Makalah Hotspot & Mantle Plume

18
Hot Spot and Mantle Plume Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado 1 BAB I PENDAHULUAN Ada begitu banyak pertanyaan tentang berbagai aktivitas vulkanik yang terjadi di bumi ini, salah satunya adalah mengapa terdapat gunung api bawah laut, dan pulau-pulau berjejeran? Pada tahun 1963, geofisikawan Kanada, J. Tuzo Wilson yang juga menemukan teori patahan transform mengemukakan ide cemerlang yang saat ini disebut sebagai Teori Hot Spot. Wilson mengatakan bahwa pada beberapa tempat di bumi ini terjadi proses vulkanik yang sangat aktif, dan berlangsung sudah sangat lama. Menurut beliau hal ini bisa terjadi jika di bawah sebuah lempeng tektonik ada sebuah area yang relatif ‘kecil’, sudah eksis dan bertahan lama, dan memiliki panas yang sagat tinggi- yang disebut hotspot. Hot spot ini akan memberikan sumber energi panas lokal yang tinggi untuk mempertahankan proses vulkanik. Hotspots tersebar tak teratur tetapi nonrandom di permukaan Bumi. Mereka lebih banyak tersebar di dekat divergent plate boundaries (mid-ocean ridges), dan biasanya menghilang dari wilayah-wilayah di dekat convergent plate boundaries/ subduction zones. Berikutnya Wilson mengusulkan hipotesanya mengenai mantel plume. Mantel plume merupakan aliran magma yang membumbung dan bergerak naik ke atas. Kemudian beberapa tahun berikutnya, tepatnya tahun 1971 Morgan mengemukakan hipotesa bahwa hotspot berasal dari mantel bagian bawah dan mungkin berasal dari dasar mantel. Konsep mentle plume untuk beberapa tahun merupakan hipotesa, karena tidak ada cara langsung untuk mengobservasi adanya fenomena tersebut. Hasil teknologi seismik tomografi mendukung hipotesa ini. Plume tectonics akan tetap dalam bentuk hipotesis kalau tidak dapat sokongan seismic tomography. Seismic tomography adalah suatu teknik untuk menentikan struktur 3-dimensi interior Bumi dengan cara menggabungkan informasi dari sejumlah besar gelombang seismik yang melintasi Bumi baik di permukaan maupun interiornya yang bersal dari sumber-sumber seismik alamiah maupun buatan. Jadi, awalnya terbentuk plume di dasar mantel, dan kemudian plume tersebut bergerak naik ke atas. Plume itu sendiri terdiri dari kepala dan ekor. Pada saat plume menyentuh litosfer atau tepat berada di bawah litosfer itulah yang disebut dengan hotspot. Untuk mekanisme

Transcript of Makalah Hotspot & Mantle Plume

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

1

BAB I

PENDAHULUAN

Ada begitu banyak pertanyaan tentang berbagai aktivitas vulkanik yang terjadi di bumi ini,

salah satunya adalah mengapa terdapat gunung api bawah laut, dan pulau-pulau berjejeran? Pada

tahun 1963, geofisikawan Kanada, J. Tuzo Wilson yang juga menemukan teori patahan

transform mengemukakan ide cemerlang yang saat ini disebut sebagai Teori Hot Spot. Wilson

mengatakan bahwa pada beberapa tempat di bumi ini terjadi proses vulkanik yang sangat aktif,

dan berlangsung sudah sangat lama. Menurut beliau hal ini bisa terjadi jika di bawah sebuah

lempeng tektonik ada sebuah area yang relatif ‘kecil’, sudah eksis dan bertahan lama, dan

memiliki panas yang sagat tinggi- yang disebut hotspot. Hot spot ini akan memberikan sumber

energi panas lokal yang tinggi untuk mempertahankan proses vulkanik. Hotspots tersebar tak

teratur tetapi nonrandom di permukaan Bumi. Mereka lebih banyak tersebar di dekat divergent

plate boundaries (mid-ocean ridges), dan biasanya menghilang dari wilayah-wilayah di dekat

convergent plate boundaries/ subduction zones.

Berikutnya Wilson mengusulkan hipotesanya mengenai mantel plume. Mantel plume

merupakan aliran magma yang membumbung dan bergerak naik ke atas. Kemudian beberapa

tahun berikutnya, tepatnya tahun 1971 Morgan mengemukakan hipotesa bahwa hotspot berasal

dari mantel bagian bawah dan mungkin berasal dari dasar mantel. Konsep mentle plume untuk

beberapa tahun merupakan hipotesa, karena tidak ada cara langsung untuk mengobservasi

adanya fenomena tersebut. Hasil teknologi seismik tomografi mendukung hipotesa ini. Plume

tectonics akan tetap dalam bentuk hipotesis kalau tidak dapat sokongan seismic tomography.

Seismic tomography adalah suatu teknik untuk menentikan struktur 3-dimensi interior Bumi

dengan cara menggabungkan informasi dari sejumlah besar gelombang seismik yang melintasi

Bumi baik di permukaan maupun interiornya yang bersal dari sumber-sumber seismik alamiah

maupun buatan.

Jadi, awalnya terbentuk plume di dasar mantel, dan kemudian plume tersebut bergerak naik

ke atas. Plume itu sendiri terdiri dari kepala dan ekor. Pada saat plume menyentuh litosfer atau

tepat berada di bawah litosfer itulah yang disebut dengan hotspot. Untuk mekanisme

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

2

pembentukkannya sampai pada terbentuknya gunung api bawah laut akan dijelaskan pada bab

berikutnya. Di bawah ini dapat dilihat gambar yang menunjukkan hotspot dan plume.

Gambar (1.1)

(A) Plume yang bergerak naik ke atas

(B) Hotspot yang tepat berada di bawah litosfer

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

3

BAB II

ISI

2.1. Peranan Mantel Plume dalam Arus Konveksi

Ada bebrapa hal penting mengenai pergerakkan mantel plume ini yang salah satunya

berperan penting dalam arus konveksi yang terjadi di mantel. Berbicara tentang arus konveksi

tentunya berkaitan dengan pergerakkan lempeng tektonik . Satu hal yang mengganjal hipotesis

Wegener tentang Apungan Benua adalah dia tidak dapat menjelaskan mekanisme seperti apa

yang menyebabkan pergerakan lempeng. Saat ini, ada tiga ide yang dikemukakan oleh para

ilmuwan terkait mekanisme penggerak tersebut :

Gambar (2.1)

• Pertama, ide tentang adanya arus konveksi yang besar di dalam mantel bumi yang

menggerakkan lempeng seperti sabuk konveyor.

• Kedua, ide yang menjelaskan bahwa lempeng yang menunjam lebih berat daripada

lempeng di atasnya, karenanya akan menarik lempeng ini ke bawah. Hal ini disebut slab-

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

4

pull. Juga karena gravitasi, bagian atas dari lempeng di lokasi pematang terdorong ke

atas. Ini disebut slab-push.

• Ketiga, ide tentang adanya plume (aliran magma yang membumbung) yang bergerak ke

atas. Ide ini memjelaskan bahwa hanya ada beberapa plume yang sangat besar yang

menggerakkan arus konveksi ke arah atas di dalam mantel bumi, sedangkan lempeng

yang menunjam menggerakkan arus konveksi ke arah bawah dan menyempurnakan

perputaran arus konveksi tersebut.

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

5

2.2. Pengamatan Wilson tentang Kepulauan Hawai

Wilson berhipotesis bahwa bentuk rangkaian kepulauan Hawai yang terletak pada garis

lurus adalah sebagai hasil dari pergerakan lempeng Pasifik di atas dari hotspot yang berada tepat

di bawah litosfer. Lokasi hotspot ini relatif tetap dan posisi saat ini tepat di bawah Kepulauan

besar Hawaii. Panas dari hot Spot ini memberikan sumber magma terus-menerus yang sebagian

meleleh di atas lempeng Pasifik. Magma tersebut, yang lebih ringan dibanding batuan padat di

sekitarnya, kemudian naik di sepanjang mantel dan kulit bumi dan kemudian meleleh di dasar

lautan dan membentuk gunung aktif bawah laut. Seiring dengan waktu gunung bawah laut itu

bertumbuh dan membesar akibat proses erupsi yang terjadi terus-menerus, sehingga pada

akhirnya timbul di atas muka laut, dan membentuk kepulauan vulkanik.

Wilson berteori bahwa pergerakan lempeng Pasifik juga akan menggeser pulau vulkanik

yang terbentuk dari atas hotspot sehingga menghilangkan sumber sumber magma, sehingga

proses vulkanis berakhir. Ketika sebuah pulau vulkanik sudah eksis, pulau yang lain akan

tumbuh di atas hotspot, dan siklus tersebut terjadi berulang-ulang. Proses vulkanik tumbuh dan

mati ini terjadi sepanjang jutaan tahun dan meninggalkan jejak panjang pulau-pulau dan

gunung-gunung vulkanik di dasar lautan Pasifik.

Gambar (2.2)

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

6

Menurut teori hotspot Wilson rangkaian vulkanik Hawai seharusnya menua secara

progressif dan menjadi lebih banyak mengalami erosi jika rangkaian makin jauh bergeser dari

hotspot akibat pergerakan lempeng Pasifik. Pulau Kauai, pulau tidak berpenghuni yang berada di

arah barat laut sudah berumur 5.5 juta tahun dan sudah sangat banyak mengalami erosi. Sebagai

perbandingan, batuan terekspos tertua dari Kepulauan Besar Hawaii yaitu pulau paling tenggara

dari rangkaian dan diasumsikan masih berada di atas hotspot- diperkirakan baru berumur

700.000 tahun dan batuan vulkanis baru masih terus terbentuk.

Hawaii adalah pulau yang paling muda di rangkaian Kepulauan Hawaii. Penciptaannya

dimulai sekitar 1 juta tahun yang lalu yang terbentuk dari lima gunung api bawah laut. Ketika

gunung api tersebut meletus dari waktu ke waktu, letusannya menciptakan lapisan-lapisan lava

yang baru di atas lapisan sebelumnya, hingga akhirnya lapisan lava termuda terlihat di atas laut.

Aliran lava kelima gunung api saling menindih lapisan lava gunung lainnya sehingga puncak

aliran-aliran lava tersebut membentuk Pulau Hawaii saat ini. Pegunungan Kohala adalah

pegunungan pertama yang terbentuk saat tepat di atas hotspot. Seiring dengan pergerakan

lempeng gunung-gunung api baru terbentuk di atas hotspot seiring berjalannya waktu. Urutan

pembentukan secara berurutan adalah: Mauna Kea, Hualalai, Muana Loa dan saat ini Kilauea.

Saat ini, telah terbentuk gunung api bawah laut bernama Lo’ihi yang terbentuk di tenggara

pulau besar Hawaii. Diduga, sekitar 50.000 tahun lagi akan ada pulau tambahan di rangkaian

kepulauan Hawaii atau kemungkinanan Lo’ihi akan menjadi puncak keenam di Pulau Besar

Hawaii. Saat ini Kohala, gunung yang paling tua sudah tidak aktif lagi, sedang puncak gunung

lainnya masih aktif.

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

7

Gambar (2.3) untuk memperlihatkan posisi relatif Kepulauan Hawaii di atas hotspot. Adanya

pola penyebaran seamount dan kepulauan Hawai ini ditafsirkan akibat perubahan gerak lempeng

Pasifik saat 75 juta tahun kearah utara dan berubah ke arah barat-laut

Walaupun Hawaii adalah hotspot yang paling dikenal, diduga masih banyak hotspot

lainnya di bawah laut atau benua di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan hotspot di bawah kerak

bumi diketahui aktif dalam masa 10 juta tahun terakhir. Kebanyakan terletak di dalam lempeng

(sebagai contoh, Lempeng Afrika), beberapa di perbatasan-perbatasan lempeng divergen.

Diketahui ada beberapa di dekat bubungan tengah lautan, seperti di bawah Islandia, Azores, dan

kepulauan Galapagos.

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

8

2.3. Karakteristik Hotspot dan Mantel Plume

Volume batuan vulkanik yang dihasilkan di mantel plumes lebih kecil jika dibandingkan

dengan yang dihasilkan di sepanjang batas lempeng divergen dan konvergen (gambar 2.4).

kebanyakan gunung api intraplate(hotspot) terletak di lantai samudera pasifik bagian selatan,

yang ditandai oleh banyaknya gunung api bawah laut dan pulau vulkanik (gambar 2.5). saat

dilihat pertama kali, penyebaran gunung api intraplate kelihatan acak. Tapi berdasarkan inspeksi

selanjutnya, pola rentetannya mulai terlihat, khususnya di samudera pasifik (lihat petanya di

cover dalam).

Gambar (2.4)

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

9

Gambar (2.5)

Vulkanisme pada sebuah mantle plume menghasilkan gunung api bawah laut yang dapat

bertumbuh menjadi pulau. Langkah-langkah dalam proses ini ditunjukkan pada gambar 2.6. jika

posisi plume pada mantel tidak berubah dalam jangka waktu yang lama, maka litosfer yang

bergerak (moving lithosphere) membawa gunung api aktif tersebut melewati sumber magmanya.

Gunung api ini kemudian menjadi tidak aktif, dan gunung api yang baru akan terbentuk di

tempat gunung api yang lama di atas plume yang tidak bergerak tersebut. Kelanjutan dari proses

ini akan membentuk gunung api satu demi satu, hingga menghasilkan pola rentetan yang parallel

terhadap arah gerak lempeng.

Gambar (2.6) rangkaian pulau vulkanik dan gunung api bawah laut dihasilkan dari pergerakkan

lempeng di atas mantel plume. Deretan gunung api yang dihasilkan dapat menunjukkan jalur

pergerakkan lempeng.

Dari bukti yang disediakan dari studi tentang hotspot, terlihat bahwa mantel plume

memiliki variasi bentuk dan ukuran. Mantel plume-mantel plume tersebut bisa terdiri dari

material mantel yang panas lebih cenderung membesar menjadi gumpalan daripada hanya

membentuk suatu lintasan yang lurus. Bagian terbesar dari mantel plume dapat dilihat sebagai

kolom-kolom ramping dan panjang dari batuan-batuan panas yang berasal dari bagian mantel

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

10

bumi yang sangat dalam (gambar 2.7). mantel plume ini naik perlahan-lahan ke permukaan,

melengkungkan litosfer yang terbentang di atasnya, membentuk gunung-gunung api dan pluton

(batolit) dan menyebabkan gempa bumi yang kecil dan dangkal. Beberapa plume memiliki

diameter kira-kira 1000km tapi sebagian besar hanya berdiameter ratusan kilometer. Material

dalam plume naik dengan kecepatan sekitar 2 m/thn. Plume yang naik di bawah benua dan di

bawah samudera terlihat sama, dan itu terjadi di tengah lempeng dan di sepanjang beberapa

pegunungan ditengah samudera (mid-ocean ridges). Panas ekstra yang dibawa ke litosfer

umumnya membentuk kubah dengan diameter mencapai 1000 km, dengan peningkatan berkisar

antara 1 sampai 2 km di tengah kubah.

Gambar (2.7)

Beberapa geologis berpikir bahwa mantel plume berasal dari kedalaman paling kurang 700

km dan mungkin sedalam 2900 km pada batas mantel dan inti. Posisi plume kelihatannya

relative tidak berpindah, sementara lempeng litosfer bergerak di atasnya. Plume kemudian

menjadi tidak bergantung pada unsur utama tektonik kerak, yang dihasilkan oleh pergerakan

lempeng. Hasilnya, hotspot menyediakan referensi kerangka untuk menentukan pergerakan

mutlak dari lempeng tektonik bukan hanya gerak relatifnya. Meskipun begitu, lokasi plume tidak

sepenuhnya tidak dapat berpindah. Beberapa bisa bergerak sedikit pada “mantle wind”. (gambar

2.8).

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

11

2.4. Evolusi Mantel Plume : Kepala dan Ekor serta Mekanisme Pergerakkannya

Gambar (2.8)

Seperti sistem tektonik lempeng, mantel plume merupakan tipe konveksi yang secara

perlahan menggerakkan mantel. Meskipun begitu, tektonik lempeng dan mantel plume

merupakan tipe konveksi yang jelas berbeda. Yang satu merupakan konveksi yang menyebabkan

pergerakan lempeng dimana material naik pada batas lempeng divergen dan turun pada batas

konvergen. Yang lain merupakan peningkatan tiang pipih dari material dalam plume yang tipis

dari kedalaman mantel. Meskipun plume jelas membawa kalor yang jauh lebih sedikit daripada

proses di batas lempeng tektonik, mantel plume juga sebagian besar digerakkan oleh panas

internal. Plume mungkin muncul dari lapisan panas di dasar mantel. Karena sangat panas, lapisan

batas yang menyelubungi inti besi cair pastinya memiliki viskositas yang jauh lebih kecil(100

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

12

sampai 1000 kali lebih kecil) dan densitas yang sedikit lebih kecil dari mantel di atasnya. Saat

kalor dari inti besi cair mengalir ke dalam lapisan batas ini, bagian mantel mengembang dan

menjadi lebih kecil densitasnya. Ketika sebagian kecil menjadi lebih ringan dari mantel yang

lebih dingin di atasnya(perbedaanya sekitar 2000C dan 0.1 g/cm3 mungkin cukup), bagian itu

akan menjadi ringan dan mulai naik. Oleh sebab itu, benjolan kecil terbentuk di lapisan batas

(gambar 2.8). Hal ini bisa membentuk diaper yang akhirnya membesar dan berkembang menjadi

mantel plume ringan.

Percobaan laboratorium memberi kesan bahwa plume yang baru muncul naik melewati

mantel dengan kepala bulat besar yang disuplai oleh pipa tipis yang panjang, atau ekor, yang

memanjang ke kedalaman (gambar 2.8). Saat plume yang baru naik melewati mantel, resistansi

terhadap alirannya menyebabkan kepalanya naik lebih pelan dibandingkan dengan material di

ekor. Karenanya, kepala plume tersebut membesar sambil disuplai oleh material yang mengalir

melewati ekor panjang yang tipis; kepala plume yang naik tersebut mengembang seperti balonn.

Pembesaran kepala tersebut juga terjadi karena material mantel yang lebih dingin di

sekelilingnya berubah menjadi plume.

Karena kepala plume bertumbuh sambil bergerak melewati mantel, kepala blume yang

besar hanya dapat berkembang jika melintasi jarak yang panjang. Dengan menggunakan

hubungan ini, kita dapat memperkirakan bahwa plume pasti naik ribuan kilometer, mungkin dari

batas mantel-inti ke permukaan dengan jarak 2700 km. Jika ini benar, banyak panas yang hilang

dari inti metal cair dibawa oleh mantel plume. Plume mungkin bertanggung jawab atas 10% dari

total panas yang hilang dari bumi; tektonik lempeng terhitung lebih dari 80% dari panas yang

hilang dari mantel.

Ketika kepala plume yang baru naik mendekati permukaan dan bertemu dengan litosfer

yang keras, plume tersebut tampak menyebar dan membentuk piringan material panas dengan

lebar 1500 sampai 2500 km dan tebal 100 sampai 200 km (gambar 2.8). Ini mengenai ukuran

dari sebagian besar daerah luapan basalt benua (flood basalt). Plume yang naik mengangkat

permukaan dan membentuk kubah rendah yang luas (gambar 2.9). Pengangkatan ini dapat

menyebabkan perluasan, patahan normal, keretakan dari litosfer yang terbentang di atas. Lebih

dari itu, saat plume naik ke kedalaman yang dangkal, penurunan tekanan memungkinkannya

untuk melebur sebagian dan menghasilkan magma basaltic. Semakin besar kepala plume,

semakin besar volume basalt yang dapat terbentuk.

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

13

Gambar (2.9)

Akhirnya, kepala plume menghilang oleh pendinginan atau pencampuran dengan

astenosfer dangkal (gambar 2.9). Yang tersisa dari plume sebelumnya didominasi oleh aliran

yang melewati ekor yang panjang. Berbeda dengan kepala plume, ekor yang tipis dianggap

hanya berdiameter sekitar 300 km. kenaikan, perluasan, dan magmatisasi basaltic juga akan

terkait dengan bagian dari evolusi plume, tapi semuanya akan lebih kecil daripada waktu plume

mulai naik. Saat litosfer bergerak menjauh dari pusat plume, litosfer akan mendingin,

berkontraksi, dan menyusut. Fase pendinginan mungkin berlangsung ratusan juta tahun dan

mungkin disertai penyusutan yang lambat dari kerak dan perkembangan cekungan sedimen

besar.

Akhirnya, plume itu sendiri kehilangan energy termal dan mati, dan di saat yang bersamaan

plume baru terbentuk di bagian yang lain dan terus membawa panas dari interior ke permukaan.

Jangka hidup yang khas mungkin sekitar 100 juta tahun. Secara singkat, mantel plume

merupakan fitur sementara yang terbentuk dan pada akhirnya memudar dan mati.

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

14

Lempeng dan plume saling mengimbangi, masing-masing terlibat dalam konveksi mantel.

Plume mungkin datang dari lapisan batas panas di dasar mantel, sebaliknya lempeng tektonik

merupakan lapisan batas dingin di bagian teratas mantel. Saat inti kehilangan panas, bagian dari

mantel yang terbentang di atasnya menjadi ringan dan naik dalam plume. Sebaliknya, saat

lempeng mendingin, lempeng menjadi lebih padat daripada mantel yang terbentang di bawahnya

dan terbenam. Dengan demikian, disamping sistem tektonik lempeng, ada juga sistem tektonik

plume. Ini melibatkan sebagian besar gerakan vertical dari litosfer disertai vulkanisme. Proses ini

bertumpangan pada lempeng tektonik yang terus-menerus bergerak.

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

15

2.5. Pembuatan magma di mantel plume

Magma basaltic dihasilkan dalam mantel plume yang sedang naik oleh peleburan

dekompresi. Magma yang terbentuk dalam mantel plume istimewa dan menunjukkan bahwa

magma tersebut sebagian berasal dari sisa-sisa lempeng kuno yang tersubduksi dalam ke dalam

mantel. Dalam pengaturan benua, riolit dan granit mungkin terbentuk di atas sebuah mantel

plume oleh peleburan sebagian kerak atau oleh kristalisasi pecahan basalt.

Berbagai komponen system magma dapat dibandingkan dengan komponen system sungai.

Setiap system magma punya sebuah sumber magma, sebuah jalan sepanjang magma dihentarkan,

dan sebuah tempat landasan akhir dimana magma meletus sebagai aliran lava atau di mana

magma mengkristal untuk membentuk sebuah pluton. Memahami sumber magma – di mana,

bagaimana, dan mengapa magma dihasilkan-adalah kunci untuk memahami dan memprediksi

perilaku seluruh sistem magma.

Sumber magma dalam mantel plume yang naik mungkin berhubungan dengan proses

mencair yang disebabkan oleh penurunan tekanan (dekompresi) ketika material panas naik ke

kedalaman dangkal (Gambar 2.10). Mekanisme ini sangat mirip dengan yang menghasilkan

magma basalt di midoceanic-ridges. Peleburan dekompresi mestinya menjadi fenomena umum

dalam mantel karena titik leleh peridotit, batu yang paling umum di mantel atas, menurun sedikit

ketika tekanan menurun (Gambar 2.10). Ketika berdensitas rendah, mantel padat bergerak ke

atas dalam sebuah plume, tekanan berkurang lebih cepat daripada plume bisa kehilangan

panasnya dan mencapai keseimbangan dengan sekelilingnya. panah pada Gambar 2.10

menunjukkan salah satu kemungkinan jalan suhu-tekanan untuk kenaikan peridotit dalam plume.

Meskipun material yang naik dalam plume mungkin mendingin perlahan, material tersebut masih

melintasi kurva peleburan parsial, saat mencapai kedalaman kurang dari 100 km atau lebih.

Akibatnya, bagian dari peridotit dalam plume melebur dan membentuk magma basaltik. Leburan

basaltik ini bahkan lebih kecil densitasnya dari padatan dalam plume, sehingga leburan ini

bergerak ke atas ke dalam kerak bumi, mengisi tanggul, sills, dan ruang magma lainnya.

Di sini, magma baru mungkin bercampur dengan magma lain, mendingin untuk membentuk

pluton padat, atau bergerak lebih jauh ke atas dan mengalami erupsi, biasanya sebagai aliran lava

yang tenang yang membentuk bagian sebuah gunung api perisai.

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

16

Studi rinci dari komposisi basal yang berkaitan dengan mantel plume menuntun ke sebuah

kesimpulan yang mengejutkan. Basal ini dapat berasal dari bagian mantel yang terkontaminasi

oleh kerak samudera kuno, termasuk basalt laut dan sedimen. Di sini kita memiliki kebingungan.

Jika bukti geofisika benar, plume berasal dari kedalaman, mungkin sedalam batas inti-mantel.

Jadi, bagaimana material kerak termasuk sedimen masuk ke mantel yang dalam? Bisakah sumber

plume menjadi kuburan bagi litosfer samudera yang tersubduksi (Gambar 2.7)?

Kerak samudera, dengan basal dan sedimen lautnya, mengalami peningkatan densitas yang

signifikan selama subduksi ketika garnet dan mineral padat bertekanan tinggi lainnya terbentuk.

Mungkin peningkatan kepadatan memungkinkan kerak samudera untuk melintas sampai ke batas

inti, seperti batu tenggelam perlahan di lumpur tebal. Di sana, ia tidak dapat tersubduksi lagi,

karena inti jauh lebih padat. Jadi litosfer tersubduksi mungkin tinggal di sana selama jutaan

tahun dan bercampur dengan batuan mantel yang sudah ada pada batas tersebut. Jika campuran

ini mengembang oleh panas yang keluar dari inti besi, campuran tersebut akan naik perlahan-

lahan kembali ke permukaan dan akhirnya meleleh untuk menghasilkan magma basalt.

Kesimpulan seperti itu menyediakan elemen terakhir untuk sistem daur ulang besar yang

merupakan Planet Bumi. peleburan parsial dari mantel dangkal naik dengan mudah dan

kemudian mengalami erupsi di sebuah midocean ridge. Kerak yang dibuat di bubungan terkubur

oleh sedimen laut dalam sebelum bersubduksi kembali ke dalam mantel. Dalam perjalanan turun,

kerak tersebut bermetamorfosis, mengering, dan tidak sepenuhnya bercampur dengan batuan

mantel. Akhirnya, litosfer samudera dapat mencapai batas inti-mantel.

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

17

Gambar (2.10)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa terbentuknya gunung api bawah laut

dan deretan kepulauan vulkanik disebabkan oleh hotspot yang berada tepat di bawah litosfer.

Hotspot ini terbentuk dari mantle plume yang bersasal dari lapisan batas antara mentel dan inti

luar. Dapat dikatakan hotspot sebagai manifestasi dari mantel plume. Hotspot atau titik panas

merupakan tempat terjadinya akumulasi panas yang sumber kalornya berasal dari ekor yang telah

terbentuk dari mantel plume. Bagian ekor ini menyupali kalor dan magma dari lapiasan batas

secara terus-menerus ke bagian bawah litosfer tersebut.

Hot Spot and Mantle Plume

Estrela Bellia Muaja -12 30 0400- Universitas Negeri Manado

18

Daftar Pustaka

Condie, K.C. 2001. Mantle Plume and Their Record in Earth History. New York: Cambridge

University Press

Ducan, R.A., and M.A.Richard.1991. Hotspot, mantle plumes, flood basalts. Review of

Geophysic 29 : 31-50

Hill, R.I., I.H. Campbell, G.F.Davies, and R.W. Griffiths. 1992. Mantle plumes and continental

tectonics. Science 256: 186-193

Smith, R.L., and L.W. Braille. 1994. The Yellowstone hotspot. Journal of Volcanology and

Geothermal Research 61:121-127