Makalah Filsafat Ilmu

22
Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat Ilmu PPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon ILMU-ILMU ALAM, ILMU-ILMU SOSIAL DAN ILMU-ILMU HUMANIORA Sebuah Tinjauan dalam Filsafat Ilmu A. PENGANTAR Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisa menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir, 2005). Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme– positiviesme sedangkan oleh http://www.embun.net 1

description

Ini adalah contoh makalah filsafat Ilmu untuk anda para mahasiswa yang sedang belajar filsafat.

Transcript of Makalah Filsafat Ilmu

Page 1: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

ILMU-ILMU ALAM, ILMU-ILMU SOSIAL

DAN ILMU-ILMU HUMANIORA

Sebuah Tinjauan dalam Filsafat Ilmu

A. PENGANTAR

Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisa menjumpai

pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji

kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa

dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir, 2005).

Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata

latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta

mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan

melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan

makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian,

dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang

dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya

mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari

kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains

hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme– positiviesme sedangkan ilmu melampuinya

dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003).

Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas

filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu

sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan

bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan

infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang

memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik ilmu alam maupun

ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Nama asal fisika adalah filsafat

alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy).

Issac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum fisika sebagai Philosophiae Naturalis

Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723-1790) Bapak Ilmu Ekonomi menulis

oleh http://www.embun.net 1

Page 2: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

buku The Wealth Of Nation (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy

di Universitas Glasgow.

Agus Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy, Religion and Science,

1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu: religius, metafisic dan

positif. Dalam tahap awal asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu

merupakan deduksi atau penjabaran religi. Tahap berikutnya orang mulai berspekulasi

tentang metafisika dan keberadaan wujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas

dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik.

Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu) di mana asas-asas yang digunakan

diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah karakteristik

sains yang paling mendasar selain matematika.

Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut

epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti

knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan

oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan

ontology (on = being, wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori tentang apa). Secara

sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses

kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan

yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu

pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah

disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan

secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji

kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah

dapat dipertanggungjawabkan.

Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih tergolong pra-ilmiah.

Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik

yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif

atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).

oleh http://www.embun.net 2

Page 3: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

Pengetahuan Manusia

Pengetahuan Obyek Paradigma Metode Kriteria

Sains Empiris Sains Metode

Ilmiah

Rasional empiris

Filsafat Abstrak

rasional

Rasional Metode

rasional

Rasional

Mistis Abstark

suprarasional

Mistis Latihan

percaya

Rasa, iman, logis,

kadang empiris

Sumber: Tafsir, Ahmad, 2006, Filsafat Ilmu

Dengan lain perkataan, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif,

sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak,

kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas) ilmiahnya. Sedangkan

pengetahuan yang prailmiah, walaupun sesungguhnya diperoleh secara sadar dan aktif,

namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi, sehingga tidak

dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian, pengetahuan pra-ilmiahkarena tidak diperoleh

secara sistematis-metodologis ada yang cenderung menyebutnya sebagai pengetahuan

“naluriah”.

Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahap-

mistik. Pada tahap ini, sikap manusia seperti dikepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di

sekitarnya, sehingga semua obyek tampil dalam kesemestaan dalam artian satu sama lain

berdifusi menjadi tidak jelas batas-batasnya. Tiadanya perbedaan di antara pengetahuan-

pengetahuan itu mempunyai implikasi sosial terhadap kedudukan seseorang yang memiliki

kelebihan dalam pengetahuan untuk dipandang sebagai pemimpin yang mengetahui segala-

galanya. Fenomena tersebut sejalan dengan tingkat kebudayaan primitif yang belum

mengenal berbagai organisasi kemasyarakatan, sebagai implikasi belum adanya diversifikasi

pekerjaan. Seorang pemimpin dipersepsikan dapat merangkap fungsi apa saja, antara lain

sebagai kepala pemerintahan, hakim, guru, panglima perang, pejabat pernikahan, dan

oleh http://www.embun.net 3

Page 4: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

sebagainya. Ini berarti pula bahwa pemimpin itu mampu menyelesaikan segala masalah,

sesuai dengan keanekaragaman fungsional yang dicanangkan kepadanya.

Tahap berikutnya adalah tahap-ontologis, yang membuat manusia telah

terbebas dari kepungan kekuatan-kekuatan gaib, sehingga mampu mengambil jarak dari

obyek di sekitarnya, dan dapat menelaahnya. Orang-orang yang tidak mengakui status

ontologis obyek-obyek metafisika pasti tidak akan mengakui status-status ilmiah dari ilmu

tersebut. Itulah mengapa tahap ontologis dianggap merupakan tonggak ciri awal

pengembangan ilmu. Dalam hal ini subyek menelaah obyek dengan pendekatan awal

pemecahan masalah, semata-mata mengandalkan logika berpikir secara nalar. Hal ini

merupakan salah satu ciri pendekatan ilmiah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut

menjadi metode ilmiah yang makin mantap berupa proses berpikir secara analisis dan

sintesis.

Dalam proses tersebut berlangsung logika berpikir secara deduktif, yaitu

menarik kesimpulan khusus dari yang umum. Hal ini mengikuti teori koherensi, yaitu

perihal melekatnya sifat yang terdapat pada sumbernya yang disebut premis-premis yang

telah teruji kebenarannya, dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis mempunyai

kepastian kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan tersebut praktis sudah diarahkan

oleh kebenaran premis-premis yang bersangkutan. Walaupun kesimpulan tersebut sudah

memiliki kepastian kebenaran, namun mengingat bahwa prosesnya dipandang masih

bersifat rasional–abstrak, maka harus dilanjutkan dengan logika berpikir secara induktif. Hal

ini mengikuti teori korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional dengan

dukungan data empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan umum dari

yang khusus.

Sesudah melalui tahap ontologis, maka dimasukan tahap akhir yaitu tahap

fungsional. Pada tahap fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari kepungan kekuatan-

kekuatan gaib, dan tidak semata-mata memiliki pengetahuan ilmiah secara empiris,

melainkan lebih daripada itu. Sebagaimana diketahui, ilmu tersebut secara fungsional

dikaitkan dengan kegunaan langsung bagi kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Tahap

fungsional pengetahuan sesungguhnya memasuki proses aspek aksiologi filsafat ilmu, yaitu

yang membahas amal ilmiah serta profesionalisme terkait dengan kaidah moral.

Sementara itu, ketika kita membicarakan tahap-tahap perkembangan

pengetahuan dalam satu nafas tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan

oleh http://www.embun.net 4

Page 5: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana

yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial.

Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan

terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat

diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan

ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-hal yang gaib seperti soal

surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.

Telaahan kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif

mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural,

metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah,

meliputi langkahlangkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang

berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaahan ketiga

ialah dari segi aksiologi, yang sebagaimana telah disinggung di atas terkait dengan kaidah

moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.

Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi

Tahapan Rumusan Pertanyaan

Ontologi

(Hakikat

Ilmu)

Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?

Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?

Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia

(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan

pengetahuan?

Epistimologi

(Cara

Mendapatkan

Pengetahuan)

Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang

berupa ilmu?

Bagaimana prosedurnya?

Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan

dengan benar?

Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?

Apa kriterianya?

Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan

pengetahuan yang berupa ilmu?

Aksiologi

(Guna

Pengetahuan)

Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?

Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-

kaidah moral?

oleh http://www.embun.net 5

Page 6: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

Bagaimana penetuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan

moral?

Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan

operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?

Sumber: Suriasumantri, 1993

B. SUMBER-SUMBER PENGETAHUAN

Ada 2 cara pokok mendapatkan pengetahuan dengan benar: pertama,

mendasarkan diri dengan rasio. Kedua, mendasarkan diri dengan pengalaman. Kaum

rasionalis mengembangkan rasionalisme, dan pengalaman mengembangkan empirisme.

Kaum rasionalis mengembangkan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya.

Premis yang dipakai dari ide yang diangapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut

mereka bukan ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sudah ada, jauh sebelum manusia

memikirkannya (idelisme). Sedang empirisme mengembangkan metode berfikir induktif.

Di samping rasionalisme dan pengalaman masih ada cara lain yakni intuisi atau

wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran,

bersifat personal dan tak bisa diramalkan. Sedangkan wahyu merupakan pengetahuan yang

disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.

Masalah yang muncul dalam sumber pengetahuan adalah, pertama, dikotomi

atau gap antara sumber ilmu umum dan ilmu agama. Bagi agama Islam sumber ilmu yang

paling otoritatif adalah Alquran dan Hadis. Bagi ilmu umum (imuwan sekuler) satunya-

satunya yang valid adalah pengalaman empiris yang didukung oleh indrawi melalui metode

induksi. Sedangkan metode deduksi yang ditempuh oleh akal dan nalar sering dicurigai

secara apriopri (yakni tidak melalui pengalaman). Menurut mereka, setinggi-tingginya

pencapaian akal adalah filsafat. Filsafat masih dipandang terlalu spekulatif untuk bisa

mengkonstruksi bangunan ilmiah seperti yang diminta kaum positivis. Adapun pengalaman

intuitif sering dianggap hanya sebuah halusinasi atau ilusi belaka. Sedangkan menurut

agamawan pengalaman intuitif dianggap sebagai sumber ilmu, seperti para nabi

memperoleh wahyu ilahi atau mistikus memperoleh limpahan cahaya Ilahi.

Masalah kedua adalah pengamatan. Sains modern menentukan obyek ilmu

yang sah adalah segala sesuatu sejauh ia dapat diobservasi (the observables) atau diamati

oleh indra. Akibatnya muncul penolakan dari filosof logika positivisme yang menganggap

oleh http://www.embun.net 6

Page 7: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

segala pernyataan yang tidak ada hubungan obyek empirisnya sebagai nonsens. Perbedaan

ini melahirkan metafisik (dianggap gaib) dan fisik (dianggap science).

Masalah ketiga adalah munculnya disintegrasi pada tatanan klasifikasi ilmu.

Penekanan sains modern pada obyek empiris (ilmu-ilmu fisika) membuat cabang ilmu

nonfisik bergeser secara signifikan ke pinggiran. Akibatnya timbul pandangan negatif

bahwa bidang kajian agama hanya menghambat kemajuan. Seperti dalam anggapan Freud

yang menyatakan agama dan terutama pendukungnya yang fanatik bertanggung jawab

terhadap pemiskinan pengetahuan karena melarang anak didik untuk bertanya secara kritis.

Masalah keempat yang muncul adalah menyangkut metodologi ilmiah. Sains

pada dasarnya hanya mengenal metode observasi atau eksperimen. Sedangkan agamawan

mengembangkan metode lainnya seperti metode intuitif. Masalah terakhir adalah sulitnya

mengintegrasikan ilmu dan agama terutama indra, intektual dan intuisi sebagai pengalaman

legitimate dan riil dari manusia.

C. ILMU-ILMU ALAM

Pengertian

Ilmu alam (Inggris:natural science) atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah

yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda

alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun.

Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & non-manusia tentang Bumi dan

alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya

dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.

Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi digunakan sebagai

penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah

ilmu alam juga digunakan untuk mengenali "ilmu" sebagai disiplin yang mengikuti metode

ilmiah, berbeda dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(biasa disingkat IPA).

Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya yang kongkrit,

karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti.

oleh http://www.embun.net 7

Page 8: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

Di samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah "ilmu alam"

kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian sehari-hari. Dari sudut

ini, "ilmu alam" dapat menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat dalam proses-proses

biologis, dan dibedakan dari ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang

mendasari alam semesta).

Cara Kerja Berfikir = Penalaran

Sebagaimana dikembangkan oleh Aristoteles, kerja-kerja penalaran digambarkan sebagai

berikut:

Deduksi – penalaran yang wilayah konklusinya lebih sempit daripada

premisnya – mendasari ilmu-ilmu pasti; misalnya: semua manusia dapat mati,

sokrates itu manusia, maka socrates dapat mati;

Induksi – penalaran yang wilayah konklusinya lebih luas daripada premisnya –

mendasari ilmu-ilmu empiris; misalnya: manusia 1 mati, manuisa 2 mati,

manusia 3 mati, maka semua manusia dapat mati; (terjadi generalisasi di sini)

Metode Ilmiah

Pengertian. Metodologi adalah ilmu-ilmu yang digunakan untuk memperoleh

kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam

menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji.

Metode ilmiah menggunakan logika ilmiah, merupakan gabungan antara kerja

deduktif dengan kerja induktif, dengan menekankan aspek koherensi sekaligus

korespondensi;

Metode Ilmiah merupakan proses logico-hypothetico-verifikasi dimana proses

deduktif-induktif ini meliputi tahapan-tahapan berikut: perumusan masalah;

penjelasan argumentatif berdasar presmis-premis dengan memperhatikan aspek

koherensi; perumusan hipotesis sebagai jawaban sementara (hasil kerja

deduktif); pengujian hipotesis – melalui eksperimen (pengumpulan fakta-fakta)

dengan memperhatikan aspek korespondensi melalui kerja-kerja induktif;

Penarikan kesimpulan – kesesuaian kerja-kerja deduksi dengan induksi. Jika

sesuai berarti hipotesis diterima, jika tidak sesuai maka hipotesis ditolak;

oleh http://www.embun.net 8

Page 9: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

Cara Berfikir Ilmu-ilmu Alam Silogisme hipotesis

Modus ponendo ponen (deduksi): jika p berlaku, maka q terjadi; dan p berlaku

maka q terjadi;

Tanpa nama (tidak sah): jika Pp berlaku, maka q terjadi; p berlaku maka ???

Induksi: jika p berlaku maka q terjadi; jika q terjadi maka ???

Modus tollendo tollens (falsifikasi): jika p berlaku, maka q terjadi; dan q tak

terjadi, maka p tak berlaku;

Proses Perolehan Pengetahuan dalam Ilmu-ilmu Alam

1. menemukan anomali dari keajegan-keajegan;

2. merumuskan hipotesis;

3. hipotesis yang tak kalah-kalah melahirkan hukum alam;

4. hukum-hukum alam yang serumpun diabstraksi menjadi teori ilmiah;

Ciri Pengetahuan yang diperoleh oleh Ilmu-ilmu Alam

1. pengetahuan itu netral atau bebas nilai; artinya pengetahuan itu tidak

mengandung unsur moral, norma, penilaian estetis, idiologi ataupun

kepentingan politis;

2. pengetahuan itu objektif; artinya pengetahuan itu dapat disepkati oleh semua

orang dari latarbelakang yang berbeda-beda;

3. pengetahuan itu dapat dipakai untuk prognosis;

4. pengetahuan itu universal tidak bergantung ruang dan waktu, berlaku

dimanapun dan kapanpun;

SARANA BERPIKIR ILMIAH

Bahasa

Logika

Matematika

Statistika

oleh http://www.embun.net 9

Page 10: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

Etos Ilmiah

Dibalik karakteristik ilmu ada etos yang dapat dikembangkan dalam interaksi

sosial

1. hubungan-hubungan yang egaliter dan demokratis;

2. kebebasan individual yang besar untuk menemukan hal-hal baru;

3. toleransi terhadap berbagai latarbelakang;

4. kepercayaan akan adanya kebenaran objektif;

5. keyakinan bahwa konsensus tanpa paksaan itu mungkin;

Scientisme

1. kepercayaan bahwa ilmu-ilmu alam adalah proses belajar manusia yang

paling bernilai karena otoritatif, serius dan bermanfaat;

2. kepercayaan bahwa ilmu pengetahuan adalah satu-satunya proses belajar

manusia yang paling bermakna; maka adalah baik jika semua anggota keluarga

mendasarkan dirinya pada ilmu;

3. scientisme adalah idiologi sains yang menegasi kemungkinan adanya

kebenaran-kebenaran lain disamping kebenaran ilmiah. Etika ilmu menjadi

etika sosial; padahal etika ilmu itu terbatas;

Catatan: etos ilmiah tidak harus jatuh ke arah scientisme – sebagai radikalisasi

dari etos ilmiah;

D. ILMU-ILMU SOSIAL

Pengertian

Ilmu sosial (Inggris:social science) atau ilmu pengetahuan sosial adalah

sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan

manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan humaniora karena

menekankan penggunaan metode ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda

kuantitatif dan kualitatif.

oleh http://www.embun.net 10

Page 11: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-

subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding

dengan ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak

menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-

disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan

yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa

aspek dalam metodologi ilmu sosial. Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah

makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan

konsekuensinya.

E. ILMU-ILMU HUMANIORA

Pengertian

Humaniora merupakan studi yang memusatkan perhartiannya pada kehidupan

manusia, menekankan unsur kreativitas, kebaharuan, orisinalitas, keunikan. Humaniora

berusaha mencari makna dan nilai, sehingga bersifat normatif. Dalam bidang humaniora

rasionalitas tidak hanya dipahami sebagai pemikiran tentang suatu objek atas dasar dalil-

dalil akal, tetapi juga hal-hal yang bersifat imajinatif, sebagai contoh: Leonardo da Vinci

mampu menggambar sebuah lukisan yang mirip dengan bentuk helikopter jauh sebelum

ditemukan pesawat terbang.

Humanities sebagai sekelompok ilmu pengetahuan mencakup: bahasa, baik

bahasa modern maupun klasik: linguistik: kesusastraan: sejarah, kritisisme, teori dan

praktek seni, dan semua aspek ilmu-ilmu sosial yang memiliki isi humanistic dan

menggunakan metode humanistic”.

J. Drost (2002: 2) dalam artikelnya di KOMPAS, Humaniora, mengatakan

bahwa bidang humaniora yang menjadikan manusia (humanus) lebih manusiawi (humanior)

itu, pada mulanya adalah trivium yang terdiri atas gramatika, logika, dan retorika.

Gramatika (tata bahasa) bermaksud membentuk manusia terdidik yang menguasai sarana

komunikasi secara baik. Logika bertujuan untuk membentuk manusia terdidik agar dapat

menyampaikan sesuatu sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti dan masuk akal.

Retorika bertujuan untuk membentuk manusia terdidik agar mampu merasakan perasaan

oleh http://www.embun.net 11

Page 12: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

dan kebutuhan pendengar, dan mampu menyesuaikan diri dan uraian dengan perasaan dan

kebutuhan itu.

Kemudian dari Trivium berkembang ke quadrivium yaitu: geeometri,

aritmatika, musik (teori akustik), dan astronomi. Drost menegaskan bahwa seorang

mahasiswa harus memiliki kematangan baik intelektual maupun emosional, agar dapat

menempuh studi akademis. Teras kematangan itu adalah kemampuan bernalar dan bertutur

yang telah terbentuk. Mahasiswa yang siap mulai studi di perguruan tinggi adalah dia yang

dapat mengendalikan nalar, yaitu dia yang kritis. Seorang yang kritis adalah seorang yang,

antara lain, mampu membedakan macam-macam pengertian dan konsep, sanggup menilai

kesimpulan-kesimpulan tanpa terbawa perasaan.

Ignas Kleden (1987: 72) menyitir pendapat J.Habermas menunjukkan lima ciri

ilmu humaniora yang diletakkan dalam kategori hitoris-hermeneutis sebagai berikut.

Pertama, jalan untuk mendekati kenyataan melalui pemahaman arti. Kedua, ujian terhadap

salah benarnya pemahaman tersebut dilakukan melalui interpretasi . Interpretasi yang benar

akan meningkatkan intersubjektivitas, sedang interpretasi yang salah akan mendatangkan

sanksi (misal: senyum basabasi yang diinterpretasikan jatuh cinta). Ketiga, pemahaman

hermeneutis selalu merupakan pemahaman berdasarkan pra-pengertian. Pemahaman situasi

orang Rizal Mustansyir, Refleksi Filosofis atas Ilmu-ilmu Humaniora.

Lain hanya mungkin tercapai melalui pemahaman atas situasi diri sendiri

terlebih dahulu. Pemahaman terjadi apabila tercipta komunikasi antara kedua situasi

tersebut. Keempat, komunikasi tersebut akan menjadi semakin intensif apabila situasi yang

hendak dipahami oleh pihak yang hendak memahaminya diaplikasikan kepada dirinya

sendiri. Kelima, kepentingan yang ada disini adalah kepentingan untuk mempertahankan

dan memperluas intersubjektivitas dalam komunikasi yang dijamin dan diawasi oleh

pengakuan umum tentang kewajiban yang harus ditaati. Kesimpulannya ilmu humaniuora

akan menghasilkan interpretrasi-interpretasi yang memungkinkan adanya suatu orientasi

bagi tindakan manusia dalam kehidupan bersama.

F. ILMU-ILMU ALAM HUBUNGANNYA DENGAN ILMU-ILMU SOSIAL &

HUMANIORA, SEBUAH PROBLEM EPISTEMOLOGIS

oleh http://www.embun.net 12

Page 13: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

Kegagalan scientisme

etika ilmu yang terbatas ini tidak dapat diterima dalam konteks yang luas tanpa

paksaan dan hegemoni sosial;

etika ilmu itu objektif, impersonal dan universal; sedangkan etika sosial itu

intersubjektif, interpersonal dan lokal;

memilih etika ilmu atau tidak bukanlah soal objektif atau subjektif, melainkan

soal putusan moral, maka tak ada objektivitas dalam aplikasi etika ilmu;

Kegagalan eksperimen sejarah scientisme dalam nationalsosialisme Jerman

dan rezim-rezim komunis;

Paradigma ilmu selalu berorientasi pada hal-hal yang empirical (asumsi –

postulat-hipotesis – eksperimen – teori); ini memunculkan konflik dengan

disiplin ilmu yang mendasarkan pada metafisika di dalam filsafat, misalnya

atau intuisi dalam psikologi; dan keyakinan dalam agama-agama1;

Epistem Ilmu-Ilmu Alam Vs Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora

Kerja-kerja ilmiah mendasarkan dirinya pada hal-hal yang empiris sedangkan

lainnya tidak demikian; ada yang mendasarkan diriya pada metafisik, intuisi,

keyakinan, estetika, etika, dll;

Metode Ilmiah – dalam prosesnya - mengambil jarak dengan realitas objek;

sedangkan ilmu-ilmu sosial subjek-objek senantiasa mengalami persinggungan atau

menjadi bagian dari objek yang tak terpisahkan;

Pengetahuan menjadi tidak bebas nilai; dapat dicurigai mengandung kepentingan,

dominasi kelompok tertentu atas yang lain; semisal studi orientalisme yang

dilakukan oleh Barat terhadap Islam, kenyataannya telah melahirkan cara pandang

yang diskriminatif, hingga ke menghina dan melecehkan Islam; atau kapitalisme

telah melahirkan gap sosial antara kelompok kaya dan kelompok miskin; dan

lainnya;

(selanjutnya lihat slide karya Anas Saidi)

1

oleh http://www.embun.net 13

Page 14: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

Kesimpulan

Baik dari aspek ontologi, epistemologi maupun aksiologi antara ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu

sosial maupun humaniora merupakan wilayah yang berbeda; sehingga apa yang disebut

kerja ilmiah, baik menyoal paradigma, metodologi, maupun nilai satu sama lain

mengandung karakteristik dan model yang seharusnya tidak sama. Keberbedaan ini tidaklah

seharusnya mengundang stereotipe dan atau peminggiran ilmu-ilmu sosial dan humaniora

dari ilmu-ilmu alam.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, Program Pasca Sarjana IAIN SGD Bandung, 1999

Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial: Studi Banding antara Pandangan Ilmiah dan

Ajaran Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1999.

Drost, J., “Humaniora”, dalam KOMPAS, Kamis, 10 Oktober, 2002, Jakarta.

Ignas-Kleden, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta, 1987.

Koento Wibisono, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, 1983.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

1999, hal. 33

Mulyadi Kertanegara, Tradisi Ilmiah Islam, Serambi, 2005.

http://id.wikipedia.org/wiki/filsafat]

Qodri azizy, pengembangan ilmu-ilmu keislaman, depag 2003

Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008

Catatan Riview Kursus History of Taought, USC Satunama Yogjakarta, 2003

oleh http://www.embun.net 14

Page 15: Makalah Filsafat Ilmu

Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora dalam Tinjauan Filsafat IlmuPPS IAIN Syekh Nurjati Ciebon

oleh http://www.embun.net 15