Makalah Filsafat India (1)

21
4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filsafat merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani, yakni Philosophia, yang terdiri dari kata philos, yang berarti cinta atau suka, dan shopia yang berarti bijaksana. Dengan demikian,secara etimologis, filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan (Praja, S, 2003:1-2). Filsafat India di bangun di atas salah satu peradaban yang tertua di dunia. Tradisi- tradisinya, yang berawal dari abad 15-10 SM, sampai kini masih di pertahankan. India, khususnya Lembah Indus, merupakan tempat lahirnya peradaban dunia yang tertua. Zaman perunggu mencul di sana sekitar tahun 2500 SM. Penggalian arkeologi menunjukkan peninggalan-peninggalan yang menyingkap peran Lembah Indus sebagai pusat kebudayaan besar. Dari peninggalan-peninggalan diketahui bahwa tidak terdapat gejolak perkembangan yang terlalu hebat. Lembah Indus merupakan kawasan yang subur. Antara tahun 1700 hingga 1400 SM terjadi gelombang migrasi bangsa Arya yang memasuki India lewat pegunungan Hindu Kush di utara. Mereka kemudian menduduki lembah-lembah subur di daerah percabangan sungai Indus. Suku Arya dikenal sebagai suku bangsa yang gemar berperang. Mereka menemukan kuda dan kereta untuk perang. Itulah sebabnya mereka mudah mengalahkan musuh-musuhnya.mereka kemudian mengalami transformasi, dari masyarakat nomad menjadi masyarakat petani yang menetap. Kehadiran mereka lama-lama mendesak penduduk asli, yakni suku Dravida, ke arah selatan. Konflik bangsa Arya dan Dravida terekam dalam epos mahabrata dan Ramayana. Dalam perkembangan selanjutnya, terciptalah sistem kelas. Para kepala suku bertanggungjawab meneruskan perjuangan melawan suku asli.

description

makalah filsafat india

Transcript of Makalah Filsafat India (1)

Page 1: Makalah Filsafat India (1)

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani, yakni

Philosophia, yang terdiri dari kata philos, yang berarti cinta atau suka, dan

shopia yang berarti bijaksana. Dengan demikian,secara etimologis, filsafat

memberikan pengertian cinta kebijaksanaan (Praja, S, 2003:1-2). Filsafat

India di bangun di atas salah satu peradaban yang tertua di dunia. Tradisi-

tradisinya, yang berawal dari abad 15-10 SM, sampai kini masih di

pertahankan.

India, khususnya Lembah Indus, merupakan tempat lahirnya peradaban

dunia yang tertua. Zaman perunggu mencul di sana sekitar tahun 2500 SM.

Penggalian arkeologi menunjukkan peninggalan-peninggalan yang

menyingkap peran Lembah Indus sebagai pusat kebudayaan besar. Dari

peninggalan-peninggalan diketahui bahwa tidak terdapat gejolak

perkembangan yang terlalu hebat. Lembah Indus merupakan kawasan yang

subur.

Antara tahun 1700 hingga 1400 SM terjadi gelombang migrasi bangsa

Arya yang memasuki India lewat pegunungan Hindu Kush di utara. Mereka

kemudian menduduki lembah-lembah subur di daerah percabangan sungai

Indus. Suku Arya dikenal sebagai suku bangsa yang gemar berperang.

Mereka menemukan kuda dan kereta untuk perang. Itulah sebabnya mereka

mudah mengalahkan musuh-musuhnya.mereka kemudian mengalami

transformasi, dari masyarakat nomad menjadi masyarakat petani yang

menetap. Kehadiran mereka lama-lama mendesak penduduk asli, yakni suku

Dravida, ke arah selatan. Konflik bangsa Arya dan Dravida terekam dalam

epos mahabrata dan Ramayana.

Dalam perkembangan selanjutnya, terciptalah sistem kelas. Para kepala

suku bertanggungjawab meneruskan perjuangan melawan suku asli.

Page 2: Makalah Filsafat India (1)

5

Kemudian muncul kelas imam, ketika Brahmanisme, dengan ritualismenya,

menjadi semakin penting. Bersama itu pula berkembangan tradisi lisan, yang

kemudian dikumpulkan dan kita kenal sebagai Veda. (Sandiwan S.Brata: 19-

21)

Filsafat Yunani, seperti halnya kegiatan berfilsafat itu sendiri, bertolak

dari kenyataan yang dialami sehari-hari. Tapi sebagai sistem pemikiran,

kedua filsafat itu berbeda. Orang Yunani dan India sama-sama berfilsafat

untuk mencari kebenaran. Tapi ada perbedaannya. Orang Yunani mencari

kebenaran sebagai kebenaran, sedangkan orang India mencari kebenaran

untuk melepaskan diri dari dunia. (Poedjawijatna: 54-55)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah/periodisasi filsafat India?

2. Bagaimana metode filsafat India?

3. Apakah filsafat India sebagai sebuah filsafat yang cerdas (Konsep

epistemologi)?

4. Mengapa filsafat India dikatakan sebagai sebuah filsafat yang menuju

kesempurnaan (Konsep epistemologi)?

C. Tujuan

1. Mengetahui sejarah/periodisasi filsafat India.

2. Mengetahui metode filsafat India.

3. Mengetahui filsafat India sebagai Sebuah Filsafat yang Cerdas (Konsep

epistemologi).

4. Mengetahui filsafat India Sebuah Filsafat yang Menuju Kesempurnaan

(Konsep epistemologi).

Page 3: Makalah Filsafat India (1)

6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah/periodisasi Filsafat India

Filsafat India dibagi atas lima periode besar. Yaitu :

1. Zaman Weda (2000 - 600 SM)

Bangsa Arya masuk ke India dari utara, sekitar 1500 SM. Literatur

suci mereka disebut Weda, yang terdiri dari Samhita, Brahmana, Aranyaka,

dan Upanisad. Samhita memuat Rigweda (kumpulan pujian-pujian),

Samaweda (himne-himne liturgis), Yajurweda (rumus-rumus korban), dan

Artharwaweda (rumus-rumus magis). Brahmana, Aranyaka, dan Upanisad

memuat komentar-komentar pada semua literatur. Upanisad merupakan yang

terpenting dari filsafat India, yang sepanjang sejarah India merupakan sumber

yang sangat kaya untuk inspirasi dan pembaharuan.

Tema yang menonjol untuk Upanisad adalah ajaran tentang hubungan

Atman dan Brahman. Atman adalah segi subjektif dari kenyataan, "diri"

manusia. Sedangkan Brahman adalah segi objektif, makrokosmos, alam

semesta. Upanisad mengajarkan bahwa Atman dan Brahman memang sama

dan bahwa manusia mencapai keselamatan (moksa, mukti) kalau ia menyadari

identitas Atman dan Brahman.

2. Zaman Skeptisisme (600 SM – 300 M)

Sekitar tahun 600 SM mulai suatu reaksi, baik terhadap ritualisme

imam-imam maupun terhadap spekulasi hubungan dengan korban para rahib.

Para imam mengajarkan ketaatan pada kitab suci, tetapi para rahib

mengajarkan suatu metafisika dimana ketaatan ini mengganggu kebaktian

kepada dewa-dewa. Reaksi ini dating dalam berbagai bentuk. Tetapi, yang

terpenting diantaranya adalah Buddhisme, ajaran dari Gautama Buddha, yang

memberi pedoman praktis untuk mencapai keselamatan dan mengajarkan

Page 4: Makalah Filsafat India (1)

7

secara nyata bagaimana manusia dapat mengurangi pemderitaannya dan

bagaimana ia mencapai terang budi yang membawa keselamatan.

Reaksi lain adalah kebaktian yang lebih eksklusif kepada Siwa dan Wisnu

dan juga Jainisme dari Mahawira Jina. Keduanya merupakan bentuk agama

yang menarik daripada ritualisme dan spekulasi dari imam dan para rahib.

Sebagai kontra-reformasi, munculah hinduisme resmi enam sekolah ortodoks

(disebut ortodoks karena Buddhisme dan Jainisme yang tidak berdasarkan

Weda dianggap bidah). Sekolah itu adalah Saddharsana (Nyaya, Waisesika,

Samkhya, Yoga, Purwa-Mimamsa, dan Ynana). Adalah yang terpenting dari

sekolah itu adalah Samkhya (artinya jumlah)dan Yoga (dari kata "juj",

menghubungkan). Yoga mengajarkan suatu jalan (marga) untuk mencapai

kesatuan dengan ilahi. Samkhya mengajarkan sebagai tema terpenting

hubungan alam-jiwa, kesadaran-materi.

3. Zaman Puranis (300 – 1200)

Setelah tahun 300, Buddhisme mulai lenyap dari India. Pemikiran

India dalam abad pertengahan dikuasai oleh spekulasi teologis, terutama

mengenai inkarnasi dewa-dewa. Contoh cerita tentang inkarnasi dewa-dewa

terdapat dalam dua epos besar, Mahabharata dan Ramayana.

4. Zaman Muslim (1200 – 1757)

Dua nama yang menonjol dalam periode muslim yaitu Kabir

(pengarang syair) yang mencoba mengembangkan suatu agama universal, dan

Guru Nanak (pendiri aliran Sikh) yang mencoba menyerasikan Islam dan

hinduisme.

5. Zaman Modern (setelah 1757)

Zaman modern adalah zaman pengaruh Inggris di India mulai tahun

1757. Periode ini memperlihatkan kembali nilai-nilai klasik India, bersama

dengan pembaharuan sosial. Nama penting dalam periode ini adalah Raja

Ram Mohan Roy (1772-1833) yang mengajarkan monoteisme berdasarkan

Upanisad dan suatu moral berdasarkan Khotbah di Bukit dari Injil,

Vivekananda (1863-1902) yang mengajarkan semua agama benar tetapi

Page 5: Makalah Filsafat India (1)

8

agama Hindu paling cocok di India, Gandi (1869-1948), dan Rabindranath

Tagore (1861-1941) sang pengarang syair dan penmikir religius yang

membuka pintu untuk ide-ide luar.

Sejumlah pemikir India zaman sekarang melihat banyak kemungkinan

untuk dialog antara filsafat Timur dan filsafat Barat. Radhakrishnan (1888-

1975) mengusulkan pembongkaran batas-batas ideologis untuk mencapai

suatu sinkretisme hindu-kristiani, yang dapat berguna sebagai pola berpikir

masa depan seluruh dunia. Pemikir-pemikir lain tidak begitu optimis dengan

kemungkinan ini. Menurut mereka, perbedaan antara corak berpikir Timur

dan Barat terlalu besar untuk mengadakan suatu interaksi, dalam arti "saling

melengkapi". Filsafat India dapat belajar dari rasionalisme dan positivisme

Barat. Filsafat Barat dapat belajar dari intuisi Timur mengenai kesatuan

dalam kosmos dan mengenal identitas mikrokosmos. Mungkin, filsafat Barat

terlalu duniawi sedangkan filsafat Timur terlalu mistik.

B. Metode Filsafat India

Proses berfilsafat India umumnya mengikuti langkah-langkah berikut:

1. Sravana (mendengarkan): mendengarkan ajaran-ajaran benar dari teks-teks

Kitab Suci agar dapat menangkap pengertiannya secara penuh.

2. Manana (perbincangan/penalaran): diskusi tentang isi teks yang didengar tadi.

3. Nididhyasana: duduk dengan sikap meditasi dengan konsentrasi pikiran pada

ajaran yang didengarkan itu. Dengan sikap meditasi, pikiran dibebaskan dari

keraguan. Pikiran menjadi terbuka untuk diresapi dan diterangi oleh kebenaran

ajaran itu.

Ketiga langkah ini menyebabkan bahwa di India filsafat bukan suatu

yang hanya teoritis, tapi menjadi suatu kekuatan yang menghidupkan dan

mengubah menusia. (Sastrapratedja: 1).

Page 6: Makalah Filsafat India (1)

9

C. Filsafat India sebagai Sebuah Filsafat yang Cerdas (Konsep epistemologi)

Kata cerdas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah; sempurna

perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dsb) dan tajam

pemikirannya. Jadi dikatakan cerdas apabila dia membahas ‘sesuatu’ dengan tajam

dan melalui proses akal budi. Dengan konsep-konsep penting yang kita ketahui

tentang epistemologi, akan terlihat bagaimana filsafat India dapat dikatakan

cerdas.

C1. Kecerdasan Filsafat Zaman Upanisad; Brahman adalah Atman

Ada dua kata kunci dalam filsafat zaman Upanisad yang harus

diketahui.Kata kunci itu adalah Brahman dan Atman. Kaelan menjelaskan

bahwa Brahman sebagtai asas kosmos adalah sama dengan Atman sebagai

asas hidup manusia di dalam Atman itulah Brahman menjadi Imanent, yang

tidak terbatas menjadi terbatas. Yang memiliki seluruh dunia sebagai

intisarinya atau akarnya, itulah kenyataan, itulah Atman, itulah kamu (tattwam

asi).

Di lain hal ditekankan bahwa inti sebenarnya dari setiap orang adalah

Brahman, maka setiap orang harus tahu bahwa dirinya adalah Brahman. Aku

adalah Brahman (aham – Brahma asmi), ialah menjadi segala yang beraneka

ragamini.

Hanya Brahman dan atau Atmanlah yang nyata di luarnya tiada

sesuatupun yang nyata. Oleh karena Brahman adalah Atman maka Atman

bukan hanya berada di dalam manusia melainkan juga di dalam segala sesuatu

yang ada di dalam alam semesta ini, sama seperti Brahman.

Subari mengatakan bahwa konsep epistemologi dari zaman upanisad

melewati dua tahap perkembangan, perkembangan pertama adalah saat

Upanisad mengajarkan bahwa baik pengetahuan mengenai super natural

maupun pengetahuan tentang alam tidak dapat dikatakan sebagai

kebijaksanaan. Sikap awal Upanisad yang demikian ini menunjukan bahwa

Page 7: Makalah Filsafat India (1)

10

Upanisad kurang menekankan ajaran empiris yang mana ajaran ini

berkembang dengan pesat pada belakangan ini.

Perkembangan ke dua saat Upanisad membedakan pengetahuan

menjadi dua yaitu pengetahuan yang lebih tinggi dan pengetahuan yang lebih

rendah. Pengetahuan yang lebih tinggi ini bisa pengetahuan tentang Brahman,

pengetahuan yang rendah adalah pengetahuan tentang Weda. Lalu untuk

mencapai pengetahuan tentang Brahman, dibutuhkan suatu pemahaman intuisi

atau kesadarn langsung karena panca indera (empiris) dan akal (rasio) tidak

bisa untuk menjangkau Brahman.

Kita bisa melihat keistimewaan kecerdasan pemikiran dari zaman

Upanisad. Pertama, pada zaman ini orang-orang mulai bereaksi terhadap kitab

Weda.Ini berarti pada zaman Upanisad orang sudah mulai berpikir secara

kritis.Mereka mulai mempertanyakan tradisi-tradisi yang belum dapat

dibuktikan.Karena itulah Upanisad memposisikan pengetahuan Weda sebagai

pengetahuan yang rendah.

Kedua,pada zaman ini filsafat India mulai menggunakan akalnya,

mulai menggunakan pemikiran sendiri untuk mencari kebenaran. Hal ini

tertuang dalam pemikiran Upanisad tentang Brahman dan Atman.Pemikiran-

pemikiran mandiri ini juga digunakan untuk meperjelas ajaran-ajaran pada

zaman Brahmana mengenai manusia.Dan ketiga, kecerdasan yang tampak

adalah penggunaan metode dalam mencari kebenaran. Pada zaman ini sudah

didapat cara mencari kebenaran yang paling baik adalah dengan menggunakan

pemahaman intuitif.

Sudah bisa dikatakan bahwa filsafat zaman Upanisad ini adalah sebuah

filsafat yang cerdas. Karena sudah membahas Brahman dan Atman secara

jelas dan tajam, juga dilakukan dengan sebuah proses akal budi.

C2. Kecerdasan Filsafat Carwaka; Tinggalkan yang Tidak Dapat Dibuktikan

Filsafat Carwaka merupakan sebuah filsafat yang kurang begitu

populer pada zamannya, bahkan hingga sekarang.Karena Carwaka

Page 8: Makalah Filsafat India (1)

11

mengajarkan sebuah pandangan tentang materialis-hedonistis di daerah yang

pandangan kerohaniannya begitu tinggi (India). Tetapi bila kita membuang

ketidakpopuleran Carwaka dan melihat bagaimana mereka menjelaskan

tentang pengetahuan dan kebenaran, akan terlihat sebuah kecerdasan dari

orang-orang yang “terpinggirkan”.

Epistemologi carwaka hanya menerima pengetahuan berdasarkan

persepsi langsung. Penyimpulan hanya memberi pengetahuan umum tentang

sesuatu hal, sementara generalisasinnya bukan merupakan dasar yang kuat

untuk kebenaran. Jadi, Induksi tidak diterima; sementara itu deduksi tidak

menyajikan sesuatu yang baru karena kebenarannya sudah terkandung dalam

premisnya.Kesaksian verbal tidak diterima karena kesalahan interpretasi,

penyimpangan dan kebohongan sulit dikontrol.

Oleh karena itu, sistem filsafat ini tidak menerima kehidupan sesudah

mati (kehidupan sesudah kehidupan di dunia ini) karena tidak seorang pun

yang telah melihatnya dan seandainya ada, tidak ada sarana untuk

memverifikasikannya.Maka, hanya eksistensi duniawi ini yang diakui;

kebakaan jiwa sebagai entitas ditolak.

Carwaka begitu tajam dalam mengkritik sumber-sumber pengetahuan

yang menurut mereka tidak benar. Sebagai contoh kritik mereka terhadap

penyimpulan. Dalam penyimpulan untuk menghasilkan kebenaran dibutuhkan

premis-premis. Dengan konsep generalisasi, penyimpulan memperoleh

pengetahuan tentang objek yang belum diketahui dengan mencari objek yang

sama. Lalu disatukan dengan konsep generalisasi sehingga menciptkan sebuah

pengetahuan baru.

Menurut Carwaka, hal ini tidaklah logis. Misalnya ada kasus semua

yang berasap adalah berapi (premis 1), lalu setelah melihat gunung itu berasap

(premis 2) dapat diketahui bahwa gunung itu berapi (kesimpulan). Carwaka

mengkritik cara berpikir seperti ini. Menurut mereka bagaimana bisa asap

yang ada di gunung bisa diketahui tanpa adanya observasi langsung. Karena

bisa saja ada unsur lain yang menghasilkan asap selain api.Kata semua dalam

Page 9: Makalah Filsafat India (1)

12

penyimpulan dianggap oleh Carwaka sebagai suatu penyesatan, karena kata

semua tidak bisa dibuktikan dengan pengalaman.

Kritik mereka yang ke dua adalah walaupun memang benar-benar ada

api di dalam gunung, bagaimana bisa api tersebut disamakan dengan api yang

ada di luar gunung.

Kritik carwaka ini menunjukan bagaimana kecerdasan mereka dalam

berepistemologi. Penolakan terhadap sumber verbal, wahyu dan penyimpulan

dijelaskan secara tajam dengan sebuah proses akal budi. Walaupun tanpa

disadari, sekarang banyak orang menjalankan cara-cara berpikir seperti

carwaka. Di mana tanpa adanya bukti yang otentik dan dapat diverifikasi,

pengetahuan tidak dapat dianggap sebagai pengetahuan yang ‘benar’.

C3. Kecerdasan Filsafat Jainis; Sebuah Perjalanan ke Pengetahuan Tanpa

Titik Tolak

Jainis, sebuah aliran filsafat yang menolak Weda sebagai sumber

pengetahuan dan kebenaran. Disebut juga sebagai golongan heterodox atau

nastika. Epistemologi dari Jainis agak sedikit membingunkan bila kita tidak

mengetahui kata kunci dari filsafat Jainis. Kata kunci dari filsafat ini adalah

‘mimasa’, yang berarti adanya perubahan selalu bergerak dari yang rendah

menuju yang lebih tinggi. Lalu ‘semua pendapat itu sah’ karena perbedaan

titik tolak dan tidak adanya “pengetahuan yang absolut”.

Ajaran epistemologi Jainisme berpendapat bahwa 3 sumber

pengetahuan yaitu, persepsi, penyimpulan dan wahyu, ketiganya

mengandung kebenaran. Hanya kandungan kebenarannya tidak sama

kualitasnya. Hal ini berbeda dengan Carwaka, yang menolak semua

pengetahuan kecuali persepsi langsung.

Pengetahuan menurut Jainis ada dua macam, yaitu pengetahuan

langsung (pratyaksa) dan pengetahuan yang tak langsung (paroksa).Yang

dimaksud dengan pengetahuan yang langsung ialah pengetahuan, di mana

pribadi itu tidak memerlukan pertolongan dari luar untuk medapatkan

Page 10: Makalah Filsafat India (1)

13

pengetahuan itu. Contohnya adalah intuisi, jadi yang dimaksud langsung

bukanlah langsung melalui indera manusia.

Sedangkan pengetahuan yang tidak langsung adalah pengetahuan yang

dengan mempergunakan alat-alat pengamatan dan dengan kesaksian dalam

tanda-tanda, simbol atau kata-kata. Contoh alat-alat yang lain adalah ingatan,

pengenalan, induksi dan deduksi.

Jainisme berusaha memperlihatkan bahwa setiap pendapat adalah sah.

Ini tidak berarti bahwa mereka tidak melihat kontradiksi-kontradiksi, tetapi

yang ada dalam pemikiran mereka adalah komplesitas realitas. Perbedaan

pendapat sering terjadi karena perbedaan titik tolak yang dipakai orang, atau

penemuan yang terbatas hanya dalam suatu aspek tertentu dalam realitas.

Maka, Jainisme berpendapat bahwa tidak akan ada pengetahuan yang

absolut. Pengetahuan dinyatakan sah hanya dalam relasinya dengan titik

tolak yang dipakai. Oleh karena itu, pendekatan yang benar adalah menerima

keabsahan sebagai relatif.

Untuk mendukung teori teorinya ini Jainisme mengakui tujuh

kemungkinan titik tolak untuk memandang realitas, yaitu pertama ada,

kedua tiada, ketiga tak dapat dilukiskan, keempat ada dan tak dapat

dilukiskan, kelima tiada dan tak dapat dilukiskan,keenam ada dan tiada dan

terakhir, ada tiada dan tak dapat dilukiskan.

Walaupun semua pengetahuan dapat dibenarkan, tetapi Jainisme juga

meningkatakan macam-macam pengetahuan menjadi lima. Hal ini dilakukan

agar para Jainis mengetahui mana yang lebih tinggi kualitasnya. Lima

macam pengetahuan itu adalah :

1. Mati, adalah pengetahuan yang menyimpulkan tentang ingatan, recognisi

dan induksi.

2. Sruti,adalah pengetahuan yang diterima dengan melewati tanda-tanda,

simbol-simbol, dan kata-kata yang didalamnnya meliputi assosiasi,

perhatian, pengertian dan saran-sarana mengenai sesuatu hal.

Page 11: Makalah Filsafat India (1)

14

3. Awadhi, adalah pengetahuan langsung mengenai sesuatu benda yang

terikat pada ruang dan waktu.

Ketiga pengetahuan ini kualitasnya rendah dan mudah salah.

4. Manahparyaya, adalah pengetahuan yang langsung diterima dari

pemikiran orang lain.

5. Kewala, adalah pengetahuan yang sempurna dan mempunyai sifat

komperhensif (menyeluruh), dan bersifat lebih dalam.

Tingkat kelima inilah yang di katakan sebagai pengetahuan tertinggi,

walau tidak absolut. Karena pengetahuan terakhir ini dicapai tanpa titik

tolak dan bersifat komperhensif. Sehingga menciptakan manusia yang tahu

arti sebuah ‘kebenaran’.

Sangat terlihat dalam filsafat Jainisme, sebuah kecerdasan yang

tajam. Jainisme mengulas habis bagaimana pengetahuan itu bisa diaanggap

benar, yang menurut mereka semua itu karena berasal dari titik tolak

pandangan manusia dalam melihat objek. Jainisme menyatukan semua

pengetahuan dan tidak ada pengetahuan yang salah. Dalam Jainisme

pengetahuan itu bersifat mencerahi diri untuk membantu manusia melihat

objek.

Konsep epistemologi ini dapat kita lihat berbagai keistimwaannya.

Pertama, pengetahuan dalam jainisme tidak ada yang salah semuanya

benar hanya saja berbeda kwalitasnya. Hal ini dapat memunculkan

berbagai macam pengetahuan yang baru dari manusia, sehingga

pengetahuan manusiapun dapat bertambah dan tidak terkukung.

Kedua,apabila orang sudah mencapai tahap Kewala, memberikan tempat

individu untuk mengerti sendiri tentang kebenaran, sehingga menciptkan

pribadi yang maha-tahu tentang kebenaran (sudut pandang Jainisme).

Karena hal-hal di atas inilah kita bisa menyebut filsafat Jainis

sebagai sebuah filsafat yang cerdas, karena sudah bisa menyatukan

berbagai pengetahuan dan meningkatkannya untuk mencapai kebenaran

Page 12: Makalah Filsafat India (1)

15

yang tinggi.Suatu pemahaman yang komplek yang di dapat dengan akal

budi manusia.

C4. Kecerdasan Filsafat Nyaya; Kecocokan Gagasan dan Objek

Filsafat Nyaya, menurut penulis sangatlah kompleks. Ajaran filsafat

ini begitu epistimologis dengan semangat mereka mencari kebenaran

tertinggi. Dengan dasar percaya atau mendukung ajaran Weda, tidak

mengecilkan arti kecerdasan dalam usaha Nyaya mencari pengetahuan yang

tertinggi itu sendiri. Sekarang mari kita lihat bersama ajaran epistimologis

Nyaya, dan kecerdasan mereka dalam hal itu.

Hadiwiyono mengatakan dalam bukunya bahwa menurut Nyaya, ada

empat alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, yaitu : pengamatan

(pratyaksa), penyimpulan (anumana), pembandingan (upamana) dan

kesaksian (sabda).

Pertama pengamatan (pratyaksa), hal ini memberikan pengetahuan

kepada kita akan objek-objek menurut ketentuan masing-masing.

Pengetahuan ini disebabkan karena adanya hubungan-hubungan antara

panca-indera kita dengan objek-objek itu. Nyaya menganggap bagi

pengetahuan yang di dapat secara transendent, seperti seorang paranormal

yang mengamati hal yang tidak bisa di lihat orang lain adalah pengamatan

yang luar biasa.

Pratyaksa itupun di bagi lagi menjadi 2 yaitu pratyaksa yang tidak

dibedakan (nirwikalpa) dan pratyaksa yang ditentukan (sawikalpa).

Nirwikalpa apabila kita mengamati objek, tanpa penilaian, tanpa asosiasi

dengan sesuatu sebutan. Di sini kita mengenal objek itu melulu sebagai

“sesuatu”. Sedangkan Sawikalpa membuat kita mengenal objek dengan

segala ciri-ciri, sifat-sifat, dan sebutannya.

Kedua penyimpulan (anumana), dapat dikatakan bahwa anumana

adalah ajaran yang terpenting di dalam sistem Nyaya.Pengetahuan yang

diperoleh dengan penyimpulan atau anumana itu memerlukan sesuatu yang

Page 13: Makalah Filsafat India (1)

16

ada diantara subyek dan obyek. Dengan pengamatan kita dapat memperoleh

pengetahuan yang langsung. Artinya tidak ada sesuatu yang diantara subjek

dan objek. Indera kita berhubungan langsung dengan objek-objeknya.

Tidaklah demikian keaaan pengetahuan yang diperoleh dengan

penyimpulan.

Ketiga, pembandingan (upamana), yaitu pengetahuan tentang adanya

kesamaan, yang menghasilkan pengetahuan adanya hubungan antara nama

atau sebutan obyek yang disebut dengan nama atau sebutan dan obyek yang

disebut dengan nama itu. Keempat adalah kesaksian (sabda), yaitu kesaksian

orang yang dapat dipecaya yang dinyatakan dalam kata-katanya dan

kesaksian Weda. Oleh karena bagaian-bagian Weda itu dipandang sebagai

pernyataan Tuhan, maka kesaksian Weda dipandang sebagai pengetahuan

yang sempurna, sedangkan kesaksian manusia hanya bisa dikatakan benar

bila berasal dari orang yang dipercaya.

Keempat, ajaran Nyaya tentang kebenaran ini menggambarkan kepada

kita, betapa Nyaya ingin mengungkapkan kebenaran akan pengetahuan. Kita

dapat melihat keistimewaan dari ajaran Nyaya ini.

Pertama, mereka membuat penyimpulan dengan cara memberikan

contoh lain sebagai pembanding. Menurut penulis ini adalah suatu terobosan

yang dapat memperkuat posisi penyimpulan dalam pengetahuan.

Hal itu bisa dicontohkan sebagai berikut; Misal penyimpulan biasa,

maka yang terjadi adalah, bila semua yang berasap itu berapi (premis 1), dan

gunung mengeluarkan asap (premis 2), maka dapat disimpulkan bahwa

gunung itu berapi. Penyimpulan biasa seperti ini, mempunyai banyak

kelemahan yang salah satunya di kritik oleh Carwaka (lihat sub-bab tentang

kecerdasan filsafat Carwaka).

Nyaya memberika sebuah penyimpulan yang lain, dengan

penambahan ilustasi dan objek pembanding. Cara ini dapat memperkuat

posisi penyimpulan sebagai sumber pengetahuan. Sebagai contoh : apabila

Gunung itu berapi (premis 1) karena ia berasap (premis 2). Dengan melihat

Page 14: Makalah Filsafat India (1)

17

dapur kita mengatahui bahwa yang berasap itu berapi (ilustrasi), Gunung itu

berasap, sedang asap senantiasa menyertai api (perbandingan), jadi dapat

disimpulkan bahwa gunung itu berapi.

Kedua, adalah pengetahuan dalam Nyaya mempunyai sebuah batu uji

yang dinamakan praktek. Sebuah pemikiran yang tidak ditemukan dalam

filsafat lain di India pada zamannya. Jadi apabila sebuah kesimpulan

mengatakan bahwa makan itu bisa membuat lapar, sedangkan dalam

prakteknya malah membuat kenyang, maka kesimpulan itu salah dengan

argumentasi apapun.

Itulah kecerdasan dari filsafat Nyaya, sebuah filsafat yang memberikan

sebuah pemikiran untuk memperkuat suatu penyimpulan dan dapat menguji

pengetahuan-pengetahuan mereka dengan batu uji sendiri yaitu praktek.

C5. Kecerdasan Filsafat Sankhya;Pengamatan Adalah Proses

Sankhya mempunyai kekhasan dalam menjelaskan metafisika mereka,

seperti pemikiran mereka tentang Purusa sebagai asas rohani yang kekal. Agar

pembaca dapat memahami lebih dalam tentang epistemologi Sankhya sebagai

sebuah filsafat yang cerdas, penulis menyarankan untuk lebih mendalami

metafisika Sankhya dulu, yang dalam kesempatan ini tidak penulis jabarkan.

Epistemologi Sankhya sebenarnya tidak terlalu berbeda dangan

Nyaya, karena mereka sama-sama dalam posisi astika atau pendukung kitab

Weda. Tetapi ada beberapa perbedaan yang membuat epistemologi Sankhya

lebih khas dan mengambarkan kecerdasan mereka.

Menurut Sankhya ada tiga alat untuk medapatkan pengetahuan yang

benar, yaitu : pengamatan, penyimpulan dan kesaksian. Karena penyimpulan

dan kesaksian Sankhya hampir sama dengan Nyaya, maka yang di bahas

hanya pengamatan saja, yang menjadi ciri khas filsafat Sankhya.

Seperti halnya dengan Nyaya-Waisesika, Sankhya mengakui adanya

dua tingkat pengamatan, yaitu pengamatan yang tidak menentukan dan

pengamatan yang menentukan. Tetapi keterangan yang diberikan atas

Page 15: Makalah Filsafat India (1)

18

pengamatan-pengamatan ini berbeda sekali daripada sistem-sistem yang lain.

Yang dimaksud dengan pengamatan yang tidak menentukan bukannya

pengamatan atas hal-hal yang berdiri sendiri, yang lalu dijadikan sintese pada

taraf pengamatan yang menentukan.Tetapi yang diamaksut ialah bahwa

pengamatan itu mula-mula hanya mewujudkan pengamatan yang kabur.

Dengan perantaraan analisa, sintesa dan interpretasi pengamatan ini lalu

menjadi jelas dan tertentu. Menurut Sankhya pengetahuan itu dapat

dibandingkan dengan pertumbuhan yang organis, dari yang sederhana hingga

menjadi kompleks.

Dicontohkan pengamatan sebagai berikut : Indera-indera itu menerima

obyek-obyek tanpa menentukannya, dan menyampaikan pengamatan-

pengamatan itu kepada manas. Manas Selanjutnya menyususnnya hingga

menjadi suatu sintesa dan meneruskannya kepada ahamkara, yang

meneruskannya lagi kepada pribadi. Pribadi ini memerintahkan kepada buddhi

untuk menentukan tabiat pengalaman itu. Demikianlah proses pengamatan itu

dipandang sebagai sama dengan sistem pemungutan pajak. Kepala desa

mengumpulkan pajak itu dari penduduk dan meneruskannya ke camat, yang

selanjutnya meneruskannya lagi ke bupati, untuk akhirnya disampaikan

kepada gubenur. Gubenurlah yang bertugas mengawasi agar pajak itu sampai

ke kas negara.

Kecerdasan Sankhya dalam membuat proses pengamatan sudah bisa

dimaksukan dalam kategori cerdas. Karena Sankhya menjelaskan secara tajam

bagaimana pengamatan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan

bagaiman proses masuknya pengamatan dari indera ke pribadi melalui proses.

Dapat dikatakan juga bahwa epistemologi Sankhya mempunyai kata kunci

yaitu pengamatan, dan proses.

Page 16: Makalah Filsafat India (1)

19

D. Filsafat India Sebuah Filsafat yang Menuju Kesempurnaan (Konsep

epistemologi)

Bila epistemologi India sudah penulis paparkan dan semuanya identik dengan

kata ‘cerdas’, maka untuk etika dalam filsafat india penulis mengatakan sebagai

sebuah filsafat yang menuju kesempurnaan. Karena bila kita melihat secara lebih

dalam ajaran etika dari berbagai filsafat di India, mereka semua mengejarkan suatu

tingkatan. Di mana tingkatan itu diakatan sebagai tingkatan sempurna yang dicapai

manusia, khususnya filsafat yang kita bahas yaitu; Upanisad, Carwaka, Jainis,

Budhis, Nyaya, dan Sankhya.

Dalam pembahasan ini penulis coba menuliskan ajaran etika dari aliran

filsafat di atas dan menerangkan bagaimana bisa di katakan sebagai sebuah filsafat

yang menuju kesempurnaan.

D1. Perjalanan Menuju Kesempurnaan Filsafat Zaman Upanisad

Subari menjelaskan secara jelas tentang bagaimana Upanisad

mengajarkan hal yang harus dilakukan manusia. Tujuan manusia ialah inigin

mendapatkan suatu pelepasan. yang dimaksudkan pelepasan di sini adalah

lepas dari kelahiran kembali karena kelahiran kembali itu berarti manusia

berada dalam keadaan samsara. Dan sebab orang itu dilahirkan kembali,

menurut Upanisad sebab orang dilahirkan kembali karena adanya karma, dan

karma diartikan suatu perbuatan atau akibat perbuatan itu sendiri.

Orang yang berbuat baik nantinya akan dilahirkan kembali dalam

keadaan atau tingkatan yang baik dan sebaliknya, tetapi yang perlu diketahui

selama manusia masih berbuat apakah itu perbuatan baik maupun perbuatan

yang jelek pada prinsipnya adalah masih harus dilahirakn kembali dan berarti

manusia dalam keadaan samsara.

Lalu bagaimanakah yang baik itu? Upanisad menjelaskan bahwa yang

baik adalah mengorbankan karma dan cara mengorbankan karma adalah

dengan selangkah demi selangkah. Subari menjelaskan tingkatan itu antara

lain :

Page 17: Makalah Filsafat India (1)

20

1. Tingkatan belajar kepada seorang guru, khusunya tentang Weda

(Srawana).

2. Tingkatan menyakini terhadap apa yang diajarkan guru tentang Weda

(Manana).

3. Tingkatan menjadi satu dengan Weda (Dhyana).

Bila kita melihat tingkatan untuk menjadi yang ‘baik’ dari Upanisad,

maka terlihat bahwa etika Upanisad berjalan melalui tingkatan menuju sebuah

tingkatan yang dikatakan sempurna. Di mana seseorang harus bersatu dengan

Weda. Tingkatan terakhir dalam Upanisad ini mengharapkan agar manusia

sudah bersih dari kepentingan dan sudah bersatu dangan Brahman dan

mengerti aliran Atman. Sebuah Filsafat yang menuju kesempurnaan.

D2. Carwaka Kesempurnaan Adalah Kebebasan

Melihat kembali kata kunci dari carwaka bahwa Carwaka adalah aliran

yang materialis-hedonis akan otomatis menjawab pertanyaan kita tentang

tujuan hidup manusia dan etika dari carwaka. Karena aliran ini bersifat

hedonis maka sudah pasti yang benar adalah yang mengandung unsur

kesenangan.

Carwaka memandang hidup ini tidak ada ikatan, dan tidak ada yang

memberatkan hingga muncul ungkapan “lalui saja”, menggambarkan Carwaka

sebagai sebuah aliran yang bebas. Menurut mereka yang sempurna adalah

yang bebas. Seperti dikatan dalam Kamasutra:

“Sejauh hukum moral mengenai sesuatu, sejauh itu pula harus kita

taati, jika bukan demi kebahagiaan hidup mendatang sekurang-kurangnya

untuk membuat hidup masa kini mudah dan terhormat.

Lalu di mana perjalanan menuju kesempurnaan dari Carwaka ?

perjalanan menuju kesempurnaan itu dapat kita lihat dari bagaimana Carwaka

mencapai kebebasan yang mereka inginkan. Yaitu mencapai sebuah

kebebasan dengan mewujudkan sebuah kehidupan yang mudah dan terhormat.

Page 18: Makalah Filsafat India (1)

21

Memang dari semua aliran filsafat di India hanya Carwaka yang tidak atau

kurang spiritualis.

D3. Jainis Sebuah Pelepasan

Mungkin bila menggambarkan sosok yang spiritualis dan

meninggalkan Tujuan hidup jainisme adalah mencapai pembebasan dari

belenggu-belenggu hidup yang mengekang manusia. Objek-obejek yang

bersifat manusiawi seprti penderitaan , kebahagiaan, kesenangan dan

kesakitan dianggap sebagai sandiwara-sandiwara kehidupan manusia. Orang-

orang yang mengejar hal-hal itu di sebut sebagai orang yang tidak kuat dan

bodoh, karena orang yang kuat menurut prespektif Jainisme adalah orang

yang berhasil menolak segala godaan manusiawi. Keadaan akhir atau tujuan

itu dinamkan sebagai kaivalya, atau yang dalam Zimmer dikatakan sebagai

pelepasan diri secara absolut, karena seriap partikel dalam materi karma

terbakar, yang berarti tidak ada aliran benih baru yang bisa masuk, maka tidak

ada lagi kemungkinan untuk mendapatkan pengalaman baru.

Dalam prakteknya untuk melakukan pembebasan jainisme melakukan

3 hal. Pertama, adalah keyakinan yang sempurna bahwa di dunia ini ada

hukum karma yang berlaku, bahwa setiap perbuatan pasti akan dibalas entah

perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Selain itu juga keyakinan sempurna

akan adanya pembebasan tertinggi yang di sebut moksa. Setiap orang yang

mencapai moksa harus melakukan pembebasan terhadap belnggu-belenggu

duniawi mereka. Dalam prakteknya jainisme monlak ajaran weda karena

janisme tidak cocok dengan berbagai peraturan yang mengikat dan

kepercayaan terhadap otoritas tertinggi.

Kedua, pengetahuan benar dalam ajaran tersebut. Pengetahuan

kebenaran dalam Jainisme adalah pengetahuan yang tidak hanya tergantung

pada persepsi, tetapi melihat kebebnaran seperti apa adanya benda yang

dilihat juga melihat kebenaran dari titik tolak di mana kebenaran itu di ambil,

yang ebrarti juga bersifat relativ, yang berarti juga bahwa jainisme

menghormati segala bentuk pemikiran dari semua pihak.

Page 19: Makalah Filsafat India (1)

22

Ketiga , perilaku benar yang terdiri atas praktek tidak menyakiti atau

melukai seluruh makhluk hidup, menghindari kesalahan, mencuri, sensualitas,

dan kemelakatan objek-objek indriya, mengkombinasikan ketiganya di atas,

perasaan akan dikendalikan dan karma yang membelenggu roh akan

disingkirkan

Ketiga hal inilah yang didapatkan untuk membebaskan jiwa dari

belenggu, dapat dikatakan juga tujuan hidup jainisme adalah untuk etika dan

spritual.

Page 20: Makalah Filsafat India (1)

23

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat India mengalami pembabakan selama 5 periode antara lain :

- Perkembangan filsafat India pada zaman Veda

- Perkembangan filsafat India pada zaman Skeptisisme

- Perkembangan filsafat India pada zaman Puranis

- Perkembangan filsafat India pada zaman Muslim

- Perkembangan filsafat India pada zaman Modern

Filsafat India dikatakan cerdas karena filsafat india pra-modern melakukan

banyak terobosan-terobosan berpikir dan pembahasan yang tajam tentang apa itu

pengetahuan yang benar. Upanisad menunjukkan kecerdasannya dengan menggali

Brahman dan Atman, Carwaka dengan persepsi langsungnya, Jainisme dengan

titik tolaknya, Sankhya dengan Pengamatannya dan Nyaya dengan pemahamn

akan obyek dan gagasan.

Sedangkan dikatakan Etika yang mnuju kesempurnaan , karena berbagai

aliran filsafat di India menghendaki agar pengikut kaummnya melewati sebuah

proses untuk mecapai sebuah kesempurnaan. Bila Upanisad dengan menyatu

dengan Brahman, Carwaka menuju kesempurnaan hidup yang mudah dan

terhormat, dan Jainisme dengan menuju sebuah pelepasan, di mana pelepasan

sendiri adalah tingkat yang lebih tinggi daripada dunia “sandiwara” yang fana.

B. Saran

Penulis menyadari akan kekurangan dalam makalah tersebut, oleh karena itu

kami mengharapkan pembaca juga mengumpulkan referensi yang lain untuk

melengkapi pembahasan yang belum jelas.

Page 21: Makalah Filsafat India (1)

24

DAFTAR PUSTAKA

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_filsafat/Bab_2.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/adwaita Vedanta

http//www.network54.com/forum/178267/message/Pengaruh+Sad+Dharsana+di+Bal

i

Maswinara, I Wayan. 2006. Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana Samgraha).

Surabaya. Paramita

Praja, Juhaya S. 2003. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta. Kencana