Makalah hadis tentang etos kerja

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etos kerja dalam arti luas menyangkut akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak dikaitkan dengan amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas dari kaitan iman seseorang. Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya juga tidak rendah. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal spiritual tetapi juga program aksi. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Islam selain diperintahkan untuk beribadah Allah memerintahkan untuk bekerja (berusaha). Bekerja merupakan melakukan suatu kegiatan demi mencapai tujuan, selain mencari rezeki namun juga cita-cita. Dalam bekerja diwajibkan memilih pekerjaan yang baik dan halal, karena tidak semua pekerjaan itu diridhai Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an dan Hadist sudah jelas tentang pekerjaan yang baik dan bagaimana kita memperoleh rezeki dengan cara yang diridhai Allah SWT. Hal ini sangat penting sekali dibahas, karena semua orang dunia ini pasti membutuhkan makanan, sandang maupun papan. Disini pasti manusia berlomba-lomba atau memenuhi kebutuhannya tersebut dengan bekerja untuk mendapatkan yang diinginkan sehingga kita juga harus tahu, bahwa semua yang kita dapatkan semuanya dari Allah SWT dan itu semua hanya titipan Allah SWT semata. Sebagai umatnya diwajibkan mengembangkannya dengan baik dan hati-hati. Untuk itu Hadist tentang Etos Kerja ini sangat diperlukan demi kelangsungan umat sehari-hari. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka pemakalah merumskan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut: 1. Redaksi Hadist mengenai Etos Kerja Seorang Muslim? a. Bagaimana Aspek aspek pekerjaan dalam Islam? b. Ciri ciri etos kerja dalam Islam? 2. Larangan meminta minta. 3. Mukmin yang kuat dapat pujian.

Transcript of Makalah hadis tentang etos kerja

Page 1: Makalah hadis tentang etos kerja

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Etos kerja dalam arti luas menyangkut akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa

menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara

melihat arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman

banyak dikaitkan dengan amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari

amal tak lepas dari kaitan iman seseorang. Idealnya, semakin tinggi iman itu maka

semangat kerjanya juga tidak rendah. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya

dengan hal-hal spiritual tetapi juga program aksi.

Dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Islam selain diperintahkan untuk

beribadah Allah memerintahkan untuk bekerja (berusaha).

Bekerja merupakan melakukan suatu kegiatan demi mencapai tujuan, selain mencari

rezeki namun juga cita-cita. Dalam bekerja diwajibkan memilih pekerjaan yang baik dan

halal, karena tidak semua pekerjaan itu diridhai Allah SWT.

Di dalam Al-Qur’an dan Hadist sudah jelas tentang pekerjaan yang baik dan

bagaimana kita memperoleh rezeki dengan cara yang diridhai Allah SWT. Hal ini sangat

penting sekali dibahas, karena semua orang dunia ini pasti membutuhkan makanan,

sandang maupun papan. Disini pasti manusia berlomba-lomba atau memenuhi

kebutuhannya tersebut dengan bekerja untuk mendapatkan yang diinginkan sehingga

kita juga harus tahu, bahwa semua yang kita dapatkan semuanya dari Allah SWT dan

itu semua hanya titipan Allah SWT semata. Sebagai umatnya diwajibkan

mengembangkannya dengan baik dan hati-hati. Untuk itu Hadist tentang Etos Kerja ini

sangat diperlukan demi kelangsungan umat sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka pemakalah merumskan

masalah yang akan di bahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:

1. Redaksi Hadist mengenai Etos Kerja Seorang Muslim?

a. Bagaimana Aspek – aspek pekerjaan dalam Islam?

b. Ciri –ciri etos kerja dalam Islam?

2. Larangan meminta minta.

3. Mukmin yang kuat dapat pujian.

Page 2: Makalah hadis tentang etos kerja

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etos Kerja

Etos kerja ialah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan

dengan perhatian yang penuh. Maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna

walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau

karena tanggung jawab yang tinggi.

Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter

serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh

kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh,

budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang

hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik

buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat

kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk

mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.

Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam

hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para

hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia

diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai

kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah

kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus

(QS. Ash Shaad : 22)

1. Aspek-aspek pekerjaan dalam islam

Aspek pekerjaan dalam Islam meliputi empat hal yaitu :

a. Memenuhi kebutuhan sendiri

Islam sangat menekankan kemandirian bagi pengikutnya. Seorang muslim harus

mampu hidup dari hasil keringatnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Hal ini

diantaranya tercermin dalah hadist berikut :

عن أبي عبد هللا الزبير بن العوام رضي هللا عنه قال: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: ألن

يأخذ أحدكم أحبله ثم يأتي الجبل، فيأتي بحزمة من حطب على ظهره فيبيعها، فيكف هللا بها

.وجهه، خير له من أن يسأل الناس،أعطوه أو منعوه. رواه البخاري

Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: “Rasulullah

s.a.w. bersabda: “Niscayalah jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil

tali-talinya – untuk mengikat – lalu ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali

– di negerinya – dengan membawa sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya,

lalu menjualnya,kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya –

yakni dicukupi kebutuhannya, maka hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya

daripada meminta-minta sesuatu pada orang-orang, baik mereka itu suka

memberinya atau menolaknya.” (Riwayat Bukhari)

Page 3: Makalah hadis tentang etos kerja

3

Rasullullah memberikan contoh kemandirian yang luar biasa, sebagai

pemimpin nabi dan pimpinan umat Islam beliau tak segan menjahit bajunya sendiri,

beliau juga seringkali turun langsung ke medan jihad, mengangkat batu, membuat

parit, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.

Para sahabat juga memberikan contoh bagaimana mereka bersikap mandiri,

selama sesuatu itu bisa dia kerjakan sendiri maka dia tidak akan meminta tolong

orang lain untuk mengerjakannya. Contohnya, ketika mereka menaiki unta dan ada

barangnya yang jatuh maka mereka akan mengambilnya sendiri tidak meminta tolong

lain.

b. Memenuhi kebutuhan keluarga

Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya

adalah kewajian bagi seorang muslim, hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :

رواه أحمد ” كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت” قال رسول هللا)صلى هللا عليه وسلم(:

.وأبو داود وصححه الحاكم وأقره الذهبي من حديث عبدهللا ابن عمرو بن العاص

Rasulullah saw bersabada, “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia

menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya”. (HR. Ahmad, Abu

Daud dan al-Hakim)

Menginfaqkan harta bagi keluarga adalah hal yang harus diutamakan, baru

kemudian pada lingkungan terdekat, dan kemudian lingkungan yang lebih luas.

c. Kepentingan seluruh makhluk

Pekerjaan yang dilakukan seseorang bisa menjadi sebuah amal jariyah baginya,

sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut :

ما من مسلم يغرس غرسا أو يزرع زرعا فيأكل” عن أنس قال النبي صلى هللا عليه وسلم :

“ منه طير أو إنسان أو بهيمة إال كان له به صدقة

Dari Anas, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menanam

tanaman, atau menabur benih, lalu burung atau manusia atau hewan pun makan

darinya kecuali pasti bernilai sedekah baginya”.(HR Bukhari)

Dalam era modern ini banyak sekali pekerjaan kita yang bisa bernilai sebagai

amal jariyah. Misalnya kita membuat aplikasi atau tekhnologi yang berguna bagi umat

manusia. Karenanya umat Islam harus cerdas agar bisa menghasilkan pekerjaan-

pekerjaan yang bernilai amal jariyah.

d. Bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri

Islam sangat menghargai pekerjaan, bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan

kita yakin tidak akan pernah menikmati hasil dari pekerjaan kita, kita tetap

diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu

sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :

Page 4: Makalah hadis tentang etos kerja

4

إن قامت الساعة و في يد أحدكم ” عن أنس رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال :

” فإن استطاع أن ال تقوم حتى يغرسها فليغرسها , فسيلة

Dari Anas RA, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Jika hari kiamat terjadi,

sedang di tanganmu terdapat bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga dapat

menanamnya, maka tanamlah “ (HR Bukhari dan Muslim).

2. Ciri-ciri etos kerja dalam islam

Dan dalam batas-batas tertentu, ciri-ciri etos kerja islami dan ciri-ciri etos kerja

tinggi pada umumnya banyak keserupaannya, utamanya pada dataran lahiriahnya.

Ciri-ciri tersebut antara lain :

a. Baik dan Bermanfaat

Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan

bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai

tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.

b. Kemantapan atau perfectness

Kualitas kerja yang mantap atau perfect merupakan sifat pekerjaan Tuhan (baca:

Rabbani), kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang islami yang berarti pekerjaan

mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan

pengetahuan dan skill yang optimal. Dalam konteks ini, Islam mewajibkan

umatnya agar terus menambah atau mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih.

c. Kerja Keras, Tekun dan Kreatif.

Kerja keras, yang dalam Islam diistilahkan dengan mujahadah dalam maknanya

yang luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil

wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam

merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai

mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah

menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan, tinggal peran manusia

sendiri dalam memobilisasi serta mendaya gunakannya secara optimal, dalam

rangka melaksanakan apa yang Allah ridhai.

d. Berkompetisi dan Tolong-menolong

Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal

shalih. Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani yang

bersifat “amar” atau perintah, seperti “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-

lombalah kamu sekalian dalam kebaikan. Oleh karena dasar semangat dalam

kompetisi islami adalah ketaatan kepada Allah dan ibadah serta amal shalih, maka

wajah persaingan itu tidaklah seram; saling mengalahkan atau mengorbankan.

Akan tetapi, untuk saling membantu (ta’awun).

e. Objektif (Jujur)

Sikap ini dalam Islam diistilahkan dengan shidiq, artinya mempunyai kejujuran dan

selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan dengan nilai-nilai yang

benar dalam Islam. Tidak ada kontradiksi antara realita dilapangan dengan konsep

kerja yang ada. Dalam dunia kerja dan usaha kejujuran ditampilakan dalam bentuk

kesungguhan dan ketepatan, baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, mengakui

kekurangan, dan kekurangan tersebut diperbaiki secara terus-menerus, serta

menjauhi dari berbuat bohong atau menipu

f. Disiplin atau Konsekuen

Page 5: Makalah hadis tentang etos kerja

5

Selanjutnya sehubungan dengan ciri-ciri etos kerja tinggi yang berhubungan

dengan sikap moral yaitu disiplin dan konsekuen, atau dalam Islam disebut

dengan amanah. Sikap bertanggungjawab terhadap amanah merupakan salah

satu bentuk akhlaq bermasyarakat secara umum, dalam konteks ini adalah dunia

kerja. Allah memerintahkan untuk menepati janji adalah bagian dari dasar

pentingnya sikapamanah.Janji atau uqud dalam ayat tersebut mencakup seluruh

hubungan, baik dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain dan alam semesta, atau bisa

dikatakan mencakup seluruh wilayah tanggung jawab moral dan sosial manusia.

Untuk menepati amanah tersebut dituntut kedisiplinan yang sungguh-sungguh

terutama yang berhubungan dengan waktu serta kualitas suatu pekerjaan yang

semestinya dipenuhi.

g. Konsisten dan Istiqamah

Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan dan kesabaran sehingga

menghasilkan sesuatu yang maksimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu

proses yang dilakukan secara terus-menerus. Proses itu akan menumbuh-

kembangkan suatu sistem yang baik, jujur dan terbuka, dan sebaliknya keburukan

dan ketidakjujuran akan tereduksi secara nyata. Orang atau lembaga yang

istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan dan sekaligus akan

mendapatkan solusi daris segala persoalan yang ada. Inilah janji Allah kepada

hamba-Nya yang konsisten/istiqamah.

h. Percaya diri dan Kemandirian

Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas hanyalah terdapat pada jiwa yang

merdeka, karena jiwa yang terjajah akan terpuruk dalam penjara nafsunya sendiri,

sehingga dia tidak pernah mampu mengaktualisasikan aset dan kemampuan serta

potensi ilahiyah yang ia miliki yang sungguh sangat besar nilainya. Semangat

berusaha dengan jerih payah diri sendiri merupakan hal sangat mulia posisi

keberhasilannya dalam usaha pekerjaan.

i. Efisien dan Hemat

Agama Islam sangat menghargai harta dan kekayaan. Jika orang mengatakan

bahwa agama Islam membenci harta, adalah tidak benar. Yang dibenci itu ialah

mempergunakan harta atau mencari harta dan mengumpulkannya untuk jalan-

jalan yang tidak mendatangkan maslahat, atau tidak pada tempatnya, serta tidak

sesuai dengan ketentuan agama, akal yang sehat dan ‘urf (kebiasaan yang baik).

Demi kemaslahatan harta tersebut, maka sangat dianjurkan untuk berperilaku

hemat dan efisien dalam pemanfaatannya, agar hasil yang dicapai juga maksimal.

Namun sifat hemat di sini tidak sampai kepada kerendahan sifat yaitu kikir atau

bakhil. Sebagian ulama membatasi sikap hemat yang dibenarkan kepada perilaku

yang berada antara sifat boros dan kikir, maksudnya hemat itu berada di tengah

kedua sifat tersebut. Kedua sifat tersebut akan berdampak negatif dalam kerja dan

kehidupan, serta tidak memiliki kemanfaatan sedikit pun, padahal Islam melarang

sesorang untuk berlaku yang tidak bermanfaat.[4]

B. Larangan meminta minta

Di antara sifat buruk yang dijauhi oleh syara’ adalah meminta-minta kepada

manusia, yang dimaksud meminta-minta adalah inisiatif seseorang untuk meminta-minta

kepada orang lain harta dan segala kebutuhannya pada mereka tanpa ada kebutuhan

dan tuntutan yang mendesak, sebab meminta-minta mengandung kehinaan kepada

selain Allah Azza Wa Jalla.

Page 6: Makalah hadis tentang etos kerja

6

Allah swt berfirman:

Ibnu Katsir berkomentar ketika menafsirkan ayat di atas: Allah berkehendak agar

mereka tidak memelas dalam meminta-minta dan mereka tidak memaksa manusia

dengan sesuatu yang mereka tidak butuhkan, sebab orang yang meminta-minta padahal

dia memiliki sesuatu yang bisa mencegahnya dari meminta-minta maka sungguh dia

termasuk orang yang meminta-minta kepada manusia secara memaksa.1

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: Bukanlah orang yang miskin orang

yang berkeliling meminta-minta, yaitu orang yang berkeliling kepada orang lain untuk

meminta-minta lalu dia ditolak satu suap atau dua suap atau satu biji korma dan dua biji

kurma. Lalu mereka bertanya: Siapakh orang yang miskin tersebut wahai Rasulullah?.

Beliau bersabda: Orang yang tidak memilki apa yang mencukupinya dan dia tidak pandai

mencar lalu orang-orang bersedeqah kepadanya serta tidak meminta kepada orang lain

sesuatu apa pun”.2

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: Barangsiapa yang meminta-minta

harta orang lain untuk dikumpulknnya maka sungguh dia telah meminta barak api

jahannam, maka hendaklah dia mempersedikitnya atau memperbanykanya”.3

Abu Hamid Al-Gozali berkata: Pada dasarnya meminta-minta itu adalah haram,

namun dibolehkan karena adanya tuntutan atau kebutuhan yang mendesak yang

mengarah kepada tuntutan, sebab meminta-minta berarti mengeluh terhadap Allah, dan

di dalamnya terkandung makna remehnya nikmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada

hamabaNya dan itulah keluhan yang sebenarnya. Pada meminta-minta terkandung

makna bahwa peminta-minta menghinakan dirinya kepada selain Allah Ta’ala dan

biasanya dia tidak akan terlepas dari hinaan orang yang dipinta-pinta, dan terkadang dia

diberikan oleh orang lain karena factor malu atau riya, dan ini adalah haram bagi orang

yang mengambilnya”.4

Seorang penyair berkata:

Orang yang meminta kepada manusia maka mereka akan menolaknya Dan orang yang

meminta hanya kepada Allah tidak akan pernah kecewa Seorang penyair yang lain

berkata: Janganlah meminta kebutuhanmu kepada Anak Adam Pintalah kepada Zat yang

pintuNya tak pernah tertutup.

Dibawah ini Dalil dalil yang melarang untuk meminta minta

٣٧٢. ال يستطيعون ضربا في األرض يحسبهم الجاهل أغني ذين أحصروا في سبيل الله ء اللفقراء ال

ب ف تعرفهم بسيماهم ال يسألون الناس إلحافا وما تنفقوا من خير فإن الله يم عل ه من التعف

273. (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah;

mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka

orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan

melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa

saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah

Maha Mengatahui.

Page 7: Makalah hadis tentang etos kerja

7

بن مسل و حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا عبد األعلى بن عبد األعلى عن معمر عن عبد ا م لل

عن أبيه أن النبي عن حمزة بن عبد الل هري م قال ال تزال المسألة أخي الز عليه وسل صلى الل

وليس في وجهه مزعة لحم و حدثني عمرو الناقد حدثني إسمع يم يل بن إبراه بأحدكم حتى يلقى الل

هري سناد مثله ولم يذكر مزعة أخبرنا معمر عن أخي الز بهذا ال

Tidaklah salah seorang dari kalian yg terus meminta-minta, kecuali kelak di hari

kiamat ia akan menemui Allah sementara di wajahnya tak ada sepotong daging pun. Dan

telah menceritakan kepadaku Amru An Naqid telah menceritakan kepadaku Isma'il bin

Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari saudaranya Az Zuhri dgn isnad ini,

namun ia tak menyebutkan muz'ah (sepotong). [HR. Muslim No.1724].

Hadits Muslim 1725

بن أبي جع بن وهب أخبرني الليث عن عبيد الل ن فر عن حمزة ب حدثني أبو الطاهر أخبرنا عبد الل

ه سمع بن عمر أن جل يسأل الناس عبد الل عليه وسلم ما يزال الر صلى الل أباه يقوال قال رسول الل

حتى يأتي يوم القيامة وليس في وجهه مزعة لحم

Tidaklah seseorang terus meminta-minta hingga kelak pada hari kiamat ia

menjumpai Allah sementara di wajahnya tak ada sekerat daging pun. [HR. Muslim

No.1725].

Hadits Muslim 1726

األعلى قاال حدثنا ابن فضيل عن عمارة بن القعقاع عن أبي حدثنا أبو كريب وواصل بن عبد

عليه وسلم من سأل الناس أمواله صلى الل م تكثرا فإنما زرعة عن أبي هريرة قال قال رسول الل

فليستقل أو ليستكثر يسأل جمرا

Siapa yg meminta-minta kepada orang banyak untuk menumpuk harta kekayaan, berarti

dia hanya meminta bara api. Sama saja halnya, apakah yg diterimanya sedikit atau

banyak. [HR. Muslim No.1726].

Hadits Muslim 1727

حدثنا أبو األحوص عن بيان أبي بشر عن قيس بن أبي حازم عن أبي حدثني هناد بن السري

م يقول ألن يغدو أحدكم فيحطب على ظهره هريرة قال سمعت عليه وسل صلى الل رسول الل

يا إن اليد العل فيتصدق به ويستغني به من الناس خير له من أن يسأل رجل أعطاه أو منعه ذلك ف

د بن حاتم حدثنا يحيى بن سعيد سمعيل عن إ أفضل من اليد السفلى وابدأ بمن تعول و حدثني محم

ألن ي حدثني قيس بن أبي حازم قال أتينا أبا هريرة فقال قال النبي صلى الل غدو عليه وسلم والل

أحدكم فيحطب على ظهره فيبيعه ثم ذكر بمثل حديث بيان

Berangkatnya salah seorang diantara kalian pagi-pagi kemudian pulang dgn

memikul kayu bakar di punggungmu, lalu kamu bersedekah dgn itu tanpa meminta-minta

kepada orang banyak, itu lebih baik bagimu daripada meminta-minta kepada orang

banyak, baik ia diberi atau tidak. Sesungguhnya tangan yg memberi itu lebih mulia

daripada tangan yg menerima. Dan dahulukanlah memberi kepada orang yg menjadi

Page 8: Makalah hadis tentang etos kerja

8

tanggunganmu. Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim telah

menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Isma'il telah menceritakan kepadaku Qais

bin Abu Hazim ia berkata, kami mendatangi Abu Hurairah maka ia pun berkata; Nabi

pernah bersabda:Seorang dari kalian pergi, lalu ia kembali dgn membawa kayu bakar di

atas punggungnya, lalu ia menjualnya. Kemudian ia pun menyebutkan hadits yg serupa

dgn hadits Bayan. [HR. Muslim No.1727].

C. Mukmin Kang Kuat Lebih Dicintai Alla

Mukmin yang kuat lebih baik da lebih dicintai oleh Allah

م : الـمؤمن القـ ب وي خـير وأح عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسل

يـنـفـعـك واستعن باهلل وال تـعجـز إلـى هللا من الـمؤمن الضعيف، وفـي كـله خـيـر ، احـرص عـلـى ما

هي فعلت كان كذا وكـذا ، ولـكن قل: قـدر هللا وما ش ن لو اء فعل، فإ ، وإن أصابك شـيء فـل تقل: لو أنـ

تـفـتـح عمل الشيطان Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa

Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-

sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan

kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah.

Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat

demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh,

dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan

membuka (pintu) perbuatan syaitan.

Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2664); Ahmad (II/366, 370); Ibnu

Mâjah (no. 79, 4168); an-Nasâ-i dalam Amalul Yaum wal Lailah (no. 626, 627); at-Thahawi

dalam Syarh Musykilil Aatsâr (no. 259, 260, 262); Ibnu Abi Ashim dalam Kitab as-Sunnah

(no. 356).

Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2664); Ahmad (II/366, 370);

Ibnu Mâjah (no. 79, 4168); an-Nasâ-i dalam Amalul Yaum wal Lailah (no. 626, 627); at-

Thahawi dalam Syarh Musykilil Aatsâr (no. 259, 260, 262); Ibnu Abi Ashim dalam Kitab

as-Sunnah (no. 356).

Dishahihkan oleh Syaikh al-Bani rahimahullah dalam Hidâyatur Ruwât ila Takhrîji

Ahâdîtsil Mashâbîh wal Misykât (no. 5228).

SYARAH HADITS

A. Sabda nabi saw

الـمؤمن القـوي خـير وأحب إلـى هللا من الـمؤمن الضعيف وفـي كـله خـيـر Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang

lemah; dan pada keduanya ada kebaikan

Hadits ini mengandung beberapa perkara besar dan kata-kata yang memiliki arti

luas. Di antaranya yaitu menetapkan adanya sifat mahabbah bagi Allâh Azza wa Jalla .

Sifat ini terkait dengan orang-orang yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya. Hadits ini

juga menunjukkan bahwa mahabbah Allâh tergantung keinginan dan kehendak-Nya.

Kecintaan Allâh kepada makhluk-Nya berbeda-beda, seperti kecintaan-Nya kepada

Mukmin yang kuat lebih besar dari kecintaan-Nya kepada Mukmin yang lemah.

Page 9: Makalah hadis tentang etos kerja

9

Hadits ini juga mencakup aqidah qalbiyyah (keyakinan hati), perkataan , dan

perbuatan sebagaimana madzhab ahlus sunnah wal jamaah. Karena iman itu terdiri dari

tujuh puluh cabang lebih, yang paling tinggi adalah kalimat LÂ ILÂHA ILLALLÂH, dan yang

paling rendah yaitu menyingkirkan suatu yang mengganggu dari jalan. Dan malu itu

merupakan cabang dari iman.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يـمـان بـضـع وسبـعون أو بضع وستون شعبة ، فأفضلها قول ال إله إال هللا، وأدنـاها إماطة األذى ال

عن الطريق، والـحياء شعبـة من اليمـان Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang. Cabang yang paling

tinggi adalah perkataan LÂ ILÂHA ILLALLÂH, dan yang paling rendah adalah

menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman.[1]

Cabang-cabang yang kembalinya kepada amalan-amalan bathin dan zhahir ini,

semuanya termasuk bagian dari iman. Barangsiapa yang mengerjakannya dengan benar,

memperbaiki dirinya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, juga memperbaiki

orang lain dengan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, maka dia adalah

Mukmin yang kuat. Dalam diri orang seperti ini terdapat tingkatan iman yang paling tinggi.

Siapa yang belum sampai pada tingkatan ini, maka dia adalah Mukmin yang lemah.

Hadits ini sebagai dalil para Ulama salaf bahwa iman itu bisa bertambah dan

berkurang, sesuai dengan kadar ilmu dan amalan-amalannya.

Setelah menjelaskan bahwa Mukmin yang kuat lebih baik daripada Mukmin yang

lemah, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam khawatir Mukmin yang lemah imannya

merasa tercela, karena itulah beliau melanjutkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa

sallam

خـيـر وفـي كـله Dan pada keduanya ada kebaikan

Dalam penggalan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , "Pada keduanya ada

kebaikan." ada faedah berharga, yaitu barangsiapa lebih mengutamakan seseorang

atau amalan dengan yang lainnya, hendaknya dia menyebutkan sisi pengutamaannya

serta berusaha menyebutkan keutamaan yang dimiliki oleh al-fâdhil (yang utama) dan al-

mafdhûl (yang diutamakan atasnya), agar al-mafdhûl tidak merasa tercela.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kaum Mukmin itu berbeda-beda dalam

kebaikan, kecintaannya kepada Allâh dan berbeda-beda derajatnya. Seperti dalam

firman Allâh Azza wa Jalla :

ولكله درجات مما عملوا

Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka

kerjakan [al-Ahqâf/46:19]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

ذين اصطفينا من عبادنا فمنهم ظالم لنفسه ومنهم مقتصد وم الخيرات نهم سابق ب ثم أورثنا الكتاب ال

لك هو الفضل الكبير ذ بإذن الل

Page 10: Makalah hadis tentang etos kerja

10

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara

hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzhalimi diri sendiri, ada yang

pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allâh. Yang

demikian itu adalah karunia yang besar. [Fâthir/35:32]

Dalam ayat di atas, Allâh Azza wa Jalla membagi orang Mukmin menjadi tiga

bagian: Pertama, as-Sâbiqûna bil khairât (Golongan yang senantiasa bergegas

melakukan kebaikan). Mereka ini melakukan yang wajib dan yang sunnah,

meninggalkan yang haram dan makruh, menyempurnakan amalan-amalan yang

dianjurkan. Mereka disebut memiliki sifat yang sempurna. Kedua, al-Muqtashidûn

(Golongan pertengahan). Yaitu mereka yang merasa cukup dengan mengerjakan yang

wajib dan meninggalkan perkara-perkara yang haram. Ketiga, az-Zhâlimûna li anfusihim

(Golongan yang menzhalimi diri sendiri). Yaitu mereka yang mencampur-adukkan

perbuatan yang baik dengan perbuatan lain yang keji.

B. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

عـلـى ما يـنـفـعـك واستعن باهلل وال تـعجـز احـرص

Bersungguh-sungguhlah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah

pertolongan kepada Allâh (dalam segala urusanmu)

Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini mengandung arti luas dan

penuh manfaat, mencakup kebahagiaan dunia dan akhirat. Perkara-perkara yang

bermanfaat itu ada dua macam yaitu perkara yang bermanfaat dalam agama dan

perkara bermanfaat dalam hal keduniaan. Seorang hamba membutuhkan kebutuhan

dunyawiyyah (keduniaan) sebagaimana dia membutuhkan kebutuhan diniyyah

(keagamaan). Kebahagiaan seorang hamba dan kesuksesannya sangat ditentukan oleh

semangat dan kesungguhannya dalam melakukan segala yang bermanfaat dalam

urusan agama dan dunianya, serta keriusannya dalam memohon pertolongan kepada

Allâh Azza wa Jalla . Ketika semua unsur ini sudah terpenuhi, maka itu adalah

kesempurnaan baginya dan sebagai tanda kesuksesannya. Namun, ketika dia

meninggalkan salah satu dari tiga perkara ini (bersemangat, bersungguh-sungguh, dan

meminta pertolongan Allâh), maka dia akan kehilangan kebaikan seukuran dengan

perkara yang ditinggalkannya.

Orang yang tidak bersemangat dalam meraih dan melakukan hal-hal yang

bermanfaat, bahkan bermalas-malasan, maka dia tidak akan mendapatkan apa-apa.

Karena malas itu sumber kegagalan. Orang yang malas tidak akan mendapatkan

kebaikan dan kemuliaan. Orang yang malas tidak akan bernasib baik dalam agama dan

dunianya.

Dan ketika dia semangat, tetapi bukan pada hal-hal yang bermanfaat, seperti

bersemangat pada sesuatu yang membahayakan dan menghilangkan kebaikan, maka

ujung dari kesemangatannya itu adalah kegagalan, kehilangan kebaikan, mendapatkan

keburukan dan kerugian. Berapa banyak orang yang bersemangat untuk meraih dan

menempuh cara-cara dan hal-hal yang tidak bermanfaat, akhirnya ia tidak mendapat

faedah apapun dari kesemangatannya itu selain hanya rasa lelah, payah dan susah.

Page 11: Makalah hadis tentang etos kerja

11

Jika ada orang menempuh jalan-jalan yang bermanfaat, bersemangat dan

bersungguh-sungguh padanya, namun tidak disertai dengan keseriusannya dalam

memohon pertolongan kepada Allâh Azza wa Jalla , maka hasil yang akan dipetiknya

tidak maksimal. Jadi benar-benar bersandar kepada Allâh Azza wa Jalla dan memohon

pertolongan kepada-Nya bertujuan agar bisa mendapatkan perkara yang bermanfaat itu

secara maksimal. Orang seperti ini tidak hanya bertumpu pada dirinya, kedudukannya

dan kekuatannya, tetapi ia bertumpu sepenuhnya kepada Allâh Azza wa Jalla .

Apabila seorang hamba bertawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla , menyerahkan

urusan hanya kepada Allâh, dan minta tolong hanya kepada Allâh Azza wa Jalla , maka

Allâh akan memudahkan urusannya, memudahkan segala kesulitannya, menghilangkan

kesedihannya, memberikan hasil akhir yang baik dalam urusan agama dan dunianya.

Jika demikian keadaannya, berarti seseorang sangat dituntut untuk mengetahui hal-hal

bermanfaat yang harus dilakukan dengan penuh semangat dan serius. Apa saja hal-hal

yang bermanfaat itu ? Hal-hal yang bermanfaat dalam agama kembali kepada dua

perkara, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.

BAB III

PENUTUPAN

KESIMPULAN

a. Pengertian Etos Kerja Etos kerja ialah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh. Maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggung jawab yang tinggi. Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22) 1. Aspek aspek pekerjaan dalam isla

a. Memenuhi kebutuhan sendiri b. Memenuhi kebutuhan keluarga c. Kepentingan seluruh makhluk d. Bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri

2. Ciri ciri etos kerja dalam islam

a. Baik dan bermanfaat b. Kemantapan atau perfecness c. Kerja keras, tekun dan kreatif d. Berkompetisi dan Tolong-menolong e. Objektif (jujur) f. Disiplin atau konsekuen g. Konsisten dan istiqomah

Page 12: Makalah hadis tentang etos kerja

12

h. Percara diri dan kemandirian i. Efisien dan hemat

B. Larangan meminta minta

Di antara sifat buruk yang dijauhi oleh syara’ adalah meminta-minta kepada manusia,

yang dimaksud meminta-minta adalah inisiatif seseorang untuk meminta-minta kepada orang

lain harta dan segala kebutuhannya pada mereka tanpa ada kebutuhan dan tuntutan yang

mendesak, sebab meminta-minta mengandung kehinaan kepada selain Allah Azza Wa Jalla.

Allah swt berfirman:

C. Mukmin Kang Kuat Lebih Dicintai Alla

Mukmin yang kuat lebih baik da lebih dicintai oleh Allah

م : الـمؤمن القـ ب وي خـير وأح عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسل

عـلـى ما يـنـفـعـك واستعن باهلل وال تـعجـز إلـى هللا من الـمؤمن الضعيف، وفـي كـله خـيـر ، احـرص

هي فعلت كان كذا وكـذا ، ولـكن قل: قـدر هللا وما ش ن لو اء فعل، فإ ، وإن أصابك شـيء فـل تقل: لو أنـ

تـفـتـح عمل الشيطان Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , beliau berkata, Rasûlullâh Shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda, Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh Azza wa

Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-

sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan

kepada Allâh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah.

Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat

demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allâh,

dan Allâh berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan

membuka (pintu) perbuatan syaitan.

ال يستطيعون ضربا في األرض يحسبهم الجاهل أغني .٣٧٢ ذين أحصروا في سبيل الله ء من اللفقراء ال

به ف تعرفهم بسيماهم ال يسألون الناس إلحافا وما تنفقوا من خير فإن الله عليم التعف

273. (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak

dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena

memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka

tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu

nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.