Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

52
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK II “ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PADA LANSIA” Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik II. Disusun Oleh : Kelompok Deshy Lia S. (09060035) Muhamad Ghufron (09060059) Indriawati I. (09060022) Diah Nurul H. (090600 Nina dwi A. (090600 Muhammad Tong (08060125) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN 1

Transcript of Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Page 1: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

MAKALAH

KEPERAWATAN GERONTIK II

“ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PADA LANSIA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik II.

Disusun Oleh :

Kelompok

Deshy Lia S. (09060035)

Muhamad Ghufron (09060059)

Indriawati I. (09060022)

Diah Nurul H. (090600

Nina dwi A. (090600

Muhammad Tong (08060125)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012

1

Page 2: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam,atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini penulis buat dengan tujuan

memenuhi tugas Keperawatan Gerontik II.

Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada :

1.Team dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik selaku dosen pembimbing mata kuliah.

2.Teman – teman dan berbagai pihak yang telah membantu terselasaikannya makalah ini.

Penulis berharap agar setelah membaca makalah ini , para pembaca dapat memahami dan

mendapatkan pengetahuan yang lebih baik, sehingga dapat di aplikasikan untuk

mengembangkan kompetensi dalam bidang keperawatan. Penulis juga menyadari sepenuhnya

bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis membuka diri

menerima berbagai saran dan kritik demi perbaikan di masa mendatang.

2

Page 3: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian hipertensi pada lansia

2.2 Klasifikasi hipertensi pada lansia

2.3 Etiologi hipertensi pada lansia

2.4 Patofisiologi hipertensi pada lansia

2.5 Tanda dan gejala hipertensi pada lansia

2.6 Pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia

2.7 Komplikasi hipertensi pada lansia

2.8 Penatalaksanaan hipertensi pada lansia

2.9 Asuhan keperawatan hipertensi pada lansia

3

Page 4: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota

masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia

harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa

atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk

lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat

di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari

seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau

11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara

konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia

berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun

1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun,

dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)

Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka dapat

diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula. Salah satu

penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah

hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa

patogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama

dengan hipertensi pada usia dewasa muda. Pada umumnya tekanan darah akan

bertambah tinggi dengan bertambahnya usia pasien, dimana tekanan darah diastolik

akan sedikit menurun sedangkan tekanan sistolik akan terus meningkat.

Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami peningkatan

resiko penyebab kematian, dimana pada tahun 1990, kematian penyakit tidak menular

48 % dari seluruh kematian di dunia, sedangkan kematian akibat penyakit jantung dan

pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke sebanyak 43% dari seluruh kamatian di dunia

dan meningkat pada tahun 2000 kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 %

dari seluruh kematian dimana 60% disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh

darah, stroke dan gagal ginjal. Pada tahun 2020, diperkirakan kematian akibat

4

Page 5: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

penyakit tidak menular sebesar 73% dari seluruh kematian di dunia dan sebanyak

66% diakibatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan stroke,

dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah hipertensi. (Zamhir, 2006).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan

kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena

hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi karena disamping karena prevalensinya

yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat

keganasannya yang tinggi berupa kecacatan permanen dan kematian mendadak.

Sehingga kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda akan sangat membebani

perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan

waktu yang panjang, bahkan seumur hidup. (Bahrianwar, 2009)

Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995,

prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3% (pengkuran standart WHO yaitu pada

batas tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun 2000 prevalensi penderita

hipertensi di indonesia mencapai 21% (pengukuran standart Depkes yaitu pada batas

tekanan darah normal 139 / 89 mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan meningkat

menjadi 37 % pada tahun 2015 dan menjadi 42 % pada tahun 2025. (Zamhir, 2006).

Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95 % kasus. Bentuk

hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Patogenesis pasti

tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel, mungkin pula

ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup perubahan –

perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan air oleh ginjal, (2). Kepekaan

baroreseptor, (3). Respon vesikuler, dan (4). Sekresi renin. Sedangkan 5% penyakit

hipertensi terjadi sekunder akibat proses penyakit lain seperti penyakit parenkhim

ginjal atau aldosterronisme primer (Prince, 2005).

Beberapa organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan

memperbaharui pedoman penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi dapat

disimpulkan bahwa penanggulangan hipertensi melibatkan banyak disiplin ilmu.

Kunci pencegahan atau penanggulangan perorangan adalah gaya hidup sehat.

Masyarakat juga perlu tahu risiko hipertensi agar dapat saling mendukung untuk

mencegah atau menanggulangi agar tidak menyebabkan peningkatan yang signifikan

sampai mencegah terjadinya komplikasi. (Bahrianwar,2009).

Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI memberi

apresiasi dan perhatian serius dalam pengendalian penyakit Hipertensi. Sejak tahun

5

Page 6: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

2006 Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak

Menular yang bertugas untuk melaksanakan pengendalian penyakit jantung dan

pembuluh darah termasuk hipertensi dan penyakit degenaritaif linnya, serta gangguan

akibat kecelakaan dan cedera. (Depkes, 2007).

Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa

langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian

hipertensi; melaksanakan advokasi dan sosialisasi; melaksanakan intensifikasi,

akselerasi, dan inovasi program sesuai dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah

setempat (local area specific); mengembangkan (investasi) sumber daya manusia

dalam pengendalian hipertensi; memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi,

antara lain dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi;

memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung

dan pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan surveilans epidemiologi dan

sistem informasi pengendalian hipertensi; melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan

mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007).

Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan komplikasi,

pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu

mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara

keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut usia dianggap tidak selalu perlu diobati,

bahkan dianggap berbahaya untuk diturunkan. Memang teori ini didukung oleh

observasi yang menunjukkan turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada jangka

pendeknya oleh perburukan serangan iskemik yang transient (TIA). Tetapi akhir-akhir

ini dari penyelidikan epidemiologi maupun trial klinik obat-obat antihipertensi pada

lanjut usia menunjukan bahwa hipertensi pada lansia merupakan risiko yang paling

penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler, strok dan penyakit ginjal. Banyak

data akhir-akhir ini menunjukan bahwa pengobatan hipertensi pada lanjut usia dapat

mengurangi mortalitas dan morbiditas.

6

Page 7: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa itu hipertensi pada lansia?

1.2.2 Apa saja klasifikasi hipertensi pada lansia?

1.2.3 Bagaimana etiologi hipertensi pada lansia?

1.2.4 Seperti apa patofisiologi hipertensi pada lansia?

1.2.5 Bagaimana Tanda dan Gejala hipertensi pada lansia?

1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia?

1.2.7 Apa saja komplikasi hipertensi pada lansia?

1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan hipertensi pada lansia?

1.2.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan hipertensi pada lansia?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Agar pembaca dapat memahami lebih jauh tentang penyakit hipertensi pada

lansia.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui pengertian hipertensi pada lansia.

1.3.2.2 Untuk mengetahui klasifikasi hipertensi pada lansia.

1.3.2.3 Untuk mengetahui etiologi hipertensi pada lansia.

1.3.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi hipertensi pada lansia.

1.3.2.5 Untuk mengetahui Tanda dan Gejala hipertensi pada lansia.

1.3.2.6 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia.

1.3.2.7 Untuk mengetahui komplikasi hipertensi pada lansia.

1.3.2.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan hipertensi pada lansia.

1.3.2.9 Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan hipertensi pada lansia.

1.4 Manfaat

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik bagi tenaga

kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai Hipertensi pada lansia.

7

Page 8: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hipertensi Pada Lansia

Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang

intermiten atau menetap.

Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan

tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah

sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

Pada Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan

tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 1996)

2.2. Klasifikasi Hipertensi Pada Lansia

2.2.1. Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :

1. Hipertensi primer atau esensial

Penyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang terbanyak, yaitu

sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi. Riwayat keluarga,obesitas,diit tinggi

natrium,lemak jenuh dan penuaan adalah faktor pendukung. Walaupun faktor

genetik sepertinya sangat berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme

pastinya masih belum diketahui.

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang terindentifikasi

lainya. Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti hipertensi renovaskuler,

feokromositoma, sindrom cushing, aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu

sekitar 2-10% dari seluruh pasien hipertensi.

2.2.2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Pedoman Joint National Committee 7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal

Normal

115 atau kurang

< 120

75 atau kurang

< 80

8

Page 9: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage I 140-159 90-99

Hipertensi stage II ≥ 160 ≥ 100

Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat

dibedakan:

Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6-12%

penderita di atas usia 60th, terutama pada wanita. Insioden meningkat seiring

bertambahnya umur.

Hipertensi diastolic saja (Diastolic hypertension), terdapat antara 12-14%

penderita di atas usia 60th, terutama pada pria. Insidensi menurun seiring

bertambahnya umur.

Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia di atas 60th,

lebih banyak pada wanita. Menningkat dengan bertambahnya umur.

2.3. Etiologi Hipertensi Pada Lansia

Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi

diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan

garam yang tinggi alkohol yang berlebihan.

Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol,

antara lain:

a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:

Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik

kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis kelamin pria atau

wanita pasca menopause.

a. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.Namun wanita

terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang

belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan

dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol

HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya

proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan

adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita

mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini

9

Page 10: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana

hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita

secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi

berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria

bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita

setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini

sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause.

b. Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang

yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang

yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara

khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun,

karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada

kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering

terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini disebabkan

terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns Peter (2009)

mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk

samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta,

dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini

dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian

diri.

c. Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan keluarga itu

mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium

terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai

risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang

tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya

adalah penderita hipertensi.

10

Page 11: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:

1. Obesitas

Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan

kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan

meningkat. Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat

memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh

darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan

tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita

hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang

yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-

30% memiliki berat badan lebih.

2. Kurang Olahraga.

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular,

karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang

akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung

sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang

lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan

risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.

Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat

dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,

semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan

yang mendesak arteri.

3. Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat

dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko

terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.

4. Mengkonsumsi garam berlebih

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko

terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih

dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi

11

Page 12: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke

luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume

cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,

sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

5. Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan

organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol

berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi.

6. Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung

75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi

meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.

7. Stress

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis

peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak

menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah

menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di

masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini

dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat

yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009) mengatakan stres akan

meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga

akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan

dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

12

Page 13: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

2.4

2.5 Tanda Dan Gejala Hipertensi Pada Lansia

Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi sering tidak

memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar (insidious) atau

tersembunyi (occult). Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien

yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan,

Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun

2.6 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi Pada Lansia

a. Hemoglobin / hematokrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan (viskositas) dan

dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

b. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal

c. Glukosa

Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh

peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).

d. Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau

menjadi efek samping terapi diuretik.

e. Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.

f. Kolesterol dan trigliserid serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan

plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

g. Pemeriksaan tiroid.

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.

h. Kadar aldosteron urin/serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ).

i. Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.

j. Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.

k. Steroid urin

13

Page 14: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme

l. IVP

Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu

ginjal / ureter.

m. Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.

n. CT scan

Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati.

o. EKG

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,

peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

2.7 Komplikasi Hipertensi Pada Lansia

Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab tersering

kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering ditemukan,

dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati.

a. Komplikasi pada Sistem Kardiovaskuler

Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan

sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan dinding

ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya

membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris

dapat timbul sebagai akibat dari kombinasi penyakit arteri koronaria dan

peningkatan kebutuhan oksigen miokard karena penambahan massanya. Pada

pemeriksaan fisik, didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri

yang menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan murmur

dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat) sering terdengar

pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung protodiastolik (ventrikuler,

ketiga) atau irama gallop mungkin saja ditemukan. Pada elektrokardiogram,

ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat

terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan

oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga

bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada

14

Page 15: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh peningkatan

tekanan darah atau kadar angiotensin II.

b. Efek Neurologik

Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina

dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri

dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan

optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak

hipertensi pada pembuluh darah retina.

Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit

kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan

salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan ’keleyengan’,

kepala terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi

manifestasi yang lebih serius adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati.

Patogenesa dari kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara

sekunder akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana

perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan

perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-Bouchard).

Hanya umur dan tekanan arterial diketahui berpengaruh terhadap perkembangan

mikroaneurisma.

Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan

kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan

kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan

spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda fokal neurologik jarang

ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau

transient ischemic attack.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa

retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada

retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa

penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam,

fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.

c. Efek pada Ginjal

15

Page 16: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus

adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada

penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan

hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan ± 10 % kematian

disebabkan oleh hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi

terjadi tidak hanya dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga

sering terjadi pada pasien-pasien ini.

2.8 Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lansia

Lebih dari 10 tahun yang lalu masih terjadi perdebatan tentang perlu tidaknya

pengobatan hipertensi pada usia lanjut. Golongan yang kontra menyatakan bahwa

penurunan tekanan darah pada hipertensi lansia justru akan menyebabkan kemungkinan

terjadinya trombosis koroner, hipotensi postural dan penurunan kualitas hidup. Dengan

penelitian-penelitian yang diadakan dalam 10 tahun terakhir ini jelas dibuktikan bahwa

menurunkan tekanan darah pada hipertensi lansia jelas akan menurunkan komplikasi

akibat hipertensi secara bermakna.

Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas

yang berkaitan dengan sistem kardiovaskuler dan ginjal. Karena kebanyakan penderita

hipertensi, khususnya yang berusia > 50 tahun akan mencapai target tekanan diastol

saat target tekanan sistol sudah dicapai, sehingga fokus utamanya adalah mencapai

target tekanan sistol. Penurunan tekanan sistol dan diastol < 140 / 90 mmHg

berhubungan dengan penurunan terjadinya komplikasi stroke, dan pada pasien

hipertensi dengan diabetes melitus, target tekanan darah ialah < 130 / 80 mmHg.

Penalaksanaan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip, yaitu :

1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan kausal.

2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan

harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.

3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat

antihipertensi.

4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan mungkin seumur

hidup.

5. Pengobatan dengan menggunakan standart triple therapy (stt) menjadi dasar

pengobatan hipertensi.

16

Page 17: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Pemakain obat pada lanjut usia perlu dipikirkan kemungkinan adanya :

a. Gangguan absorsbsi dalam alat pencernaan

b. Interaksi obat

c. Efek samping obat.

d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal.

Pada pengobatan hipertensi ada tiga hal evaluasi menyeluruh terhadap kondisi

penderita adalah :

a. Pola hidup dan indentifikasi ada tidaknya faktor resiko kardiovaskuler.

b. Penyebab langsung hipertensi sekunder atau primer.

c. Organ yang rusak karena hipertensi.

Secara garis besar, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat

antihipertensi, yaitu:

1. Mempunyai efektivitas yang tinggi

2. Mempunyai toksisitas dan efek samping yang ringan atau minimal

3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.

4. Tidak menimbulkan intoleransi

5. Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh penderita.

6. Memungkinkan penggunaan obat dalam jangka panjang

Tidak jarang penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obat antihipertensi

mengalami kegagalan, yang dapat disebabkan oleh hal-hal di bawah ini :

1. Ketidakpatuhan penderita

2. Peningkatan volume oleh karena peningkatan asupan natrium, kerusakan ginjal,

dan kurangnya pemberian diuretik

3. Obesitas

4. Dosis yang tidak adekuat

5. Interaksi obat

6. Kontrasepsi oral

7. Penggunaan obat-obat steroid

8. Hipertensi sekunder

17

Page 18: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Klasifikasi dan Managemen Tekanan Darah untuk Dewasa *

BP Classification SBP

(mmHg)

*

DBP

(mmHg

) *

Lifestyle

Modificati

on

Initial Drug Therapy

Without

Compelling

Indication

With Compelling

Indication

Normal < 120 and < 80 Encourage

Prehypertension 120-139 or 80-89 Yes No

antihypertensive

indicated

Drug(s) for

compelling

indications. ‡

Stage I

Hypertension

140-159 or 90-99 Yes Thiazide-type

diuretics for most.

May consider

ACEI , ARB,

BB , CCB or

combination.

Drug(s) for the

compelling

indications. ‡

Other

antihypertensive

drugs (diuretics,

ACEI, ARB, BB,

CCB) as needed.

Stage II

Hypertension

≥ 160 ≥ 100 Yes Two-drug

combination for

most † (usually

thiazide-type

diuretic and ACEI

or ARB or BB or

CCB)

SBP : Systolic Blood Pressure

DBP : Diastolic Blood Pressure.

Drug abbreviations : BP :

ACEI : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

ARB : Angiotensin Receptor Blocker

CCB : Calsium Channel Bloker.

BB : Beta-Bloker

* Treatment determined by highest BP category.† Initial combined therapy should be used cautiously in those at risk for orthostatic

hypotension.‡ Treat patients with chronic kidney disease or diabetes or BP goal < 130/80 mmHg

18

Page 19: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

2.8.1 Konsep Penatalaksanaan Hipertensi Terkini

Joint National Committee VII merekomendasikan konsep terapi yang terbaru

yaitu :

a. Pasien dengan tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah

diastolic 80-89 mmHg hanya memerlukan penatalaksanaan nonfarmakologis

dengan cara modifikasi gaya hidup.

b. Pasien yang tidak memiliki komplikasi hipertensi, diperlukan penatalaksanaan

secara farmakologis dengan diberikan obat golongan diuretik atau bisa juga

diberikan obat dari golongan lain.

c. Lebih memperhatikan tekanan darah sistolik dan penanganannya harus

dimulai jika tekanan darah sistolik meningkat walaupun tekanan darah

diastoliknya tidak.

d. Sebagian besar pasien hipertensi memerlukan obat kombinasi antihipertensi,

salah satunya adalah obat dari golongan diuretik tiazid.

e. Kebanyakan pasien hipertensi memerlukan 2 atau lebih pengobatan untuk

mencapai tekanan darah ± 20/10 mmHg di atas tekanan darah yang

diinginkan.

f. Golongan ACE Inhibitor sendiri atau kombinasi dengan golongan diuretic

masih merupakan terapi pilihan yang terbaik untuk pasien dengan hipertensi

yang sudah mengalami komplikasi penyakit jantung.

Bila hipertensi yang terjadi tanpa disertai dengan komplikasi atau penyakit

penyerta lain, maka pengobatan adalah mudah. Penatalaksanaan untuk hipertensi

dibagi menjadi :

1. Non Farmakologis atau modifikasi gaya hidup.

2. Farmakologis

19

Page 20: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

A. Non farmakologis atau modifikasi gaya hidup meliputi :

Kriteria Indeks Massa Tubuh

Kriteria IMT (kg/m2)

Kurang <18,5

Normal 18,5-24,9

Berat badan lebih 25,0-29,9

Obesitas 30,0-34,9

Obesitas berat ≥ 35,0

Jaga berat badan ideal. Turunkan berat badan bila IMT ≥ 27

Membatasi alkohol.

Olahraga teratur sesuai dengan kondisi tubuh.

Mengurangi asupan natrium (<100 mmol Na, atau 2.4 g Na , atau 6 g NaCl/hari)

Mempertahankan asupan kalium (90 mmol/hari), kalsium dan magnesium yang

adekuat.

Berhenti merokok.

Kurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan.

Modifikasi Gaya Hidup Penatalaksanaan Hipertensi *†

Modification Recommendation Approximate SBP

Reduction (Range)

Weight reduction Maintain normal body weight (BMI 18,5

– 24,9 kg/m2)

5-20 mmHg / 10 kg

weight loss

Adopt DASH

eating plan

Consume a diet rich in fruits, vegetables

and low fat dairy products with a reduced

content of saturated and total fat

8-14 mmHg

Dietary sodium

reduction

Reduced dietary sodium intake to no more

than 100 mmol per day (2,4 g sodium or 6

g sodium chloride)

2-8 mmHg

Physical activity Engage in regular aerobic physical

activity such as brisk walking (at least 30

4-9 mmHg

20

Page 21: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

min per day, most days of the week)

Moderation of

alcohol

consumption

Limit consumption to no more than 2

drinks (1 oz or 30 ml ethanol; e.g. 24 oz

beer, 10 oz wine, or 3 oz 80-proof

whiskey) per day in most men and to no

more thsn 1 drink per day in women and

lighter weight persons

2-4 mmHg

DASH, Dietary Approaches to Stop Hypertension

* For overall cardiovascular risk reduction, stop smoking.

† The effects of implementing these modifications are dose and time dependent, and could

be greater for some individuals.

B. Farmakologis :

Obat-obat Antihipertensi :

1. Diuretik

Cara kerja : meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga volume

plasma dan cairan ekstrasel.

Untuk terapi jangka panjang pengaruh utama adalah mengurangi resistensi

perifer.

Terdapat beberapa golongan, yaitu :

a. Diuretik Tiazid dan sejenisnya (paling luas digunakan) , contoh :

- Hidroklorotiazid (HCT) – tab 25 dan 50 mg

- Klortalidonn – tab 50 mg

- Bendroflumentiazid – tab 5 mg

- Indapamid – tab 2,5 mg

- Xipamid – tab 20 mg

b. Diuretik kuat :

a. Furosemid – tab 40 mg

c. Diuretik hemat kalium :

a. Amilorid – tab 5 mg

b. Spironolakton – tab 25 dan 100 mg

Efek samping : hipotensi dan hipokalemia.

2. Penghambat Adrenergik

21

Page 22: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Efektif untuk menurunkan denyut jantung dan curah jantung, serta

menurunkan sekresi renin

Kontraindikasi bagi pasien gagal jantung kongestif

Terdiri dari golongan :

- penghambat adrenoreseptor α / α –bloker : terazosin, doxazosin,

prazosin

- penghambat adrenoreseptor β / β-bloker : propanolol, asebutolol,

atenolol, bisoprolol

- penghambat adrenoreseptor α dan β : labetalol

- adrenolitik sentral : klonidin, metildopa, reserpin, guanfasin

3. Vasodilator

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan cara relaksasi otot polos yang

akan mengakibatkan penurunan resistensi pembuluh darah

Yang termasuk golongan ini adalah natrium nitroprusid, hidralazin,

doksazosin, prazosin, minoksidil, diaksozid.

Yang paling sering digunakan adalah natrium nitroprusid dengan efek

samping hipotensi ortostatik.

4. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin

Bekerja menghambat sistem renin-angiotensin, menstimulasi sintesis

prostaglandin dan juga mengurangi aktivitas saraf simpatis

Preparat yang paling banyak digunakan adalah Kaptopril, diberikan 1 jam

sebelum makan. Pada gagal ginjal dosis dikurangi (bila CCT > 1.5 mg%).

Efek samping : batuk kering , eritema, gangguan pengecap, proteinuria, gagal

ginjal dan agranulositosis.

5. Antagonis Kalsium

Mempunyai efek mengurangi tekanan darah dengan cara menyebabkan

vasodilatasi perifer yang berkaitan dengan refleks takikardi yang kurang nyata

dan retensi cairan yang kurang daripada vasodilator lainnya.

Preparat yang biasa digunakan seperti nifedipin, nikardipin, felodipin,

amilodipin, verapamil dan diltiazem.

6. Antagonis Reseptor Angiotensin II (AIIRA / ARB)

22

Page 23: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Merupakan golongan obat antihipertensi terbaru, tidak mempengaruhi

produksi Angiotensin II tetapi memblok di tempat kerja pada organ target.

Kelebihannya adalah tidak menimbulkan batuk karena tidak mempengaruhi

metabolisme bradikinin.

Proses apoptosis dan regenerasi jaringan juga tetap berlangsung karena

reseptor tidak dipengaruhi.

Prinsip pemberian obat anti hipertensi pada lansia :

Dimulai dengan 1 macam obat dengan dosis kecil (START LOW GO SLOW)

Penurunan tekanan darah sebaiknya secara perlahan, untuk penyesuaian

autoregulasi guna mempertahankan perfusi ke organ vital.

Regimen obat harus sederhana dan dosis sebaiknya sekali sehari

Antisipasi efek samping obat-obat antihipertensi

Pemantauan tekanan darah untuk evaluasi efektivitas pengobatan

Setelah tercapai target maka pemberian obat harus disesuaikan kembali untuk

maintenance (Gambar 2)

Pengobatan harus segera dilakukan pada hipertensi berat dan apabila terdapat

kelainan target organ. Oleh karena fungsi ginjal telah menurun dan terdapat gangguan

metabolisme obat, sebaiknya dosis awal dimulai dengan dosis yang lebih rendah. Pada

hipertensi tanpa komplikasi golongan diuretik dosis rendah (HCT 12,5 – 25 mg atau

setara) yang dikombinasi dengan diuretik hemat kalium dapat diberi sebagai

pengobatan awal. Obat anti hipertensi lain dapat diberikan atas indikasi spesifik.

Pada pasien dengan payah jantung, obat penghambat ACE dan diuretik

merupakan obat pilihan pertama. Tetapi pada pemberian diuretika sering menimbulkan

efek hipokalemia dan hiponatremia karena kedua mineral tadi ikut terbuang bersama

urine.

Pada pasien pascainfark miokard, pemakaian penyebat β yang kardioselektif

dianjurkan. Akan tetapi pada umumnya pemakaian penyekat β tidak begitu disukai oleh

karena menimbulkan perburukan penyakit vaskuler perifer dan bronkospastik.

Penghambat α merupakan pilihan pada pasien dengan dislipidemia dan hipertrofi

prostat, akan tetapi harus hati-hati terhadap efek hipotensi ortostatik, karena hal ini

dapat menyebabkan lansia jatuh bahkan sampai mengalami komplikasi fraktur.

23

Page 24: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Antagonis kalsium jangka panjang cukup efektif, terutama karena mempunyai

efek natriuretik dan dianjurkan pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Pada

pasien dengan diabetes dan proteinuria diindikasikan pemakaian obat penghambat

ACE.

Obat simpatolitik sentral seperti metildopa, klonidin dan guanfasin walaupun

efektif, pemakaiannya kurang dianjurkan pada usia lanjut karena efek samping sedasi,

mulut kering dan hipotensi ortostatik. Dan obat-obat yang mempunyai pengaruh pada

susunan saraf pusat, α dan ß bloker dapat mengakibatkan depresi serta penurunan

kesadaran/fungsi kognitif.

Pemberian antihipertensi pada lansia harus hati-hati karena pada lansia terdapat :

Penurunan refleks baroreseptor sehingga meningkatkan risiko hipotensi ortostatik.

Gangguan autoregulasi otak sehingga iskemia serebral mudah terjadi dengan hanya

sedikit penurunan tekanan darah sistemik.

Penurunan fungsi ginjal dan hati sehingga terjadi akumulasi obat.

Pengurangan volume intravaskular sehingga sensitif terhadap deplesi cairan.

Sensitivitas terhadap hipokalemi sehingga mudah terjadi aritmia dan kelemahan otot.

Pemberian obat juga harus dipikirkan mengenai penyakit komorbid yang ada pada

lansia itu. Jangan sampai obat antihipertensif yang kita beri mempunyai efek

samping yang dapat memperberat gejala penyakit komorbid.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka sebaiknya obat-obat yang dapat menyebabkan

hipotensi ortostatik, yaitu guanetidin, guanadrel, alfa bloker dan labetolol sebaiknya

dihindarkan atau diberikan dengan hati-hati, tekanan darah diturunkan perlahan-lahan

dengan cara memberi dosis awal yang lebih rendah dan peningkatan dosis yang lebih

kecil dengan interval yang lebih panjang dari biasanya pada penderita yang lebih muda,

dan pilihan antihipertensi harus secara individual, berdasarkan pada kondisi penyerta.

Tahap-tahap yang perlu diperhatikan agar terapi hipertensi dapat berhasil adalah :

1. Diagnosis yang tepat dan sedini mungkin (pengukuran beberapa kali dan kalau

perlu lebih dari 1 kali kunjungan)

2. Pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan akan bahaya hipertensi

dan makna serta manfaat bila tekanan darah dapat dinormalkan.

3. Menyampaikan data yang akurat dari studi klinik pada tenaga kesehatan maupun

masyarakat, khususnya mengenai manfaat penurunan/terapi hipertensi.

4. Meningkatkan kepatuhan berobat atau control pasien.

24

Page 25: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

5. Memotivasi para tenaga kesehatan untuk berusahamenurunkan tekanan darah

pasien hipertensi.

6. Menggunakan obat antihipertensi yang dapat ditoleransi dengan baik dan yang

dapat dimakan sekali sehari.

Terapi Kombinasi

Biasanya bila terapi dengan satu macam obat gagal untuk mencapai sasaran,

maka perlu ditambahkan obat ke-2 dengan dosis rendah dahulu dan tidak meningkatkan

dosis obat pertama. Hal ini adalah upaya untuk memaksimalkan efek penurunan

tekanan darah dengan efek samping seminimal mungkin. Pada penelitian HOT, terapi

kombinasi diperlukan pada sekitar 70% penderita. Dalam JNC-VII, para ahli bahkan

menganjurkan terapi antihipertensi kombinasi langsung pada penderita yang ada pada

stadium 1. Walaupun dosis campuran tetap banyak disediakan oleh pabrik farmasi,

upaya titrasi dosis secara individual dianggap lebih baik. Berikut diberikan pedoman

yang dianut oleh para ahli hipertensi di Inggris yang disebut sebagai The Birmingham

Hypertension Square.

The Birmingham Hypertension Square

25

ACE Inhibitor atau Bloker Reseptor

Angiotensin II

Diuretik

Nasihat nonfarmakologik : garam, berat badan, alkohol, olahraga, rokok

Bloker Kanal Kalsium golongan

dihidropiridine β-Bloker

Page 26: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Mulai terapi pada kotak manapun dan gunakan terapi tambahan dengan obat yang

ditunjuk oleh panah. Obat-obatan pada kotak yang berdekatan memiliki efek

antihipertensi tambahan, aksi yang saling melengkapi dan biasanya ditoleransi dengan

baik.

2.9 Asuhan Keperawatan Hipertensi Pada Lansia

No DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL1 Gangguan rasa

nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intra kranial

Tujuan: Menghilangkan rasa nyeriKriteria hasil :

Melaporkan ketidakyamanan hilang atau terkontrol.

Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.

Intervensi : Pertahankan

tirah baring selama fase akut.

Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.

Hilangkan/ minimalkan aktifitas vasokontraksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya batuk panjang, mengejan saat BAB.

Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.

Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.

Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral,efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.

Aktifitas yang

meningkatkan vasokontraksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan vaskuler serebral.

Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan

26

Page 27: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas, diazepam dll.

yang memperberat kondisi klien.

Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis.

2 pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil: Klien

menunjukkan peningkatan berat badan

Menunjukkan perilaku meningkatkan atau mempertahankan berat badan ideal

Intervensi: Bicarakan

pentingnya menurunkan masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.

Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. 

Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk kapan dan dimanamakan dilakukan,

Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya atero sklerosis, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.

Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir.

Memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk

27

Page 28: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

lingkungan dan perasaan sekitar saat makanan dimakan.

Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).

Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.

 

memfokuskan perhatian pada factor mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.

Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam mencegah perkembangan atero genesis.

Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual

3 Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum.

Tujuan : tidak terjadi Intoleransi aktifitas.

Kriteria Hasil : Klien dapat

berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan atau diperlukan

Melaporkan peningkatan

Intervensi : Kaji toleransi

pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter : frekwensi nadi 20x/menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri

Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.

28

Page 29: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan.

Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.

Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.

Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan

Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.

Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan

29

Page 30: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

sebagainya.

Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.

kebutuhan oksigen.

Jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

4 Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.

Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung

Kriteria Hasil : Klien

berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung

Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima,

Memperlihatkan normal dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.

Intervensi: Observasi

tekanan darah.

Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.

Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan vaskuler.

Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati saat palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.

ICS4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi

30

Page 31: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.

Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.

Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.

Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terapi anti hipertensi dan diuretik.

atrium, perkembangan ICS3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengidapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.

Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.

Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.

Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,

31

Page 32: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

membuat efek tenang,sehingga akan menurunkan tekanan darah.

Menurunkan tekanan darah.

BAB III

32

Page 33: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia, kejadian hipertensi

pada populasi ini meningkat pula. Meningkatnya tekanan darah sudah terbukti

meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut. Salah satu karakteristik

hipertensi pada usia lanjut adalah terdapatnya berbagai penyakit penyerta (komorbid)

dan komplikasi organ target, seperti kejadian penyakit kardiovaskuler, ginjal,

gangguan pada sistem saraf pusat dan mata. Dengan menurunkan tekanan darah

sampai target 140/90 mmHg dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

Selain diagnosis yang sangat teliti, tatalaksana hipertensi pada usia lanjut harus

juga memperhatikan kedua hal tersebut di atas. Penatalaksanaan hipertensi pada lansia

tidak berbeda dengan penatalaksanaan hipertensi pada umumnya, yaitu merubah pola

hidup dan pengobatan anti hipertensi. Dan saat ini berbagai pilihan obat-obat anti

hipertensi telah beredar di pasaran. Pemakaian berbagai obat tersebut bisa disesuaikan

dengan penyakit komorbid yang menyertai keadaan hipertensi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

33

Page 34: Makalah Hipertensi Pada Lansia Revisi

1. Chobanian A . 2003. JNC VII Report 18th Annual Scientific Meeting and

Exposotion of American Society of Hypertension. New York, USA.

2. Martono, H. (2004). Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut, Buku Ajar

Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-3. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.

3. Geratosima, Salma 2004. Buku Ajar GERIATRI (ilmu kesehatan usia lanjut)

edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

4. Ganiswarna S., et al. 1995. Farmakologi & Terapi Edisi 4. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI.

5. Stanley, Mickey. 2007.  Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta :

EGC.

6. Stocklager, Jaime L. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatric Edisi 2. Jakarta :

EGC.

7. Kowalski, Robert E. 2010. Terapi Hipertensi. Bandung : Mizan Pustaka.

8. Nugroho, Wahjudi. 2000 . Keperawatan Gerontik . Jakarta : EGC.

9. http://www.google.co.id/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CB8QFjAA&url=http

%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream

%2F123456789%2F19074%2F5%2FChapter

%2520I.pdf&ei=FxSCUPTKEuciAeXsIDwAQ&usg=AFQjCNEirKwyg_Z55lpL

GGwhFxTq-efDKA

34