Makalah Farmasi Kel 3 Edit Banget

33
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes melitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent diabetes melitus. 1 Menurut data stastistik tahun 2010 dari WHO terdapat 220 juta penderita diabetes melitus di seluruh dunia. Tahun 2030 jumlah penderita diabetes melitus diperkirakan akan melonjak lagi mencapai dua kali lipat dari jumlah sekarang. Saat ini penyakit diabetes melitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan Amerika Serikat. 2 Informasi mengenai obat glibenklamid memang telah dituliskan oleh dokter dalam resep. Untuk mencapai efek terapi yang maksimal diperlukan

description

asss

Transcript of Makalah Farmasi Kel 3 Edit Banget

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat

insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau

berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta

pankreas, maka diabetes melitus tipe II dianggap sebagai non insulin

dependent diabetes melitus.1

Menurut data stastistik tahun 2010 dari WHO terdapat 220 juta

penderita diabetes melitus di seluruh dunia. Tahun 2030 jumlah penderita

diabetes melitus diperkirakan akan melonjak lagi mencapai dua kali lipat dari

jumlah sekarang. Saat ini penyakit diabetes melitus banyak dijumpai

penduduk Indonesia. Bahkan WHO menyebutkan, jumlah penderita diabetes

melitus di Indonesia menduduki ranking empat setelah India, China, dan

Amerika Serikat.2

Informasi mengenai obat glibenklamid memang telah dituliskan oleh

dokter dalam resep. Untuk mencapai efek terapi yang maksimal diperlukan

cara penggunaan obat yang benar. Sebagai contoh; penggunaan

glibenklamid yang benar adalah 30 menit sebelum makan dengan

penggunaan maksimal 2 kali sehari pada pagi hari sebelum makan pagi

dan sebelum makan siang. Diberikan 30 menit sebelum makan bertujuan

agar obat dapat merangsang keluarnya insulin sehingga dapat mengatasi

peningkatan gula darah setelah makan.3

Selain cara penggunaan obat yang benar, efek samping yang

minimal juga dibutuhkan untuk mencapai efek terapi yang maksimal

dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien. Efek samping

1

2

glibenklamid yang paling patut untuk diwaspadai adalah hipoglikemia karena

dapat menyebabkan kehilangan kesadaran (koma). Tanda-tanda yang muncul

pada saat hipoglikemia antara lain adalah berkeringat, gemetar, muka pucat,

jantung berdebar, dan merasa lapar. Untuk mengatasi hipoglikemia ringan

dimana pasien masih sadar cukup diberikan gula atau minuman yang

mengandung gula, tetapi bila hipoglikemia sudah berat dimana pasien

kehilangan kesadaran maka larutan gula diberikan secara intravena.4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah

utama dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pemberian obat

glibenklamid untuk pasien diabetes melitus tipe 2?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pemberian obat glibenklamid untuk pasien diabetes

melitus tipe 2

2. Tujuan Khusus

Berikut ini adalah tujuan khusus penulisan makalah ilmiah ini:

1. Untuk mengetahui mekanisme glibenklamid sebagai obat anti diabetes

melitus tipe 2.

2. Untuk mengetahui sifat fisiko-kimia dari glibenklamid.

3. Untuk mengetahui farmakodinamik dari glibenklamid.

4. Untuk mengetahui farmako kinetik dari glibenklamid.

5. Untuk mengetahui toksisitas dari glibenklamid.

3

D. Manfaat

Hasil penulisan makalah ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat

untuk:

1. Bagi peneliti dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan di

bidang obat anti diabetes mellitus golongan sulfonylurea khususnya

glibenklamid.

2. Institusi pendidikan, sebagai tambahan data dasar dan informasi untuk

pendidikan yang berkaitan dengan obat anti diabetes melitus tipe 2

khususnya glibenklamid.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolisme yang

ditandai oleh kondisi hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.DM disebabkan oleh gangguan

sekresi insulin, sensitivitas reseptor insulin, atau keduanya.Kondisi

hiperglikemia pada pasien DM dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang,

disfungsi, dan kegagalan beberapa organ penting, terutama mata, ginjal, saraf,

jantung, dan pembuluh darah. Di Indonesia saat ini masalah DM belum

menempati skala prioritas utama  pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas

dampak negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas sumber daya manusia,

terutama akibat komplikasi menahun yang ditimbulkannya.5

Kejadian diabetes melitus tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada

laki-laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita

memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil

Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi diabetes

melitus di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka kejadian

diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 jutajiwa, dimana proporsi

kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang

menderita diabetes melitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita

diabetes melitus tipe 1.6

Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi

insulin, namun karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu

merespon insulin secara normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi

insulin”.6Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya

aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dapat juga

4

5

terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi

pengrusakan sel-sel beta langerhanssecaraautoimunseperti diabetes melitus

tipe1.Defisiensifungsi insulin padapenderita diabetes melitus tipe 2

hanyabersifat relative dantidakabsolut.7

Terapi diabetes melitus hendaklah bertujuan untuk mencegah akibat-

akibat defisiensi insulin yang akan segera timbul, yang meliputi hiperglikemia

simptomatik (yaitu: polyuria, polydipsia dan penurunan berat badan),

ketoasidosis diabetika (KAD) dan sindroma hyperosmolar non-ketotic

(SHNK) dan mencegahkan atau meminimalkan komplikasi-komplikasi

penyakit yang berlangsung lama yang timbul akibat diabetes melitus. Faktor

yang terkaitdenganrisiko diabetes adalahpenderitapolycystic

ovarysindrome(PCOS), penderitasindrom metabolic memiliki

riwayattoleransiglukosaterganggu (TGT) atauglukosadarahpuasaterganggu

(GDPT) sebelumnya, memilikiriwayatpenyakitkardiovaskulerseperti stroke,

PJK, atauperipheral arterial Diseases (PAD), konsumsialkohol, faktor stres,

kebiasaanmerokok, jeniskelamin,konsumsi kopi dankafein.8

B. Glibenklamid

1. Definisi

Glibenklamid merupakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) golongan

sulfonylurea generasi kedua yang hanya digunakan untuk mengobati

individu dengan diabetes melitus tipe II untuk menurunkan konsentrasi

gula darah.

2. Farmasi – Farmakologi

a. SifatFisiko Kimia dan Rumus Kimia Obat

Glibenclamide memiliki nama lain gliburide, Diabeta, Glynase,

Micronase, Glibenclamidum.

6

Gambar 1: Rumuskimiaglibenklamide

Glibenklamidadalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-

metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3-sikloheksilurea

danmerupakanserbukhablur, putihatau hamper putih; tidakberbau atau

hampir tidakberbau. Glibenklamidtidaklarutdalam air dandalameter;

larutdalam 330 bagian alcohol, dalam 36 bagiankloroform, dandalam

250 bagian methanol. Glibenklamidmemilikititiklebur 1720-1740C.

b. Farmasi Umum

1. Kelas terapi atau golongan: anti diabetes golongan Sulfonilurea

generasi kedua.

2. Nama generik: Glibenclamide

3. Nama dagang:

- Abenon - Clamega - Condiabet - Daonil

7

- Diacella - Euglucon - Fimediab - Glidanil

- Glimel - Glimel - Gliseta - Gluconic

- Glyamid - Glynase Pres Tab - Harmida - Hisacha

- Latibet - Libronil - Merzanil - Prodiabet

- Prodiamel - Renabetic - Samclamide - Semi Euglucon

- Semi Gliceta - Tiabet - Glibenclamide (Generik)

4. Sediaan: setiap kaptab mengandung glibenklamide 5mg

5. Dosis dan rute pemberian glibenklamid:

- Dosisawal: 2,5 – 5 mg sehari, bersama sarapan. Lakukan

penyesuaian dosis tiap 7 hari dari dosis 2,5–5 mg sehari sampai

15 mg perhari

- Dosis untuk orang tua (Geriatri): 2,5 mg/ hari

- Dosis tertinggi atau dosis maksimal: 3 kabtab sehari dalam

dosis terbagi.

- Interaksi obat

Efek hipoglikemia ditingkatkan oleh alkohol,

siklofosfamid, antikoagulan kumarina, inhibitor MAO,

fenilbutazon, penghambat beta adrenergik, sulfonamida.

Efek hipoglikemia diturunkan oleh adrenalin,

kortikosteroid, tiazid.

c. Farmakologi Umum

1. Indikasi

Diabetes melitus pada orang dewasa, tanpa komplikasi yang

tidak responsive dengan diet saja. Digunakan sendiri atau dalam

kombinasi dengan satu atau lebih agen anti diabetik oral atau

insulin sebagai tambahan untuk terapi diet dan olah raga untuk

8

pengelolaan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin) diabetes

melitus (NIDDM).

Tidak efektif sebagai terapi tunggal pada pasien dengan

diabetes melitus tipe 1 atau diabetes asidosis, ketosis, ataukoma;

Terapi insulin jika dibutuhkan.

2. Kontraindikasi:

a. Diabetes Tipe 1

b. Komplikasi diabetes karena kehamilan

c. HipersensitifterhadapSulfonilurea

d. Gangguan hati atau ginjal, namun glibenklamid dalam  batas-

batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa pasien

dengan kelainan fungsi hati dan ginjal ringan

e. Diabetes melitus juvenile, prekomadankoma diabetes

3. Farmako dinamik

Menstimulasi pancreas untuk memproduksi insulin dan

meningkatkan sensitivitas sel beta terhadap glukosa. Sulfonilurea dapat

menormalkan produksi glukosa di hati dan secara parsial membalikkan

resistensi insulin pada pasien diabetes melitus tipe 2. Glibenklamide hanya

bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih

mampu memproduksi insulin dengan baik. Pada penggunaan per oral

glibenklamid diabsorpsi sebagian secara cepat dan tersebar keseluruh

cairan ekstrasel, sebagian besarterikat dengan protein plasma. Pemberian

glibenklamid dosis tunggal akan menurunkan kadar gula darah dalam 3

jam dan kadar ini dapat bertahan selama 15 jam. Glibenklamid

dieksresikan bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin.9

4. Farmako kinetik

a. Absorbsi

9

Pemberian glibenklamid secara oral akan diabsorbsi melalui saluran

cerna dengan cukup efektif dan memiliki waktu paruh sekitar 4 jam. Dosis

awal untuk diabetes melitus tipe 2 adalah 2,5 mg–5 mg, dilanjutkan dosis

pemeliharan 5 mg-10 mg.

b. Distribusi

Setelah absorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel.Dalam

plasma sebagian besar terikat pada protein plasma terutama albumin

(70%-90%). Untuk mencapai kadar optimal glibenklamid akan lebih

efektif jika diminum 30 menit sebelum makan. Mesekipun waktu paruh

glibenklamid tergolong pendek namun efek hipoglikemiknya berlangsung

selama 12-24 jam, sehingga cukup diberikan satu kali sehari.

Mula kerja (onset) glibenklamid: kadar insulin serum mulai meningkat

15-60 menit setelah pemberian dosis tunggal. Kadar puncak dalam darah

tercapai setelah 2-4 jam. Setelah itu kadar mulai menurun, 24 jam setelah

pemberian kadar dalam plasma hanya tinggal sekitar 5%. Masa kerja

sekitar 15 sampai 24 jam.

c. Metabolisme

Metabolisme glibenklamid sebagian besar berlangsung dengan jalan

hidroksilasi gugus sikloheksil pada glibenklamid, menghasilkan satu

metabolit dengan aktivitas sedang dan beberapa metabolit

inaktif.Metabolit utama (M1) merupakan hasil hidroksilasi pada posisi 4-

trans, Metabolit kedua (M2) merupakan hasil hidroksilasi 3-cis,

sedangkan metabolit lainnya belum teridentifikasi.Semua metabolit tidak

ada yang diakumulasi.

d. Ekskresi

10

Hanya 25-50 % metabolit diekskresi melalui ginjal, sebagian besar

diekskresi melalui empedu dan dikeluarkan bersama tinja.Waktu paruh

eliminasi sekitar 15-16 jam, dapat bertambah panjang apabila terdapat

kerusakan hati atau ginjal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih

keluar dari serum setelah 36 jam. Glibenklamid tidak diakumulasi di

dalam tubuh, walaupun dalam pemberian berulang.

5. Efek Samping

Efek samping glibenklamide umumnya ringan dan frekuensinya

rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf

pusat.

a. Gangguan saluran cerna berupa:

mual, diare, sakit perut, dan hipersekresi asam lambung.

b. Gangguan susunan syaraf pusat berupa:

sakit kepala, vertigo, bingung, ataksia dan lain sebagainya.

Gejala hematologik termasuk leukopenia, trombositopenia,

agranulositosis dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang

sekali.Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau diet terlalu

ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia.

Hipogikemia sering diakibatkan oleh obat-obat antidiabetik oral dengan

masa kerja panjang.Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat

badan.

6. Toksisitas

Reaksi tubuh seseorang terhadap sebuah obat berbeda-beda. Terdapat

beberapa efek samping umum seperti :

a. Gejala hipoglikemia

b. Merasa mual

c. Nyeri ulu hati

11

d. Efek samping gangguan lambung-usus seperti anorexia terutama pada

dosis di atas 1,5g/hari

e. Efek samping gastrointestinal pada awalnya sering terjadi, namun

biasanya kemudian berkurang.10

7. Interaksi Dengan Obat Lain:

a. Alkohol: dapat menambah efek hipoglikemik

b. Antagonis kalsium: misalnya nifedipin kadang-kadang mengganggu

toleransi glukosa.

c. Antagonis Hormon: aminoglutetimid dapat mempercepat metabolisme

OHO; oktreotid dapat menurunkan kebutuhan insulin dan OHO

d. Antihipertensi diazoksid: melawan efek hipoglikemik.

e. Antibakteri rifampisin: menurunkan efek sulfonilurea (mempercepat

metabolisme)

f. Antidepresan (inhibitor MAO): meningkatkan efek hipoglikemik.

g. Hormon steroid: estrogen dan progesterone (kontrasepsi oral)

antagonis efek hipoglikemia

h. Klofibrat: dapat memperbaiki toleransi glukosa dan mempunyai efek

aditif terhadap OHO.

i. Penyekat adrenoreseptor beta : meningkatkan efek hipoglikemik dan

menutupi gejala peringatan, misalnya tremor

j. Penghambat ACE: dapat menambah efek hipoglikemik.

12

BAB III

PENELITIAN LAIN

1. Kerja Glibenklamid Pada Fungsi Jantung dan Insiden Aritmia Pada

Jantung yang Sehat dan Diabetes

Saluran Myocardial kalium ATP-dependent sarcolemmal (KATP), yang

biasanya tertutup oleh tingginya konsentrasi ATP, terbuka selama iskemia ketika

ATP menurun mengakibatkan efflux K +. Hal ini akan mengurangi durasi potensial

aksi(APD) akhirnya mengurangi waktu masuknya Ca2 + dan Ca2 + overload. Hal ini

menunjukkan bahwa kejadian itu mungkin terlibat dalamperlindungan terhadap

aritmia dan dalam mekanisme preconditioning iskemik.11

Sulfonilurea, digunakan sebagai agen hipoglikemik untuk pengobatan

diabetes tipe 2 juga memblokir saluran miokard KATP memperpanjang APD selama

iskemia, yang dengan membiarkan Ca2 + entri untuk jangka waktu yang lama,

berpotensi membahayakanjantung. Temuan kontroversial telah dilaporkan mengenai

efek perlindungan dari sulfonilurea.Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Negroni,

Del Valle, dan Lascano menemukan fungsi klinis pada jantung model hewan besar

yang relevan.Pengaruh glibenklamid, sebuahsulfonilurea, telah dipelajari dalam

hewan domba yang mengakibatkan iskemia selama 12 menit.Glibenclamide(0,4 mg /

kg) benar-benar memblokir saluran KATP, menghasilkan efek yang merugikanpada

reperfusi-induced aritmia dan pemulihan miokard dari berhentinya jantung pada

hewan normal. Efek Adverse tersebut lebih terlihat pada domba diabetes yang

diinduksi aloksan, dimana dosis yang lebih rendah (0,1 mg / kg) menghambat

pembukaan saluran KATP yangmemperburuk pemulihan mekanik dan kejadian

aritmia. Namun, glibenklamid tidak menghapus preconditioning iskemikterhadap

aritmia yang henti jantung pada hewan normal.Karena domba dengan diabetes tidak

12

13

mempunyai cardioprotectivefenomena, mungkin karena disfungsi saluran KATP,

tidak mungkin untuk menilai efek glibenklamid pada preconditioningdalam kondisi

patologis. Sebagai kesimpulan, pada hewan besar, glibenklamid mengganggu

terbukanya saluran KATP selama iskemia-reperfusi akut baik pada hewan normal dan

diabetes.Oleh karena itu, meskipun beberapa penelitian mengklaim ada penambahan

risiko kardiovaskular karena glibenklamid, Negroni dan peneliti lainnya

menyimpulkan farmakologisagen ini harus diselidiki lebih lanjut untuk memastikan

administrasi aman pada pasien dengan penyakit jantung.11

2. Glibenclamide Menurunkan Inflamasi, Vasogenic Edema, dan Aktifasi

Caspase-3 Setelah Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subarachnoid (SAH) menyebabkan cedera otak sekunder karena

vasospasme dan peradangan. Penelitian ini mempelajari model tikus dari SAH

ringan-sampai sedang ditujukan untuk meminimalkan iskemia / hipoksia untuk

mengetahui peran reseptor sulfonilurea 1 (SUR1) dalam respon inflamasi disebabkan

oleh SAH. mRNA untuk Abcc8, yang mengkode SUR1, dan SUR1 protein terdapat

banyak di korteks yang berdekatan dengan SAH, dimana tumor necrosis factor-α

(TNFa) dan faktor nuklir (NF) kB memberi sinyal yang menonjol. Dalam percobaan

in vitro ditemukan bahwa transkripsi Abcc8 dirangsang oleh TNFa. Untuk

mengetahui konsekuensi fungsional SUR1 setelah SAH, mereka mempelajari

pengaruh inhibitorSUR1 selektif, yaitu glibenklamid. Peneliti memeriksa

permeabilitas barier (imunoglobulin G, IgG ekstravasasi), dan ternyata berkorelasi

dengan lokalisasi protein persimpangan ketat, zona occludens 1 (ZO-1). SAH

menyebabkan peningkatan besar dalam permeabilitas barier dan mengganggu

lokalisasi junctional normal ZO-1. Glibenklamid secara signifikan mengurangi kedua

efek tersebut. Selain itu, SAH menyebabkan kenaikan besar dalam tanda peradangan,

termasuk TNFa dan NFκB, dan tanda cedera sel atau kematian sel, termasuk

14

endositosis IgG dan aktivasi caspase-3, dengan glibenklamid secara signifikan

mengurangi efek ini. Peneliti (Simard,et al) menyimpulkan bahwa blok SUR1 oleh

glibenklamid dapat memperbaiki beberapa efek patologis yang berhubungan dengan

peradangan yang mengarah pada disfungsi kortikal setelah SAH.12

3. Observasi Pembelajaran Prospektif Untuk Menentukan Ukuran

Keberhasilan Glibenclamide Pada Wanita dengan Gestational Diabetes

Melitus

Sebuah penelitian dilakukan untuk menentukan parameter yang terkait dengan

keberhasilan terapi pada penderita diabetes gestasional yang diobati dengan

glibenclamide.13

Penelitian ini meneliti 69 penderita diabetes gestasional yang gagal terapi diet

diobati dengan glibenclamide.Tidak memadainya kontrol glikemik pada

glibenclamide dosis maksimum (10 mg b.i.d) dianggap kegagalan pengobatan.

Tingkat kegagalan glibenclamide dihitung dan faktor-faktor yang mungkin

mempengaruhi keberhasilan dengan glibenclamide dianalisis antara kelompok

keberhasilan dan kegagalan menggunakan chi square.13

Hasilnya tingkat kegagalan glibenclamide adalah 18,8%. Usia kehamilan pada

inisiasi glibenclamide (p <0,01), gula darah puasa perlakuan awal (p <0,001), dan

nilai 1-jam postprandial (p <0,001) adalah satu-satunya faktor signifikan secara

statistik antara keduakelompok. Keberhasilan glibenclamide diansumsikan jika gagal

diet terjadi setelah 30 minggu, atau guladarah puasa adalah <110 mg / dl dan 1-jam

postprandials adalah <140mg/dl (sensitivitas98%, spesifisitas 65%).

Chmait memberi kesimpulan penderita diabetes Gestational yang gagal terapi diet

setelah 30 minggu kehamilan atau gula darah puasa <110 mg/dl dan 1-jam

postprandial<140 mg/dl melakukannya dengan baik pada terapi glibenklamid.13

15

4. Pengobatan Jangka Panjang Pada Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan

Glimepiride (Amaryl): Perbandingan dengan Glibenklamide  

Sebuah prospektif internasional, percobaan double-blind yang

membandingkan nilai terapeutik jangka panjang glimepirid dengan glibenklamid

pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Pasien yang stabil dengan glibenklamid

secara acak diberikan glimepirid 1mg (524 pasien) atau glibenklamid 2,5 mg (520

pasien).14

Kelompok perlakuan dibandingkan sehubungan dengan usia (60,2 tahun),

indeks massa tubuh (26.5 kg/m2), durasi diabetes (5,0 tahun) dan kadar glukosa darah

puasa (163 mg / dl [9.0 mmol / l]). Dosis yang diberikan meningkat bertahap, sampai

dengan 8 mg untuk glimepirid (sekali sehari) dan 20 mg untuk glibenklamid (> 10 mg

sebagai dosis terbagi), sampai kontrol metabolik (glukosa darah puasa ≤ 150 mg / dl

[8.3 mmol / l]), atau dosis maksimum tercapai. Setelah satu tahun pengobatan, pasien

memasuki penelitian lebih lanjut.14

Hasil laboratorium untuk evaluasi kontrol metabolik, ditemukan rata-rata

hemoglobin terglikasi dan rata-rata glukosa darah puasa, adalah 8,4% dan 174 mg / dl

(9,7 mmol / l) untuk glimepirid dan 8,3% dan 168 mg / dl (9,3 mmol / l) untuk

glibenklamid. Perbedaan antara kelompok perlakuan tidak dianggap relevan secara

klinis menurut peneliti. Secara statistik rendahnya insulin puasa dan rendahnya nilai

C-peptida ditemukan pada pasien glimepirid dibandingkan dengan glibenklamid

(perbedaan: / [p = 0,04] insulin, -0,92 μU ml; C-peptida, -0,14 ng / [p = 0,03] ml).14

Kedua kelompok perlakuan menunjukkan profil keamanan setara.Adverse

effect konsisten dengan sifat populasi pasien diabetes yang telah dipelajari.Lebih

sedikit terjadi reaksi hipoglikemia dengan glimepirid dibandingkan dengan

glibenklamid (105 banding 150 episode). Pada 457 pasien ditemukan glimepiride (1 -

8 mg) sekali sehari memberikan kontrol metabolik setara dengan dosis lebih tinggi

(2,5-20,0 mg) glibenklamid.14

16

17

BAB IV

PEMBAHASAN

Diabetes melitus tipe 2 adalah kelainan yang bersifat kronis ditandai dengan

adanya kelainan permanen dari sistem metabolisme tubuh berupa kadar gula darah

yang tinggi (hiperglikemia). Hal ini dapat terjadi karena insulin tubuh tidak dapat

bekerja dengan efektif atau tubuh (sel ß pankreas) tidak mampu menghasilkan

hormon insulin yang memadai atau kedua-duanya. Dengan demikian kelainan

patologi yang mendasari yang terjadi pada penderita diabetes adalah kegagalan

memproduksi insulin (defisiensi insulin) atau kegagalan memanfaatkan insulin

(resistensi insulin) ataupun keduanya akan menimbulkan peningkatan kadar gula

darah serta hasil metabolisme lainnya.5

Pasien diabetes melitus tentunya membutuhkan beberapa penanganan terapi

untuk menurunkan resiko komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Saat ini,

obat-obatan yang paling banyak digunakan adalah golongan sulfonylurea sebanyak

65%, seperti glibenklamid yang digunakan sebagai terapi lini pertama untuk pasien

diabetes melitus yang ditambah dengan perubahan gaya hidup. Bila terjadi kegagalan

terapi, kombinasi glibenklamid dengan obat antidiabetes lain akan dilakukan.2

Glibenklamid merupakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) golongan

sulfonilurea generasi kedua yang hanya digunakan untuk mengobati individu dengan

diabetes melitus tipe 2 untuk menurunkan konsentrasi gula darah.Pada bab ini

dibahas mengenai pengaruh pemberian glibenklamid terhadap penderita diabetes

mellitus, berdasarkan penelitian-penelitian selanjutnya.Penelitian pertama, dengan

judul “Kerja Glibenklamid Pada Fungsi Jantung dan Insiden Aritmia Pada Jantung

yang Sehat dan Diabetes”, menyatakan hasil penelitian bahwa sulfonilurea digunakan

sebagai agen hipoglikemik untuk pengobatan diabetes tipe 2 juga memblokir saluran

miokard KATP memperpanjang APD selama iskemia, yang dengan membiarkan 16

18

Ca2+entri untuk jangka waktu yang lama, berpotensi membahayakanjantung. Dengan

demikian penggunaan sulfonilurea khususnya glibenklamid tidak dianjurkan pada

pasien dengan riwayat penyakit jantung seperti aritmia maupun gagal jantung.

Meskipun beberapa penelitian mengklaim ada penambahan risiko kardiovaskular

karena glibenklamid, peneliti menyimpulkan farmakologisagen ini harus diselidiki

lebih lanjut untuk memastikan administrasi aman pada pasien dengan penyakit

jantung.11

Penelitian kedua, dengan judul “Glibenclamide Menurunkan Inflamasi,

Vasogenic Edema, dan Aktifasi Caspase-3 Setelah Perdarahan Subarachnoid”

menyimpulkan bahwa blok SUR1 oleh glibenklamid dapat memperbaiki beberapa

efek patologis yang berhubungan dengan peradangan yang mengarah pada disfungsi

kortikal setelah SAH (perdarahan subarachnoid).12

Penelitian ketiga, dengan judul “Observasi Pembelajaran Prospektif Untuk

Menentukan Ukuran Keberhasilan Glibenclamide Pada Wanita dengan Gestational

Diabetes Melitus” dalam penelitian ini, keberhasilan glibenclamide diansumsikan jika

gagal diet terjadi setelah 30 minggu, atau guladarah puasa adalah <110 mg / dl dan 1-

jam postprandials adalah <140mg/dl (sensitivitas98%, spesifisitas 65%).

peneliti memberi kesimpulan penderita diabetes Gestational yang gagal terapi diet

setelah 30 minggu kehamilan atau gula darah puasa <110 mg / dl dan 1-jam

postprandials <140 mg / dl melakukannya dengan baik pada terapi glibenklamid.13

Penelitian keempat, dengan judul “Pengobatan Jangka Panjang Pada Diabetes

Mellitus Tipe 2 dengan Glimepiride (Amaryl®): Perbandingan dengan

Glibenclamide”Lebih sedikit terjadi reaksi hipoglikemia dengan glimepirid

dibandingkan dengan glibenklamid (105 banding 150 episode). Pada 457 pasien

ditemukan glimepiride (1 - 8 mg) sekali sehari memberikan kontrol metabolik setara

dengan dosis lebih tinggi (2,5-20,0 mg) glibenklamid. Dengan demikian

glibenklamidmempunyai reaksi hipoglikemik yang kuat jika dibandingkan dengan

19

glimepiride, sehingga pengobatan dengan obat ini dianjurkan dimulai dengan dosis

rendah.14

20

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemi dan

dapat berakibat fatal pada penderitanya.Penatalaksanaan diabetes melitus dapat

berupa farmakologi dan non farmakologi.Glibenklamide adalah salah satu golongan

sulfonylurea yang digunakan untuk terapi diabetes melitus.Obat ini mempunyai

reaksi hipoglikemik yang kuat jika dibandingkan dengan glimepiride.Pada pasien

diabetes gestational yang gagal terapi dengan diet, dapat diterapi dengan

glibenklamide.Selain untuk terapi diabetes, glibenklamide dapat digunakan untuk

menurunkan inflamasi, vasogenic edema, dan aktifasi caspase-3 setelah perdarahan

subaraknoid. Penelitian lebih lanjut mengenai glibenklamide dibutuhkan untuk

mengetahui keamanan obat ini terhadap pasien dengan kelainan jantung.

20

21

BAB VI

CONCLUSION

CONCLUSION

Diabetes mellitus is a disease characterized by hyperglycemia and may be

fatal to the sufferer. Management of diabetes mellitus may include pharmacological

and non-pharmacological. Glibenklamide is one of the sulfonylurea class that is used

for the treatment of diabetes mellitus. This drug has a strong hypoglycemic reactions

when compared to glimepiride. Gestational diabetes in patients who failed therapy

with diet, can be treated with glibenclamide. In addition to diabetes therapy,

glibenclamide can be used to decrease inflammation, vasogenic edema, and activation

of caspase-3 after subarachnoid hemorrhage. Further studies on the glibenclamide is

needed to determine the safety of this drug to patients with heart defects.

21

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Bennett, P. Epidemiology of Type 2 Diabetes Millitus. In LeRoith et al.

Diabetes Millitusa Fundamental and Clinical Text. Philadelphia:

Lippincott William & Wilkins.2008;43(1): 544-7.

2. Kennedy, M. S. N., 2012. Pancreatic Hormones & Antidiabetic Drugs. In:

Bertram G. Katzung, Susan B. Masters, & Anthony J. Trevor. Basic &

Clinical Pharmacology, 12th Edition. New York: The McGraw-Hill

Companies. Section VII, Chapter 41.

3. McEvoy, K 2002, AHFS Drug Information, American Society of Health-

System Pharmacists, Wisconsin.pp. 76-77.

4. Katzung, BG 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th, McGrawHill,

New York. p. 377-406.

5. Utomo, A.Y., 2011. Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes

Melitus Dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe

2.Artikel karya tulis ilmiah. Semarang: Universitas Diponegoro.p. 123-

130.

6. Harding, Anne Helen et al. Dietary Fat adn Risk of Clinic Type Diabetes.

American Journal of Epidemiology. 2003; 15 (1); 150-9.

7. Slamet S. 2008. Diet Pada DiabetesdalamNoerdkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam ed. III. Jakarta: Balai Penerbit FK-ill.

8. Sujaya, I Nyoman. PolaKonsumsiMakananTradisional Bali sebagai

Faktor Risiko Diabetes MelitusTipe 2 di Tabanan.JurnalSkalaHusada.

2009; 6 (1); 75-81.

9. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, wells BG, Posey LM. 2008.

Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 7thed. New York:

McGraw Hill.

23

10. Rubenstein David,dkk. 2007. Kedokteran Klinis Edisi Keenam. Erlangga

Medical Series.

11. J. Legtenberg Roger, Ralph J. F., Berend Oesberg, Paul Smits. 2001.

Effects of Sulfonylurea Derivates on Ischemia Induced loss of Function in

the Isolated Rat Heart. European Journal of Pharmacology. Vol. 419 (1):

85-92

12. Simard J. Marc, Zhihua Geng, S Kyoon Woo, et al. 2009. Glibenclamide

Reduces Inflammation, Vasogenic Edema, and Caspase-3 Activation After

Subarachnoid Hemorrhage. Journal of Cerebral Blood Flow &

Metabolism. Vol. 29: 317-330.

13. Rochon, Meredith MD., Larry Rand MD., Lisa Roth MD., Sreedhar

Gaddipati MD. 2006. Glyburide for the Management of Gestational

Diabetes: Risk Factors Predictive of Failure and Associated Pregnancy

Outcomes. American Journal of Obstetrics and Gynecology. Vol. 195 (4):

1090-1094.

14. KE. Dreager, Wernicke-Panten K., Lomp HJ., Schuler E, Rosskamp R.

1996. Long-Term Treatment of Type 2 Diabetic Patients With the New

Oral Antidiabetic Agent Glimepiride (Amaryl): A Double-Blind

Comparison With Glibenclamide. Glimepiride Multicentre Study Group,

Hoechst AG, Frankurt, Germany. Vol: 28 (9): 419-425.

15. Lofholm, P.W., and Katzung, B., 2012. Rational Prescribing and

Prescription Writing. In: Bertam G. Katzung, Susan B. Masters, and

Anthony J. Trevor, 2012. Basic and Clinical Pharmacology, 12th  Edition.

New York: The McGraw-Hill Companies. Chapter 65.

16. Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet:

Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: EGC. Halaman 13-42.