makalah farmakognsi

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Saat ini, obat tradisional banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak menyebabkan efek samping dan masih bisa dicerna oleh tubuh. Karena itu, banyak perusahaan yang mengolah obat-obatan tradisional yang telah dimodifikasi. Obat-obatan tradisional yang banyak dijual di pasar biasanya berbentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia, dan tablet. Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terapkan. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasinya, penduduknya menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu seperti kanker, dan meluasnya akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. Di Indonesia 1

description

farmakognosi

Transcript of makalah farmakognsi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi

kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat,

baik harga maupun ketersediaannya. Saat ini, obat tradisional banyak digunakan karena

menurut beberapa penelitian tidak menyebabkan efek samping dan masih bisa dicerna oleh

tubuh. Karena itu, banyak perusahaan yang mengolah obat-obatan tradisional yang telah

dimodifikasi. Obat-obatan tradisional yang banyak dijual di pasar biasanya berbentuk

kapsul, serbuk, cair, simplisia, dan tablet.

Menurut WHO, negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menggunakan obat

herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terapkan. Bahkan di Afrika,

sebanyak 80% dari populasinya, penduduknya menggunakan obat herbal untuk pengobatan

primer. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju

adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik

meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu seperti

kanker, dan meluasnya akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia. Di Indonesia

sendiri, saat ini tercatat 40% penduduk menggunakan pengobatan tradisional dan 70%

berada di pedesaan.

WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional, termasuk herbal, dalam

pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit, terutama untuk

penyakit kronis dan penyakit degeneratif. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam

peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional. Penggunaan obat tradisional secara

umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat modern karena memiliki efek samping

yang relatif lebih rendah daripada obat modern.

1

WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam

pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk

kronis, penyakit degeneratif dan kanker. Hal ini menunjukan dukungan WHO untuk back to

nature yang dalam hal yang lebih menguntungkan. Untuk meningkatkan keselektifan

pengobatan dan mengurangi pengaruh musim dan tempat asal tanaman terhadap efek, serta

lebih dalam memudahkan standarisasi bahan obat maka zat aktif diekstraksi lalu dimurnikan

sampai diperoleh zat murni. Di Indonesia dari tahun ke tahun terjadi peningkatan produksi

obat tradisional. Menurut data Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), sampai

tahun 2007 terdapat 1.012 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri yang

terdiri dari 105 industri berskala besar dan 907 industri berskala kecil. Karena banyaknya

variasi sediaan bahan alam, maka untuk memudahkan pengawasan dan perizinan, maka

Badan POM mengelompokan dalam sediaan jamu, sediaan herbal terstandar dan sediaan

fitofarmaka. Persyaratan ketiga sediaan berbeda yaitu untuk jamu pemakaiannya secara

empirik berdasarkan pengalaman, sediaan herbal terstandar bahan bakunya harus

distandarisasi dan telah diuji farmakologi secara eksperimental, sedangkan sediaan

fitofarmaka sama dengan obat modern bahan bakunya harus distandarisasi dan harus melalui

uji klinik.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah :

a) Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakognosi.

b) Mengetahui pengertian Obat Tradisional dan Fitofarmaka.

c) Mengetahui bahan kimia yang terdapat pada Obat Tradisional dan Fitofarmaka.

d) Mengetahui peraturan-peraturan bahan kimia yang terdapat pada Obat Tradisional

dan Fitofarmaka.

e) Mengetahui analisis kualitatif dan kuantitatif pada jenis Zingiberaceae.

2

1.3 Rumusan Masalah

Di dalam makalah ini, khususnya penulis ingin mengetahui secara mendalam

pengertian obat tradisional dan fitofarmaka, mengetahui peraturan-peraturan bahan kimia

yang terdapat pada obat tradisional dan fitofarmaka bahan kimia yang terdapat pada obat

tradisonal dan fitofarmaka yang beredar dipasaran.

3

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Obat Tradisional

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,

bahan mineral, bahan sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut

yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan.

Karena keunggulannya, tanaman diterima sebagai obat alternatif, bahkan secara

resmi dianjurkan praktisi di dunia kesehatan. Pada pertengahan bulan Juli 2000, Menteri

Kesehatan RI mengeluarkan himbauan agar dokter menggunakan obat asli Indonesia berupa

obat tradisional yang terbuat dari racikan beberapa tanaman obat.

Pengertian obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

246/Menkes/Per/V/1990 Pasal 1 menyebutkan bahwa : Obat tradisional adalah bahan atau

ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik

atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman.

Menurut penelitian masa kini, meskipun obat-obatan tradisional yang pengolahannya

masih sederhana (tradisional) dan digunakan secara turun-temurun berdasarkan resep nenek

moyang adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, memang bermanfaat bagi

kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat,

baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena

menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa

dicerna oleh tubuh. Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional yang

dimodifikasi lebih lanjut. Bagian dari obat tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar,

rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Bentuk obat tradisional yang banyak dijual di pasar

dalam bentuk kapsul, serbuk, cairan, simplisia dan tablet.

4

Khasiat alamiah dan kemurnian obat-obatan tradisional seringkali “dinodai” oleh

pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab terutama produsen obat tradisional yang hanya

mencari keuntungan finansial saja tanpa memperhatikan kemurnian dan resiko dari

kandungan obat tradisional. Banyak dari para produsen dengan sengaja mencampur

kandungan herbal dari obat tradisional dengan obat modern yang secara kimiawi jika

dosisnya tidak tepat akan berbahaya.

Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mempunyai tanggung

jawab dalam peredaran obat tradisional di masyarakat. Obat tradisional dapat

dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, obat ekstrak (herbal), dan fitofarmaka.

A. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine)

Jamu adalah obat yang diolah secara tradisional, baik dalam bentuk serbuk, seduhan,

pil, maupun cairan yang berisi seluruh bagian tanaman. Pada umumnya, jamu dibuat

berdasarkan resep peninggalan leluhur yang diracik dari berbagai tanaman obat yang

jumlahnya cukup banyak, sekitar 5-10 macam bahkan lebih. Jamu yang telah digunakan

secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah

membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk pengobatan suatu penyakit.

B.Bahan Ekstrak Alami (Scientific Based Herbal Medicine)

Bahan ekstrak alami adalah obat tradisional yang dibuat dari ekstrak atau penyarian

bahan alami yang dapat berupa tanaman obat, binatang maupun mineral. Jenis ini pada

umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian praklinis

seperti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat,

standar pembuatan obat tradisional yang higienis, serta uji toksisitas akut dan kronis.

Sayangnya, perkembangan obat ekstrak belum diiringi dengan penelitian sampai dengan uji

klinis, tetapi hanya melewati uji praklinis. Bahan ekstrak alami disebut juga obat herbal.

Produk bahan ekstrak alami atau herbal ini memiliki tanda khusus berupa tanda tiga buah

bintang dalam lingkaran berwarna hijau. Obat-obatan herbal ini sudah distandarisasi sesuai

dengan peraturan pembuatan obat-obatan. Pembuatannya disesuaikan dengan pembuatan

obat secara modern sehingga lebih higienis. Obat-obatan herbal ini sudah banyak beredar

5

dan dikenal masyarakat, beberapa contoh diantaranya yaitu Diapet (PT Soho Industri

Farmasi, Jakarta), Fitolac (PT Kimia Farma, Jakarta), Kiranti Sehat (PT Ultra Prima Abadi,

Surabaya), dan sebagainya.

2.2 Pengertian Fitofarmaka

Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alami yang dapat

disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah distandarisasi

serta ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinis pada manusia. Produk-produk

fitofarmaka memiliki ciri berupa gambar berbentuk seperti ranting dalam lingkaran

berwarna hijau. Beberapa contoh produknya yaitu Stimuno (PT Dexa Medica, Palembang),

Tensigard (PT Phapros, Semarang), dan sebagainya.

6

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bahan Kimia Obat yang sering Dicampurkan ke Dalam Obat Tradisional dan Bahayanya

Bahan kimia obat (BKO) yang sering dicampurkan ke dalam obat tradisional dan

bahayanya adalah sebagai berikut :

Bahan kimia obat yang ditambahkan dalam jamu umumnya merupakan bahan kimia yang

digunakan sebagai bahan aktif obat keras (obat yang harus digunakan dibawah

pengawasan dokter). Bahan-bahan tersebut jika digunakan tanpa pengawasan dokter

dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan pada konsumen. Bahan kimia obat yang

sering ditambahkan pada jamu adalah:

Sibutramin Hidroklorida (pada jamu pelangsing) merupakan obat untuk menekan

nafsu makan yang bekerja pada sistem syaraf pusat. Obat ini merupakan obat keras

yang dalam penggunaannya harus dalam pengawasan dokter. Efek samping yang

dapat terjadi antara lain dapat meningkatkan tekanan darah (hipertensi), denyut

jantung serta sulit tidur. Obat ini akan sangat berbahaya bila digunakan oleh pasien

dengan riwayat penyakit jantung atau stroke.

Sildenafil Sitrat (pada jamu kuat untuk pria), merupakan obat untuk mengatasi

gangguan ereksi. Obat ini juga merupakan obat keras yang dalam penggunaannya

harus dalam pengawasan dokter.Efek samping yang dapat terjadi antara lain sakit

kepala, pusing, dispepsia, mual, nyeri perut, gangguan penglihatan, rinitis (radang

hidung), infark miokard, nyeri dada, palpitasi (denyut jantung cepat) bahkan

kematian.

Siproheptadin (pada jamu gemuk)dapat menyebabkan mual, muntah, mulut kering,

diare, anemia hemolitik, berkurangnya jumlah leukosit (sel darah putih) di dalam

darah.

7

Fenilbutason (pada jamu pegel linu, jamu asam urat)dapat menyebabkan mual,

muntah, ruam kulit, edema karena penumpukan cairan, pendarahan lambung, nyeri

lambung yang dapat diikuti dengan perdarahan, reaksi hipersensitivitas, hepatitis,

nefritis (radang ginjal), gagal ginjal, berkurangnya jumlah leukosit (leukopenia),

anemia aplastik, agranulositosis (berkurangnya jumlah granulosit dalam darah) dan

lain-lain.

Asam Mefenamat (jamu pegel linu, jamu asam urat) dapat menyebabkan diare,

ruam kulit, trombositopenia (berkurangnya trombosit dalam darah), anemia hemolitik

dan kejang serta dikontraindikasikan bagi penderita tukak lambung/usus, asma dan

ginjal.

Prednison (jamu pegel linu, jamu asam urat)dapat menyebabkan moon face;

gangguan saluran cerna seperti mual dan tukak lambung; gangguan muskuloskeletal

(gangguan pada tulang dan otot) seperti osteoporosis; gangguan endokrin seperti

gangguan haid; gangguan neuropsikiatri seperti ketergantungan psikis, depresi dan

insomnia; gangguan penglihatan seperti glaukoma; dan gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit.

Metampiron (jamu pegel linu, jamu asam urat) dapat menyebabkan gangguan

saluran cerna seperti mual, pendarahan lambung, rasa terbakar serta gangguan sisten

saraf seperti tinitus (telinga berdenging) dan neuropati, gangguan darah,

pembentukan sel darah dihambat (anemia aplastik), agranulositosis (berkurangnya

jumlah granulosit dalam darah), gangguan ginjal, syok, kematian dan lain-lain.

Teofilin (jamu sesak nafas) dapat menyebabkan takikardi (denyut jantung yang

sangat cepat), aritmia, palpitasi (denyut jantung yang cepat dan tidak teratur), mual,

gangguan saluran cerna, sakit kepala dan insomnia.

Parasetamol (jamu pegel linu, jamu asam urat)dalam penggunaan jangka panjang

dapat menyebabkan kerusakan hati.

8

3.2 Larangan

Adapun larangan-larangan dalam obat tradisional yaitu :

1. Industri Obat Tradisional atau Industri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi:

a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik

yang berkhasiat obat.

b. obat tradisional dalam bentuk supositoria, intravaginal, tetes mata atau sediaan

parenteral.

c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan

kadar lebih dari 1%.

2. Industri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi Obat Tradisional Lisensi

Pasal 40 Obat Tradisional tidak boleh mengandung bahan lain yang tidak tercantum

dalam komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan pendaftaran.

Pasal 41 dilarang mempromosikan obat tradisional:

a. Dengan cara atau keterangan yang menyesatkan.

b. Dengan informasi yang menyimpang dari informasi yang disetujui, dalam

pendaftaran.

MEMUTUSKAN

Pasal 1

Produksi harus dilakukan pengawasan seorang apoteker Warga Negara Indonesia.

Pasal 2

1. Produksi obat tradisional dari bahan alam dalam sediaan bentuk kapsul atau tablet harus

menggunakan bahan berbentuk ekstrak kering atau campuran ekstrak kental dengan bahan

9

pengring.

2. Bahan pengering yang dimaksud ayat (1) harus berupa bahan inert yang telah disetujui

oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 3

1. Cairan pengekstraksi digunakan air, cempuran air-etanol atau cairan lain yang sesuai.

2. Air yang dimaksud pada ayat (1) adalah air suling.

3. Campuran air-etanol atau cairan lain yang dimaksud pada ayat (1) penggunaannya harus

disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 4

1. Ekstraksi dilakukan dengan cara perebusan, penyeduhan, maserasi, perkolasi, atau cara

lain yang sesuai dengan sifat bahan alam yang digunakan.

2. Cara dan prosedur ekstraksi yang dimaksud ayat (1) harus sesuai dengan Farmakope

Indonesia atau cara lain yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan.

Pasal 5

1. Cara pengeringan ekstrak harus dilakukan dengan cara yang sesuai dengan sifat bahan

alam yang digunakan.

2. Cara pengeringan yang dimaksud ayat (1) harus dapat mempertahankan mutu zat aktif.

Pasal 6

1. Ekstrak harus memenuhi persyaratan batas logam berat, sisa pengeringan dan syarat lain

untuk ekstrak yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia.

2. Kadar air dalam ekstrak harus seminimal mungkin agar penurunan mutu sediaan dapat

dibatasi.

Pasal 7

Obat tradisional dari bahan alam dalam sediaan bentuk kapsul atau tablet harus memenuhi

persyaratan sediaan kapsul atau tablet yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia.

Pasal 8

Pada waktu pendaftaran harus dilampirkan hasil penelitian atau pengujian terhadap.

a. Stabilitas zat aktif ekstrak sebelum dan sesudah pengeringan.

b. Stabilitas fisik sediaan kapsul dan tablet dan sediaan kimiawi zat aktif

c. Persyaratan Farmasetika untuk sediaan kapsul dan tablet

10

d. Sifat zat tambahan inert, baik fisika-kimia maupun fisiologis.

Pasal 9

Obat tradisional dari bahan alam dalam sediaan bentuk kapsul atau tablet pada penandaannya

harus dicantumkan tanggal daluwarsa pemakaian berdasarkan penelitian stabilitas.

Pasal 10

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Keputusan ini akan diatur, labih lanjut oleh Direktur

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

Pasal 11

Keputusan ini mulai berlaku sejak saat ditetapkan.

3.3 Obat Kimia

Obat kimia adalah obat modern yang dibuat dari bahan sintetik yang diolah secara

modern dan digunakan serta diresepkan dokter dan kalangan medis untuk mengobati penyakit

tertentu. Telah mempunyai kekuatan ilmiah karena sudah melalui uji klinis. Sebagian besar obat

kimia yang beredar di Indonesia dan diresepkan berasal dari dari negara-negara barat dan

dipatenkan. Meski begitu efek samping dari obat-obatan modern yang sudah diuji klinis tetap

ada karena daya tahan tubuh dan kondisi kesehatan masing-masing orang tidak sama.

Walaupun sudah diuji klinis obat kimia tetap saja memiliki efek samping baik jangka pendek

maupun jangka panjang. Efek samping penggunaan jangka pendek umumnya sudah diketahui

dengan pasti dan sudah ditulis dalam kemasan atau brosur obat tersebut. Namun demikian,

masih banyak obat kimia yang belum memiliki catatan mengenai efek samping jangka pajang,

terutama untuk produk-produk baru yang belum atau sedang dilakukan studi pasca pemasaran.

Lolosnya suatu obat kimia melalui uji klinis tidak menjamin 100% bahwa obat tersebut aman

bagi konsumen, terutama dalam jangka panjang. Ada banyak faktor penyebabnya, diantaranya

adalah :

1. Kondisi setiap individu berbeda sehingga responnya terhadap obat juga berbeda.

2. Ketatnya aturan mengenai obat di suatu negara berbeda dari negara lainnya.

11

3. Banyak obat yang memang belum memiliki data klinis untuk jangka panjang sehingga

kadang-kadang timbul efek samping yang diluar dugaan.

4. Uji klinis tidak dilakukan secara baik.

Obat kimia digolongkan menjadi dua, yaitu (1) obat bebas (over the counter) yang dapat

dibeli secara bebas tanpa resep dokter dan tersedia di banyak outlet, seperti apotik, toko obat,

supermarket, dan (2) obat resep dokter yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan

tersedia secara terbatas di apotik, rumah sakit atau klinik.

3.4 Keunggulan Obat Kimia

Pada kasus-kasus penyakit akut, bedah relatif lebih cepat teratasi.

Terapi sampingan yang dilakukan bersama pengobatan kimia adalah diet, perlakuan-

perlakuan tertentu pada tubuh, seperti bedah operasi, dan manajemen stres.

Memusatkan pengobatan dengan menghilangkan gejala penyakit.

Sasaran pokok untuk menyembuhkan dan mengurangi penyakit.

Menerapkan pengobatan berdasarkan allopati modern (obat-obatan yang meredakan

gejala dalam waktu singkat).

Telah melalui tahapan uji klinis.

Bersifat depresan.

3.5 Kelemahan Obat Kimia

Obat kimia memiliki efek samping, baik secara langsung maupun hasil akumulasi. Bahan

kimia tidak bersifat organis (alami), murni, tajam, dan reaktif (mudah bereaksi).

Sementara itu, tubuh manusia bersifat organis dan kompleks. Dengan demikian, bahan

kimia bukan bahan yang benar-benar cocok untuk tubuh. Konsumsi bahan kimia untuk

tubuh “terpaksa” dilakukan dengan berbagai batasan atau selama dapat diterima dan

ditoleransi oleh tubuh.

Obat kimia sering kurang efektif untuk penyakit tertentu. Banyak penyakit belum

ditemukan obatnya sehingga obat yang digunakan lebih banyak bersifat simtomatis

(menghilangkan gejalanya saja) dan digunakan secara terus-menerus sesuai dengan

gejalanya. Beberapa penyakit bahkan belum diketahui sebabnya dan pasien sering

12

berulang kali ke dokter dan tidak mengalami kemajuan atau malah memburuk

keadaannya.

Hampir seluruh obat kimia yang digunakan merupakan barang impor. Ini dikarenakan

untuk memproduksi obat kimia dibutuhkan teknologi yang canggih, biaya yang mahal,

dan waktu pengujian yang cukup lama.

Mengandung hanya satu zat aktif tunggal, hasil isolasi bahan alami dan sintetik.

Efeknya drastic dan bersifat destruktif.

Relatif kurang efektif untuk mengobati penyakit kronis, efek samping pengobatan lebih

sering terjadi.

Dalam pemahaman ini bukan berarti kita harus anti obat modern lalu

memusuhinya, tetapi perlu lebih cermat lagi dalam mengantisipasi penyakit kita. Jika

obat yang alami ada di sekitar kita, kenapa harus minum obat kimia.

3.6 Izin Depkes Melalui Badan POM

Pemerintah Indonesia melalui Badan POM membuat peraturan yang cukup ketat untuk

keamanan obat dan makanan yang beredar di pasaran. Namun celakanya banyak produsen yang

tahu aturan mainnya namun justru dilanggar demi kepentingan bisnis. Saking ketatnya

peraturan juga bisa menghambat perkembangan obat tradisional untuk memperoleh

kepercayaan masyarakat. Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan di

aula Badan POM penulis mendapatkan informasi bahwa “suatu produk obat meski sudah

diteliti secara ilmiah oleh Litbang Depkes masih harus diuji lagi hasilnya oleh Badan

POM. Bahkan meski sudah diteliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang

diakui duniapun harus tetap diuji dan diteliti ulang di Badan POM.”

Produk jamu dan herbal yang beredar di Indonesia baik yang diproduksi secara lokal atau

merupakan produk impor semuanya harus mendapatkan izin dari BPOM dan digolongkan

menjadi salah satu golongan obat tradisional. lzin tersebut sangat penting untuk memberikan

jaminan kepada konsumen. Hal ini perlu diperhatikan oleh konsumen ketika memilih produk

jamu atau herbal.

13

3.7 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Zingiber ofiicinale var.Rubrum

Variasi kadar dan komposisi minyak atsiri dari Zingiber oficinale var.Rubrum

telah dilakukan. Minyak atsiri dari tanaman ini diperoleh dari rimpang yang telah

berumur 4 bula, 6 bulan, 7 bulan, 8 bulan dan 9 bulan dengan cara destilasi uap

menggunakan destilasi Stahl serta analisis yang dilakukan dengan GC-MS. Kadar minyak

atsiri pada umur 4 bulan, 6 bulan, 7 bulan, 8 bulan dan 9 bulan adalah 0,61%; 0,81%;

0,82%; 0,61% dan 0,71%. Kadar yang dihasilkan menunjukan adanya korelasi dengan

umur tanaman. Waktu optimum untuk jahe merah adalah pada um,ur 7 bulan yang

memiliki kadar minyak atgsiri paling banyak yaitu 0,82%. Identifikasi komponen

kimiawi menunjukan bahwa minyak atsiri jahe merah mengandung trans-geraniol, geranil

asetat, zingiberene, citral, kurkumene, dan betasesquiphellandrene. Pada umur 6 bulan

dan 7 bulan komponen minyak atsiri mayor dalam jahe merah adalah geranil asetat,

sedangkan pada umur 8 bulan dan 9 bulan komponen minyak atsiri mayor adalah citral.

Zingiber officinale Roscoe

a. Analisis kualitatif : Plat GF-254 yang telah diaktifkan dengan pemanasan pada

suhu 110o C selama 4 jam diberi spot ekstrak yang berisi senyawa oleoresin

dimulai pada garis batas lalu dimasukkan ke dalam wadah pengembang yang telah

jenuh dengan eluen heksan dan dietileter dengan rasio 3 : 7, dan dibiarkan

perambatan eluen sampai batas akhir. Plat tersebut dikeluarkan dari wadah

pengembang, dan terlihat fraksi yang terpisah satu sama lainnya karena memiliki

nilai Rf (Retardation Factor) yang berbeda. Nilai Rf merupakan rasio jarak yang

ditempuh oleh zat yang larut (spot awal sampai posisi fraksi yang bersangkutan)

terhadap jarak yang ditempuh oleh eluen (spot awal sampai batas akhir).

Penyemprotan dengan larutan Folin-Ciaocalteu dilakukan untuk pembenaran

fraksi 1 sebagai gingerol, dan fraksi 2 sebagai shogaol.

14

b. Analisis kuantitatif : prosedur untuk analisa kuantitatif sama dengan analisis

kualitatif, hanya konsentrasi ekstrak etanol lebih tinggi yaitu dibuat 10%. Fraksi-

fraksi muncul pada posisi yang sama, dan tidak berbentuk spot melainkan berupa

luasan tertentu sesuai kadar masing-masing fraksi. Masing-masing fraksi 1 dan 2

diekstrak dari silika dengan pelarut aseton (10-30 ml) lalu dilakukan sentrifugasi

2800 x g selama 15 menit, dan supernatan diambil. Sentrifugasi dilakukan

beberapa kali sampai endapan silika tidak berwarna kecoklatan lagi. Supernatan

disaring dengan kertas saring whatman no. 42, sehingga didapat ekstrak aseton

yang berisi komponen fraksi 1 (gingerol) atau fraksi 2 (shogaol). Aseton diuapkan

dengan evaporator dan dilanjutkan dengan gas nitrogen untuk menghilangkan

residunya.

15

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,

bahan mineral, bahan sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan

tersebut yang secara empiris telah digunakan untuk pengobatan.

Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alami yang dapat

disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah

distandarisasi serta ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinis pada

manusia.

Sediaan obat tradisional seharusnya mempunyai kandungan bahan alami tanpa

campuran bahan kimia obat. Sayangnya saat ini ditemukan banyak jamu yang

mengandung bahan kimia obat. Konsumen menggemari jamu seperti ini karena

merasa khasiatnya “cespleng”, sekali minum langsung terasa pengaruhnya. Jamu

yang mengandung bahan kimia obat biasanya mempunyai nomor registrasi

palsu/fiktif, walaupun ada juga beberapa produsen nakal yang teregistrasi di badan

POM tetapi mencampurkan bahan kimia obat pada produknya seperti yang dapat

dilihat pada public warning Badan POM No. KH.00.01.43.2773 tanggal 2 Juni 2008

tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat. Dari 54 produk jamu yang

mengandung bahan kimia obat 7 di antaranya terdaftar di Badan POM dan

mempunyai izin edar.

Bahan kimia obat yang ditambahkan dalam jamu umumnya merupakan bahan kimia

yang digunakan sebagai bahan aktif obat keras (obat yang harus digunakan dibawah

16

pengawasan dokter). Bahan-bahan tersebut jika digunakan tanpa pengawasan dokter

dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan pada konsumen. Bahan kimia obat

yang sering ditambahkan pada jamu adalah:

Bahan kimia obat yang sering ditambahkan pada obat tradisional adalah Sibutramin

Hidroklorida, Sildenafil Sitrat, Siproheptadin, Fenilbutason, Asam Mefenamat,

Prednison, Metampiron, Theofili, dan Parasetamol.

Pada analisis kualitatif dan kuantitatif jenis Zingiberaceae terdapat kadar minyak

atsiri yang berbeda-beda.

4.2 Saran

Badan POM harus lebih memperhatikan bahan-bahan yang terkandung dalam obat

tradisional dan fitofarmaka dikarenakan sampai sejauh ini banyak obat tradisional

dan fitofarmaka yang masih mengandung bahan-bahan kimia yang dapat merugikan

konsumen.

Pilihlah produk yang berkualitas dengan ciri-ciri diantaranya sebagai berikut: dijual

di tempat-tempat resmi seperti apotek, toko obat atau agen-agen resmi yang ditunjuk,

nama dan alamat produsen jelas, memiliki merek dagang terdaftar, memiliki izin edar

dari BPOM, memiliki klaim sesuai aturan, tercantum tanggal kadaluarsa dan kode

produksi. (Catatan: produk kapsul herbal Dr. Liza juga dijual di apotik Century

Healthcare Jabodetabek

Ikuti cara aturan pakainya, meliputi dosis setiap kali konsumsi, frekuensi

pemakaiannya dan waktu yang tepat untuk mengonsumsinya.

Diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif semenjak awal suatu proses suatu

produk hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat.

Secara visual, jamu yang mengandung bahan kimia obat sulit dibedakan dengan jamu

yang tidak mengandung bahan kimia obat. Tetapi konsumen harus curiga bila jamu

yang diminum langsung terasa berkhasiat, atau konsumen tiba-tiba merasakan efek

17

samping seperti jantung berdebar, keringat yang berlebihan, pusing, perih pada

lambung atau gejala lain yang sebelum minum jamu tersebut tidak terasa, karena

kemungkinan jamu ini mengandung bahan kimia obat atau konsumen alergi terhadap

salah satu kandungan jamu tersebut. Bahan kimia obat yang dicampurkan pada jamu

dosisnya tidak terukur dan karena pencampuran yang tidak homogen, maka dosis

bahan kimia obat pada tiap kemasan bisa berbeda. Hal ini bisa berbahaya karena

memungkinkan konsumen mengkonsumsi bahan kimia obat secara berlebihan.

18

DAFTAR PUSTAKA

Deptan 2004, WHO 2003

Anonim, 2004, Kerangka Acuan Sub Program Pengembangan Bahan Obat Berbasis

Biodiversitas Indonesia, LIPI.

Anonim, 2004, Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat, Deptan.

http://www.pom.go.id/

Siti Sutiyah, Modul V - Obat Tradisional dan Fitofarmaka, 2008

19

\\\\\\\ LAMPIRAN

20