang nuklir, media mengalami kesulitan dalam memberikan cerita
yang sebenarnya. Para wartawan sering tidak cukup memiliki pengethuan
tentang suatu topik agar mampu membedakan cerita nuklir yang benar dan
sekedar isapan jempol belaka. Akibatnya, meskipun jika ceritanya
menguntungkan industri nuklir, namun karena desakn keseimbangan berita,
media juga harus mengakomodir suara – suara dari sudut pandang anti nuklir.
Di sinilah kesempatan yang ditunggu – tunggu oleh gerakan antinuklir karena
dengan model pemberitaan seperti ini, orang awam menjadi bingung siapa
yang benar dan siapa yang salah.
Bekerja dengan hati – hati dan cermat sehingga hal – hal yang dikhawatirkan
masyarakat benar – benar tidak terbukti
Secara objektif, PLTN merupakan suatu industri energi yang relatif aman
dibandingkan dengan industri energi yang lain. Namun oleh kalangan masyarakat
antinuklir, PLTN dianggap sebagai industri energi yang paling berbahaya. Jadi
setiap PLTN yang akan dibangun harus selalu diteliti dan diawasi kendalinya mulai
dari sejak tahap persiapan, pengembangan, dan pengoperasian.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin H.A.
Persepsi dan Penerimaan Masyarakat terhadap PLTN. Elektro Indonesia. Edisi VII. April 1997
Akhadi, Mukhlis
Mengenal Proses Kerja dan Jenis –Jenis PLTN. Elektro Indonesia. Nomor 36. Th. VII. April 2001
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_daya_nuklir
http://www.detik.com
http://www.batan.go.id
http://www.google.co.id