Makalah GER 2 Sindroma Deconditioning

download Makalah GER 2 Sindroma Deconditioning

of 34

description

SINDROMA DECONDITIONING

Transcript of Makalah GER 2 Sindroma Deconditioning

BAB IPENDAHULUANSindroma deconditioning merupakan imobilisasi yang menyebabkan tirah baring lama, menimbulkan penurunan kapasitas fungsional pada beberapa sistem tubuh. Sistem yang pertama terkena biasanya muskuloskeletal, dan berlanjut menjadi inaktivitas. Hal ini bergantung derajat dan lamanya imobilisasi.

Deconditioning merupakan kelanjutan dari imobilisasi. Deconditioning terjadi pada beberapa sistem, yaitu: sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, respirasi, kulit, gastrointestinal, genitourinaria, metabolisme, nutrisi, endokrin, neurologi, emosi, dan intelektual. Pada deconditioning sistem muskuloskeletal, biasanya terjadi kontraktur, atrofi otot , dan osteoporosis.

BAB IILAPORAN KASUSSkenario 1Seorang ibu berusia 62 tahun diantar anaknya ke dokter dengan keluhan pusing keleyengan sejak 2 minggu terakhir.

Skenario 2Keluhan UtamaSeorang ibu berusia 62 tahun diantar anaknya ke dokter dengan keluhan pusing keleyengan sejak 2 minggu terakhir.Riwayat Penyakit SekarangSeingat pasien sejak kurang lebih 1 tahun lalu, pasien sering merasa nyeri dan kaku pada tengkuknya. Nyeri terutama dirasakan di sebelah kanan, hilang timbul, kadang nyeri terasa sampai ke kepala. Nyeri terutama dirasakan bila pasien banyak aktivitas. Bila beristirahat, nyeri biasanya berkurang. Akhir akhir ini pasien sering merasa pusing keleyengan. Saat berdiri dan berjalan terasa tidak stabil. Rasa berputar disangkal. Pasien kemudian pergi ke dokter saraf dan diberikan beberapa macam obat. Bila minum obat tersebut pasien merasa ngantuk sehingga lebih banyak berbaring, namun rasa pusingnya berkurang. Pasien pernah jatuh saat mau buang air kecil di kamar mandi, tapi tidak menimbulkan keluhan berarti. Setelah beberapa kali berobat, pasien kemudian dirujuk ke rehabilitasi medik. Saat ini dari duduk ke berdiri pasien membutuhkan pertolongan / pegangan, jalan perlu diawasi karena terasa tidak stabil, kadang kadang mengompol, naik dan turun tangga perlu pertolongan. Aktivitas lainnya masih mandiri.Riwayat Penyakit DahuluSejak kurang lebih 4 tahun yang lalu, pasien berobat ke dokter saraf karena menderita stress. Pasien ditipu oleh rekan bisnisnya sehingga rugi milyaran rupiah. Pasien kemudian menjual rumahnya di Jakarta dan pindah ke Bekasi. Saat itu pasien tidak nafsu makan, lemas, sulit tidur, banyak bengong dan menangis. Pasien juga beberapa kali dirujuk ke dokter diwa dan mendapatkan pengobatan dan konseling. Setelah kurang lebih 1 tahun, pasien mulai bisa menerima keadaannya. Tapi semenjak itu pasien mulai menunjukkan perubahan dimana gerakannya melambat, tidak secepat biasanya dan wajah tanpa ekspresi. Kadang kadang timbul gerakan gerakan spontan pada tangan kanan. Gerakan tersebut menghilang saat pasien bergerak. Pasien kemudian dibawa ke dokter saraf dan diberi obat, diantaranya levodopa dan amlodipin. Keluhan pasien kemudian berkurang.Riwayat KeluargaTidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien. Kakak laki laki pasien menderita darah tinggi dan stroke.Riwayat KebiasaanBeberapa tahun terakhir, aktivitas pasien sangat berkurang. Pasien lebih banyak berbaring di tempat tidur dan nonton siaran televisi yang disukai. Gerak pasien juga lebih lambat, lemah dan tidak stabil sehingga harus didampingi seorang pembantu. Akhir akhir ini atas anjuran dokter saraf pasien melakukan aktivitas jalan pagi sekitar 15 menit di sekeliling rumah.Riwayat Sosial EkonomiPasien adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Pasien sudah pensiun dan tidak melanjutkan wiraswasta lagi. Pasien tinggal dirumah bersama suami dan anaknya yang paling kecil. Dari suaminya pasien dikaruniai tiga orang anak. Anak pertama dan kedua sudah berumah tangga dan tinggal dirumah sendiri. Suami pasien sudah pensiun. Saat ini pasien dan suaminya hidup dari uang pensiun dan dari pemberian anak anak yang sudah bekerja.

Skenario 3Pemeriksaan FisikKompos mentis, TD 130/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, Pernapasan 16x/menit, Suhu 36,8oC.Paru : vesikuler, ronki -/-, Jantung : Bunyi jantung I dan II murni, murmur ( - )Abdomen : supel, hepar dan lien tidak teraba, bising usus ( + ) normal.Wajah tampak tidak berekspresi, monoton, mulut terbuka. Postur tubuh kifotik, daerah torakal deviasi ke kiri, lordosis servikal lebih dari normal, panggul kiri lebih tinggi dari kanan, panjang tungkai kanan dan kiri sama. Kelenturan ( fleksibilitas ) otot otot kurang. Spasme pada otot otot leher dan punggung disertai nyeri tekan.Perubahan posisi dari duduk ke berdiri lambat, harus berpegangan, jalan dengan langkah pendek pendek dan lambat, keseimbangan kurang ( terutama ke depan dan ke kiri ), ayunan tangan saat jalan kurang, gerak ayunan kaki juga berkurang. Saat menggerakkan ekstremitas secara pasif terasa adanya tahanan. Kekuatan otot baik.Skor penapisan depresi ( Geriatric Depression Scale ) : 9MMSE score : 25Indeks Barthel : 16Hasil X-ray Servikal : vertebra servikal berdeviasi ke kanan, osteoporosis, spondylosis servikal dengan penyempitan foramen vertebralis C5 C6 bilateral.

BAB IIIPEMBAHASAN KASUS

STATUS PASIENA. IDENTITAS PASIENNama: -Umur: 62 tahunJenis kelamin: wanitaStatus: MenikahPekerjaan: pensiunan wiraswastaAlamat: -

B. KELUHAN UTAMASeorang ibu berusia 62 tahun diantar anaknya ke dokter dengan keluhan pusing keleyengan sejak 2 minggu terakhir

C. ANAMNESIS TAMBAHANRiwayat penyakit sekarang: Apakah sebelum awal gejala muncul ada kejadian yang terjadi? Apakah rasa pusing yang diderita disertai muntah? Bagaimana pola makan pasien? Bagaimana rasa nyeri? Adakah nyeri ditempat lain selain di leher? Apakah rasa pusing disertai sakit kepala? Apakah setiap berdiri muncul rasa keliyengan terus? Apakah ada gangguan penglihatan? Apakah ada gangguan tidur? Apakah ada gangguan lain?

Riwayat penyakit dahulu: Apakah pasien pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya? Apakah pasien menderita penyakit jantung, hipertensi atau penyakit metabolik lainnya? Apakah pasien pernah mengalami gangguan jiwa? Apakah pasien pernah mengalami infeksi pada otak? Apakah pasien pernah mengalami trauma? Apakah pasien pernah menderita stroke sebelumnya?

Riwayat penyakit keluarga: Apakah ada anggota keluarga pasien yang mengalami gejala serupa?

Riwayat pengobatan: Apakah pasien sudah berobat sebelumnya? Sudah mengkonsumsi obat saja selama ini? Apakah obat yang diberikan dokter dikonsumsi secara teratur, dan bagaimana dosisnya?Riwayat kebiasaan: Bagaimana aktivitas pasien sehari-hari? Sebelum timbul gejala, bagaimana gaya hidup pasien sehari-hari dan kehidupan sosial pasien?D. MASALAH DAN HIPOTESAMasalah Dasar MasalahHipotesa

Pusing kleyengan sejak 2 minggu terakhirpusing kleyengan ini bosa terjadi karena beberapa hal, yakni terjadinya hipoglikemi, aliran darah yang abnormal, pengaruh obat-obatan ataupun gejala sisa akibat suatu trauma dikepala1 Gangguan vaskularisasi Atherosclerosis Efek samping obat-obatan Gangguan mental emosional Trauma kepala Vertigo BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)

1 tahun lalu sering nyeri, kaku ditengkuk, terutama sebelah kanan, hilang timbul, kadang nyeri sampai kepalaKeadaan ini bisa disebabkan karena adanya gangguan musculoskeletal yang diperberat dengan osteoporosis yang terjadi pada pasien (lansia), telah disebutkan bahwa nyeri yang bertambah saat beraktifitas akibat dari osteoporosis. Gangguan musculoskeletal Gangguan sistem saraf

Saat berdiri dan berjalan tidak stabil dan butuh pertolongan dari bangun ke berdiriKeadaan ini terjadi akibat adanya gangguan sistem vestibuler yang berpengaruh terhadap sistem keseimbangan tubuh dan sebelumnya pasien pernah terjatuh di kamar mandi yang memungkinan terjadinya trauma pada tungkai. Gangguan sistem vestibuler : Deskuilibirium BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo) Gangguan muskuloskeletal

Kadang mengompolHal ini dapat disebabkan Karena adanya ganngguan pada sistem saraf otonom sehingga pasien tidak bisa menahan miksinya atau bisa terjadi karena pasien ini sulit untuk berjalan stabil sehingga pasien sulit untuk menuju kamar mandi atau karena adanya gangguan pada traktus urinarius itu sendiri. Gangguan persarafan Gangguan traktus urinarius

Tidak nafsu makan, lemas, sulit tidur, banyak bengong , menangisMasalah ini timbul setelah pasien mengalami stress yang cukup berat. Depresi

Gerakan melambat, tanpa ekspresi, timbul gerakan gerakan spontan pada tangan kanan. Parkinsons disease Efek samping obat

Gerakan pasien melambat, lemah, tidak stabil,Hal ini dapat terjadi akibat masalah yang terjadi sebelumnya yang menyebabkan pasien sulit bergerak untuk menahan rasa nyeri yang timbul saat dirinya beraktivitas. Deconditioning syndrome

E. PEMERIKSAAN FISIK DATAHASILINTERPRETASI

KesadaranCompos mentisnormal

Tekanan Darah130/70 mmHgNormal( optimal)

Nadi 90x/menitNormal ( N:

Pernapasan16x/mNormal ( N:

Suhu36,8 CNormal ( N: 36,5 37,2)

Paru

VesikulerRongki -/-Normal( tidak ada gg di Paru)

Jantung Bunyi jantung I dan II murniMurmur (-)Normal( tidak ada kelainan di katup Jantung)

AbdomenSupel, hepar dan Lien tidak teraba, bising usus (+) normalNormal

E. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. GERIATRIC DEPRESSION SCALE1. Apakah. Anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Ya/ TIDAK2. Apakah Anda telah meninggalkan banyak kegiatan / minat / kesenangan anda? YA/ tidak3. Apakah Anda merasa kehidupan anda hampa? YA/ tidak4. Apakah anda merasa sering bosan? YA/ tidak5. Apakah Anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya/ TIDAK6. Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirianda? YA/ tidak 7. Apakah Anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? ya / TIDAK8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya? YA/ tidak9. Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar danmengerjakan sesuatu yang baru? YA/ tidak10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat anda dibanding kebanyakan orang? YA/tidak11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan?Ya/ TIDAK12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini? YA/tidak13. Apakah anda merasa anda penuh semangat? Ya / TIDAK14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? YA/ tidak15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada anda? YA /tidak

Tiap jawaban bercetak tebal dan bergaris bawah mempunyai nilai 1 Skor antara 1-4 menunjukkan keadaan baik/tidk depresiSkor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresiSkor 10 atau lebih menunjukkan depresi

Pada pasien ini GDS 9. Ini menunjukan kemungkinan besar depresi.B. MMSEMINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE) Didapatkan pada pasien sebagai berikut :

Item Tes Nilai maks

ORIENTASI

1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), hari apa? 5

2 Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit), (lantai/kamar) 5

REGISTRASI

3 Sebutkan 3 buah nama benda ( jeruk, uang, mawar), tiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan 3

ATENSI DAN KALKULASI

4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata WAHYU (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw=2 nilai) 5

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)

5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3

BAHASA

6 Pasien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan ( pensil, arloji) 2

7 Pasien diminta mengulang rangkaian kata : tanpa kalau dan atau tetapi 1

8 Pasien diminta melakukan perintah: Ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipatlah menjadi dua dan letakkan di lantai. 3

9 Pasien diminta membaca dan melakukan perintah Angkatlah tangan kiri anda 1

10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat (spontan) 1

11 Pasien diminta meniru gambar di bawah ini

1

Skor Total 30 30

Pada Pasien ini MMSE skor = 25. Ini menunjukan bahwa pasien normal atau tidak mengalami gangguan kognitif.

C. ACTIVITY OF DAILY LIVING ( INDEKS ADL BARTHEL)

Fungsi

1Mengontrol Buang Air Besar012Inkontinensia/tak teraturKadang2 inkontinen (1 x seminggu)Kontinen teratur

2Mengontrol Buang Air Kecil0

12Inkontinen atau pakai kateter dan tak terkontrolKadang- kadang inkontinen (max 1x24)Mandiri

3Membersihkan diri (lap muka, sisir rambut, sikat gigi)01Butuh Pertolongan Orang Lain Mandiri

4Penggunaan Toilet, pergi ke dan WC (melepas, memakai celana, menyeka, menyiram)01

2Tergantung Pertololongan Orang LainPerlu beberapa pertolongan pada beberapa aktivitasMandiri

5Makan012Tidak MampuPerlu Seseorang memotong makananMandiri

6Berpindah Tempat dari tidur ke duduk01

23Tidak MampuPerlu banyak Bantuan untuk bias dusuk (2 orang)Bantuan minimal 1 orangMandiri

7Mobilisasi / berjalan0123Tidak MampuBisa berjalan dengan kursi rodaBerjalan dengan bantuan1 orangMandiri

8Berpakaian ( memakai baju)01

2Tergantun Orang LainSebagian dibantu (mis : mengancing baju)Mandiri

9Naik Turun Tangga012Tidak MampuButuh PertolonganMandiri

10Mandi01Tergantung Orang LainMandiri

Nilai ADL : 20 : Mandiri12-19 : Ketergantungan Ringan9-11 : Ketergantungan Sedang5-8 : Ketergantungan Berat0-4 : Ketergantungan Total

Pada Pasien ini, didapatkan Indeks Barthel 16 . Ini menunjukan bahwa pasien mengalami ketergantungan Ringan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.

HASIL X-Ray SERVIKAL

Vertebra servikal berdeviasi ke kanan, Osteoporosis, spondylosis cervical dengan penyempitan foramen vertebralis C5-C6 bilateral.

F. DIAGNOSIS KERJASyndrome Deconditioning. Yang disertai dengan; gangguan musculoskeletal seperti osteoporosis gangguan neurologi yaitu ditemukannya spondilosis servikal sehingga terjadi penyempitan C5-C6 yang mengakibatkan tertekannya nervus gangguan mental emosional yaitu ditemukannya depresi pada pasienPATOFISIOLOGIPerubahan perubahan pada beberapa sistem organ dan fungsi metabolik akan terjadi sebagai akibat dari Sindroma deconditioning. Perubahan pada pasien ini terdapat pada berbagai sistem organ yang menimbulkan berbagai komplikasi yang dapat memperberat penyembuhan, seperti: Sistem MuskuloskeletalPenuaan pada sistem musculoskeletal karena adanya penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa otot lebih banyak terjadi pada ekstremitas bawah. Sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikatdan lemak.Atrofi otot yang terjadi pada manula menyebabkan penurunan kekuatan otot, terutama otot-otot ekstremitas bawah. Kelemahan otot ekstremitas bawah ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan postural. Hal ini dapat menyebabkan kelambanan bergerak, langkah pendek-pendek, penurunan irama, kaki tidak dapat menapak dengan kuatdan cenderung tampak goyah, susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset dan tersandung. OsteoporosisOsteoporosis adalah suatu penyakit metabolic tulang yang di tandai dengan menurunnya massa tulang dan perubahan struktur tulang dengan akibat kecenderungan tulang untuk mengalami fraktur. Patogenesisnya berupa adanya peningkatan penyerapan tulang tanpa diikuti dengan pembentukan tulang, sehingga mempercepat kehilangan massa tulang. Wanita pasca menopause disebabkan karenadefisiensi hormone estrogen. Estrogen merangsang aktivasi osteoblast untuk mengatur osteoklast.Adanya defisiensi estrogen menyebabkan aktifitas osteoklast sehingga berakibat peningkatan penyerapan tulang.Defisiensi estrogen akan merangsang peningkatan PTH sehingga meningkatkan penyerapan tulang.

Sistem Neurologis Spondylosis cervicalLesi primer mungkin karena terjadinya kolaps diskus dengan protrusi anuler sekitar sekelilingnya.Ligament terdorong dari perlekatannya pada tepi badan ruas tulang belakang, terbentuknya osteofitreaktif, dan ligamennya sendiri menebal.Bersamaan dengan protrusianuler,osteofit dan ligament mengurangi diameter anteroposterior kanal spinal. Perubahan osteoartritik pada sendi neurosentral, yang berdekatandengan foramina C3-C7 menyebabkan proliferasi tulangselanjutnya, yang mempersempit foramina intervertebral yang sudah sempit oleh protrusi diskus dan osteofit. Mobilitas tulang belakang sendiri juga terganggu, terbatas karena perubahan diskus.2

ParkinsonBerkurangnya aktivitass ekresi dopamine di daerah pars kompakta dari substansia nigra, sehingga neuron ke striatum berkurang dan perubahan dalam aktivitas sirkuit saraf dalam basal ganglia yang mengatur gerakan. Hilangnyasel-sel ini mengarah ke gangguan gerak anhipokinetik.Kurangnya hasil dopamine di inti anterior ventral thalamus dalam pengiriman proyeksi rangsang ke korteks motor mengarah ke hipokinesia.3 Sistem Mental Emosional DepresiPada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin dan berbagai neurotransmitter lainnya.Teori biokimia dapat dijelaskan sebagai berikut: Menurunnya pelepasandan transport serotonin atau menurunnya kemampuan neurotransmisi serotonergic. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor. Menurunnya aktivitas dopamine. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.2,3

Gangguan Mental dan emosionalGangguan muskuloskeletalGangguan Neurologis

DepresiSpondylosis CervicalParkinsonOsteoporosis

Rasa kakuRasa LemahKetidakseimbanganRasa nyeri

Immobilisasi

Sindroma Deconditioning

A. PENATALAKSANAANTerapi holistik yang diberikan kepada pasien sebagai berikut:Non Medikamentosa Pasien disuruh mencoba untuk meningkatkan aktivitas sendiri dan dalam pengawasan terapis Asupan nutrisi yang adekuat (contoh : keju, susu,dll) Untuk inkontenesianya dimulai dengan terapi perilaku seperti pelatihan pegosongan kandung kemih. Kontrol tekanan darah secara teratur serta mobilisasi dini untuk mencegah terjadinya hipotensi Monitor asupan cairan dan makanan yang mengandung serat untuk mencegah konstipasi Rujuk ke multidisiplin (rehabilitasi medik, spesialis saraf, dll)Medikamentosa AmilodipinObat ini tetap dilanjutkan untuk mengontrol hipertensi pasien dengan menghambat Ca dipembuluh darah dan jantung . FluoxetineObat ini digunakan untuk megurangi depresi pasien. Menurunkan gejala psikomotor Diflunizal Obat ini digunakan untuk menurunkan nyeri pada pasien. AlendronatObat menghambat osteoklast dan mempunyai efek anabolik pada osteoblast

B. PROGNOSIS1. Ad Vitam: Dubia ad Bonam.2. Ad Sanationam: ad Malam.3. Ad Functionam: ad MalamBAB IVTINJAUAN PUSTAKAA. IMOBILISASIDefinisiImobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak anatomic tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologik. Didalam praktik medic, istilah imobilisasi digunakan untuk menggambarkan sebuah sindrom degernerasi fisiologis yang merupakan akibat menurunnya aktivitas atau deconditioning.EpidemiologiImobilisasi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup besar di bidang geriatric yang timbul sebagai akibat penyakit atau masalah psikososial yang diderita. Di ruang rawat inap geriatric RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 200 didapatkan prevalensi imobilisasi sebesar 33,6% dan pada tahun 2001 sebesar 31,5%.Gejala dan Penyebab 1. Rasa Lemah, seringkali disebabkan oleh: Malnutrisi, gangguan elektrolit, tidak digunakannya otot, anemia, gangguan neurologis, atau miopati.2. Rasa Kaku disebabkan oleh : Osteoarthritis, penyakit Parkinson, artritis reumathoid, gout, dan obat obatan anti psikotik.3. Rasa Nyeri disebabkan oleh : Kelainan tulang (Osteoporosis, osteomalacia, Pagets disease, metastase kanker tulang, trauma) Kelainan sendi ( Osteoartritis , Arthritis rheumatoid, gout) Kelainan Otot ( Polimialgia, pseudoclaudication)4. Ketidakseimbangan disebabkan oleh: Kelemahan, faktor neurologis ( Stroke, kehilangan reflek tubuh, neuropati karena DM, malnutrisi, gangguan vestibular) Hipotensi orthostatic Obat obatan ( Diuretik, Anti hipertensi, Neuroleptik, antidepresan)5. Gangguan fungsi kognitifKomplikasi Imobilisasi1. Trombosissalah satu gangguan vaskular perifer yang penyebabnya bersifat multifactorial. Kondisi imobilisasi akan menyebabkan terjadinya akumulasi leukosit teraktivasi dan akumulasi Trombosit yang teraktivasi. Kondisi tersebut menyebabkan gangguan pada sel-sel endotel dan juga memudahkan terjadinya trombosis.2. Kelemahan otot: imobilisasi lama akan mengakibatkan atrofi otot dengan penurunan ukuran dan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2 persen sehari. Kelemahan otot pada pasien dengan imobilisasi seringkali terjadi dan berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan, dan jatuh.3. Kontraktur otot dan sendi: pasien yang mengalami tirah baring lama beresiko mengalami kontraktur karena sendi-sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul rasa nyeri yang menyebabkan seseorang semakin tidak mau menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut.4. Osteoporosis: timbul sebagai akibat tidak keseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang.5. Ulkus dekubitus: pasien imobilisasi tidak bergerak pada malam hari karena tidak adanya gerakan pasif maupun aktif. Faktor resiko timbulnya ulkus dekubitus ialah semua jenis penyakit dan kodisi yang menyebabkan seseorang terbatas aktivitasnya.6. Infeksi saluran kemih: aliran urin juga terganggu akibat tirah baring yang kemudian menyebabkan infeksi saluran kemih lebih mudah terjadi. Inkontinensia urin juga sering terjadi pada usia lanjut yang mengalami imobilisasi.

7. Gangguan nutrisi: imobilisasi akan mempengaruhi sistem metabolic dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabilosme zat gizi.8. Konstipasi dan skibala merupakan masalah utama pada usia lanjut dengan imobilisasi, karena akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon.Upaya pencegahan komplikasiPencegahan timbulnya komplikasi dapat dilakukan dengan memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap imobilisasi. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi penatalaksanaan farmakologik dan Non farmakologik1. Non FarmakologisPenatalaksanaan non farmakologis memegang peran penting dalam mencegah terjadinya komplikasi akibat imobilisasi. Berbagai upaya yang dapat dilakukan adalah dengan beberapa terapi fisik dan latihan jasmani secara teratur. Pada pasien yang mengalami tirah baring total, perubahan posisi secara teratur dan latihan di tempat tidur dapat mencegah terjadinya kelemahan dan kontraktur otot serta kontraktur sendi. Selain itu mobilisasi dini berupa turun dari tempat tidur, berpindah dari tempat tidur ke kursi dan latian fungsional dapat dilakukan secara bertahap. Latihan isometric secara teratur 10-20% dari tekanan maksimal selama beberapa kali dalam sehari dapat dilakukan untuk mempertahankan kekuatan isometric. Untuk mencegah terjadinya kontraktur otot dapat dilakukan latihan gerakan pasif sebanyak satu atau dua kali sehari selama 20 menit.Untuk mencegah terjadinya decubitus, hala yang harus dilakukan adalah menghilangkan penyebab terjadinya ulkus yaitu bekas tekanan pada kulit. Untuk itu dapat dilakukan perubahan posisi lateral 30 derajat, penggunaan kasur anti decubitus atau menggunakan bantal berongga. Pada pasien dengan kursi roda dapat dilakuakan reposisi setiap jam atau diistirahatkan dari duduk. Melatih pergerakan dengan memiringkan pasien ke kiri dan ke kanan serta mencegah terjadinya gesekan juga mencegah decubitus. Pemberian minyk setelah mandi atau mengompol dapt dilakukan untuk mencegah maserasi.Program latihan jasmani yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi pasien, berdasarkan ada tidaknya penyakit, status iobilisasinya, tingkat aktivitas, dan latihannya. Pasien yang baru sembuh dari penyakit akut tetapi masih belum banyak bergerak harus menghindari latihan jasmani yang berat secara tiba tiba.Kontrol tekanan darah secara teratur dan pengguanan obat obatan yang menyebabkan penurunan tekanan darah serta mobilisasi dini perlu dilakukan untuk mencegah hipotensi. Latihan kekuatan otot serta kontraksi abdomen dan otot pada kaki menyebabkan aliran darah balik vena lebih efisien. Khusus untuk mencegah terjadinya thrombosis, dapat dilakukan kompresi intermitten pada tungkai bawah Teknik tersebut meingkatkan aliran darah dari vena kaki dan menstimulasi aktivitas fibrinolitik. Kompresi intermitten bebas dari efek samping tapi merupakan kontra indikasi pada pasien dengan vascular perifer.Monitor asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, perlu untuk mencegah terjadinya konstipasi dan malnutrisi pada pasien imobilisasi. Pemberian vitamin dan mineral penting untuk pasien yang mengalami hipokinesis.2. FarmakologisPenatalaksanaan farmakologis yang diberikan sebagai salah satu upaya pencegahan komplikasi akibat imobilisasi, terutama pencegahan terhadap terjadinya thrombosis. Pemberian antikoagulan dapat diberi pada pasien geriatric dengan imobilisasi. Low dose heparin merupakan profilaksis yang aman untuk pasien geriatric dengan imobilisasi dan resiko thrombosis non pembedahan terutama stroke. Namun pemberian antikoagulan pada pasien geriatric perlu dilakukan dengan penuh pertimbangan. Penurunan faal organ ginjaldan hati serta adanya interaksi obat terutama antara warfarin dengan beberapa obat analgetik atau NSAID merupakan hal yang harus amat diperhatikan

B. Gangguan Muskuloskeletal pada lansiaPendahuluanGangguan muskuloskeletal pada usia lanjut merupakan salah satu dan demikian banyak kasus geriatri yang lazim dijumpai di praktik sehari-hari. Pada kenyataannya, sedikit sekali jenis kelainan muskuloskeletal yang bersifat endemis pada usia lanjut. Tidak dapat disangkal bahwa kaum usia lanjut lebih sering menderita osteoarthritis, penggantian sendi melalui tindakan bedah, maupun kelainan kronis padarotator cuff. Untuk dapat memahami kelainan muskuloskeletal pada kelompok usia lanjut, perubahan-perubahan seiring dengan pertambahan usia yang timbul pada otot, tulang, persendian, jaringan ikat, dan persarafan harus diketahui.Efek dari Ketuaan dan Disuse Terhadap TubuhSistem OtotHampir tidak mungkin dibedakan efek dari ketuaan dengandisusepada tubuh manusia karena keduanya saling berkaitan. Pada umumnya, seseorang yang mulai tua akan berefek pada menurunnya aktivitas. Penurunan aktivitas akan menyebabkan kelemahan serta atropi dan mengakibatkan kesulitan untuk mempertahankan serta menyelesaikan suatu aktivitas. Selain itu, berbagai kondisi medis yang lebih prevalen di saat usia lanjut cenderung akan menghambat aktivitas rutin pada individu tersebut.Perubahan yang jelas pada sistem otot saat usia lanjut adalah berkurangnya massa otot, terutama mengenai serabut otot tipe II1,2. Penurunan massa otot ini lebih disebabkan oleh atropi3. Namun demikian, kehilangan dari serabut otot juga dijumpai2.Perubahan ini akan menyebabkan laju metabolik basal dan laju konsumsi oksigen maksimal berkurang4,5. Otot menjadi lebih mudah capek dan kecepatan kontraksi akan melambat. Selain dijumpai penurunan massa otot, juga dijumpai berkurangnya rasio otot dengan jaringan lemak.Perubahan-perubahan yang timbul pada sistem otot lebih disebabkan olehdisuse. Seseorang yang selalu aktif sepanjang umurnya, cenderung lebih dapat mempertahankan massa otot, kekuatan otot, dan koordinasi dibanding dengan mereka yang pola hidupnya santai (sedentary)3. Tetapi, harus diingat bahwa latihan/olah raga yang sangat rutin pun tidak dapat mencegah secara sempuma proses penurunan massa otot6. Individu yangberpola hidup santai dapat memperoleh kembali massa otot, kekuatan, dan ketahanan tubuhnya setelah terlibat pola latihan yang rutin walau pada usia yang lanjut3,7,8. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa program latihan dan olah raga dapat mencegah penurunan massa otot, bahkan mengembalikannya, tetapi pada kenyataannya tidak semua program tersebut berhasil. Penjelasan yang akurat mengenai keadaan tersebut belum dapat diterangkan dan tidak diketahui. Beberapa hipotesa menjelaskan bahwa efek kumulatif dari diet, kafein, merokok, dan alkohol dapat mempengaruhi proses perubahan sistem otot. Faktor lain seperti sistem endokrin dan perubahan pada susunan saraf pusat juga memegang peranan penting.Sistem TulangPada usia lanjut dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan kalsium tubuh, serta perlambatanremodellingdari tulang. Massa tulang akan mencapai puncak pada pertengahan usia duapuluhan (di bawah usia 30 tahun). Penurunan massa tulang lebih dipercepat pada wanita pasca menopause. Sama halnya dengan sistem otot, proses penurunan massa tulang ini sebagian disebabkan oleh usia dandisuse. Dengan menambah aktivitas tubuh, dapat memperlambat proses kehilangan massa tulang, bahkan mengembalikannya secara temporer. Tetapi, tidak terdapat bukti nyata bahwa aktivitas yang intensif dapat mencegah secara sempurna kehilangan massa tulang tersebut. Latihan yang teratur hanya dapat memperlambat laju kehilangan massa tulang. Dengan demikian, hanya mereka yang mampu hidup pada usia yang sangat lanjut yang mungkin akan menderita berbagai komplikasi dari hilangnya massa tulang seperti osteoporosis dan fraktur.Jaringan IkatKelenturan merupakan salah satu komponen dari kebugaran. Jaringan ikat yang tidak fleksibel lebih mudah timbul trauma. Pada manusia usia lanjut, dijumpai kehilangan sifat elastisitas dari jaringan ikat. Prosesdisusedapat menyebabkan pengerutan dari jaringan ikat sehingga kurang mampu mengakomodasikan berbagai pergerakan. Karena menjadi tidak fleksibel maka kelompok usia lanjut ini kurang dapat mentoleransi berbagai pergerakan yang berpotensi membawa kecelakaan dan lebih mudah terjatuh. Pada manusia berusia muda, diperkirakan kelenturan, kekuatan otot, dan koordinasi merupakanbuferdari kemungkinan trauma, tetapibuferini jelas berkurang, bahkan hilang pada kaum usia lanjut.Sistem PersarafanSelain dijumpai penurunan fungsi muskuloskeletal pada usia lanjut, sistem persarafan terutama kendali saraf juga mulai kurang berfungsi dengan baik dan bahkan hilang. Proses ketuaan akan menyebabkan hilangnya sel-sel otak secara perlahan. Ini bermanifestasi pada penurunan gerakan motorik halus dan koordinasi. Selain itu, juga ditemukan penurunan kecepatan konduksi saraf, pemanjangan waktu reaksi, perlambatan pengolahan data oleh sistem saraf pusat, dan penurunan fungsi propiosepsi serta keseimbangan.Disusedapat mengeksaserbasi proses ini walau bukan merupakan satu-satunya penyebab penurunan fungsi saraf.Bentuk Gangguan Muskuloskeletal pada Usia LanjutPenyakit Sendi Degeneratif (PSD)Dengan alasan yang tidak diketahui, sendi cenderung mengalami deteriorasi seiring dengan pertambahan usia. Kondisi ini dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoarthritis. Proses ketuaan sendiri tidak menyebabkan deteriorasi, tetapi mengkomplikasi proses tersebut.Pada tahap awal dari, PSD terlihat tulang rawan dari sendi mengalami kerusakan dan timbul usaha untuk memperbaiki proses tersebut. Pada beberapa keadaan tertentu, proses perbaikan berjalan mulus, tetapi karena proses degenerasi berjalan lebih cepatmelebihi proses perbaikan maka tulang rawan akan kehilangan kandungan proteoglikan dan kondrosit sehingga timbulpittingsertafissuradisertai erosi. Untuk menkompensasi perubahan struktur tersebut, tulang yang berada di bawah tulang rawan akan mengalami sklerosis dan tulang yang berada di tepi persendian akan membentuk osteofit (spurs).Proses degenerasi pada persendian dapat dijumpai pada hampir semua manusia usia lanjut. Namun, kenyataannya tidak sedikit dari mereka yang berusia 30 tahun atau lebih muda juga mengalami proses tersebut pada beberapa sendi. Fenomenawear and teardapat merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap proses degenerasi tersebut, terutama pada sendi yang abnormal. Faktor- faktor lain seperti predisposisi genetik, riwayat trauma pada persendian, obesitas, nutrisi, danoverusedapat berinteraksisecara kompleks dalam proses degenerasi sendi. Proses degenerasi sendi cenderung mengenai sendi tertentu dan nyeri sendi tidak selalu timbul. Hingga saat ini, sulit mencari penjelasan mengapa individu tertentu yang jelas terlihat kerusakan sendi sedemikian parah secara radiologis hanya mengeluh sedikit nyeri dan bahkan sama sekali tidak ada keluhan. Sementara, pada individu lain, dengan sedikit saja perubahan patologis pada sendi menyebabkan keluhan yang berat, bahkan menyebabkan inkapasitasi (ketidakberdayaan).Terapi dari PSD bersifat multimodalitas. Menangani nyeri dengan analgesik ataupun NSAIDs merupakan tindakan dasar. NSAID dapat membantu mengendalikan proses inflamasi pada sendi yang terlibat dan dalam beberapa kasus tertentu mungkin diperlukaninjeksi steroid intraartikular. Jika digunakan secara berlebihan bahkan mempercepat proses kerusakan sendi. Injeksi steroid intraartikular sebaiknya tidak dilakukan terlalu sering dan penyuntikan setiap 3 bulan atau 2 bulan sekali sangat tidak dianjurkan.Pemberian obat analgesik sebaiknya saat nyeri saja, tetapi pada beberapa individu kadang memerlukan terapi jangka panjang. Dalam hal ini, efek samping obat merupakan salah satu pertimbangan. Dalam pengobatan jangka panjang, alternatif lain harus dipikirkan seperti aplikasi panas/dingin pada sendi untuk meringankan keluhan, pemakaiansplintuntuk menyokong sendi, dan teknik konservasi energi untuk mencegahflareup. Sebagai tambahan, latihan/olah raga ringan juga diperlukan untuk mencegah kontraktur dandeconditioning. Latihan rutin berupaweight-bearing exercisediselingi dengan istirahat yang sesuai akan merangsang nutrisi pada tulang rawan serta memperkuat otot-otot periartikuler. Latihan dan olah raga tersebut harus dihindari pada saat inflamasi akut9.Pada kasus PSD parah dengan nyeri yang refrakter dengan terapi atau sendi yang sudah kehilangan fungsinya, tindakan seperti arthrodesis sendi, osteotomi, ataupunarthroplastydapat menjadi pertimbangan. Penggantian sendi (joint replacement) dapat ditolerir dengan baik oleh kelompok usia lanjut.Nyeri Leher dan PunggungNyeri pada leher dan punggung dapat timbul pada semua kelompok usia, tetapi penyebabnya berbeda beda. Pada kelompok usia muda, penyebabnya lebih cenderung akibat penyakit pada jaringan ikat sepertiReiter's syndromeatauankylosing spondylitisyang bermanifestasi sebagai nyeri punggung dan nyeri sendi sakroiliaka. Pada kelompok usia pertengahan, penyebab nyeri leher umumnya bersumber darimyofascial pain syndromedan nyeriposttraumatic. Sedangkan penyebab nyeri punggung pada kelompok ini sering berupa hernia dari diskus intervertebralis. Pada kelompok usia lanjut, penyebab tersering dari nyeri leher dan punggung dapat berupa PSD, fraktur osteoporotik, ataupun spinal stenosis.Penyakit sendi degeneratif (PSD) umumnya mengenai sendifacet. Pada keadaan ini, nyeri sering tercetuskan oleh gerakan ekstensi dan rotasi dari tulang spinal. Gerakan fleksi akan mengurangi keluhan nyeri. Terapi dari PSD spinal terdiri dari pemberian NSAID, latihan memperkuat otot punggung, dan instruksi mengenai pola pergerakan sendi spinal untuk mencegah timbulnya keluhan nyeri. Suntikan langsung pada sendi facet kadang diperlukan untuk kasus yang ekstrim. Pada keadaan degenerasi yang berat dimana telah terjadispondylolisthesis, diperlukan program latihan sepertiisometric flexion strengthening exercisedan kemungkinan diperlukan ortosis lumbosakral.Fraktur osteoporotik merupakan kejadian akhir dari suatu proses osteoporosis. Fraktur ini sering mengenai tulangvertebra thoracalisataupun lumbalis. Nyeri sendi umumnya berkurang pada saat fraktur mulai sembuh dan memerlukan waktu beberapa bulan. Fraktur ini sering menyebabkan deformitas berupa kifosis. Jika tidak dijumpai defisit neurologis, maka penanganan fraktur kompresi akut ini adalah pada periode istirahat yang singkat, pemberian analgesik, dan penderita dianjurkan untuk segera kembali ke aktivitas bila kondisi klinis memungkinkan. Posisi seperti fleksi harus dicegah. Pemakaianback bracetidak selalu dapat ditolerir oleh usia lanjut dengan fraktur kompresi.Spinal stenosis tidak jarang dijumpai pada kelompok usia lanjut dan umumnya timbul pada daerahvertebra cervicalisserta lumbalis. Stenosis juga dapat timbul pada area intervertebra foramina, yaitu daerah dimana nervus spinalis keluar dari canalis vertebralis. Stenosis yang terjadi setinggivertebra cervicalisdapat menyebabkan myelopati atau kerusakanspinal cord. Kondisi ini akan memberikan tanda-tandalower motor neuronpada setinggi daerah lesi dan gambaranupper motor neuronpada daerah di bawah lesi. Penderita sering mengeluh rasa kebas, semutan, dan kelemahan, terutama pada lengan atas dan tangan. Pada kasus yang lebih berat, dapat dijumpai spastisitas, hiperefleksia, dan timbulnya refleks patologis, terutama pada ekstremitas bawah. Diagnosa dapat dilakukan dengan elektromiografi dan dikonfirmasi dengan myelogram, CT, ataupun MRI. Terapi bersifat konservatif dengancervical collar,NSAID, dan latihan fisik ringan. Bila keluhan penderita sedemikian menganggu aktivitas harian maka tindakan dekompresi secara operatif harus dilakukan.Gambaran klinis dari stenosis vertebra lumbalis sering berupa klaudikasio neurogenik (pseudoclaudicatio). Dalam klinik, perlu dibedakan klaudikasio murni akibat terganggunya aliran darah arterial ke tungkai denganclaudicatio neurogenik.Pada klaudikasio murni, nyeri tungkai dapat diprediksikan setelah suatu interval pergerakan tungkai. Simtom daripseudoclaudicatiolebih bervariasi dan umumnya nyeri timbul bila dilakukan ekstensi punggung dan saat berdiri (tidak hanya berjalan). Simtom tidak muncul saat olah raga dalam posisi sendi spinal dalam keadaan fleksi (seperti posisi bersepeda ataupun berjalan dengan membungkuk ke depan). Gambaran inilah yang sering membedakannya dengan klaudikasio murni, di mana nyeri akan berkurang saat istirahat dan tidak tergantung pada posisi sendi spinal.Stenosis spina lumbalis sering diterapi dengan program latihan fleksi pada lumbal pemakaian korset, ataupun dengan sepatushock-absorbing. Pada beberapa kasus mungkin diperlukan operasi dekompresi.Spinal stenosis pada area foramina intervertebralis (lateral stenosis) akan memberikan gambaran radikulopati sesuai dengan nervus spinalis yang terkena. Terapi umumnya bersifat konservatif dengan NSAID, injeksi kortikosteroid epidural,nerve root sleeve,ataupun pemberian oral. Tindakan operatif berupa dekompresi kadang diperlukan dalam beberapa kasus10. Pada kasus dimana lateral stenosis disertai dengan hernia nukleus pulposus, terapi secara operatif jauh lebih berhasil dibanding konservatif11.Selain beberapa kondisi yang disebut di atas, kelompok usia lanjut juga cenderung menderita nyeri leher dan punggung yang disebabkan oleh metastasis karsinoma, nyeri leher akibatrheumatoid arthritis, dan nyeri posttraumatik. Pada kelompok usia muda,ligamentum flavumdi bagian posterior dari canalis spinalis bersifat fleksibel dan elastis, tetapi di saat usia bertambah lanjut elastisitasnya akan berkurang. Akibatnya, suatu gerakan hiperekstensi seperti pada gerakanwhiplash(fleksi-ekstensi) pada kecelakaan kenderaan bermotor akan menyebabkan trauma padaspinal cordsehingga menyebabkan nyeri leher.Nyeri BahuPenyebab yang tersering dijumpai adalahchronic rotator cuff tears. Terapinya serupa dengan yang dilakukan pada kaum berusia muda, hanya pada kasus yang lebih kronis tindakan konservatif lebih berfaedah dibanding dengan operatif. Jika telah dilakukan tindakan operatif maka harus dicegah imobilisasi yang terlalu lama karena akan menimbulkancapsulitis adhesiva.Kelainan yang juga sering menyebabkan nyeri bahu pada usia lanjut adalah ruptur dari tendon biseps. Ruptur menyebabkan pengurangan kekuatan otot biseps dan tindakan pembedahan diperlukan untuk mengembalikan kekuatan otot biseps.Kelainan PSD pada bahu sering menyebabkan keluhan yang berat. Pada kebanyakan kasus caput humeri akan bermigrasi ke superior dan terkunci ke dalam akromion sehingga akan menyebabkan nyeri yang serius. Tindakan seperti arthrodesis dapat dilakukan walau pada kenyataannya tindakan penggantian sendi total jauh lebih berguna dalam mengurangi nyeri dan disfungsi anggota gerak.Nyeri bahu pada usia lanjut juga dapat disebabkan oleh adanya pengalihan nyeri dari tempat yang lain (referred pain). Kelainan patologis yang primer umumnya terletak pada vertebra cervicalis, otot paraspinal dan otot leher, plexus brachialis, ataupun suatu tumor paru apical (Pancoast's tumor).

Nyeri pada KakiKaki merupakan struktur anatomi yang kompleks yang berfungsi untuk berjalan dan sebagai platform saat berdiri. Perubahan anatomi yang normal juga dijumpai pada kaki saat tua. Pada manusia usia lanjut, dapat dijumpai atropi bantalan lemak pada telapak kaki. Bantalan ini berfungsi sebagaishock absorbersehingga terjadinya atropi akan menyebabkan penambahan tekanan pada struktur kaki.Keluhan nyeri pada kaki dapat disebabkan kelainan PSD pada sendi sendi di kaki, neuropati perifer, dan penyakit jaringan ikat yang melibatkan kaki. Suatu kondisi yang disebabkan oleh penggunaan kaki yang berlebih (overuse) adalahAchilles tendonitis. Kondisi ini tidak begitu sering pada usia lanjut.Achilles bursitismerupakan kelainan yang cukup banyak dijumpai dimana terjadi proses inflamasi dari bursaretrocalcaneusyang disebabkan iritasi mekanis oleh sepatu. Penanganan kondisi struktur tendon Achilles dan jaringan sekitarnya bersifat konservatif.Nyeri pada tumit sering disebabkan oleh atropi dari bantalan tumit dan makin diperburuk pada individu yang gemuk. Plantar fasciitis juga menyebabkan nyeri di area tumit, terutama pada aspek anterior dari tulang calcaneus. Kondisi ini ditangani dengan merendam kaki dalam air hangat, pemberian NSAID, dan penggunaan orthosis sepatu.Hallux valgus lebih sering dijumpai pada kaum wanita yang disebabkan oleh sering memakai sepatu tumit tinggi dengan ruang sepatu bagian depan yang sempit. Hallux valgus sering menyebabkan nyeri dan kadang bisa menjadi ulkus serta mengalami infeksi sekunder. Sementara itu, hallux rigidus lebih sering disebabkan oleh PSD.Metatarsalgia juga merupakan gangguan berupa nyeri pada kaki, terutama pada wanita berusia di atas 40 tahun akibat atropi bantalan lemak dari kaki dan pemakaian sepatu bertumit tinggi. Metatarsalgia juga dapat disebabkan oleh trauma berulang-ulang pada kaki akibat bantalan sepatu yang tidak bagus.Pertimbangan Pemberian Obat pada Manusia Usia LanjutProses ketuaan akan menyebabkan serangkaian perubahan dalam tubuh yang akan mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat yang diberikan. Pada usia lanjut, absorbsi obat dalam saluran pencernaan mengalami penurunan, tetapi efek ini bersifat minor sehingga tidak diperlukan penambahan dosis obat.Dalam tubuh manusia usia lanjut, terjadi perubahan komposisi cairan dan jaringan tubuh. Jaringan lemak umumnya bertambah seiring dengan proses ketuaan sehingga obat yang bersifat lipofilik akan tersimpan di jaringan lemak. Akibatnya, akan dibutuhkan waktu lebih lama untuk menampakkan efek klinisnya, juga akan memperlambat eliminasi obat dari tubuh seandainya obat tersebut telah dihentikan. Kandungan air dalam tubuh manusia usia lanjut lebih rendah. Hal ini menyebabkan kadar obat yang bersifat hidrofilik dalam serum akan lebih tinggi. Kadar albumin yang relatif rendah di dalam tubuh manusia usia lanjut juga akan menyebabkan kadar obat yang tidak terikat dengan albumin lebih tinggi. Proses eliminasi obat dari tubuh juga mengalami perubahan karena kapasitasnya berkurang, baik melalui jalur hepatik maupun renal. Secara umum, dapat dikatakan bahwa efek samping dan toksik lebih mudah timbul pada kelompok usia lanjut. Karena manusia usia lanjut juga cenderung menggunakan banyak jenis obat, maka bahaya interaksi obat juga akan bertambah.Golongan NSAID merupakan kelompok analgesik yang sering digunakan. Pada penderita usia lanjut, efek samping yang tersering adalah timbulnya ulkus lambung, perdarahan saluran pencernaan, dan gagal ginjal akut. Golongan salisilat cenderung menyebabkan asidosis metabolik. Dari semua golongan NSAID, sulindac ternyata kurang toksik terhadap ginjal.Acetaminophen adalah obat yang sangat aman, tetapi harus diingat bahwahalf lifeobat ini akan meningkat pada usia lanjut. Pada penderita dengan gangguan fungsi hati, akan menyebabkan gagal hati akut bila pemakaian dalam dosis tinggi. Analgesik narkotik umumnya tidak menunjukkan problema khusus pada usia lanjut, kecuali efek sampingnya seperti penekanan fungsi susunan saraf pusat, depresi pusat pernapasan, dan konstipasi. Pada kasus nyeri ringan, diusahakan tidak menggunakan analgesik golongan ini.Kortikosteroid merupakan obat anti inflamasi yang sangat poten dan juga sangat kuat menekan fungsi kelenjar adrenal. Pemakaian kortikosteroid yang lama akan memperburuk kondisi diabetes mellitus dan osteoporosis, dua keadaan yang sangat sering dijumpai dalam kasus geriatrik.BAB VKESIMPULAN

Sindroma deconditioning terjadi pada beberapa sistem, yaitu: sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, respirasi, kulit, gastrointestinal, genitourinaria, metabolisme, nutrisi, endokrin, neurologi, emosi, dan intelektual. Dikarenakan merupakan gabungan dari berbagai gangguan sistem, jd penentuan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, x-ray dan pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan kelainan spesifik yang terkait pada suatu sistem.

Deconditioning dapat ditangani karena bersifat reversible. Parameter ganguan setiap sistem dilnilai melalui AKS/ADL, ini digunakan untuk pasien dengan disabilitas kronis.Prinsip penanganan adalah program latihan yang terarah yang bersifat individual, diawali dengan evaluasi yang teliti, dan harus selalu dimonitor dan di evaluasi ulang.

BAB VIDAFTAR PUSTAKA1. Ropper AH, Brown RH. Principles of Neurology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.2. Baldwin DS, Birtwistle J. An Atlas of Depression. UK: The Parthenon Publishing Group; 2002.3. Cassel CK, Leipzig RM, Cohen HJ, Larson EB, Mejer DE. Geriatric Medicine. 4th ed. New York: Springer-Verlag; 2003.4. Kalu DN, Masaro EJ. The biology of aging, with particular reference to the musculoskeletal system.Clin Geriatr Med1988; 4:257-267.5. Larsson L, Sjodin B, Karlson J. Histochemical and biochemical changes in human skeletal muscle with age in sedentary males, age 22-65 years.Acta Physiol Scand1978; 103:31-39.6. Klitgaard H, Mantoni M, Schiaffino S, et al. Function, morphology and protein L expression of ageing skeletal muscle: A cross sectional study of elderly men with different training background.Acta Physiol Scand1990; 140:41-54.7. Fleg JL, Lakatta EG. Role of muscle loss in the age-associated reduction in V02max.J Appl Physiol1988; 65:1147-1151.8. Tzankoff SP, Norris AH, Effect ofmusclemass decrease on age-related BMR changes.J Appi Physiol1977; 43:1001-1006.9. Pollock ML, Foster C, Knapp D, et al. Effect of age and training on aerobic capacity and body composition of master atheles.J Appl Physiol1987; 62:725-731.10. Frontera WR, Meredith CN, 0'ReiUy KP, et al. Strength conditioning in older men: Skeletal muscle hypertrophy and improved function.J Appl Physiol1988; 64:1038-1044.11. Larsson L. Physical training effects of muscle morphology in sedentary males at different ages.Med Sci Sports Exerc1982; 14:203-206.12. McKeag DB. The relationship ofosteoarthritis and exercise.Clin Sports Med1992:11:471-488.13. Turner JA, Ersek M, Herron L, et al. Surgery for lumbar spinal stenosis- attempted meta-analysis of the literature.Spine1992; 17:1-8.

1