Makalah Gangguan Moneter Dan Kebijakan Moneter
-
Author
wawan-lapoecir-x-friends -
Category
Documents
-
view
400 -
download
7
Embed Size (px)
Transcript of Makalah Gangguan Moneter Dan Kebijakan Moneter

BAB I
PENDAHULUAN
Peredaran uang dapat memperlancar proses produksi dan
distribusi, namun disisi lain ada kalanya terdapat gangguan yang dapat
mengakibatkan tersendatnya proses produksi dan distribusi sehingga
pada akhirnya mengganggu stabilitas pertumbuhan ekonomi. Gangguan
tersebut adalah Inflasi, Deflasi dan Devaluasi.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar
yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang
memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat
adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Sedangkan deflasi adalah berkurangnya atau terlalu sedikitnya jumlah
uang beredar atau melambatnya laju edar uang di masyarakat di satu
pihak, di mnan pihak lain jumlah produksi dan barang-barang yang
tersedia tetap banyak atau tidak berkurang, sehingga harga cenderung
turun terus menerus.

BAB II
PEMBAHASAN
I. Inflasi
I.1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan
mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
I.2. Gambaran Umum Suatu Proses Inflasi
Pemerintah menjalankan kebijakan moneter deficit spending
(pengeluaran lebih besar dari pendapatan) sehingga volume
uang yang beredar terus bertambah, maka akan tumbuh suatu
proses inflasi. Apabila pemerintah terpaksa menjalankan
kebijakan deficit spending dalam rangka memenuhi
kebutuhannya yang semakin besar, maka pertambahan
permintaan dari pemerintah akan mendorong meningkatnya
produksi, yang pada taraf awal produksi dapat dibarengi dengan
kenaikan tingkat harga. Hal ini tentunya sangat bergantung dari
kondisi persediaan barang. Jika persediaan barang cukup
memadai tentunya tidak akan mendorong kenaikan harga
selama kapasitas produksi mampu mencukupi peningkatan
permintaan.
Jika pengeluaran pemerintah tersebut tidak dibarengi dengan
pengaktifan sumber-sumber produksi yang ada atau
pengeluaran tersebut tidak ditujukan untuk peningkatan volume
barang yang diperdagangkan atau untuk tujuan yang kurang
produktif misal proyek prestise, maka ekspansi moneter akan
meningkatkan tingkat harga. Kenaikan tingkat harga (inflasi)
selanjutnya akan menurunkan nilai uang yang berarti pula
menurunkan tingkat hidup buruh, pegawai, karyawan penerima
upah tetap. Kondisi demikian menuntut adanya keharusan
peningkatan tingkat penghasilan buruh / pegawai yang pada
akhirnya meningkatkan biaya produksi sekaligus secara

otomaris meningkatkan harga barang & jasa. Proses ini akan
terus berlanjut sehingga menimbulkan tingkat inflasi yang lebih
tinggi. (sering disebut spiral inflation).
Setelah melampaui titik tertentu (maturity), inflasi akan
berdampak luas terhadap struktur perekonomian antara lain :
1. Menurunkan minat masyarakat untuk menabung (propensity
to save / PTS) karena kekhawatiran nilai tabungan yang
menurun (turunnya suku bunga riil) sehingga mendorong
untuk membelanjakan pendapatan.
2. Peningkatan belanja masyarakat akan mempercepat laju
edar uang (velocity of circulation) serta menurunkan hasrat
untuk menyimpan uang tunai (liquidity preference)
3. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap uang baik
sebagi medium of exchange, store of value maupun sebagai
standard of value.
4. Menurunnya kesediaan orang / lembaga menyalurkan kredit.
5. Jika bank memberikan kredit modal kerja & investasi hanya
akan meningkatkan jumlah uang beredar yang pada akhirnya
semakin meningkatkan inflasi.
6. Percepatan perputaran uang cenderung meningkatkan pajak,
sehingga gairah bisnis menjadi berkurang.
7. Inflasi cenderung menguntungkan orang / badan yang
meminjam uang (debitur) sebaliknya sebaliknya cenderung
merugikan orang / badan yang meminjamkan uang
(kreditur).
Secara kuantitatif, inflasi akan menurunkan kepercayaan
masyarakat terhadap uang, sehingga berusaha meminjamkan
uang (kreditur). menghindari penggunaan uang dalam transaksi
jual beli dan lebih tertarik pada perdagangan spekulasi daripada
investasi. Dari aspek sosial, inflasi yang tinggi cenderung
meningkatkan kemiskinan dan makin memperlebar gap
penghasilan orang kaya dan orang miskin.
Inflasi tidak hanya merugikan masyarakat biasa tetapi juga
pemerintah. Defisit anggaran belanja akan semakin besar

karena penerimaan anggaran pendapatan didasarkan atas
harga-harga sebelumnya, sedangkan penerimaan pajak tidak
dapat menutupi pengeluaran yang terus menerus meningkat
akibat naiknya harga. Defisit tersebut terpaksan ditutup dengan
mencetak uang baru atau melalui kredit bank sehingga lagi-lagi
menambah volume uang yang beredar yang kembali
menyebabkan naiknya harga-harga. (spiral inflation).
I.3. Dampak Atau Akibat Inflasi Terhadap Perekonomian
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif-
tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan,
justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya,
dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak
terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau
dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan
produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima
pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta
serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan
mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin
merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi
sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan
pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun
2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya
mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak
lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya,
orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan
keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan

dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang
bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung
karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan
menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga,
nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung,
dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk
berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada
kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat
meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan
uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian
lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila
pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya
produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk
melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha
besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi
hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen
enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa
menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila
tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut
mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya
investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga,
mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif,
kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi,
defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan
dan kesejahteraan masyarakat.
I.4. Penggolongan Inflasi

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang
berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri
misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang
dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar
yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi
sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi
akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya
kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan
pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi
hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi
itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila
kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka
inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation).
Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga
setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga
orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai
uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali
(Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
I.5. Teori Inflasi
Secara garis besar 3 kelompok teori mengenai inflasi,
masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses
inflasi, yaitu:
A. Teori Kuantitas
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari:

1). Jumlah uang yang beredar yaitu inflasi hanya bisa terjadi
kalau ada penambahan volume uang yang beredar
(berupa penambahan uang cartal atau penambahan uang
giral).
2). Psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan
harga-harga (expectation) yaitu laju inflasi ditentukan
oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan
oleh psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan
harga-harga di masa mendatang.
Ada 3 kemungkinan keadaan :
1. Keadaan pertama, apabila masyarakat tidak (atau belum)
mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan bulan
mendatang.
Dalam hai ini, sebagian besar dari penambahan jumlah
uang yang beredar akan diterima masyarakat untuk
menambah likwiditasnya (yaitu, memperbesar pos Kas dalam
buku neraca para anggota masyarakat). Ini berarti sebagian
besar dari kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan
untuk pembelian barang. Sehingga tidak akan ada kenaikan
permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak ada
kenaikan harga barang-barang.
Dalam keadaan seperti ini kenaikan jumlah uang beredar
sebesar 10% diikuti oleh kenaikan harga- harga sebesar,
misalnya 1%. Keadaan ini biasa dijumpai pada waktu inflasi
masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa
inflasi sedang berlangsung.
2. Keadaan Kedua adalah di mana masyarakat atas dasar
pengalaman di bulan bulan sebelumnya mulai sadar adanya
inflasi.
Penambahan jumlah uang yang beredar digunakan oleh
masyarakat untuk membeli barang-barang (memperbesar
pos aktiva barang-barang didalam neraca).

Kenaikan harga (inflasi) adalah suatu pajak atas saldo kas
masyarakat, karena uang semakin tidak berharga. Dan
orang-orang berusaha menghindari pajak ini dengan
mengubah saldo kasnya menjadi barang. Sehingga
permintaan akan barang-barang melonjak, akibatnya harga
barang-barang tersebut juga mengalami kenaikkan. Pada
keadaan ini kenaikan jumlah uang sebesar, misalnya 10%
akan diikuti dengan kenaikan harga barang mungkin sebesar
10% pula.
3. Keadaan Ketiga adalah tahap Hiperinflasi, yakni orang-orang
sudah kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang.
Keadaan ini ditandai oleh makin cepatnya peredaraan
uang (velocity of circulation yang menaik). Uang yang
beredar sebesar misalnya 20% akan mengakibatkan
kenaikan harga lebih besar dari 20%.
B. Teori Keynes
Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat
ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses
inflasi menurut pandangan ini adalah proses perebutan
bagian rezeki di antara kelompok- kelompok sosial yang
menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa
disediakan oleh masyarakat. Proses perebutan ini
diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan
masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah
barang- barang yang tersedia (timbulnya inflationary gap).
C. Teori Strukturalis
Adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas
pengalaman di negara Amerika Latin. Teori ini memberi
tekanan pada ketegaran (rigidities) dari struktur
perekonomian yang sedang berkembang. Karena inflasi
dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian
(faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan

dalam jangka panjang) maka teori ini disebut juga teori
inflasi jangka panjang.
Menurut teori ini ketegaran utama ada dua macam:
1. Ketegaran yang pertama berupa ketidakelastisan dari
penerimaan eksport., yaitu nilai ekspor yang tumbuh
secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-
sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan oleh:
a). Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara
tersebut makin tidak menguntungkan dibanding dengan
barang-barang impor yang harus dibayar (term of trade
makin memburuk).
b). Supplay atau produksi barang-barang ekspor yang tidak
responsif terhadap kenaikan harga (supplay barang-
barang ekspor yang tidak elastis).
Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini, berarti
kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor
barang-barang yang dibutuhkan (untuk konsumsi maupun
investasi). Akibatnya negara tersebut mengambil
kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada
penggalakkan produksi dalam negeri dari barang-barang
yang sebelumnya diimpor (import substitution strategy),
meskipun biaya produksi dalam negeri lebih tinggi dan
berkualitas rendah daripada barang- barang sejenis yang
diimpor. Biaya yang lebih tinggi ini mengakibatkan harga
yang lebih tinggi pula.
Bila proses substitusi impor ini makin meluas, biaya
produksi juga meluas ke berbagai barang, sehingga makin
banyak harga barang yang naik, dan inflasipun terjadi.
2. Ketegaran Kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari
supplay atau produksi bahan makanan di dalam negeri.
Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh
secepat pertambahan penduduk dan penghasilan per

kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri
cenderung untuk menaik melebihi kenaikan harga barang-
barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbulnya tuntutan
karyawan untuk memperoleh kenaikan upah. Kenaikan
upah berarti kenaikan ongkos produksi, yang berarti
kenaikan harga barang-barang tersebut. Kenaikan harga
tersebut menyebabkan tuntutan kenaikan upah lagi. Dan
kenaikan upah ini diikuti kenaikan harga-harga.
I.6. Cara-Cara Mengatasi Inflasi
Cara-cara mengatasi inflasi pada dasarnya harus diarahkan
pada faktor-faktor yang menyebabkan perubahan harga dalam
hal ini harga menjadi naik atau dengan perkataan lain nilai uang
menjadi turun.
Dalam hal ini ada Empat Kebijakan (Policy) yang dapat
ditempuh untuk mengatasi inflasi tersebut yaitu :
A. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter pada dasarnya dilaksanakan oleh Bank
Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar yang
menjadi wewenangnya melalui Tiga cara yaitu :
Menaikan Cash Reserve Ratio/CRR atau Cash ratio atau
Presentase Likuiditas atau Giro Wajib Minimum/GWM.
Menjual surat-surat berharga, dalam rangka operasi pasar
terbuka (Open Market Operation/OMO).
Menaikkan tingkat bunga kredit
B. Kebijakan Fiskal
Terdapat tiga cara untuk mengatasi inflasi melalui kebijakan
fiskal yaitu :
Pengurangan pengeluaran pemerintah
Menaikan pajak
Pemerintah melakukan pinjaman kepada masyarakat
C. Kebijakan Non Moneter

Kebijakan non moneter adalah kebijakan untuk mengatasi
inflasi diluar kedua cara yang telah disebutkan di atas.
Caranya ada tiga macam yaitu :
Menigkatkan hasil produksi (Production Approach)
Kebijakan upah atau gaji
Pengawasan harga barang dan distribusinya
D. Kombinasi dari berbagai cara
Maksud mengatasi inflasi dengan kombinasi berbagai cara
adalah melaksanakan kebijakan anti inflasi bersama-sama
secara simultan melalui kebijakan moneter, kebijakan fiskal
bahkan mungkin dengan kebijakan pengawasan harga
sekaligus.
II. DEFLASI
II.1. Pengertian Deflasi
Deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya permintaan
terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di
masyarakat. Dan dampaknya terhadap struktur ekonomi dan
tidak persis berlawanan inflasi.
II.2. Sebab-sebab timbulnya Deflasi
Anggaran pendapatan dan belanja Negara yang surplus /
Berkurangnya uang yang beredar
II.3. Penyebab
Jadi dapat disimpulkan bahwa ada empat buah penyebab Deflasi
:
Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
Meningkatnya Persediaan Barang
Menurunnya permintaan akan barang.
Naiknya permintaan akan uang
II.4. Dampak deflasi

Deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan uang di
masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang
dialami Amerika dulu) dan juga akan membuat pasar Investasi
(Saham) akan mengalami kekacauan.
Dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumen
memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama
lagi dengan harapan harga barang akan turun lebih jauh.
Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan memberikan
pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).
Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah
banyak pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemiliki
bisnis tidak sanggup membayar gaji karyawannya. Dengan
demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit
dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin
berkurang.
Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya
investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan
menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi
aktivitas bisnis yang berjalan.
Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara
menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku
bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif
untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang
dapat membuat peredaran uang semakin kecil.
II.5. Cara mengatasi Deflasi
Deflasi dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena
jarang berolah raga. Apabila seseorang pada dasarnya memiliki
kaki normal namun malas menggunakannya, maka ini akan
mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki yang jarang
digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang
tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot
sudah terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru
didiamkan, bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhan
selamanya.

Hal ini parallel dengan deflasi. Cara terbaik untuk
mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang
sudah lama tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini
adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kekuatan otot
yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah deflasi
menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang
terkait harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan
ekonomi yang sempat terhenti karena salah urus tersebut. Tentu
saja ini membutuhkan waktu yang tidak sedikir. Lazim dikatakan
oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan kondisi
krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif.
Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga
untuk menahannya, menurunkan suku bunga bahkan hingga nol
persen bukanlah jalan keluar bagi deflasi. Pasalnya ini akan
membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau bahkan
negative. Belum lagi hal ini akan memicu aksi spekulan luar
negeri yang dapat menjalankan Carry Trade sehingga nilai uang
justru menjadi jatuh. Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani
sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan signifikan
berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi
spekulan semata-mata.
Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan
stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis.
Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali
berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan
meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan
perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat
meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli
surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang
tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku
bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga
bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar
pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan
mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.

III. KEBIJAKAN NILAI TUKAR ( EXCHANGE RATE POLICY )
III.1. Pengertian Nilai Tukar Dan Kebijakan Nilai Tukar
Yang dimaksud dengan nilai tukar mata uang atau yang
sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit mata uang
asing dalam mata uang domestic atau dapat juga dikatakan
harga mata uang domestic terhadap mata uang asing.
Sedangkan kebijakan nilai tukar adalah tindakan-tindakan
yang diambil pemerintah atau autoritas moneter, dalam rangka
mempertahankan nilai tukar mata uangnya pada tingkat paling
mendukung pertumbuhan ekonomi, terhadap mata uang asing,
khususnya mata uang yang kuat atau kovertibel.
Bentuk-betuk interverensi pemerintah yang dimaksudkan
untuk mempengaruhi tingkat dan perubahan nilai tukar antara
lain adalah :
1) Menentukan salah satu nilai tukar
2) Menjual atau membeli valuta asing pada bursa valuta asing
( BVA ).
3) Menyelanggarakan pertukaran dan pengamanan nilai tukar
melalui swap ( swap arrangement )
4) Melakukan pinjaman ( borrowing ) dari luar negeri antara lain
dari lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF,
bank dunia, bank pembangunan islam, bank pembangunan
asia atau dari berbagai Negara baik berupa sindikasi maupun
secara bilateral, untuk memperkuat cadangan devisa.
5) Berbagai kebijakan lainnya seperti kebijakan moneter,
kebijakan fiscal, pengumuman target inflasi dan lain
sebagainya, yang dapat menimbulkan pengaruh terhadap
pasar valuta asing.
III.2. Tujuan Kebijakan Nilai Tukar
Adapun tujuan kebijakan :
1) Pencapaian tingkat nilai tukar nominal atau efektif tertentu
selama jangka waktu tertentu.

2) Mengurangi fluktuasi / turun naiknya nilai tukar yang terlalu
tinggi sehingga membahayakan perdagangan luar Negeri
pada khususnya dan Perekonomian Nasional pada umumnya.
3) Pencapaian target cadangan devisa yang telah ditetapkan /
ditargetkan.
III.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Pada dasarnya nilai tukar dipengaruhi oleh permintaan dan
penawaran valuta asing
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan valuta asing
o Pembayaran untuk impor
o Aliran modal keluar ( capital outflow)
o Kegiatan spekulasi
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran Valuta Asing
o Faktor penerimaan hasil ekspor
o Faktor aliran modal masuk (capital inflow)
III.4. Bursa Valuta Asing (BVA)
Bursa valuta asing pada dasarnya adalah tempat
bertemunya permintaan (deman) dan penawaran (supply) valuta
asing.
Bursa valuta asing sebagai tempat otoritas moneter untuk
mempertahankan keseimbangan permintaan dan penawaaran
valuta asing pada tingkat yang telah ditetapkannya.
A. BVA didirikan oleh autoritas moneter ada 2 tujuan yaitu :
1) Sebagai tempat untuk mempertahankan keseimbangan
permintaan dan penawaran valuta asing pada tingkat
yang telah ditetapkan oleh otoritas moneter dalam suatu
sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate system) atau
untuk mengurangi gelombang fluktuasi nilai tukar
mengambang (flowating exchange rate system).
2) Sebagai alat atau instrument untuk memantau
(monitoring device) dalam berbagai mekanisme nilai
tukar baik yang berupa sistem nilai tukar dengan

intervensi autoritas moneter ( resmi atau tidak resmi )
maupun yang berupa sistem nilai tukar tanpa intervensi,
formal maupun informal, seperti pada nilai tukar bebas
berfluktuasi.
B. BVA sebagai alat pemantau atau monitoring device
Dalam sistemn nilai tukar tetap, nilai tukar yang telah
ditetapkan oleh autoritas moneter dengan melakukuan
intervensi di BVA.
Sedangkan dalam sistem nilai tukar mengembang, BVA
dipakai oleh autoritas moneter untuk mengurangi penurunan
dan penaikan (fluktuasi) nilai tukar yang terlalu tinggi.
Mekanismenya adalah sebagai berikut:
Valuta asing yang undervalued dapat pula diketahui
oleh autoritas moneter dari:
1) Devisit pada neraca berjalan (current account).
2) Penurunan margin keuntungan (profitability) eksportir
dan kenaikan margin dan keuntungan importer, yang
diketahui melalui survey.
III.5. Intervensi Mata Uang (Currency Intervension)
Untuk keperluan intervensi di BVA biasanya autoritars
moneter menggunakan suatu mata uang asing sebagai
intervension currency. Yang di pakai sebagai intervention
currency biasanya adalah mata uang asing yang kuat dan paling
banyak dipakai dalam transaksi-transaksi luar negeri.
III.6. Kewajiban Menyerahkan Hasil-Hasil Ekspor (Surrender
Requirement)
Kewajiban menyerahkan atau menjual hasil-hasil ekspor ke
BVA bagi para eksportir dimaksudkan oleh autoritas moneter
sebagai upaya pengumpulan (pooled) unsur-unsur penawaran
valuta asing pada satu tempat atau wadah (dalam satu pot),

sehingga dapat dengan mudah diketahui jumlah seluruh
penawaran valuta asing yang ada pada suatu saat.
III.7. Cadangan Devisa Resmi
Valuta asing yang dijadikan cadangan resmi didominasi oleh
valuta asing yang kuat yang konvertibel terutama dewasa ini
adalah dollar amerika serikat
Cadangan devisa yang dimiliki suatu Negara juga merupakan
indikator ekonomi Negara yang bersangkutan, tentang:
Kemampuan membayar pada pasar internasional
Kekuatan keuangan suatu Negara
Kemampuan menerima kredit, yang merupakan suatu salah
satu kriteria layak tidaknya untuk menerima pinjaman.
IV. Devaluasi
IV.1. Pengertian Devaluasi
Devaluasi adalah tindakan penurunan nilai mata uang
domestik yang dinyatakan dalam mata uang asing yang
ditetapkan secara resmi oleh pemerintah
Tujuan devaluasi parsial adalah untuk meningkatkan
penerimaan efektif para eksportir.
Penyesuaiaan nilai tukar dalam suatu devaluasi dapat lebih
rendah, dapat sama dengan dan dapat pula lebih tinggi dari
nilai tukar perbandingan tenaga beli, yang masing-masing
menghasilkan nilai tukar yang undervalued, nilai tukar yang
realistic dan nilai tukar yang overvalued.
IV.2. Dampak Devaluasi
Dampak-dampak devaluasi antara lain adalah perluasan
kesempatan kerja, perubahan metode produksi, peningkatan
produksi,keseimbangan neraca pembayaran, peningkatan
jumlah cadangan devisa, kenaikan tingkat pendapatan,
kenaikan tingkat harga dan restribusi kekayaan dampak-
dampak tersebut terbagi menjadi yaitu :

A. Dampak dampak yang diinginkan
1. Perluasan kesempatan kerja
Sebagai akibat devaluasi, maka harga barang barang
ekspor di nilai dalam mata uang asing menjadi turun atau
lebih murah.
2. Perubahan metode produksi
Devaluasi dapat pula mendorong perusahaan perusahaan
mengubah metode berikutnya.
3. Peningkatan produksi atau autput
Sebagai akibat devaluasi, maka produksi barang barang
ekspor dan produksi barang barang subtitusi impor
meningkat.
4. Keseimbangan neraca pembayaran
Apabila devaluasi tidak dilakukan, maka dalam sistem nilai
tukar tetap yang kondisinya semakin menurun atau lebih
kecil dibandingkan dengan nilai tukar realistik.
5. Peningkatan jumlah cadangan devisa
Devaluasi tidak hanya sekedar menyeimbangkan current
account pada neraca pembayaran, melainkan juga dapat
menciptakan surplus, sehingga jumlah cadangan devisa
bertambah, dimana biasanya pada masa-masanya
sebelum devaluasi telah banyak berkurang.
6. Kenaikkan tingkat pendapatan
Kenaikan tingkat pendapatan merupakan dampak
devaluasi yang sangat diharapkan oleh pemerintah.
Sebelum devaluasi sebagai akibat adanya valuta asing
yang undervalued yang semakin lam semakin besar, maka
keuntungan atau profitability eksportir berangsur-angsur
mengecil, sebaliknya profitability importer semakin lama
semakin membesar, yang menyebabkan impor semakin
lama semakin besar.

B. Dampak yang tidak diinginkan
1. Kenaikkan tingkat harga
Dengan adanya devaluasi, maka harga-harga barang
impor dalam mata uang domestic menjadi naik, kenaikan
harga-harga barang impor tersebut biasanya diikuti oleh
kenaikan harga barang-barang ekspor dan harga barang-
barang lainnya, walupun dengan kenaikan relative yang
rendah.
2. Redistribusi kekayaan
Dampak negatif lainnya dari devaluasi adalah redistribusi
kekayaan dari penjual valuta asing (autoritas moneter,
bank-bank devisa, dan para changer) ke para pembeli
valuta asing, terutama para spekulan valuta asing
IV.3. Syarat-Syarat Agar Devaluasi Berhasil
Agar devaluasi berhasil, sesuai dengan tujuannya, maka
perlu dipenuhi syarat-syarat antara lain sebagai berikut:
Elastisitas permintaan ekspor dan elastisitas permintaan
impor lebih besar dari Saturday
Terdapat kapasitas factor-faktor produksi yang masih
menganggur (excess capacity) dan under employment
yang diperlukan untuk memenuhi kenaikan permintaan
dari luar negeri sebagai akibat dari devaluasi
Perekonomian di luar negeri yaitu di Negara yang menjadi
mitra (partner) dagang, dengan mana terjadi ekspor dan
impor, tidak berada dalam keadaan resesi.
IV.4. Devaluasi Di Indonesia
Dalam sejarahnya di Indonesia sekurang-kurangnya telah
dilakukan lima kali devaluasi mata uang rupiah, yaitu:

1)Tahun 1959, dan Rp.11,40 per dolar Amerika Serikat menjadi
Rp.45,-
2)Tahun 1971 dari Rp.378,- per dolar Amerika Serikat menjadi
Rp.415,-
3)Tahun 1978 dari Rp 415,- per dolar Amerika Serikat menjadi
Rp 625,-
4)Tahun 1983 dari Rp703,- per dolar Amerika Serikat menjadi
Rp.970,-
5)Tahun 1986 dari Rp.1134,- per dolar Amerika Serikat menjadi
Rp.1664,-
IV.5. Revaluasi
Revaluasi adalah kebalikan dari devaluasi yaitu
peningkatan nilai mata uang domestic terhadap valuta asing,
secara resmi kepada pemerintah atau autoritas moneter.
IV.6. Redenominasi
Redenominasi mata uang pada dasarnya adalah
penyederhanaan angka nominal pada mata uang, misalnya
Rp.1000,- menjadi Rp.1,- tanpa menurunkan nilai uang.
Tujuannya adalah agar perhitungan atau penjumlahan
transaksi-transaksi ekonomi menjadi lebih sederhana karena
angka-angka nominal uang yang digunakan lebih sedikit.

BAB III
PENUTUP