Makalah Hipoglikemia

57
I. ANAMNESIS Telah dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis kepada anak pasien pada tanggal 17 Januari 2015 jam 09.00 WIB diruang 503. Keluhan Utama Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak beberapa jam SMRS. Keluhan Tambahan Pasien demam, tampak sesak, batuk berdahak yang sulit dikeluarkan sejak 3 hari SMRS, pusing. Nafsu makan pasien menurun sejak awal Desember 2014. Sejak 7 hari SMRS, pasien mengeluhkan badannya lemas, mual dan muntah. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang diantar oleh keluarga setelah mengalami penurunan kesadaran beberapa jam SMRS. Saat itu pasien baru saja datang dari kampung halamannya dan setiba dirumah, pasien tertidur dan pada tengah malam ketika dibangunkan oleh anaknya, pasien berkeringat dingin dan sulit untuk dibangunkan. Saat dibangunkan dengan diguncang-guncangkan, pasien terbangun sesaat tetapi kemudian kembali tertidur. Pasien segera dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih. Saat tiba di IGD RSUD Budhi Asih, pasien demam dan tampak sesak. Pasien diketahui demam

description

interna

Transcript of Makalah Hipoglikemia

Page 1: Makalah Hipoglikemia

I. ANAMNESIS

Telah dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis kepada anak pasien pada

tanggal 17 Januari 2015 jam 09.00 WIB diruang 503.

Keluhan Utama

Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak beberapa jam SMRS.

Keluhan Tambahan

Pasien demam, tampak sesak, batuk berdahak yang sulit dikeluarkan sejak 3

hari SMRS, pusing. Nafsu makan pasien menurun sejak awal Desember 2014. Sejak

7 hari SMRS, pasien mengeluhkan badannya lemas, mual dan muntah.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar oleh keluarga setelah mengalami penurunan kesadaran

beberapa jam SMRS. Saat itu pasien baru saja datang dari kampung halamannya dan

setiba dirumah, pasien tertidur dan pada tengah malam ketika dibangunkan oleh

anaknya, pasien berkeringat dingin dan sulit untuk dibangunkan. Saat dibangunkan

dengan diguncang-guncangkan, pasien terbangun sesaat tetapi kemudian kembali

tertidur. Pasien segera dibawa ke IGD RSUD Budhi Asih. Saat tiba di IGD RSUD

Budhi Asih, pasien demam dan tampak sesak. Pasien diketahui demam naik turun

beberapa hari SMRS dan demam turun setelah minum obat penurun demam. Pasien

mengeluhkan batuk berdahak yang sulit dikeluarkan sejak 3 hari SMRS. Selain itu,

pasien mengeluhkan sering merasa pusing dan matanya gelap, kadang berkunang-

kunang.

Keluarga pasien menyatakan bahwa nafsu makan pasien menurun sejak awal

Desember 2014. Pasien tidak pernah menghabiskan makanannya dan hanya makan

beberapa sendok karena setiap makan pasien merasa mual dan mulut terasa pahit.

Pasien terakhir makan pada sore hari sebelum masuk rumah sakit dan hanya 5

sendok karena tidak nafsu makan. Sejak 7 hari SMRS, pasien mengeluhkan

badannya lemas, mual dan muntah terutama saat makan, sekitar 3 kali/hari, muntah

berisi makanan yang dikonsumsi pasien. Buang air kecil normal, berwarna kuning

jernih dan buang air besar normal.

Page 2: Makalah Hipoglikemia

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat menderita kencing manis sejak + 10 tahun yang lalu

dan ada obat-obatan dari puskesmas yang rutin dikonsumsi. Pasien menyangkal

memiliki riwayat darah tinggi, penyakit paru dan jantung sebelumnya. Selain itu,

pasien menyatakan memiliki riwayat asma, riwayat maag dan memiliki alergi

terhadap ikan laut. Pasien memiliki riwayat menderita batu ginjal.

Riwayat Keluarga

Tidak terdapat keluarga yang menderita keluhan yang sama. Pasien

menyatakan bahwa keluarga tidak ada yang menderita darah tinggi. Ayah pasien

memiliki riwayat diabetes mellitus.

Riwayat Kebiasaan

Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan tidak merokok.

Pasien jarang mengkonsumsi makanan yang berlemak bahkan menurut anak pasien,

pasien makan hanya sedikit dari dulu sebelum keluhan tidak nafsu makan pada awal

Desember 2014 muncul. Pasien jarang berolahraga dikarenakan sibuk mengurus

rumah tangga dan juga berdagang.

Riwayat Pengobatan

Pasien minum glibenclamide untuk kencing manis yang didapatkan dari

puskesmas. Pasien tidak ingat dosis yang diberikan tetapi mengaku masih meminum

glibenclamide dengan rutin.

Kondisi Lingkungan & Sosial Ekonomi

Pasien tinggal di rumah dengan ventilasi udara dan sanitasi yang cukup baik.

Tinjauan Sistem

Umum : Lemas, demam

Kulit : Tidak ada keluhan

Kepala : Pusing

Leher : Tidak ada keluhan

2

Page 3: Makalah Hipoglikemia

Thorax : Batuk (+) berdahak, sesak (+)

Abdomen : Mual (+), muntah (+)

Saluran kemih : BAK lancar, tidak ada keluhan

Genital : Tidak ada keluhan

Ekstremitas : Tidak ada keluhan

II. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum : tampak sakit sedang

- Kesadaran : compos mentis

- Status gizi : Kurang

BB : 43 kg

TB : 157 cm

BMI : 17.44 (gizi kurang)

- Tanda Vital :

Tekanan darah : 160/80 mmHg

Frekuensi nadi : 145x/menit

Pernapasan : 28x/menit

Suhu : 36,7oC

- Taksiran umur : Sesuai usia

- Cara berbaring : Aktif

- Cara berbicara : Baik

- Sikap : Kooperatif

- Penampilan : Baik

- Status mental :

Tingkah laku : wajar

Alam perasaan : biasa

Proses pikir : wajar.

- Status Generalis :

Kulit

Warna : sawo matang, pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak ada

ruam dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi

3

Page 4: Makalah Hipoglikemia

Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul vesikuler,

pustul maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada

bagian tubuh yang lain.

Rambut : rambut hitam, merata, mudah dicabut

Turgor : baik

Suhu raba : dingin

Mata

Bentuk : cekung, kedudukan bola mata simetris

Palpebra : normal, tidak ptosis, tidak lagoftalmus, tidak edema, tidak ada

perdarahan, tidak blefaritis, tidak xanthelasma

Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus

Konjungtiva : anemis +/+

Sklera : ikterik -/-

Pupil : bulat isokor, diameter 3 mm, reflex cahaya langsung +/+,

reflex cahaya tidak langsung +/+

Eksoftalmus : tidak ditemukan

Endoftalmus : tidak ditemukan

Telinga

Inspeksi : Normotia, tidak hiperemis, tidak mikrotia, tidak cauliflower

ear, liang telinga lapang, serumen -/-, sekret -/-, kotor -/-.

Palpasi : Nyeri tarik tragus -/-, nyeri tekan tragus -/-

Hidung

Bagian luar : normal, tidak ada deformitas, tidak ada nafas cuping hidung,

tidak sianosis

Septum : di tengah, simetris

Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi

Cavum nasi : tidak ada perdarahan, tidak kotor, tidak ada sekret

Mulut dan tenggorok

Bibir : normal, pucat, tidak sianosis, tidak kering

Gigi-geligi : oral hygiene cukup

4

Page 5: Makalah Hipoglikemia

Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, berwarna merah muda

Lidah : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor

Tonsil : ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis, kripti tidak melebar tidak

ada detritus

Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

Leher

Bendungan vena : tidak ada bendungan vena

Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris

Trakea : di tengah

Kelenjar getah bening

Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher

Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila

Paru-paru

Inspeksi : simetris, tidak ada hemithorax yang tertinggal

Palpasi : gerak simetris, vocal fremitus simetris

Perkusi : sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga

VI pada linea midklavikularis dextra, dengan peranjakan 2 jari

pemeriksa, batas paru-lambung pada sela iga ke VIII pada linea axillaris

anterior sinistra.

Auskultasi : suara napas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi +/+,

wheezing -/-.

Jantung

Inspkesi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V, 1 cm medial linea

midklavikularis sinistra

Perkusi :

Batas jantung kanan : ICS III - V, linea sternalis dextra

Batas jantung kiri : ICS V, 2-3 cm dari linea midklavikularis sinistra

Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra

Auskultasi : bunyi jantung I, II normal, regular, murmur (-), gallop (-)

5

Page 6: Makalah Hipoglikemia

Abdomen

Inspeksi : abdomen cekung, tidak ada sagging of the flanks, tidak smiling

umbilicus

Palpasi : teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri

lepas (-), ballottement (-).

Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, tidak ada nyeri ketok

CVA.

Auskultasi : bising usus positif 2x/menit, normal

Ekstremitas

Tidak tampak deformitas, akral teraba dingin pada keempat ekstremitas,

edema (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (17 Januari 2015)

Pemeriksaan Hasil NormalLeukosit 16.400 * 3,6–11 ribu/uLEritrosit 2,7 * 3,8-5,2 juta/uLHemoglobin 6,9 * 11,7-15,5g/dLHematokrit 21 * 35-47 %Trombosit 185.000 150-440 ribu/uLMCV 77 * 80-100 fLMCH 25,7 * 26-34 pgMCHC 33,4 32-36 g/dLRDW 13,5 * <14 %Na 112 * 135-155 mmol/LK 2,4 * 3,6-5,5 mmol/LCl 121 * 98-109 mmol/LSGOT 40 * <27 mU/dlSGPT 36 * <34 mU/dlUreum 28 13-43 mg/dLKreatinin 0,52 <1,1 mg/dLGula Darah Sewaktu

60 < 110 mg/dL

2. Rontgen Thorax

6

Page 7: Makalah Hipoglikemia

Jantung tidak

membesar,

CTR <50 %

Aorta dan

mediastinum

superior tidak

melebar

Trakhea di garis

tengah

Hilus tidak

menebal

Tulang-tulang intak

Kesimpulan: Gambaran radiologi thorax dalam batas normal.

IV. RINGKASAN

Perempuan, 48 tahun, datang dengan penurunan kesadaran sejak beberapa jam

SMRS. Pasien berkeringat dingin. Di IGD RSUD Budhi Asih, pasien demam dan

tampak sesak. Pasien batuk berdahak yang sulit dikeluarkan sejak 3 hari SMRS.

Selain itu, sering merasa pusing dan matanya gelap, kadang berkunang-kunang..

Nafsu makan pasien menurun sejak awal Desember 2014. Sejak 7 hari SMRS,

badannya lemas, mual dan muntah 3 kali/hari. Pasien memiliki riwayat diabetes

mellitus sejak + 10 tahun yang lalu, riwayat asma, riwayat maag, memiliki alergi

terhadap ikan laut dan memiliki riwayat menderita batu ginjal. Pasien minum

glibenclamide secara rutin. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan status gizi

kurang, tekanan darah 160/80 mmHg, nadi 145x/menit, RR 28x/menit, dan suhu

36,7oC. Kulit pucat, rambut mudah dicabut, mata cekung dan konjungtiva anemis

+/+, dan bibir pucat. Pemeriksaan auskultasi paru didapatkan ronkhi +/+. Abdomen

tampak cekung dan ekstremitas teraba akral dingin. Dari hasil pemeriksaan

laboratorium didapatkan leukositosis, anemia hipokromik mikrositer, penurunan nilai

hematokrit, hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia.

V. DAFTAR MASALAH DAN PENGKAJIAN MASALAH

1. Hipoglikemia dengan penurunan kesadaran

7

Page 8: Makalah Hipoglikemia

o Anamnesis : Pasien mengalami penurunan kesadaran yang tiba-tiba dan

berkeringat dingin. Pasien memiliki riwayat menderita diabetes mellitus

dan rutin meminum glibenclamide. Pasien tidak nafsu makan sejak

Desember 2014.

o Pemeriksaan penunjang : GDS : 60 mg/dL

o Rencana terapi :

- Bolus IV Dextrose 40% 2 flakon

- IVFD Dextrose 10%/ 6 jam

- Cek GDS

2. Anemia Mikrositik Hipokrom Suspek Anemia Defisiensi Besi

o Anamnesis : pasien mengeluhkan sering merasa pusing dan matanya gelap,

kadang berkunang-kunang.

o Pemeriksaan fisik : Kulit pucat; konjungtiva anemis +/+; bibir pucat.

o Pemeriksaan penunjang : Eritrosit : 2.7 juta/uL; Hb : 6.9 g/dL; Ht : 21%;

MCV: 77 fL; MCH : 25.7 pg.

o Rencana diagnostik : SADT, serum iron, TIBC, saturasi transferrin,

ferritin serum.

o Rencana terapi : PRC 500 cc, sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari, vitamin C 2 x

50 mg/hari.

3. Hiponatremia dan hipokalemia

o Anamnesis : Pasien mengeluh badannya lemas, mual dan muntah terutama

saat makan, sekitar 3 kali/hari, muntah berisi yang dikonsumsi pasien sejak

7 hari SMRS

o Pemeriksaan penunjang : Natrium : 112 mmol/L; Kalium : 2,4 mmol/L

o Rencana terapi :

- NaCl 0,9 % + KCl 25 mEq / 12 jam

- NaCl 3 % / 24 jam

- KSR 2 x 1 tab

- Ondansentron 3 x 1

4. Infeksi Saluran Pernapasan Akut

o Anamnesis : Pasien batuk sejak 3 hari SMRS dan demam saat di rumah

dan ketika di IGD.

o Pemeriksaan fisik : Ronkhi +/+

8

Page 9: Makalah Hipoglikemia

o Pemeriksaan penunjang : Leukositosis (Leukosit : 16.400 /uL)

o Rencana diagnostik : Hitung jenis leukosit, Pewarnaan Gram.

o Rencana terapi : Ambroxol 3 x Cth 2, Ceftriaxone 1 x 2 gr

5. Diabetes mellitus tipe 2

o Anamnesis : Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus sejak + 10 tahun

yang lalu dan mengkonsumsi glibenclamide yang didapatkan rutin dari

puskesmas.

o Rencana diagnostik : Glukosa darah puasa, glukosa darah post prandial,

dan HbA1c

o Rencana terapi : Edukasi mengenai diabetes mellitus dan perlunya

pengendalian serta pemantauannya; penyulit DM; intervensi farmakologis

dan non-farmakologis; hipoglikemia; edukasi mengenai perencanaan

makan dimana kebutuhan kalori pasien 1720 kalori/hari, dan edukasi untuk

melakukan kegiatan jasmani sehari-hari dan teratur. Evaluasi setelah 2-4

minggu, bila sasaran (GDS < 200, mg/dl, GDP < 126 mg/dl) tidak

tercapai, dapat mulai memberikan obat hiperglikemi oral (OHO) seperti

metformin 2 x 850 mg.

6. Gizi kurang

o Anamnesis : Nafsu makan pasien menurun sejak awal Desember 2014.

Menurut anak pasien, pasien makan hanya sedikit dari dulu sebelum

keluhan tidak nafsu makan pada awal Desember 2014 muncul

o Pemeriksaan fisik : Gizi kurang (IMT : 17,44); rambut mudah dicabut;

mata cekung +/+.

o Rencana terapi : Edukasi mengenai gizi seimbang sesuai dengan diit untuk

diabetes mellitus, seperti komposisi karbohidrat 60-70%, protein 10-15%,

dan lemak 20-25% dari 1720 kalori/hari.

VI. TATA LAKSANA

1. Pro rawat inap

2. Pemberian O2 3 liter/menit

3. IVFD D40% 2 fl

4. IVFD D10%/8 jam

5. Injeksi Ranitidine

9

Page 10: Makalah Hipoglikemia

6. Injeksi Ondancentron

7. Paracetamol tab 1

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad sannationam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

VIII. FOLLOW UP HARIAN

TANGGAL FOLLOW UP17/1/15 S : Pusing (+), mual (+) terutama saat makan dan minum, batuk (+)

O : TD : 160/80 mmHg; Suhu : 36,7C; Nadi : 145x/menit; RR : 28x/menitMata cekung +/+, CA +/+, SI -/- ; Bibir kering; C/P dbn; Abd : cekung, BU (+), NT (-); Ekstremitas: Oedem -/-

Glukosa Darah

A : Anemia, hiponatremia, hipokalemia, leukositosis

P :- NaCl 3%/24 jam (2 kolf) – Tangan kiri- NaCl 0,9% + KCl 40 meq/12 jam (2 kolf) – Tangan kanan- D10%/12 jam (2 kolf) – Tangan kiri- PRC 500 cc- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Pumpicel 1 x 1- Cendantron 2 x 1- Episan syr 3 x 2 C

18/1/15 S:-

10

Waktu Glukosa darah

Waktu Glukosa darah

01.00 60 15.00 6702.00 189 16.00 8903.00 230 17.00 5410.00 75 18.00 9811.00 99 19.00 9612.00 91 20.00 8613.00 83 21.00 5514.00 80

Page 11: Makalah Hipoglikemia

O:HematologiLeukosit : 12.200/uL; Eritrosit : 3 juta/uL; Hb : 8 g/dL; Ht : 24%; Trombosit : 170 ribu/uL; MCV : 80 fL; MCH : 26.4 pg; MCHC : 33 g/dL; RDW : 14.6%.

Glukosa DarahWaktu Glukosa

darahWaktu Glukosa

darah00.00 73 09.00 8401.00 63 10.00 9302.00 61 11.00 14303.00 76 12.00 13504.00 97 13.00 17805.00 101 14.00 17406.00 122 18.00 16407.00 117 22.00 16708.00 91 23.00 150

A: Anemia, hiponatremia, hipokalemia, hiperklorida, leukositosis

P:- NaCl 3%/24 jam – Tangan kiri- D10%/6 jam – Tangan kiri- PRC 400 cc- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Pumpicel 1 x 1- Cendantron 2 x 1- Episan syr 3 x 2 C

19/1/15 S : Batuk (+) kering, belum BAB sejak 2 hari yang lalu

O : TD : 130/70 mmHg; Suhu : 36,5C; Nadi : 84x/menit; RR : 32x/menit

HematologiLeukosit : 5900/uL; Eritrosit : 4.9 juta/uL; Hb : 12 g/dL; Ht : 37%; Trombosit : 169 ribu/uL; MCV : 74,5 fL; MCH : 24.5 pg;MCHC : 32.8 g/dL; RDW : 14.7 %.

Fungsi GinjalUreum : 21 mg/dL; Kreatinin : 0.51 mg/dL.

Glukosa DarahWaktu Glukosa

darahWaktu Glukosa

darah02.00 200 14.00 14406.00 259 18.00 10410.00 227 22.00 107

A : Hiponatremia, hipokalemia

11

Page 12: Makalah Hipoglikemia

P :- RL/8 jam- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Pumpicel 1 x 1- Cendantron 2 x 1- Episan syr 3 x 2 C- GDS/hari

20/1/15 S : Batuk (+) kering, belum BAB sejak 3 hari yang lalu

O : TD : 140/80 mmHg; Suhu : 36,6C; Nadi : 80x/menit; RR : 28x/menit

HematologiLeukosit : 7700/uL; Eritrosit : 4.5 juta/uL; Hb : 11.9 g/dL; Ht : 34 %; Trombosit : 162 ribu/uL; MCV : 74.3 fL; MCH : 26.2 pg; MCHC : 35.3 g/dL; RDW : 14.7 %.

GDP : 87 mg/dL

ElektrolitNa : 142 mmol/L; K : 2.8 mmol/L; Cl : 105 mmol/L.

Fungsi GinjalUreum : 18 mg/dL; Kreatinin : 0.54 mg/dL

Anti HIV : Non Reaktif

A : Hipokalemia

P :- RD/8 jam- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Omeprazole 2 x 1- Cendantron 2 x 1- Episan syr 3 x 2 C- OBH syr 3 x 1- GDS/hari

21/1/15 S : Batuk (+), belum BAB sejak 4 hari yang lalu, dada terasa sakit, pusing (+), sulit tidur (+)

O : TD : 130/80 mmHg; Suhu : 36,7C; Nadi : 84x/menit; RR : 24x/menit

GDP : 186 mg/dL

ElektrolitNa : 140 mmol/L; K : 3.0 mmol/L; Cl : 102 mmol/L

A : Hipokalemia

P :

12

Page 13: Makalah Hipoglikemia

- NaCl 0,9% + KCL 25 meq /8 jam- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Cendantron 2 x 1- Omeprazole 2 x 1 tab- Episan syr 3 x 2 Cth- OBH syr 3 x 1- KSR 3 x 1 tab

22/1/15 S : Batuk (+), belum BAB selama 5 hari, dada terasa sakit, pusing (+), sulit tidur.

O : TD : 140/70 mmHg; N : 80x/menit; RR : 28x/menit; S : 36,8 C

GDP : 290 mg/dL

ElektrolitNa : 140 mmol/LK : 2.9 mmol/LCl : 101 mmol/L

A : Diabetes mellitus tipe 2, hipokalemia

P :- NaCl 0,9% + KCL 25 meq /8 jam- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Omeprazole 2 x 1 tab- Episan syr 3 x 2 Cth- OBH syr 3 x 1- KSR 3 x 1 tab- Cendantron 2 x 1- Novorapid 3 x 6 U

23/1/15 S : Mual (+), dada terasa sakit (+), pusing (+) tapi agak membaik dibanding hari sebelumnya

O : TD : 140/70 mmHg; N : 80x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,8 C

A : Diabetes mellitus tipe 2, hipokalemia

P :- Asering + KCL 40 meq /8 jam (2 kali)- Lefofloxacin drip 1 x 500 mg- Omeprazole 2 x 1 tab- Episan syr 3 x 2 Cth- OBH syr 3 x 1- KSR 3 x 1 tab- Cendantron 2 x 1- Novorapid 3 x 10 U

24/1/15 S : Mual (+), dada terasa sakit (+), pusing jika dalam posisi duduk.

O :TD : 140/60 mmHg; N : 80x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,7 C

13

Page 14: Makalah Hipoglikemia

GDP : 90 mg/dL

A : Diabetes mellitus tipe 2, hipokalemia

P : Acc rawat jalan- Episan syr 3 x 2 Cth- OBH syr 3 x 1- Omeprazole 2 x 1- KSR 3 x 1- Lefofloxacin 1 x 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DIABETES MELLITUS

2.1.1 Definisi

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai

dengan hiperglikemia akibat defek pada:

1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik)

dan jaringan di jaringan perifer (otot dan lemak)

2. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas

3. atau keduanya

2.1.2 Klasifikasi

Diabetes Mellitus diklasifikasikan berdasarkan proses patogenik yang

menyebabkan hiperglikemia yaitu DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe I disebabkan

defisiensi insulin total atau absolut sedangkan DM tipe 2 merupakan suatu kelompok

14

Page 15: Makalah Hipoglikemia

kelainan yang karakteristiknya dipengaruhi derajat variabel dari resistensi insulin,

gangguan sekresi insulin, dan peningkatan produksi glukosa. Diabetes dapat

diklasifikasikan ke dalam 4 kategori klinis

1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut)

a. Melalui proses imunologik

b. Idiopatik

2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin

disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi

insulin bersama resitensi insulin)

3. Diabetes Mellitus tipe lain

a. Defek genetik fungsi sel beta

i. Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)

ii. Kromosom 7, glukosinase (dahulu MODY 2)

iii. Kromosom 20, HNF α (dahulu MODY 1)

iv. Kromosom 13, insulin promoter factor α ( IPF dahulu MODY 4)

v. Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)

vi. Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA Mitokondria

vii. Lainnya

b. Defek genetik kerja insulin: resistensi tipe A, leprechaunism, sindrom

Rabson Mendenhall diabetes lipoatrofik, lainnya

c. Penyakit Eksokrin Pankreas: pancreatitis, trauma/pankreaktomi, neoplasma,

fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati, fibro kalkulus, lainnya

d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromsitoma,

hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya

e. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,

hormone tiroid, diazoxid, aldosteronoma, lainnya

f. Infeksi: rubella congenital, CMV, lainnya

g. Imunologi (jarang): sindrom “Stiffman”, antibodi antireseptor insulin,

lainnya

h. Sindroma genetic lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom

Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s, chorea Huntington,

sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonil, porfiria, sindrom Prader

Willi, lainnya.

15

Page 16: Makalah Hipoglikemia

4. Diabetes Kehamilan

Beberapa pasien tidak dapat secara jelas diklasifikasikan sebagai DM tipe 1 atau

DM tipe 2. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakitnya sangat bervariasi pada kedua

tipe diabetes tersebut. Pasien yang didiagnosa dengan DM tipe 2 dapat disertai

ketoasidosis, meskipun jarang. Anak-anak dengan diabetes tipe 1 biasanya

menunjukkan gejala khas, yaitu poliuria atau polidipsia dan kadang disertai

ketoasidosis. Kesulitan alam mendiagnosis mungkin terjadi pada anak-anak, remaja,

dan dewasa muda, namun diagnosis yang tepat akan semakin jelas seiring berjalannya

waktu

2.1.3 Epidemiologi

Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi

Diabetes Mellitus sebesar 2,1%. Berdasarkan data tersebut prevalensinya meningkat

seiring bertambahnya umur namun menurun setelah usia di atas 65 tahun. Prevalensi

DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikkan tinggi dan

dengan kuintil indeks kepemilikan tinggi. Dari tahun 2007 hingga tahun 2013 terjadi

peningkatan prevalensi, pada tahun 2007 prevalensinya dari 1,1%.

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.

Dalam menentukkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil

dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan

adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan darah seyogyanya dilakukan di

laboratorium klinik yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara teratur.

Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah

utuh (whole blood), vena atau kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria

diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil

pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji

diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,

sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak

bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan

16

Page 17: Makalah Hipoglikemia

kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk

memastikan diagnosis definitif.

PERKENI membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan

ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia,

polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas

DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).

Menurut Standar of Medical Care In Diabetes 2014 oleh ADA, Diabetes

didiagnosis berdasarkan kriteria kadar glukosa plasma, yaitu glukosa plasma puasa

atau kadar glukosa 2 jam pasca pembebanan (tes toleransi glukosa oral). Kriteria A1C

(≥ 6,5%) juga dimasukkan sebagai pilihan ketiga untuk mendiagnosis diabetes.

No

.

Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

1. Kadar A1C ≥ 6,5%. Uji kadar A1C harus dilakukan pada laboratorium yang

menggunakan metode yang sudah tersetifikasi NGSP dan dan terstandarisasi

DCCT assay.*

Atau

2. Glukosa Plasma Puasa ≥ 126g/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak

mendapat kalori tambahan setidaknya 8 jam.*

Atau

3. Glukosa plasma 2 jam ≥ 200mg/dL (11,1 mmol/L) pada TTGO. TTGO dilakukan

dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram

glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.*

Atau

4. Gejala klasik DM (hiperglikemia atau krisis hiperglikemik) + glukosa plasma

sewaktu ≥ 200g/dL (11,1 mmol/L).

*Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang, apabila tidak terdapat

gejala khas hiperglikemia

17

Page 18: Makalah Hipoglikemia

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994):

3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti

biasa.

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum permeriksaa, minum air

putih tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250mL dan diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai

Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Normal : <140mg/dL

2. Toleransi Glukosa Terganggu: 140-199mg/dL

3. Diabetes Mellitus: ≥200mg/dL

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada semua individu dewasa dengan Indeks

Massa Tubuh (IMT) > 25kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut: 1) Aktivitas

fisik kurang, 2) riwayat keluarga mengidap DM pada turunan pertama (first degree

relative), 3) masuk kelompok etnik risiko tinggi (African American, Latino, Native

American, Asian American, Pacific Islander), 4) Wanita dengan riwayat melahirkan

bayi dengan berat >4.000 gram atau riwayat Diabetes Mellitus Gestational (DMG), 5)

Hipertensi (tekanan darah >140/90mmHg atau sedang dalam terapi obat anti

hipertensi), 6) Kolesterol HDL <35mg/dL dan atau trigliserida >250mg/dL, 7) Wanita

dengan sindrom polikistik ovarium, 8) riwayat Toleransi glukosa terganggu (TGT)

atau Glukosa darah puasa terganggu (GDPT), 9) keadaan lain yang berhubungan

dengan resistensi insulin (obesitas, akantosis nigrikans) dan 10) riwayat penyakit

kardiovaskular.

18

Page 19: Makalah Hipoglikemia

Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau sewaktu

atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya

negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka

yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan

setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis masing-masing pasien.

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa

terganggu (TGT), sehingga dapat ditentukkan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien

dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10

tahun kemudian 1/3 kelompok TGT dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT

sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini risiko terjadinya

aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering berkaitan

dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan dislipidemia. Peran aktif para

pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapar ditegakkan sedini

mungkin dan pencegahan primer dan sekunder dapat segera diterapkan.

2.1.5 Patogenesis

Pada DM tipe 1 atau yang disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

terjadi ketiadaan insulin yang mutlak, sehingga penderita membutuhkan pasokan

insulin dari luar. Kondisi ini disebabkan karena adanya lesi pada sel beta pankreas.

Pembentukan lesi ini disebabkan karena mekanisme gangguan autoimun dan infeksi

virus yang terlibat dalam kerusakan sel-sel beta. Adanya antibodi atau autoimun yang

menyerang sel beta biasanya dideteksi beberapa tahun sebelum timbulnya penyakit.

DM tipe 1 dapat berkembang secara tiba-tiba, dengan tiga gejala pokok: (1)

meningkatnya glukosa darah, (2) peningkatan penggunaan lemak untuk energi dan

pembentukan kolesterol oleh hati, dan (3) penipisan protein tubuh.

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang progresif, dimulai

dengan resistensi insulin yang mengarah ke peningkatan produksi glukosa hepatik dan

berakhir dengan kerusakan sel beta. Resistensi insulin didefinisikan sebagai

ketidakmampuan jaringan target seperti otot dan jaringan adiposa untuk merespon

sekresi insulin endogen dalam tubuh. Lipotoksisitas dapat berkontribusi terhadap

resistensi insulin. Lipotoksisitas mengacu kepada tingginya konsentrasi asam lemak

bebas yang terjadi sebagai akibat tekanan hambatan hormone sensitive lipase (HSL).

19

Page 20: Makalah Hipoglikemia

Normalnya insulin menghambat lipolisis dengan menghambat HSL, namun pada

resistensi insulin tidak terjadi secara efisien. Hasil dari peningkatan lipolisis adalah

peningkatan asam lemak bebas, dan inilah yang menyebabkan obesitas dan

peningkatan adiposa. Asam lemak bebas menyebabkan resistensi insulin dengan

mempromosikan fosforilasi serin pada reseptor insulin yang dapat mengurangi

aktivitas insulin signalling pathway. Fosforilasi reseptor insulin pada asam amino

tirosin penting untuk mengaktifkan insulin signalling pathway, jika tidak, maka

GLUT-4 akan gagal untuk translocate, dan penyerapan glukosa ke jaringan akan

berkurang, menyebabkan hiperglikemia. Pada individu non-diabetik sel beta mampu

menangkal resistensi insulin dengan meningkatkan produksi dan sekresi insulin. Pada

penderita DM apabila keadaan resistensi insulin bertambah berat disertai tingginya

glukosa yang terus terjadi, sel beta pankreas dalam jangka waktu yang tidak lama tidak

mampu mensekresikan insulin dalam jumlah cukup untuk menurunkan kadar gula

darah, disertai dengan peningkatan glukosa hepatik dan penurunan penggunaan

glukosa oleh otot dan lemak akan mempengaruhi kadar gula dara puasa dan

postpandrial. Akhirnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas akan menurun dan terjadi

hiperglikemia berat.

Hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang terjadi pada DM-2 menyebabkan

resistensi adiponektin melalui penurunan regulasi ekspresi reseptor AdipoR1. Hal ini

menyebabkan C-terminal globular domain (gAd), produk gen adiponektin yang

memilik efek metabolik yang poten terutama pada otot skeletal, mengalami resistensi

sehingga kemampuan gAd untuk meningkatkan translokasi GLUT-4, penyerapan

glukosa, penyerapan asam lemak dan oksidasi, serta fosforilasi AMP-activated protein

kinase (AMPK) dan asetil-CoA karboksilase (ACC) mengalami penurunan.

Menariknya, hiperinsulinemia menyebabkan peningkatan sensitivitas full-length

adiponectin (fAd) melalui peningkatan eskpresi reseptor AdipoR2. Hiperinsulinemia

menginduksi kemampuan fAd untuk meningkatkan penyerapan asam lemak dan

meningkatkan oksidasi 11 asam lemak sebagai respon dari fAd sehingga meningkatkan

resiko komplikasi vaskular pada DM-2.

2.1.6 Penatalaksanaan

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau

20

Page 21: Makalah Hipoglikemia

suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal

atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik

berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan

adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

a. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan

partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi

pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan

perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan

motivasi. Perilaku yang diharapkan adalah seperti pola makan sehat, meningkatkan

kegiatan jasmani, menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus

secara aman dan teratur, melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

dan memanfaatkan data yang ada, melakukan perawatan kaki secara berkala,

memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan

tepat, dan mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai

bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari

pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat

awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Materi edukasi tingkat awal antara lain

mengenai perjalanan penyakit DM, penyulit DM dan risikonya hingga cara

mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. Materi edukasi pada tingkat lanjut

menjelaskan mengenai pengenala dan pencegahan penyulit akut DM, rencana untuk

kegiatan khusus hingga pemeliharaan/perawatan kaki.

Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala

hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan

kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan

khusus.

Kegagalan pengendalian glikemia pada Diabetes Mellitus (DM) setelah

melakukan perubahan gaya hidup memerlukan intervensi farmakoterapi agar dapat

mencegah terjadinya komplikasi diabetes atau paling sedikit dapat menghambatnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut sangat diperlukan peran serta para pengelola

kesehatan di tingkat pelayanan primer.

21

Page 22: Makalah Hipoglikemia

Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang

ditandai adanya gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin (resistensi

insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Selain pada otot, resistensi insulin

juga dapat terjadi pada jaringan adiposa, sehingga merangsang proses lipolisis dan

meningkatkan asam lemak bebas. Hal ini juga mengakibatkan gangguan proses

ambilan glukosa oleh sel otot dan mengganggu sekresi insulin oleh sel beta

pankreas. Fenomena ini yang disebut dengan lipotoksisitas.

b. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes

secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari

anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan

keluarganya). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan

kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada

penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum

yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya

keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama

pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

- Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

1. Karbohidrat

o Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

o Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

o Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

o Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat

makan sama dengan makanan keluarga yang lain

o Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

o Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak

melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake)

o Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam

sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau

makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

2. Lemak

22

Page 23: Makalah Hipoglikemia

o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.

o Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

o Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

o Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal.

o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh

(whole milk).

o Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

3. Protein

o Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

o Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,cumi,dll), daging

tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-

kacangan, tahu, dan tempe.

o Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi

0,8g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya

bernilai biologik tinggi.

4. Natrium

o Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran

untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan

6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

o Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg.

o Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

5. Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta

sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,

serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat

adalah ± 25 g/hari.

6. Pemanis Alternatif

23

Page 24: Makalah Hipoglikemia

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak

berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula

alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan

kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak

dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada

lemak darah. Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara lain

aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis

aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily

Intake/ADI).

- Kebutuhan Kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan

kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah

atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur,

aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan

rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah

150cm, rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal (BBI) = (TB

dalam cm - 100) x 1kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks

massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT*

BB Kurang < 18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih ≥ 23,0

Dengan risiko : 23,0-24,9

Obesitas I : 25,0-29,9

Obesitas II : >30

24

Page 25: Makalah Hipoglikemia

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis Kelamin

o Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan

kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/

kg BB.

Umur

o Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%

untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade

antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas

fisik.

o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada

kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30%

dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berat Badan

o Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada

tingkat kegemukan

o Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan

untuk meningkatkan BB.

o Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan

paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600

kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi

dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta

2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan

kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan

kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola

pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

- Pilihan Makanan

Pilihan makanan untuk penyandang diabetes dapat dijelaskan melalui piramida

makanan untuk penyandang diabetes

25

Page 26: Makalah Hipoglikemia

c. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam

pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,

menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan

jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan

kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif

sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau

bermalas-malasan.

d. Terapi Farmakologis

Dengan dasar pengetahuan ini maka dapatlah diperkirakan bahwa dalam

mengelola diabetes tipe 2, pemilihan penggunan intervensi farmakologik sangat

bergantung pada fase mana diagnosis diabtes ditergakkan yaitu sesuai dengan

kelainan dasar yang terjadi pada saat tersebut:

1. Resistensi Insulin pada jaringan lemak, otot dan hati

2. Kenaikan produksi glukosa oleh hati

3. Kekurangan sekresi insulin oleh pankreas.

Pilar penatalakasanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu

berupa pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan

jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila

dengan langkah-langkah pendekatan non farmakologik tersebut belum mampu

mencapai sasaran pengendalian DM belum tercapai, maka dilanjutkan dengan

penggunan perlu penambahan terapi medikamentosa atau intervensi farmakologi di

samping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai. Dalam

melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat

sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia.

Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat meningkat akibatnya adanya

infeksi, stress akut (gagal jantung, iskemi jantung akut), tanda-tanda defisiensi

26

Page 27: Makalah Hipoglikemia

insulin yang berat (penurunan berat badan yang cepat, ketosis, ketoasidosis) atau

pada kehamilan yang kendali glikemiknya tidak terkontrol dengan perencanaan

makan, maka pengelolaan farmakologis umumnya memerlukan terapi insulin.

Keadaan seperti ini memerlukan perawatan di rumah sakit.

27

Page 28: Makalah Hipoglikemia

Macam-Macam Obat Anti Hiperglikemik Oral

o Golongan Insulin Sentizing

1. Biguanid

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin

terdapat konsentrasi yang tinggi di dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme

tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Proses tersebut berjalan cepat

sehingga metformin biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali

dalam bentuk extended relase. Kadar tertinggi dicapai setelah 2 jam

pemberian oral dan diekskresikan lewat urin dalam keadaan utuh dengan

waktu paruh 2 – 5 jam. Metformin menurunkan glukosa darah melalui

pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal reseptor insulin

dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan penggunaan

glukosa oleh jaringan perifer yang dipengaruhi AMP acticated protein kinase

(AMPK), yang merupakan regulator selular utama bagi metabolisme lipid dan

glukosa. Aktivasi AMPK pada hepatosit akan mengurangi aktivitas Acetyl Co-

A karboksilase (ACC) dengan induksi oksidasi asam lemak dan menekan

28

Page 29: Makalah Hipoglikemia

ekspresi enzim lipogenik. Metformin juga dapat menstimulasi produksi

glukagon like peptide-1 (GLP-1) dari gastrointestinal yang dapat menekan

fungsi sel alfa pankreas sehingga menurunkan glukagon serum dan

mengurangi hiperglikemia saat puasa. Metformin tidak memiliki efek

stimulasi pada sel beta pankreas sehingga tidak mengakibatkan hipoglikemia

dan penambahan berat badan. Metformin merupakan antihiperglikemik, dapat

digunakan sebagai monoterapi dan sebagai terapi kombinasi. Penelitian klinik

memberikan hasil monoterapi bermakna dalam penurunan glukosa darah

puasa (60-70mg/dL) dan HbA1C (1-2%). Kombinasi sulfonilurea dengan

metformin saat ini merupakan kombinasi yang rasional karena mempunyai

cara kerja sinergis sehingga kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah

lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-masing. Metformin adalah

monoterapi pilhan utama pada awal pengelolaan diabtes pada orang gemuk

dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat. Efek samping gastrointestinal

tidak jarang didapatkan pada pemakaian awal metformin dan ini dapat

dikurangi dengan memberian obat dimulai dengan dosis rendah dan diberikan

bersamaan dengan makanan. Efek samping lain yang dapat terjadi adalah

asidosis laktat, meskipun jarang namun dapat berakibat fatal. Pada gangguan

fungsi ginjal yang berat, metformin dosis tinggi akan terakumulasi di

mitokondria dan menghambat proses fosforilasi oksidatif sehingga

mengakibatkan asidosis laktat (yang dapat diperberat dengan alkohol). Untuk

menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal (kreatinin >1,3 mg/dL pada perempuan dan >1,5 mg/dL pada laki

-laki. Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hati, infeksi berat,

penggunaan alkohol berlebihan serta penyandang gagal jantung yang

memerlukan terapi.

2. Glitazone (Thiazolidones)

Merupakan agonis peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR-

y) yang sangat selektif dan poten. Glitazon merupakan regulator homeostasis

lipid, diferensiasi adiposit, dan kerja insulin. Sama seperti metformin,

glitazone tidak menstimulasi produksi insulin oleh sel beta pankreas bahkan

menurunkan konsentrasi insulin lebih besar daripada metformin.

Glitazone dapat meningkatkan berat badan dan edema pada 3-5% pasien

akibat beberapa mekanisme, antara lain; penumpukan lemak subkutan di

29

Page 30: Makalah Hipoglikemia

perifer dengan pengurangan lemak viseral; meningkatnya volume plasma

akibat aktivasi reseptor PPAR-y di ginjal; penurunan ekskresi natrium di ginjal

sehingga terjadi peningkatan natrium dan retensi cairan.

Selain penambahan berat badan dan edema terdapat keluhan infeksi saluran

nafas atas (16%), sakit kepala (7,1%) dan anemia dilusional (penurunan

hemoglobin sekitar 1 gr/dL). Pemakaian glitazone dihentikan bila terdapat

kenaikan enzim hati (ALT dan AST) lebih dari tiga kali batas atas normal.

Pemakaiannya harus hati-hati pada pasien dengan riwayat penyakit hati

sebelumnya, gagal jantung NYHA kelas 3 dan 4. Berdasarkan hasil

metaanalisis, dilaporkan risiko kematian akibat kardiovaskular meningkat 43%

dan infark miokard 43%.

o Golongan Sekretagok Insulin

Sekretagok Insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara menstimulasi

sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Golongan ini meliputi SU dan non SU

(glinid).

1. Sulfonilurea

Telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950an. Obat ini

digunakan sebagai terapi farmakologis pada pengobatan diabetes dimulai,

terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada

sekresi insulin. Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena

kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin.

Efek akut obat golongan sulfonilurea berbeda dengan efek pada pemakaian

jangka lama. Glibenklamid misalnya mempunyai masa paruh 4 jam pada

pemakaian akut, tetapi pada pemakaian jangka lama >12 minggu, masa

paruhnya memanjang sampai 12 jam, bahkan sampai >20 jam pada pemakaian

kronik dengan dosis maksimal, karena itu dianjurkan untuk glibenklamid

sehari sekali.

Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk

melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien

yang masih mampu mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai

pada diabetes melitus tipe 1. Efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan

merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila

sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) channel tersebut maka akan terjadi

30

Page 31: Makalah Hipoglikemia

penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan

permeabilitas K pada membran sel beta, terjadi depolarisasi membran dan

membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca

intrasel. Ca akan terikat pada Calmodulin, dan menyebabkan eksositosis

granul yang mengandung insulin.

Berdasarkan lama kerjanya Sulfonilurea dibagi menjadi 3 golongan yaitu

generai pertama pertama, generasi kedua, dan ketiga. SU generasi pertama

adalah acetohexamide, tolbutamide, dan chlorpropamide. SU generasi kedua

alahah glibenclamide, glipizide dan gliclazide. SU generasi ketiga adalah

glimepiride.

Dosis permulaan SU tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila konsentrasi

glukosa puasa <200mg/dL, SU sebaiknya dimulai dosis kecil dan titrasi secara

bertahap setelah 1 – 2 minggu sehingga tercapai glukosa darah 90-130mg/dL.

Bila glukosa plasma puasa >200mg/dL dapat diberikan dosis awal yang lebih

besar. Obat sebaikanya diberikan setengah jam sebelum makan karena diserap

dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali sehari, sebaiknya

diberikan pada waktu makan pagi atau pada saat makan makanan porsi

terbesar.

Hipoglikemia merupakan efek samping terpenting dari SU terutama bila

asupan pasien tidak adekuat, apalagi pada orang tua dipilih obat yang masa

kerjanya paling singkat. Obat SU dengan masa kerja panjang sebaiknya tidak

dipakai pada usia lanjut. Selain pada orang tua, hipoglikemia juga lebih sering

terjadi pada pasien dengan gagal ginjal, gangguan fungsi hati berat dan pasien

dengan masukkan makan yang kurang dan jika dipakai bersama obat sulfa

dapat menimbulkan kenaikan berat badan sekitaar 4-6 kg, gangguan

pencernaan, fotosensitifitas, gangguan enzim hati dan flushing. Kontraindikasi

pada DM tipe 1, hipersensitifitas terhadap sulfa, hamil, dan menyusui.

2. Glinid

Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor SU (SUR) dan mempunyai

struktur yang mirip dengan sulfonilurea, perbedaanya dengan SU adalah pada

masa kerjanya yang lebih pendek. Mengingat lama kerjanya yang pendek

maka glinid digunakan sebagai obat prandial. Repaglinid dan nateglinid

kedua-duanya diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat

dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga diberikan dua sampai

31

Page 32: Makalah Hipoglikemia

tiga kali sehari. Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun

mempunyai masa paruh yang singkat karena lama menempel pada kompleks

SUR sehingga menurunkan ekuivalen HbA1C pada SU.

Sedangkan Nateglinid mempunyai masa tinggal lebih singkat dan tidak

menurunkan glukosa darah puasa, sehingga keduanya merupakan sekretagok

yang khusus menunrunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik

yang minimal. Mengingat efeknya terhadap glukosa puasa tidak begitu baik

maka glinid tidak begitu kuat menurunkan HbA1C.

3. Penghambat Alfa Glukosidase

Acarbose hampir tidak diabsorpsi dan bekerja lokal pada saluran pencernaan.

Acarbose mengalami metabolisme di dalam saluran pencernaan, metabolisme

terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis intestinal dan aktivitas enzim

pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma kira-kira 2 jam pada orang sehat

dan sebagian besar diekskresi melalui feses. Obat ini bekerja secara kompetitif

menghambat kerja enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding

enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus halus. Secara klinis akan

menghambat pembentukan monosakarida intraluminal, menghambat dan

memperpanjang peningkatan glukosa darah postprandial dan mempengaruhi

respons insulin plasma. Hasil akhirnya adalah penurunan glukosa darah post

prandial. Untuk efek maksimal, obat ini harus diberikan segera pada saat

makanan utama. Dengan memberikannya 15 menit sebelum atau sesudah

makan akan mengurangi dampak pengobatan terhadap glukosa post prandial.

Efek samping berupa gejala gastrointestinal; meteorismus, flatulence (50%)

dan diare. Kontraindikasi pada kondisi irritable bowel syndrome, obstruksi

saluran cerna, dan sirosis hati dan gangguan fungsi ginjal.

o Golongan Incretin

1. Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (Penghambat DPP-IV)

Penghambat enzim DPP-IV diharapkan dapat memperpanjang masa kerja

GLP-1 sehingga membantu menurunkan hiperglikemia. Terdapat dua macam

penghambat DPP-IV yang ada pada saat ini yaitu sitagliptin dan vildagliptin.

Pada terapi tunggal, penghambat DPP-IV dapat menunrunkan HbA1C sebesar

0,79-0,94% dan memiliki efek pada glukosa puasa dan post prandial.

Penghambat DPP-IV dapat digunakan sebagai terapi alternatif bila terdapat

32

Page 33: Makalah Hipoglikemia

intoleransi pada pemakaian metformin atau pada usia lanjut. Penghambat

DPP-IV tidak mengakibatkan hipoglikemia maupun kenaikan berat badan.

Efek samping yang dapt ditemukan adalah nasofaringitis, peningkatan risiko

infeksi saluran kemih dan sakit kepala. Reaksi alergi yang berat jarang

ditemukan.

o Insulin

Saat ini tersedia berbagai jenis insulin, mulai dari human insulinsampai insulin

analog. Memahami farmakokinetik berbagai jenis insulin menjadi landasan dalam

penggunaan insulin sehingga pemakaiannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan

tubuh. Sebagai contoh, pada kebutuhan insulin basal dan prandial/setelah makan

terdapat perbedaan jenis insulin yang digunakan. Dengan demikian, pada

akhirnya, akan tercapai kendali kadar glukosa darah sesuai sasaran terapi. Seperti

telah diketahui, untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin

kerja menengah (intermediate acting insulin) atau kerja panjang (long-acting

insulin); sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial (setelah makan)

digunakan insulin kerja cepat (sering disebut insulin reguler/short-acting insulin)

atau insulin kerja sangat cepat (rapid- atau ultra-rapid acting insulin). Di pasaran,

selain tersedia insulin dengan komposisi tersendiri, juga ada sediaan yang sudah

dalam bentuk campuran antara insulin kerja cepat atau sangat cepat dengan

insulin kerja menengah (disebut juga pre mixed insulin).

33

Page 34: Makalah Hipoglikemia

Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes melitus tipe

1 (DMT1). Namun demikian, pada kenyataannya, insulin lebih banyak digunakan

oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih banyak dibandingkan DMT1.

Terapi insulin pada pasien DMT2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan

kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (A1c>7,5 % atau kadar

glukosa darah puasa >250 mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas,

riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat

penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.

Pada pasien DMT1, pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi harian

multipel dengan tujuan mencapai kendali kadar glukosa darah yang baik. Selain itu,

pemberian juga dapat dilakukan dengan menggunakan pompa insulin (continous

subcutaneous insulin infusion/CSII).

34

Page 35: Makalah Hipoglikemia

Pada DMT2 sesuai dengan algoritma PERKENI tahun 2011, terapi insulin

untuk pasien DMT2 dapat dimulai jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan

baik (A1C>6,5%) dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, dengan cara

dikombinasikan dengan obat antidiabetik oral.

Cara pemberian insulin yang umum dilakukan adalah dengan semprit dan

jarum, pen insulin, atau pompa insulin (CSII). Sampai saat ini, penggunaan CSII di

Indonesia masih sangat terbatas. Pemakaian semprit dan jarum cukup fleksibel serta

me-mungkinkan kita untuk mengatur dosis dan membuat berbagaiformula campuran

insulin untuk mengurangi jumlah injeksi per hari. Keterbatasannya adalah

memerlukan penglihatan yang baik dan ketrampilan yang cukup untuk menarik dosis

insulin yang tepat. Pen insulin kini lebih popular dibandingkan semprit dan jarum.

Cara penggunaannya lebih mudah dan nyaman, serta dapat dibawa kemana-mana.

Kelemahannya adalah kita tidak dapat mencampur dua jenis insulin menjadi berbagai

kombinasi, kecuali yang sudah tersedia dalam sediaan tetap (insulin premixed).

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),

dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan

khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Lokasi

penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan benar,

demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

35

Page 36: Makalah Hipoglikemia

Kebutuhan insulin prandial dapat dipenuhi dengan insulin kerja cepat (insulin

regular atau rapid acting insulin analog). Insulin tersebut diberikan sebelum makan

atau setelah makan (hanya untuk penggunaan rapid acting insulin analog) apabila

jadwal dan jumlah asupan makanan tidak pasti.

Rekomendasi jenis dan dosis pemberian insulin subkutan pada pasien DMT1

dan DMT2 yang mendapatkan makanan secara oral dapat dilihat pada tabel di atas.

Selain berdasarkan algoritma, insulin diperlukan pada keadaan:

1. Penurunan berat badan yang cepat

2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

3. Ketoasidosis diabetik

4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

8. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara

terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

Pemeriksaan kadar glukosa darah

36

Page 37: Makalah Hipoglikemia

o Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai

sasaran terapi. Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post

prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara

berkala sesuai dengan kebutuhan.

Pemeriksaan A1C

o Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai

glikohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai

A1C), merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan

terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk

menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C

dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison Internal Medicine. 18th Ed. Philladelphia: McGrawHill; 2010

2. Riskesdas 2013

3. PERKENI. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Indonesia 2011. Jakarta: PERKENI; 2011

4. Setiawi S, Alwi I, Sudoyo, Simadibatra MK, Setiyohadi B, Syam, FA. Buku Ajar : Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 6. Jakarta: Internal Publshing; 2014.

5. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care. Jan 2014;37 Suppl

1:S14-78.

6. International Expert Committee. International Expert Committee report on the role of

the A1C assay in the diagnosis of diabetes. Diabetes Care 2009;32: 1327–34.

7. Selvin E, Steffes MW, Zhu H, et al. Glycated hemoglobin, diabetes, and cardiovascular

risk in nondiabetic adults. N Engl J Med.2010; 362:800–11

37

Page 38: Makalah Hipoglikemia

8. Tim Konsensus Insulin. Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Mellitus.

Jakarta; 2006.

38