Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

31
MAKALAH FARMAKOKINETIK “ BIOAVAILABILITAS & BIOEKUIVALENSI” OLEH o ELVIRA HARINGI (F1F1 10 050) o NOVA RISTI AMALIA (F1F1 10 080) o IRA INDRYASARI RUSLAN (F1F1 10 062) o PUTRI REZKYA (F1F1 10 072) o MISTRIYANI (F1F1 10 024) JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM

Transcript of Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

Page 1: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

MAKALAH FARMAKOKINETIK

“ BIOAVAILABILITAS & BIOEKUIVALENSI”

OLEH

o ELVIRA HARINGI (F1F1 10 050)

o NOVA RISTI AMALIA (F1F1 10 080)

o IRA INDRYASARI RUSLAN (F1F1 10 062)

o PUTRI REZKYA (F1F1 10 072)

o MISTRIYANI (F1F1 10 024)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2012

Page 2: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami memperoleh kesehatan dan

kekuatan untuk dapat menyelesaikan “Kinetika Absorpsi Obat” ini.

Penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

penulis sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya kepada dosen atas kebijaksanaan

dalam membantu dan membimbing kami sehingga “Kinetika Absorpsi Obat” ini

dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari

segi penyampaian yang menjadikan “Kinetika Absorpsi Obat” ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari

semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.

Kendari, April 2012

Penyusun

Page 3: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat setelah dilepas dari bentuk sediaannya (injeksi, tablet, suspensi dll),

akan mengalami proses absorpsi, distribusi ke dalam jaringan dan organ tubuh,

kemudian dimetabolisme serta terakhir dieliminasi ke luar tubuh. Keempat

proses diatas biasanya berbeda untuk setiap individu, namun demikian dapat

dikarakteristik dengan bantuan Model Matematika dan Statistika.

Konsep bioavailabilitas pertama kali diperkenalkan oleh Osser pada

tahun 1945, yaitu pada waktu Osser mempelajari absorpsi relatif sediaan

vitamin. Istilah yang dipakai pertamakali adalah availabilitas fisiologik, yang

kemudian diperluas pengertiannya dengan istilah bioavailabilitas. Dimulai di

negara Amerika Serikat, barulah pada tahun 1960 istilah bioavailabilitas masuk

ke dalam arena promosi obat. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya

produk obat yang sama yang diproduksi oleh berbagai industri obat, adanya

keluhan dari pasien dan dokter di man obat yang sama memberikan efek

terapeutik yang berbeda, kemudian dengan adanya ketentuan tidak

diperbolehkannya Apotek mengganti obat yang tertulis dalam resep dengan obat

merek lainnya.

Beberapa obat dibuat dan dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi.

Dari studi biofarmasetik member fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan

formulasi dengan nyata mempengaruhi bioavaibilitas obat tersebut. Karena

kebanyakan produk-produk obat mengandung jumlah bahan obat aktif yang

sama, maka dokter, farmasis dan orang lain yang menulis resep, menyalurkan

atau membeli obat harus memilih produk yang memberikan efek terapeutik yang

ekuivalen. Untuk memudahkan mengambil keputusan tersebut, suatu pedoman

telah dikembangkan oleh US Food and Drug Administration (FDA).

Page 4: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

Boiavaibilitas menunjukkan ssuatu pengukuran laju dan jumlah obat yang

aktif terapetik yan mencapai sirkulasi umum. Adapun persyaratan bioekivalensi,

suatu persyaratan yang ddibuat oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk

uji in vitro dan atau in vivo produk-produk obat tertentu yang persyaratan

tersebut harus dipenuhi sebagai kondisi untuk pemasaran. Bioekivalensi produk

obat merupakan ekivalensi farmasetik atau alternative adalah suatu sediaan yang

laju dan jumlah absorpsinya tidak berbeda secara bermakna apabila diberikan

pada dosis dan kondisi percobaan yang sama. Beberapa obat yang mempunyai

jumlah absorpsi sama tetapi berbeda dalam laju absorpsi dapat dianggap ekivalen

farmasetik apabila perbedaan laju absorpsi tidak menyebabkan perbedaan efek

klinik yang bermakna. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas lebih

lanjut tentang bioavaibilitas dan bioekivalensi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi bioavailabilitas dan bioekuivalensi?

2. Apas saja tipe bioavailabilitas dan bioekuivalensi?

3. Apa saja faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas dan bioekuivalensi?

4. Bagaimana dengan metode dan kriteria uji bioavailabilitas dan

bioekuivalensi?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi bioavailabilitas dan bioekuivalensi

2. Untuk mengetahui tipe bioavailabilitas dan bioekuivalensi

3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas dan

bioekuivalensi

4. Untuk mengetahui metode dan kriteria uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi

Page 5: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

BAB II

PEMBAHASAN

III. 1. Definisi bioavailabilitas dan bioekuivalensi

Bioavailabilitas merupakan kecepatan dan jumlah obat yang mencapai

sistem sirkulasi sistemik dan secara keseluruhan menunjukkan kinetik dan

perbandingan zat aktif yang mencapai peredaran darah terhadap jumlah obat

yang dberikan. Ketersediaan hayati merupakan bagian dari salah satu tujuan

rancangan bentuk sediaan dan yang terpenting untuk keefektifan obat tersebut.

Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan ukuran kecepatan absorpsi obat

dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi secara utuh oleh tubuh, dan masuk

ke dalam sirkulasi sistemik. Uji bioavailabilitas dapat digunakan untuk

menentukan bahwa produk obatnya dengan formulasi dan proses produksi

yang spesifik akan memberikan efek klinik yang sebanding dengan produk

obat sejenis yang diproduksi industri obat lain (produk originator atau produk

inovator), yang pada uji kliniknya memberikan hasil yang baik.

Sedangkan, bioekuivalensi merupakan istilah yang lebih relatif yang

membandingkan satu produk obat dengan yang lain atau dengan satu produk

standar yang sudah dikembangkan. Bioekivalensi mengindikasikan bahwa

suatu obat dalam dua atau lebih bentuk dosis yang sama mencapai sirkulasi

umum pada tingkat relatif yang sama dan keberadaan relatif yang sama.Studi

bioekivalensi produk obat pada umumnya dengan maksud membandingkan

bioavailabilitas antara suatu formulasi baru obat standar dibandingkan

terhadap formulasi asli/lama, atau suatu bentuk pemakaian baru obat

dibandingkan terhadap formulasi yang diperdagangkan. Tujuan uji

bioekivalensi baik di pedoman WHO maupun di Indonesia adalah sama yaitu

untuk menjamin bahwa obat copy yang beredar mempunyai standar yang

sama dengan produk inovatornya.

Page 6: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

Bila dilakukan dengan baik, bioavailabilitas ini dapat digunakan

untuk menilai potensi suatu obat yaitu dengan mengetahui jumlah relatif obat

yang diabsorpsi dan kecepatan obat berada dalam sirkulasi sistemik, dan dapat

diperkirakan tercapai atau tidaknya efek terapi yang dikehendaki menurut

formulasinya. Berdasarkan penjelasan diatas, tujuan lain dari bioavailability

yaitu :

Pengembangan senyawa baru

Eksplorasi/ pengembangan ilmu

Pengembangan produk / formulasi Jaminan mutu produk (quality

control)

Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan ukuran kecepatan

absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi secara utuh oleh tubuh,

dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Uji bioavailabilitas dapat digunakan

untuk menentukan bahwa produk obatnya dengan formulasi dan proses

produksi yang spesifik akan memberikan efek klinik yang sebanding dengan

produk obat sejenis yang diproduksi industri obat lain (produk originator atau

produk inovator), yang pada uji kliniknya memberikan hasil yang baik.

Studi bioekivalensi produk obat pada umumnya dengan maksud

membandingkan bioavailabilitas antara suatu formulasi baru obat standar

dibandingkan terhadap formulasi asli/lama, atau suatu bentuk pemakaian baru

obat dibandingkan terhadap formulasi yang diperdagangkan. Tujuan uji

bioekivalensi baik di pedoman WHO maupun di Indonesia adalah sama yaitu

untuk menjamin bahwa obat copy yang beredar mempunyai standar yang

sama dengan produk inovatornya.

Yang perlu diperhatikan dalam studi BA dan atau BE adalah perbedaan

luas di bawah kurva konsentrasi zat aktif/obat dalam plasma - waktu (AUC)

yang teramati, yang dinilai sebagai perbedaan efisiensi absorpsi obat karena

adanya perbedaan kualitas produk obat yang dipengaruhi formulasi.

JENIS PENELITIAN BIOAVAILABILITAS OBAT

Page 7: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

Penelitian bioavailabilitas obat dapat merupakan :

1) Penelitian bioavailabilitas absolut, yaitu membandingkan bioavailabilitas

suatu bentuk sediaan obat per oral dengan pemberian secara intravena.

2) Penelitian bioavailabilitas relatif, yaitu membandingkan secara relatif

bioavailabilitas suatu bentuk sediaan obat peroral dengan bentuk sediaan

obat sejenis lainnya.

Sebagai produk standar dapat digunakan

III.2. Tipe bioavailabilitas dan bioekuivalensi

Bioavailabilitas terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Bioavailabilitas absolut: bioavaibilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi

sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavaibiltas zat

aktif tersebut dengan pemberian intra vena. Bioavailabilitas absolut dapat diukur dengan

membandingkan AUC produk yang bersangkutan setelah pemberian oral dan IV.

Pengukuran dapat dilakukan sepanjang Vd dan K tidak tergantung pada rute

pemberian. Availabililitas absolut dengan menggunakan data plasma dapat ditentukan

sebagai berikut :

Availabilitas absolut=[ AUC ] PO /dosis P 0[ AUC ] IV /dosis IV

Page 8: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

b. Bioavailabilitas relatif: bioavaibilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi

sistemik dari suatu sediaan obat dibandingakan dengan bentuk sediaan lain

selain intra vena. Availabilitas relatif dari dua produk obat yang diberikan pada dosis

dan rute pemberian yang sama dapat diperoleh dengan persamaan berikut :

Availabilitas relatif =[ AUC ] A[ AUC ] B

Dimana produk obat B sebagai standar pembanding yang telah diketahui. Fraksi

tersebut dapat dikalikan 100 untuk memberi prosen availabilitas relatif. Jika dosis yang

diberikan berbeda, suatu koreksi untuk dosis dibuat seperti dalam persamaan berikut :

Availabilitas relatif=[ AUC ] A /dosis A[ AUC ] B/dosis B

Penilaian ketersediaan hayati / bioavaibilitas pada sukarelawan dapat

dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode dengan menggunakan data

darah, data urin dandata farmakologis atau klinis. Data darah atau data urin

lazim digunakan untuk menilai ketersediaan hayati sediaan obat yang metode

analisis zat berkhasiatnyatelah diketahui cara dan validitasnya. Jika cara dengan

validitas analisis belum diketahui, dapat digunakan data farmakologi dengan

syarat efek farmakologi yangtimbul dapat diukur secara kuantitatif.

Meskipun metode ekskresi urin mempunyai keuntungan diantaranya

menghindari gangguan dan bahaya dari pengambilan secara intravena, namun

metode ini juga mempunyai kerugian diantaranya tidak semua obat

diekskresikan melalui urin sehingga ekskresi urin hanya mewakili sebagian

kecil dari fraksi kecil ketersediaan hayati obat.

Ada beberapa metode langsung dan tidak langsung untuk penilaian

ketersediaan hayati pada manusia. Pemilihan metode bergantung pada tujuan

studi, metode analisis untuk penetapan kadar obat dan sifat produk obat.

Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan ketersediaan hayati suatu

obat meliputi :

Page 9: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

1. Data plasma

Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma maksimal (tmaks), satuannya

adalah satuan waktu misalnya, menit dan jam

Konsentrasi plasma maksimal dalam darah (Cmaks), satuannya adalah satuan

konsentrasi, misalnya µg/ml dan mg/ml

Luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu dari t = 0

sampai = - (AUC < 0--) menunjukkan suatu ukuran dari jumlah total obat

aktif yangmencapai sirkulasi sistemik

AUC tidak tergantung pada rute pemberian dan proses eliminasi obat

selama proses eliminasi obat tidak berubah. AUC dapat ditentukan dengan

suatu prosedur integrasi numerik, metode rumus trapesium atau secara langsung

dengan menggunakan planimeter. Satuan AUC adalah konsentrasi waktu

(misalnya, mg jam/ml).

2. Data urin

Agar didapat perkiraan yang sahih, obat harus diekskresi dalam

jumlahyang bermakna di dalam urin dan cuplikan urin harus dikumpulkan

secara lengkap.

Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du). Data ini secara

langsung berhubungan dengan jumlah total obat terabsorpsi

Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt)

Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin (t-)

3. Efek farmakologi akut

Merupakan pengukuran kuantitatif yang dilakukan dengan melihat

efek farmakologi akut yang ditimbulkan, misalnya efek pada diameter pupil,

kecepatan denyut jantung atau tekanan darah dapat digunakan sebagai indeks

dari ketersediaan hayati obat.

Penggunaan efek farmakologi obat untuk menentukan ketersediaan hayati

memerlukan adanya kaitan dosis-respon. Dengan demikian ketersediaan hayati

Page 10: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

dapat ditentukan dengan memeriksa kurva dosis-respon maupun total area dari

kurva efek farmakologi akut-waktu.

4. Respon klinik 

Perbedaan dari respon klinik mungkin disebabkan oleh perbedaan

farmakokinetika atau farmakodinamika obat antar individu produk-produk obat

yang bioekivalen harus mempunyai ketersediaan hayati yang sistemik yang

sama,sehingga respon obat yang sama dapat diperkirakan. Oleh sebab itu,

perubahan respon klinik antar individu yang tidak dikaitkan dengan

ketersediaan hayati mungkin disebabkan adanya perbedaan dalam

farmakodinamika obat diantaranya adalah umur, toleransi obat, interaksi obat

dan faktor-faktor patofisiologik yang tidak diketahui.

Berbagai penelitian membuktikan adanya resiko yang berkaitan

dengan pemahaman yang terlalu sederhana tenyang notasi kesetaraan obat.

Kesetaraan obat (BE) dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Kesetaraan farmakoklinik yaitu kesetaraan dua obat dengan 2

molekul berbeda tapi memiliki aktivitas intrinsik yang sama dan yang

secara In vivo bekerja pada substrat molekular yang sama.

2. Kesetaran kimia yaitu kesetaran 2 obat yang masing masing dengan

caradan dosis zat aktif yang sama.

3. Kesetaraan farmasetik yaitu kesetaraan antara dua bentuk yang

samadengan zat aktif dan dosis lazim yang sama.

4. Kesetaraan biologik atau bioekuivalen yaitu obat yang mempunyai

kesetaraan kimia atau kesetaraan farmasetik, yang bila diberikan

dengan posologi yang sama dengan mengacu pada kadar obat dalam

darah,menunjukkan kriteria ketersediaan hayati yang sama pada setiap

individu.

5. Kesetaraan klinik atau terapetik yaitu obat dengan kesetaraanfarmakologik,

kimia atau farmasetik, yang bila diberikan dengan posologi yang sama

Page 11: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

akan memberikan efektivitas terapetik yang sama dan terkendali serta

mempunyai toksisitas yang sama.

Kesetaraan jumlah obat dalam sediaan belum tentu menghasilkan

kadar obat yang sama dalam darah dan jaringan yaitu yang disebut ekuivalensi

biologik atau bioekuivalensi. Dua sediaan obat yang berekuivalensi kimia tetapi

tidak  berekuivalensi biologik dikatakan memperlihatkan bioinekuivalensi. Ini

terutama terjadi pada obat obat yang bioekuivalensinya lambat karena sukar

larut dalam cairan saluran cerna, misalnya digoksin dan difenilhidantoin, dan

pada obat obat yang mengalami metabolisme selama absorpsinya misalnya

eritromisin dan levodopa. Perbedaan bioavaibilitas sampai dengan 10 %

umumnya tidak menimbulkan perbedaan yang berarti terutama dalam efek

kliniknya , artinya memperlihatkan ekuivalensi terapi. Bioinekuivalensi lebih

dari 10 % dapat menimbulkan inekuivalensi terapi, terutama untuk obat obat

yang memiliki indeks terapinya sempit, misalnya pada obat jantung digoksin,

difenilhidantoin dan juga teofilin.

II.3. Faktor yang Mempengaruhi bioavailabilitas

Secara umum bioavaibiltas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain;

a) Obat: sifat fisiko-kimia zat aktif, formulasi, dan teknik pembuatan

b) Subjek: karakteristik subjek (umur, bobot badan), kondisi patologis, posisis

dan aktivitas tubuh (pada subjek yang sama)

c) Rute pemberian

d) Antar aksi obat/makanan, misalnya grisovulvin sukar larut dalam air.

Apabila diberikan bersama makanan berlemak jadi mudah larut. Di dalam

tubuh, digunakan surfaktan alami sehingga baik diabsorpsi. Pemberian

vitamin B12 dengan coca cola menghasilkan absorpsi yang lebih baik.

Secara farmasetik, bioavaibilitas obat aktif dalam suatu bentuk sediaan

padat bergantung pada beberapa faktor, yang meliputi :

Page 12: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

Disintegrasi produk obat dan pelepasan partikel obat aktif

Secara umum telah dikenal sejak beberapa tahun yang lalu bahwa

sebelumabsorpsi terjadi, suatu produk obat padat harus mengalami

disintegrasi kedalam partikel partikel kecil dan melepaskan obat.

Pelarutan obat

Pelarutan merupakan proses dimana zat kimia atau obat menjadi terlarut

dalam suatu pelarut. Laju pelarutan obat obat dengan kelarutan dalam

air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdistegrasi dalam

saluran cerna sering mengendalikan laju absorpsi obat.

Absorpsi atau permeasi obat melintasi membran sel

II.4. Metode dan Kriteria uji bioavailabilitas

Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam uji BA/BE:

1. Adanya pemahaman terhadap farmakokinetik obat (absorpsi, distribusi,

metabolisme, dan eliminasi).

2. Pemilihan metode analisis yang tepat: hal ini diperlukan untuk mengetahui

efek samping, efek toksik, dan penanganan terhadap efek-efek tersebut.

3. Stabilitas obat dalam sampel

4. Penyusunan percobaan protokol yang tepat: sebelum dilakukan uji,

sebaiknya mendapat persetujuan dari BPOM dan dilakukan kajian etik

terlebih dahulu. Protokol harus lulus kajian ilmiah.

Sebelum melakukan uji bioavaibilitas, dilakukan uji disolusi terbanding,

yaitu dengan memakai beberapa titik waktu pengambilan sampel.  Pada uji ini,

yang dibandingkan adalah profil disolusi dari sediaan uji dengan sediaan

pembanding (produk inovator) pada 3 pH, yaitu 1,2; 4,5; 6,8 pada waktu

pengambilan sampel, yaitu 10,20,30,40,50, dan 60 menit. Dari hasil uji

kemudian dihitung faktor similaritasnya (f2).

f2=50 log [100/√1+(Σ (Rt - Tt)2)/n]

Page 13: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

Apabila nilai f2 50 atau lebih besar (50-100), hal ini menunjukkan bahwa

terdapat kesamaan atau ekivalensi ke-2 kurva yang berarti mempunyai

kemiripan profil disolusi kedua produk.

Jika produk copy atau produk pembanding memiliki uji disolusi yang

cepat (≥85%) larut dalam waktu ≤15 menit dalam ke-3 media dengan metode

uji yang dianjurkan, maka uji disolusi terbanding tidak perlu dilakukan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rancangan percobaan

BA/BE:

1. Sediaan pembanding

2. Subjek percobaan dan kriteria

3. Jumlah subjek

4. Desain percobaan

5. Interval waktu pemberian

6. Modalitas pengambilan sampel: tunggal, berulang, jumlah dosis, dll.

7. Senyawa yang akan dianalisis dan metodenya.

8. Frekuensi dan waktu pengambilan sampel.

9. Jenis sampel yang akan dikumpulkan: darah/urin.

Kriteria obat pembanding antara lain Produk obat innovator, Primary

market di negara lain atau, Market leader di Indonesia, dan Produk pembanding

yang digunakan harus mendapatkan persetujuan dari BPOM (Badan Pengawas

Obat dan Makanan).

Uji bioavailabilitas terbagi atas dua yaitu In vivo dan uji disolusi in vitro.

1) In Vivo

Penggunaan in vivo menjadi sangat terbatas, karena:

Lamanya waktu yang diperlukan untuk merencanakan, melakukan, dan

menginterpretasi;

Tingginya keterampilan yang diperlukan bagi pengkajian pada manusia;

Ketepatan yang rendah serta besarnya penyimpangan pengukuran;

Page 14: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

Besarnya biaya yang diperlukan; pemakaian subjek manusia bagi

penelitian yang “nonesensial”;

Keharusan menganggap adanya hubungan yang sempurna antara manusia

yang sehat dan tidak sehat yang digunakan dalam uji.

Uji laju disolusi dan uji difraksi sinar X merupakan 2 contoh prosedur

laboratoris yang dapat merefleksikan perilaku obat in-vivo. Uji ini telah

dimasukkan dalam USP dan NF dan telah diterapkan pada sejumlah obat. Uji

laju disolusi mengukur laju disolusi sejumlah obat dalam medium tertentu dan

pada kondisi tertentu. Uji difraksi sinar X melengkapi beberapa indikasi dari

laju dan jumlah obat yang melarut, dengan demikian akan bermanfaat dalam

memperkirakan absorpsi obat. Sementara kedua uji ini bukan merupakan uji

bioavailabilitas yang sebenarnya, maka kedua uji ini hanya merupakan

indikator yang dapat digunakan untuk memperkirakan bioavailabilitas obat.

Suatu industri obat yang mempunyai data klinik atau informasi yang

menunjukkan bahwa produk obatnya secara klinik efektif, dan bila data ini

dikorelasikan dengan uji in vitro dengan tepat, dan bila formulasi serta prosedur

produksi tidak berubah, maka konsistensi dari batch ke batch dapat dijamin

dengan melakukan uji laju disolusi, uji difraksi sinar X atau uji in vitro lainnya

yang relevan.

2) Uji Disolusi In Vitro

Akibatnya uji disolusi secara in vitro dipakai dan dikembangkan secara

luas, dan secara tidak langsung dipakai sebagai pengukur availabilitas obat,

terutama pada penentuan pendahuluan dari faktor-faktor formulasi dan berbagai

metode pembuatan yang tampaknya akan mempengaruhi bioavailabilitas.

Sasaran uji disolusi in vitro adalah pelepasan obat dari tablet kalau dapat

mendekati 100 % dan laju pelepasan seragam pada setiap batch dan harus sama

dengan laju pelepasan dari batch yang telah dibuktikan berbioavailabilitas dan

efektif secara klinis.

Page 15: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

PENGUKURAN BIOAVAILABILITAS

Jumlah obat yang diabsorpsi biasanya ditentukan dengan mengukur luas

area di bawah kurva (AUC) dari kurva kadar obat dalam darah versus waktu,

atau dari jumlah obat kumulatif yang diekskresikan melalui urin. Jika suatu

obat diberikan per oral dan beberapa jam sesudahnya diambil satu seri dari

sampel darah dan dianalisis kadar obat dalarn darah, kemudian hasilnya di plot

pada kertas grafik, akan diperoleh kurva kadar darah-waktu seperti pada

gambar 1.

Gambar 1. Kurva kadar serum — waktu setelah pemberian dosis tunggal

suatu obat per oral.

Obat diberikan per oral pada waktu nol; pada saat ini kadar obat dalam

darah adalah nol. Setelah obat melalui lambung dan/atau usus, akan

berdisintegrasi dan segera melarut dan absorpsi pun berlangsung. Peningkatan

kadar obat dalam darah akan terlihat pada sampel darah berikutnya sampai

Page 16: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

tercapai kadar puncak. Titik ini disebut puncak kurva kadar serum — waktu.

Pada titik ini kecepatan absorpsi sebanding dengan kecepatan eliminasi. Di

sebelah kiri titik puncak kurva merupakan fase absorpsi, di mana kecepatan

absorpsi lebih besar daripada kecepatan-eliminasi. Di sebelah kanan titik

puncak kurva disebut fase eliminasi, di man kecepatan absorpsi lebih kecil

daripada kecepatan eliminasi. Hubungan antara bioavailabilitas dan efektivitas

klinik obat didasarkan pada asumsi bahwa intensitas dan durasi respon

farmakologik obat berkaitan erat dengan kadar dan durasi obat aktif dalam

darah atau sirkulasi sistemik. Profil kadar obat dalam darah memungkinkan

perhitungan kecepatan dan jumlah obat yang diabsorpsi dari suatu produk obat,

dengan demikian data ini sangat membantu dalam mengevaluasi besarnya

pengaruh formulasi pada perilaku obat dalam tubuh. Bila suatu industri obat

telah memiliki data efektifitas obat melalui uji klinik dari suatu formulasi obat,

maka industry obat lainnya yang ingin memasarkan obat yang sejenis haruslah

melakukan suatu penetapan bioavailabilitas yang dapat menunjukkan bahwa

formulasinya memberikan kadar puncak yang sama, kecepatan absorpsi yang

sama, dan jumlah obat yang diabsorpsi yang sama dengan formulasi dari

industri obat yang pertama. Jika ke tiga kriteria di atas dipenuhi, adalah

beralasan untuk mengharapkan bahwa formulasi yang dikembangkan industri

obat ke dua akan memberikan efek terapeutik yang sama dengan produk obat

pertama. Aplikasi konsep bioavailabilitas yang semacam ini disebut

bioekivalensi.

Kriteria Bioekivalensi

Page 17: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

Metode uji bioekivalensi antara lain uji bioavaibilitas komparatif, uji

farmakodinamik komparatif, dan uji disolusi in vitro komparatif. Kriteria

penetapan persyaratan bioekivalensi antara lain;

Adanya fakta dari percobaan klinik yang terkendali dengan baik atau

pengamatan terkendali pada penderita yang menyatakan bahwa berbagai

produk obat tidak memberi efek terapeutik sebanding.

Adanya fakta dari studi bioekivalensi yang terkendali dengan

baik menyatakan bahwa produk-produk tersebut bukan merupakan

produk- produk yang ekivalen.

Adanya fakta bahwa produk obat yang memperlihatkan rasioterapeutik yang

sempit dan konsentrasi efektif minimum dalam darah,serta penggunaannya

secara aman dan efektif memerlukan dosis yangsesuai.

Penetapan secara medik oleh yang berwenang menyatakan bahwa

suatukekurangan bioekivalensi akan menyebabkan suatu efek yang

tidak dikehendaki yang membahayakan pada pengobatan.

Sifat fisikokimia yang meliputi bahan obat aktif memiliki kelarutan rendah

dalam air; laju pelarutan dari produk tersebut sangat rendah; bentuk struktur

tertentu dari bahan aktif terlarut sangat rendahsehingga mempengaruhi

absorpsi; produk obat mempunyai perbandingan bahan tambahan yang

besar terhadap bahan aktif; dan kebutuhan akan bahan inaktif dalam

formulasi

Sifat-sifat farmakokinetik antara lain : diserapnya bahan aktif dalam jumlah

besar pada bagian tertentu dari saluran cerna, derajat absorpsinya kecil baik

dalam bentuk murninya, terjadinya prosesmetabolisme yang terlalu cepat

pada bagian terapeutik pada dinding ususatau hati, bahan obat aktif tidak

stabil pada sisi target.

Sedangkan bioekivalensi berdasarkan data kadar obat dalam darah. Ada

tiga parameter penting dalam mengevaluasi bioekivalensi antara dua formulasi

dari obat yang sama, yaitu :

Page 18: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

1) Kadar maksimal/kadar puncak, Cmaks (mcg/ml). Kadar maksimal dari kurva

kadar darah — waktu merupakan kadar dalam darah tertinggi yang dicapai

setelah pemberian obat per oral.

2) Waktu mencapai kadar maksimal, tmaks (jam) Pada Gambar 1, tmaks = 2,0

jam. Waktu mencapai kadar maksimal merupakan waktu yang diperlukan

untuk mencapai kadar maksimal setelah pemberian obat. Parameter tmaks

berkaitan erat dengan kecepatan absorpsi obat dan dapat digunakan sebagai

ukuran yang sederhana untuk mengukur kecepatan absorpsi.

3) Luas area di bawah kurva, AUC (mcg/ml x jam). Luas area di bawah kurva

merupakan parameter yang terpenting dan merupakan ukuran banyaknya

obat yang diabsorpsi setelah pemberian dosis tunggal suatu obat per oral.

Bioekivalensi berdasarkan data ekskresi obat dalam urin. Bila yang

diukur adalah ekskresi obat dalam urin kumulatif, parameter-parameter yang

penting adalah :

1) Jumlah kumulatif obat yang diekskresikan dalam urin

2) Kecepatan ekskresi obat dalam urin

Jika kecepatan dan jumlah obat yang diekskresikan melalui urin setelah

pemberian 2 macam produk obat yang mengandung obat aktif yang sama itu

identik, dapat disimpulkan bahwa ke dua produk obat tersebut adalah

bioekivalen. Ini didasarkan pada konsep bahwa obat yang diekskresikan ke

dalam urin berasal dari darah. Jika kedua profil kadar obat dalam darah dan

pengukuran ekskresi obat dalam urin diperoleh dari satu subyek yang sama,

maka ke dua data tersebut merupakan komplemen satu sama lain.

BAB IV

PENUTUP

Page 19: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

A. Kesimpulan

1) Bioavailabilitas adalah suatu istilah yang menyatakan jumlah atau

proporsiobat yang diabsorpsi dan kecepatan absorpsi obat tersebut. Biasanya

diukur dari perkembangan kadar obat (senyawa aktif) atau metabolit

aktifnya dalam darahatau dari ekskresinya dalam urin terhadap waktu.

Sedangkan bioekivalensi merupakan dua atau lebih obat yang apabila

diberikan dalamdosis, rute pemberian, dan bentuk sediaan yang sama serta

diteliti dengan kondisieksperimental yang sama akan memberikan

bioavailabilitas yang sama.

2) Tipe bioavaibilitas adalah bioavaibilitas absolute dan bioavaibilitas relative.

Sedangkan tipe bioekivalensi antara lain Kesetaraan farmakoklinik,

kesetaran kimia, kesetaraan farmasetik, kesetaraan biologik atau

bioekuivalen, dan kesetaraan klinik.

3) Factor-faktor yang mempengaruhi bioavaibilitas terbagi atas dua yaitu

secara umum dan secara farmasetik.

4) Uji bioavailabilitas terbagi atas dua yaitu In vivo dan uji disolusi in vitro

B. Saran

Saran dan kritik dari semua pihak sangat diperlukan guna membantu

berkembangnya makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Makalah Farmakokinetik Kinetika Bioavailabilitas

Ardiarini, Ari. 2006. Perbandingan bioavailabilitas ( bioekivalensi ) obat cimetidine Dalam sediaan generik dan paten secara in vitro. Artikel karya tulis ilmiah. Fakultas kedokteran. Universitas diponegoro. Semarang.

Aiache, J.M. 1993. Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi Kedua. Airlangga University Press. Surabaya.

Hagemaru. 2010. Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalen Sanmol Tablet dengan Pembanding Panadol Tablet. http://rafaeljosephhimawan.blogspot.com/2010/05/uji-bioavailabilitas-dan-bioekivalen.html. Diakses pada tanggal 29 April 2012.

Priyanto, Drs. 2010. Farmakologi Dasar Edisi II. Leskonfi. Jakarta.

Rowland, M. and Tozer., T. M. 1980. Clinical Pharmacokinetics : Concept and Application. Lea and Febiger. Philadelphia.

Shargel, Leon. 2005. Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya.