Makalah Gejolak Buta Huruf Di Indonesia
Click here to load reader
-
Upload
intan-permata-asti -
Category
Documents
-
view
323 -
download
0
description
Transcript of Makalah Gejolak Buta Huruf Di Indonesia
Makalah Gejolak Buta Huruf di Indonesia
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Buta aksara merupakan jendela untuk melihat dunia. Artinya, jika orang bisa membaca, dia
melihat dunia baru dan segala perkembangannya, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) serta teknologi informasi (TI). Itu berarti bahwa pemerintah belum bisa mencapai
tujuan tersebut. Walaupun sudah dilakukan upaya-upaya untuk memberantas buta aksara,
tetapi buta aksara masih banyak, karena terdapat banyak kendala-kendala yang dihadapi,
misalnya mereka yang buta aksara itu tidak mau belajar membaca, menulis, berhitung serta
berkomunikasi. Walaupun sudah ada kemauan tetapi terhambat oleh kemiskinan. Setiap
pemerintah daerah harus menganggarkan 20% untuk pendidikan di APBDnya, dan
pemerintah juga harus membiayai pendidikan warganya alias menggratiskan biaya sekolah
minimal sampai ke tingkat SMP.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian buta huruf?
2. Bagaimana gejolak buta huruf di Indonesia?
3. Bagaimana cara penyelesaian buta aksara?
4. Apa kendala yang dihadapi dalam memberantas buta aksara?
5. Apa contoh upaya nyata yang dilakukan pemerintah Indonesia?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian buta huruf.
2. Mengetahui gejolak buta huruf di Indonesia.
3. Mengetahui cara penyelesaian buta aksara.
4. Mengetahui kendala yang dihadapi untuk memberantas buta aksara.
5. Mengetahui contoh upaya nyata yang dilakukan pemerintah Indonesia.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BUTA HURUF
Buta aksara adalah ketidakmampuan membaca dan menulis baik bahasa Indonesia maupun
bahasa lainnya. Buta aksara juga dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk
menggunakan bahasa dan menggunakannya untuk mengerti sebuah bacaan, mendengarkan
perkataan, mengungkapkannya dalam bentuk tulisan, dan berbicara. Dalam perkembangan
saat ini kata buta aksara diartikan sebagai ketidakmampuan untuk membaca dan menulis pada
tingkat yang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau dalam taraf bahwa seseorang
dapat menyampaikan idenya dalam masyarakat yang mampu baca-tulis, sehingga dapat
menjadi bagian dari masyarakat tersebut.
B. BUTA HURUF DI INDONESIA
Tabel Penduduk Buta Huruf di Indonesia Menurut Kelompok Umur Tahun 2011
No Provinsi Umur 0-15
1. Aceh 4,16
2. Sumatera Utara 3,17
3. Sumatera Barat 3,80
4. Riau 2,39
5. Kepulauan Riau 2,33
6. Jambi 4,48
7. Sumatera Selatan 3,35
8. Kepulauan Bangka Belitung 4,40
9. Bengkulu 4,87
10. Lampung 4,98
11. DKI Jakarta 1,17
12. Jawa Barat 4,04
13. Banten 3,75
14. Jawa Tengah 9,66
15. DI Yogyakarta 8,51
16. Jawa Timur 11,48
17. Bali 10,83
18. Nusa Tenggara barat 16,76
19. Nusa tenggara timur 12,37
20. Kalimantan Barat 9,97
21. Kalimantan tengah 3,14
22. Kalimantan selatan 4,34
23. Kalimantan Timur 3,01
24. Sulawesi Utara 1,15
25. Gorontalo 5,31
26. Sulawesi Tengah 5,49
27. Sulawesi selatan 11,93
28. Sulawesi barat 12,39
29. Sulawesi tenggara 8,71
30. Maluku 3,37
31. Maluku Utara 3,99
32. Papua 35,92
33. Papua Barat 7,59
Indonesia 7,19
Dengan karakteristik untuk dapat mencapai target sasaran penurunan buta huruf harus
diperluas ke penduduk berusia tua. Sejumlah provinsi dengan tingkat penyandang buta aksara
cukup tinggi di antaranya Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Barat,
Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Secara global, Indonesia termasuk dalam daftar 34 negara yang angka buta hurufnya
tinggi. Global Monitoring Report menyebutkan negara Indonesia ada di peringkat ke tujuh
setelah antara lain China, India dan Bangladesh. Total angka buta huruf di Indonesia tersebut
di atas merupakan 9% dari jumlah total penduduk Indonesia. Dua pertiga atau sekitar 66% di
antaranya adalah perempuan yang berlatar belakang keluarga miskin atau tinggal di daerah
terpencil. Sekitar 77% dari populasi buta huruf tersebut adalah orang dewasa berusia 45 tahun
ke atas, sedangkan sisanya berusia antara 15 tahun dan 45 tahun. Angka buta aksara menurut
jenis kelamin masih memperlihatkan ketertinggalan dan keterbatasan kesempatan bagi
perempuan dalam mengenyam pendidikan. Baik di perkotaan maupun di perdesaan
menunjukkan bahwa angka buta aksara pemuda perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.
Di samping itu, angka putus sekolah yang juga tinggi dan peserta program pemberantasan
buta huruf tidak dipelihara secara baik sehingga kemampuannya merosot atau bahkan lenyap.
Buta aksara yang ada di Indonesia sebenarnya telah ada sejak zaman penjajahan. Dari
pihak negara penjajah memang telah disengaja agar rakyat Indonesia menjadi lebih
terbelakang dan bodoh-bodoh agar nantinya tidak merugikan mereka yang menjajah. Pada
masa tersebut, tidak ada sekolah untuk rakyat yang bukan keturunan “ningrat”, sehingga
rakyat Indonesia yang miskin sama sekali tidak ada kesempatan untuk mengenyam
pendidikan dan terjadilah buta aksara. Hal ini sama sekali tidak menguntungkan rakyat
Indonesia sendiri, karena menjadikan penjajah makin lama menduduki Indonesia.
Buta huruf bukan sekadar tidak mampu membaca dan menulis, melainkan berpotensi
menimbulkan serangkaian dampak yang sangat luas. Kesuksesan penuntasan buta aksara bisa
meningkatkan indeks atau kualitas pembangunan manusia. Dan sebaliknya, kegagalan
penuntasan buta aksara akan berdampak negatif, tidak cuma pada penurunan indeks
pembangunan manusia, tapi juga menjadi penghambat pembangunan pada sektor lainnya.
Pemberantasan buta aksara tidak dapat langsung dilaksanakan. Namun memerlukan waktu
dan perancangan program yang tepat.
Dirjen PLSP Depdiknas Fasli Jalal (2004) mengatakan, buta aksara disinyalir menjadi
salah satu penghambat suksesnya wajib belajar 9 tahun. Dan berdasarkan penelitian, kalau
orangtua buta aksara, maka ada kecenderungan anaknya tak sekolah; jikapun sekolah,
berpotensi untuk putus sekolah.
Tinggi dan masih bertambahnya jumlah buta aksara karena masih ditemukan banyak
siswa usia SD yang tidak sekolah atau putus sekolah. Putus sekolah anak SD ini, lanjutnya
menjadi penyumbang terbesar bagi bertambahnya jumlah buta aksara di Indonesia karena
menurut penelitian UNESCO, jika peserta pendidikan sekolah dasar mengalami putus
sekolah khususnya ketika dia masih duduk di kelas I hingga kelas III, maka dalam empat
tahun tidak menggunakan baca tulis hitungnya, maka mereka akan menjadi buta aksara
kembali. Belum lagi masih banyak anak Indonesia yang belum memiliki kesempatan untuk
masuk sekolah karena orang tua atau keluarganya tidak mampu. Kondisi ini memaksa orang
tua untuk mempekerjakan anak mereka untuk mendatangkan pemasukan tambahan bagi
keluarga. Indonesia dapat dikatakan negara yang tergolong cepat dalam pemberantasan buta
aksara. Bahkan hal ini telah diakui oleh badan-badan dunia seperti UNESCO, UNICEF, serta
WHO. Hal ini menjadi sebuah prestasi tersendiri bagi pemerintah Indonesia khususnya. Oleh
karena itu, setiap tahunnya pemerintah mempunyai target sendiri dalam upaya memberantas
buta aksara.
Mengingat pentingnya penuntasan buta aksara, maka sejak tahun 1946 sampai kini
Pemerintah RI memprogramkan pemberantasan buta aksara tersebut. Gerakan Pemberantasan
Buta Aksara secara besar-besaran mulai dilakukan di bawah pemerintahan Presiden
Soekarno. Program yang berlanjut dengan program belajar Paket A teringrasi pendidikan
mata pencaharian. Keberhasilan program ini ditandai dengan penghargaan dari UNESCO
berupa Avicenna Award kepada Presiden Soeharto di tahun 1994. Pada tanggal 2 Desember
2004 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendeklarasikan Gerakan Nasional Percepatan
Pemberantasan Buta Aksara. Untuk mewujudkan hal itu, tahun 2006 keluar instruksi presiden
nomor 5 tahun 2006 Gerakan Wajib Belajar 9 Tahun. Namun ternyata GPBA di Indonesia
belum sepenuhnya menjangkau setiap daerah.
C. PENYEBAB BUTA HURUF DI INDONESIA
Faktor-faktor yang membuat seseorang menjadi buta aksara, diantaranya:
1. Penyebab buta aksara yang terjadi di Indonesia adalah karena mereka tidak pernah
bersekolah sama sekali atau putus sekolah yang disebabkan oleh banyak faktor yang
diantaranya adalah faktor budaya, sosial, politik, ekonomi, dan gender.
2. Kemiskinan.
Kemiskinan adalah faktor utama yang membuat seseorang menjadi buta aksara karena untuk
makan sehari-hari juga masih sulit apalagi untuk mengenyam bangku sekolah, meskipun
sekarang sudah yang namanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tapi dana tersebut
banyak di korupsi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
3. Jauh dengan layanan pendidikan.
Layanan pendidikan yang jauh juga menjadi faktor seseorang menjadi buta aksara, contohnya
saja di daerah pedalaman atau daerah terpencil sangat jauh ke sekolah dasar sekalipun,
apalagi ke sekolah lanjutan. Mereka yang di daerah terpencil harus berangkat pagi-pagi sekali
atau jam lima pagi karena jarak rumahnya dengan sekolah sangat jauh.
4. Orang tua menganggap bahwa sekolah itu tidak penting.
Orang tua menganggap bahwa sekolah adalah perbuatan yang sia-sia, tidak penting dan lebiih
baik menyuruh anak mereka untuk membantu berladang, berternak, berjualan,menggembalaa
hewan, atau bahkan mereka mereka menyuruh anak mereka untuk mengemis atau ngamen di
jalan.
D. CARA PENYELESAIAN BUTA HURUF
Buta aksara dapat diselesaikan dengan berbagai cara, diantaranya dengan:
1. Mengurangi jumlah anak yang tidak bersekolah.
Pemerintah harus berupaya untuk menekan anak usiaa sekolah yang tidak sekolah dan putus
sekolah yang diakibatkan oleh masalah kemiskinan, maupun yang diakibatkan oleh jauh dari
layanan pendidikan.Membuat cara-cara baru dalam proses pembelajaran.
2. Membuat cara-cara yang baru yang asyik agar peserta didik tidak bosan untuk belajar dan
menjaga kemampuan beraksara bagi peserta didik.
3. Adanya niat baik dan sungguh-sungguh dari pemerintah.
Pemerintah harus mempunyai niat yang baik, sungguh-sungguh dan serius untuk
memberantas buta aksara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia.
4. Pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah beserta ormas-ormas lain untuk
keberhasilan pelaksanaan program ini agar angka buta aksara di Indonesia dapat berkurang
semaksimal mungkin. Diharapkan dengan adanya bantuan dari ormas lain, angka buta aksara
dapat berkurang lebih cepat dan lebih terarah.
5. Pemerintah dapat bekerjasama dengan dinas pendidikan dimana upaya pemberantasan buta
aksara dilaksanakan oleh perguruan tinggi, utamanya oleh mahasiswa. Hal ini dikarenakan:
(pertama) para mahasiswa dapat dijadikan sebagai tutor yang telah mempunyai bekal
kemampuan akademis dan usia yang masih muda sehingga mempunyai idealisme yang tinggi
dalam rangka pencapaian tugas yang akan dibebankan. (kedua) mahasiswa akan lebih intens
bertemu dengan warga belajar karena berada di lingkungan warga belajar. (ketiga) dengan
pendekatan ini diharapkan waktu untuk pemberantasan akan empat kali lebih cepat dibanding
dengan yang ditangani oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan organisasi lain. (keempat)
adanya sebuah fakta bahwa nilai mahasiswa di mata masyarakat masih sangat tinggi sehingga
diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap program ini juga meningkat.
6. Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan
Buta Aksara.
7. Pemerintah menerapkan strategi untuk pemberantasan buta aksara seperti yang diusulkan
oleh UNESCO, yaitu (pertama) pemetaan jumlah penyandang buta aksara secara tepat.
(kedua) perluasan informasi dan sosialisasi pentingnya melek aksara. (ketiga) pemberdayaan
sekolah formal dan nonformal bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
(keempat) program pendidikan membaca secara inovatif melalui kegiatan di luar sekolah.
(kelima) menjalin kemitraan dengan UNESCO.
8. Perlunya keterlibatan berbagai pihak dalam upaya percepatan pemberantasan buta aksara.
9. Pemutakhiran data buta aksara secara objektif dan komprehensif.
10. Sosialisasi program pendidikan keaksaraan kepada masyarakat luas, terutama pada
masyarakat pedesaan agar jumlah penduduk buta aksara menurun melalui berbagai media.
11. Memperbesar alokasi dana penuntasan buta aksara pada APBN dan APBD yang saat ini
terkesan sangat kecil.
12. Mempersiapkan, menyediakan dan meningkatkan kapasitas penye-lenggaraan pendidikan
keaksaraan fungsional seperti ketenagaan, baik tenaga pelaksana maupun tutor,
meningkatkan insentif atau kesejahteraan bagi pelaksana, tutor dan penyelenggara pendidikan
keaksaraan fungsional lainnya, menyediakan sarana dan prasana pendidikan keaksaraan.
13. Meningkatkan kinerja pendidikan dasar bagi kelompok usia sekolah guna menghindari
penambahan jumlah buta aksara akibat bertambahnya angka putus sekolah.
14. Menata sistem manajemen pendidikan keaksaraan fungsional, yang berbasis pada masyarakat
(community based management), meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi.
15. Menyelenggarakan proses pembelajaran bagi orang dewasa (andragogi) secara efektif,
partisipatif dan tematik.
16. Menjalin kemitraan dengan stakeholders seperti kerjasama dengan perguruan tinggi melalui
berbagai aktivitas, di antaranya program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktek Pengalaman
Lapangan yang berkelanjutan, terutama pada fase pemberantasan dan pembinaan. Dengan
strategi komprehensif seperti itulah akan bisa diberantas masalah buta aksara di negeri ini.
17. Media sosial bisa membantu pengentasan buta aksara di Indonesia Pemerintah
menganggap jika media sosial bisa membantu pengentasan buta aksara di Indonesia.
Selain media ini populer di tanah air, keberadaannya digandrungi oleh anak-anak. Indonesia
adalah pasar potensial di dua media sosial mainstream tersebut. Untuk itulah pemerintah
melalui Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI)
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menganjurkan para pendidik dan pengajar
menggunakan media tersebut (internet) dalam proses belajar mengajar. Inilah potensi plus
yang dimiliki oleh Indonesia. Dari potensi ini sektor pendidikan pun bisa digarap.
Pemberantasan buta aksara bukan saja tugas pemerintah semata tapi itu tugas kita semua
selaku generasi penerus bangsa. Jadi semua pihak harus berpartisipasi untuk memberantas
buta aksara, contohnya ibu-ibu PKK harus ikut serta, organisasimasyarakat (Ormas),
mahasiswa yag sedang Kuliah Kerja Nyata (KKN), dan anggota TNI yang mempunyai
program TNI Manunggal Aksara.
E. KENDALA YANG DIHADAPI DALAM PEMBERANTASAN BUTA HURUF
Banyak sekali kendala yang dihadapi pemerintah untuk memberantas buta aksara mulai dari
peserta didik sampai kepada anggaran biaya untuk kegiatan tersebut. Kendala tersebut dapat
diperinci sebagai berikut:
1. Keterbatasan kemampuan peserta didik berbahasa Indonesia sehingga proses pembelajaran
terhambat. Peserta didik biasanya tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia sehingga terjadi
kendala yang dihadapi oleh pengajar yang mengajar karena tidak nyambungnya bahasa yang
dipergunakan, pengajar menggunakan bahasa Indonesia sedangkan peserta didik berbahasa
daerah.
2. Peserta didik kurang aktif dan masih malu-malu untuk mengikuti pembelajaran. Peserta didik
yang kurang aktif dalam pembelajaran mungkin karena peserta didik bosen dan malas dalam
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan malu untuk mengikutinya. Sehingga banyak sehingga
yang sudah mengikuti kegiatan tersebut yang tidak melanjutkan lagi.
3. Masih adanya anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Masih banyak ditemui anak usia
sekolah yang seharusnya sekolah tapi mereka malah berada di tempat-tempat yang tidak
layak, contohya mereka mengamen dan mengemis di perempatan di kota-kota besar, ada juga
yang memulung sampah baik di tempat pembuangan sampah atau di jalan-jalan, kalau di
pedesaan banyak yang menggembalakan hewan ternaknya.
4. Banyak yang putus sekolah setip tahunnya. Banyak anak usia sekolah yang sudah bersekolah
setengah jalan tapi tidak dilanjutkan atau putus sekolah. Hal ini disebabkan oleh factor
kemiskinan. Meskipun sudah ada Bantuan Operasional Sekolah tapi sebagian dari mereka
tidak menikmati dana tersebut karena diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
5. Pengajar yang kurang Professional. Pengajar harus seprofesional mungkin, pengajar harus
mempunyai cara-cara dalam proses pembelajaran dan pengajar harus di beri pelatihan lagi
oleh dinas pendidikan.
6. Program pemberdayaan bukan sebagai program berkelanjutan tapi hanya program sesaat.
Program memberantas buta aksara yang seharusnya menjadi program berkelanjutan malah
menjadi program yang sesaat. Hal ini bisa terjadi karena pengajar dan peserta didik bosan dan
bisa juga anggaran atau gaji untuk para pengajar tidak lagi turun.
7. Kemampuan pemerintah (dalam penyediaan dana) yang terbatas. Pemerintah harus
menyediakan anggaran pendidikan mininmal 20% di APBDnya, namun anggaran tersebut
sering diselewengkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
8. Banyak masyarakat penyandang buta aksara sudah terlalu tua sehingga kemampuan
menyerap ilmu lebih lambat, belum lagi yang menderita gangguan pebgluhatan karena usia
mereka yang sudah tidak muda lagi.
9. Adanya data yang tidak valid atau peserta fiktif. Hal ini dikarenakan mungkin karena tidak
ada peminat untuk mengikuti diklat dalam upaya pemberantasan buta aksara. Mereka yang
tidak ikut kebanyakan telah mempunyai kesibukan sendiri seperti bekerja di saawah ataupun
menjadi ibu rumah tangga.
10. Dalam pelaksanaan program, terlalu memakan waktu sehingga tidak efisien bagi mahasiswa
yang mempunyai kesibukan sendiri.
F. CONTOH UPAYA NYATA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH INDONESIA
Contoh nyata upaya pemerintah dalam program pengentasan buta aksara ini antara lain
pada tahun 2005, Depdiknas telah menyusun Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan
Nasional; (Renstra Depdiknas) untuk tahun 2005 -2009 yang menitik beratkan kepada
terwujudnya kehidupan masyarakat, Bangsa dan Negara yang aman, bersatu, rukun dan
damai, terwujudnya masyarakat bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum,
kesetaraan dan hak asasi manusia serta terwujudnya perekonomian yang ampuh menyediakan
kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi
pembangunan yang berkelanjutan, yang dilandasi keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.
Guna mewujudkan itu, Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2006 sampai sekarang
ini telah menetapkan 3 pilar kebijakan pembangunan pendidikan agar setiap pengambil
keputusan dan operator pendidikan di pusat maupun daerah memiliki komitmen bersama
tentang pemerataan dan perluasan akses yang diarahkan pada upaya memperluas daya
tampung satuan pendidikan sesuai dengan prioritas nasional, serta memberikan kesempatan
yang sama bagi semua peserta didik dari golongan masyarakat yang berbeda, baik secara
sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta
kondisi fisik. Kebijakan tersebut ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penduduk
Indonesia agar dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka pemenuhan hak warga negara
terhadap pendidikan.
Dari contoh di atas, dapat kita simpulkan bahwa pendidikan sangatlah diutamakan, demi
terwujudnya esensi dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi
“mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sangat jelas di sini bahwa Pemerintah Indonesia sangat
menjunjung tinggi pendidikan dan selalu berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui upaya pengentasan buta aksara, mulai dari Wajib Belajar 9 tahun hingga
sekolah gratis dan program pemberantasan buta aksara yang diperuntukkan warga yang
bukan anak-anak lagi. Namun pemberantasan buta aksara tidak lagi cukup pada membuat
warga yang belum melek huruf mampu membaca dan menulis. Program itu mesti diarahkan
dan diintegrasikan untuk memberdayakan masyarakat menjadi lebih sejahtera. Upaya
pemberantasan buta aksara diintegrasikan juga untuk membuat warga berdaya dalam bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan kehidupan berbangsa. Tantangan sekarang bukan sekadar buta
aksara hilang, tapi membuat warga berdaya untuk memperbaiki taraf hidup.
Pemerintah telah menetapkan fokus pemberantasan buta aksara. Fokus pemberantasan
buta aksara tersebut terutama di daerah transmigrasi, pesisir, sekitar hutan, dan kepulauan.
Selain itu, sasaran juga diperkuat bagi masyarakat perbatasan, masyarakat perkotaan yang
belum terlayani, santri/pesantren tradisional, serta komunitas adat terpencil. Hal ini
dikarenakan, masyarakat yang tinggal di daerah ini belum mampu secara ekonomi untuk
menuntaskan belajar formal mereka, serta kurangnya tenaga pengajar yang ada di daerah ini.
Pemberantasan buta aksara merupakan salah satu fokus penting untuk memperbaiki
indeks pembangunan manusia di tiap-tiap daerah. Berhasilnya program pemberantasan buta
aksara akan membuat warga percaya diri dan berdaya untuk keluar dari kemiskinan dan
keterbelakangan.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Buta aksara adalah ketidakmampuan seseorang untuk membaca dan menulis. Indonesia
mempunyai banyak masyarakat yang masih buta huruf. Angka buta aksara di Indonesia
masih tergolong tinggi mengingat banyaknya angka putus sekolah serta masyarakat yang
belum mampu untuk membiayai sekolah. Pemerintah sendiri mempunyai berbagai cara untuk
mengurangi angka buta aksara di Indonesia. Cara yang ditempuh dapat dilaksanakan melalui
program sekolah gratis, bekerjasama dengan dinas pendidikan maupun ormas lain untuk
memberikan diklat khusus kepada penyandang buta aksara, mengurangi jumlah anak yang
tidak bersekolah, dll
Namun banyak sekali kendala yang dihadapi pemerintah untuk memberantas buta aksara
mulai dari peserta didik sampai kepada anggaran biaya untuk kegiatan tersebut.
B. SARAN
Seharusnya pemerintah harus lebih tegas dalam merancang sebuah program agar pada
akhirnya suatu program dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, pemerintah harus
bekerjasama dengan pihak lain agar angka buta aksara di Indonesia dapat berkurang. Harus
ditambahnya tenaga pengajar dan diberikan pelatihan-pelatihan lagi. Semua pihak harus ikut
berpartisipasi. Apalagi pihak akademisi harus berperan aktif untuk mremberantas masalah
buta aksara ini, misalnya mahasiswa harus mengajar satu orang yang buta aksara.
DAFTAR PUSTAKA
Permana, Heru Hairudin. 2011. Buta Huruf. http://herhaiper.blogspot.com/2011/06/buta-
huruf.html. Diakses pada tanggal 01 November 2012.
Yuliana. 2007. Buta Aksara di Indonesia. http://yuliartikel.blogspot.com/2007/11/buta-
aksara-di-indonesia.html. Diakses pada tanggal 01 November 2012.
Wilastinova, Reny Fatma. 2011. Upaya Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia.
http://renyfatma.wordpress.com/2011/04/13/upaya-pemberantasan-buta-aksara-di-
indonesia/. Diakses pada tanggal 01 November 2012.
Ratman, Dadang Rizki. 2011. Persentase Pemuda yang Buta Aksara Menurut Kelompok
Umur, Jenis Kelamin dan Tipe Daerah (2009). http://kppo.bappenas.go.id/preview/236.
Diakses pada tanggal 01 November 2012.
“Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia Belum Merata”. Metrotvnews 8 September 2012.
http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/09/08/159044/Pemberantasan-Buta-
Aksara-di-Indonesia-Belum-Merata. Diakses pada tanggal 01 November 2012.