Makalah iis

24
MAKALAH PENDEKATAN, MODEL DAN TEKNIK PEMBELAJARAN MATEMATIKA Makalah Yang Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia Dosen : Indrya Mulyaningsih, MPd. DI SUSUN OLEH : IIS ASTUTI NIM : 14121510613 KELAS/SEMESTER : MATEMATIKA C/2 FAKULTAS TARBIYAH

Transcript of Makalah iis

Page 1: Makalah iis

MAKALAH

PENDEKATAN, MODEL DAN TEKNIK PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Makalah Yang Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Bahasa Indonesia

Dosen : Indrya Mulyaningsih, MPd.

DI SUSUN OLEH : IIS ASTUTINIM : 14121510613

KELAS/SEMESTER : MATEMATIKA C/2

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN )

SYEKH NUR JATI CIREBON

2013

Page 2: Makalah iis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyaknya peserta didik yang tidak menyukai pelajaran matematika mendorong para

guru matematika untuk melakukan pendekatan, model, dan teknik dalam pembelajaran

matematika agar para peserta didik yang tadinya tidak menyukai pelajaran matematika

menjadi suka bahkan matematika jadikan pelajaran favorit. Dengan menggunakan

pendekatan, model, dan teknik dalam pembelajaran matematika diharapkan para siswa lebih

mengerti tentang materi yang ada dalam pelajaran matematika.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan kontruktivisme?

2. Apa yang dimaksud dengan pendekatan kontekstual?

3. Apa yang dimaksud dengan pendekatan berbasis masalah?

4. Apa yang dimaksud dengan pendekatan open ended?

5. Apa yang dimaksud dengan pendekatan realistik?

6. Apa yang dimaksud dengan pendekatan keterampilan proses?

7. Apa yang dimaksud dengan model mengajar deduktif-induktif?

8. Apa yang dimaksud dengan pendekatan analitik?

C. Tujuan

1. Mengetahui bagaimana Pendekatan, Model, Teknik Pembelajaran Matematika.

2. Mengetahui pendekatan- pendekatan tersebut, diantaranya pendekatan kontruktivisme,

pendekatan kontekstual, berbasis masalah, open ended, realistik, keterampilan proses,

model mengajar deduktif-induktif, dan pendekatan analitik.

3. Mengetahui contoh- contoh pembelajaran matematika dari pendekatan tersebut.

Page 3: Makalah iis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Kontruktivisme

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal di dalam kehidupan manusia.

Pedidikan dipandang merupakan kegiatan manusia untuk memanusiakan sendiri, yaitu

manusia berbudaya sendiri. Konstruktivis sebagai suatu konsep yang banyak membicarakan

masalah pembelajaran, diharapkan menjadi landasan intelektual untuk menyusun dan

menganalisis prolem pembelajaran dalam pergulatan dunia pendidikan. Kontruktivis berarti

bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, kontruktivisme merupakan suatu

aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.

Kontruktivisme berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan

pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.

1. Pengertian Pendekatan Kotruktivisme

Menurut R. Wilis Dahar, dalam bunga rampai “ Membuka Masa Depan Anak-Anak

Kita” 1, dinyatakan bahwa sebagai filsafat belajar, kontruktivisme sudah terungkap dalam

tulisan ahli filsafat Giambattista Vico tahun 1710, yang mengemukakan bahwa orang hanya

dapat benar-benar memahami yang dikontruksiya sendiri. Orang sepaham dengan gagasan

kontruktivisme yang di tetapkan dala kelas dan perkembangan anak adalah piaget.

Sistem pendekatan kontruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top

down daripada buttom up berarti siswa memulai dengan masalah kompleks untuk di

pecahkan, kemudian menemukan keterampilan dasar yang diperlukan. Praktik pembelajaran

kotruktivisme dilakukan untuk membantu siswa membentuk, mengubah, diri atau

menstraformasikan informasi baru.

Menurut Nana Sujana dkk dari tujuan tentang konstruktivisme dalam pembelajaran

ini, pada dasarnya ada beberapa tujuan yang ingin diwujudkan antara lain:2

a. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab itu sendiri

1 Eman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, Bandung: JICA 2001, hal 212 Nana Sujana dkk. Model-Model Mengajar CBSA, Bandung: Sinar Baru, 1991, hal 36

Page 4: Makalah iis

b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari

sendiri jawabannya.

c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara

lengkap.

2. Tujuan Pembelajaran Kontruktivisme

Tujuan pembelajaran kontruktivisme ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu

menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks

nyata yang mendorong siswa belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu

mendemostrasikan.

B. Pendekatan Kontekstual

1. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Pendektan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Dalam konteks ini, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya,. Dengan memosisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.

Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada member informasi.

Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan

sesuatu yang baru bagi siswa. Sesuatu yang baru datang dari “menemukan diri” bahkan dari

“apa kata guru”. Begitu peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

2. Proses- Proses Pembelajaran Kotekstual

Menurut Nana Sujana dkk, pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:3

a. Proses belajar

Belajar tidak hanya sekadar menghafal. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

3 Nana Sujana dkk. Model-Model Mengajar CBSA, Bandung: Sinar Baru, 1991, hal 40

Page 5: Makalah iis

b. Transfer belajar

Siswa belajar dari mengalami sendiri bukan dari pemberian orang lain.

c. Siswa sebagai pembelajar

Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.

d. Pentingnya lingkungan belajar

Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa dari “guru akting di depan kelas, siswa menonton” ke “siswa akting bekerja dan berkarya, guru yang mengarahkannya.”

Apa moto pembelajaran kontekstual? Student learn best by actively constructing their ownunderstanding atau cara belajar terbaik adalah siswa mengkontruksikan sendiri secara aktif pemahamannya.

Kata-kata kunci pembelajaran CTL:

1. Real worl learning

a) Mengutamakan pengalaman nyata anak b) Berfikir tingkat tinggi c) Berpusat pada siswa d) Siswa aktif, kritis, dan kreatif. Sedang guru mengarahkane) Pengetahuan berakar dalam kehidupan f) Dekat dengan kehidupan nyata g) Perubahan prilakuh) Siswa praktik bukan menghafali) Learning bukan teachingj) Pendidikan (education) bukan pengajaran (instruction)k) Pembentukan manusia l) Memecahkan masalah

m) Hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes

Strategi pengajaran yang berasosiasi dengan CTL

2. CBSA

a. Pendekatan prosesb .Life skill education c. Authentic instructiond. Cooperative learning

3. Service learning

Page 6: Makalah iis

C. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasisis masalah mulai pertama kali diterapkan di McMaster

University School Medicane Kanada pada tahun 1969. Sejak itu Pendekatan Berbasis

Masalah menyebar keseluruh dunia, khususnya dalam bidang pendidikan kedokteran atau

keperawatan dan bidang-bidang lain diperguruan tinggi, misalnya arsitektur, matematika,

okupasi dan fisio terapi, ilmu mumi.

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis masalah

Pembelajaran berasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menuntut

peserta didik untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, belajar secara mandiri, dan

menuntut keterampilan berpartisipasi dalam tim. Proses pemecahan masalah dilakukan

secara kolaborasi dan disesuaikan dengan kehidupan. Duch menyatakan bahwa

pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang menghadapkan

peserta didik pada tantangan “belajar untuk belajar “. Siswa aktif bekerja sama bersama

kelompok untuk menncari solusi permasalahan dunia nyata, lebih lanjut Duch menyatakan

bahwa model ini dimaksudkan untuk mengembangkan siswa berpikir kritis , analitis, dan

untuk menemukan serta menggunakan sumber daya sesuai untuk belajar.

2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam buku learning to teach, Arend mengidentifikasikan karakteristik pembelajaran

berbasis masalah yakni:4

a. Pengajuan Masalah

Langkah awal dari pembelajaran berbasis masalah adalah mengajukan masalah selanjutnya

berdasarkan masalah ditemukan konsep, prinsip serta aturan- aturan. Masalah yang diajukan

secara autentik mengacu pada kehidupan nyata.

b. Keterkaitan dengan Disiplin Ilmu lain

4 Nana Sujana dkk. Model-Model Mengajar CBSA, Bandung: Sinar Baru, 1991, hal 54

Page 7: Makalah iis

Walaupun pembelajran berbasis masalah hanya ditujukan pada suatu bidang masalah

tertentu, tetapi pada pemecahan masalah – masalah aktual, peserta didik dapat menyelidiki

dar berbagai ilmu.

c. Menyelidiki Masalah Autentik

Dalam pembelajaran berbasis masalah, amat diperlukan untuk menyelidiki masalah autentik

dan mencari solusi nyata atas masalah tersebut. Mahasiswa menganalisis dan merumuskan

masalah, mengembangkan hipotesis dan meramalkan, mengumpulkan, dan menganalisis

informasi, melaksanakan eksperimen jika diperlukan, membuat acuan dan menyimpulkan

masalah.

d. Melaporkan Hasil kerja

Model mengajarkan peserta didik untuk menyusun dan melaporkan hasil kerja sesuai

dengan kemampuannya.

Beberapa faktor yang merupakan kelebihan pembelajaran berbasis masalah adalah :

1. Peserta dididk dapat belajar, mengingat, menerapkan, dan melanjutkan proses belajar

secara mandiri. Prinsip-prinsip “ membelajarkan “ seperti ini tidak bisa dilayani

melalui pembelajaran tradisisonal yang banyak menekankan pada kemampuan

menghafal.

2. Peserta didik diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa. Perlakuan ini memberikan

kebebasan kepada peserta didik untuk mengimplementasikan pengetahuan atau

pengalaman yang dimiliki untuk memecahkan masalah.

D. Pengertian Pendekatan Open Ended

1. Pengertian Pendekatan Open Ended

Menurut Suherman,5 problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar

disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka.

Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk

mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu

jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam

5 Eman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, Bandung: JICA 2001, hal.117

Page 8: Makalah iis

mendapatkan jawaban. Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila

hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu

jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended

dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara

atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan

berorientasi pada jawaban atau hasil akhir.

Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah

terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam

menjawab masalah dengan banyak cara, serta mungkin juga dengan banyak jawaban,

sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses

menemukan sesuatu yang baru.

Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk

meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan

mengolaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir

matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-

kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran.

Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya

mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban.

Menurut Suherman,6 mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa

disebut terbuka jika memenuhi aspek berikut:

a. Kegiatan Siswa Harus Terbuka.

Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus

mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas

sesuai kehendak mereka.

b. Kegiatan Matematika Merupakan Ragam Berpikir.

Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian

dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau

sebaliknya.

c. Kegiatan Siswa dan Kegiatan Matematika Merupakan Satu Kesatuan.

Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman

dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada

6 Eman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, Bandung: JICA 2001, hal. 120

Page 9: Makalah iis

umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan

pengalaman dan pertimbangan masing-masing.

2. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Open-Ended

            Pendekatan Open-Ended ini menurut Suherman, memiliki beberapa keunggulan

antara lain:7

a. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan

idenya.

b. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan

keterampilan matematik secara komprehensif.

c. Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan

cara mereka sendiri.  

d. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.

e. Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab

permasalahan.

Kelemahan Pendekatan Open-Ended

            Disamping keunggulan, menurut Suherman, terdapat pula kelemahan dari

pendekatan Open-Ended, diantaranya:8

1. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah

pekerjaan mudah.

2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga

banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang

diberikan.

3. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban

mereka.

4. Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka

tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.

E. Pendekatan Realistik

1. Pengertian Pendekatan Realistik

7 Eman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, Bandung: JICA 2003, hal. 1328 Eman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, Bandung: JICA 2003, hal. 133

8

Page 10: Makalah iis

Pengertian pendekatan realistik menurut Riyanto Yatim,9 “sebuah pendekatan

pendidikan yang berusaha menempatkan pendidikan pada hakiki dasar pendidikan itu

sendiri”.

Matematika Realistik yang telah diterapkan dan dikembangkan di Belanda teorinya

mengacu pada matematika harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan

aktifitas manusia. Dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik, strategi-strategi

informasi siswa berkembang ketika mereka menyelesaikan masalah pada situasi- situsi

biasa.

Pada pendekatan Realistik peran guru tidak lebih dari seorang fasilitator, moderator

atau evaluator.

2. Prinsip dan pertimbangan menggunakan pendekatan realistik

David A jacobsen menyebutkan ada tiga prinsip kunci dalam pendekatan realistik,

ketiga kunci tersebut adalah:10

1. Guided reinvention and progressive mathemazing,

2. Didactical phemonology, dan

3. Self developed models.

1. Guided reinvention and progressive mathemazing memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menemukan kembali konsep atau algoritma sebagaimana ditemukannya konsep itu

secara matematis. Bila diperlukan, siswa perlu digiring ke arah penemuan itu.

2. Didactical phemonology, menyatakan bahwa fenomena pembelajaran harus menekankan

bahwa masalah kontekstual yang diajukan kepada siswa harus memenuhi kriteria:

a. Memperlihatkan berbagai macam aplikasi yang telah diantisipasi. Sesuai dengan dampak

pada matematisasi progresif. Dengan demikian, masalah kontekstual yang dipilih harus

sudah diantisipasi agar membelajarkan siswa ke arah konsep atau algoritma yang dituju.

3. Self developed models, menyatakan bahwa model yang dikembangkan siswa harus dapat

menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan matematika formal. Model

matematika dikembangkan oleh siswa secara mandiri untuk memecahkan masalah. Pada

awalnya, model matematika itu berupa model situasi yang telah diakrabi siswa

berdasarkan pengalaman siswa sebelumnya. Melalui proses generalisasi dan formalisasi,

model itu akhirnya dirumuskan dalam bentuk model matematika yang formal.

9 Riyanto Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana 2009, hal. 5110 David A Jacobsen. Metodes For Teaching, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2009 hal. 28

Page 11: Makalah iis

F. Pendekatan Keterampilan Proses

1. Pengertian Pendekatan Keterampilan Proses

Menurut Nana Sujana dkk pendekatan keterampilan proses adalah11 pengembangan

sistem belajar yang mengefektifkan siswa (CBSA) dengan cara mengembangkan

keterampilan memproses perolehan pengetahuan sehingga peserta didik akan menemukan,

mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut

dalam tujuan pembelajaran khusus”. 

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan keterampilan

proses adalah pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan

kemampuan dasar berupa mental fisik, dan sosial untuk menemukan fakta dan konsep 

maupun pengembangan sikap dan nilai melalui proses belajar mengajar yang telah

mengaktifkan siswa (CBSA) sehingga mampu menumbuhkan sejumlah keterampilan

tertentu pada diri peserta didik.

Pembinaan dan pengembangan kreatifitas berarti mengaktifkan murid dalam kegiatan

belajarnya. Untuk itu cara belajar siswa aktif (CBSA) yang mengembangkan keterampilan

proses yang dimaksud dengan keterampilan di sini adalah kemampuan fisik dan mental

yang mendasar  sebagai penggerak kemampuan-kemampuan lain dalam individu.

2. Macam- macam keterampilan yang mendasar dimaksud adalah:

a. Mengamati 

Menurut Riyanto Yatim Mengamati merupakan12 salah satu keterampilan ilmiah yang

paling mendasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal

terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain.

Jadi, kegiatan mengamati merupakan tingkatan paling rendah dalam pengembangan

keterampilan dasar dari peserta didik, karena hanya sekedar pada penglihatan dengan panca

indera. Pada dasarnya mengamati dan melihat merupakan dua hal yang berbeda walaupu

sekilas mengandung pengertian yang sama.

b.  Mengklasifikasikan

11 Nana Sujana dkk. Model-Model Mengajar CBSA, Bandung: Sinar Baru, 1991, hal. 7612 Riyanto Yatim. Paradigma Baru Pemelajaran, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 63

Page 12: Makalah iis

Melalui keterampilan mengklasifikasi peserta didik diharapkan mampu

membedakan, menggolongan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka sehingga apa yang

mereka lihat sehari-harii dapat menambah pengetahuan dasar mereka.

c.  Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan bukan berarti hanya melalui berbicara saja tetapi bisa juga

dengan gambar, tulisan bahkan penampilan dan mungkin lebih baik dari pada berbicara.

d.  Mengukur

Kegiatan pengukuran yang dilakukan peserta didik berbeda-beda tergantung dari

tingkat sekolah mereka, karena semakin tinggi tingkat sekolahnya maka semakin berbeda

kegiatan pengukuran yang dikerjakan.

e.  Menyimpulkan

Kegiatan menyimpulkan dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan sebagai

pengembangan keterampilan peserta didik yang dimulai dari kegiatan observasi lapangan

tentang apa yang ada di alam ini.

Kegiatan-kegiatan yang tergolong dalam langkah-langkah proses belajar mengajar

atau bagian inti yang bercirikan keterampilan proses, meliputi :

1. Menjelaskan bahan pelajaran yang diikuti peragakan, demonstrasi, gambar, modal,

bangan yang sesuai dengan keperluan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk

mengembangkan kemampuan mengamati dengan cepat, cermat dan tepat.

2. Merumuskan hasil pengamatan dengan merinci, mengelompokkan atau

mengklasifikasikan materi pelajaran yang diserap dari kegiatan pengamatan

terhadap bahan pelajaran tersebut.

3. Menafsirkan hasil pengelompokkan itu dengan menunjukkan sifat, hal dan

peristiwa atau gejala yang terkandung pada tiap-tiap kelompok.

E. Model mengajar deduktif-induktif

1. Pengertian Pembelajaran deduktif- induktif

Model ini merupakan gabungan model deduktif dengan model induktif. Artinya,

kedua model tersebut disatukan penggunaannya dalam satu proses pembelajaran. Pada tahap

pertama digunakan pendekatan deduktif, kemudian dilanjutkan dengan pendekatan induktif.

Page 13: Makalah iis

Model mengajar ini sangat penting dalam mengembangkan cara berfikir ilmiah para

siswa. Sekalipun, model ini lebih tepat untuk mengajarkan IPA dan

Matematika, bisa juga digunakan dalam pengajaran ilmu-ilmu social dan bahasa,

terutama untuk bahan pengajaran yang sifatnya prinsip atau generalisasi, misalnya hukum.

Menurut Riyanto Yatim ada empat kegiatan yang harus ditempuh dalam proses

pembelajaran model deduktif-induktif. Tahapan kegiatan tersebut diurutkan sebagai

berikut:13

1. Guru mengajukan masalah atau gejala kepada para siswa. Masalah atau gejala itu

sebaiknya dipilih yang sifatnya aktual yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, atau

yang sedang hangat di masyarakat. Namun, permasalahannya atau gejala tersebut ada

kaitannya dengan prinsip-prinsip keilmuan yang terdapat dalam bidang studi atau mata

pelajaran yang diajarkan.

2. Sehubungan dengan tema dan pertanyaan tersebut, setiap siswa diminta mengkaji

kaitan masalah dengan materi bahan pengajaran dari bidang studi yang sedang

dipelajarinya

3. Siswa diminta mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber mengenai

permasalahan itu. Setelah itu, siswa dibimbing untuk bisa membuktikan atau menguji

kebenaran jawaban sementara berdasarkan data dan informasi yang telah

ditemukannya

4. Membuat kesimpulan dari proses yang telah dilakukan oleh siswa, yakni merumuskan

jawaban yang paling tepat bagi masalah itu sesuai dengan konsep dan prinsip yang

terdapat dalam mata pelajaran.

H. Pendekatan  Analitik

1. Pengertian Pendekatan analitik

Pendekatan analitik adalah pembahasan bahan pelajaran bisa dimulai dari hal yang

tidak di ketahui sampai kepada yang sudah diketahui atau sebaliknya dari yang sudah

diketahui menghasilkan apa yang ingin diketahui. Bila prosedur yang ditempuh adalah dari

13 Riyanto Yatim. Paradigma Baru Pemelajaran, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 76

Page 14: Makalah iis

yang apa yang belum diketahui ke yang sudah diketahui, maka dikatakan menggunakan

pendekatan analitik, sedangkan prosedur sebaliknya adalah pendekatan sintetik.

Pada pendekatan analitik, masalah yang ingin diselesaikan perlu dipecah-pecah

sehingga jelas hubungan antar bagian-bagian yang belum di ketahui dengan yang sudah

diketahui. Dimulai dengan langkah dari hal yang tidak diketahui dicari langkah-langkah

selanjutnya yang mengkaitkan yang belum diketahui itu sehingga sampai ke hal yang sudah

diketahui.

Penentuan Volume dengan Pendekatan Analitik

Misal, penentuan volume balok dengan pendekatan analitik :

Komponen – komponen  pada Balok ABCD.EFGH :

A, B, C, D, E, F, G, H disebut titik sudut.

AB, BC, CD, DA, AE, DH, CG, BF, EF, FG, GH, HE disebut rusuk.

ABCD, ABEF, ADHE, BCGF, CDHG, EFGH disebut sisi.

AC, BD, DE, AH, DG, CH, FH, EG, CF, BG, AF, BE disebut diagonal sisi.

AG, CE, BH, DF disebut diagonal ruang.

ACGE, BDHF, BECH, BGAH, AFDG, CFDE  disebut bidang diagonal.

Komponen–komponen balok tersebut semua telah kita ketahui, sedangkan menentukan

volume dengan pendekatan analitik belum kita ketahui, jadi volume balok adalah:

Volume Balok        = panjang x lebar x tinggi

                               = p x l x t

Penerapan pada soal:

Suatu balok memiliki luas permukaan 198 cm2. Jika lebar dan tinggi balok masing-masing 6

cm dan 3 cm, tentukan volume  balok tersebut.

Penyelesaian :

Sebelum menentukan volume balok harus menentukan panjang balok terlebih dulu :

Page 15: Makalah iis

Luas permukaan balok = 2.{p.l + l.t + p.t }

                   198 cm2 = 2.{p.6 + 6.3 + p.3}

                   198 cm2 = 2. {6p +18 + 3p}

                   198 cm2 = 2. {9p + 18 cm2}

                   198 cm2 = 18 p cm + 36 cm2

                   18p cm = 198cm2 – 36 cm2

                   18p cm = 162 cm2

                   P = 162 cm2: 18 cm

                   P =  9 cm

Volume Balok = p x l x t = 9 cm x 6 cm x 3 cm = 162 cm3.

I. Pendekatan Sintetik

1. Pengertian pendekatan sintetik

Pendekatan sintesis merupakan proses pembelajaran lebih mengarah pada suatu hal

yang umum diketahui oleh siswa sehingga dalam prosesnya seorang peserta didik bisa

menjelaskan kembali sebagai wujud dari proses pembelajaran

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan sintetik

merupakan kebalikan dari pendekatan analitik.

2. Kelebihan dan kekuragan pendekatan sintetik menurut Riyanto Yatim adalah :14

Kelebihan metode ini yaitu, merupakan pendekatan yang logis, seringkali

pembahasan dengan pendekatan sintetik lebih singkat daripada analitik. Kelemahan dari

pendekatan sintetik , Seorang murid yang benar menyelesaikan soal tertentu dengan benar

mungkin saja hanya karena hafal langkah-lanhkah yang harus ditempuhnya tanpa memiliki

pengertian. Jika demikian, menghafal langkah-langkah penyelesaian berbagai macam soal

makin lama akan menjadi beban yang makin berat.

14 Riyanto Yatim. Paradigma Baru Pemelajaran, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 81

Page 16: Makalah iis

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam mengajarkan pelajaran matematika banyak pendekatan,model, teknik,

pembelajaran matematika yang dapat digunakan oleh para pengajar, agar para peserta didik

dapat menerima materi dengan mudah, dan dapat memahami apa yang sudah disampaikan

saoleh guru.

Page 17: Makalah iis

DAFTAR PUSTAKA

Jacobsen A David, 2009, Metodes for Teaching. Yogjakarta: Pustaka Pelajar

Suherman Eman, 2001, Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, Bandung: JICASuherman Herman, 2003, Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer, Bandung:

JICAYatim Riyanto, 2009, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana

Sujana Nana, dkk. 1991, Model-Model Mengajar CBSA. Bandung: Sinar Baru