Laporan KSP UPN Baru 1laporan. makalah. tesislaporan. makalah. tesis
makalah farmakognsi
-
Upload
imut-mainah -
Category
Documents
-
view
241 -
download
2
description
Transcript of makalah farmakognsi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi
kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat,
baik harga maupun ketersediaannya. Saat ini, obat tradisional banyak digunakan karena
menurut beberapa penelitian tidak menyebabkan efek samping dan masih bisa dicerna oleh
tubuh. Karena itu, banyak perusahaan yang mengolah obat-obatan tradisional yang telah
dimodifikasi. Obat-obatan tradisional yang banyak dijual di pasar biasanya berbentuk
kapsul, serbuk, cair, simplisia, dan tablet.
Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan obat
herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terapkan. Bahkan di Afrika,
sebanyak 80% dari populasinya, penduduknya menggunakan obat herbal untuk pengobatan
primer. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju
adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik
meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu seperti
kanker, dan meluasnya akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. Di Indonesia
sendiri, saat ini tercatat 40% penduduk menggunakan pengobatan tradisional dan 70%
berada di pedesaan.
WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional, termasuk herbal, dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit, terutama untuk
penyakit kronis dan penyakit degeneratif. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam
peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional. Penggunaan obat tradisional secara
umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern karena memiliki efek samping
yang relatif lebih rendah daripada obat modern.
1
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk
kronis, penyakit degeneratif dan kanker. Hal ini menunjukan dukungan WHO untuk back to
nature yang dalam hal yang lebih menguntungkan. Untuk meningkatkan keselektifan
pengobatan dan mengurangi pengaruh musim dan tempat asal tanaman terhadap efek, serta
lebih dalam memudahkan standarisasi bahan obat maka zat aktif diekstraksi lalu dimurnikan
sampai diperoleh zat murni. Di Indonesia dari tahun ke tahun terjadi peningkatan produksi
obat tradisional. Menurut data Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), sampai
tahun 2007 terdapat 1.012 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri yang
terdiri dari 105 industri berskala besar dan 907 industri berskala kecil. Karena banyaknya
variasi sediaan bahan alam, maka untuk memudahkan pengawasan dan perizinan, maka
Badan POM mengelompokan dalam sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan
fitofarmaka. Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu pemakaiannya secara
empirik berdasarkan pengalaman, sediaan herbal terstandar bahan bakunya harus
distandarisasi dan telah diuji farmakologi secara eksperimental, sedangkan sediaan
fitofarmaka sama dengan obat modern bahan bakunya harus distandarisasi dan harus melalui
uji klinik.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah :
a) Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakognosi.
b) Mengetahui pengertian Obat Tradisional dan Fitofarmaka.
c) Mengetahui bahan kimia yang terdapat pada Obat Tradisional dan Fitofarmaka.
d) Mengetahui peraturan-peraturan bahan kimia yang terdapat pada Obat Tradisional
dan Fitofarmaka.
e) Mengetahui analisis kualitatif dan kuantitatif pada jenis Zingiberaceae.
2
1.3 Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini, khususnya penulis ingin mengetahui secara mendalam
pengertian obat tradisional dan fitofarmaka, mengetahui peraturan-peraturan bahan kimia
yang terdapat pada obat tradisional dan fitofarmaka bahan kimia yang terdapat pada obat
tradisonal dan fitofarmaka yang beredar dipasaran.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, bahan sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut
yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan.
Karena keunggulannya, tanaman diterima sebagai obat alternatif, bahkan secara
resmi dianjurkan praktisi di dunia kesehatan. Pada pertengahan bulan Juli 2000, Menteri
Kesehatan RI mengeluarkan himbauan agar dokter menggunakan obat asli Indonesia berupa
obat tradisional yang terbuat dari racikan beberapa tanaman obat.
Pengertian obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 Pasal 1 menyebutkan bahwa : Obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik
atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
Menurut penelitian masa kini, meskipun obat-obatan tradisional yang pengolahannya
masih sederhana (tradisional) dan digunakan secara turun-temurun berdasarkan resep nenek
moyang adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, memang bermanfaat bagi
kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat,
baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena
menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa
dicerna oleh tubuh. Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang
dimodifikasi lebih lanjut. Bagian dari obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar,
rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual di pasar
dalam bentuk kapsul, serbuk, cairan, simplisia dan tablet.
4
Khasiat alamiah dan kemurnian obat-obatan tradisional seringkali “dinodai” oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab terutama produsen obat tradisional yang hanya
mencari keuntungan finansial saja tanpa memperhatikan kemurnian dan resiko dari
kandungan obat tradisional. Banyak dari para produsen dengan sengaja mencampur
kandungan herbal dari obat tradisional dengan obat modern yang secara kimiawi jika
dosisnya tidak tepat akan berbahaya.
Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mempunyai tanggung
jawab dalam peredaran obat tradisional di masyarakat. Obat tradisional dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, obat ekstrak (herbal), dan fitofarmaka.
A. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine)
Jamu adalah obat yang diolah secara tradisional, baik dalam bentuk serbuk, seduhan,
pil, maupun cairan yang berisi seluruh bagian tanaman. Pada umumnya, jamu dibuat
berdasarkan resep peninggalan leluhur yang diracik dari berbagai tanaman obat yang
jumlahnya cukup banyak, sekitar 5-10 macam bahkan lebih. Jamu yang telah digunakan
secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah
membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk pengobatan suatu penyakit.
B.Bahan Ekstrak Alami (Scientific Based Herbal Medicine)
Bahan ekstrak alami adalah obat tradisional yang dibuat dari ekstrak atau penyarian
bahan alami yang dapat berupa tanaman obat, binatang maupun mineral. Jenis ini pada
umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian praklinis
seperti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat,
standar pembuatan obat tradisional yang higienis, serta uji toksisitas akut dan kronis.
Sayangnya, perkembangan obat ekstrak belum diiringi dengan penelitian sampai dengan uji
klinis, tetapi hanya melewati uji praklinis. Bahan ekstrak alami disebut juga obat herbal.
Produk bahan ekstrak alami atau herbal ini memiliki tanda khusus berupa tanda tiga buah
bintang dalam lingkaran berwarna hijau. Obat-obatan herbal ini sudah distandarisasi sesuai
dengan peraturan pembuatan obat-obatan. Pembuatannya disesuaikan dengan pembuatan
obat secara modern sehingga lebih higienis. Obat-obatan herbal ini sudah banyak beredar
5
dan dikenal masyarakat, beberapa contoh diantaranya yaitu Diapet (PT Soho Industri
Farmasi, Jakarta), Fitolac (PT Kimia Farma, Jakarta), Kiranti Sehat (PT Ultra Prima Abadi,
Surabaya), dan sebagainya.
2.2 Pengertian Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alami yang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah distandarisasi
serta ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinis pada manusia. Produk-produk
fitofarmaka memiliki ciri berupa gambar berbentuk seperti ranting dalam lingkaran
berwarna hijau. Beberapa contoh produknya yaitu Stimuno (PT Dexa Medica, Palembang),
Tensigard (PT Phapros, Semarang), dan sebagainya.
6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bahan Kimia Obat yang sering Dicampurkan ke Dalam Obat Tradisional dan Bahayanya
Bahan kimia obat (BKO) yang sering dicampurkan ke dalam obat tradisional dan
bahayanya adalah sebagai berikut :
Bahan kimia obat yang ditambahkan dalam jamu umumnya merupakan bahan kimia yang
digunakan sebagai bahan aktif obat keras (obat yang harus digunakan dibawah
pengawasan dokter). Bahan-bahan tersebut jika digunakan tanpa pengawasan dokter
dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan pada konsumen. Bahan kimia obat yang
sering ditambahkan pada jamu adalah:
Sibutramin Hidroklorida (pada jamu pelangsing) merupakan obat untuk menekan
nafsu makan yang bekerja pada sistem syaraf pusat. Obat ini merupakan obat keras
yang dalam penggunaannya harus dalam pengawasan dokter. Efek samping yang
dapat terjadi antara lain dapat meningkatkan tekanan darah (hipertensi), denyut
jantung serta sulit tidur. Obat ini akan sangat berbahaya bila digunakan oleh pasien
dengan riwayat penyakit jantung atau stroke.
Sildenafil Sitrat (pada jamu kuat untuk pria), merupakan obat untuk mengatasi
gangguan ereksi. Obat ini juga merupakan obat keras yang dalam penggunaannya
harus dalam pengawasan dokter.Efek samping yang dapat terjadi antara lain sakit
kepala, pusing, dispepsia, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan, rinitis (radang
hidung), infark miokard, nyeri dada, palpitasi (denyut jantung cepat) bahkan
kematian.
Siproheptadin (pada jamu gemuk)dapat menyebabkan mual, muntah, mulut kering,
diare, anemia hemolitik, berkurangnya jumlah leukosit (sel darah putih) di dalam
darah.
7
Fenilbutason (pada jamu pegel linu, jamu asam urat)dapat menyebabkan mual,
muntah, ruam kulit, edema karena penumpukan cairan, pendarahan lambung, nyeri
lambung yang dapat diikuti dengan perdarahan, reaksi hipersensitivitas, hepatitis,
nefritis (radang ginjal), gagal ginjal, berkurangnya jumlah leukosit (leukopenia),
anemia aplastik, agranulositosis (berkurangnya jumlah granulosit dalam darah) dan
lain-lain.
Asam Mefenamat (jamu pegel linu, jamu asam urat) dapat menyebabkan diare,
ruam kulit, trombositopenia (berkurangnya trombosit dalam darah), anemia hemolitik
dan kejang serta dikontraindikasikan bagi penderita tukak lambung/usus, asma dan
ginjal.
Prednison (jamu pegel linu, jamu asam urat)dapat menyebabkan moon face;
gangguan saluran cerna seperti mual dan tukak lambung; gangguan muskuloskeletal
(gangguan pada tulang dan otot) seperti osteoporosis; gangguan endokrin seperti
gangguan haid; gangguan neuropsikiatri seperti ketergantungan psikis, depresi dan
insomnia; gangguan penglihatan seperti glaukoma; dan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
Metampiron (jamu pegel linu, jamu asam urat) dapat menyebabkan gangguan
saluran cerna seperti mual, pendarahan lambung, rasa terbakar serta gangguan sisten
saraf seperti tinitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah,
pembentukan sel darah dihambat (anemia aplastik), agranulositosis (berkurangnya
jumlah granulosit dalam darah), gangguan ginjal, syok, kematian dan lain-lain.
Teofilin (jamu sesak nafas) dapat menyebabkan takikardi (denyut jantung yang
sangat cepat), aritmia, palpitasi (denyut jantung yang cepat dan tidak teratur), mual,
gangguan saluran cerna, sakit kepala dan insomnia.
Parasetamol (jamu pegel linu, jamu asam urat)dalam penggunaan jangka panjang
dapat menyebabkan kerusakan hati.
8
3.2 Larangan
Adapun larangan-larangan dalam obat tradisional yaitu :
1. Industri Obat Tradisional atau Industri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi:
a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik
yang berkhasiat obat.
b. obat tradisional dalam bentuk supositoria, intravaginal, tetes mata atau sediaan
parenteral.
c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan
kadar lebih dari 1%.
2. Industri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi Obat Tradisional Lisensi
Pasal 40 Obat Tradisional tidak boleh mengandung bahan lain yang tidak tercantum
dalam komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan pendaftaran.
Pasal 41 dilarang mempromosikan obat tradisional:
a. Dengan cara atau keterangan yang menyesatkan.
b. Dengan informasi yang menyimpang dari informasi yang disetujui, dalam
pendaftaran.
MEMUTUSKAN
Pasal 1
Produksi harus dilakukan pengawasan seorang apoteker Warga Negara Indonesia.
Pasal 2
1. Produksi obat tradisional dari bahan alam dalam sediaan bentuk kapsul atau tablet harus
menggunakan bahan berbentuk ekstrak kering atau campuran ekstrak kental dengan bahan
9
pengring.
2. Bahan pengering yang dimaksud ayat (1) harus berupa bahan inert yang telah disetujui
oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Pasal 3
1. Cairan pengekstraksi digunakan air, cempuran air-etanol atau cairan lain yang sesuai.
2. Air yang dimaksud pada ayat (1) adalah air suling.
3. Campuran air-etanol atau cairan lain yang dimaksud pada ayat (1) penggunaannya harus
disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Pasal 4
1. Ekstraksi dilakukan dengan cara perebusan, penyeduhan, maserasi, perkolasi, atau cara
lain yang sesuai dengan sifat bahan alam yang digunakan.
2. Cara dan prosedur ekstraksi yang dimaksud ayat (1) harus sesuai dengan Farmakope
Indonesia atau cara lain yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.
Pasal 5
1. Cara pengeringan ekstrak harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan sifat bahan
alam yang digunakan.
2. Cara pengeringan yang dimaksud ayat (1) harus dapat mempertahankan mutu zat aktif.
Pasal 6
1. Ekstrak harus memenuhi persyaratan batas logam berat, sisa pengeringan dan syarat lain
untuk ekstrak yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia.
2. Kadar air dalam ekstrak harus seminimal mungkin agar penurunan mutu sediaan dapat
dibatasi.
Pasal 7
Obat tradisional dari bahan alam dalam sediaan bentuk kapsul atau tablet harus memenuhi
persyaratan sediaan kapsul atau tablet yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia.
Pasal 8
Pada waktu pendaftaran harus dilampirkan hasil penelitian atau pengujian terhadap.
a. Stabilitas zat aktif ekstrak sebelum dan sesudah pengeringan.
b. Stabilitas fisik sediaan kapsul dan tablet dan sediaan kimiawi zat aktif
c. Persyaratan Farmasetika untuk sediaan kapsul dan tablet
10
d. Sifat zat tambahan inert, baik fisika-kimia maupun fisiologis.
Pasal 9
Obat tradisional dari bahan alam dalam sediaan bentuk kapsul atau tablet pada penandaannya
harus dicantumkan tanggal daluwarsa pemakaian berdasarkan penelitian stabilitas.
Pasal 10
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Keputusan ini akan diatur, labih lanjut oleh Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Pasal 11
Keputusan ini mulai berlaku sejak saat ditetapkan.
3.3 Obat Kimia
Obat kimia adalah obat modern yang dibuat dari bahan sintetik yang diolah secara
modern dan digunakan serta diresepkan dokter dan kalangan medis untuk mengobati penyakit
tertentu. Telah mempunyai kekuatan ilmiah karena sudah melalui uji klinis. Sebagian besar obat
kimia yang beredar di Indonesia dan diresepkan berasal dari dari negara-negara barat dan
dipatenkan. Meski begitu efek samping dari obat-obatan modern yang sudah diuji klinis tetap
ada karena daya tahan tubuh dan kondisi kesehatan masing-masing orang tidak sama.
Walaupun sudah diuji klinis obat kimia tetap saja memiliki efek samping baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Efek samping penggunaan jangka pendek umumnya sudah diketahui
dengan pasti dan sudah ditulis dalam kemasan atau brosur obat tersebut. Namun demikian,
masih banyak obat kimia yang belum memiliki catatan mengenai efek samping jangka pajang,
terutama untuk produk-produk baru yang belum atau sedang dilakukan studi pasca pemasaran.
Lolosnya suatu obat kimia melalui uji klinis tidak menjamin 100% bahwa obat tersebut aman
bagi konsumen, terutama dalam jangka panjang. Ada banyak faktor penyebabnya, diantaranya
adalah :
1. Kondisi setiap individu berbeda sehingga responnya terhadap obat juga berbeda.
2. Ketatnya aturan mengenai obat di suatu negara berbeda dari negara lainnya.
11
3. Banyak obat yang memang belum memiliki data klinis untuk jangka panjang sehingga
kadang-kadang timbul efek samping yang diluar dugaan.
4. Uji klinis tidak dilakukan secara baik.
Obat kimia digolongkan menjadi dua, yaitu (1) obat bebas (over the counter) yang dapat
dibeli secara bebas tanpa resep dokter dan tersedia di banyak outlet, seperti apotik, toko obat,
supermarket, dan (2) obat resep dokter yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan
tersedia secara terbatas di apotik, rumah sakit atau klinik.
3.4 Keunggulan Obat Kimia
Pada kasus-kasus penyakit akut, bedah relatif lebih cepat teratasi.
Terapi sampingan yang dilakukan bersama pengobatan kimia adalah diet, perlakuan-
perlakuan tertentu pada tubuh, seperti bedah operasi, dan manajemen stres.
Memusatkan pengobatan dengan menghilangkan gejala penyakit.
Sasaran pokok untuk menyembuhkan dan mengurangi penyakit.
Menerapkan pengobatan berdasarkan allopati modern (obat-obatan yang meredakan
gejala dalam waktu singkat).
Telah melalui tahapan uji klinis.
Bersifat depresan.
3.5 Kelemahan Obat Kimia
Obat kimia memiliki efek samping, baik secara langsung maupun hasil akumulasi. Bahan
kimia tidak bersifat organis (alami), murni, tajam, dan reaktif (mudah bereaksi).
Sementara itu, tubuh manusia bersifat organis dan kompleks. Dengan demikian, bahan
kimia bukan bahan yang benar-benar cocok untuk tubuh. Konsumsi bahan kimia untuk
tubuh “terpaksa” dilakukan dengan berbagai batasan atau selama dapat diterima dan
ditoleransi oleh tubuh.
Obat kimia sering kurang efektif untuk penyakit tertentu. Banyak penyakit belum
ditemukan obatnya sehingga obat yang digunakan lebih banyak bersifat simtomatis
(menghilangkan gejalanya saja) dan digunakan secara terus-menerus sesuai dengan
gejalanya. Beberapa penyakit bahkan belum diketahui sebabnya dan pasien sering
12
berulang kali ke dokter dan tidak mengalami kemajuan atau malah memburuk
keadaannya.
Hampir seluruh obat kimia yang digunakan merupakan barang impor. Ini dikarenakan
untuk memproduksi obat kimia dibutuhkan teknologi yang canggih, biaya yang mahal,
dan waktu pengujian yang cukup lama.
Mengandung hanya satu zat aktif tunggal, hasil isolasi bahan alami dan sintetik.
Efeknya drastic dan bersifat destruktif.
Relatif kurang efektif untuk mengobati penyakit kronis, efek samping pengobatan lebih
sering terjadi.
Dalam pemahaman ini bukan berarti kita harus anti obat modern lalu
memusuhinya, tetapi perlu lebih cermat lagi dalam mengantisipasi penyakit kita. Jika
obat yang alami ada di sekitar kita, kenapa harus minum obat kimia.
3.6 Izin Depkes Melalui Badan POM
Pemerintah Indonesia melalui Badan POM membuat peraturan yang cukup ketat untuk
keamanan obat dan makanan yang beredar di pasaran. Namun celakanya banyak produsen yang
tahu aturan mainnya namun justru dilanggar demi kepentingan bisnis. Saking ketatnya
peraturan juga bisa menghambat perkembangan obat tradisional untuk memperoleh
kepercayaan masyarakat. Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan di
aula Badan POM penulis mendapatkan informasi bahwa “suatu produk obat meski sudah
diteliti secara ilmiah oleh Litbang Depkes masih harus diuji lagi hasilnya oleh Badan
POM. Bahkan meski sudah diteliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang
diakui duniapun harus tetap diuji dan diteliti ulang di Badan POM.”
Produk jamu dan herbal yang beredar di Indonesia baik yang diproduksi secara lokal atau
merupakan produk impor semuanya harus mendapatkan izin dari BPOM dan digolongkan
menjadi salah satu golongan obat tradisional. lzin tersebut sangat penting untuk memberikan
jaminan kepada konsumen. Hal ini perlu diperhatikan oleh konsumen ketika memilih produk
jamu atau herbal.
13
3.7 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Zingiber ofiicinale var.Rubrum
Variasi kadar dan komposisi minyak atsiri dari Zingiber oficinale var.Rubrum
telah dilakukan. Minyak atsiri dari tanaman ini diperoleh dari rimpang yang telah
berumur 4 bula, 6 bulan, 7 bulan, 8 bulan dan 9 bulan dengan cara destilasi uap
menggunakan destilasi Stahl serta analisis yang dilakukan dengan GC-MS. Kadar minyak
atsiri pada umur 4 bulan, 6 bulan, 7 bulan, 8 bulan dan 9 bulan adalah 0,61%; 0,81%;
0,82%; 0,61% dan 0,71%. Kadar yang dihasilkan menunjukan adanya korelasi dengan
umur tanaman. Waktu optimum untuk jahe merah adalah pada um,ur 7 bulan yang
memiliki kadar minyak atgsiri paling banyak yaitu 0,82%. Identifikasi komponen
kimiawi menunjukan bahwa minyak atsiri jahe merah mengandung trans-geraniol, geranil
asetat, zingiberene, citral, kurkumene, dan betasesquiphellandrene. Pada umur 6 bulan
dan 7 bulan komponen minyak atsiri mayor dalam jahe merah adalah geranil asetat,
sedangkan pada umur 8 bulan dan 9 bulan komponen minyak atsiri mayor adalah citral.
Zingiber officinale Roscoe
a. Analisis kualitatif : Plat GF-254 yang telah diaktifkan dengan pemanasan pada
suhu 110o C selama 4 jam diberi spot ekstrak yang berisi senyawa oleoresin
dimulai pada garis batas lalu dimasukkan ke dalam wadah pengembang yang telah
jenuh dengan eluen heksan dan dietileter dengan rasio 3 : 7, dan dibiarkan
perambatan eluen sampai batas akhir. Plat tersebut dikeluarkan dari wadah
pengembang, dan terlihat fraksi yang terpisah satu sama lainnya karena memiliki
nilai Rf (Retardation Factor) yang berbeda. Nilai Rf merupakan rasio jarak yang
ditempuh oleh zat yang larut (spot awal sampai posisi fraksi yang bersangkutan)
terhadap jarak yang ditempuh oleh eluen (spot awal sampai batas akhir).
Penyemprotan dengan larutan Folin-Ciaocalteu dilakukan untuk pembenaran
fraksi 1 sebagai gingerol, dan fraksi 2 sebagai shogaol.
14
b. Analisis kuantitatif : prosedur untuk analisa kuantitatif sama dengan analisis
kualitatif, hanya konsentrasi ekstrak etanol lebih tinggi yaitu dibuat 10%. Fraksi-
fraksi muncul pada posisi yang sama, dan tidak berbentuk spot melainkan berupa
luasan tertentu sesuai kadar masing-masing fraksi. Masing-masing fraksi 1 dan 2
diekstrak dari silika dengan pelarut aseton (10-30 ml) lalu dilakukan sentrifugasi
2800 x g selama 15 menit, dan supernatan diambil. Sentrifugasi dilakukan
beberapa kali sampai endapan silika tidak berwarna kecoklatan lagi. Supernatan
disaring dengan kertas saring whatman no. 42, sehingga didapat ekstrak aseton
yang berisi komponen fraksi 1 (gingerol) atau fraksi 2 (shogaol). Aseton diuapkan
dengan evaporator dan dilanjutkan dengan gas nitrogen untuk menghilangkan
residunya.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, bahan sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan
tersebut yang secara empiris telah digunakan untuk pengobatan.
Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alami yang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
distandarisasi serta ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinis pada
manusia.
Sediaan obat tradisional seharusnya mempunyai kandungan bahan alami tanpa
campuran bahan kimia obat. Sayangnya saat ini ditemukan banyak jamu yang
mengandung bahan kimia obat. Konsumen menggemari jamu seperti ini karena
merasa khasiatnya “cespleng”, sekali minum langsung terasa pengaruhnya. Jamu
yang mengandung bahan kimia obat biasanya mempunyai nomor registrasi
palsu/fiktif, walaupun ada juga beberapa produsen nakal yang teregistrasi di badan
POM tetapi mencampurkan bahan kimia obat pada produknya seperti yang dapat
dilihat pada public warning Badan POM No. KH.00.01.43.2773 tanggal 2 Juni 2008
tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. Dari 54 produk jamu yang
mengandung bahan kimia obat 7 di antaranya terdaftar di Badan POM dan
mempunyai izin edar.
Bahan kimia obat yang ditambahkan dalam jamu umumnya merupakan bahan kimia
yang digunakan sebagai bahan aktif obat keras (obat yang harus digunakan dibawah
16
pengawasan dokter). Bahan-bahan tersebut jika digunakan tanpa pengawasan dokter
dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan pada konsumen. Bahan kimia obat
yang sering ditambahkan pada jamu adalah:
Bahan kimia obat yang sering ditambahkan pada obat tradisional adalah Sibutramin
Hidroklorida, Sildenafil Sitrat, Siproheptadin, Fenilbutason, Asam Mefenamat,
Prednison, Metampiron, Theofili, dan Parasetamol.
Pada analisis kualitatif dan kuantitatif jenis Zingiberaceae terdapat kadar minyak
atsiri yang berbeda-beda.
4.2 Saran
Badan POM harus lebih memperhatikan bahan-bahan yang terkandung dalam obat
tradisional dan fitofarmaka dikarenakan sampai sejauh ini banyak obat tradisional
dan fitofarmaka yang masih mengandung bahan-bahan kimia yang dapat merugikan
konsumen.
Pilihlah produk yang berkualitas dengan ciri-ciri diantaranya sebagai berikut: dijual
di tempat-tempat resmi seperti apotek, toko obat atau agen-agen resmi yang ditunjuk,
nama dan alamat produsen jelas, memiliki merek dagang terdaftar, memiliki izin edar
dari BPOM, memiliki klaim sesuai aturan, tercantum tanggal kadaluarsa dan kode
produksi. (Catatan: produk kapsul herbal Dr. Liza juga dijual di apotik Century
Healthcare Jabodetabek
Ikuti cara aturan pakainya, meliputi dosis setiap kali konsumsi, frekuensi
pemakaiannya dan waktu yang tepat untuk mengonsumsinya.
Diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif semenjak awal suatu proses suatu
produk hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat.
Secara visual, jamu yang mengandung bahan kimia obat sulit dibedakan dengan jamu
yang tidak mengandung bahan kimia obat. Tetapi konsumen harus curiga bila jamu
yang diminum langsung terasa berkhasiat, atau konsumen tiba-tiba merasakan efek
17
samping seperti jantung berdebar, keringat yang berlebihan, pusing, perih pada
lambung atau gejala lain yang sebelum minum jamu tersebut tidak terasa, karena
kemungkinan jamu ini mengandung bahan kimia obat atau konsumen alergi terhadap
salah satu kandungan jamu tersebut. Bahan kimia obat yang dicampurkan pada jamu
dosisnya tidak terukur dan karena pencampuran yang tidak homogen, maka dosis
bahan kimia obat pada tiap kemasan bisa berbeda. Hal ini bisa berbahaya karena
memungkinkan konsumen mengkonsumsi bahan kimia obat secara berlebihan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Deptan 2004, WHO 2003
Anonim, 2004, Kerangka Acuan Sub Program Pengembangan Bahan Obat Berbasis
Biodiversitas Indonesia, LIPI.
Anonim, 2004, Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat, Deptan.
http://www.pom.go.id/
Siti Sutiyah, Modul V - Obat Tradisional dan Fitofarmaka, 2008
19