MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

16
Penyusun: Oleh Dokter Muda Nurul Mahirah Binti Meor Halil 030.04.267 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta 2011 1

description

Oleh Dokter Muda Nurul Mahirah Binti Meor Halil030.04.267Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta 2011

Transcript of MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

Page 1: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

Penyusun:

Oleh Dokter Muda Nurul Mahirah Binti Meor Halil

030.04.267

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta 2011

MANAJEMEN PASIEN STUPOR DAN KOMA

1

Page 2: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

Pendahuluan

Pasien dalam keadaan penurunan kesadaran sedang atau berat dapat dikategorikan

sebagai stupor atau koma. Keadaan ini merupakan keadaan emergensi atau gawat darurat

bila terjadi akut. Banyak variasi penyebab baik itu keadaan metabolik atau suatu proses

intrakranial yang dapat mengakibatkan pasien dalam keadaan stupor atau koma ini. Adapun

manajemen pada pasien seperti ini haruslah berfokus untuk menstabilkan keadaan pasien,

menegakkan diagnosis, dan menatalaksana pasien berdasarkan penyebab dari penyakit

tersebut.

Tinjauan pustaka ini bertujuan sebagai tambahan referensi untuk mahasiswa

kedokteran, paramedis dan para dokter non neurologis yang bekerja di Rumah Sakit dalam

menangani dan mentatalaksana pasien dengan kelainan neurologis yang datang di ruang

gawat darurat, intensive care unit, bangsal, atau pun klinik.

Hal yang perlu Dipikirkan

Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk pertama kali ada

beberapa pertanyaan dalam benak kita sebagai pertimbangan yaitu :

1. Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut ?

2. Apakah jalan napas baik ?

Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang disebabkan

karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi karena hilangnya

kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT) dengan intubasi

merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigenasi

yang adekuat.

Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi

lebih baik kita memanggil dokter Anestesi untuk melakukan intubasi. Pada pasien

stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 % oksigen dengan

face mask sampai hipoksemia tidak kita temukan.

3. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar oleh toksin ?

Lakukan deskripsi pasien dengan cepat mengenai riwayat penyakit sekarang dan

dahulu baik medis maupun neurologis.

2

Page 3: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

4. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien sebelumnya ?

Kerabat, teman, personil ambulance, atau orang lain yang terakhir kali kontak dan

mengetahui keadaan pasien sebaiknya kita suruh tunggu untuk menanyakan

keadaan pasien sebelum kejadian.

Setelah keadaan umum pasien kita dapat langkah selanjutnya adalah memberikan

terapi emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, antara lain :

1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan intubasi bila telah

mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life Support (ATLS) ataupun Advance

Cardiac Life Support (ACLS).

2. Pasang jalur intrravena (iv line)

3. Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini harus

dilakukan secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang dapat ditangani

secara cepat sebagai penyebab stupor atau koma yang dapat disertai keadaan lain

seperti sepsis, henti jantung, atau trauma)

4. Lakukan pemeriksaan darah antara lain :

Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum, kreatinin)

Hitung darah lengkap

Analisa gas darah

Kalsium dan magnesium

Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT)

5. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakukan pemeriksaan skrining toksikologi, tes

fungsi tiroid, fungsi hepar, kortisol serum, dan kadar ammonia.

6. Lakukan pemasangan folley catheter

7. Lakukan pemeriksaan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan rontgen thoraks.

8. Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan ’dilapangan’ atau bila etiologi dari

penyebab koma tidak jelas. Diantaranya :

Thiamin 100 mg iv ( dimana pemberian tiamin dapat mengembalikan pasien

dari koma yang disebakan karena defisiensi thiamin akut (Wernicke

ensefalopati). Harus diberikan sebelum pemberian dekstrose karena

3

Page 4: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

hiperglikemi dapat menyebabkan konsumsi thiamin yang berlebihan dan

memperburuk keadaan pasien.

50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv

Naloxone (Narcan) 0.4 – 0.8 mg iv, pada keadaan koma yang disebabkan

intoksikasi opiat. Dosis dapat diberikan sampai 10 mg.

Flumazenil (Romazicon) 0.2 – 1.0 mg iv, diberikan pada pasien yang koma

dicurigai karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis dapat diberikan hingga 3

mg dan jangan diberikan bila telah terjadi kejang pada pasien, karena

flumazenil ini dapat menimbulkan kejang.

Etiologi Koma

Secara umum stupor dan koma dapat disebabkan menjadi tiga kategori besar :

1. Kelainan struktur intrakranial (33 %)

Kebanyakan kasus ditegakkan melalui pemeriksaan imajing otak ( computed

tomography [CT] or magnetic resonance imaging [MRI] atau melalui lumbal

punksi [LP].

2. Kelainan metabolik atau keracunan (66%)

Dikonfirmasi melalui pemeriksaan darah, tapi tidak selalu positif.

3. Kelainan psikiatris (1%)

Stupor atau koma disebabkan oleh penyakit mempengaruhi kedua hemisfer otak

atau batang otak. Lesi unilateral dari satu hemisfer tidak menyebabkan stupor atau koma

kecuali massa tersebut besar hingga menekan hemisfer kontralateral atau batang otak.

Koma yang disebabkan kelainan fokal di batang otak terjadi karena terganggunya reticular

activating system. Kelainan metabolik dapat menyebabkan gangguan kesadaran karena efek

yang luas terhadap formasio retikularis dan korteks serebral.

Tiga penyebab koma yang dapat cepat menyebabkan kematian dan dapat ditangani

antara lain :

a. Herniasi dan penekanan batang otak : space ocupying lession yang

menyebabkan koma merupakan keadaan emergensi bedah saraf.

4

Page 5: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

b. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) : peningkatan TIK dapat menyebabkan

gangguan perfusi otak dan global hypoxic-ischemic injury.

c. Meningitis atau encephalitis : kematian akibat meningitis bakterialis atau herpes

encephalitis dapat dicegah dengan terapi secepatnya.

Penyebab koma seringkali dapat ditentukan melalui anamnesis perjalanan penyakit

melalui keluarga, teman, personel ambulan, atau orang lain yang terakhir kontak dengan

pasien dengan menanyakan :

1. Kejadian terakhir

2. Riwayat medis pasien

3. Riwayat psikiatrik

4. Obat-obatan

5. Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol

Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga ditegakkan

melalui pemeriksaan fisik :

a. Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial dengan

peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi.

b. Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness ( keracunan

CO), atau kuning

c. Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk

d. Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi

e. THT : otorea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya duramater

pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan serangan kejang.

f. Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) : kekakuan

disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid.

g. Pemeriksaan neurologis : untuk menentukan dalamnya koma dan lokalisasi dari

penyebab koma.

Pemeriksaan Neurologis

1. Status generalis : terbukannya kelopak mata dan rahang yang lemas menandakan

dalamya koma. Deviasi dari kepala dan gaze menandakan suatu lesi hemisfer

5

Page 6: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

ipsilateral yang luas. Myoklonus ( menandakan suatu proses metabolik), twitching

otot yang ritmik (indikasi dari kejang), tetani.

2. Tingkat kesadaran : dapat ditentukan melalui skala koma Glasgow untuk

memudahkan kita untuk mencatat perkembangan pasien. Untuk lebih mudahnya

gangguan kesadaran pada pasien dapat dideskripsikan berdasarkan letargi, stupor,

dan koma.

3. Pernafasan : pola pernafasan yang abnormal dapat membantu kita menentukan

lokalisasi dari koma. Diantaranya :

a. Cheyne-Stokes : lesi bihemisfer atau ensefalopati merabolik

b. Central neurogenic hiperventilation : CNS limfoma atau kerusakan batang

otak karena herniasi tentorial

c. Apneustic breathing : kerusakan pons

d. Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar

e. Ataxic breathing : kerusakan pusat pernafasarn medular (lesi di fosa

posterior)

4. Lapang pandang : dapat diperiksa dengan melakukan refleks ancam terhadap mata

sehingga berkedip. Kehilangan refleks ancam pada salah satu sisi mata menandakan

terjadinya suatu hemianopia.

5. Funduskopi : edema papil terjadi pada peningkatan TIK setelah lebih dari 12 jam

dan jarang terjadi secara akut. Tidak adanya suatu edema papil menyingkirkan

adanya peningkatan TIK. Pulsasi spontan dari vena sulit diidentifikasikan, tetapi

bila kita temukan menandakan TIK yang normal. Perdarahan subhialoid yang

berbentuk seperti globul bercak darah pada permukaan retina biasanya berhubungan

dengan terjadinya suatu perdarahan subarakhnoid.

6. Pupil : pastikan bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya.

a. Simetris dan reaktif terhadap rangsang cahaya menandakan midbrain dalam

keadaan intak. Pupil yang reaktif tanpa disertai respon dari kornea dan

okulosefalik menandakan suatu keadaan koma yang disebabkan kelainan

metabolik.

b. Midposition (2-5 mm) terfiksir atau pupil ireguler menandakan suatu lesi

fokal di midbrain.

6

Page 7: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

c. Pupil pinpoint yang reaktif menandakan kerusakan pada tingkat pons.

Intoksikasi dari opiat dan kholinergik (pilokarpin) juga dapat menyebabkan

pupil seperti ini.

d. Pupil anisokor dan terfiksir terjadi pada kompresi terhadap CN III pada

herniasi unkus. Ptosis dan exodeviasi juga terlihat pada kejadian tersebut.

e. Pupil terfiksir dan dilatasi menandakan suatu herniasi sentral, iskemia

hipoksia global, keracunan barbiturat, scopolamine, atau gluthethimide.

7. Pergerakan bola mata (gaze):

a. Perhatikan posisi saat istirahat :

i. Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan suatu lesi

hemisper kontralateral dari sisi yang hemiparesis

ii. Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan :

1. lesi di pons kontralateral hemiparesis

2. lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis

3. aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis

iii. Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari

midbrain, disertai dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus

refrakter dikenal sebagai sindroma parinoud

iv. Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae

tidak menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan

disfungsi hemisfer bilateral dan aktifnya refleks okulosefalik

v. Occular bobbing, yaitu terdapat reaksi cepat dari pergerakan bola

mata ke arah bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat

menunjukkan kerusakan bilateral dari pusat gaze horisontal pada

pons.

vi. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan

menunjukkan suatu psikogenik unresponsive.

b. Refleks okulosefalik (doll’s eye), respons yang intak terjadi pergerakan bola

mata berlawanan dari arah pemutaran kepala. Bila tidak terjadi refleks ini

menunjukkan disfungsi dari bilateral hemisfer serebri dan gangguan

7

Page 8: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

integritas dari struktur batang otak, yang sering terlihat pada koma

metabolik.

c. Refleks okulovestibular (kalori dingin), respons yang normal terdiri dari

deviasi tonik ke arah rangsangan air dingin yang dimasukkan ke lubang

telinga dan terjadi nistagmus cepat ke arah kontralateral.

i. Fase tonik tanpa disertai respons fase cepat dari nistagmus

menandakan koma disebabkan disfungsi bihemisfer

ii. Paresis konjugae dari gaze menandakan lesi unilateral hemisfer atau

pons

iii. Kelemahan mata asimetris menandakan lesi pada batang otak

iv. Refleks okulovestibular negatif menandakan koma yang dalam yang

mendepresi fungsi batang otak.

8. Refleks kornea : menandakan intaknya batang otak setinggi CN 5( aferen) dan CN 7

(eferen)

9. Refleks muntah : dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal tube.

10. Respons motorik :merupakan indikator terbaik dalam menentukan dalam dan

beratnya keadaan koma. Yang diperhatikan yaitu :

a. Pergerakan spontan : lihat adanya suatu asimetri

b. Tonus otot : peningkatan tonus otot bilateral pada ekstremitas bawah

merupakan tanda penting terjadinya suatu herniasi serebri.

c. Induksi pergerakan melalui :

i. Perintah verbal : normal

ii. Rangsang nyeri : dengan menggosokkan kepalan tangan pemeriksa

pada sternum dan penekanan pada nailbed dengan menggunakan

handel dari hammer.

11. Respon sensoris : respons asimetris dari stimulasi menandakan suatu lateralisasi

defisit sensoris.

12. Refleks :

a. Refleks tendon dalam : bila asimetris menunjukkan lateralisasi defisit

motoris yang disebabkan lesi struktural

8

Page 9: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

b. Refleks plantar : respon bilateral Babinski’s menunjukkan coma akibat

struktural atau metabolik.

Pemeriksaan Penunjang

Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi pasien dengan koma

karena dapat mengancam nyawa, maka pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan

dalam membantu penegakkan diagnosis, yaitu antara lain :

1. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila kita curigai

terdapat tumor atau abses. Dan mintakan print out dari bone window pada kejadian

trauma kepala

2. Punksi Lumbal : dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,

encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila diagnosis tidak dapat ditegakkan

melalui CT atau MRI kepala.

3. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa status kejang,

keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis tidak ditegakkan melalui

pemeriksaan CT dan LP.

Keadaa pseudokoma harus kita curigai bila semua pemeriksaan diagnostik telah kita

lakukan dan masih tidak dapat menegakkan diagnosis penyebab dari koma tersebut.

Diantaranya yaitu :

1. Koma psikogenik

2. Locked in syndrome : kerusakan pons bilateral

3. Mutism akinetik : kerusakan pada frontal dan thalamus

Manajemen Pasien dengan Koma

1. Penanganan emergensi dekompresi pada lesi desak ruang (space occupying lesions /

SOL ) dapat menyelamatkan nyawa pasien.

2. Bila terjadi suatu peningkatan TIK, berikut adalah penanganan pertamanya :

a. Elevasi kepala

b. Intubasi dan hiperventilasi

c. Sedasi jika terjadi agitasi yang berat ( midazolam 1 – 2 mg iv )

9

Page 10: MAKALAH ILMIAH: Manajemen Pasien Stupor Dan Koma

d. Diuresis osmotik dengan manitol 20% 1 g/kg BB iv

e. Dexametason 10 mg iv tiap 6 jam pada kasus edema serebri oleh tumor atau

abses setelah terapi ini monitor ICP harus dipasang.

3. Kasus encephalitis yang dicurigai oleh infeksi virus herpes dapat diberikan

acyclovir 10 mg/kg iv tiap 8 jam

4. Kasus meningitis lakukan terapi secara empiris. Lindungi pasien dengan ceftriaxon

2x1 g iv dan ampicillin 4x1 g iv sambil menunggu hasil kultur

Terapi Umum

1. Proteksi jalan nafas : adekuat oksigenasi dan ventilasi

2. Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan edema serebri atau

peningkatan TIK

3. Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube,

hindari penggunaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi dan refluks

4. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan

gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit

5. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan

plester

6. Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium 100

mg 3x1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari stress

ulcer akibat pemberian steroid dan intubasi

7. Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter tiap 6 jam

8. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur

9. Profilaksis deep vein trombosis (DVT) : pemberian 5000 iu sc tiap 12 jam,

penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya

Prognosis

Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dari dalamnya

suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi obat lebih baik

prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial.

10