makalah ICMI

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah 1

Transcript of makalah ICMI

Page 1: makalah ICMI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang Masalah

1

Page 2: makalah ICMI

1.2 Rumusan Masalah

Sementara untuk membatasi kajian makalah ini, maka diajukan beberapa pertanyaan

sekaligus sebagai rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana latarbelakang terbentuknya ICMI?

2. Bagaimana pengaruh Habibie sebagai pemimpin dan tokoh ICMI?

3. Bagaimana Perkembangan awal ICMI pada masa Orde Baru ?

4. Bagaimana Dampak dan Pengaruh adanya ICMI?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Mendeskripsikan latar belakang terbentuknya ICMI.

2. Menjelaskan mengenai pengaruh Habibie sebagai pemimpin dan tokoh ICMI.

3. Mendeskripsikan perkembangan awal ICMI pada masa Orde Baru.

4. Menjelaskan dampak dan pengaruh ICMI.

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai upaya untuk memahami lebih dalam mengenai perjalanan organisasi Islam di

Indonesia khususnya masa pemerintahan Orde Baru.

2. Menelusuri sikap dan kebijakan pemerintah Orde baru terhadap masyarakat Muslim.

3. Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan kita tentang Islam pada masa

pemerintahan Orde Baru.

4. Makalah ini diharapakan dapat menjadi rujukan dalam penulisan berikutnya khususnya

mengenai Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).

1.5 Sistematika penulisan

Penulisan makalah ini tersusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah,

perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penulisan, Manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

2

Page 3: makalah ICMI

Bab II Pembahasan, yang berisi mengenai pokok-pokok pembahasan mengnai hal yang

penulis kaji yaitu mengenai kelahiran ICMI dan awal perkembangannya, disini penulis akan

menjelaskan dan menjawab semua yang dipertanyakan dalam rumusan masalah.

Bab III Kesimpulan, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang penulis

dapatkan setelah mengkaji permasalahan yang telah diajukan sebelumnya.

3

Page 4: makalah ICMI

BAB II

IKATAN CENDIKIAWAN MUSLIM INDONESIA

(ICMI)

2.1 Terbentuknuya ICMI

2.1.1 Latar belakang terbentuknya ICMI

Sejak tahun 1966, Indonesia berada dibawah pemerintahan orde baru, suatu rezim

(kekuasaan) yang didukung oleh angkatan bersenjata, dan dipimpin oleh Presiden Soeharto,

seorang pensiunan Angkatan Darat. Orde baru mulai memegang tampuk pemerintahan pada

tanggal 1 Oktober 1965 pada saat terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap enam Jenderal

Angkatan Darat yang didalangi oleh perwira-perwira muda pengawal Presiden Soekarno dan

PKI. Mayor Jenderal Soeharto, yang pada saat itu menjabat sebagai komandan KOSTRAD

mengambil langkah pengamanan di ibukota serta kota-kota lain diseluruh Indonesia. Partai

Komunis Indonesia kemudian dibubarkan, dan ratusan ribu anggota dan pendukungnya dibunuh,

rezim Soekarno yang diduga terlibat dalam pemberontakan PKI disingkirkan dari kekuasaan.

Dari tahun 1960 hingga tahun 1980 didalam pemerintahan orde baru terdapat apa yang

dinamakan golongan ekstrim kanan, yang terdiri dari golongan Muslim yang militan dan

bertujuan mendirikan negara Islam. Secara perlahan-lahan golongan ekstrim kanan disingkirkan

dari pemerintahan dan kehidupan politik. Perlakukan semacam ini tidak terlepas dari kehidupan

politik masa lalu, yaitu pada masa pendudukan Jepang dan masa perang kemerdekaan. Golongan

militer yang berasal dari masa-masa penjajahan dulu, cenderung untuk dikuasai oleh golongan

yang tidak beragama Islam atau non-Islam.

Sampai tahun 1950-an, golongan anti Islam semakin berpengaruh didalam kehidupan

politik, termasuk didalam Angkatan Bersenjata. Didalam sidang parlemen hasil pemilihan umum

tahun 1955 telah diperdebatkan terutama mengenai ediologi negara, yaitu apakah akan tetap

berdasarkan Pancasila atau berubah menjadi negara Islam. Masyumi sebagai salah satu partai

politik Islam terbesar pada tahun 1950 telah berjuang kearah tersebut disidang parlemen sejak

tahun 1957, hingga dibubarkan dengan keputusan Presiden pada tahun 1959. Masyumi sendiri

dibubarkan pada tahun 1960 sebagian disebabkan oleh perjuangannya untuk membentuk negara

Islam, dan yang lebih penting lagi adalah sebagian dari anggotanya terlibat pemberontakan

didaerah pada tahun 1950-an.

4

Page 5: makalah ICMI

Pada tahun 1973 dibentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), namun dilarang untuk

menggunakan nama Islam. Pada tahun 1984 semua partai politik diwajibkan untuk menjadikan

Pancasila sebagai azas tunggal, serta mendesak PPP untuk membuka keanggotaannya bagi

mereka yang non-muslim. Semenjak akhir tahun 1960 sampai pertengahan tahun 1980 telah

terjadi beberapa tindak kekerasan yang dituduhkan kepada golongan Islam, seperti pembajakan

pesawat Garuda, pemboman bank milik WNI keturunan Cina, dan peledakan candi Borobudur,

serta bentrokan fisik didaerah-daerah, peristiwa Tanjung Priok dan sebagainya.

Sejak pertengahan tahun 1980 pandangan pemerintah orde baru terhadap Islam mulai

berubah. Sikap resmi pemerintah terhadap beberapa tuntutan kalangan Islam mulai melunak,

sebagai contoh larangan berjilbab disekolah-sekolah dihapuskan, pengajuan ke parlemen tentang

peradilan Islam, modifikasi hukum Islam, hukuman terhadap majalah/tabloid yang dianggap

menghina Nabi besar Muhhammad SAW, penghapusan Porkas/SDSB, dan pembentukan bank

yang didasarkan pada syariat Islam. Pada tahun 1990 Presiden beserta keluarga menunaikan

hukum Islam yang ke lima, yaitu Haji. Dan pada tahun 1991 Presiden Soeharto memberikan

dukungan terhadap berdirinya suatu organisasi cendikiawan Muslim dengan nama ICMI,

dibawah pimpi nan B.J Habibie. Pembentukan ICMI sendiri telah mengundang pihak-pihak yang

pro dan kontra.

2.1.2 Kronologis kelahiran ICMI

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia disingkat ICMI adalah sebuah organisasi

cendekiawan muslim di Indonesia. ICMI dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah

pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di

pertemuan itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai ketua ICMI yang pertama.

Kelahiran ICMI bukankah sebuah kebetulah sejarah belaka, tapi erat kaitannya dengan

perkembangan global dan regional di luar dan di dalam negeri. Menjelang akhir dekade 1980-an

dan awal dekade 1990-an, dunia ditandai dengan berakhirnya perang dingin dan konflik ideologi.

Seiring dengan itu semangat kebangkitan Islam di belahan dunia timur ditandai dengan

tampilnya Islam sebagai ideologi peradaban dunia dan kekuatan altenatif bagi perkembangan

perabadan dunia. Bagi Barat, kebangkitan Islam ini menjadi masalah yang serius karena itu

berarti hegemoni mereka terancam. Apa yang diproyeksikan sebagai konflik antar peradaban

lahir dari perasaan Barat yang subyektif terhadap Islam sebagai kekuatan peradaban dunia yang

5

Page 6: makalah ICMI

sedang bangkit kembali sehingga mengancam dominasi peradaban Barat. Kebangkitan umat

Islam ditunjang dengan adanya ledakan kaum terdidik (intelectual booming) yang di kalangan

kelas menengah kaum santri Indonesia. Program dan kebijakan Orde Baru secara langsung

maupun tidak langsung telah melahirkan generasi baru kaum santri yang terpelajar, modern,

berwawasan kosmopolitan, berbudaya kelas menengah, serta mendapat tempat pada institusi-

institusi modern. Pada akhirnya kaum santri dapat masuk ke jajaran birokrasi pemerintahan yang

mulanya didominasi oleh ?kaum abangan? dan di beberapa tempat oleh non muslim. Posisi

demikian jelas berpengaruh terhadap produk-produk kebijakan pemerintah.

Dengan kondisi yang membaik ini, maka pada dasa warsa 80-an mitos bahwa umat Islam

Indonesia merupakan mayoritas tetapi secara teknikal minoritas runtuh dengan sendirinya.

Sementara itu, pendidikan berbangsa dan bernegara yang diterima kaum santri di luar dan di

dalam kampus telah mematangkan mereka bukan saja secara mental, tapi juga secara intelektual.

Dari mereka itulah lahir critical mass yang responsif terhadap dinamika dan proses pembangunan

yang sedang dijalankan dan juga telah memperkuat tradisi inteletual melalui pergumulan ide dan

gagasan yang diekpresikan baik melalui forum seminar maupun tulisan di media cetak dan buku-

buku. Seiring dengan itu juga terjadi perkembangan dan perubahan iklim politik yang makin

kondusif bagi tumbuhnya saling pengertian antara umat Islam dengan komponen bangsa lainnya,

termasuk yang berada di dalam birokrasi.

2.1.3 Detik-detik Kelahiran ICMI

Kelahiran ICMI berawal dari diskusi kecil di bulan Februari 1990 di masjid kampus

Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang. Sekelompok mahasiswa merasa prihatin dengan

kondiri umat Islam, terutama karena “berserakannya” keadaan cendekiawan muslim, sehingga

menimbulkan polarisasi kepemimpinan di kalangan umat Islam. Masing-masing kelompok sibuk

dengan kelompoknya sendiri, serta berjuang secara parsial sesuai dengan aliran dan profesi

masing-masing.

Dari forum itu kemudian muncul gagasan untuk mengadakan simposium dengan tema,

“Sumbangan Cendekiawan Muslim Menuju Era Tinggal Landas” yang direncanakan akan

dilaksanakan pada tanggal 29 September - 1 Oktober 1990. Mahasiswa Unibraw yang terdiri dari

Erik Salman, Ali Mudakir, M. Zaenuri, Awang Surya dan M. Iqbal berkeliling menemui para

pembicara, di antaranya Immaduddin Abdurrahim dan M. Dawam Rahardjo. Dari hasil

6

Page 7: makalah ICMI

pertemuan tersebut pemikiran mereka terus berkembang sampai muncul ide untuk membentuk

wadah cendekiawan muslim yang berlingkup nasional. Kemudian para mahasiswa tersebut

dengan diantar Imaduddin Abdurrahim, M. Dawam Rahardjo dan Syafi?i Anwar menghadap

Menristek Prof. B.J. Habibie dan meminta beliau untuk memimpin wadah cendekiawan muslim

dalam lingkup nasional. Waktu itu B.J. Habibie menjawab, sebagai pribadi beliau bersedia tapi

sebagai menteri harus meminta izin dari Presiden Soeharto. Beliau juga meminta agar

pencalonannya dinyatakan secara resmi melalui surat dan diperkuat dengan dukungan secara

tertulis dari kalangan cendekiawan muslim. Sebanyak 49 orang cendekiawan muslim menyetujui

pencalonan B.J. Habibie untuk memimpin wadah cendekiawan muslim tersebut.

Pada tanggal 27 September 1990, dalam sebuah pertemuan di rumahnya, B.J. Habibie

memberitahukan bahwa usulan sebagai pimpinan wadah cendekiawan muslim itu disetujui

Presiden Soeharto. Beliau juga mengusulkan agar wadah cendekiawan muslim itu diberi nama,

Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia, disingkat ICMI.

Tanggal 28 September 1990, sejumlah cendekiawan muslim bertemu lagi dalam rangka

persiapan simposium yang akan diselenggarakan bulan Desember. Pada tanggal 25-26

November 1990, sekitar 22 orang cendekiawan yang akan membentuk wadah baru berkumpul di

Tawangmangu, Solo dalam rangka merumuskan beberapa usulan untuk GBHN 1993 dan

pembangunan Jangka Panjang Tahap kedua 1993-2018 serta rancangan Program Kerja dan

Struktur Organisasi ICMI.

Pelaksanaan simposium sempat terganggu oleh gugatan tentang rencana B.J. Habibie

sebagai calon Ketua Umum ICMI karena beliau sebagai birokrat. Kepemimpinannya

dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kebebasan para cendekiawan muslim. Tanggal

30 November - 1 Desember, panitia secara khusus mengadakan rapat untuk menjawab isu negatif

soal pemilihan Habibie. Dari pertemuan tersebut menghasilkan beberapa komitmen, pertama,

berdirinya ICMI merupakan ungkapan syukur umat Islam yang mampu melahirkan sarjana dan

cendekiawan. Kedua, untuk memimpin ICMI diperlukan tokoh cendekiawan muslim yang

reputasi nasional dan internasinal serta dapat diterima oleh umat Islam, masyarakat Indonesia

maupun pemerintah. Ketiga, hanya Unibraw salah satu wahana keilmuan yang cukup pantas

melahirkan organisasi itu, apalagi pemerkasanya adalah mahasiswa univeritas tersebut. Halangan

juga sempat datang dari aparat keamanan setempat. Dalam rapat gabungan antara penyelenggara,

pemda dan aparat keamanan di Surabaya, empat hari menjelang acara, aparat keamanan

7

Page 8: makalah ICMI

mempersoalkan pembentukan organisasi tersebut.. Tapi Abdul Aziz Hosein yang menghadiri

acara tersebut sebagai panitia penyelenggara mengatakan bagaimanapun ICMI akan terbentuk

karena presiden sudah menyetujui dan AD/ART-nya sudah disusun.

Tanggal 7 Desember 1990 merupakan lembaran baru dalam sejarah umat Islam Indonesia

di era Orde Baru, secara resmi Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dibentuk di

Malang. Saat itu juga secara aklamasi disetujui kepemimpinan tunggal dan terpilih Bahharuddin

Jusup Habibie sebagai Ketua Umum ICMI yang pertama. Dalam sambutannya beliau

mengatakan bahwa dengan berdirinya ICMI tidak berarti kita hanya memperhatikan umat Islam,

tetapi mempunyai komitmen memperbaiki nasib seluruh bangsa Indonesia, karena itu juga

merupakan tugas utama.

2.2 Habibie Sebagai Ketua ICMI

Pigur Habibie sebagai ketua ICMI adalah faktor yang mesti diperhitungkan, tatkala kita

ingin memaparkan posisi dan peran politik ICMI. Sejak menjadi ketua ICMI, Habibie mencuat

keatas pentas politik bukan lagi dalam kapasitasnya sebagai teknolog semata, melainkan sebagai

aktor politik yang kian penting. Hal ini sangat didukung oleh beberapa hal yang berkumpul pada

diri Habibie, antaralain: kecakapannya sebagai ahli rekayasa pesawat terbang berkaliber

internasional, kedudukannya dalam lebih dari 25 posisi strategi, mulai dari menristek hingga

sebagai koordinator harian dewan pembina Golkar, sikap hidup beragamannya yang taat, yang

belakangan menjadi terpublikasiskan ketika ia menjadi calon ketua ICMI, kemampuannya

menangkap “pelajaran politik dari presiden Soeharto yang dianggapnya sebagai guru besar

dalam bidang ini ” dan lebih dari semua itu, kesangat-dekatannya dengan presiden Soeharto yang

memungkinkannya berbicara empat mata selama berjam-jam.

Belakangan terbukti pula bahwa Habibie adalah seorang aktor politik yang tidak dapat

diabaikan begitu saja. Hal ini terutama terlihat ketika ia melakukan gebrakan dengan pendekatan

atau rekonsiliasi politiknya terhadap tokoh-tokoh petisi 50 yang sebelumnya tidak perbah

didekati oleh elemen kekuasaan negara. Kemampuan politik Habibie kembali menjadi pusat

perhatian ketika ia berhasil mendorong Munas V Golkar 1993, dengan memilih seorang sipil

pertama untuk jabatan ketua umum DPP Golkar.

Faktor Habibie ini merupakan sebilah pisau bermata dua bagi ICMI. Disatu sisi, pisau itu

bermanfaat bagi ICMI. Sebab, kapasitas dan kapabilitas Habibie membuat ICMI memiliki

8

Page 9: makalah ICMI

payung kepemimpinan yang kuat dan berwiibawa, serta memiliki akses langsung kepemilik

kekuasaan paling konkrit dan luas di Indonesia. Tapi, disisi lain, ia justru merupakan ancaman

bagi ICMI. Kehadiran dan kiprah Habibie sangat potensial untuk membuat ICMI menjadi

terlampau mesra dengan kekuasaan, dan pada gilirannya mengganggu kemandirian ICMI sebagai

aktualisasi politik cendikiawan dan umat. Hal ini menjadi sangat krusial mengingat Habibie

sendiri tampaknya tidak terlampau mempersoalkan masalah kemandirian ICMI. Ini maksudnya

adalah bahwa kedepannya ICMI akan Independen atau tidak? Sehingga, kehadiran Habibie

dalam ICMI adalah sebuah persoalan yang tidak sederhana bagi ICMI.

Masa jabatan Habibie selama 10 tahun yakni dari tahun 1990-1995 dan terpilih kembali

dari tahun 1995-2000. Masa jabatan yang cukup lama, apalagi sebagai ketua pertama ICMI,

sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa Habibie membawa arah ICMI dari awal terbentuknya dan

sosok habibie tidak akan pernah bisa dipisahkan dari ICMI. Dibawah ini terdapat daftar ketua

ICMI dari tahun ketahun.

Muktamar Tanggal Ketua terpilih Periode

Muktamar I6-8 Desember 1990 di Kota Malang

Baharuddin Jusuf Habibie 1990-1995

Muktamar II7-9 Desember 1995 di Jakarta

Baharuddin Jusuf Habibie 1995-2000

Muktamar III

9-12 November 2000 di Jakarta

Adi Sasono 2000-2005

Muktamar IV

4-7 Desember 2005 di Makassar

Marwah Daud Ibrahim (Presidium)

Nanat Fatah Natsir (Presidium)

2005-2006

2006-2007

-

9

Page 10: makalah ICMI

2009

M. Hatta Rajasa (Presidium)

Muslimin Nasution (Presidium)

Azyumardi Azra (Presidium)

Ketua : Ginandjar Kartasasmita, Prof. Dr. Ir. H.

Wakil Ketua : Adi Sasono. H.

-

-

2.3 Tujuan dan manfaat dibentuknya ICMI

2.3.1 Tujuan dibentuknya ICMI

Semenjak kelahirannya di penghujung tahun 1990 di kota Malang, ICMI telah mendapat

sangat banyak sorotan dari kalangan masyarakat, baik dari kalangan aktivis organisasi sosial

kemasyarakatan atau dari kalangan politisi. Pro dan kontra bermunculan yang berkaitan dengan

kehadirannya. Ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju. Bahkan, ada yang

mengungkapkan dengan kata-kata sinis, yang tentu saja tidak dilakukan secara terbuka, bahwa

ICMI merupakan "Ikatan Calon Menteri Indonesia", atau "Ikatan Cendekiawan Mualaf

Indonesia", atau organisasi yang primordialistik dan sektarian seperti yang diungkapkan oleh

Abdurrahman Wahid.

Reaksi-reaksi yang bermunculan terhadap ICMI tentu saja sangat berkaitan erat dengan

perilaku sejumlah orang di kalangan ICMI sendiri ketika organisasi ini baru saja muncul dan

memasuki kancah perpolitikan nasional. Dan salah satu yang sangat menonjol dari itu semua

adalah tingkat keberadaa ketua umum ICMI yang sangat high profile. Menristek Habibie sebagai

ketua umum ICMI merupakan public figure yang sangat dikenal pada hampir semua aktivitas

sosial dan politik serta ekonomi di Indonesia. Di samping sebagai Menristek, Habibie juga

menjadi direktur utama IPTN dan sejumlah industri strategis, seperti PT PAL dan PINDAD.

Bahkan, keseluruhan jabatan yang dimilikinya adalah hampir 30 posisi penting.

Akan tetapi, yang tidak kalah penting adalah "kedekatannya dengan presiden". Oleh

karena itu, kemudian muncul kesan atau persepsi bahwa Habibie merupakan figur yang sangat

didengar oleh presiden dan masuk akal kalau Habibie juga diangap sebagai political brooker,

10

Page 11: makalah ICMI

bagi banyak orang, terutama bagi orang-orang ICMI. Memang, ketika masa-masa pembentukan

Kabinet Pembangunan VI, sangat banyak rumor politik yang beredar. Misalnya, bagaimana

sejumlah tokoh ICMI sudah menggantang asap, berharap untuk menjadi menteri kabinet, bahkan

tidak jarang di antara mereka yang baru saja memasuki rimba raya politik Jakarta.

Pro dan kontra ICMI pun terjadi diberbagai daerah dari berbagai kalangan, seperti di

daerah sekitar Jawa tengah dan Jawa timur, organisasi Islam Lokal melihat pembentukan ICMI

sebagai suatu usaha untuk membentuk Masyumi dengan gaya baru. Sebaliknya banyak perwira-

perwira senior beranggapan bahwa hal ini merupakan ancaman besar dari golongan ekstrim

kanan. Golongan Kristen dan para pemimpin/pemuka minoritas secara diam-diam melihatnya

sebagai semakin kuatnya pertumbuhan penganut politik Islam. Sementara sebagian besar tokoh-

tokoh Islam menyambut baik terbentuknya ICMI.

Abdurrachman Wahid, ketua Nahdatul Ulama/NU justru melihatnya sebagai suatu

kemunduran terhadap sekularism dan primodalism dalam kehidupan politik nasional. Ia

berpandangan, bahwa kehidupan demokrasi di Indonesia sebaiknya tidak didasarkan kepada

partai politik yang berdasarkan agama. Namun demikian sebagian besar pimpinan dan anggota

NU tidak sependapat dengan Abdurrachman Wahid, bahkan mereka ini menjadi aktivis ICMI.

Ada dua aliran atau pendapat mengapa pemerintah berubah ”kealiran kanan”. Pendapat

pertama menekankan pada kekuatan politik yang menginginkan Islamisasi masyarakat Indonesia

dan kebudayaan. Sedangkan aliran yang lain melihatnya dari aspek yang lebih sempit, yaitu

pertentangan antara kalangan elite penguasa. Dan pandangan yang kedua adalah berdasarkan

argumentasi bahwa Presiden Soeharto pada tahun 1991 telah memberikan dukungan dengan

berdirinya ICMI sebagai suatu kekuatan politik yang potensial. Peranan ICMI dapat dilihat

sebagai pola yang strategis didalam politik Orde Baru, dimana Presiden Soeharto telah memilih

pimpinan Golkar dari kalangan luar ABRI yang setia terhadap beliau dan mampu memenangkan

Golkar secara mutlak dalam Pemilu yang akan datang.

Pandangan yang lebih menarik serta persuasif disampaikan oleh Robert Hefner dari

Boston University. Pertama ia percaya bahwa golongan Abangan/Santri memegang peranan

penting didalam kehidupan berpolitik di Indonesia sejak tahun 1950-an. Walaupun sembilan

puluh persen penduduk Indonesia beragama Islam, dalam pemilihan umum tahun 1955 hanya

menang empat puluh persen dari jumlah suara yang berhak memilih. Sebagian besar Santrinisasi

11

Page 12: makalah ICMI

pada tahun 1970-an dan 1980-an merupakan petunjuk dari kepentingan dan budaya politik pada

tahun 1990-an yang berbeda tajam dari tahun 1950-an.

Pandangan Hefner yang kedua adalah banyak dari Santri-Santri baru menjadi anggota

dari kelas menengah yang mendapat pendidikan modern. Pandangan agamanya moderat serta

memiliki toleransi terhadap golongan bukan Muslim dan golongan agama lainnya. Tokoh utama

dari golongan menengah adalah Nurcholis Madjid, seorang pemikir dan penulis yang selama

lebih dari dua puluh tahun mencari dan belajar dari berbagai pandangan mengenai Muslim

sekular. Nurcholis Madjid meraih gelar Ph.D-nya dari University of Chicago. Ia seorang

Profesor di berbagai universitas Islam dan memimpin Yayasan Paramadina.

Pandangan Hefner yang ketiga adalah dukungan Soeharto terhadap kegiatan Islam,

termasuk hubungannya dengan ICMI, didukung sangat kuat oleh kenyataan terjadinya perubahan

dalam masyarakat Indonesia, terutama di kalangan menengah di daerah pedalaman. Pendirian

ICMI merupakan langkah penting dalam rangka memperoleh dan mengarahkan moral golongan

menengah didaerah serta pedalaman. Keanggotaan ICMI telah tumbuh dari 11000 pada Agustus

1992 menjadi 40000 pada bulan Maret 1993. Ketuanya B.J Habibie pernah mengatakan untuk

merekrut satu orang dari setiap Muslim menjadi anggota organisasinya.

Hefner menyimpulkan bahwa sejarah ICMI mengingatkan kita, bahwa formula- formula

yang dipergunakan terhadap kegiatan-kegiatan politik dan agama di Indonesia tidak lagi cukup

untuk memahami pembahasan-pembahasan tentang Islam dan budaya di Indonesia. Pandangan

Hefner yang pertama dan kedua pada dasarnya dapat dibenarkan, namun demikian ada hal-hal

penting yang masih perlu dipertanyakan. Dalam mendukung pendapat Hefner, banyak para

pengamat memberikan komentarnya mengenai Islamisasi mesyarakat dan pemerintahan selama

masa Orde Baru.

2.3.2 Falsafah Dasar ICMI

1. Carilah titik temu pendapat para Ormas Islam dan para anggotanya.

2. Kembangkan titik-titik temu tersebut menjadi garis temu.

3. Kembangkan garis-garis temu tersebut menjadi permukaan – permukaan temu.

4. Rekatkan sepanjang masa sampai ke akhirat permukaan-permukan temu terseut dengan

ajaran kitab suci Al-Qur’an.

2.3.3 Prinsip Dasar ICMI

Adapun Prinsip Dasar ICMI yaitu 5 K :

12

Page 13: makalah ICMI

1. Meningkatkan Kwalitas Berpikir

2. Meningkatkan Kwalitas Bekerja

3. Meningkatkan Kwalitas Berkarya

4. Mneingkatkan Kwalitas Iman dan Taqwa seimbang dengan penguasaan Kwalitas Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi

5. Meningkatkan Kwalitas Hidup.

2.3.4 Manfaat ICMI

Tampilnya  ICMI kepermukaan  panggung  politik Indonesia memberikan banyak

pendapat mengenai apa manfaat dari dibentuknya ICMI?. Dalam hal ini penulis lebih terbuka

dalam menganalisis manfaat dari ICMI, karena setiap kalangan pasti mempunyai pendapat yang

berbeda. Tarikan ICMI dalam panggung politik nasonal sangat  kuat nuansanya sebagai bentuk

perjuangan  umat  Islam  untuk mendapatkan akses  dari  negara.  ICMI  tampaknya   juga

diformat  sebagai politik Islam yang  santun  dan  tidak mengancam  status-quo regim. Bahkan

analis  lain  dari Hefner  lebih  melihat bahwa ICMI  lebih  sebagai  produk regim yang mulai

mencari legitimasi baru dari umat  Islam yang mayoritas. Sementara orang  lain  mensinyalir

bahwa   ICMI adalah  kekuatan Politik Islam dari kalangan  cendikiawan Muslim  untuk

mencoba  menawarkan  Islam  secara   lebih terlembaga tanpa  harus  melakukan  bentuk  oposisi

dan mempertentangkan  dengan asas kenegaraan.

Fenomena  ICMI menjadi  sangat  transparan sebagai media  politik Islam ketika SU

MPR 1993 (dua tahun setelah ICMI dibentuk) dimana  ICMI  dianggap mampu  memberikan

kontribusi  dalam mendekatkan hubungan dengan negara, sekaligus menempatkan posisi pribadi-

pribadi muslim dalam lembaga strategis. Akan  tetapi dalam perjalanan sejarah ICMI,  pada

tahun  1995  tampaknya terjadi pergeseran  makna  tentang pola   ini,  ICMI  difahami  sebagai

kendaraan   politik (menjadi  Islam Politik) dari pribadi-pribadi yang  ingin menduduki

kekuasaan.  Hal  ini  pulalah  yang   kemudian memancing   kontroversial  tentang  kinerja

ICMI,   yang kemudian  ICMI  semakin  tersudutkan  dalam  titik  nadir dengan  menempatkan

ICMI sebagai sebuah media  korporatis negara   untuk   mengkooptasi  kekuatan   Islam.  Bahkan

sinyalemen  ini semakin menguat dengan tampilnya  Habibie sebagai Wakil Presiden, dan

akhirnya menjadi presiden, di mana susunan kabinet Reformasi Pembangunan lebih diwarnai

sosok ICMI dibandingkan ormas yang lain.

13

Page 14: makalah ICMI

2.4 Perkembangan ICMI

2.4.1 ICMI Bersama Habibie

Ketika ICMI dilahirkan di Malang, banyak kalangan ketika itu menilai konstalasi peta

politik berubah, meskipun ICMI bukan sebuah partai politik, tapi individu-individu didalamnya

banyak dikenal ketokohannya seperti Imanuddin Abdurrahim, M. Amin Rais, Nurcholis Madjid,

Dawam Raharjo dan tokoh lainnya. Awal pembentukan ICMI membuat rezim pada masa itu

khawatir akan pengaruhnya, namun posisi Habibie ketika itu menjadi jaminan bahwa ICMI tidak

akan bermain api dengan penguasa ketika itu, yaitu Presiden Soeharto.

Tak bisa dipungkiri bahwa ICMI akan mampu melahirkan tokoh-tokoh pemimpin

nasional yang cerdas, kritis dan memang akhirnya banyak tokoh-tokoh ICMI yang duduk

dipemerintahan. Disatu sisi ICMI membuat umat Islam bangga ketika itu, dan setelah itu tidak

sedikit mereka menjadi orang-orang yang mewarnai dan mengambil keputusan di pemerintahan.

Suasana ini membuat banyak para tokoh mulai berani menyuarakan susuatu yang tidak adil.

Kasus "terpanas"  adalah Free Fort, sekitar tahun 1997 Amien Rais yang ketika itu sebagai

Dewan Pakar ICMI bersuara lantang bahwa pembagian hasil tambang emas Free Fort lebih

menguntungkan pihak luar. Kasus Free Fort  ini membuat Soeharto ketika itu menjadi berang,

lalu meminta kepada Habibie agar Amien Rais "disingkirkan" dari ICMI. Permintaan ini

membuat Habibie dilematis karena ia dekat dengan Amien Rais, sementara Soeharto ketika itu

penguasa yang sangat kuat. Akhirnya Amien Rais sendiri mengundurkan diri dari Dewan pakar

ICMI setelah melihat posisi Habibie seperti itu.

Ketika era reformasi yang digulirkan mahasiswa tahun 1998 membuat banyak tokoh

turun untuk mendirikan dan bergabung dengan partai politik, dengan tujuan dapat  memperoleh

kekuasaan. Reformasi bergulir dengan cepat, Soeharto turun, Dwifungsi ABRI di cabut, UUD

1945 diamandemen. Perubahan ini berjalan demikian cepat, sementara itu ICMI seperti

kenderaan kosong. Hiruk pikuk reformasi,  disikapi dengan berbagai kepentingan-kepentingan

jangka pendek bagaimana bisa menjadi presiden, menteri, gubernur, bupati, atau anggota dewan.

Meskipun demikian ruh kecendikiawanan para tokoh dan mahasiswa Islam masih hidup.

Meskipun geliatnya secara politis tidak bergema dengan lincah di kanca nasional, hal ini kuat

terlihat setelah Habibie tidak lagi memimpin ICMI. Terasa ada sesuatu semangat yang hilang

ketika itu, mungkin "icon" imtaq dan iptek melekat pada vigur Habibie. Akhirnya, realitas

perjalanan ICMI dan geraknya pada muktamar ke IV di Makasar belum melahirkan hasil-hasil

14

Page 15: makalah ICMI

yang dipandang dan dirasakan langsung oleh umat. Orang-orang "tua" di ICMI pasca muktamar

tidak terlihat geliatnya,  terlebih-lebih diberbagai wilayah dan daerah. Apakah ICMI mati suri?.

2.4.2 Perjalanan ICMI Selanjutnya

Mengapa ICMI Gagal Membidani Perubahan? Pernyatan tersebut, menjadi penting

karena terikat dengan berbagai gagasan dasar ICMI tentang : (1) pembangunan manusia

seutuhnya dan masyarakat seluruhnya, (2) Pembangunan dan perubahan sosial, serta (3)

keterampilan dan responsibilitas. Mengapa semua itu, harus terbuai pasca kejatuhan B.J. Habibie

yang menjadi icon ICMI?.

Mungkin salah, tetapi bisa jadi justru benar bahwa terjadi sebuah kudeta spiritualistik

tentang gagasan organisasi kecendikiawanan muslim yang digagas oleh sekumpulan pemuda-

mahasiswa di malang. Ketika para pemuda muslim itu “memaksakan” sebuah spirit cendekiawan

muslim untuk sebuah perubahan, maka sekelompok para cendekiawan senior merasa diberikan

justifikasi ruang yang lebih elegan dalam politik. Sejauh apapun itu diingkari, akan semakin

dirasakan dalam perjalanan ICMI di era Reformasi.

ICMI secara sadar mengkooptasi diri dengan politik, dengan melakukan proses penetrasi

partisipasi massif (mobilisasi kekuatan islam di Indonesia) dua tahun sejak berdiri sampai pada

pemilu tahun 1992. sekali lagi tidak dapat dipungkiri, bahwa peran ICMI menjadi sangat

fundamental dibidang politik pasca pemilu tahun 1992, sehingga muncullah anekdot plesetan

tentang ICMI sebagai sinonim dari Ikatan Calon Menteri Indonesia. Meskipun dari ruang politik

itu, ICMI mampu melakukan terobosan-terobosan penting dibidang ekonomi.

Tetapi yang pasti, 5 tahun pasca terbentuknya, ICMI telah “dikuasai” oleh segerombolan

para cendikiawan muslim yang patrilinial. ICMI difeodalisasi dalam sebuah hirarkhi pendidikan

yang formalistik meski tidak sepenuhnya terjadi, ICMI telah menjadi hegemoni yang tidak lagi

egaliter. Posisi cendikiawan muslim muda, digradasi dalam sebuah lembaga bernama Majelis

Sinergi Kalam (Masika) sebuah ruang sempit yang disisakan untuk generasi muda.

Spritualisme cendekiawan muda muslim yang menjadi akar dari terbentuknya ICMI,

tidak setengahnya ditangkap dan dikembangkan. ICMI berubah menjadi sebuah “monster” dalam

perspektif politik Indonesia, yang dinilai oleh presiden Soeharto saat itu, sebagai sebuah

kekuatan berbahaya yang harus diakomodasi kepentingangnya untuk menutupi segala kejahatan-

kejahatan orde baru. Maka jadilah ICMI sebagai sebuah organisasi maha penting untuk sebuah

15

Page 16: makalah ICMI

sarana kepentingan politik bagi serombingan para cendekiawan-cendekiawan muslim. Dalam

periode politik 1992-1997 sangat sulit menemukan cendekiawan muslim di Indonesia yang tidak

tergabung dalam ICMI.

Spritualisme pemuda yang menggagas ICMI semakin tidak relevan hingga detik-detik

akhir hayat pemerintah orde baru. ICMI bahkan tidak secara signifikan mengambil peran

formalistic dari sebuah gelombang besar spiritual para pemuda yang memiliki kepekaan

komitmen terhadap perubahan, bahkan sebelumnya, Amien Rais seorang tokoh cendekiawan

muslim yang memilki kepekaan dan komotmen terhadap perubahan di pecat dari ICMI.

Gelombang besar itu, tidak saja menjatuhkan segala benteng ideologis orde baru, tetapi

menjadi sebuah awal dari tsunami bagi organisasi ICMI yang terlibat sangat sentral dalam masa-

masa akhir orde baru. Puncak dari tsunami itu adalah penolakan laporan pertanggung jawaban

preside B.J. Habibie dalam siding MPR/DPR. Hungga sewindu reformasi berlalu, sampai pada

muktamar ke IV ICMI di Makssar bulan Desember 2005, ICMI belum sepenuhnya pulih untuk

kembali mengembang “pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya”.

2.4.3 ICMI MUDA

Desember 2005 di Makassar, spirit para cendekiawan muslim muda di Malang

mengalami  sebuah metastase sejarah. Menjadi sebuah latar depan dari kemunculan kembali

spirit dasar tentang perubahan yang di bingkai dari kesadaran tentang pluralitas, demokrasi, dan

egaliter. Keyakinan tentang pentingnya sebuah visi strategis dalam mengusung sebuah tanggung

jawab besar yang “terlanjur” dilekatkan di pundak para cendekiawan muslim Indonesia melalui

ICMI tepat 15 tahun yang lampau.

Metastase sejarah itu bertumpu pada dua subtansi. Pertama adalah substansi historis

tentang peran sentral para pemuda dan kesetiaanya dalam mengawal sebuah perubahan, sejak

berdirinya Boedi oetomo yang memberikan sebuah arah perubahan gerakan nasionalisme di

Indonesia, lalu di cetuskannya sumpah pemuda yang menjadi kostruksi bangsa Indonesia,

“penculikan” soekarno yang dibarengi dengan “pemaksaan” untuk memproklamasikan

kemerdekaan bangsa Indonesia yang menjadi titik tumpu berdirinya Negara Republik indonesia,

hingga pendudukan kantor MPR/DPR yang menjadi awal berlangsungnya reformasi di Indoesia.

Kedua, metastase sejarah juga bertumpu pada ruang depan melalui konsep long march

tahap II yang dikemukakan oleh bapak B.J  Habibie dalam muktamar IV ICMI di Makassar akhir

16

Page 17: makalah ICMI

tahun 2005. Fase kedua ICMI adalah sebuah fase global yang membuat tugas ICMI tidak

semakin ringan. Kesadaran tentang perjuangan untuk membangun kualitas manusia (5 K ICMI)

akan semakin membutuhkan energi yang besar, sebuah energi dinamis yang progresif yang

umumnya dimiliki oleh para cendekiawan muslim muda.

Metastase sejarah itu muncul melalui gagasan tentang organisasi dalam payung ideologis

ICMI yang menghimpun para cendekiawan-cendekiawan muslim muda yang setiap tahunnya

jutaan ditelurkan dari pendidikan-pendidikan formal akademik di seluruh Indonesia. Sebuah

organisasi yang menghimpun para cendekiawan muslim muda yang sifatnya lebih strategis dan

sinergik dengan ICMI daripada Majelis Sinergi Kalam (Masika).

Seperti halnya spirit awal daripada pemuda muslim di Malang yang dalam situasi hujan,

dingin, dan basah di Makassar digagas tentang ICMI Muda disambut dengan sebuah visi

strategis yang tidak berubah, ICMI Muda disambut dengan sangat egaliter oleh Bapak B.J.

Habibie dan Bapak Muislimin Nasution selaku ketua umum ICMI, sebagai jawaban strategis dan

visioner atas tantangan-tantangan ICMI melakoni fase perjalanan panjang tahap ke II.

ICMI muda atau para cendekiawan muslim muda Indonesia yang berproses secara sehat

dalam visi dan misi ICMI, adalah sebuah simbolisasi dari kebangkitan ICMI. Hanya dalam

hitungan minggu, gagasan tentang organisasi cendekiawan muslim muda dibawah payung ICMI

mendapat tanggapan dan respon positif dari lebuh dari seribu tokoh-tokoh cendekiawan muslim

muda dari seluruh Indonesia yang melakukan deklarasi terbentuknya ICMI Muda di berbagai dan

daerah. Terlepas Dari kontroversi internal ICMI atas kuatnya respon organisasi yang lebih

spesifik menaungi para cendekiawan muda di lingkungan ICMI. Para cendekiawan muslim muda

yang mendeklarasikan ICMI Muda, sesungguhnya berangkat dari sebuah respon atas fenomena

internal ICMI dan bertumpu pada komitmen sebagai cendekiawan muslim muda untuk

melakukan partisipasi strategis secara langsung terhadap pembangun masyrakat madani di

Indonesia.

Para cendekiawan muslim muda yang tergabung dalam deklarator ICMI Muda se-

Indonesia adalah sebuah cerminan konsep pluralitas, demokrasi, dan egaliter. Berbagai kalangan

tokoh cendekiawan muslim muda yang memiliki komitmen terhadap perubahan tergabung,

membuat ICMI Muda lekat dengan konsep “pelangi”. Para cendekiawan Muslim Muda  dari

kalangan akademisi, politisi, budayawan, seniman, wartawan, LSM, pengusaha, dll dan dari

berbagai latar belakang organisasi seperti KNPI, HMI, KAMMI,PMII, IMM, Hizbut Tahrir,

17

Page 18: makalah ICMI

Muhammadiyah, NU, dan sebagainya bergabung dalam sbuah spirit yang sama. Spirit yang

berkecambah di Malang.

Berbeda dengan organisasi massa lainnya yang menempatkan organisasi kepemudaannya

hanya dalam misi pengkaderan. ICMI MUDA lebih mengarah pada sebuah gerakan yang kurang

lebih sejajar dengan ICMI. Seperti sebuah laras senapan yang secara bersamaan dapat

memberikan kekuatan penetrasi yang lebih dahsyat untuk melakukan perubahan-perubahan

social menuju masyrakat Madani. Bahkan ICMI Muda siap untuk menjadi sebuah anak panah

dari sebuah busur bernama ICMI untuk melakukan perubahan-perubahan strategis. ICMI Muda

yang menhimpun dan mengakomodasi para cendekiawan muslim muda Indonesia, adalah sebuah

“nyawa” dari “jiwa” ICMI. Dan ICMI adalah sebuah “jiwa” bagi ICMI Muda. Relasi “jiwa”

dari “nyawa” adalah sebuah relasi subtansial yang terkait dengan adanya komitmen, respon, visi,

dan misi yang sama. Jiwa tanpa nyawa adalah sebuah nihilitas, sama konteksnya jika nyawa

tanpa jiwa. Jiwa dan nyawa adalah sebuah sinergi kesatuan tentang hidup dimana tubuh

bertumpu.

2.5 Pengaruh ICMI

Seperti yang sudah diutarakan diatas bahwa terjadinya pro dan kontra terhadap

terbentuknya ICMI, namun hal itu kembali lagi terhadap kepentingan setiap anggota ICMI

karena setiap orang pasti mempunyai kepentingan masing-masing walaupun terdapat dalam

sebuah ikatan yang bernama ICMI.

Persoalan yang muncul sejak kelahiran ICMI adalah tarik menarik antara kepentingan

intelektual murni dengan kepentingan politik. Pengembangan struktur organisasi ICMI

cenderung mengikuti jejak birokrasi. Hampir seluruh gubernur, bupati atau wali kota, dan rektor

menjadi dewan pembina atau dewan penasihat. Tak pelak lagi, ICMI dan birokrasi menjadi

berapat-rapatan. Buah pergerakan bandul lonceng ICMI ke kekuatan politik birokrasi,

mengesankan ICMI menjadi instrumen penting politik birokrasi. ICMI seperti menjadi

tunggangan Soeharto untuk mendekati umat Islam yang selama sekitar 20 tahun dipinggirkan

secara politis maupun ekonomis. Tetapi, tidak banyak yang menyadari ini. Orang seperti

Lukman Harun malah menganggap inilah saat bulan madu umat Islam dan pemerintah.

Tarik menarik ini menjadi konflik yang merebak setelah Amien Rais melempar gagasan

suksesi di Sidang Tanwir Muhammadiyah di Surabaya  tahun 1993. Soeharto harus lengser pada

18

Page 19: makalah ICMI

tahun 1998. Pada akhirnya Amien Rais berhenti dari posisi Ketua Dewan Pakar ICMI setelah

tidak mau mengendurkan kritiknya soal Busang, Freeport, KKN Soeharto, dan suksesi.

Tidak lama berkah yang diperoleh ICMI dengan kemesraannya bersama Soeharto karena

penguasa Orde Baru lebih 30 tahun itu terjungkal oleh gerakan reformasi. Salah satu tokoh

gerakan itu adalah Amien Rais yang dipecat dari ICMI. Namun pada saat itu Habibie malah naik

menjadi Presiden menggantikan Soeharto, sebenarnya ICMI tahu posisinya tidak

menguntungkan dalam pusaran arus besar kehidupan bangsa. Habibie ditempatkan sebagai

simbol kekuatan status quo yang berhadapan dengan kekuatan reformasi. Tampaknya ICMI tak

mau meninggalkan Habibie sendirian. Apalagi banyak kepentingan ICMI yang dipertaruhkan

bersama nasib Habibie. Misalnya, banyak menteri yang dari ICMI seperti Muladi, Muslimin

Nasution, Malik Fadjar, Juwono Sudarsono, Akbar Tandjung, Ali Alatas, Adi Sasono. Dipegang

pelaksana harian Ketua Umum Achmad Tirtosudiro, ICMI sering ditampilkan sebagai pembela

rezim Habibie. Dengan demikian ICMI semakin masuk pusaran besar politik praktis kepentingan

sesaat. Tidak  jarang orang yang menyindir, seharusnya ICMI menjadi partai politik saja bersama

masa eforia kelahiran partai politik.

Setelah Habibie gagal memperpanjang masa jabatannya, ICMI terkesan tidak tahu harus

berbuat apa. Dari pendukung rezim yang berkuasa, seharusnya ICMI mengambil peran oposisi

pada masa rezim Abdurrahman Wahid ini. Apalagi kenyataannya, Abdurrahman Wahid

meneruskan aksi serangan dengan membabat habis orang-orang ICMI. Akan tetapi, bisa

dipahami kalau ini sulit dilakukan ICMI. Karena tidak pernah punya pengalaman mengkritisi

rezim yang berkuasa. Selama ini ICMI lebih menjadi legitimator kebijakan rezim Soeharto dan

Habibie. Di samping itu, tampaknya juga dipengaruhi oleh garis Habibie yang tetap ingin

memelihara hubungan baik dengan Abdurrahman Wahid agar tidak dijadikan sasaran tembak.

Keterlibatan Habibie selama 25 tahun di kabinet Soeharto, bukan mustahil ada celah untuk

dijadikan  sasaran tembak.

Dari pemeparan diatas penulis menyimpulkan bahwa pengaruh ICMI adalah : (1) Antara

pemerintahan Soeharto pada tahun 1990an dengan Islam mulai adannya hubungan baik, apapun

itu tujuannya. (2) dari hubungan baik tersebut maka keterbukaan orang-orang Islam atau

organisasi-organisasi Islam terhadap birokrasi pemerintahan ataupun permasalahan pemerintahan

mulai ada. (3) terlepas dari kedekatan antara Habibie dengan Soeharto, maka pasca jatuhnya

rezim Soeharto maka Habibie menjadi pengganti Soeharto. (4). Pasca reformasi ICMI masih

19

Page 20: makalah ICMI

menjadi organisasi Muslim yang kuat dan berpengaruh di Indonesia. (5) naiknya Abdurahman

Wahid menjadi Presiden selanjutnya adalah sebagain dari pengaruh adanya ICMI.

20

Page 21: makalah ICMI

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

21

Page 22: makalah ICMI

DAFTAR PUSTAKA

Aditjondro, G. J. (20060. Korupsi Kepresidenan Reproduksi Oligarki berkaki 3: Istana, Tangsi

dan Partai penguasa. Yogyakarta : LKIS

Hisyam, M. (2003). Krisis masa kini dan Orde baru. Jakarta: yayasan Obor.

Wahid, A et al. (1995). ICMI Antara Status Quo dan Demokratisasi. Bandung:Mizan

------. (2009). Latar Belakang/ Kelahiran Icmi. [Online]. Tersedia:

http://www.facebook.com/pages/ICMI-IKATAN-CENDEKIAWAN-MUSLIM-SE-

INDONESIA/49031612241?v=info. [Selasa, 5 Oktober 2010].

-----. (2009). Dewan Pakar ICMI Periode 2005-2010. [Online]. Tersedia:

http://www.facebook.com/notes.php?id=49031612241#!/note.php?note_id=60198486088.

[Selasa, 5 Oktober 2010].

Anwar, Ahyar. (2007). Metastase Historis Cendikiawan Muda Islam Indonesia Dalam

Globalmorfosis. [Online]. Tersedia:http://icmimuda.org/index.php?

option=com_content&task=view&id=40&Itemid=33. [Selasa, 5 Oktober 2010].

Parewangi, AM Iqbal. (2007). ICMI Muda, Meretas Jalan Sejarah. [Online]. Tersedia:

http://icmimuda.org/index.php?option=com_content&task=view&id=110&Itemid=31.

[Selasa, 5 Oktober 2010].

-----. (----). Sejarah Kelahiran ICMI. [Online]. Tersedia: http://icmijabar.or.id/?p=21. [Selasa, 5

Oktober 2010].

Liddle,R William. (----). ISLAM dan POLITIK di Masa Orde Baru. [Online].

Tersedia:http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/08/05/0088.html. [Selasa, 5

Oktober 2010].

22