Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

157
1. PENDAHULUAN 1.1.Deskripsi Singkat Mata pelajaran ini membahas dan mengurai pelaksanaan anggaran yang merupakan salah satu tahap dari siklus anggaran, yaitu setelah tahap penyusunan dan penetapan anggaran sampai dengan tahap pertanggungjawaban anggaran. Kegiatan pelaksanaan anggaran yang berjaitan dengan kegiatan pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh para pejabat instansi kementrian Negara/lembaga selaku pengguna anggaran/kuasa anggaran maupun di intansi kementrian keuangan selaku bendahara umum negara/kuasa bendahara umum Negara, menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 1.2.Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta Diklat akan mampu dan atau dapat memahami implementasi ketentuan-ketentuan di bidang keuangan Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran yang menjadi sebagian tugas pokok unit organisasi kementrian Negara/lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.3.Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan akan dapat : a. Menjelaskan pengertian pelaksanaan anggaran, ruang lingkup, dasar hukum dan tahapan pelaksanaan anggaran sebagai bagian dari Siklus APBN; 1

Transcript of Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Page 1: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

1. PENDAHULUAN

1.1. Deskripsi Singkat

Mata pelajaran ini membahas dan mengurai pelaksanaan anggaran yang

merupakan salah satu tahap dari siklus anggaran, yaitu setelah tahap penyusunan

dan penetapan anggaran sampai dengan tahap pertanggungjawaban anggaran.

Kegiatan pelaksanaan anggaran yang berjaitan dengan kegiatan pengelolaan

keuangan negara yang dilakukan oleh para pejabat instansi kementrian

Negara/lembaga selaku pengguna anggaran/kuasa anggaran maupun di intansi

kementrian keuangan selaku bendahara umum negara/kuasa bendahara umum

Negara, menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

1.2. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta Diklat akan mampu dan

atau dapat memahami implementasi ketentuan-ketentuan di bidang keuangan

Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran yang menjadi sebagian

tugas pokok unit organisasi kementrian Negara/lembaga berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan akan dapat :

a. Menjelaskan pengertian pelaksanaan anggaran, ruang lingkup, dasar hukum

dan tahapan pelaksanaan anggaran sebagai bagian dari Siklus APBN;

b. Menjelaskan struktur dan format APBN, klasifikasi dalam penganggaran

terpadu;

c. Menjelaskan daftar isian pelaksanaan anggaran dan pengelompokkan jenis-

jenis belanja;

d. Menjelaskan pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan pelaksanaan

anggaran pendapatan;

e. Menjelaskan pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan pelaksanaan

belanja Negara, meliputi ketentuan-ketentuan belanja negara, syarat

administrasi, prosedur pencairan dana APBN dan prosedur pencairan dana

PHLN

1

Page 2: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

1.4. Petunjuk Cara Belajar

Agar peserta diklat dapat mengikuti dan memahami mata pelajaran ini dengan baik

serta dapat mencapai hasil belajar yang maksimal, perlu diperhatikan petunjuk-

petunjuk di bawah ini :

1. Pelajari peraturan prundang-undangan yang berlaku sebagai acuan

pelaksanaan anggaran;

2. Pelajari rangkuman dan selesaikan latihan-latihan yang ada pada pokok

bahasan dari modul ini;

3. Diskusikan dan bahas dalam kelompok-kelompok belajar bersama-sama untuk

memperoleh pemahaman terhadap makna substansi yang tersirat dari

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran

atau pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara. Pelajari dan

pahami hubungan antara peraturan yang bersifat umum dengan peraturan

yang bersifat pelaksanaan atau petunjuk teknis.

2

Page 3: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

2. KEGIATAN BELAJAR (KB) 1 : PELAKSANAAN ANGGARAN

2.1. Gambaran Umum Pelaksanaan APBN

Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari Siklus anggaran yang terdiri dari

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran

dimulai dari tahap penyusunan dan penetapan APBN. Pemerintah pusat menyampaikan

pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya

(misal tahun anggaran 2008) kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei

tahun berjalan (misal tahun 2007). Kemudian pemerintah pusat dan DPR membahas

kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh

pemerintah pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggran

berikutnya.

Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal,

pemerintah pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan umum dan prioritas

anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam

penyusunan usulan anggaran.

Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku

pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran

Kemeterian Negara/Lembaga (RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan

prestasi kerja yang akan dicapai, disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun

berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. RKA-KL tersebut disampaikan

kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Hasil

pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan

penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.

Pemerintah pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang APBN,

disertai dengan nota keuangan dan dokumen–dokumen pendukungnya kepada DPR

pada Bulan Agustus tahun sebelumnya. Pembahasan rancangan undang-undang

tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan

kedudukan DPR. Dalam Pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang

mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan

undang-undang tentang APBN.

Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai rancangan undang-undang tentang

APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang

3

Page 4: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit

organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak

menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah

pusat,maka pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar

angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaannya

dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Kemudian

Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga agar

menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian

negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan

anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berdasarkan alokasi

anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang rincian APBN.

Dalam dokumen pelaksanaan anggaran diuraikan sasaran yang hendak dicapai,

fungsi, program, dan rincian kegiatan anggaran yang disediakan untuk mencapai

sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta pendapatan

yang diperkirakan.Pada Dokumen pelaksanaan anggaran juga dilampirkan rencana

kerja dan anggaran badan layanan umum dalam lingkungan kementerian

negara/lembaga.

Terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan

disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, BPK, Gubernur, Direktur Jenderal

Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Ditjen

Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa

Pengguna Anggaran.

Pengajukan dana dengan menerbitkan surat perintah membayar oleh masing-

masing penanggungjawab kegiatan kepada Bendahara Umum Negara atau Kuasa

Bendahara Umum Negara, yang kemudian melaksanakan fungsi pembebanan kepada

masing-masing bagian anggaran serta fungsi pembayaran kepada yang berhak melalui

jalur penyaluran dana yang ditetapkan dengan mekanisme giralisasi.

Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan APBN adalah Surat Keputusan

Otorisasi/Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, Surat Permintaan Pembayaran, Surat

Perintah Membayar, dan Surat Perintah Pencairan Dana.

Dalam Pelaksanaan APBN tahun anggaran berjalan, pemerintah pusat

menyusun laporan realisasi semester pertama APBN dan prognosis untuk enam bulan

berikutnya, kemudian disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli

4

Page 5: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan

Pemerintah pusat. Mengenai penyesuaian APBN dengan perkembangan dan atau

perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan pemerintah pusat dalam rangka

penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang besangkutan,

apablia terjadi :

a. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan

dalam APBN;

b. Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

c. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit

organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;

d. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus

digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

Berdasarkan perubahan-perubahan tersebut, pemerintah pusat mengajukan

rancangan undang-undang tentang perubahan APBN tahun anggaran yang

bersangkutan, untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang

bersangkutan berakhir. Demikian juga, dalam keadaan darurat pemerintah pusat dapat

melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan

dalam rancangan perubahan APBN dan atau disampaikan dalam laporan realisasi

anggaran.

Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara nyata

dalam UU 17/2003, namun dalam Keputusan Presiden nomor 42/2002 jo Keppres

72/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN terdapat di Bab IX yang mengatur

pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap ini pengawasan terhadap pelaksanaan

APBN dilakukan oleh atasan kepala kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga

menyelenggarakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN yang dilakukan kepala

kantor/satuan kerja dalam lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan

pemeriksaaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali.

Inspektur Jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga

melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN yang dilakukan kantor/satuan kerja

dalam lingkungan departemen/lembaga bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku.

Mengenai hasil pemeriksaan Inspektur Jenderal departemen/pimpinan unit

pengawasan pada lembaga tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga

yang bersangkutan. Inspektur Jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan

lembaga wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan APBN.

5

Page 6: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula

pengawasan yang dilakukan oleh DPR atau legislatif baik secara langsung mupun tidak

langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan melalui mekanisme monitoring

berupa penyampaian laporan semester I kepada DPR selambat-lambatnya satu bulan

setelah berakhirnya semester I tahun anggaran yang bersangkutan atau sekitar Bulan

Juli. Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk semester kedua

dengan maksud agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan ada tidaknya APBN

perubahan untuk tahun anggaran bersangkutan. Laporan semester I dan prognosa

semester II tersebut dibahas dalam rapat kerja antara panitia anggaran dan Menteri

Keuangan sebagai wakil pemerintah. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui

penyampaian hasil pemeriksaan BPK atas pelaksanaan APBN kepada DPR.

Pemeriksaan yanag dilakukan BPK menyangkut tanggung jawab pemerintah dalam

melaksanakan APBN.

Pada tahap pertanggungjawaban, Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna

anggaran/pengguna barang menyusun pertanggungjawaban pelaksanaan APBN di

lingkungan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berupa laporan keuangan

yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas leporan keuangan

yang dilampiri laporan keuangan badan layanan umum pada kementerian

negara/lembaga masing-masing.

Laporan keuangan kementerian negara/lembaga oleh menteri/pimpinan lembaga

disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya dua bulan setelah tahun

anggaran berakhir. Kemudian Menteri Keuangan menyusun rekapitulasi laporan

keuangan seluruh instansi kementerian negara. Selain itu, Menteri Keuangan selaku

bendahara umum negara menyusun laporan arus kas, dan Menteri Keuangan sebagai

wakil pemerintah pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun

ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.

Semua laporan keuangan tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku

pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan

kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Presiden

menyampaikan laporan keuangan pemerintah pusat kepada BPK paling lambat tiga

bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan keuangan pemerintah harus

diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan keuangan tersebut diterima

oleh BPK dari pemerintah.

6

Page 7: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggung-

jawaban pelaksanaan APBN kepad DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa

oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun

anggaran berakhir. Laporan Keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan

Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang

dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Mengenai

bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun dan disajikan

sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.

2.2. Landasan Hukum Pelaksanaan Anggaran

Dengan berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan

negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan, Undang-

Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab

Keuangan Negara, maka pengelolaan keuangan di Indonesia mengacu pada ketiga

undang-undang tersebut di atas.

Selanjutnya dalam pelaksanaannya diikuti dengan berbagai peraturan, baik

berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan maupun

Peraturan/Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan, yang antara lain terdiri dari :

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang

Rencana Kerja Pemerintah.

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 tentang

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

(3) Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang

Badan Layanan Umum.

(4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang

Standar Akuntansi Pemerintah.

(5) Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang

Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana

telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 tahun 2004.

(6) Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang

Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah

diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004.

7

Page 8: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

(7) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005

tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN.

(8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005

tentang Bagan Perkiraan Standar.

(9) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007

tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran

Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan

Pelaksanaan DIPA Tahun 2008.

(10) Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-

66/PB/2005 Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN.

Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan

diberlakukannya Undang-Undang Bidang Keuangan Negara di atas adalah adanya

pemisahan kewenangan administratif (ordonatur) yang berada pada Menteri/pimpinan

lembaga dan kewenangan perbendaharaa (comptable) yang berada pada Menteri

Keuangan.

Kewenangan administratif meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan

lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara,

melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian

negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan

pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan

anggaran.

Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan

pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai BUN bukanlah sekedar kasir yang hanya

berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai

kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku BUN

adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai

kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan disini terbatas

pada aspek rechmategheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya

penerimaaan dan pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang

dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat

pengawasan fungsional.

Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada

hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia,

sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operasional

8

Page 9: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Officer untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut

Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan

kewajiban negara secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang

dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan bidang tugas

dan fungsi masing-masing. Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan

dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran tersebut di atas.

Kemudian pembagian kewenangan antara menteri/pimpinan lembaga dinyatakan

dalam pasal 4 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

kementerian/lembaga yang dipimpinnya berwenang :

(1) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

(2) menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;

(3) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan

pemungutan penerimaan negara;

(4) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan

pengelolaan utang dan piutang;

(5) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran

anggaran belanja;

(6) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian

dan perintah pembayaran;

(7) menggunakan barang milik negara;

(8) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan

pengelolaan barang milik negara;

(9) mengawasi pelaksanaan anggaran;

(10) dan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.

Sedangkan sesuai pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 2004, Menteri

Keuangan selaku BUN berwenang :

(1) menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan

anggaran negara;

(2) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;

(3) melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran;

(4) menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas

negara;

9

Page 10: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

(5) menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya

dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;

(6) mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam

pelaksanaan anggaran negara;

(7) menyimpan uang negara;

(8) menempatkan uang negara dan

mengelola/menatausahakan investasi;

(9) melakukan pembayaran berdasarkan permintaaan Pejabat

Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum negara;

(10) melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama

pemerintah;

(11) memberikan pinjaman atas nama pemerintah;

(12) melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;

(13) mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang

standar akuntansi pemerintah;

(14) melakukan penagihan piutang negara;

(15) menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan

negara;

(16) menyajikan informasi keuangan negara;

(17) menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta

penghapusan barang milik negara;

(18) menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah

dalam rangka pembayaran pajak;

(19) menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.

10

Page 11: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

2.3. Latihan 1

1. Sebutkan Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum

pelaksanaan anggaran atau APBN !

2. Uraiakan secara singkat proses pelaksanaan anggaran pada tahap

perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat !

3. Sebutkan wewenang Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna

Anggaran/Pengguna Barang dan wewenang Menteri Keuangan selaku Bendara

Umum Negara !

4. Uraikan tahap pengawasan dan tahap pertanggungjawaban pada siklus

pelaksanaan anggaran !

5. Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan

diberlakukannya peraturan perundang-undangan di Bidang Keuangan Negara

adalah adanya pemisahan kewenangan administratif (ordonatur) dan kewenangan

perbendaharaa (comptable). Jelaskan apa yang dimaksud dengan kewenangan

administratif dan kewenangan perbendaharaa (comptable) !

2.4. Rangkuman

Mengingat begitu pentingnya APBN sebagai rencana kerja penyelenggara

negara, maka proses penyusunan dan penetapan APBN, Pelaskanaan APBN, dan

Pertanggungjawaban APBN setipa tahun anggaran melalui serangkaian tahapan

kegiatan yang saling berkaitan. Rangkaian tahapan kegiatan tersebut biasa disebut

11

Page 12: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

siklus anggaran APBN, yang meliputi tahap penyusunan & penetapan APBN,

Pelaskanaan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN. APBN setiap tahun ditetapkan

dengan Undang-Undang dan disetujui oleh DPR.

Dengan berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan

negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan, Undang-

Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab

Keuangan Negara, maka pengelolaan keuangan di Indonesia mengacu pada ketiga

undang-undang tersebut. Selanjutnya dalam pelaksanaannya diikuti dengan berbagai

peraturan, baik berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan

maupun Peraturan/Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan

diberlakukannya Undang-Undang Bidang Keuangan Negara di atas adalah adanya

pemisahan kewenangan administratif (ordonatur) yang berada pada Menteri/pimpinan

lembaga dan kewenangan perbendaharaa (comptable) yang berada pada Menteri

Keuangan.

12

Page 13: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

13

Page 14: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

3. KEGIATAN BELAJAR (KB) 2 : DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN

3.1. Pengertian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

Pada Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara di

pasal 4 ayat 2 huruf a disebutkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna

anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berwenang

menyusun dokumen pelaksanaan anggaran. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan

anggaran atau APBN, maka Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas

penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran Kementerian negara/lembaga yang

dipimpinnya. Kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga tersebut dilimpahkan kepada

kepala satuan kerja (satker) pusat/unit pelaksana teknis/satker khusus/satker non

vertikal tertentu/satker sementara.

Wujud dokumen pelaksanaan anggaran yang berlaku mulai tahun anggaran

2005 berupa daftar isian yang memuat uraian sasaran yang hendak dicapai, fungsi,

program dan rincian kegiatan, rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun

serta pendapatan yang diperkirakan oleh kementerian negara/lembaga, sehingga

dokumen pelaksanaan anggaran tersebut disebut daftar isian pelaksanaan anggaran

atau disingkat DIPA. DIPA tersebut disusun atas dasar peraturan presiden tentang

rincian APBN.

Konsep DIPA yang telah selesai disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran satker

disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA pusat dan kepada

Kepala Kanwil DJPB untuk DIPA daerah. Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menelaah kesesuaian konsep

DIPA dengan rincian APBN yang ditetapkan dalam peraturan presiden dan kemudian

mengesahkan DIPA pusat. Sedangkan Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri

Keuangan selaku BUN menelaah kesesuaian konsep DIPA dengan rincian APBN yang

ditetapkan dalam Peraturan Presiden dan kemudian mengesahkan DIPA daerah.

Apabila dalam batas waktu yang ditentukan (akhir tahun anggaran) Kuasa

Pengguna Anggaran satker belum menyampaikan konsep DIPA, maka Direktur Jenderal

Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB tetap menerbitkan Surat Pengesahan DIPA

yang dilampiri konsep DIPA (sementara) yang dibuat oleh Direktur Jenderal

Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB berdasarkan surat rincian alokasi anggaran

(SRAA) dan rencana kerja anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) atau peraturan

presiden tentang rincian APBN. Dalam hal DIPA (sementara) ini dapat dipakai sebagai

14

Page 15: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

dasar penerbitan surat perintah membayar dengan ketentuan bahwa dana yang dapat

dicairkan dibatasi untuk pembayaran gaji pegawai, pengeluaran keperluan sehari-hari

perkantoran, daya dan jasa, dan lauk pauk/bahan makanan. Sedangkan dana untuk

jenis pengeluaran lainnya harus diblokir.

Menurut lampiran II Peraturan Menteri Keuangan nomor 80/PMK.05/2007

tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan, Rencana Kerja dan Anggaran

Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan

Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2006, maupun dalam

Peraturan Menteri Keuangan nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran

dalam Pelaksanaan APBN dipasal 1 angka 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang

dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal

Perbendahaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk

melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas

beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.

Dari Pengertian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa dalam DIPA terdapat dua

dokumen yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu dokumen

pelaksanaan anggaran yang disusun kementerian negara/lembaga bersangkutan dan

dokumen surat pengesahan DIPA yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal

Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB atas nama menteri keuangan selaku

bendahara umum negara. Dengan demikian, suatu dokumen pelaksanaan anggaran

dapat disebut DIPA (lengkap), apabila terdiri dari :

(1) Surat pengesahan DIPA (SP DIPA), berisi informasi mengenai hal - hal yang

disahkan dari DIPA dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan

atau Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri Keuangan.

(2) DIPA halaman I (Umum), terdiri dari halaman IA dan halaman IB. Halaman IA

memuat informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja. Halaman IB

memuat informasi umum tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta

indikator keluaran untuk masing-masing kegiatan.

(3) DIPA halaman II, berisi informasi setiap satuan kerja, uraian kegiatan / sub

kegiatan beserta volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada

masing-masing belanja yang dicerminkan dalam mata anggaran keluaran. Rincian

halaman II untuk masing-masing DIPA adalah sebagai berikut :

15

Page 16: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

a. DIPA kementerian negara/lembaga, meliputi belanja pegawai, belanja barang,

belanja modal, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain.

b. DIPA perimbangan keuangan negara, meliputi belanja daerah dana alokasi

umum, belanja daerah dana alokasi khusus, belanja daerah dana bagi hasil,

belanja daerah dana penyesuaian, dan belanja daerah dana otonomi khusus.

c. DIPA pembayaran bunga utang dan hibah, meliputi belanja bunga utang dalam

negeri, belanja bunga utang luar negeri, Penerusan pinjaman dan belanja

hibah.

d. DIPA subsidi dan transfer berisi belanja subsidi.

e. DIPA pembiayaan, meliputi pembiayaan dalam negeri, pembiayaan luar negeri,

penerusan pinjaman dan penyertaan modal pemerintah.

(4) DIPA halaman III, berisi informasi tentang rencana penarikan dana dan

penerimaan negara bukan pajak yang menjadi tanggungjawab setiap satuan

kerja. Dalam hal pencantuman angka rencana penarikan pengeluaran pada

halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja, satuan kerja perlu memperhatikan

hal - hal sebagai berikut :

a. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan pengeluaran per bulan adalah

seperdua belas dari pagu gaji satu tahun;

b. Untuk belanja barang dan modal, agar memperhatikan kebutuhan berdasarkan

rencana penarikan/pembayaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang

meliputi rencana penarikan uang persediaan dan rencana penarikan langsung

untuk setiap bulan.

(5) DIPA halaman IV, berisi catatan-catatan yaitu hal-hal yang perlu menjadi perhatian

oleh pelaksana kegiatan.

3.2. Jenis-Jenis Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

Konsep DIPA disusun untuk masing-masing Satuan Kerja dan pada prinsipnya

satu DIPA untuk satu satker. Khusus untuk Departemen Agama, Kejaksaan Agung,

Departemen Hukum dan Hak Asasi manusia, Departemen Keuangan, Departemen

Pertanhanan dan Keamanan, Kepolisian Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, dan

Badan Pusat Statistik, satu DIPA dapat meliputi beberapa satker pada masing-masing

provinsi/Kantor Wilayah.

16

Page 17: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat

dikelompokkan atas DIPA Kemeterian Negara/Lembaga dan DIPA Pembiayaan dan

Perhitungan (DIPA APP).

a. DIPA Kementerian Negara/Lembaga

DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan

anggaran dari Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang dikategorikan

menjadi :

1) DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat

DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan

anggaran kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh

satuan kerja yang merupakan satuan kerja pusat atau satuan kerja Kantor Pusat

suatu kementrian negara/lembaga, termasuk di dalamnya untuk DIPA Badan

Layanan Umum (BLU), dan Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT).

Satuan Kerja Pusat dapat terdiri dari satuan kerja–satuan kerja yang dibentuk

oleh kementerian nagara/ lembaga secara fungsional dan bukan merupakan

instansi vertikal . Sedangkan Satuan Kerja Kantor Pusat adalah satuan kerja

dalam lingkup Kantor Pusat suatu kementerian negara /lembaga. Konsep DIPA

Satker Pusat/kantor Pusat disusun dan ditetapkan oleh Satuan Kerja masing-

masing kementerian negara/lembaga.

2) DIPA Satker Vertikal/ Kantor Daerah

DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah adalah DIPA yang memuat rincian

penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya

dilakukan oleh Kantor/Instansi Vertikal Kementerian Negara/Lembaga di daerah.

Konsep DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah disusun dan ditetapkan oleh

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Vertikal yang

ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri/ Ketua Lembaga.

3) DIPA Dana Dekonsentrasi

DIPA Dana dekonsentrasi adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan

anggaran kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan dana

dekonsentrasi, serta pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) Provinsi yang ditunjuk oleh Gubernur.

17

Page 18: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Konsep DIPA Dana Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan oleh Kepala SKPD

yang ditunjuk oleh Gubernur berdasarkan pendelegasian wewenang dari

Menteri/Ketua Lembaga.

4) DIPA Tugas Pembantuan

DIPA Tugas Pembantuan adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan

anggaran kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan Tugas

Pembantuan, serta pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Gubernur/

Bupati/Walikota.

Konsep DIPA Dana Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan oleh Kepala Satker

Pusat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga.

b. DIPA Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (DIPA APP)

DIPA APP adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran dari Bagian

Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP). BAPP merupakan Bagian

Anggaran yang dikelola oleh menteri Keuangan dan penggunaan anggaran tersebut

bersifat khusus serta tidak termasuk dalam anggaran kementerian

negara/lembaga/pemerintah daerah. Dalam Pelaksanaannya Menteri Keuangan

menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran untuk menyusun dan menetapkan konsep

DIPA. BAPP meliputi :

1) Cicilan Bunga Utang (BA 061)

2) Subsidi dan Transfer (BA 062)

3) Belanja Lain-Lain (BA 069)

4) Dana Perimbangan (BA 070)

5) Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071)

6) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negari (BA 096)

7) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri (BA 097)

8) Penerusan Pinjaman sebagai Pinjaman (BA 098)

9) Penyertaan Modal Negara (BA 099)

10) Penerusan Pinjaman sebagai Hibah (BA 101)

11) Penerusan Hibah sebagai Hibah (BA 102)

DIPA APP dapat terdiri dari :

1) DIPA Belanja Pemerintah Pusat.

18

Page 19: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

DIPA Belanja Pemerintah Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan

anggaran Bagian Anggaran Cicilan Bunga Utang (BA 061), Bagian Anggaran

Subsidi dan Transfer (BA 062), Bagian Anggaran Belanja Lain-Lain (BA 069),

dan Bagian Anggaran Penerusan Pinjaman sebagai Hibah (BA 101).

Pelaksanaan anggaran dilakukan oleh satuan kerja kementerian negara/lembaga

atau satuan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

2) DIPA Belanja Daerah

DIPA Belanja Daerah adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran

Bagian Anggaran Bagian Anggaran Dana Perimbangan (BA 070) dan Bagian

Anggaran Bagian Anggaran Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071),

pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.

Konsep DIPA Dana Perimbangan disusun dan ditetapkan oleh Kuasa Pengguna

Anggaran yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan

3) DIPA Pembiayaan

DIPA Pembiayaan adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran

BAPP sebagai berikut :

i. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negari (BA 096)

ii. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri (BA 097)

iii. Penerusan Pinjaman sebagai Pinjaman (BA 098)

iv. Penyertaan Modal Negara (BA 099)

v. Penerusan Hibah sebagai Hibah (BA 102)

4) DIPA Khusus

DIPA Khusus adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran yang

berasal dari BAPP dimana karena sifat dan keperluannya sehingga Konsep

DIPA dan Surat Pengesahan DIPA disatukan dalam satu lembar DIPA yang

ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Sifat dan keperluan penerbitan DIPA Khusus ditetapkan oleh Direktur Jenderal

Perbendaharaan dengan kriteria penanganan kejadian luar biasa yang

mempunyai tingkat urgensi sangat tinggi dan bersifat mendesak, seperti :

a) penanganan yang bersifat darurat,

b) kegiatan yang bersifat politis dalam rangka menjaga kredibilitas Pemerintah

19

Page 20: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

3.3. Penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

Penyusunan DIPA adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh kantor/ satuan

kerja kementerian negara/lembaga dalam mempersiapkan konsep DIPA yang akan

dimintakan pengesahannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA

kantor pusat atau Kepala Kanwil DJPB untuk DIPA daerah.

DIPA yang disusun oleh kementerian negara/lembaga harus berpedoman pada

peraturan presiden tentang rincian APBN yang merupakan alokasi dana pada masing-

masing satuan kerja dalam mencapai sasaran kegiatan yang telah ditetapkan. Khusus

untuk Departemen Agama, Keuangan, Pertahanan dan Keamanan, Kejaksaan Agung,

Kepolisian dan Badan Pertanahan Nasional, DIPAnya disusun untuk masing-masing

propinsi/kantor wilayah atau yang setara.

Kementerian negara/lembaga dalam menyusun konsep DIPA harus mengacu

kepada APBN yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan sesuai dengan

peraturan presiden tentang rincian APBN, maka struktur penganggaran dalam DIPA

harus terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, sub kegiatan,

jenis belanja dan lokasi.

Unit organisasi yang digunakan dalam anggaran belanja negara adalah

klasifikasi anggaran yang dialokasikan untuk masing-masing kementerian negara/

lembaga atau bagian anggaran yang dibagi menurut organisasi tingkat eselon/ satuan

kerja, sehingga kementerian negara/lembaga selaku pengguna anggaran dan satuan

kerja selaku kuasa pengguna anggaran bertanggungjawab terhadap pelaksanaan

kegiatan pendukung program sesuai dengan bagian anggarannya masing-masing.

Satuan kerja adalah bagian dari suatu unit organisasi pada kementerian

negara/lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program.

Kepala satuan kerja baik organisasi tingkat eselon I maupun tingkat eselon II, eselon III

atau eselon IV yang berdiri sendiri sebagai kuasa pengguna anggaran yang dibantu

dengan pejabat pengelola keuangan. Satuan kerja yang pimpinannya ditetapkan

sebagai kuasa pengguna anggaran dapat dikelompokkan menjadi satuan kerja pusat,

satuan kerja/unit pelaksana teknis, satuan kerja khusus, satuan kerja perangkat daerah,

satuan kerja non vertikal tertentu, dan atau satuan kerja sementara (bukan UPT).

Fungsi yang digunakan dalam anggaran belanja negara adalah klasifikasi

anggaran berdasarkan fungsi pemerintahan untuk masing-masing kementerian

negara/lembaga. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu

yang dilaksanakan kementerian negara/lembaga yang dirinci ke dalam 11 fungsi utama,

20

Page 21: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

yaitu pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan

hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama,

pendidikan dan perlindungan sosial. Kesebelas fungsi utama tersebut dirinci ke dalam

79 sub fungsi. Penggunaan fungsi dan sub fungsi dalam DIPA disesuaikan dengan

tugas pokok dan fungsi masing-masing kementerian negara/lembaga.

Program adalah penjabaran kebijaksanaan kementerian negara/lembaga dalam

bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan menggunakan sumber

daya yang disediakan untuk mencapai hasil terukur sesuai dengan misi kementerian

negara/lembaga.

Sedangkan kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu

atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian saasaran terukur pada

suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik

berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan

teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumberdaya tersebut

sebagai masukan (input) dalam bentuk barang/jasa.

Sub kegiatan adalah bagian dari kegiatan yang menunjang usaha pencapaian

sasaran dan tujuan kegiatan tersebut. Adanya sub kegiatan adalah sebagai konsekuensi

adanya perbedaan jenis dan satuan keluaran antar sub kegiatan dalam kegiatan

tersebut. Dengan demikian, sub kegiatan yang satu dipisahkan dengan sub kegiatan

lainnya berdasarkan perbedaan keluaran. Sebagai contoh, kegiatan pendidikan dan

pelatihan aparatur negara dengan sub kegiatan penyelenggaraan diklat penjenjangan

dengan keluaran antara lain jumlah peserta didik, sub kegiatan penyelenggaraan diklat

fungsional dengan keluaran antara lain junmlah lulusan, sub kegiatan pengembangan

kurikulum diklat dengan keluaran antara lain jumlah modul.

Pengertian hasil (outcome) adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program. Pengertian keluaran (output)

adalah barang atau jasa yang dihasilak oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk

mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijaksanaan.

Mengenai indikator hasil adalah segala sesuatu yang akan dicapai dari suatu

program pada jangka menengah sesuai dengan tujuan dan sasaran program.

Sedangkan indikator keluaran adalah sesuatu yang akan dicapai secara langsung dari

pelaksanaan suatu kegiatan, yang terdiri dari : biaya harga yaitu jumlah biaya yang

dibutuhkan untuk menghasilkan suatu tingkat keluaran tertentu; kuantitas yaitu jumlah

21

Page 22: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

unit barang atau jasa yang akan dihasilkan; kualitas yaitu mutu barang dan atau jasa

yang dihasilkan berdasarkan kepuasan penerima manfaat dan ketepatan waktu.

Contoh keterkaitan rumusan program, kegiatan, indikator hasil dan keluaran pada

kementerian tenaga kerja dan transmigrasi untuk program transmigrasi, dengan hasil

tercapainya mobilitas penduduk sebesar 5 % sampai tahun 2009, melalui kegiatan

pemindahan penduduk dan pengembangan masyarakat transmigrasi, maka indikator

keluarannya sebagai berikut :

Sub Kegiatan Indikator Keluaran Satuan Sasaran

Penyusunan rencana teknis Jumlah rencan teknis Paket 350

Pengembangan sistem Tambahan jumlah sistem Paket 7

Informasi Informasi - -

Survey kependudukan Jumlah hasil survey Paket 520

Pengembangan usaha tani Tambahan jumlah UKM UKM 389

Pembangunan rumah trans. Jumlah rumah buah 10.000

Kegiatan pada prinsipnya disusun dengan mengacu kepada rencana

pembangunan jangka menengah nasional, rencana kerja pemerintah, rencana strategis

kementerian negara/lembaga dan program prioritas pendukung kementerian negara/

lembaga.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan rumusan kegiatan,

antara lain :

(1) Penentuan suatu kegiatan didasarkan atas program dalam satu lingkungan unit

eselon I. Instansi pusat pada dasarnya melakukan kegiatan yang bersifat

pembinaan, koordinasi, integrasi, sinkronisasi pada setiap tahapan manajemen

atau melakukan kegiatan rintisan dalam rangka pengembangan sistem tertentu

dengan lingkup nasional.

Untuk kegiatan-kegiatan non fisik yang karena sifat dan permasalahannya

memerlukan keterpaduan sistem pada tingkat nasional dapat dipertimbangkan

untuk dijadikan sebagai kegiatan pusat.

(2) Untuk kegiatan-kegiatan fisik seperti pembangunan, perluasan, perawatan atau

pemeliharaan sarana fisik/gedung dan atau pengadaan barang/jasa yang

kegiatannya secara nyata berada di daerah propinsi/kabupaten/kota agar

dialokasikan ke daerah yang bersangkutan dengan cara mengintegrasikan

kegiatan dimaksud kedalam kegiatan di daerah yang sejenis pada program yang

22

Page 23: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

sama menjadi kegiatan atau unsur kegiatan. Apabila tidak ada kegiatan yang

sejenis yang menampungnya dapat diciptakan kegiatan baru yang berdiri sendiri.

Sebagai konsekuensi pengalokasian dana ke daerah propinsi/kabupaten/kota,

maka pengadaan barang/jasa tersebut tidak diperkenankan dilaksanakan oleh unit

eselon I di pusat.

(3) Kegiatan operasional yang merupakan kegiatan lanjutan, pada waktu menyusun

anggaran yang direncanakan perlu dicantumkan prakiraan maju untuk tahun

berikutnya. Kegiatan lanjutan adalah kegiatan terusan dari kegiatan tahun

sebelumnya yang jangka waktu penyelesaiannya lebih dari satu tahun anggaran,

termasuk kegiatan - kegiatan yang merupakan bagian dari suatu rencana induk

(master plan) dan kegiatan - kegiatan yang penyelesaiannya memerlukan waktu

lebih dari satu tahun (multi years).

Pencantuman pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) dalam DIPA harus

memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam loan agreement berkenaan,

karena kesalahan dalam pencantuman dana PHLN dapat berakibat terjadinya

kesalahan pembayaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencantuman PHLN

dalam DIPA, yaitu :

(1) Status loan.

Dana PHLN harus memilki status loan yang jelas, dalam arti naskah perjanjian

pinjaman/hibah luar negeri (NPHLN) berkenaan sudah ditandatangani dan

dinyatakan efektif serta telah diberi kode registrasi PHLN..

(2) Jenis cara pembayaran.

Pencantuman cara penarikan pinjaman luar negeri (PLN) seperti Rekening Khusus

(RK), Pembayaran Langsung (PL), Pembukaan Letter of Credit (L/C) dan

Penarikan Langsung Hibah berpedoman pada SKB Menteri Keuangan dan Menteri

Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor :185/

KMK.03/1995 - Kep.031/KET/5/1995 yang telah diubah dengan SKB Menteri

Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

Bappenas Nomor 459/KMK.03/1999 - Kep.264/KET/09/1999 serta ketentuan lain

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(3) Alokasi dana.

Hal - hal yang perlu diperhatikan untuk mengalokasikan dana PHLN dalam DIPA,

yaitu :

23

Page 24: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

a. Jenis kegiatan/pekerjaan yang akan dibiayai harus terdapat dalam uraian

kategori dalam PHLN;

b. Dana PHLN untuk setiap kategori pengeluaran masih cukup tersedia. Hal

ini penting untuk menghindarkan terjadinya overdrawn atau kelebihan

penarikan suatu kategori;

c. Porsi dana PHLN sesuai kategori yang telah ditetapkan dalam

NPPHLN;

d. Khusus PHLN yang penarikannya melalui tatacara L/C, perlu diperhatikan

nilai kontrak pekerjaan secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan

pembukaan rekening L/C di Bank Indonesia oleh KPPN Jakarta VI dan KPPN

Khusus Banda Aceh.

e. Dalam hal NPPHLN mensyaratkan adanya dana pendamping (porsi dan

non porsi), maka kementerian/lembaga wajib menyediakan dana pendamping

dalam RKA-KL

(4) Standar biaya.

Pembiayaan kegiatan/subkegiatan yang bersumber dari PHLN mengacu kepada

Standar Biaya Umum (SBU), Standar Biaya Khusus (SBK) dan Billing rate. Dalam

hal belum tersedia standar biaya, maka dapat digunakan Rincian anggaran Biaya.

(5) Kartu Pengawasan Alokasi Pagu PHLN

Kartu pengawasan tersebut memuat antara lain :

a. nama, tanggal, nomor NPPHLN;

b. nama pemberi pinjaman;

c. executing agency/implementing agency;

d. nomor register PHLN;

e. tanggal efektif PHLN;

f. closing date;

g. besaran pinjaman yang tercantum dalam NPPHLN;

h. kategori dan porsi PHLN;

i. tata cara dan rencana penarikan yang dituangkan dalam RKA-

KL;

j. sisa yang belum dialokasikan.

(6) Memahami NPPHLN.

24

Page 25: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Untuk menghindarkan terjadinya kegiatan-kegiatan yang ineligible, maka isi dari

loan agreement (NPPHLN) dan staff appraisal report (SAP) harus dipahami,

terutama mengenai : porsi beban loan untuk masing-masing kegiatan/kategori,

kegiatan-kegiatan yang dapat dibiayai loan, closing date, lokasi sasaran/cakupan

kegiatan, ketentuan loan lainnya jika ada (cara pembayarannya, dan sebagainya).

Dalam menyusun DIPA, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran

bertanggungjawab sepenuhnya terhadap kegiatan dan perhitungan biayanya yang

dalam penyusunannya berpedoman pada peraturan Harga satuan yang terdapat dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.02/2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang

Standar Biaya Tahun Anggaran 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor :

80/PMK.05/2007 tentang : Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan

Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan

dan Pelaksanaan DIPA Tahun Anggaran 2008, sebagai berikut:

(1) Belanja pegawai.

Belanja Pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang

diberikan kepada pegawai pemerintah (pejabat negara, PNS dan Pegawai yang

dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam

maupun luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan,

kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.

Belanja Pegawai terdiri dari :

a. Belanja Pegawai Mengikat adalah belanja pegawai yang dibutuhkan secar

terus menerus dalam satu tahun dan harus dialokasikan oleh kementerian

negara/lembaga dengan jumlah yang cukup pada tahun yang bersangkutan

1) Gaji

Perhitungan gaji dan tunjangan didasarkan atas realisasi pembayaran

gaji bulan April 2007 pada masing-masing kantor/satuan kerja. Dihitung

selama 13 bulan dengan perhitungan : realisasi bulan April 2007 X 13

bulan, kemudian ditambah accres 2,5 % untuk menampung kenaikan

pangkat, gaji berkala dan tambahan tunjangan keluarga.

Untuk Pengisian selisih formasi dan bezzeting (F-B) setiap pegawai

dianggap mempunyai satu isteri, satu anak, masa kerja nol tahun dihitung

selama enam bulan dengan indeks gaji sebagai berikut :

Golongan I sebesar Rp. 741.000,- per bulan;

25

Page 26: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Golongan II sebesar Rp. 813.000,- per bulan;

Golongan III / IV sebesar Rp. 1.166.000,- per bulan.

Perhitungan tersebut di atas kemudian ditambah dengan perhitungan

tunjangan umum dan tambahannya sesuai dengan ketentuan perundangan

yang berlaku.

Tunjangan beras

Jumlah pegawai X 3 jiwa X 10 kg X harga beras yang berlaku X 6 bulan.

Jumlah dana (F-B) tersebut ditempatkan pada masing-masing unit

organisasi kementerian negara/lembaga jika telah ada formasi per unit

organisasi atau pada Sekretariat Jenderal dalam hal belum ada formasi per

unit organisasi.

Perhitungan untuk Gaji dan Tunjangan dibuat berdasarkan masing-masing

mata anggaran yang dibulatkan dalam ribuan rupiah.

2) Gaji Dokter PTT dan Bidan PTT

Untuk Kementerian Kesehatan agar diperhitungkan gaji dokter dan bidan

PTT dengan berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran

tanggal 5 Januari 2001 No. SE-07/A/2001 perihal Pelaksanaan

Pembayaran Penghasilan Dokter dan Bidan PTT Selama Masa Bakti dan

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kesehatan dan Menteri

Keuangan N0. 1537/Menkes-Kessos/SKB/X/2000 dan No. 410/KMK.03/

2000 tanggal 11 Oktober 2000 tentang Pelaksanaan Penggajian Dokter

dan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap Selama Masa Bakti.

3) Honorarium

Honorarium mengajar guru tidak tetap;

Honorarium kelebihan jam mengajar guru tetap dan guru tidak

tetap;

Honorarium ujian dinas;

Honorarium mengajar disediakan antara lain untuk tenaga

pengajar luar biasa di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional atau

di luar Depdiknas yang tarifnya telah mendapat persetujuan Menteri

Keuangan;

4) Uang lembur.

26

Page 27: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Penyediaan dana untuk uang lembur tahun anggaran 2008 berdasarkan

tarif yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan perhitungan maksimal 100

% dari dana uang lembur tahun anggaran 2007.

5) Vakasi

Vakasi adalah penyediaan dana untuk imbalan bagi penguji atau pemeriksa

kertas/jawaban ujian.

6) Lain - lain.

Yang termasuk dalam belanja pegawai lain - lain adalah :

a. Belanja pegawai untuk dharma siswa/mahasiswa

asing;

b. Belanja pegawai untuk tunjangan ikatan dinas (TID);

c. Tunjangan selisih penghasilan (BPPT);

d. Honorarium yang bersumber dari PNBP;

e. Tunjangan lainnya yang besarannya telah

mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.

7) Uang Lauk Pauk TNI/Polri

Uang Lauk Pauk bagi anggota TNI/Polri dihitung perhari per anggota.

8) Uang Makan PNS

Pengeluaran untuk uang makan PNS per hari kerja per PNS

dan dihitung maksimal 22 hari setiap bulan;

Bagi PNS yang sebelumnya sudah menerima uang makan

yang tidak berdasarkan keputusan Menteri Keuangan, dengan adanya

uang makan ini maka pemberian uang makan tersebut dihentikan.

9) Khusus belanja pegawai TNI/Polri. Besarnya uang lauk pauk

bagi anggota TNI/Polri dihitung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10) Perhitungan untuk gaji dan tunjangan dibuat berdasarkan

masing - masing mata anggaran dan dibulatkan dalam ribuan rupiah.

b. Belanja Pegawai Tidak Mengikat.

Belanja Pegawai Tidak Mengikat adalah belanja pegawai yang diberikan dalam

rangka mendukung pembentukan modal dan atau kegiatan yang bersifat

temporer.

Anggaran untuk belanja pegawai tidak mengikat dapat disediakan untuk

kegiatan sepanjang :

27

Page 28: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Pelaksanaannya memerlukan pembentukan panitia/tim/kelompok

kerja;

Mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur;

Sifatnya koordinatif dengan mengikutsertakan satker/organisasi

lain;

Sifatnya temporer sehingga pelaksanaannya perlu diprioritaskan

atau di luar jam kerja;

Merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada PNS

disamping tugas pokoknya sehari-hari;

Bukan operasional yang dapat diselesaikan secara internal satker.

Contoh Belanja Pegawai Tidak Mengikat :

Honorarium yang disediakan untuk PNS yang ditunjuk sebagai

pengelola keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi kuasa pengguna

anggaran/kuasa pengguna barang. Honorarium ini diberikan karena

perangkapan jabatan/penugasan dan tanggungjawab.

Honorarium yang disediakan untuk anggota Tim Penyusunan

Draft Peraturan Perundang-undanganyang mengikutsertakan satker/instansi

lain yang terkait. Honorarium ini diberikan dalam rangka mencapai keluaran

berupa peraturan;

Honorarium yang disediakan untuk anggota Tim Penyusunan

Standar Biaya Khusus Kementerian/Lembaga yang anggotanya terdiri dari

unsur kementerian/lembaga, Departemen Keuangan, dan Badan Pusat

Statistik. Honorarium ini disediakan dalam rangka mencapai keluaran berupa

standar biaya kegiatan tertentu.

(2) Belanja Barang.

Belanja barang yaitu pengeluaran atas pembelian barang dan jasa yang habis

pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak

dipasarkan.

Pengalokasian anggaran untuk belanja barang mengacu pada standar biaya yang

telah ditetapkan. Sedangkan pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang belum

ditetapkan standar biayanya dilakukan atas dasar Rincian Anggaran Belanja (RAB)

yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dengan memperhatikan harga

28

Page 29: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

pasar yang berlaku dan ddapat dipertanggunjawabkan sesuai jenis serta

spesifikasi yang diperlukan.

Belanja Barang dapat dibedakan menjadi Belanja Barang dan Jasa, Belanja

Pemeliharaan, dan Belanja Perjalanan Dinas.

Belanja Barang dan Jasa merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan

untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis

pakai seperti alat tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris kantor,

langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang

bersifat non fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi

kementerian/lembaga, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak memenuhi

syarat nilai kapitalisasi (nilai satuan barang kurang dari Rp 300.000,-)

Belanja Pemeliharaan adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk

mempertahankan aset tetap atau aset tetap lainnya yang sudah ada ke dalam

kondisi normal . Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan gedung

dan bangunan kantor, taman, jalan lingkungan kantor, rumah dinas, kendaraan

bermotor dinas dan lain-lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan

pemerintahan.

Belanja Pejalanan Dinas merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk

membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan jabatan.

Belanja Barang terdiri dari :

a. Belanja Barang Mengikat.

Belanja Barang Mengikat adalah belanja barang yang dibutuhkan secara terus

menerus selama 1 (satu) tahun dan dialokasikan oleh kementerian/lembaga

dengan jumlah yang cukup pada tahun yang bersangkutan.

Belanja Barang Mengikat, terdiri atas :

1). Belanja barang.

Pengeluaran-pengeluaran yang temasuk dalam hal ini adalah belanja

operasional, antara lain :

keperluan sehari-hari perkantoran,

pengadaan/penggantian inventaris kantor yang nilainya dibawah

kapitalisasi,

pengadaan bahan makanan,

29

Page 30: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

uang makan khusus Departemen Pertahanan (TNI) dan Polri,

yang indeks satuan harga didasarkan atas indeks yang ditetapkan oleh

Departemen Pertahanan dan Polri meliputi : uang makan non organik,

uang makan operasi dan uang makan pendidikan.

belanja barang lainnya yang secara langsung menunjang

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kementerian/lembaga.

2). Belanja jasa.

Pengeluaran-pengeluaran yang temasuk dalam hal ini adalah belanja untuk

langganan daya dan jasa (listrik, telepon, gas dan air).

3). Belanja Pemeliharaan.

Pengeluaran-pengeluaran untuk pemeliharaan gedung kantor, rumah

dinas/jabatan, kendaraan bermotor dan lain-lain yang berhubungan dengan

penyelenggaraan pemerintahan termasuk perbaikan peralatan dan sarana

gedung (sesuai standar biaya umum).

4). Belanja Perjalanan.

Pengeluaran - pengeluaran untuk perjalanan dinas tetap.

Perjalanan dinas tetap adalah perjalanan yang dilakukan oleh PNS secara

terus menerus dalam rangka melaksanakan tugas tertentu. Kepada PNS

tersebut diberikan biaya perjalanan dinas tetap dengan tarif tertentu yang

dibayarkan secara bulanan.

b. Belanja Barang Tidak Mengikat.

Belanja Barang Tidak Mengikat adalah belanja barang yang dibutuhkan secara

insidentil (tidak terus menerus) yang meliputi barang non operasional, belanja

jasa (jasa konsultan, sewa, jasa profesi dan jasa lainnya), belanja

pemeliharaan serta belanja perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan suatu

kegiatan/tugas pokok fungsi satuan kerja.

(3) Belanja Modal.

Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan

modal yang sifatnya menambah aset kementerian negara/lembaga dengan

kewajiban untuk menyediakan biaya pemeliharaan. Dengan demikian, Belanja

Modal merupakan pengeluaran anggaran untuk memperoleh aset tetap dan aset

lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu perode akuntansi.

30

Page 31: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Aset tetap mempunyai ciri-ciri/karakteristik sebagai berikut : berwujud, akan

menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,

nilainya relatif material (di atas Rp 300.000,- per unit). Sedangkan batasan minimal

kapitalisasi untuk Gedung dan Bangunan dan Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah

sebesar Rp 10.000.000,-. Ciri-ciri/karakteristik Aset Lainnya adalah tidak berwujud,

akan menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari dari 1

(satu) tahun, nilainya tidak material.

Berdasarkan hal di atas, dikategorikan Belanja Modal apabila memenuhi kreteria :

Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau

aset lainnya;

Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap;

Aset lainnya yang telah ditetapkan oleh pemerintah;

Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

Belanja modal terdiri dari :

1) belanja modal tanah,

Pengeluaran untuk pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik

nama dan sewa tanah, pengosongan, perataan, pematangan tanah,

pembuatan sertifikat tanah serta pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat

adminstratif sehubungan dengan pembentukan modal, perolehan hak dan

kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi tanah.

2) belanja modal peralatan dan mesin.

Pengeluaran untuk pengadaan alat-alat dan mesin-mesin yang dipergunakan

dalam kegiatan pembentukan modal/aset tetap, termasuk biaya untuk

penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin

berat yang dimaksudkan untuk memperpanjang masa manfaat maupun

meningkatkan efisiensinya.

3) belanja modal gedung dan bangunan,

Pengeluaran untuk perencanaan, pembangunan, pengawasan dan

pengelolaan pembentukan modal untuk pembangunan gedung dan banguan

negara yang perhitungannya mengikuti Standar Pembangunan Gedung

Negara, termasuk di dalamnya pengadaan berbagai kebutuhan pembangunan

gedung dan bangunan.

31

Page 32: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Termasuk kelompok belanja modal ini adalah :

i. pengadaan/pembangunan berbagai gedung dan

bangunan yang berfungsi untuk perkantoran, hunian dan pelayanan;

ii. belanja untuk kelengkapan prasarana dan sarana di

dalam dan di sekitar (sepanjang beranda di dalam komplek) gedung dan

bangunan tersebut. Misalnya instalasi listrik, air, telepon, jalan komplek,

pagar, gorong-gorong lingkungan, pertamanan, lapangan parkir dll;

iii. biaya-biaya untuk kegiatan rehabilitasi, renovasi dan

restorasi gedung dan bangunan yang diharapkan dapat memperpanjang

masa manfaat dari aktiva maupun meningkatkan efisiensinya.

4) belanja modal jalan, irigasi dan jaringan,

pengeluaran yang diperlukan untuk pembangunan, peningkatan/ penambahan,

penggantian, pembuatan serta perawatan prasarana dan sarana yang

berfungsi sebagai jaringan atau merupakan bagian dari jaringan, misalnya

jalan, jembatan dam, embung, jaringan pengairan (termasuk jaringan air

bersih), jaringan instalasi/distribusi listrik dan jaringan telekomunikasi serta

jaringan lain yang berfungsi sebagai prasarana dan sarana fisik

distribusi/instalasi, akan tetapi tidak termasuk instalasi yang terdapat di dalam

gedung dan bangunan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Belanja

Modal Gedung dan Bangunan.

Dalam kreteria ini termasuk biaya yang berhubungan dengan perencanaan,

pengawasan, dan pengelolaan pembangunan prasarana dan sarana tersebut

di atas.

5) belanja modal fisik lainnya.

Pengeluaran yang diperlukan dalam kegiatan pembentukan modal untuk

pengadaan pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat

diklasifikasikan dalam perkiraan kriteria belanja modal tanah, peralatan dan

mesin, gedung dan bangunan, jaringan (jalan, irigasi dll).

Termasuk dalam belanja ini : kontrak sewa beli (leasehold),

pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang

purbakala dan barang-barang untuk museum, serta hewan ternak, ternak

peliharaan, buku-buku dan jurnal ilmiah.

32

Page 33: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Perhitungan dan penilaian belanja modal dilakukan berdasarkan standar biaya

sepanjang telah ditetapkan. Sedangkan penilaian atas pekerjaan yang belum

ditetapkan dalam standar biaya dilakukan atas dasar Rincian Anggaran Biaya

(RAB) yang disusun oleh pejabat yang berwenang, dengan memperhatikan

harga pasar yang berlaku dan jenis serta spesifikasi yang diperlukan.

(4) Bunga

Bunga yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang

(principal outstnading), baik utang dalam negeri maupun luar negeri yang dihitung

berdasarkan posisi pinjaman. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan

dari Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP).

(5) Subsidi

Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga

yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk

memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya

dapat dijangkau oleh masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk

penyaluran subsidi kepada perusahaan negara dan perusahaan swasta. Jenis

belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Pembiayaan

dan Perhitungan (BAPP).

(6) Bantuan Sosial.

Bantuan sosial yaitu transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat

guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat

langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan atau lembaga

kemasyarakatan termasuk di dalamnya untuk lembaga non pemerintah bidang

pendidikan dan keagamaan.

Yang termasuk kedalam bantuan sosial adalah :

bantuan konpensasi sosial,

Transfer dalam bentuk uang, barang atau jasa yang diberikan kepada

masyarakat, sebagai dampak dari adanya kenaikan harga BBM.

Bantuan kepada lembaga pendidikan dan peribadatan.

Transfer dalam bentuk uang, barang atau jasa yang diberikan kepada lembaga

pendidikan dan peribadatan.

Khusus untuk satker perwakilan Pemerintah Indonesia di luar negeri di atur

sebagai berikut :

33

Page 34: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

a. belanja pegawai

i. Gaji home staff maupun local staff pada perwakilan RI

termasuk atase teknis supaya didasarkan pada payroll (daftar tunjangan

penghidupan luar negeri) bulan Maret 2007.

ii. Untuk menghitung selisih F-B (formasi - Bezzeting)

home staff, supaya didasarkan pada angka rata - rata Tunjangan Pokok

Luar Negeri (TPLN). Khusus apabila terjadi kekosongan Kepala

Perwakilan maka perhitungan F-B nya menggunakan Angka Dasar

Tunjangan Luar Negeri (ADTLN) X Angka Pokok Tunjangan Luar Negeri

(APTLN) dengan asumsi 1 istri 2 anak.

iii. Untuk menghitung selisih F-B local staff, supaya

didasarkan pada payroll terendah tahun anggaran 2007;

iv. Untuk menghitung kurs digunakan kurs yang

ditetapkan APBN;

v. Alokasi Tunjangan lain-lain home staff dihitung

maksimum 40 % dari alokasi gaji luar negeri/TPLN home staff dengan

perhitungan Tunjangan Sewa Rumah 25% dan Tunjangan Restitusi

Pengobatan 15%.

vi. Alokasi Tunjangan lain-lain local staff dihitung

maksimum 30 % dari alokasi gaji luar negeri local staff, dengan

perhitungan lembur 28% dan Tunjangan asuransi kecelakaan 2%;

vii. Alokasi anggaran social security local staff dihitung

rata-rata maksimum 7% dari alokasi gaji luar negeri local staff. Apabila

ada peraturan lain ketenagakerjaan negara setempat dimana perwakilan RI

di luar negeri (termasuk atase teknis dan atase pertahanan) berada, maka

pengalokasian mengikuti ketentuan ketenagakerjaan pada negara

setempat.

b. Belanja barang

i. Alokasi anggaran untuk sewa gedung didasarkan atas kontrak sewa

gedung yang berlaku;

ii. Alokasi anggaran biaya representasi untuk duta besar dihitung maksimum

20% dari tunjangan pokok x 12 bulan. Sedangkan untuk home staff lainnya

dihitung maksimum 10% dari gaji pokok x 12 bulan;

34

Page 35: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

iii. Perjalanan dinas pada Perwakilan RI di LN termasuk Atase Teknis dan

Atase Pertahanan maksimum terdiri dari :

Perjalanan dinas wilayah

Perjalanan dinas multilateral

Perjalanan dinas akreditasi

Perjalanan dinas kurir

Anggaran perjalanan dinas pada Perwakilan RI di LN disediakan hanya

untuk jenis perjalanan dinas yang ada pada Perwakilan RI bersangkutan,

dan dihitung menurut jumlah pejabat yang melakukan perjalanan dinas,

serta frekuensi perjalanan yang dilakukan. Besarnya tarif uang harian

perjalanan dinas luar negeri diatur oleh Menteri Keuangan.

3.4. Penelaahan Konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

Pada pasal 7 ayat (2) huruf b Undang - undang nomor 1 tahun 2004 tentang

perbendaharaan disebutkan bahwa Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara

berwenang mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran. Kewenangan tersebut

dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan

dengan menerbitkan surat pengesahan DIPA (SP DIPA). Dalam rangka meningkatkan

pelayanan dan mempercepat proses penerbitan SP DIPA di daerah, maka kewenangan

Direktur Jenderal Perbendaharaan tersebut didelegasikan kepada Kepala Kantor

Wilayah DJPb.

Pada awal bulan Nopember, Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal

Perbendaharaan menetapkan surat rincian alokasi anggaran (SRAA) atas dasar

peraturan presiden tentang rincian APBN yang secara nyata kegiatannya berlokasi di

daerah. SRAA tersebut memuat kutipan peraturan presiden tentang rincian APBN

sesuai dengan satuan kerja di daerah. Sebelum mengesahkan konsep DIPA yang

diterima dari kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga, DJPb maupun Kanwil

DJPb melakukan kegiatan penelaahan terhadap konsep DIPA tersebut.

Pengertian penelaahan adalah proses pencocokan SRAA, peraturan presiden

tentang rincian APBN (menurut organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, sub

kegiatan, jenis belanja, serta lokasi kegiatan/sub kegiatan) dari Direktur Jenderal

Anggaran dengan konsep DIPA dari instansi kementerian negara/ lembaga/satuan kerja

35

Page 36: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

terkait. Proses penelaahan DIPA sampai dengan penetapan SP DIPA harus telah

diselesaikan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember sebelum tahun anggaran

berjalan.

Tujuan penelaahan adalah untuk memperoleh kesesuaian DIPA yang akan

ditetapkan dengan dokumen resmi yang menjadi dasar penyusunannya. Apabila

penelaahan konsep DIPA tersebut telah sesuai dengan SRAA dan rincian peraturan

presiden selanjutnya ditetapkan SP DIPA yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal

Perbendaharaan untuk DIPA pusat dan Kepala Kanwil DJPb untuk DIPA yang telah

ditelaah di daerah. Pengesahan ini berlaku sebagai dasar pencairan dana oleh KPPN,

sedangkan tanggungjawab terhadap perhitungan biaya dan penggunaan dana yang

tertuang dalam DIPA sepenuhnya menjadi tanggungjawab pengguna anggaran/kuasa

pengguna anggaran.

Penelaahan konsep DIPA di kantor pusat pusat DJPb diatur sebagai berikut :

(1) Khusus untuk DIPA satuan kerja kantor pusat kementerian negara/lembaga

membuat konsep DIPA dan disampaikan ke DJPb c.q. Direktorat Pelaksanaan

Anggaran. Pagu yang ditetapkan dalam peraturan presiden tentang rincian APBN

bagi masing-masing unit organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan dan jenis

belanja merupakan batas tertinggi yang tidak boleh dilampaui.

(2) Apabila dalam DIPA telah sesuai dengan rincian peraturan presiden, maka DJPb

dapat melakukan pengesahan DIPA berkenaan.

Penetapan SRAA diatur sebagai berikut :

(1) DJPb c.q. Direktorat Pelaksanaan Anggaran menerima peraturan presiden tentang

rincian APBN dari Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran pada akhir

bulan Nopember dan setelah itu menerbitkan SRAA.

(2) SRAA ditetapkan berdasarkan lokasi kegiatan yang secara nyata ada di daerah.

(3) Segera setelah SRAA ditetapkan, kantor pusat DJPb mengirimkan SRAA dan atau

peraturan presiden tentang rincian APBN tersebut ke Kantor Wilayah DJPb.

Penelaahan konsep DIPA oleh Kanwil DJPb di daerah dilaksanakan sebagai

berikut :

1) Setelah SRAA dan atau peraturan presiden tentang rincian

APBN diterima dari Kantor Pusat DJPb, Kanwil DJPb melakukan koordinasi dan

menyampaikan kopi SRAA kepada satuan kerja dalam wilayah masing - masing.

36

Page 37: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

2) Pagu yang telah ditetapkan dalam SRAA untuk masing -

masing satuan kerja per kegiatan dan per jenis belanja merupakan batas tertinggi

yang tidak boleh dilampaui.

3) Apabila dalam penelaahan DIPA di daerah terdapat

ketidaksesuaian atau permasalahan lainnya, maka Kanwil DJPb dapat

melakukan pemblokiran dana kegiatan pada DIPA dalam hal :

a) Terdapat ketidaksesuaian kegiatan dan alokasi pagu

jenis belanja yang tercantum pada konsep DIPA yang diajukan oleh

satuan kerja terkait dengan yang tercantum pada SRAA dan atau peraturan

presiden tentang rincian APBN satuan kerja yang bersangkutan.

b) Keperluan biaya operasional satuan kerja baru yang

belum mendapat persetujuan Menteri Negara PAN, kecuali satuan kerja

sementara.

c) Naskah perjanjian pinjaman/hibah luar negeri

(NPHLN) belum efektif dan atau kegiatan PHLN yang belum tersedia dana

pendampingnya.

4) Catatan atas hasil penelaahan DIPA diatur sebagai berikut :

a) Dalam hal sebagian atau seluruh kegiatan DIPA

dibiayai dana yang berasal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dalam

halaman IV Catatan DIPA agar dicantumkan catatan khusus : “Pencairan dana

untuk membiayai kegiatan PNBP dapat dibayarkan setelah terlebih dahulu

dilakukan penyetoran PNBP ke rekening kas negara yang dibuktikan dengan

surat bukti setor, KPPN mencairkan dana PNBP didasarkan atas ketentuan

perundang - undangan yang berlaku”.

b) Dalam penelaahan belanja pegawai dalam DIPA

agar tetap memperhatikan dasar perhitungan gaji atas dasar gaji bulan April

2007 (untuk DIPA tahun 2008). Penilaian belanja pegawai ini agar dicantumkan

secara khusus pada lembar catatan penelaahan DIPA dan selanjutnya

dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagai bahan analisa

mengenai ketersediaan belanja pegawai tahun anggaran 2008.

c) Apabila dalam penelaahan DIPA dijumpai alokasi

pagu kegiatan pada jenis belanja tertentu yang tidak sesuai dengan klasifikasi

belanja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2005

tentang Standar Akuntansi Pemerintah, DIPA tetap diproses dengan dengan

37

Page 38: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

catatan diadakan pemblokiran atau tanda bintang(*) sampai adanya penetapan

lebih lanjut dari Direktur Jenderal Perbendaharaan. Kepala Kanwil DJPb agar

melaporkan temuan penelaahan tersebut kepada Direktur Jenderal

Perbendaharaan untuk diproses lebih lanjut. Sebagai contoh : adanya

pembangunan gedung kantor, pengadaan alat berat yang seharusnya

dicantumkan pada belanja modal, tetapi pada SRAA maupun pada peraturan

presiden tentang rincian APBN dicantumkan pada belanja barang.

5) Keterlambatan penyampaian konsep DIPA.

Dalam hal kementerian negara/lembaga/satuan kerja terlambat menyampaikan

konsep DIPA, maka diterbitkan DIPA Sementara dengan tata cara sebagai berikut :

a) Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan menyusun

Konsep DIPA Sementara dan mengesahkan DIPA Sementara berdasarkan

Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat;

b) Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan menyusun

Konsep DIPA Sementara dan mengesahkan DIPA Sementara berdasarkan

SRAA;

c) DIPA Sementara tidak perlu ditandatangani

Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

d) Dana yang dapat dicairkan dibatasi untuk

pembayaran gaji pegawai, pengeluaran keperluan sehari-hari perkantoran, daya

dan jasa, dan lauk pauk/bahan makanan. Sedangkan dana untuk jenis

pengeluaran lainnya harus diblokir;

e) Apabila konsep DIPA sudah diterima dari Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran setelah DIPA Sementara diterbitkan,

maka dilakukan penelaahan dan pengesahan revisi pertama DIPA bersangkutan.

6) Petunjuk operasional kegiatan (POK).

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang tertuang dalam DIPA, setelah DIPA

disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kanwil DJPb, setiap satuan

kerja dapat menerbitkan petunjuk operasional kegiatan (POK) sebagai pedoman

pelaksanaan lebih lanjut dari DIPA. Revisi terhadap POK sepanjang tidak mengubah

DIPA dilakukan oleh kepala satuan kerja.

3.5. Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

38

Page 39: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Dalam hal pelaksanaan DIPA satuan kerja/unit organisasi eselon I memerlukan

revisi, maka pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat mengusulkan

pengesahan revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA pusat

dan kepada Kepala Kanwil DJPb untuk DIPA daerah.

Kewenangan revisi DIPA diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor :

46/PMK.02/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Tata Cara Perubahan Rincian

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Perubahan Daftar Isian Pelaksanaan

Anggaran Tahun 2008 sebagai berikut :

(1) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat melakukan Revisi DIPA

dan mengajukan pengesahan Revisi DIPA kepada Direktur Jenderal

Perbendaharaan/ Kepaia Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

(2) Revisi DIPA disahkan oteh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

(3) Revisi DIPA dilaksanakan :

a. Berdasarkan dengan perubahan Satuan Anggaran Per Satuan Kerja

(SAPSK);

Merupakan Revisi DIPA yang dilaksanakan berdasarkan Revisi Rincian

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP) yang ditetapkan dengan perubahan

SAPSK yang meliputi:

1) Pergeseran anggaran belanja:

antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran;

antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran

tersebut merupakan hasil optimalisasi; dan/atau

antarjenis belanja dalam satu kegiatan

2) Perubahan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan

negara bukan pajak (PNBP);

3) Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN)

sebagai akibat dari luncuran dan percepatan penarikan PHLN;

4) Perubahan anggaran sepanjang masih dalam satu

provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka

turgas pernbantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang

dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi;

39

Page 40: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

5) Perubahan anggaran antarprovinsi/kabupaten/kota untuk

kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di tingkat pusat

maupun oleh instansi vertikalnya di daerah;

6) Pencairan blokir/tanda bintang (") yang dicantumkan oleh

Direktur Jenderal Anggaran; dan

7) Perubahan pagu pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN)

sebagai akibat perubahan kurs sepanjang perubahan tersebut terjadi setelah

kontrak ditandatangani.

b. Berdasarkan Revisi Rincian ABPP yang ditetapkan tanpa

perubahan SAPSK. Merupakan Revisi DIPA yang dilaksanakan berdasarkan

Revisi Rincian ABPP yang ditetapkan tanpa perubahan SAPSK yang meliputi:

1) Perubahan/ralat karena kesalahan administrasi,

2) Perubahan kantor bayar (KPPN);

3) Perubahan anggaran antarprovinsi/kabupaten/kota untuk

kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organibasi di tingkat, pusat

maupun oleh instansi vertikalnya di daerah sepanjang digunakan untuk kode

akun (MAK) yang sama;.

4) Perubahan alokasi dana antarsubkegiatah, termasuk

menambah subkegiatan baru dalam satu kegiatan, satu program, satu jenis

belanja dan satu satker sepanjang sasaran program dan/atau volume

keluaran kegiatan/subkegiatan telah dicapai dan tidak mengurangi alokasi

dana belanja mengikat;

5) Perubahan volume keluaran pada subkegiatan sepanjang

sasaran program dan volume keluaran kegiatan telah dicapai tanpa

mengubah alokasi dana pada kegiatan, program, jenis belanja dan satker;

6) Pencairan dana yang diblokir/bertanda bintang (-) sepanjang

dicantumkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, apabila persyaratan telah

dipenuhi;

7) Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di

atas pagu APBN untuk perguruan tinggi non Badan Hukum Milik Negara (PT

non BHMN).

40

Page 41: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Revisi Rincian ABPP yang ditetapkan tanpa perubahan SAPSK dilaksanakan

dengan tetap tidak mengakibatkan:

1) Pengurangan terhadap :

alokasi belanja rnengikat (kegiatan 0001 dan 0002) kecuali dalam rangka

memenuhi kegiatan operasional;

Yang dimaksud dengan kegiatan operasional merupakan kegiatan yang

didanai dari belanja pegawai mengikat dan belanja barang mengikat

dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.

alokasi dana untuk pembayaran berbagai tunggakan;

Rupiah Murni Pendamping PHLN;

alokasi dana kegiatan. yang bersifat multiyears; dan

alokasi dana pada rincian Kelornpok Pengeluaran/Subkegiatan/ Kegiatan

yang telah dikontrakkan,dan/atau direalisasikan dananya sehingga

menjadi minus.

2) Penggunaan dana hasil optimalisasi tidak sesuai dengan

ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007 antara lain pengadaan kendaraan

operasional, pembangunan gedung kantor, dan pembayaran honor-honor.

c. Revisi dapat dilaksanakan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Anggaran Satuan Kerja dengan ketentuan :

1) tidak mengakibatkan perubahan DIPA;

2) tidak mengurangi belanja gaji dan tunjangan ilainnya yang

melekat pada gaji,

3) tidak rnengurangi/merelokasi belanja mengikat; dan

4) masih dalam kelompok pengeluaran yang sama.

Revisi yang dilaksanakan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran

Satuan Kerja dilakukan dengan mengubah Petunjuk Operasional Kegiatan dan

dokumen RKAKL berkenaan, dan selanjutnya menyampaikan arsip data

komputer (ADK) perubahan RKAKL dimaksud kepada Direktur Pelaksanaan

Anggaran/Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat untuk dilakukan

pemutakhiran data DIPA sedangkan tembusan disampaikan kepada KPPN

bersangkutan.

(4) Pengesahan Revisi DIPA diatur sebagai berikut :

41

Page 42: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

a. Revisi DIPA untuk DIPA satker Pusat yang berlokasi di DKI Jakarta, disahkan

oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan;

b. Revisi DIPA untuk

1) DIPA satker pusat yang berlokasi di daerah (diluar DKI Jakarta);

2) DIPA satker vertikal;

3) DIPA Dekonsentrasi; dan

4) DIPA Tugas Pembantuan

Baik untuk DIPA yang awalnya disahkan di pusat ataupun di daerah,

disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan.

c. Dalam pengesahan revisi tidak diperbolehkan mengurangi pagu

dana Kelompok Pengeluaran/Subkegiatan/Kegiatan pada DIPA yang telah

dikontrakkan dan/atau direalisasikan pencairan dananya.

d. Batas waktu pengesahan Revisi DIPA paling lama S (lima) hari

kerja setelah usulan pengesahan revisi serta data pendukung diterima secara

lengkap.

5) Penyampaian Revisi DIPA yang telah disahkan diatur

sebagai berikut:

a. Revisi DIPA untuk DIPA satker Pusat yang berlokasi di DKI

Jakarta, disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan disampaikan kepada

satker yang bersangkutan dan KPPN terkait beserta ADK dan tembusan kepada:

1) Menteri/Ketua Lembaga;

2) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

3) Gubernur Propinsi;

4) Direktur Jenderal Anggaran;

5) Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan

Keuangan, Ditjen Perbendaharaan; dan

6) Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan terkait beserta ADK.

b. Revisi DIPA untuk satker pusat yang berlokasi di daerah (diluar

DKI Jakarta), satker vertikal, tugas pembantuan dan dekonsentrasi disampaikan

kepada satker yang bersangkutan dan KPPN terkait beserta ADK dan tembusan

kepada :

1) Menteri/Ketua Lembaga;

2) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

42

Page 43: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

3) Gubernur Propinsi; r

4) Direktur Jenderal Anggaran;

5) Direktur Jenderal Perbendahaaraan:

a. Direktur Pelaksanaan Anggaran Ditjen Perbendaharan beserta ADK; dan

b. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Ditjen Perbendaharaan

Revisi DIPA yang disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Perbendaharaan wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q.

Direktur Pelaksanaan Anggaran setiap bulan beserta seluruh ADK baik yang

dilaporkan revisinya maupun yang tidak direvisi. Dalam rangka memperoleh data

yang akurat, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan,

dan Satuan Kerja melakukan pemutakhiran data anggaran berdasarkan revisi DIPA

yang telah disahkan.

6) Revisi Rincian ABPP yang memerlukan persetujuan DPR-

Rl diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran untuk

selanjutnya dimintakan persetujuan DPR-Rl.

7) Batas akhir pengajuan Revisi Rincian ABPP untuk APBN

maupun APBN-P adalah tanggal 31 Cktober 2008, sedangkan untuk satker PT Non

BHMN pengajuan dan penetapan Revisi Rincian ABPP adalah tanggal 31 Desember

2008.

8) Ketentuan mengenai tata cara Revisi DIPA untuk satker

BLU diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

3.6. Aplikasi DIPA

Setelah menyusun RKA-KL dan pagu sudah ditetapkan, maka tiap satker menyusun

DIPA satker. Penyusunan DIPA ini sama menggunakan Aplikasi RKA-KL dengan masuk

ke penyusunan DIPA. Petunjuk aplikasi RKA-KL/DIPA ini bisa dipelajari pada lampiran

modul ini.

3.7. Latihan

1. Jelaskan pengertian daftar isian pelaksanaan anggaran sehubungan dengan

pembagian kewenangan antara pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran

43

Page 44: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

dengan bendahara umum negara, dan mengapa dokumen pelaksanaan anggaran

yang disusun oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna itu masih harus disahkan

oleh bendahara umum negara.

2. Sebutkan informasi apa saja yang termuat dalam daftar isian pelaksanaan anggaran

dan siapakah yang berhak menandatangani daftar dimaksud, jelaskan.

3. Jelaskan dan berikan contoh bahwa dalam penyusunan daftar isian pelaksanaan

anggaran pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga terdapat

keterkaitan perumusan program, kegiatan, indikator hasil dan keluarnya.

4. Jelaskan, hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam mencantumkan

pinjaman/hibah luar negeri pada penyusunan DIPA, agar tidak terjadi kesalahan

pembayaran.

5. Jelaskan, mengapa dalam penyusunan DIPA untuk belanja pegawai dan belanja

barang harus memperhatikan unsur-unsur yang terikat dan tidak terikat dengan

tugas pokok dan fungsi kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga.

6. Jelaskan pengertian dan tujuan penelaahan konsep DIPA oleh Ditjen

Perbendaharaan maupun oleh Kantor Wilayah Ditjen PBN.

7. Jelaskan persyaratan pengesahan terhadap revisi DIPA yang diajukan oleh satuan

kerja kementerian negara/lembaga itu dapat langsung diputuskan oleh Direktur

Jenderal Perbendaharaan maupun oleh Kepala Kanwil Ditjen PBN.

8. Jelaskan persyaratan pengesahan terhadap revisi DIPA yang diajukan oleh satuan

kerja kementerian negara/lembaga itu sebelum dapat langsung diputuskan oleh

Direktur Jenderal Perbendaharaan maupun oleh Kepala Kanwil Ditjen PBN harus

terlebih dahulu mendapat persetujuan prinsip dari Direktur Jenderal Anggaran.

3.8. Rangkuman

Dalam pelaksanaan anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna

anggaran mempunyai kewenangan dan bertanggunjawab atas penyusunan kegiatan

44

Page 45: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

dan perhitungan biaya yang tertuang dalam dokumen pelaksanaan anggaran.

Kewenangan dan tanggungjawab tersebut dilimpahkan kepada kepala satker pusat/unit

pelaksana teknis/satker khusus/satker non vertikal tertentu/satker sementara, dan

dikuasakan kepada gubernur untuk menunjuk satker perangkat daerah selaku kuasa

pengguna anggaran.

Satker kementerian negara/lembaga tersebut menyusun dokumen pelaksanaan

anggaran mengacu kepada rencana kerja dan anggaran (RKA-KL) dan peraturan

presiden tentang rincian APBN. Hasil penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran

tersebut disebut konsep DIPA yang memuat uraian sasaran yang akan dicapai, fungsi,

program, dan rincian kegiatan, rencana penarikan dana setiap bulan dalam satu tahun

serta pendapatan yang diperkirakan.

Konsep DIPA diajukan kepada Direktur Jendaral Perbendaharaan atau kepada

Kepala Kanwil Ditjen PBN untuk memperoleh pengesahan. Sebelum melakukan

pengesahan Konsep DIPA tersebut, Dirjen PBN dan Kanwil Ditjen PBn mengadakan

penelaahan terhadap konsep DIPA, apakah telah sesuai dengan peraturan presiden

tentang rincian APBN dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Apabila telah

selesai kemudian Direktur Jendaral Perbendaharaan atau kepada Kepala Kanwil Ditjen

PBN menerbitkan SP DIPA. SP DIPA dan konsep DIPA tersebut menjadi satu kesatuan

yang tidak terpisahkan disebut DIPA.

Apabila dalam pelaksanaan DIPA terdapat hal-hal yang mengharuskan adanya

perubahan isi yang tercantum dalam DIPA, maka satker kementerian negara/lembaga

dapat mengajukan revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala

Kanwil Ditjen PBN untuk memperoleh pengesahannya. Mengenai pengesahan revisi

DIPA ini ada yang langsung diputuskan oleh Direktur Jendaral Perbendaharaan atau

kepada Kepala Kanwil Ditjen PBN, namun ada yang harus terlebih dahulu mendapat

persetujuan prinsip dari Direktur Jenderal Anggaran sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

4. KEGIATAN BELAJAR (KB) 3 : MEKANISME PENDAPATAN NEGARA

4.1. Definisi Pendapatan Negara

45

Page 46: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Menurut pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 di disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang

diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Dari pengertian tersebut berarti bahwa

pemerintah pusat mempunyai berbagai hak, yang salah satu hak pemerintah pusat

adalah menggali sumber-sumber penerimaan bagi negara untuk membiayai berbagai

belanja/pengeluaran negara yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan

pemerintahan.

Wujud pendapatan negara (government revenue) berupa uang (cash) sebagai

penerimaan negara, yang menurut pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 17 tahun

2003 diberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah

uang yang masuk ke kas negara. Dikatakan masuk ke kas negara mengandung makna

tercatat dalam akuntansi/pembukuan kas negara atau kas umum negara. Dengan

demikian pendapatan negara adalah semua penerimaan kas negara/kas umum negara

(uang pemerintah pusat) dari berbagai sumber yang sah, yang menambah ekuitas dana

dalam periode satu tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah pusat.

Menurut Suparmoko (1997) bahwa penerimaan pemerintah dalam arti yang

seluas-luasnya meliputi penerimaan pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil

penjualan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman

pemerintah, mencetak uang dan sebagainya. Dari berbagai sumber tersebut, pajak-

pajak merupakan sumber utama sedangkan pinjaman merupakan pembiayaan alternatif

yang baru diambil bilamana anggaran negara tidak sanggup ditutupi dari pajak dan

sumber lainnya, sedangkan sumber dari percetakan uang biasanya baru dilakukan

manakala negara sangat terdesak.

Dalam sistem APBN, pendapatan/penerimaan negara mempunyai dua fungsi

yaitu fungsi anggaran (budgetair) dalam arti bahwa pendapatan/ penerimaan negara

sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya

dan fungsi mengatur (reguler) dalam arti bahwa pendapatan/penerimaan negara

sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang

sosial dan ekonomi.

Oleh karena itu, setiap pemungutan pendapatan/penerimaan negara oleh

pemerintah pusat maupun daerah selayaknya tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan dari masyarakat, maka setiap pungutan pendapatan/penerimaan negara

harus memenuhi syarat sebagai berikut :

46

Page 47: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

(1) Pemungutan pendapatan/penerimaan negara berdasarkan

keadilan yaitu sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Adil dalam

perundang-undangan diantaranya mengenakan pemungutan secara umum dan

merata serta pelaksanaan pemungutan pendapatan/penerimaan negara tidak

membeda-bedakan.

(2) Pemungutan pendapatan/penerimaan negara harus

berdasarkan undang-undang.

(3) pemungutan pendapatan/penerimaan negara tidak menggangu

perekonomian.

(4) pemungutan pendapatan/penerimaan negara tidak boleh

menggangu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak

menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

(5) pemungutan pendapatan/penerimaan negara harus efisien yaitu

sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pendapatan/penerimaan negara harus

dapat ditekan lebih rendah dari hasil pemungutannya.

(6) Sistem pemungutan pendapatan/penerimaan negara harus

sederhana yaitu akan memudahkan dan mendorong masyarakat (perorangan atau

badan) dalam memenuhi kewajiban tersebut.

Menurut Undang - Undang nomor 18 tahun 2006 tentang APBN tahun 2007 di

pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa yang dimaksud pendapatan negara dan hibah

adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan,

penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar

negeri.

Menurut Keputusan Presiden nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman

Pelaksanaan APBN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden nomor 72

tahun 2004 di pasal 2 ayat (1) huruf a disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

pendapatan negara yaitu semua penerimaan yang berasal dari penerimaan perpajakan,

penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar

negeri selama tahun anggaran yang bersangkutan. Pada ayat (2) pasal yang sama

disebutkan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui

rekening kas negara pada bank sentral dan atau lembaga keuangan lainnya yang

ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

47

Page 48: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

4.2. Jenis-Jenis Penerimaan Negara

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tanggal 19

Oktober 2006 tentang Modul Penerimaan Negara, Penerimaan Negara terdiri dari

Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan Hibah,

Penerimaan Pengembalian Belanja, Penerimaan Pembiayaan, dan Penerimaan

Perhitungan Fihak Ketiga.

(1) Penerimaan Perpajakan.

Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari

penerimaan pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Yang

dimaksud pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari

pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang/jasa dan pajak penjualan atas

barang mewah, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan, cukai dan pajak lainnya. Sedangkan pajak perdagangan internasional

adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan

pajak/pungutan ekspor.

Pada prinsipnya, penerimaan uang negara yang berasal dari pungutan pajak-pajak

negara wajib disetorkan oleh wajib pajak dan atau wajib pungut pajak ke rekening

kas negara pada bank pemerintah atau lembaga lain yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan. Orang atau badan yang melakukan pemungutan pajak atau

penerimaan uang negara wajib menyetorkan seluruh penerimaan dalam batas

waktu satu hari kerja setelah penerimaannya ke rekening kas negara.

Sehubungan dengan intensifikasi penerimaan pajak negara, maka setiap instansi

pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara/badan usaha milik

daerah dan badan-badan lain yang melakukan pembayaran atas beban

APBN/APBD/anggaran BUMN/BUMD, ditetapkan sebagai wajib pungut pajak

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu,

setiap bendahara, instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan

badan-badan lain sebagai wajib pungut pajak, wajib menyetorkan seluruh

penerimaan pajak yang dipungutnya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu

hari kerja setelah uang pajak diterimanya.

(2) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat

yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, antara lain sumber daya alam,

48

Page 49: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

bagian pemerintah atas laba BUMN, serta penerimaan negara bukan pajak

lainnya.

Setiap anggaran kementerian negara/lembaga pada dasarnya mempunyai

penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bersifat umum tidak berasal dari

pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, antara lain seperti penerimaan hasil

penjualan barang inventaris kantor yang tidak digunakan lagi, penerimaan hasil

penyewaan barang milik negara, hasil penyimpanan uang negara pada bank

pemerintah atas jasa giro, penerimaan kembali uang persekot gaji/tunjangan,

penerimaan umum tersebut masih ada lagi PNBP yang bersifat fungsional yaitu

penerimaan yang berasal dari hasil hasil pungutan kementerian negara/lembaga

atas jasa yang diberikan sehubungan dengan tugas pokok dan fungsinya dalam

melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Penerimaan funsional

tersebut terdapat pada sebagian besar kementerian negara/lembaga, namun

macam dan ragamnya berbeda antara satu kementerian negara/lembaga dengan

kementerian negara/lembaga lainnya, tergantung kepada jasa pelayanan yang

diberikan oleh masing-masing kementerian negara/lembaga.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara

Bukan Pajak disebutkan bahwa kelompok PNBP, meliputi jenis - jenis penerimaan

sebagai berikut :

a. Penerimaan yang bersumbet dari pengelolaan dana pemerintah.

b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.

c. Penerimaan dari hasil-hasil kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.

d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.

e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari

pengenaan denda administrasi.

f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.

g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang - undang tersendiri.

Dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang PNBP disebutkan

bahwa seluruh PNBP dikelola dalam sistem APBN. Hal ini berarti bahwa

pendapatan negara yang berasal dari PNBP dikemukakan oleh pemerintah kepada

DPR dalam rangka pembahasan dan penyususn rancangan undang-undang

APBN. Selain itu, seluruh penerimaan PNBP wajib langsung secepatnya ke kas

negara, serupa dengan perpajakan. Jadi seluruh penerimaan PNBP yang disetor

49

Page 50: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

ke kas negara berarti telah dibukukan pada setiap saat dalam satu tahun anggaran

serta dipertanggungjawabkan oleh pemerintah kepada DPR dalam laporan

keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

Pada prinsipnya, seluruh jenis dan penyetoran PNBP diatur dengan undang-

undang. Namun, apabila undang-undang belum menunjuk instansi pemerintah

untuk menagih dan atau memungut PNBP terhutang, maka Menteri Keuangan

dapat menunjuk instansi pemerintah untuk tujuan dimaksud. Instansi pemerintah

yang ditunjuk tersebut wajib menyampaikan kepada Menteri Keuangan secara

tertulis dan berkala, yaitu rencana PNBP sekurang - kurangnya satu kali dalam

satu tahun anggaran dan laporan realisasi PNBP sekurang-kurangnya dua kali

dalam satu tahun anggaran.

Ketentuan tentang tatacara penyampaian laporan realisasi PNBP diatur dalam

pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 yang menyebutkan

bahwa Satuan kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran wajib menyampaikan

pertanggungjawaban penerimaan negara dalam bentuk Laporan Realisasi

Anggaran yang dihasilkan melalui Sistem Akunatnsi Instansi.

(3) Penerimaan Hibah.

Penerimaan Hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari

sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan

pemerintah luar negeri yang menjadi hak pemerintah.

Penerimaan hibah dapat berupa uang, barang maupun jasa termasuk tenaga ahli

atau pelatihan. Sumbangan mengandung arti bahwa hibah tidak perlu dibayar

kembali kepada pemberi hibah. Penerimaan hibah dalam bentuk uang dapat

berupa rupiah, devisa atau surat berharga. Penerimaan hibah dalam bentuk

barang dapat berupa barang bergerak seperti perlatan dan mesin dan barang tidak

bergerak seperti gedung dan bangunan. Penerimaan hibah dalam bentuk jasa

dapat berupa bantuan teknis, pendidikan, pelatihan dan jasa lainnya.

Penarikan hibah luar negeri antara yang satu dengan hibah luar negeri lainnya

tidak sama, karena setiap penarikan sangat tergantung dari naskah perjanjian

hibah luar negeri yang ditandatangani oleh pemerintah pusat dan negara/badan

pemberi hibah.

Dalam naskah perjanjian hibah luar negeri biasanya diatur antara lain mengenai

jumlah hibah yang diberikan, prosedur pengadaan barang/jasa memakai local

50

Page 51: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

competitive bidding atau international competitive bidding, tata cara penarikan

hibah dan persyaratannya, tanggal efektif hibah, batas waktu closing date dan

lainnya.

(4) Penerimaan Pengembalian Belanja.

Penerimaan Pengembalian Belanja adalah seluruh penerimaan negara yang

berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan.

Penerimaan pengembalian belanja ini dapat terjadi karena kelebihan pembayaran

atas belanja yang dibebankan kepada negara yang diakibatkan

kesalahan/kelalaian bendahara pengeluaran dalam melakukan pembayaran

maupun dalam melakukan pembebanan MAK sehingga atas kelebihan

pembayaran tersebut harus disetor ke kas negara. Penerimaan pengembalian

belanja dapat berupa :

a. Penerimaan pengembalian belanja pegawai, seperti :

pengembalian belanja gaji pokok PNS,

pengembalian belanja tunjangan anak,

pengembalian belanja tunjangan beras,

pengembalian belanja honorarium,

pengembalian lembur dll.

b. Penerimaan pengembalian belanja barang, seperti :

pengembalian belanja perjalanan dinas,

pengembalian belanja barang inventaris,

pengembalian belanja sewa,

pengembalian belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, dll.

c. Penerimaan pengembalian belanja modal, misalnya :

pengembalian belanja modal tanah,

pengembalian belanja modal peralatan dan mesin,

pengembalian belanja modal gedung,

pengembalian belanja modal jalan/jembatan, dll

51

Page 52: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

d. Penerimaan pengembalian belanja tahun yang lalu, misalnya :

pengembalian belanja pegawai Pusat tahun yang lalu,

pengembalian belanja lainnya tahun yang lalu (RM),

pengembalian belanja pensiun tahun yang lalu, dll.

(5) Penerimaan Pembiayaan.

Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan negara yang digunakan untuk

menutup defisit anggaran negara dalam APBN, antara lain berasal dari

penerimaan pinjaman dan hasil devestasi. Contoh penerimaan pembiayaan antara

lain :

Penerimaan Pinjaman/Kredit Jangka Pendek dan Uang Muka dari Sektor

Perbankan,

Penerimaan Sisa Anggaran Lebih (SAL),

Penerimaan Hasil Privatisasi,

Penerimaan Hasil Penjualan Aset Program Restrukturisasi,

Penerimaan Surat Utang Negara/Obligasi dalam/luar negeri.

(6) Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga

Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga adalah semua penerimaan negara yang

berasal dari potongan penghasilan pegawai negeri sipil serta setoran subsidi dan

iuran pemerintah daerah dalam rangka penyelengaraan asuransi kesehatan,

contoh :

a. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 10% Gaji PNS Pusat/Daerah,

b. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 10% Gaji Polri/TNI dan PNS Polri/TNI,

c. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 2% Pembayaran Gaji Terusan PNS

Pusat/Daerah,

d. Penerimaan Setoran/Potongan PFK Bulog PNS Pusat/Daerah,

e. Penerimaan Setoran PFK 2 % Iuran Asuransi Kesehatan Propinsi/Kab/ Kota,

f. Penerimaan Setoran Potongan PFK Tabungan Wajib Perumahan PNS

Pusat/Daerah.

52

Page 53: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

4.3. Penatausahaan Pendapatan/Penerimaan Negara

Dalam rangka melaksanakan tugas kebendaharaan dalam pelaksanaan

anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian

negara/lembaga, Menteri/pimpinan lembaga setiap awal tahun anggaran mengangkat

Bendahara Penerima. Tugas kebendaharaan tersebut meliputi kegiatan menerima,

menyimpan, menyetor, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan penerimaan

negara bukan pajak yang berada dalam pengelolaannya. Untuk melaksanakan tugas

tersebut Menteri/pimpinan lembaga dapat membuka Rekening Penerimaan pada Bank

Umum/Kantor Pos setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Keuangan selaku

BUN.

Dalam melaksanakan tugasnya, Bendahara Penerima dapat dibantu oleh

sekretariat/anggota yang jumlahnya maksimum 5 orang dan sesuai pasal 10 ayat 4

Undang-Undang No. 1 tahun 2004 jabatan Bendahara Penerimaan ini tidak boleh

dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa BUN. Sesuai pasal 4 Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 99 tahun 2006 dinyatakan bahwa kementerian

negara/lembaga mencantumkan seluruh estimasi pendapatan ke dalam DIPA satuan

kerja kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. DIPA tersebut atau dokumen

pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA merupakan dokumen

sumber untuk mencatat estimasi pendapatan.

Bendahara Penerima wajib menyetor penerimaan negara setiap akhir kerja ke

kas negara dan wajib mengirim Rekening Koran bulan/Laporan Realisasi Penerimaan

ke KPPN. Dalam hal penerimaan negara diterima pada hari libur dan/atau di daerah

tersebut tidak terdapat Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi, maka Bendahara

Penerima menyetor penerimaan tersebut selambat-lambatnya pada hari kerja

berikutnya. Yang dimaksud dengan Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk

oleh Menteri Keuangan untuk penerima setoran penerimaan negara bukan dalam

rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan

bukan pajak. Bank Devisa Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara dalam rangka ekspor dan impor.

Sedangkan Pos Persepsi adalah kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk

menerima setoran penerimaan negara.

Khusus untuk PNBP dikenal adanya pengecualian dalam pengelolaannya. Suatu

instansi yang mempunyai PNBP fungsional dapat menggunakan sebagian PNBP

53

Page 54: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

tersebut untuk membiayai operasional Satker tersebut setelah mendapat izin dari

Menteri Keuangan.

Dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang PNBP disebutkan

bahwa sebagian dana dari suatu jenis PNBP dapat digunakan untuk kegiatan tertentu

yang berkaitan dengan dengan jenis PNBP tersebut oleh instansi yang bersangkutan.

Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kepastian alokasi pembiayaan

kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP. Dana yang dapat dialokasikan

adalah dana dari jenis PNBP yang berkaitan dengan kegiatan tertentu tersebut. Dana

dari pengalokasian hanya dapat digunakan oleh instansi atau unit yang menghasilkan

PNBP bersangkutan. Penggunaan PNBP dilakukan secara selektif dan PNBPnya telah

disetorkan ke kas negara serta pengalokasian dana telah tertuang di dalam DIPA.

Kegiatan tertentu yang dapat dibiayai dari PNBP, meliputi kegiatan :

a. Penelitian dan pengembangan teknologi, antara lain meliputi kegiatan

penelitian dan pengembangan di bidang pertanian dan pertambangan;

b. Pelayana kesehatan, antara lain meliputi kegiatan pelayanan rumah sakit

dan balai pengobatan;

c. Pendidikan dan pelatihan, antara lain meliputi kegiatan perguruan tinggi

dan balai latihan keja;

d. Penegakan hukum, antara lain kegiatan dalam rangka pembinaan dan

pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum, serta pemberian hak atas

kekayaan intelektual;

e. Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu, antara lain

kegiatan pemberian jasa konsultasi, jasa analisis, uji mutu dan pemantauan

lingkungan, pembuatan hujan buatan, uji pencemaran radiasi pada makanan;

f. Pelestarian sumber daya alam, antara lain meliputi kegiatan usaha

pelestarian sumber daya kehutanan dan perikanan.

Sistem pemungutan PNBP mempunyai ciri dan corak tersendiri dan dapat dibagi

dalam dua kelompok sehubungan dengan penentuan jumlah PNBP yang terhutang,

yaitu ditetapkan oleh instansi pemerintah atau dihitung sendiri oleh wajib bayar. Untuk

jenis PNBP yang menjadi terhutang sebelum wajib bayar menerima manfaat atas

kegiatan pemerintah, seperti pemberian hak paten, pelayanan pendidikan, maka

penentuan jumlah PNBP yang terhutang dalam hal ini ditetapkan oleh instansi

pemerintah. Namun, dalam hal wajib bayar menjadi terhutang setelah menerima

manfaat, seperti pemanfaatan sumber daya alam, maka penentuan jumlah PNBP yang

54

Page 55: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

terhutang dapat dipercayakan kepada wajib bayar yang bersangkutan untuk menghitung

sendiri dalam rangka membayar dan melaporkan sendiri (self assessment).

Penatausahaan PNBP pada saat ini memasuki babak baru, yaitu dengan dikenal

nya instansi pemerintah yang mengelola PNBP dengan cara Pengelolaan Keuangan

Badan Layanan Umum (PK BLU) sesuai dengan pasal 68 dan 69 Undang-Undang

Nomor 1 tahun 2004. Pengaturan lebih lanjut mengenai BLU terdapat pada Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum. Dalam PP

tersebut dinyatakan bahwa BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau

jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Ada 3 (tiga) rumpun instansi pemerintah yang dapat melaksanakan PK BLU,

yaitu yang menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:

a. Penyedia barang dan/atau jasa layanan umum;

b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan

perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau

c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau

pelayanan kepada masyarakat.

Dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, satker yang menerapkan

Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU) diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan

keuangan berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat

dalam mengelola sumber daya serta keuangannya untuk meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat.

Satker yang menerapkan PK BLU dapat menggunakan langsung pendapatannya

tanpa harus disetor terlebih ke Kas Negara, dapat mengadakan perjanjian utang

piutang, dapat mengadakan kerjasama operasional dengan pihak lain dan dapat

menggunakan surplus untuk tahun berikutnya, sedangkan bila defisit dapat dimintakan

dari APBN, pegawai dapat dari PNS atau non PNS, Remunerasi sesuai tanggung jawab

dan profesionalitas.

Saat ini implementasi Pengelolaan Keuangan BLU di Kementerian Negara/

Lembaga sudah demikian pesat, hal ini mengisyaratkan bahwa konsep PK BLU

merupakan suatu terobosan baru yang diminati oleh Kementerian Negara/Lembaga.

Dengan konsep PK BLU ini diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang terkait

dengan pengelolaan PNBP dan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

55

Page 56: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Sedangkan terhadap penerimaan negara yang sesuai ketentuan harus disetor ke

rekening kas negara, tata cara penyetoran penerimaan negara yang dapat dilakukan

Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/Bendahara Penerimaan sesuai Peraturan Direktur

Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan

Penerimaan Negara, yaitu dapat dilakukan setiap saat melalui Bank/Pos yang terhubung

dengan MPN. MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur

mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran,

sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan

merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.

Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/

Bendahara Penerimaan diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal

pembayaran. Tata cara pembayaran/penyetoran dilakukan sebagai berikut :

a. Pembayaran melalui loket/teller Bank/Pos

1) Mengisi formulir bukti setoran dengan data yang lengkap, benar, dan jelas dalam

rangkap 4 (empat);

2) Menyerahkan formulir bukti setoran kepada petugas Bank/Pos dengan

menyertakan uang setoran sebesar nilai yang tersebut dalam formulir yang

bersangkutan;

3) Menerima kembali formulir bukti setoran lembar ke-1 dan lembar ke-3, yang

telah diberi NTPN dan NTB/NTP serta dibubuhi tanda tangan/ paraf, nama

pejabat Bank/Pos, cap Bank/Pos, tanggal, dan waktu/jam setor sebagai bukti

setor;

4) Menyampaikan bukti setoran kepada unit terkait.

b. Pembayaran melalui electronic banking (e-banking)

1) Melakukan pendaftaran pada sistem registrasi pembayaran via internet di

www.djpbn.depkeu.go.id;

2) Mengisi data setoran dengan lengkap dan benar untuk mendapatkan Nomor

Register Pembayaran (NRP). Masa berlaku NRP sampai dengan jangka waktu

yang ditetapkan;

3) Untuk tagihan yang ditetapkan instansi pemerintah, pendaftaran dilakukan oleh

instansi terkait dan NRP tercantum pada surat tagihan dimaksud;

4) Melakukan pembayaran dengan menggunakan NRP;

5) Menerima NTPN sebagai bukti pengesahan setelah pembayaran dilakukan;

56

Page 57: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

6) mencetak BPN melalui sistem registrasi pembayaran atau di Bank dengan

menunjukkan NTPN/NTB;

7) menyampaikan BPN kepada unit terkait.

Dokumen yang harus ditatausahakan oleh Bendahara Penerima pada

penatausahaan pendapatan negara pada kantor/satuan kerja di lingkungan

kementerian/lembaga adalah dokumen sumber penerimaan. Sesuai Peraturan Direktur

Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006, yang dimaksud dengan dokumen

sumber penerimaan yang selanjutnya disebut dokumen sumber adalah dokumen yang

digunakan sebagai dasar pencatatan penerimaan negara.

Seluruh dokumen sumber penerimaan negara dinyatakan sah setelah mendapat

Nomor transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor

Transaksi Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP). NTPN adalah nomor yang

tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui MPN.

NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang

diterbitkan oleh Bank. NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara

yang diterbitkan oleh Kantor Pos. NPP adalah nomor bukti transaksi penerimaan negara

yang berasal dari potongan SPM yang diterbitkan oleh KPPN. KPPN mengesahkan data

penerimaan yang berasal dari potongan SPM yang sudah diterbitkan SP2D untuk

mendapatkan NTPN paling lambat setiap akhir hari kerja.

Dalam hal terjadi gangguan jaringan komunikasi antara Kantor Pusat Bank/Pos

dengan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan lebih dari 1 (satu) hari, maka

Bank/Pos wajib menerima setoran penerimaan negara dan Mengadministrasikan

penerimaan negara secara off-line dan memberikan NTB/NTP pada dokumen sumber.

Dokumen sumber tersebut antara lain:

(1) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat setoran atas pembayaran atau penyetoran

pajak yang terutang;

(2) Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan (SSPBB) adalah surat setoran atas

pembayaran atau penyetoran PBB dari tempat pembayaran ke Bank Persepsi PBB;

(3) Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) adalah surat

setoran atas pembayaran atau penyetoran BPHTB dari tempat pembayaran ke Bank

Persepsi BPHTB;

(4) Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP) adalah

surat setoran atas penerimaan negara dalam rangka impor berupa bea masuk, bea

57

Page 58: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

masuk berasal dari SPM Hibah, denda administrasi, penerimaan pabean lainnya,

cukai, penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, bunga, dan PPh Pasal 22 Impor,

PPN Impor, serta PPnBM Impor;

(5) Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP) adalah surat setoran atas

penerimaan negara atas Barang Kena Cukai Buatan Dalam Negeri berupa cukai

hasil tembakau, cukai etil alkohol, cukai minuman mengandung etil alkohol, denda

administrasi penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, dan PPN Hasil Tembakau

Buatan Dalam Negeri;

(6) Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) adalah surat setoran atas Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP) selain yang dimaksud pada angka 1, 2, 3, 4,dan 5 di atas;

(7) Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) adalah surat setoran atas penerimaan

pengembalian belanja tahun anggaran berjalan;

(8) Surat Tanda Bukti Setor (STBS) adalah surat setoran atas pembayaran pungutan

ekspor, kekurangan pungutan ekspor, dan/atau denda administrasi atas transaksi

pungutan ekspor;

(9) Bukti Penerimaan Negara (BPN) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos

atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/ NTP dan

dokumen yang diterbitkan oleh KPPN atas transaksi penerimaan negara yang

berasal dari potongan SPM dengan teraan NTPN dan NPP.

Selanjutnya KPPN menatausahaan penerimaan negara sebagai berikut:

a. Seksi Bendahara Umum/Seksi Persepsi

1) Menerima Laporan Harian Penerimaan (LHP) yang terdiri dari Laporan

Penerimaan dan Pelimpahan, Rekapitulasi Nota Kredit, Daftar Nominatif

Penerimaan(DNP), Arsip Data Komputer (ADK), dan Dokumen Sumber dari

Bank/Pos;

2) Untuk LHP yang tidak dilengkapi NTPN harus disertakan surat

keterangan penyebab terjadi gangguan komunikasi yang menyebabkan

NTPN tidak dapat diperoleh. LHP tersebut dipakai hanya sebagai monitoring

penerimaan dan bukan dipakai sebagai dasar pembukuan;

3) Melakukan loading ADK yang diterima ke dalam sistem rekonsiliasi data

transaksi penerimaan;

58

Page 59: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

4) Meneliti dokumen sumber berikut DNP baik mengenai jumlah uang, jenis

setoran, maupun Mata Anggaran Penerimaan (MAP) dan membubuhkan

paraf pada setiap halaman dan tanda tangan pada lembar terakhir DNP;

5) Apabila terjadi perbedaan antara DNP dengan ADK, KPPN harus

mengembalikan LHP tersebut untuk segera dilakukan perbaikan;

6) Mencocokkan data yang tercantum dalam Rekapitulasi Nota Kredit

dengan data yang tercantum dalam setiap DNP dimaksud dan

membubuhkan paraf pada Rekapitulasi Nota Kredit dimaksud;

7) Melakukan download data transaksi harian penerimaan dari Kantor Pusat

Direktorat Jenderal Perbendaharaan mulai pukul 15.00 sampai pukul 16.00

waktu setempat;

8) Mencocokkan data hasil download dengan ADK dari Bank/Pos

menggunakan sistem aplikasi rekonsiliasi data transaksi penerimaan;

9) Mengirimkan hasil rekonsiliasi data ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal

Perbendaharaan;

10) Menyampaikan DNP dan surat setoran dan/atau BPN lembar ke-2 Seksi

Bank/Giro Pos/Seksi Bendahara Umum.

b. Seksi Bank/Giro Pos/Seksi Bendahara Umum

1) Melakukan upload data potongan SPM yang sudah diterbitkan SP2D

melalui sistem pengesahan potongan SPM untuk mendapatkan NTPN;

2) Menerbitkan BPN untuk transaksi penerimaan negara yang berasal dari

potongan SPM dengan mencantumkan NTPN dan NPP sebagai bukti

pengesahan penerimaan negara dan menggabungkan dengan surat setoran

masing-masing;

3) Membuat DNP atas penerimaan negara yang berasal dari potonganSPM;

4) Untuk keperluan penyusunan LKP, membukukan penerimaan negara

yang bersumber dari Bank, Pos, dan potongan SPM yang telah mendapatkan

NTPN/NTB, NTPN/NTP, dan NTPN/NPP;

5) Melakukan perbaikan apabila ditemukan kesalahan elemen data dalam

potongan SPM setelah mendapatkan NTPN melalui prosedur reversal.

c. Seksi Verifikasi dan Akuntansi

Memposting penerimaan negara berdasarkan dokumen sumber penerimaan

yang telah mendapatkan NTPN/NTB, NTPN/NTP, dan NTPN/NPP.

59

Page 60: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

4.4. Latihan

1. Uraikan definisi pendapatan/penerimaan negara menurut UU 17 tahun 2003 dan

Suparmoko ! Sebutkan pula fungsi dan syarat pendapatan/penerimaan negara!

2. Uraikan jenis-jenis penerimaan negara, beserta contoh !

3. Apa tugas bendahara sehubungan dengan penerimaan negara, serta bagaimana

penatausahaan penerimaan negara yang dilakukan oleh KPPN dan Bendahara ?

4. Kegiatan apa saja yang dapat dibiayai dengan PNBP? Bagaimana pengelolaan

PNBP sehubungan dengan UU 1/2004 dan PP 23/2005? Uraikan dengan Jelas !

5. Bagaimana tata cara pembayaran/penyetoran penerimaan negara dengan sistem

MPN (Modul Penerimaan Negara)?

4.5. Rangkuman

Menurut pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 di

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan negara adalah hak

pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Dari

pengertian tersebut berarti bahwa pemerintah pusat mempunyai berbagai hak,

yang salah satu hak pemerintah pusat adalah menggali sumber-sumber

penerimaan bagi negara untuk membiayai berbagai belanja/pengeluaran

Dalam sistem APBN, pendapatan/penerimaan negara mempunyai dua

fungsi yaitu fungsi anggaran (budgetair) dalam arti bahwa pendapatan/

penerimaan negara sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya dan fungsi mengatur (reguler) dalam arti bahwa

pendapatan/penerimaan negara sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006

tanggal 19 Oktober 2006 tentang Modul Penerimaan Negara, Penerimaan Negara

terdiri dari Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),

Penerimaan Hibah, Penerimaan Pengembalian Belanja, Penerimaan Pembiayaan,

dan Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga.

Dalam rangka melaksanakan tugas kebendaharaan dalam pelaksanaan

anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian

negara/lembaga, Menteri/pimpinan lembaga setiap awal tahun anggaran

mengangkat Bendahara Penerima. Tugas kebendaharaan tersebut meliputi

kegiatan menerima, menyimpan, menyetor, menatausahakan dan

60

Page 61: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

mempertanggungjawabkan penerimaan negara bukan pajak yang berada dalam

pengelolaannya. Bendahara Penerima wajib menyetor penerimaan negara setiap

akhir kerja ke kas negara dan wajib mengirim Rekening Koran bulan/Laporan

Realisasi Penerimaan ke KPPN

Penatausahaan PNBP pada saat ini memasuki babak baru, yaitu dengan

dikenal nya instansi pemerintah yang mengelola PNBP dengan cara Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) Undang-Undang Nomor 1 tahun

2004. BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau

jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan

kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor

PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara, yaitu dapat

dilakukan setiap saat melalui Bank/Pos yang terhubung dengan MPN. MPN adalah

modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan,

penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan

pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian

dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.

Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor/

Bendahara Penerimaan diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan

tanggal pembayaran. Tata cara pembayaran/penyetoran dilakukan sebagai

berikut :

a. Pembayaran melalui loket/teller Bank/Pos

b. Pembayaran melalui electronic banking (e-banking)

Selanjutnya KPPN menatausahaan penerimaan negara sesuai peraturan

yang berlaku. Penatausahaan pada KPPN dilakukan oleh Seksi

a. Seksi Bendahara Umum/Seksi Persepsi

b. Seksi Bank/Giro Pos/Seksi Bendahara Umum

c. Seksi Verifikasi dan Akuntansi.

61

Page 62: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

5. KEGIATAN BELAJAR (KB) 4 : KETENTUAN BELANJA NEGARA

5.1. Belanja Negara

Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan

untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja

pemerinah pusat dikelompokkan atas belanja pemerintah pusat menurut

organisasi/bagian anggaran, belanja pemerintah pusat menurut fungsi, dan belanja

pemerintah pusat menurut jenis belanja. Belanja untuk daerah adalah semua

pengeluaran untuk membiayai dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan

penyesuaian. Dana perimbangan adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan

kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi, yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi

khusus.

Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah semua pengeluaran negara

yang dialokasikan kepada kementrian negara/lembaga, sesuai dengan program-

program yang akan dijalankan.

Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah semua pengeluaran Negara

yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi

ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perunmahan

dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungs pariwisata dan budaya, fungsi agama,

fungsi pendidikkan, dan fungsi perlindungan sosial.

Belanja pemerintah menurut jenis belanja adalah semua pengeluaran negara

yang digunakan untuk mebiayai belanja pegawai, belanja barang, bealnja modal,

pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

Dalam Peraturan Menteri Keuanga Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman

Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN di pasal 2 ayat (4) dinyatakan bahwa dalam

rangka pelaksanaan APBN, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPKN)

melaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara secara giral.

Yang dimaksud dengan penerimaan Negara secara giral adalah proses

penerimaan Negara dari sumber-sumber penerimaan ke dalam rekening kas umum

Negara (KUN) yang dilakukan dengan memindahbukukan dana tersebut antar rekening

bank (pasal angka 2); sedangkan yang dimaksud dengan pengeluaran Negara secara

giral adalah proses pembiayaan suatu kegiatan dengan sumber dana dari APBN yang

dilakukan dengan memindahbukukan dana antar rekening bank (pasal 1 angka 3).

62

Page 63: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Semua pengeluaran negara atas beban rekening kas Negara/kas umum negara

harus melalui transfer dana atau pemindahbukuan dana antar rekening bank, termasuk

membayar tagihan pihak ketiga yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja kementrian

Negara/lembaga. Dengan demikian, penyaluran dana APBN kepada yang berhak

dilakukan transfer dana atau pemindahbukuan dana langsung dari rekening kas

negara/kas umum negara ke rekening yang berhak pada bank. Pengecualian diberikan

untuk pembelian atau pengadaan barang/jasa keperluan kantor/satuan kerja

kementerian negar/lembaga yang nilainya kecil-kecil sampai dengan Rp 10 juta dapat

dibayar melalui uang persediaan yang dkelola Bendahara Pengeluaran.

5.2. Pejabat yang terkait dengan pengeluaran

5.2.1. Kuasa Pengguna Anggaran

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor Per-66/PB/2005

tentang Mekanisme Pelaksanaan APBN di pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa pada

setiap awal tahun anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran

menunjuk pejabat kuasa pengguna anggaran untuk satuan kerja/satuan kerja sementara

di lingkungan instansi pengguna angggaran bersangkutan dengan surat keputusan.

Selanjutnya di pasal yang sama ayat (2) dinyatakan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga

dapat mendelegasikan kewenangan kepada Kuasa Pengguna Anggaran untuk

menunjuk :

a. Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang

mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/penanggungjawab kegiatan/

pembuat komitmen;

b. Pejabat yang diberi kewenangan untuk menguji tagihan kepada

negara dan menandatangani SPM;

c. Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan

dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja.

Dalam hal satuan kerja sementara adalah dinas-dinas daerah, maka

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA mendelegasikan kewenangan menunjuk pejabat

kuasa PA, pejabat pembuat komitmen, pejabat penerbit SPM dan Bendahara

pengeluaran kepada Gubernur/Bupati/Walikota/Kepala Desa yang ditunjuk sebagai

pelaksana tugas pembantuan.

Dalam menunjuk para pejabat tersebut harus diperhatikan larangan

perangkapan jabatan, sebagai berikut:

63

Page 64: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

a. Pejabat PA/Kuasa PA tidak boleh merangkap pejabat Bendahara

Pengeluaran;

b. Pejabat pembuat komitmen, pejabat penguji SPP/penerbit SPM dan

Bendahara pengeluaran tidak boleh saling merangkap;

c. Dalam hal pejabat/pegawai pada satuan kerja tidak memungkinkan

pemisahan fungsi karena jumlah pegawai yang sangat terbatas (pembuat

komitmen, penguji SPP/penerbit SPM dan Bendahara Pengeluaran), maka pejabat

Kuasa PA dapat merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen dan pejabat

penguji SPP/penerbit SPM.

Tembusan penetapan/Surat keputusan para pejabat tersebut, disampaikan kepada

Kepala KPPN selaku kuasa BUN.

Berdasarkan DIPA yang telah disahkan oleh Dirjen Perbendaharaan untuk DIPA

kementrian/lembaga di pusat dan oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk

DIPA di daerah, menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sesuai rencana kerja dan

anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA.

Di dalam Standar Biaya Umum yang dikeluarkan Menteri Keuangan untuk

tahun 2008, setiap pejabat Kuasa Pengguna Anggaran setiap dapat menerima

honorarium sesuai ketentuan sebagai berikut :

a. Nilai Pagu Dana s/d Rp 50 juta Orang/bulan 200.000

b. Nilai Pagu Dana diatas Rp 50 juta s/d 100 juta Orang/bulan 300.000

c. Nilai Pagu Dana diatas Rp 100 juta s/d 250 juta Orang/bulan 350.000

d. Nilai Pagu Dana diatas Rp 250 juta s/d 500 juta Orang/bulan 400.000

e. Nilai Pagu Dana diatas Rp 500 juta s/d 1 miliar Orang/bulan 450.000

f. Nilai Pagu Dana diatas Rp 1 miliar s/d 2,5 miliar Orang/bulan 500.000

g. Nilai Pagu Dana diatas Rp 2,5 miliar s/d 5 miliar Orang/bulan 550.000

h. Nilai Pagu Dana diatas Rp 5 miliar s/d 10 miliar Orang/bulan 650.000

i. Nilai Pagu Dana diatas Rp10 miliar s/d 50 miliar Orang/bulan 800.000

j. Nilai Pagu Dana diatas Rp 50 miliar s/d 100 miliar Orang/bulan 1.000.000

k. Nilai Pagu Dana diatas Rp 100 miliar s/d 500 miliar Orang/bulan 1.200.000

l. Nilai Pagu Dana diatas Rp 500 milliar s/d 1 triliun Orang/bulan 1.500.000

m. Nilai Pagu Dana diatas Rp 1 triliun Orang/bulan 1.800.000

5.2.2. Pejabat Pembuat Komitmen

64

Page 65: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Pejabat Pembuat Komitmen adalah Pejabat yang diberi kewenangan untuk

melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/ penanggung-

jawab kegiatan/pembuat komitmen.

Di dalam Standar Biaya Umum yang dikeluarkan Menteri Keuangan untuk

tahun 2008, setiap Pejabat Pembuat Komitmen setiap dapat menerima honorarium

sesuai ketentuan sebagai berikut:

a. Nilai Pagu Dana s/d Rp 50 juta Orang/bulan 170.000

b. Nilai Pagu Dana diatas Rp 50 juta s/d 100 juta Orang/bulan 225.000

c. Nilai Pagu Dana diatas Rp 100 juta s/d 250 juta Orang/bulan 300.000

d. Nilai Pagu Dana diatas Rp 250 juta s/d 500 juta Orang/bulan 350.000

e. Nilai Pagu Dana diatas Rp 500 juta s/d 1 miliar Orang/bulan 400.000

f. Nilai Pagu Dana diatas Rp 1 miliar s/d 2,5 miliar Orang/bulan 450.000

g. Nilai Pagu Dana diatas Rp 2,5 miliar s/d 5 miliar Orang/bulan 500.000

h. Nilai Pagu Dana diatas Rp 5 miliar s/d 10 miliar Orang/bulan 600.000

i. Nilai Pagu Dana diatas Rp10 miliar s/d 50 miliar Orang/bulan 700.000

j. Nilai Pagu Dana diatas Rp 50 miliar s/d 100 miliar Orang/bulan 850.000

k. Nilai Pagu Dana diatas Rp 100 miliar s/d 500 miliar Orang/bulan 1.050.000

l. Nilai Pagu Dana diatas Rp 500 milliar s/d 1 triliun Orang/bulan 1.300.000

m. Nilai Pagu Dana diatas Rp 1 triliun Orang/bulan 1.600.000

5.2.3. Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan SPM

a. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk :

(1) menguji,

(2) membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan

(3) memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD.

b. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna

Anggaran berwenang:

(1) menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak

pihak penagih;

a. Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama

orang/ perusahaan, alamat, nomor rekening dan nama bank)

b. Nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan atau

kelayakannya dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai spesifikasi teknis

yang tercantum dalam kontrak).

65

Page 66: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

c. Jadwal waktu pembayaran.

d. Memeriksa pencapaian tujuan dan atau sasaran kegiatan

sesuai dengan indikator kinerja yang tercantum dalam DIPA berkenaan dan

atau spesifikasi teknis yang sudah ditetapkan dalam kontrak.

(2) meneliti kebenaran dokumen yang menjadi

persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan

barang/jasa;

(3) meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;

(4) membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran

pengeluaran yang bersangkutan;

(5) memerintahkan pembayaran atas beban APBN.

Di dalam Standar Biaya Umum yang dikeluarkan Menteri Keuangan untuk

tahun 2008, setiap Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan SPM setiap bulan

menerima honorarium sesuai ketentuan sebagai berikut:

a. Nilai Pagu Dana s/d Rp 50 juta Orang/bulan 150.000

b. Nilai Pagu Dana diatas Rp 50 juta s/d 100 juta Orang/bulan 225.000

c. Nilai Pagu Dana diatas Rp 100 juta s/d 250 juta Orang/bulan 270.000

d. Nilai Pagu Dana diatas Rp 250 juta s/d 500 juta Orang/bulan 300.000

e. Nilai Pagu Dana diatas Rp 500 juta s/d 1 miliar Orang/bulan 350.000

f. Nilai Pagu Dana diatas Rp 1 miliar s/d 2,5 miliar Orang/bulan 400.000

g. Nilai Pagu Dana diatas Rp 2,5 miliar s/d 5 miliar Orang/bulan 425.000

h. Nilai Pagu Dana diatas Rp 5 miliar s/d 10 miliar Orang/bulan 500.000

i. Nilai Pagu Dana diatas Rp10 miliar s/d 50 miliar Orang/bulan 700.000

j. Nilai Pagu Dana diatas Rp 50 miliar s/d 100 miliar Orang/bulan 750.000

k. Nilai Pagu Dana diatas Rp 100 miliar s/d 500 miliar Orang/bulan 900.000

l. Nilai Pagu Dana diatas Rp 500 milliar s/d 1 triliun Orang/bulan 1.050.000

m. Nilai Pagu Dana diatas Rp 1 triliun Orang/bulan 1.350.000

5.2.4. Bendahara Pengeluaran

1. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,

membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang untuk

keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada

kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

66

Page 67: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

2. Bendahara Pengeluaran diangkat oleh menteri/pimpinan lembaga Menteri/pimpinan

lembaga/gubernur/bupati/walikota untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam

rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan

kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.

3. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional;

4. Jabatan Bendahara Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna

Anggaran/Kuasa Bendahara Umum Negara.

5. Bendahara Pengeluaran dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan

pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas

kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut

6. Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang

dan/atau jasa diterima.

7. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/satuan kerja

perangkat daerah kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat

diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran.

8. Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang

dikelolanya setelah :

a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah

pembayaran;

c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

9. Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna

Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan tidak dipenuhi.

10. Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang

dilaksanakannya.

Di dalam Standar Biaya Umum yang dikeluarkan Menteri Keuangan untuk

tahun 2008, setiap Bendahara Pengeluaran setiap bulan dapat menerima

honorarium sesuai ketentuan sebagai berikut:

a. Nilai Pagu Dana s/d Rp 50 juta Orang/bulan 140.000

b. Nilai Pagu Dana diatas Rp 50 juta s/d 100 juta Orang/bulan 210.000

c. Nilai Pagu Dana diatas Rp 100 juta s/d 250 juta Orang/bulan 250.000

d. Nilai Pagu Dana diatas Rp 250 juta s/d 500 juta Orang/bulan 280.000

67

Page 68: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

e. Nilai Pagu Dana diatas Rp 500 juta s/d 1 miliar Orang/bulan 320.000

f. Nilai Pagu Dana diatas Rp 1 miliar s/d 2,5 miliar Orang/bulan 350.000

g. Nilai Pagu Dana diatas Rp 2,5 miliar s/d 5 miliar Orang/bulan 400.000

h. Nilai Pagu Dana diatas Rp 5 miliar s/d 10 miliar Orang/bulan 475.000

i. Nilai Pagu Dana diatas Rp10 miliar s/d 50 miliar Orang/bulan 600.000

j. Nilai Pagu Dana diatas Rp 50 miliar s/d 100 miliar Orang/bulan 700.000

k. Nilai Pagu Dana diatas Rp 100 miliar s/d 500 miliar Orang/bulan 850.000

l. Nilai Pagu Dana diatas Rp 500 milliar s/d 1 triliun Orang/bulan 1.050.000

m. Nilai Pagu Dana diatas Rp 1 triliun Orang/bulan 1.300.000

Catatan:

a. Pada KPA yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), jumlah staf

minimal 5 maksimal 6 (enam) orang termasuk Pembuat Daftar Gaji (PDG).

b. Pada KPA yang dibantu oleh satu atau beberapa PPK jumlah staf pengelola

keuangan maksimum 3 orang (termasuk PDG) pada KPA dan masing-masing 2

orang pada setiap PPK.

c. Jumlah maksimum honorarium seluruh Pejabat/Pegawai Pengelola Keuangan

setahun tidak boleh melampaui 10% dari pagu.

5.3. Prinsip-prinsip Belanja Negara

5.3.1. Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara :

Ditujukan mendukung terwujudnya good governance dalam penyelengggaraan

Negara, karena itu harus menerapkan asas-asas:

a. asas tahunan (berkala)

b. asas universalitas

c. asas kesatuan

d. asas spesialitas

a s/d d asas yang sudah lama diterapkan, sedangkan asas yang baru sebagai

pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik meliputi :

e. akuntabilitas berorientasi pada hasil

f. profesionalitas

g. proporsionalitas

h. keterbukaan

68

Page 69: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

i. pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

5.3.2. Prinsip pembayaran atas beban APBN

Pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai

berikut :

a. hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan;

b. efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/kegiatan, serta

fungsi setiap departemen/lembaga/ pemerintah daerah;

c. mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri.

d. belanja atas beban anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan atas hak dan

bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran.

e. Jumlah dana yang dimuat dalam anggaran belanja negara merupakan batas

tertinggi untuk tiap-tiap pengeluaran.

Sebagai konsekuensi dari ketentuan poin d. di atas, maka pembayaran baru

dapat dilaksanakan bila barang yang dipesan atau pekerjaan yang diperjanjikan sudah

diterima atau selesai dikerjakan. Dengan kata lain agar dapat dikeluarkan uang dari kas

negara harus dapat memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu :

Pertama : harus bisa dibuktikan keabsahan yang berhak;

Kedua : harus sudah tersedia dananya dalam DIPA;

Ketiga : harus sesuai dengan tujuan alokasi dana yang tercantum pada DIPA.

Pimpinan dan atau pejabat departemen/lembaga tidak diperkenankan melakukan

tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja negara, jika

dana untuk membiayai tindakan tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam

anggaran belanja negara.

Pimpinan dan atau pejabat departemen/lembaga tidak diperkenankan melakukan

pengeluaran atas beban anggaran belanja negara untuk tujuan lain dari yang ditetapkan

dalam anggaran belanja negara.

5.4. Larangan pembebanan pada Belanja Negara

Atas beban anggaran belanja negara tidak diperkenankan melakukan

pengeluaran untuk keperluan :

(1) Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya dan hari ulang tahun departemen/

lembaga/pemerintah daerah;

69

Page 70: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

(2) Pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga, dan sebagainya

untuk berbagai peristiwa;

(3) Pesta untuk berbagai peristiwa dan pekan olahraga pada departemen/

lembaga / pemerintah daerah;

(4) Pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan yang sejenis serupa dengan yang

tersebut di atas.

(5) Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian

kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat penting dan

dilakukan sesederhana mungkin.

70

Page 71: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

5.5 Latihan

1. Jelaskan pengertian belanja Negara?

2. Belanja-belanja apa saja yang tidak bisa dibebankan pada APBN?

3. Prinsip-prinsip apa saja yang harus diperhatikan di dalam pelaksanaan belanja

negara?

4. Bedakan karakteristik antara Kuasa Pengguna Anggaran & Pejabat Pembuat

Komitmen. Bedakan pula antara penguji tagihan dan pejabat pembuat SPM?

5. Bagaimanakan seorang pemegang uang muka harus bertanggungjawab

terhadap uang yang dikelolanya?

5.6 Rangkuman

Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan

untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah.. Belanja untuk

daerah adalah semua pengeluaran untuk membiayai dana perimbangan serta dana

otonomi khusus dan penyesuaian. Belanja pemerintah pusat dikelompokkan atas

belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagian anggaran, fungsi, dan jenis belanja

Semua pengeluaran negara atas beban rekening kas Negara/kas umum negara

harus melalui transfer dana atau pemindahbukuan dana antar rekening bank, termasuk

membayar tagihan pihak ketiga yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja kementrian

Negara/lembaga. Dengan demikian, penyaluran dana APBN kepada yang berhak

dilakukan transfer dana atau pemindahbukuan dana langsung dari rekening kas

negara/kas umum negara ke rekening yang berhak pada bank. Pengecualian diberikan

untuk pembelian atau pengadaan barang/jasa keperluan kantor/satuan kerja

kementerian negara/lembaga yang nilainya kecil-kecil sampai dengan Rp 10 juta dapat

dibayar melalui uang persediaan yang dkelola Bendahara Pengeluaran.

Setiap awal tahun anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna

anggaran menunjuk pejabat kuasa pengguna anggaran untuk satuan kerja/satuan kerja

sementara di lingkungan instansi pengguna angggaran bersangkutan dengan surat

keputusan. Selanjutnya Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mendelegasikan kewenangan

kepada Kuasa Pengguna Anggaran untuk menunjuk :

71

Page 72: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

(1) Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan

pengeluaran anggarn belanja/penanggungjawab kegiatan/ pembuat komitmen;

(2) Pejabat yang diberi kewenangan untuk menguji tagihan kepada negara dan

menandatangani SPM;

(3) Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka

pelaksanaan anggaran belanja.

Asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, antara lain : asas universalitas,

asas kesatuan, asas spesialitas, akuntabilitas berorientasi pada hasil, profesionalitas,

proporsionalitas, keterbukaan, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang

bebas dan mandiri.

Setiap uang yang keluar dari kas Negara harus dapat dipertanggungjawabkan, oleh

karena itu, pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip

pembayaran atas beban APBN serta tidak melanggar larangan pembebanan belanja

negara sesuai aturan yang berlaku serta berpedoman bahwa uang dari kas negara

harus dapat memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu :

Pertama : harus bisa dibuktikan keabsahan yang berhak;

Kedua : harus sudah tersedia dananya dalam DIPA;

Ketiga : harus sesuai dengan tujuan alokasi dana yang tercantum pada DIPA.

.

72

Page 73: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

6. KEGIATAN BELAJAR (KB) 5 : MODEL PENCAIRAN & SYARAT ADMINISTRASI

PEMBEBANAN ANGGARAN

6.1. Model Pencairan Dana

Model pencairan dana bagi sebuah satker ada 2 jenis, yaitu melalui model uang

persediaan dan model langsung (LS) melalui KPPN. Melalui 2 model ini diharapkan

pencairan dana menjadi lebih lancar, dan setiap Satker diharapkan mengoptimalkan

pengeluaran-pengeluaran yang akan dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan

uang persediaan dan LS.

Strategi perencanaan pengeluaran menjadi hal yang harus diperhatikan

mengingat hanya ada dua model pencairan dana. Pengeluaran-pengeluaran sejak awal

harus disusun dan direncanakan akan menggunakan uang persediaan atau LS

mengingat kedua model pencairan ini mempunyai aturan-aturan tertentu yang bisa

menjadi penentu kelancaran atau malah sebaliknya ketika kita tidak memahami

mekanisme pencairan kedua model ini.

6.2. Uang Persediaan & LS

6.2.1. Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan

Kepada setiap satuan kerja dapat diberikan Uang Persediaan. Untuk mengelola

uang persediaan bagi satuan kerja di lingkungan kementrian Negara/lembaga, sebelum

diberlakukannya ketentuan dan atau dilakukannya pengangkatan pjabat fungsional

Bendahara, Menteri/Pimpinan lembaga pengeluaran pada kementrian/lembaga atau

satuan kerja yang dipimpinnya.

Untuk membantu pengelolaan uang persediaan pada kantor/satuann kerja di

lingkungan kementrian/lembaga, apabila diperlukan kepala satuan kerja dapat menunjuk

pemegang uang muka. Dalam pelaksanaan tugasnya pemegang uang muka

bertanggungjawab kepada bendahara pengeluaran.

Bendahara pengeluaran dapat membagi uang persediaan kepada beberapa

PUM. Apabila diantara PUM telah merealisasikan penggunaan UPnya sekurang-

kurangnya 75% Kuasa PA/pejabat yang ditunjuk dapat mengajukan SPM-GUP bagi

PUM berkenaan tanpa menunggu realisasi PUM lain yan belum mencapai 75%.

Mengenai prosedur uang persediaan diatur sebagai berikut:

1. PA/kuasa PA menerbitkan SPM-UP berdasarkan DIPA atas permintaan Bendahara

pengeluaran yang dibebankan pada MAK transito kode kegiatan untuk rupiah murni

73

Page 74: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

0000.0000.825111, pinjaman luar negeri 9999.9999.825112, dan PNBP

0000.0000.825113.

2. Berdasarkan SPM-UP, KPPN menerbitkan SP2D untuk rekening Bendahara

Pengeluaran yangditunjuk dalam SPM-UP.

3. Penggunaan Uang Persediaan menjadi tanggungjawab Bendahara pengeluaran.

4. Bendahara Pengeluaran melakukan pengisisan kembali Uang Persediaan setelah

Uang Persediaan digunakan (revolving) sepanjang masih tersedia pagu dana dalam

DIPA.

5. Bagi Bendahara Pengeluaran yang dibantu oleh beberapa PUM, dalam pengajuan

SPM-UP diwajibkan melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang

dikelola oleh masing-masing PUM.

6. Sisa uang persediaan yang ada di Bendahara Pengeluaran pada akhir tahun

anggaran harus disetorkan kembali ke rekening kas Negara selambat-lambatnya

tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan. Setoran sisa uang persediaan

dimaksud, oleh KPPN dibukukan sebagai pengembalian uang persediaan sesuai

mata anggaran yang ditetapkan.

7. Uang persediaan dapat diberikan dalam batas-batas sebagai berikut :

a. Uang persediaan dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran belanja

barang pada klasifikasi belanja 5211, 5212, 5221, 5231, 5241, dan 5811.

b. Diluar ketentuan butir a, dapat diberikan pengecualian untuk DIPA pusat oleh

Dirjen Perbendaharaan dan untuk DIPA pusat yang kegiatannya berlokasi di

daerah serta DIPA yang ditetapkan oleh kepala Kanwil DJPBN oleh Kepala

Kanwil DJPBN setempat

c. UP dapat diberikan setinggi-tingginya :

(1) 1/12 (satu per dua belas) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang

diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp 50 juta untuk pagu sampai dengan

Rp 900 juta.

(2) 1/18 (satu per delapan belas) dari pagu DIPA menurut kualifikasi belanja

yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp 100 juta untuk pagu datas

Rp 900 juta sampai dengan Rp 2.400 juta atau Rp 2,4 miliar.

(3) 1/24 (satu per dua puluh empat) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja

yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp 200 juta untuk pagu diatas

RP 2,4 miliar.

74

Page 75: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

d. Perubahan besaran UP diluar sebagaimana dimaksud butir c ditetapkan oleh

Dirjen Perbendaharaan.

e. Pengisian kembali UP sebagaimana dimaksud butir c dapat diberikan apabila UP

telah dipergunakan sekurang-kurangnya 75% dari dana UP yang diterima.

f. Dalam hal penggunaan UP belum mencapai 75%, sedangkan satker/SKS ybs

memerlukan pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia, satker/SKS dimaksud

dapat mengajukan TUP.

g. Pemberian TUP diatur sebagai berikut:

(1) Kepala KPPN dapat memberikan TUP sampai dengan jumlah RP 200 juta

untuk klarifikasi belanja yang diperbolehkan diberi UP bagi instansi dalam

wilayah pembayaran KPPN bersangkutan.

(2) Permintaan TUP diatas Rp 200 juta untk klarifikasi belanja yang

diperbolehkan diberi UP harus mendapat dispensasi dari Kepala Kanwil

Ditjen Perbendaharaan.

8. Syarat untuk mengajukan Tambahan UP :

a. Untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak/tidak dapat tidak ditunda;

b. Digunakan paling lama satu bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan.

c. Apabila tidak habis digunakan dalam satu bulan sisa dana yang ada pada

bendahara, harus disetor ke Rekening kas Negara;

d. Apabila ketentuan pada butir c tidak dipenuhi kepada satker yang bersangkutan

tidak dapat lagi diberikan TUP sepanjang sisa tahun anggaran berkenaan.

e. Pengecualian terhadap butir diputuskan oleh Kepala Kanwil Ditjen

Perbendaharaan atas usul Kepala KPPN.

9. Dalam mengajukan permintaan TUP bendahara pengeluaran wajib menyampaikan :

a. Rincian Rencana Penggunaan Dana untuk kebutuhan mendesak dan riil serta

rincian sisa dana MAK yang dimintakan TUP.

b. Rekening Koran yang menunjukkan saldo terakhir.

c. Surat Pernyataan bahwa kegiatan yang dibiayai tersebut tidak dapat

dilaksanakan/dibayar melalui penerbitan SPM-LS.

10. SPM-UP/Tambahan UP diterbitkan dengan menggunakan kode kegiatan untuk

rupiah murni 0000.0000.825111, pinjaman luar negeri 9999.9999.825112, dan

PNBP 0000.0000.825113.

75

Page 76: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

11. Penggantian UP, diajukan ke KPPN dengan SPM-GUP dengan SPM-GUP, dilampiri

SPTB, dan fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang dilegalisir oleh Kuasa

Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk, untuk transaksi yang menurut

ketentuan harus dipungut PPN dan PPh.

12. Pembayaran yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satu

rekanan tidak boleh melebihi Rp 10 juta kecuali untuk pembayaran honor.

6.2.2. Model pembayaran dengan LS

Pembayaran dengan menggunakan model LS artinya pembayaran melalui

transfer dari rekening kas Negara ke rekening bank penerima setelah memenuhi

persyaratan yg diharuskan. Pembayaran dengan menggunakan model LS biasa

dilakukan untuk :

(1) Pengadaan Tanah

Pembayaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan melalui

mekanisme pembayaran langsung (LS), kecauli tidak mungkin dilaksanakan melalui

mekanisme LS, maka dapat dilakukan melalui UP/TUP. Jika menggunakan LS

persyaratan yang harus Pengaturan mekanisme pembayaran adalah sebagai

berikut:

1. Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah yang luasnya lebih dari

satu hektar di kabupaten/kota;

2. Fotokopi bukti kepemilikan tanah;

3. Kuitansi;

4. SPPT PBB tahun transaksi;

5. Surat persetujuan harga;

6. Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa dan

tidak sedang dalam anggunan;

7. Pelepasan/penyerahan hak atas tanah/akta jual beli di hadapan PPAT;

8. SSP PPH final atas pelepasan hak;

9. Surat pelepasan hak adat (bila diperlukan).

(2) LS untuk pembayaran gaji, lembur dan honor/vakasi

a. Pembayaran Gaji Induk/susulan gaji/kekurangan gaji/gaji terusan/uang duka

wafat dilengkapi dengan Daftar Gaji Induk/susulan gaji/ ekutrangan gaji/gaji

terusan/uang duka wafat, SK CPNS, SK naik pangkat, SK jabatan, KGB, Surat

Pernyataan Pelantikan, Surat Pernyataan Masih Menduduki Jabatan, Surat

76

Page 77: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Pernyataan Pelaksanaan Tugas, Daftar Keluarga (KP4), kopi Surat Nikah, kopi

Akte Kelahiran, Surat Keterangan Penghentian Pembayaran, Daftar potongan

Sewa Rumah Dinas, Surat Keterangan Masih Sekolah/Kuliah, Surat Pindah,

Surat Kematian, SSP PPh pasal 21. Kelengkapan tersebut harus sesuai

peruntukannya.

b. Pembayaran lembur dilengkapi dengan Daftar Pembayaran Perhitungan Lembur

yang sudah ditandatangani oleh Kuasa PA/Pejabat yang ditunjuk dan Bendahara

Pengeluaran Satker/SKS ybs, surat perintah kerja lembur, daftar hadir kerja,

daftar kerja lembur dan SSP PPh pasal 21.

c. Pembayaran Honor/vakasi dilengkapi dengan SK tentang pemberian honor

vakasi, daftar pembayaran perhitungan honor/vakasi yang ditandatangani oleh

kuasa PA/Pejabat yang ditunjuk dan Bendahara Pengeluaran ybs dan SSP PPh

pasal 21.

(3) LS non Belanja Pegawai :

a. Pembayaran Pengadaan barang dan jasa :

1) Kontrak/SPK yang mencantmkan nomor rekening rekanan;

2) Surat pernyataan kuasa PA mengenai penetapan rekanan;

3) Berita acara penyelesaian pekerjaan;

4) Berita acara serah terima pekerjaan;

5) Berita acara pembayaran;

6) Kuitansi yang disetujui oleh kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk;

7) Faktur pajak beserta SSP yang telah ditandatangani WP;j

8) Jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan Bank atau lembaga

keuangan non bank.

9) Dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang dananya

sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri;

10) Ringkasan kontrak untuk rupiah murni dan untuk PHLN Berita Acara pada

butir 3), 4) dan 5) dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 5 dan

disampaikan kepada :

a). Asli dan satu tembusan untuk penerbit SPM;

b). Masig-masing satu tembusan untuk para pihak yang membuat kontrak.

c). Satu tembusan untuk pejabat pelaksana pemeriksaan pekerjaan

77

Page 78: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

b. Pembayaran Biaya Langganan Daya dan Jasa (Listrik, Telepon dan Air) :

1) Bukti tagihan daya dan jasa;

2) No. rekening pihak ketiga (PLN, Telkom, PDAM,dll).

Dalam hal pembayaran langganan daya dan jasa belum dapat dilakukan

secara langsung, satker/SKS ybs dapat melakukan pembayaran dengan UP.

Tunggakan langganan daya dan jasa tahun anggaran sebelumnya dapat

dibayarkan oleh satker/SKS setelah mendapat dispensasi/persetujuan

terlebih dahulu dari Kanwil Ditjen PBN sepanjang dananya tersedia dalam

DIPA berkenaan.

c. Pembayaran Belanja Pejalanan Dinas

Pembayaran biaya perjalanan dinas harus dilengkapi dengan daftar nominatif

pejabat yang akan melakukan perjalanan dinas, yang berisi antara lain: informasi

mengenai data pejabat (Nama, pangkat/Golongan), tujuan, tanggal

keberangkatan, lama perjalanan dinas, dan biaya yang diperlukan untuk masing-

masing pejabat. Daftar normatif tersebut harus ditandatangani oleh pejabat yang

berwenang memerintahkan perjalanan dinas, dan disahkan oleh pejabat yang

berwenang di KPPN. Pembayaran dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran

Satker/SKS ybs kepada para pejabat yang akan melakukan perjalanan dinas.

6.3. Persyaratan administratif untuk dapat membebani anggaran belanja

Kebenaran pengisian dokumen tanda bukti pengeluaran meliputi:

(1) Kuitansi

a. Nama wajib bayar yang tertulis dalam kuitansi harus atas nama jabatan.

Contoh : Sudah terima dari Pejabat Pembuat Komitmen…………

b. Nama yang berhak menerima yang tertulis dalam kuitansi adalah nama dan

jabatan orang yang menerima pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan

kegiatan/pekerjaan dan ditandatangani oleh yang bersangkutan. Untuk Badan

Hukum (perusahaan) diberikan pula stempel perusahaan. Apabila yang

menerima adalah kuasa penerima, maka harus didukung dengan Surat Kuasa

dari orang yang berhak kepada yang dikuasakan di atas kertas bermaterai

Rp.6.000,-

c. Tanda tangan lunas oleh penyimpan uang/kasir dan tanda tangan setuju

dibayar oleh Pemegang Kas.

78

Page 79: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

d. Uraian pembayaran memuat uraian mengenai obyek kegiatan/ pekerjaan yang

dilaksanakan.

e. Jumlah yang dibayarkan harus sama antara yang tertulis dengan angka dan

huruf.

f. Tahun anggaran dan pasal/mata anggaran keluaran yang tertulis dalam

kuitansi adalah tahun anggaran berjalan dan pasal/mata anggaran sesuai

dengan pembebanan anggaran.

g. Bea materai tempel Rp.6.000,-untuk SPK/Kontrak. Untuk kuitansi dengan nilai

Rp.250.000,- s/d Rp.1.000.000 dikenakan Rp.3.000,- Bila bernilai nominal di

atas Rp.1.000.000,-dikenakan Rp.6.000.000

h. NPWP pihak rekanan harus dicantumkan dalam kuitansi pembayaran

i. Dalam redaksi penulisan pada kuitansi tidak dibenarkan adanya coretan/

hapusan/tindisan khususnya penulisan jumlah uang dengan angka dan jumlah

uang dengan huruf.

(2) Surat Perintah Kerja (SPK)

Sekurang-kurangnya harus memuat ketentuan:

a. Pejabat yang memerintahkan mempunyai kewenangan.

b. SPK ditandatangani oleh yang memberi perintah dan pihak yang menerima

perintah.

c. Pokok/bidang, ruang lingkup dan spesifikasi teknis pekerjaan yang disepakati

oleh kedua belah pihak.

d. Harga yang pasti serta syarat pembayaran.

e. Jangka waktu penyelesaian pekerjaan

f. Sanksi dalam hal yang menerima perintah tidak memenuhi kewajibannya

g. Diberi materai tempel Rp.6.000.-

(3) Surat perjanjian/Kontrak

Sekurang-kurangnya mememuat ketentuan seperti pada SPK ditambah dengan:

a. Jaminan teknis hasil pekerjaan yang diserahkan.

b. Penyelesaian perselisihan

c. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian yang

bersangkutan

d. Penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri secara tegas dan terinci

dalam lampiran kontrak.

79

Page 80: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

e. Rumusan mengenai penyesuaian harga kontrak (price adjusment).

f. Ketentuan mengenai pemberian uang muka.

(4) Berita Acara Penyerahan Barang/Pekerjaan.

Sekurang-kurangnya memuat hal-hal

a. Nama, jabatan dan alamat kedua belah pihak.

b. Prestasi fisik pekerjaan yang akan diserahkan.

c. Hari dan tanggal pembuatan berita acara.

d. Dasar pembuatan berita acara penyerahan pekerjaan.

e. Pernyataan besarnya pembayaran yang berhak diterima oleh rekanan.

f. Nama dan tanda tangan kedua belah pihak.

(5) Berita Acara Pembayaran, sekurang-kurangnya memuat :

a. Nama, jabatan dan alamat kedua belah pihak.

b. Hari dan tanggal pembuatan berita acara.

c.Dasar pembuatan berita acara penyerahan pekerjaan.

d. Harga kontrak.

e. Perhitungan pembayaran meliputi:

- Jumlah yang telah dibayarkan sampai dengan angsuran yang lalu

- Jumlah angsuran dalam berita acara

- Perhitungan Uang muka dan potongan lainnya

- Jumlah yang berhak diterima dengan berita acara pembayaran ini.

6.4. Pajak untuk Bendaharawan

Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga Negara

lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayar gaji,

upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan,

jasa, atau kegiatan wajib melakukan pemungutan pajak penghasilan dan PPN.

6.4.1. Pajak Penghasilan Pasal 21

(1) Objek PPh Pasal 21

Secara umum objek dari Pajak Penghasilan adalah penghasilan, sedangkan obek

PPh Pasal 21 secara spesifik antara lain adalah :

80

Page 81: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

a. penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, upah, uang

pensiun bulanan, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris,

atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan,

uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan,

tunjangan kemahalan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak,

tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa. Hadiah, premi

asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan

nama apa pun.

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa

produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan

tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya

tidak teratur (tidak tetap) dan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.

c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan.

d. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua, tunjangan hari tua, uang

pesangon, dan pembayaran jenis lainnya.

e. Honorarium uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan bentuk

apapun komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang

pribadi dalam negeri.

f. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama dan

bentuk apapun yang diberikan oleh bukan (yang dikecualikan sebagai) Wajib

Pajak.

(2) Tarif PPh pasal 21

Untuk semua pembayaran oleh Bendaharawan pemerintah baik Pemerintah

Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga

Negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang

membayar upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain sehubungan

dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib melakukan pemungutan pajak

penghasilan pasal 21 dengan tarif 15% final jika yang menerima adalah

PNS/pegawai BUMN/BUMD golongan III ke atas. Jika bukan PNS/ pegawai

BUMN/BUMD maka tarif yang dikenakan hanya sebesar 5% dari jenis

penhasilan yang diterima oleh mereka.

81

Page 82: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

6.4.2. Pajak Penghasilan Pasal 22

(1) Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut

pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan

tertentu untuk memungut pajak dari Wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang

impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

(2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, sifat dan besarnya pungutan, tata cara

penyetoran, dan tata cara pelaporan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

a. Pemungutan Pajak atas Potensi Penghasilan

Berbeda dengan Pasal 21 yang dipotong dari penghasilan yang diperoleh atau

diterima Wajib Pajak yang memberikan jasa kekaryaan, PPh Pasal 22 dipungut

dari potensi penghasilan yang terdapat dalam transaksi impor atau kegiatan

dibidang lain. Potongan pajak umumnya mengurangi jumlah yang diterima.

Namun, pungutan pajak ini dapat merupakan tamabahan jumlah (pajak) oleh

pembayar. Karena sifatnya masih potensi penghasilan, besarnya jumlah

pungutan didasarkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh dari

adanya aktivitas tersebut diata. Selanjutnya dalam rangka memperbesar jumlah

kredit Pajak Penghasilan yang sekaligus dapat memperingan pembayaran pajak

sekaligus pada saat penerimaan atau perolehan penghasilan, Pasal 22 ayat (1)

dan ayat (2) memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk

menunjuk pemungut pajak PPh Pasal 22. Mereka adalah :

1) Bendaharawan pemerintah, termasuk bendaharawan pada Pemerintah

Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-

lembaga Negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan

barang.

2) Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta bekenaan

dengan kegiatan di bidang impor, atau kegiatan usaha di bidang lain.

Pemungutan pajak berdasarkan ketentuan ini, dimaksudkan untuk meningkatkan

peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui system pembayaran

pajak dan untuk tujuan kesderhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang

tepat waktu. Dalam hubungan ini Menteri Keuangan menetapkan besarnya

pungutan yang dapat bersifat final.

82

Page 83: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Pelaksanaan ketentuan ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan beberapa

pertimbangan antara lain : (1) penunjukkan pemungut pajak secara selektif, demi

pengawasan agar tidak disalahgunakan, (2) pemungutan pajak secara efektif

dan efisien, (3) tidak mengganggu kelancaran lalu lintas barang, (4) prosedur

pemungutan, penyetoran, dan pelaporan yang sederhana sehingga mudah

dilaksanakan dan murah biaya pelaksanaannya.

b. Pertalian Pungutan

PPh Pasal 22 merupakan pajak yang pengenaannya dihubungkan dengan

pembayaran oleh Pemerintah serta dalam rangka impor, sehingga terdapat 2

(dua) jenis PPh pasal 22, yaitu :

- PPh Pasal 22 Bendaharawan, yakni pajak yang pengenaannya berhubungan

dengan pembayaran instansi pemerintah yang dilaksanakan oleh

bendaharawan.

- PPh Pasal 22 impor, yakni pajak yang pengenaannya didasarkan atas impor

barang yang masuk kedalam daerah pabean.

Sebelum tahun 1984, sistem pungutan ini dikenal dengan system menghitung,

memotong dan menyetor pajak orang (MPO). System MPO diberlakukan

berdasar Undang-undang Nomor 8 tahun 1968. dalam pembaruan pajak tahun

1983 sistem MPO dihapus, karena dianggap lebih berkarakter Pajak Peredaran

daripada Pajak Penghasilan.

Contoh Peghitungan PPh Pasal 22 sebagai berikut :

a. PPh Pasal 22 Bendaharawan

Departemen Keuangan RI membeli 20 unit personal computer dari PT

Anugerah Computer dengan total harga jual Rp 100.000.000,-. Dari

pembelian tersebut, pada saat pembayaran dilakukan maka bendaharawan

Departemen Keuangan harus memotong PPh pasal 22 Bendaharawan

sebesar = 1,5% x 100.000.000 = Rp 1.500.000,-

b. PPh Pasal 22 Impor

1) Menggunakan Angka Pengenal Importir (API)

PT Gunung Merapi mengimpor (memiliki API) sebuah mesin dengan nilai

impor (cost insurance freight (CIF)) sebesar Rp 500.000.000. dari impor

tersebut PT Gunung Merapi dikenakan PPh Pasal 22 Impor sebesar Rp

2,5% x Rp 500.000.000 = Rp 12.500.000

83

Page 84: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

2) Tidak menggunakan API

PT Makmur Abadi (tidak memiliki API) menimpor sebuah mesin dengan

nilai impor (cost insurance freight/CIF) sebesar Rp 1.000.000.000,-. Dari

impor tersebut PT. Makmur Abadi dikenakan PPh Pasal 22 Impor

sebesar = 7,5% x Rp 1.000.000.000 = Rp 75.000.000

3) PT Alam Raya memperoleh sebuah mesin pemintal dari hasil lelang atas

dengan harga jual lelang sebesar Rp 100.000.000,-. Dari hasil lelang

tersebut PT Alam Raya dikenakan PPh Pasal 22 Impor sebesar = 7,5% x

100.000.000 = Rp 7.500.000

c. Pengecualian dari Pemungutan

Sebagaimana lazimnya dalam sistem perpajakan tidak semua fenomena yang

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif langsung dipungut pajak. Demikian

juga dalam pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22. untuk melindungi kepentingan

sosial, ekonomi dan politis terdapat beberapa transaksi yang dikecualikan dari

pungutan pajak. Beberapa kegiatan tersebut adalah seperti di bawah ini.

i. Impor barang dan/penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan

perundang-undangan tidak terutang PPh.

ii. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, yang terdiri dari :

1) barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang

bertugas di Indonesia yang dinyatakan sebagai bukan subjek PPh

berdasarkan keputusan;

2) barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang

bertugas di Indonesia yang dinyatakan sebagai bukan subjek PPh

berdasrkan keputusan Menteri Kehakiman;

3) buku ilmu pengetahuan;

4) barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, social,

atau kebudayaan;

5) barang untuk keperluan museuam, kebun binatang, dan tempat lain

semacam itu yang terbuka untuk umum;

6) barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu

pengetahuan;

7) barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat

lainnya;

84

Page 85: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

8) persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku

cadangyang diperuntukan bagi keperluan pertahanan dan keamanan

Negara;

9) barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi

keperluan pertahanan dan kemanan Negara.

10) Barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;

11) Peti atau kemasan lain yang berisi jenasah, atau abu jenasah;

12) Barang pindahan;

13) Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas,

dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu;

14) Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata

dimaksudkan untuk diekspor kembali;

15) Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang

dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,-(satu

juta rupiah);

16) Pemabayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air

minum/PDAM, dan benda-benda pos.

6.4.3 Pajak Penghasilan pasal 23

Setiap Bendaharawan wajib memungut PPh pasal 23 untuk jasa-jasa

sebagaimana diatur dalam UU perpajakan, dengan tarif sesuai ketentuan untuk

transaksi di atas Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), kecuali barang/jasa yang

dikecualikan dari pajak. Jika suatu transaksi yang dibayarkan bendaharawan

sudah dikenakan PPh pasal 22 maka tidak dikenakan PPh pasal 23 dan juga

sebaliknya.

6.4.4 Pajak Pertambahan Nilai

Untuk semua penyerahan barang/jasa kepada instansi pemerintah dipungut PPN

sebesar 10% dari Harga Dasar Pengenaan Pajak untuk transaksi diatas Rp

1.000.000,- (satu juta rupiah), kecuali barang/jasa yang dikecualikan dari pajak.

6.4.5 Bea materai

Untuk transaksi Rp 250.000 s.d. Rp 1.000.000 dikenakan bea materai Rp 3000

dan di atas Rp 1.000.000 dan jika di atas Rp 1.000.000 dikenakan bea materai

Rp 6000

85

Page 86: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

6.5. Latihan 6

1. Apa perbedaan uang persediaan dan pembayaran dengan LS?

2. Sebutkan syarat-syarat suatu pengeluaran untuk belanja Negara bisa

digunakan dengan menggunakan uang persediaan

3. bagaimanakan pengeluaran untuk pembelian tanah dilakukan? Begitu juga

untuk pengeluaran Belanja Pegawai

4. Bolehkah pengeluaran untuk non Belanja Pegawai digunakan model

pembayaran dengan uang persediaan? Jelaskan!

5. Bagaiamana kewajiban bendaharawan pengeluaran terkait dengan peraturan

perpajakan?

6. Pengeluaran-pengeluaran jenis belanja apa saja yang harus dipungut PPh 21,

22, dan 23 oleh bendaharawan pengeluaran? Jelaskan!

7. Kapan PPN harus dipungut oleh bendaharawan pengeluaran?

8. Adakah perbedaan perlakuan perpajakan khususnya menyangkut PPh 21

terkait dengan honorarium yang diterima PNS bergolongan I dan II dengan gol

III dan IV ? Jelaskan!

6.6. Rangkuman

Model pencairan dana bagi sebuah satker ada 2 jenis, yaitu melalui model uang

persediaan dan model langsung (LS) melalui KPPN. Kepada setiap satuan kerja dapat

diberikan Uang Persediaan. Uang persediaan dapat diberikan untuk pengeluaran-

pengeluaran belanja barang pada klasifikasi belanja 5211, 5212, 5221, 5231, 5241, dan

5811. Besarnya UP yang dapat diberikan Tergantung dari jumlah belanja yang dapat

dimintakan UP. Bendahara Pengeluaran melakukan pengisisan kembali Uang

Persediaan setelah Uang Persediaan digunakan (revolving) sepanjang masih tersedia

pagu dana dalam DIPA. Pengisian kembali UP dapat diberikan apabila UP telah

dipergunakan sekurang-kurangnya 75% dari dana UP yang diterima.

Dalam hal penggunaan UP belum mencapai 75%, sedangkan satker/SKS ybs

memerlukan pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia, satker/SKS dimaksud dapat

mengajukan TUP. Syarat untuk mengajukan Tambahan UP :

1. Untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak/tidak dapat tidak ditunda;

2. Digunakan paling lama satu bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan.

86

Page 87: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

3. Apabila tidak habis digunakan dalam satu bulan sisa dana yang ada pada

bendahara, harus disetor ke Rekening kas Negara;

Pembayaran dengan menggunakan model LS artinya pembayaran melalui

transfer dari rekening kas Negara ke rekening bank penerima setelah memenuhi

persyaratan yg diharuskan. Pembayaran dengan menggunakan model LS biasa

dilakukan untuk

a) Pengadaan Tanah

b) LS untuk pembayaran gaji, lembur dan honor/vakasi

c) LS non Belanja Pegawai, yaitu :Pembayaran Pengadaan barang dan jasa,

Pembayaran Biaya Langganan Daya dan Jasa (Listrik, Telepon dan Air), dan

Pembayaran Belanja Pejalanan Dinas

Kebenaran pengisian dokumen tanda bukti pengeluaran meliputi kuitansi, Surat

Perintah Kerja (SPK), Surat perjanjian/Kontrak, Berita Acara Penyerahan

Barang/Pekerjaan, dan Berita Acara Pembayaran

Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga Negara

lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayar gaji,

upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan,

jasa, atau kegiatan wajib melakukan pemungutan pajak penghasilan dan Pajak

Pertambahan Nilai. Besarnya pajak yang dipungut oleh bendahara sesuai dengan

peraturan perpajakan yang berlaku

87

Page 88: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

7. KEGIATAN BELAJAR (KB) 6 : PROSEDUR PENCAIRAN DANA

7.1. Prosedur Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran

Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai kelengkapan dalam pengajuan Surat

Permintaan Pembayaran (SPP) untuk dapat diterbitkan SPM, diatur sebagai berikut:

1. SPP-UP (Uang Persediaan)

Surat pernyataan dari kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk, menyatakan bahwa UP

tersbut untuk menbiayai pengeluaran-pengeluaran yang menurut ketentuan harus

dengan LS.

2. SPP-TUP (Tambahan Uang Persediaan)

a. Rincian rencana penggunaan dana Tambahan UP dari kuasa PA atau pejabat

yang ditunjuk;

b. Surat pernyataan dari kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk bahwa:

1) Dana tambahan UP tersebut akan digunakan dalam waktu 1 (satu) bulan

terhitung sejak tanggal diterbitkannya SP2D;

2) Apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke rekening Kas Negara;

3) Tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya dibayarkan secara

langsung.

c. Rekening Koran Terakhir

3. SPP-GUP (Penggantian Uang Persediaan)

a. Kuitansi/tanda bukti pembayaran;

b. SPTB;

c. Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah dilegalisir oleh kuasa Pengguna Anggaran

atau pejabat yang ditunjuk.

4. SPP untuk Pengadaan Tanah

Pembayaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan melalui

mekanisme pembayaran langsung (LS). Apabila tidak mungkin dilaksanakan melalui

mekanisme LS, dapat dilakukan melalui UP/TUP. Pengaturan mekanisme

pembayaran adalah sebagai berikut:

(1) SPP-LS (Pembayaran Langsung)

a. Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah yang luasnya lebih dari

satu hektar di kabupaten/kota;

b. Fotokopi bukti kepemilikan tanah;

88

Page 89: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

c. Kuitansi;

d. SPPT PBB tahun transaksi;

e. Surat persetujuan harga;

f. Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa dan

tidak sedang dalam anggunan;

g. Pelepasan/penyerahan hak atas tanah/akta jual beli di hadapan PPAT;

h. SSP PPH final atas pelepasan hak;

i. Surat pelepasan hak adapt (bila diperlukan).

(2) UP/TUP

a. Pengadaan tanah yang luasnya kurang dari satu hektar dilengkapi

persyaratan daftar nominative pemilik tanah yang ditandatangani oleh

kuasa PA.

b. Pengadaan tanah yang luasnya lebih dari satu hektar dilakukan dengan

bantuan panitia pengadaan tanah di kabupaten/kota setempat dan

dilengkapi dengan daftar nominative pemilih tanah dan beasaran harga

tanah yang ditandatangani oleh kuasa PA dan diketahui oleh Panitia

Pengadaan Tanah (PPT).

c. Pengadaan tanah yang pembayarannya dilaksanakan melalui UP/TUP

harus terlebih dahulu mendapat ijin dispensasi dari kantor pusat Ditjen

PBN/Kanwil Ditjen PBN sedangkan besaran uangnya harus mendapat

dispensasi UP/TUP sesuai ketentuan yang berlaku.

5. SPP-LS untuk pembayaran gaji, lembur dan honor/vakasi

(a) Pembayaran Gaji Induk/susulan gaji/kekurangan gaji/gaji terusan/uang duka

wafat dilengkapi dengan Daftar Gaji Induk/susulan gaji/ ekutrangan gaji/gaji

terusan/uang duka wafat, SK CPNS, SK naik pangkat, SK jabatan, KGB, Surat

Pernyataan Pelantikan, Surat Pernyataan Masih Menduduki Jabatan, Surat

Pernyataan Pelaksanaan Tugas, Daftar Keluarga 9KP$), kopi Surat Nikah, kopi

Akte Kelahiran, Surat Keterangan Penghentian Pembayaran, Daftar potongan

Sewa Rumah Dinas, Surat Keterangan Masih Sekolah/Kuliah, Surat Pindah,

Surat Kematian, SSP PPh pasal 21. Kelengkapan tersebut harus sesuai

peruntukannya.

(b) Pembayaran lembur dilengkapi dengan Daftar Pembayaran Perhitungan

Lembur yang sudah ditandatangani oleh Kuasa PA/Pejabat yang ditunjuk dan

89

Page 90: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Bendahara Pengeluaran Satker/SKS ybs, surat perintah kerja lembur, daftar

hadir kerja, daftar kerja lembur dan SSP PPh pasal 21.

(c) Pembayaran Honor/vakasi dilengkapi dengan SK tentang pemberian honor

vakasi, daftar pembayaran perhitungan honor/vakasi yang ditandatangani oleh

kuasa PA/Pejabat yang ditunjuk dan Bendahara Pengeluaran ybs dan SSP

PPh pasal 21.

6. SPP-LS non Belanja Pegawai :

(a) Pembayaran Pengadaan barang dan jasa :

1) Kontrak/SPK yang mencantmkan nomor rekening rekanan;

2) Surat pernyataan kuasa PA mengenai penetapan rekanan;

3) Berita acara penyelesaian pekerjaan;

4) Berita acara serah terima pekerjaan;

5) Berita acara pembayaran;

6) Kuitansi yang disetujui oleh kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk;

7) Faktur pajak beserta SSP yang telah ditandatangani Wajib Pajak;

8) Jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan Bank atau

Lembaga Keuangan non bank.

9) Dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang dananya

sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri;

10) Ringkasan kontrak untuk rupiah murni dan untuk PHLN

Berita Acara pada butir 3), 4) dan 5) dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap

5 dan disampaikan kepada :

Asli dan satu tembusan untuk penerbit SPM;

Masig-masing satu tembusan untuk para pihak yang membuat kontrak.

Satu tembusan untuk pejabat pelaksana pemeriksaan pekerjaan.

(b) Pembayaran Biaya Langganan Daya dan Jasa (Listrik, Telepon dan Air) :

1). Bukti tagihan daya dan jasa;

2). No. rekening pihak ketiga (PLN, Telkom, PDAM,dll).

Dalam hal pembayaran langganan daya dan jasa belum dapat dilakukan secara

langsung, satker/SKS ybs dapat melakukan pembayaran dengan UP.

Tunggakan langganan daya dan jasa tahun anggaran sebelumnya dapat

dibayarkan oleh satker/SKS setelah mendapat dispensasi/persetujuan terlebih

90

Page 91: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

dahulu dari Kanwil Ditjen PBN sepanjang dananya tersedia dalam DIPA

berkenaan.

(c) Pembayaran Belanja Pejalanan Dinas harus dilengkapi dengan daftar nominative

pejabat yang akan melakukan perjalnan dinas, yang berisi antara lain: informasi

mengenai data pejabat (Nama, pangkat/Golongan), tujuan, tanggal

keberangkatan, lama perjalanan dinas, dan biaya yang diperlukan untuk masing-

masing pejabat. Daftar normative tersebut harus ditandatangani oleh pejabat

yang berwenang memerintahkan perjalanan dinas, dan disahkan oleh pejabat

yang berwenang di KPPN. Pembayaran dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran

Satker/SKS ybs kepda para pejabat yang akan melakukan perjalanan dinas.

7. SPP untuk PNBP

1. UP/TUP untk PNBP diajukan terpisah dari UP/TUP lainnya.

2. UP dapat diberikan kepada Satker pengguna sebesar 20% dari pagu dana

PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp 500 juta, dengan melampirkan Daftar

Realisasi Pendapatan dan Penggunaan Dana DIPA (PNBP) tahun anggaran

sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP debesar

kebutuhan riil satu bulan dengan memperhatikan maksimum pencairan (MP).

3. Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimum sesuai formula

sebagai berikut : MP = (PPP x JS) = JPS;

4. MP = Maksimum Pencairan Dana;

5. PPP = Proporsi Pagu Pengeluran terhadap Pendapatan;

6. JS = Jumlah setoran;

7. JPS = Jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang

diterbitkan.

8. Dalam pengajuan SPM-TUP/GUP/LS PNBP ke KPPN, Satker pengguna harus

melampirkan Daftar perhitungan Jumlah MP;

9. Untuk satker pengguna yang setorannya dilakukan secara terpusat, pencairan

dana diatur secara khusus dengan surat edaran Dirjen PBN tanpa melampirkan

SSBP;

10. Untuk satker pengguna yang menyetorkan pada masing-masing unit (tidak

terpusat), pencairan dana harus melampirkan bukti setoran (SSBP) yang telah

dikonfirmasi olah KPPN;

11. Besaran PPP untuk masing-masing satker pengguna diatur berdasarkan surat

keputusan Menteri Keuangan yang berlaku;

91

Page 92: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

12. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui

pagu PNBP satker ybs dalam DIPA.

13. Pertanggungjawaban penggunaan dana UP/TUP PNBP oleh kuasa PA,

dilakukan dengan mengajukan SPM setempat cukup dengan melampirkan

SPTB.

14. Khusus perguruan tinggi negeri selaku pengguna PNBP (non BHMN), sisa dana

PNBP yang disetorkan pada akhir tahun anggaran ke rekening kas negara dapat

dicairkan kembali maksimal sebesar jumlah yang sama pada awal tahun

anggaran berikutnya mendahului diterimanya DIPA dan merupakan bagian dari

target PNBP yang tercantum dalam DIPA tahun anggaran berikutnya.

15. Sisa dana PNBP dari satker pengguna diluar butir I, yang disetorkan ke rekening

kas Negara pada akhir tahun anggaran merupakan bagian realisasi penerimaan

PNBP tahun anggaran berikutnya dan dapat dipergunakan untuk membiayai

kegiatan-kegiatan setelah diterimanya DIPA.

16. Sisa UP/TUP dana PNBP sampai akhir tahun anggaran yang tidak disetorkan ke

rekening kas Negara, akan diperhitungkan pada saat pengajuan pencairan dana

UP tahun anggaran berikutnya.

17. Untuk keseragaman dalam pembukuan system akuntansi, maka penyetoran

PNBP agar menggunakan formulir SSBP.

7.2 Mekanisme Penerbitan SPM.

Segera setelah menerima SPP, pejabat penerbit SPM menerbitkan SPM dengan

mekanisme, sebagai berikut

1. Penerimaan dan pengujian SPP

Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi chek list

kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam buku pengawasan penerimaan SPP

dan membayar/menandatangani tanda terima SPP berkenaan. Selanjutnya petugas

penerima SPP menyampaikan SPP dimaksud kepada pejabat penerbit SPM.

2. Pejabat penerbit SPM melakukan pengujian atas SPP sebagai berikut:

i. Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku;

ii. Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk memperoleh

kyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran.

iii. Memeiksa kesesuaian rencana kerja dan atau kelayakan hasil kerja yang

dicapai dengan indikator keluaran.

92

Page 93: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

iv. Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang menyangkut antara lain :

1) Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama orang/

perusahaan, alamat, no. rekening dan nama bank)

2) Nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan atau kelayakannya

dengan prestasi kerja yang dicapai sesuai spesifikasi teknis yang

tercantum dalam kontrak).

3) Jadwal waktu pembayaran.

v. Memeriksa pencapaian tujuan dan atau sasaran kegiatan sesuai dengan

indicator kinerja yang tercantum dalam DIPA berkenaan dan atau spesifikasi

teknis yang sudah ditetapkan dalam kontrak.

Setelah dilakukan pengujian terhadap SPP-UP/SSP-GUP/SPP-LS, maka pejabat

penguji SPP dan Penandatanganan SPM menerbitkan SPM-UP/SPM-TUP/SPM-

GUP/SPM-LS dalam rangkap tiga :

a. Lembar kesatu dan kedua disampaikan kepada KPPN;

b. Lembar ketiga sebagai pertinggal pada satker ybs.

SPM Jasa Perbendaharaan/SPM PFK Bulog :

SPM Jasa Perbendaharaan adalah SPM-LS untuk pembayaran jasa

perbendaharaan kepada PT Pos Indonesia (Persero).

SPM PFK Bulog adalah SPM pembayaran perhitungan potongan dana bulog yang

telah dilakukan oleh KPPN.

SPM dimaksud huruf a dan b diterbitkan oleh Sub Bagian Umum KPPN setelah

terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh Saksi Bank/Giro Pos/Seksi Bendahara

Umum terhadap kebenaran dan kelengkapan tagihan yang diajukan oleh PT Pos

Indonesia (Persero)/Bulog.

SPM pengembalian (SPM KP, SPM KPBB, SPM KBC, SPM IB, SPM BPHTB dan

lain-lain) diatur tersendiri.

Pengembalian PNBP yang terlanjur disetor ke rekening kas Negara diatur sbb:

Bagi instansi kementrian/lembaga atau satker yang mempunyai DIPA, SPM

pengembalian diterbitkan oleh satker ybs;

Bagi instansi/badan/pihak ketiga yang tidak mempunyai DIPA, SPM pengembalian

diterbitkan oleh KPPN c.q. Sub bagian Umum sesuai ketentuan berlaku.

Untuk pengembalian sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b SPM yang

diterbitkan harus dilampiri surat keterangan dari KPPN yang menyatakan bahwa

93

Page 94: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

penerimaan Negara yang akan dikembalikan kepada yang berhak telah dibukukan

oleh KPPN.

Khusus untuk pengembalian sebagaimana dimaksud pda huruf a SPM dimaksud

harus dilampiri pula Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) dari

kuasa PA.

Pengembalian pengeluaran anggaran yang telah disetor ke rekening kas Negara

dilakukan dengan SPM pengembalian yang diterbitkan olah satker ybs disertai

surat keterangan pembukuan ole KPPN dan dilampiri Surat Setoran Pengembalian

Belanja (SSPB).

SPM yang telah diterbitkan SP2Dnya oleh KPPN dan telah dicairkan (telah

dilakukan perdebetan rekening kas Negara) tidak dapat dibatalkan.

a. Perbaikan hanya dapat dilakukan terhadap kesalahan administrasi sebagai

berikut :

1. Kesalahan Pembebanan pada MAK;

2. Kesalahan pencantuman kode fungsi, sub fungsi, kegiatan dan sub

kegiatan

3. Uraian pengeluaran yang tidak berakibat jumlah uang pada SPM.

4. Perbaikan SPM sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan oleh kuasa

PA/penerbit SPM. Selanjutnya SPM perbaikan dimaksud dilampiri dengan

SKTJM disampaikan kepada Kepala KPPN.

7.3 Aplikasi SPM

Saat ini semua satker bertanggung jawab untuk menerbitkan SPM. Untuk

menerbitkan SPM ini masing-masing Satker mengoperasikan aplikasi SPM untuk

membuatnya. Petunjuk tatacara mengoperasikan aplikasi SPM ini bisa dipelajari

pada lampiran 2 modul ini.

7.4 Prosedur Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana

Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan sebagai berikut:

1. Pengguna Anggaran/Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan SPM

beserta dokumen pendukung dilengkapi dengan Arsip Data Komputer (ADK) berupa

soft copy (disket) melalui loket Penerimaan SPM pada KPPN atau melalui Kantor

94

Page 95: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Pos, kecuali bagi satker yang masih menerbitkan SPM secara manual tidak perlu

ADK.

2. SPM GAji Induk harus diterima KPPN paling lambat tanggal 15 sebelum bulan

pembayaran.

3. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM memeriksa kelengkapan SPM, mengisi

check list kelengkapan berkas SPM, mencatat dalam Daftar Pengawasan

Penyelesaian SPM dan meneruskan check list serta kelengkapan SPM ke Seksi

Perbendaharaan untuk diproses lebih lanjut.

Mengenai penerbitan SP2D oleh KPPN diatur sebagai berikut:

1. SPM yang diajukan ke KPPN digunakan sebagai dasar penerbitan SP2D.

2. SPM yang dimaksud dilampiri bukti pengeluaran sebagai berikut :

(a) Untuk keperluan pembayaran langsung (LS) belanja pegawai:

i. Daftar Gaji/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/Lembur/honor

yang ditanda-tangani oleh Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk dan

Bendahara Pengeluaran;

ii. Surat-surat Keputusan Kepegawaian dalam hal terjadi

perubahan pada daftar gaji;

iii. Surat Keputusan Pemberian honor/vakasi dan SPK lembur;

iv. Surat Setoran Pajak (SPP).

(b) Untuk keperluan pembayaran langsung (LS) non belanja pegawai:

i. Resume Kontrak/SPK atau Daftar Nominatif Perjalanan Dinas;

ii. SPTB;

iii. Faktur Pajak dan SSP (surat setoran pajak);

(c) Untuk keperluan pembayaran TUP:

i. Rincian rencana penggunaan dana;

ii. Surat dispensasi Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan untuk

TUP diatas Rp 200 juta.

iii. Surat Pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang

ditunjuk yang menyatakan bahwa:

(1) Dana Tambahan UP tersebut akan digunakan untuk

keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam waktu satu

bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D;

(2) Apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetorkan ke

Rekening Kas Negara;

95

Page 96: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

(3) Tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya

dibayarkan secara langsung.

(4) Untuk keperluan pembayaran GUP; SPTB dan Faktur

Pajak dan SSP (surat setoran pajak);

Menurut Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor Per-66/PB/2005 tentang

Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara di pasal 10 disebutkan bahwa bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang

disimpan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.

Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersiat

substansif dan formal, meliputi :

1. Pengujian substansif dilakukan untuk:

a. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;

b. menguji ketersediaan dana pada kegiata/sub kegiatan/MAK dan DIPa yang

ditunjuk dalam SPM tersebut;

c. menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK, Surat

Keputusan, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas);

d. menguji surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala kantor/satker atau

pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran

pelaksanaan pembayaran;

e. menguji faktur pajak beserta SSP-nya;

2. Pengujian formal dilakukan untuk :

a. mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan specimen

tandatangan.

b. memeriksa cara penulisan/pengisisan jumlah uang dalam angka dan huruf;

c. memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh tedapat cacat dalm

penulisan.

Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan penerbitan SP2D bilamana

SPM yang diajukan memenuhi syarat yang ditentukan. Sedangkan pengembalian SPM

kepada penerbit SPM, apabila tidak memenuhi syarat untuk diterbitkan SP2D.

Pengembalian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir b diatur sebagai

berikut: SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling lambat tiga hari kerja

setelah SPM diterima; SPM/TUP/GUP dan LS dikembalikan paling lambat satu hari

kerja setelah SPM diterima.

96

Page 97: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Pengesahan Surat Perintah Membayar Penggantian UP (SPM-GUP) nihil atas

TUP dilaksanakan KPPN dengan membubuhkan Cap pada SPM GU Nihil “telah

dibukukan pada tanggal………oleh KPPN” dan ditandatangani oleh Kepala Seksi

Perbendaharaan. Mengenai penerbitan SP2D diatur sebagai berikut :

1. Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai berikut:

a. SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja sebelum awal bulan

pembayaran gaji.

b. SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat lima hari kerja setelah diterima

SPM secara lengkap.

c. SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu hari kerja setelah diterima SPM

secara lengkap.

2. Penerbitan SP2D oleh KPPN dilakukan dengan cara :

a. SP2D ditandatangani oleh Seksi Perbendaharaan dan seksi bank/giro pos atau

seksi Bendum

b. SP2D diterbitkan dalam rangkap 3 (tiga) dan dibubuhi stempel timbul seksi

bank/giro pos atau seksi bendum yang disampaikan kepada:

1) Lembar 1 : Kepada Bank Opersional.

2) Lembar 2 : Kepada penerbit SPM dengan dilampirkan SPM yang telah

dibubuhi Cap ‘Telah diterbitkan Sp2D tanggal…………Nomor………..”.

3) Lembar 3 : Sebagai Pertinggal di KPPN (Seksi Verifikasi dan Akuntansi),

dilengkapi lembar ke-1 SPM dan dokumen pendukungnya.

Daftar Penguji (format sebagimana lampiran 13) dibuat dalam rangkap 3 (tiga)

sebagai pengantar Sp2D dengan ketentuan:

1. Ditandatangani oleh Kepala Seksi Bank/Giro Pos atau Seksi Bendum dan diketahui

oleh kepala KPPN serta dibubuhi stempel timbul kepala KPPN.

2. Lembar kesatu dan lembar kedua dilampiri asli SP2D dikirimkan melalui petugas

kurir KPPN ke BI/Bank Operasional/Sentral Giro.

3. Daftar penguji lembar kedua setelah ditandatangani oleh BI/Bank Operasional/

Sentral Giro dikembalikan kepada KPPN melalui petugas kurir yang sama.

4. Daftar penguji lembar ketiga sebagai pertinggal di KPPN.

7.5 Pelaporan Realisasi Anggaran

Untuk keperluan penyusunan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN diperlukan

antara lain data realisasi APBN, arus kas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan.

97

Page 98: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Sesuai pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor :

PER-02/PB/2006 tentang Penetapan Sanksi oleh KPPN Atas Keterlambatan

Penyampaian Laporan Keuangan Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor

59/PMK.06/2005 Tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat

tanggal 10 Pebruari 2006, diatur sebagai berikut :

1. Kepala Kantor/satker selaku Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA)

wajib membuat Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca serta Arsip Data

Komputer (ADK) yang dikelolanya kepada menteri/pimpinan Lembaga secara

berjenjang melalui Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran tingkat Wilayah

(UAPPAW) dan kepala KPPN setempat.

2. Laporan Keuangan yang disampaikan harus dilampirkan bukti Register Pengiriman

laporan keuangan ke UAPPA-W/UAPPA-E1 bulan sebelumnya.

3. Penyampaian Laporan Keuangan ke UAKPA ke KPPN selambat-lambatnya 7

(tujuh) hari kerja setelah bulan bersangkutan berakhir sebagai bahan rekonsiliasi

data dan pengawasan atas ketaatan terhadap ketentuan perundang-undangan

yang berlaku.

4. KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban memberikan sanksi

kepada Kuasa Pengguna Anggaran dalam hal Kuasa Pengguna Anggaran

terlambat/lalai menyampaikan Laporan Keuangan.

5. Dalam hal Kuasa Pengguna Anggaran belum menyampaikan laporan keuangan,

maka KPPN cq. Seksi Verifikasi dan Akuntansi menyusun konsep Surat

Peringatan Penyampaian Laporan Keuangan (SP2LK) yang ditetapkan oleh

Kepala KPPN dan dikirimkan ke Kuasa Pengguna Anggaran yang bersangkutan.

6. Jika sampai dengan 5 (lima) hari kerja sejak terbitnya Surat Peringatan, Kuasa

Pengguna Anggaran tidak menyampaikan laporan keuangan bulanan, KPPN

memberikan sanksi berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM yang diajukan

oleh satuan kerja.

7. Dalam hal pengenaan sanksi, Seksi Verifikasi dan Akuntansi menyusun konsep

Surat Pemberitahuan Pengenaan Sanksi (SP2S) untuk ditetapkan oleh Kepala

KPPN dan dikirimkan kepada satuan kerja yang belum menyampaikan laporan

keuangan.

8. Pengenaan sanksi dimaksud dikecualikan terhadap SPM Belanja Pegawai, SPM-

LS, dan SPM Pengembalian.

98

Page 99: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

9. Pelaksanaan sanksi dimaksud tidak membebaskan Kuasa Pengguna Anggaran

dari kewajiban menyampaikan laporan keuangan kepada KPPN.

10. Penerapan sanksi muali dilaksanakan terhadap penyampain Laporan Keuangan

bulan Januari 2006 dan transaksi SPM bulan Februari 2006 sesuai dengan

perlakuan sanksi dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005

Tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

11. Apabila satuan kerja telah menyampaikan laporan keuangan, Seksi Verifikasi dan

Akuntansi menyusun konsep Surat Pemberitahuan Pencabutan Pengenaan Sanksi

(SP3S) untuk ditetapkan oleh Kepala KPPN dan dikirimkan kepada satuan kerja

yang sudah menyampaikan laporan keuangan.

Kemudian KPPN memproses lebih lanjut Laporan Keuangan dari satuan kerja tersebut

dan menyampaikan hasilnya kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat sesuai

ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor :

PER-66/PB/2006 tentang Pedoman Rekonsiliasi dan Analisa, dan Penyusunan

Laporan Keuangan Tingkat Kuasa BUN KPPN dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan

tanggal 23 Nopember 2006.

7.6 Lain-Lain

Hal-hal lain diatur sebagai berikut:

1. Pembayaran Uang Duka Wafat/Tewas (UDW/T) dibebankan pada MAK uang duka

wafat/tewas, tanpa memperhatikan pagu dana yang tersedia pada MAK

berkenaan.

2. Untuk mengawasi kredit pagu DIPA baik belanja pegawai maupun non belanja

pegawai, KPPN wajib membuat Kartu Pengawasn Kredit dengan ketentuan:

a. Kartu pengawasan terdiri dari Kartu Induk Pengawasan Kredit

(Lampiran 14-1), Kartu Pengawasan Per Kelompok Jenis Belanja (Lampiran

14-3).

b. Kartu pengawasan dibuat per satuan kerja/kegiatansub kegiatan/jenis

belanja.

c. Pada setiap akhir tahun anggaran KArtu Pengawasan ditutup dengan

diberi catatan: ‘saldo terakhir sebesar ………………, dana UP/TUP yang belum

disetor sebesar………” serta ditandatangani oleh Kepala Seksi

Perbendaharaan dan diketahui Kepala KPPN.

3. KPPN wajib membuat Kartu Pengawasan kontrak untuk kontrak yang

pembayarannya dilakukan dengan termin atau sertifikat bulanan.

99

Page 100: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

4. SKPP pegawai pindah diterbitkan olejh kepala satker dalam rangkap (empat) dan

disampaikan kepada KPPN untuk disahkan oleh Kepala Seksi Perbendaharaan

dan dibuatkan surat pengantar yang ditandatanagni oleh Kepala KPPN dengan

penjelasan:

a. lembar pertama dan ketiga dikembalikan kepada satker besangkutan,

selanjutnya lembar pertama diteruskan kepada pegawai yang bersangkutan

dan lembar ketiga diteruskan kepada satker yang baru;

b. lembar kedua dikirimkan oleh KPPN asal kepada KPPN/kantor

pembayar berikutnya;

c. lembar keempat untuk asip KPPN asal.

5. SKPP pegawai diterbitkan oleh kepala satker dalam rangkap 6 9enam) dan

disampaikan kepada KPPN untuk disahkan oleh kepala seksi perbendaharaan dan

dibuatkan surat pengantar yang ditandatangani oleh Kepala KPPN dengan

penjelasan:

a. lembar pertama dan lembar kedua dikirim kepada PT. Taspen

(Persero)/PT.ASABRI P(Persero);

b. lembar ketiga diserahkan kepada pegawai yang bersangkutan;

c. lembar keempat dkirimkan kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan

yang mewilayahi P. Taspen (Persero)/PT. ASABRI (Persero) yang membayar

pensiun;

d. Lembar kelima sebagai arsip Bendahara Pengeluaran;

e. Lembar keenam untuk arsip KPPN.

6. Bendahara Pengeluaran wajib membuat pembukuan seluruh transaksi keuangan

yang dilaksanakan pada satker.

7. Pada setiap awal tahun anggaran Kuasa PA menunjuk PDG yang bertugas

membuat dan menatausahakan daftar gaji dan daftar lembur satker yang

bersangkutan.

8. Pada tutup tahun anggaran tanggal 31 Desember atau hari kerja terakhir apabila

tanggal 31 Desember hari libur pada setiap akhir tahun anggaran, KPPN

melakukan pekerjaan penyelesaian akhir laporan realisasi anggaran, arus kas dan

neraca.

9. Untuk pembayaran kegiatan yang dananya berasal dari pinjaman dan/atau hibah

luar negeri dilaksanakan sesuai peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan yang

berlaku dalam pelaksanaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri.

100

Page 101: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

7.6. Latihan 7

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pembayaran dana APBN secara giral?

Bagaimana peneraannya terhadap penerimaan Negara maupun pengeluaran

Negara yang melalui rekening kas Negara dan apakah ada pengecualiannya?

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pejabat pengguna anggaran dan apa pula

wewenangnya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku!sebutkan

larangan perangkapan jabatan dalam pelaksanaan APBN!

3. Jelaskan, bagaimana prisedur pengajuan surat permintaan pembayaran

langsung dan penerbitan surat perintah membayar langsung apda kantor/satuan

kerja kementerian lembaga!

4. Jelaskan, bagaimana prosedur pengajuan surat permintaan pembayaran dari

bendahara pengeluaran dan penerbitan surat perintah membayarnya pada

kantor/satuan kerja kementerian Negara/lembaga!

5. Jelaskan, bagaimana prosedur penerbitan surat perintah pencairan dana oleh

KPPN dan tindak lanjut dari hasil pengujian oleh Seksi Perbendaharaan KPPN!

6. Jelaskan apa yang diamksud dengan pengujian SPM yang dilaksanakan oleh

KPPN mencakup pengujian yang bersifat substantif dan format!

7. Jelaskan hal-hal yang behubungan dengan pelaporan realisasi anggaran pada

KPPN!

7.7 Rangkuman

Anggaran pendapatan Negara menurut undang-undang APBN terbagi menjadi tiga

kelompok, yaitu penerimaan perpajakan, PNBP dan penerimaan Hibah. Penerimaan

Negara yang diakui sebagai anggaran pendapatan Negara adalah penerimaan-

penerimaan Negara yang dilakukan secara giral dan tercatat/dibukukan dalam

rekening kas Negara/rekening kas umum Negara. Rekening kas Negara/bendahara

umum Negara ditatausahakan oleh KPPN dan Sub Direktorat administrasi

Benadahara Umum Negara.

Anggaran belanja Negara menrut undang-undang APBN terbagi menjadi dua

kelompok, yang pertama merupakan belanja pemerintah pusat dan yang kedua

101

Page 102: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

merupakan belanja untuk daerah. Mengenai penyaluran dana bealanja pemerintah

pusat maupun belanja untuk daerah pada prinsipnya dilakukan secara giral.

102

Page 103: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

8. KEGIATAN BELAJAR (KB) 7: PROSEDUR PENARIKAN/PENYALURAN PHLN

Penyaluran Pinjaman Hibah Luar Negeri dilakukan oleh KPPN Khusus Jakarta VI

dan KPPN Khusus Banda Aceh, dengan prosedur sebagai berikut :

8.1. Rupiah Murni Porsi Goverment of Indonesia (GOI)

Produk pembayaran ini dilakukan sebagai pendamping porsi PHLN, baik dalam

bentuk Rupiah atau Valas tergantung kontrak. Sumber dana dari APBN

Produk

- SP2D Porsi GoI

Mekanisme

1. Satker mengajukan SPM kepada KPPN Khusus Jakarta VI disertai dokumen

pendukung yang diperlukan;

2. KPPN Khusus memeriksa kelengkapan, kebenaran dan keabsahan dokumen

sebelum diterbitkan SP2D Rupiah Murni;

3. KPPN Khusus menerbitkan SP2D Porsi GoI dan dikirim ke Bank Indonesia

(BI)/Bank Operasional (BO);

4. BI/BO melakukan pembayaran ke rekening pihak ketiga.

8.2. Pembukaan Letter of Credit (L/C)

Prosedur ini adalah untuk pengadaan barang impor yang tidak tersedia di dalam

negeri, dengan membuka L/C pada Bank Koresponden dalam rangka melakukan

pembayaran pada penjualan/perusahaan eksportir di luar negeri.

Produk

- Surat Kuasa Membayar atas beban Rekening Khusus (SKM RK L/C)

- Surat Kuasa Pembebanan (SKP)

Mekanisme

a. L/C dengan Pembayaran Langsung

1. Berdasarkan surat permintaan SKP dari satker, KPPN Khusus menerbitkan

SKP kepada Bank Indonesia sebagai dasar pembukaan L/C;

103

Page 104: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

2. Dengan membuka L/C pada Bank Koresponden, BI melakukan pembayaran

kepada penjual/eksportir di luar negeri sebesar yang diminta;

3. PPHLN melakukan pembayaran pada Bank Koresponden dan juga

mengirimkan Debet Advice (DA) pada BI;

4. BI membuat Nota Disposisi L/C dan Nota Debet dan mengirimkan ke DJPBN

(KPPN Khusus);

5. Berdasarkan Nota Disposisi dan Nota Debet BI, KPPN Khusus menerbitkan

SP3 dan disampaikan kepada satker dalam rangka SAI sebagai bahan

pembukuan realisasi PHLN dalam APBN;

b. L/C melalui Rekening Khusus

1. Berdasarkan surat permintaan SKM RK-L/C dari satker, KPPK Khusus

menerbitkan Surat Kuasa Membayar (SKM) RK-L/C kepada BI sebagai

dasar pembukaan L/C;

2. Dengan membuka L/C pada Bank Koresponden, BI melakukan

pembayaran kepada penjual/eksportir di luar negeri sebesar yang diminta

dibebankan pada rekening khusus pinjaman;

3. BI mengirimkan Nota Disposisi L/C kepada Direktorat Jenderal

Perbendaharaan (KPPN Khusus Jakarta VI);

4. Berdasarkan Nota Disposisi dan Nota Debet BI, KPPN Khusus

menerbitkan SP3 dan disampaikan kepada satker dalam rangka SAI

sebagai bahan pembukuan realisasi PHLN dalam APBN.

8.3. Pembayaran Langsung

Penarikan pinjaman berdasarkan Aplikasi Penarikan Dana (APD) kepada

Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PPHLN) dengan permintaan untuk membayar

secara langsung kepada rekening rekanan

Produk

- Withdrawal Application (WA) untuk Pembayaran Langsung

Mekanisme

1. Satker mengajukan APD ke KPPN Khusus Jakarta VI dilengkapi dokumen yang

diperlukan;

104

Page 105: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

2. KPPN Khusus memeriksa kelengkapan, kebenaran dan keabsahan dokumen

APD dan atas dasar APD, KPPN khusus menerbitkanWA;

3. PPHLN melakukan pembayaran kepada rekening rekanan dan menyampaikan

Debet Advice/Notice of Disbursement (NoD) kepada KPPN Khusus;

4. Berdasarkan NoD, KPPN Khusus menerbitkan Surat Perintah

Pembukuan/Pengesahan (SP3) dan disampaikan kepada satker dalam rangka

SAI sebagai bahan pembukuan realisasi PHLN dalam APBN;

8.4. Pembiayaan Pendahuluan

Aplikasi Penarikan Dana (APD) Loan yang digunakan untuk pembayaran

kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN. Dengan APD ini PPHLN

mengganti kembali dana yang telah digunakan pada rekening BUMN yang

bersangkutan.

Produk

- Withdrawal Application (WA) untuk Reimbursement

Mekanisme

1. Satker mengajukan APD reimbursement ke KPPN Khusus Jakarta VI atas

pembiayaan pendahuluan yang telah dilaksanakan;

2. KPPN Khusus menerbitkan WA Reimbursement ke PPHLN disertai dokumen

pendukung yang dipersyaratkan PPHLN, selanjutnya PPHLN melakukan

pembayaran kembali ke rekening BUMN;

3. PPHLN mengirimkan Debet Advice (DA)?Notice of Disbursement (NoD) ke

KPPN Khusus;

4. Berdasarkan NoD, KPPN Khusus menerbitkan SP3 dan disampaikan kepada

satker dalam rangka SAI sebagai bahan pembukuan realisasi PHLN dalam

APBN.

8.5. Rekening Khusus

Salah satu cara penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri dengan membuka

Rekening Khusus di BI atau Bank Pemerintah lainnya yang ditunjuk Menteri Keuangan.

105

Page 106: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Produk

- SP2D RK

Mekanisme

1. Satker mengajukan SPM-RK kepada KPPN Khusus Jakarta VI disertai dokumen

pendukung;

2. KPPN Khusus memeriksa kelengkapan, kebenaran dan keabsahan dokumen

tersebut sebelum menerbitkan SP2D-RK;

3. KPPN Khusus menerbitkan SP2D-RK dan dikirim ke BI;

4. BI melakukan pembayaran kepada rekening pihak ketiga.

8.6. Kredit Ekspor

Suatu pinjaman dari Lembaga Keuangan/Perbankan suatu Negara yang

tujuannya untuk mendorong kegiatan ekspor negara donor sekaligus membantu negara

peminjam.

Produk

- SP2D Porsi Rupiah;

- Withdrawal Application (WA);

- Surat Kuasa Pembebanan (SKP);

- Surat Kuasa Membayar Rekening Khusus (SKM RK L/C).

Mekanisme

1. Letter of Credit (L/C)

Berdasarkan SPM dari satker, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP2D

(biasanya uang muka 15 %). Untuk porsi PHLN (sisanya) mekanisme

pembayaran sama dengan prosedur L/C;

2. Pembayaran Langsung

Berdasarkan SPM dari satker, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP2D

(biasanya uang muka 15 %). Untuk porsi PHLN (sisanya) mekanisme

pembayaran sama dengan prosedur Pembayaran Langsung.

106

Page 107: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Pencairan PHLN yang pertama, maka data pendukung/lampiran yang diperlukan

adalah sebagai berikut :

1. Kontrak asli dengan tanda tangan basah (khusus Pembayaran Langsung);

2. Resume kontrak/SPK atau Daftar Nominatif Pejalanan Dinas;

3. SK Penunjukan Pejabat Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran

(KPA), Pembuat Komitmen (PK), Penanda tangan SPM dan Bendahara

Pengeluaran untuk tahun anggaran berjalan;

4. Specimen tanda tangan para pejabat seperti tersebut pada angka 3;

5. Copy Garansi Bank yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang untuk Uang

Muka (khusus Pembayaran Langsung);

6. Copy Persetujuan Kontrak Final dari Pemberi PHLN (No Objection Letter/NOL)

sepanjang dipersyaratkan.

Pembayaran Langsung

1. Form aplikasi penarikan dana (APD) dari PA/KPA;

2. Request for Payment sesuai bentuk standar dari Pemberi PHLN;

3. Berita Acara Pembayaran;

4. Invoice/kuitansi;

5. Berita Acara Kemajuan Pekerjaan/Sertifikat Bulanan (MC) untuk Cuvil Works;

6. Berita Acara Serah Terima Pekerjaan;

7. Invoice/kuitansi untuk pengadaan barang dan jasa konsultan;

8. Faktur PPN dan SSP PPh.

Dokumen no. 1 s.d. 6 dibuat rangkap 3

Rekening Khusus/Rupiah Murni :

1. Surat Perintah Membayar (SPM) yang dilengkapi dengan Arsip Data Komputer

(ADK) kecuali untuk satker yang masih menerbitkan SPM secara manual;

2. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB);

3. Berita Acara Pembayaran (khusus Rekening Khusus untuk keperluan

replenishment) untuk pembayaran LS;

107

Page 108: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

4. Faktur PPN dan SSP PPh;

5. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran Lembar B (untuk GU);

6. Rekap Pengeluaran Per Kategori NPLN (untuk GU).

Dokumen no. 1 s.d. 6 dibuat rangkap 3, kecuali no. 4.

Letter of Credit

1. Surat Permintaan Penarikan (SPP) Surat Kuasa Pembebanan (SKP) atau Surat

Kuasa Membayar beban Rekening Khusus untuk Letter of Credit (SKM RK-L/C);

2. Kontrak asli dengan tanda tangan basah;

3. Copy persetujuan kontrak final dari pemberi pinjaman/hibah (No Objection

Letter/NOL) sepanjang dipersyaratkan.

Dokumen No. 1 s.d. 3 dibuat 3 rangkap

108

Page 109: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

8.7. Latihan

1. Bagaimana mekanisme pencairan/penyaluran PHLN melalui KPPN Jakarta VI

dengan Rupiah murni Porsi Goverment of Indonesia (GOI) dan Pembayaran

Langsung ?

2. Apa yang dimaksud dengan pembukaan letter of credit (LC), bagaimana

mekanisme dan dokumen apa yang diperlukan ?

3. Apakah perbedaan antara pembayaran pendahuluan dengan pembayaran

langsung ? Jelaskan !

4. Pada Pencairan PHLN yang pertama, data pendukung/lampiran apa yang

diperlukan dalam proses tersebut ?

5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kredit ekspor? Produk apa yang dihasilkan

serta bagaimana mekanismenya ?

8.8. Rangkuman

Penyaluran Pinjaman Hibah Luar Negeri dilakukan oleh KPPN Khusus Jakarta VI

dan KPPN Khusus Banda Aceh, dengan prosedur sebagai berikut :

(1) Rupiah Murni Porsi Goverment of Indonesia (GOI)

(2) Pembukaan Letter of Credit (L/C)

(3) Pembayaran Langsung

(4) Pembiayaan pendahuluan

(5) Rekening Khusus

(6) Kredit Ekspor

Pencairan PHLN yang pertama, maka data pendukung/lampiran yang diperlukan

adalah sebagai berikut :

1. Kontrak asli dengan tanda tangan basah (khusus Pembayaran Langsung);

2. Resume kontrak/SPK atau Daftar Nominatif Pejalanan Dinas;

3. SK Penunjukan Pejabat Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran

(KPA), Pembuat Komitmen (PK), Penanda tangan SPM dan Bendahara

Pengeluaran untuk tahun anggaran berjalan;

4. Specimen tanda tangan para pejabat seperti tersebut pada angka 3;

109

Page 110: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

5. Copy Garansi Bank yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang untuk Uang Muka

(khusus Pembayaran Langsung);

6. Copy Persetujuan Kontrak Final dari Pemberi PHLN (No Objection Letter/NOL)

sepanjang dipersyaratkan.

110

Page 111: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara;

Undang-Undang No.18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007

Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP;

Peraturan Pemerintah RI Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu;

Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);

Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU);

Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah;

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara jo. Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004;

Peraturan Menteri Keuangan nomor 134/PMK.06/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara.Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2008;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.02/2007 tentang Standar Biaya tahun 2008

111

DAFTAR PUSTAKA

Page 112: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No.66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaskanaan Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN;

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No.78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan Negara.

112

Page 113: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Lampiran 1 Petunjuk Aplikasi RKA-KL untuk membuat DIPA

113

Page 114: Makalah Gabungan-Agus & Suroso April 2008

Lampiran 2 Petunjuk Aplikasi SPM

114