makalah etika pendidikan

download makalah etika pendidikan

of 24

Transcript of makalah etika pendidikan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah pendidikan di Indonesia saat ini masih seputar rendahnya kualitas,

relevansi, efisiensi dan produktifitas serta efektifitas. Penyebabnya adalah, (1) ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, (2) kesejahteraan pendidik yang belum memadai, (3) sarana dan prasarana yang kurang dan belum didayagunakan secara optimal, (4) biaya pendidikan yang belum memadai untuk menunjang mutu pembelajaran. Salah satu akar permasalahan adalah rendahnya kualitas tenaga kependidikan (Renstra Depdiknas 2005 dalam Gultom, 2007). Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia (idonbiu, 2009:1) Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMA di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang

1

mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). Masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Rendahnya mutu pendidikan dapat menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standarisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu: (1) rendahnya sarana fisik, (2) rendahnya kualitas guru, (3) rendahnya kesejahteraan guru, (4) rendahnya prestasi siswa, (5) rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, (6) rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan (7) mahalnya biaya pendidikan (wordpress, 2009:1). Berkaitan dengan kondisi guru sebagai pelaksana kurikulum, Fatah (Harian Umum Pikiran Rakyat, edisi 15 Desember 2005) memberikan gambaran sebagai berikut: sebagian guru di Indonesia tidak layak mengajar. Untuk tingkat SD guru yang tidak layak mengajar sebanyak 605.217 orang (49,3%), SMP 167.643 orang (35,9%), SMA 75.684 orang (32,9%), SMK 63.961 orang (43,3%). Berkenaan dengan tingkat kesesuaian guru mengajar, 15% guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang digelutinya. Akibatnya tidak ada kesesuaian antara keahlian dengan materi yang diajarkan. Dampak dari kenyataan tersebut berimbas pada mutu pendidikan. Dari data di atas dapat diketahui bahwa kualitas guru Indonesia masih sangat rendah. Dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, dari segala upaya yang dilaksanakan, hal yang paling menentukan adalah kegiatan belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas, dimana orang yang paling menentukan adalah guru. Dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa guru adalah pihak yang paling berpengaruh dalam suksesi pencapaian pendidikan yang bermutu. Sehingga dari berbagai

2

pembahasan pada akhirnya tetap guru yang alangkah baiknya meningkatkan kinerja dirinya untuk dapat mencapai kegiatan belajar mengajar yang bermutu dan pada akhirnya kompetensi peserta didik siap diuji dengan standar tanpa perlu khawatir tidak lulus. Sayangnya di negeri ini banyak oknum yang lebih suka adu argumen dan berdebat mengenai pendidikan, mengenai standarisasi ujiannya, mengenai siapa yang salah dan sebagainya, padahal sesungguhnya yang dibutuhkan anak bangsa adalah perubahan nyata dari penyelenggara dan pelaku pendidikan ke arah perbaikan baik kualitas maupun kuantitas, sehingga kekhawatiran akan ketidaklulusan dalam Ujian Nasional tidak perlu dirasakan lagi di kemudian hari, sebab kompetensi peserta didiknya sudah mumpuni. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kualitas pendidikan kita masih rendah, dimana pendidikan merupakan dasar membentuk bangsa yang bermartabat. Kemudian bila diamati dengan cermat ada unsur etika yang tersirat disana, yang bila ditelaah lebih dalam lagi etika di dunia pendidikan negeri ini masih belum cukup baik untuk menghasilkan individu-individu yang bermutu ditengah besarnya potensi bangsa. Etika merupakan cara-cara santun yang dipilih seseorang untuk bertindak dalam berbagai aktivitas yang dilakukannya, untuk mendapatkan tujuan-tujuan tertentu, dengan kata lain untuk menuju tujuan yang mulia hendaknya dilakukan dengan cara-cara yang mulia pula. Begitulah hendaknya etika berperan dalam pencapaian tujuan pendidikan yang seharusnya berjalan dengan terhormat. Seperti kita ketahui bersama, pendidikan mengajarkan banyak hal tentang kebaikan, keilmuan, kecerdasan emosional, dan berbagai hal untuk membentuk suatu kehidupan yang bermartabat dikemudian hari pada peserta didik, namun bagaimana mungkin jika pendidikan dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak terlalu beretika, maka tentu dapat menghasilkan kemerosotan kualitas individuindividu baru yang nantinya akan menjadi mesin penggerak roda bangsa Indonesia, yang pada akhirnya akan menjatuhkan martabat bangsa.

3

Untuk itu penulis sungguh prihatin dengan keadaan ini, dan berinisiatif secara sederhana mengamati isu yang terjadi dan menganalisis sintesis secara sederhana pula untuk menemukan titik-titik cerah untuk sebagai solusi dari permasalahan yang ada yang dapat dikembangkan lebih luas lagi dan kemudian dapat realisasikan demi tercapainya perbaikan secara nyata dengan menulis makalah berjudul Meningkatkan Martabat Bangsa dengan Membentuk Pendidikan yang Beretika

B. Tujuan Dengan mempertimbangkan latar belakang di atas maka penulis memiliki tujuan: 1. Menggugah para tenaga kependidikan dan calon tenaga kependidikan juga stakeholder pendidikan untuk bersama-sama memperbaiki dan membentuk etika kependidikan yang semestinya demi tercapainya pendidikan yang bermartabat. 2. Memulai untuk berpikir lebih banyak untuk perbaikan pendidikan dan mengambil langkah inisiatif sebagai upaya perbaikan. 3. Menguraikan ide-ide pokok yang terdapat dalam pikiran dalam kalimat-kalimat dan mengupayakannya agar terealisasi dengan baik sehingga kapasitas guru benar-benar dapat ditingkatkan. 4. Mengaplikasikan ide-ide yang tertuang dalam karya tulis ini sebagai langkah nyata dalam perbaikan pendidikan.

4

BAB II TELAAH PUSTAKA

A. Pengertian Etika dan Profesional Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata ethos yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 322 SM ). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya. Menurut Martin (dalam Saondi & Suherman, 2010:89) etika didefinisikan sebagai the discipline which can act as the performance index or reference for our control system. Dengan demikian etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia dalam kelompok sosialnya yang dapat dianggap sebagai sebuah pedoman. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenangg, tenteram, terlindungi tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Lain halnya dengan Srijanti, dkk (2007:217) yang menjelaskan dengan istilah etiket, yang berasal dari bahasa Perancis etiquette yang berarti aturan sopan santun dan tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Etiket mengajarkan kita untuk memelihara hubungan baik, bahkan memikirkan kepentingan dan keinginan orang lain. Pemahaman tentang etiket bisa jadi pengendali langkah yang ampuh, dan membuat kita disegani, dihormati, disenangi, percaya diri, maupun memelihara suasana baik di segala lingkungan. Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan tingkah laku ( akhlak ). Jadi, Etika membicarakan

5

tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian. Etika tentu bukan hanya dimiliki bangsa tertentu. Masyarakat dan bangsa apapun mempunyai etika; ini merupakan nilai-nilai universal. Nilai-nilai etika yang dikaitkan dengan etos kerja seperti rajin, bekerja, keras, berdisplin tinggi, menahan diri, ulet, tekun dan nilai-nilai etika lainnya bisa juga ditemukan pada masyarakat dan bangsa lain. Kerajinan, gotong royong, saling membantu, bersikap sopan misalnya masih ditemukan dalam masyarakat kita. Perbedaannya adalah bahwa pada bangsa tertentu nilai-nilai etis tertentu menonjol sedangkan pada bangsa lain tidak. Etika dalam perkembangannya sangat memengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita. Dengan demikian, etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya. Adapun yang dibicarakan dalam makalah ini, yaitu etika profesi, yang menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana mereka harus menjalankannya profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaannya. Profesional berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Supriadi (2008:36) menyatakan bahwa Profesi adalah suatu jabatan/pekerjaan yang biasanya memerlukan persiapan dan keahlian dan biasanya memiliki kode etik profesi. Jadi profesi adalah suatu6

pekerjaan atau jabatan yang memerlukan keahlian tertentu.

Artinya suatu

pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan ang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Daryanto, 2009:253). Menurut Jarvis dalam Sagala (2005:198) profesional dapat diartikan bahwa seorang yang melakukan tugas profesi juga sebagai ahli (expert) apabila dia secara spesifik memperolehnya dari belajar. Profesional berarti melakukan

sesuatu sebagai pekerjaan pokok sebagai profesi bukan sebagai pengisi waktu luang atau sebagai hobbi, karena membutuhkan keahlian. Dengan demikian,

seorang guru dikatakan profesional bila guru tersebut memiliki kualitas mengajar, mendidik, melatih yang tinggi, dan melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Guru adalah salah satu profesi penting dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu meningkatkan mutu pendidikan, berarti juga meningkatkan mutu guru. Meningkatkan mutu guru bukan hanya dari segi

kesejahteraan, tetapi juga profesionalnya. UU N0. 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) menyatakan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menulai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan siswa usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar , dan pendidikan menengah. Sebagai siswa profesional guru harus memiliki kompetensi kebelajar yang cukup. Kompetensi kebelajar itu

tampak pada kemampuannya menerapkan sejumlah konsep, asas belajar sebagai guru, mampu mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan yang menarik dan interaktif, disiplin, jujur, dan konsisten (Sagala, 2009:39).

7

B. Prinsip-Prinsip Etika Profesi Menurut Saondi dan Suherman (2010:95) ada beberapa prinsip etika profesi, yakni: 1. Tanggung jawab. Terdapat dua tanggung jawab yang di emban, yakni: terhadap pelaksanaan pekerjaan tersebut dan terhadap hasilnya terhadap dampak yang dari profesi tersebut untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya. 2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapasaja apa yang menjadi haknya. 3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum professional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya.

C. Kode Etik Guru Indonesia Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (Soetjipto dan kosasi dalam Sujarwo, 2009:4).

8

Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasardasar sbagai berikut: 1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. 2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional. 3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. 4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar. 5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. 6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan

meningkatkan mutu dan martabat profesinya. 7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. 8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. 9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang

pendidikan. Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik saja. Berikut secara rinci akan diuraikan satu-persatu.

9

D. Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal. Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan

pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.

E. Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara

mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.

10

Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu Guru digugu dan Ditiru (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain. Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi teman bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.

Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata dalam Sujarwo, 2009:7). Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik. Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta11

didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.

F. Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata dalam Sujarwo, 2094:9). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.

12

Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.

G. Etika Guru Profesional Terhadap Tempat Kerja Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain

disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal. Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional. Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini. Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

13

Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik. Dari berbagai penjelasan di atas dapat dipahami bahwa etika berperan banyak dalam suksesnya program pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan anak bangsa untuk menjadikan bangsa ini bermartabat di mata dunia, tentunya setelah menyadari pentingnya sebuah etika dalam pendidikan maka hendaknya para pelaku pendidikan mulai membuat tindakan nyata melakukan perbaikan yang dimulai dengan perbaikan etika pada pelaku pendidikan, sehingga mesin yang bekerja untuk menggerakkan roda pendidikan menjadi mesin yang sehat dan dapat bekerja secara optimal.

14

BAB III METODE PENULISAN

Makalah ini ditulis dengan sederhana melalui pengamatan fakta-fakta yang terjadi di Indonesi dengan media informasi elektronik maupun cetak dengan memperhatikan berbagai hal yang mempengaruhinya dan mengaitkannya argumentasi penulis yang rasional lalu dilakukan analisis dan sintesis oleh penulis yang kemudian menghasilkan solusi strategis yang sederhana dari hasil pemikiran penulis yang dapat dikembangkan sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkan berbagai perkembangan dan karakter masyarakat di lapangan.

15

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

Gambar 4.1. Skema Kerangka Berpikir

Keadaan Pendidikan di Indonesia Memprihatinkan

Tenaga Kependidikan Perlakuan Calon Tenaga Kependidikan PENDIDIKAN yang Ber-ETIKA

Upaya Perbaikan

ETIKA

Indonesia yang BERMARTABAT

Pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan siswa yaitu saling bertukar informasi. Istilah keterampilan dalam Pembelajaran Keterampilan diambil dari kata terampil (skillful) yang

mengandung arti kecakapan melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan cekat, cepat dan tepat. Kata cekat mengandung makna tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dari sudut pandang karakter, bentuk, sistem dan perilaku obyek yang diwaspadai. Di dalamnya terdapat unsur kreatifitas, keuletan mengubah kegagalan menjadi keberhasilan (adversity) serta kecakapan

menanggulangi permasalahan dengan tuntas. Istilah cepat merujuk kepada kecakapan mengantisipasi perubahan, mengurangi kesenjangan kekurangan (gap) terhadap masalah, maupun obyek dan memproduksi karya berdasarkan target waktu terhadap keluasan materi, maupun kuantitas sesuai dengan sasaran yang ditentukan. Kata tepat menunjukkan kecakapan bertindak secara presisi untuk menyamakan bentuk, sistem, kualitas maupun kuantitas dan perilaku karakteristik obyek atau karya.

16

Sehubungan menentukan solusi pemecahan masalah, sebelumnya mari kita tinjau dahulu kondisi guru sebagai pelaksana kurikulum, Fatah (Harian Umum Pikiran Rakyat, edisi 15 Desember 2005) memberikan gambaran sebagai berikut: sebagian guru di Indonesia tidak layak mengajar. Untuk tingkat SD guru yang tidak layak mengajar sebanyak 605.217 orang (49,3%), SMP 167.643 orang (35,9%), SMA 75.684 orang (32,9%), SMK 63.961 orang (43,3%). Berkenaan dengan tingkat kesesuaian guru mengajar, 15% guru mengajar tidak sesuai dengan keahlian yang digelutinya. Akibatnya tidak ada kesesuaian antara keahlian dengan materi yang diajarkan. Dampak dari kenyataan tersebut berimbas pada mutu pendidikan. Buruknya mutu guru tersebut nyata di hadapan kita sehingga akan membutuhkan kerja keras untuk melaksanakan perbaikan. Tindakan atas hal tersebut tidak hanya harus segera dilakukan namun juga harus tepat sasaran. Karenanya ada beberapa hal yang sebaiknya terlebih dahulu disentuh. Dengan memperhatikan telaah pustaka yang terlebih lahulu telah disajikan, etika menjadi sesuatu yang mendasar dalam suatu profesi, etika merupakan cara yang santun yang dipilih seseorang untuk melaksanakan tugasnya, efektivitas kinerja kita tentu ditentukan dari prosesnya, dari kalimat tersebut tentu dapat timbul pertanyaan, apakah individu yang dihasilkan dari mesin pendidikan yang memproses tidak dengan etika yang baik akan menghasilkan keluaran yang baik?. Dengan tegas penulis menjawab tidak. Segala sesuatu yang dihasilkan membutuhkan proses, dan proses tersebut harus baik, dalam hal ini harus ber etika, sehingga dapat disadari bahwa etika merupakan dasar yang sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Di lain situasi etika bangsa dan kualitas pendidikan bangsa yang baik menjadikan suatu bangsa menjadi bangsa yang bermartabat. Untuk itu perbaikan pendidikan harus dimulai dari perbaikan etika, untuk memperbaiki etika ribuan tenaga kependidikan di Indonesia bukan lah hal yang mudah, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan, dan perbaikan tetap harus dilakukan meskipun sulit.17

Untuk saat ini hal yang paling mungkin dilakukan menurut penulis adalah dengan pelatihan dan penyuluhan pada tenaga kependidikan yang telah lama menggeluti dunia pendidikan, dan pemberian matakuliah etika kependidikan pada calon-calon tenaga kependidikan yang masih dalam bangku kuliah. Artinya dalam hal ini ada dua objek sasaran perlakuan, yaitu tenaga kependidikan dan calon tenaga kependidikan. 1. Tenaga Kependidikan. Merupakan orang-orang yang sudah berkecimpung di dunia pendidikan, untuk itu menurut penulis hal yang paling mungkin di lakukan adalah pelatihan dan penyuluhan, dengan tujuan perbaikan pola pikir untuk memperbaiki kualitas diri terus menerus tanpa batas, karena ilmu tidak akan habis untuk sebuah perbaikan, namun pelatihan tidak dilaksanakan sekedar saja, seperti yang biasa dilakukan, pelatihan harus ditindaklanjuti dengan pendampingan oleh pakar-pakar yang ahli sesuai bidang yang dibutuhkan hingga guru benar-benar mampu untuk bekerja sendiri dengan kendali diri yang baik. 2. Calon tenaga kependidikan. Merupakan orang-orang yang sedang mempelajari ilmu kependidikan dan nantinya akan terjun ke dunia pendidikan, calon-calon tenaga kependidikan ini adalah generasi muda yang masih segar penuh ide dan belum banyak pengalaman, individuindividu ini hendaknya ditanamkan sejak dini mengenai etika profesi, bagaimana ia harus menjalankan tugas dengan santun dan terhormat dengan performa yang baik pula, sehingga terbentuk pola pikir yang baik dan pribadi yang unggul, kemudian setelah lulus dan terjun di dunia pendidikan ia dapat bekerja dengan baik dan menyalurkan ide-ide kreatifnya dengan santun dan berkualitas. Perbaikan-perbaikan diatas tentunya masih sangat dapat dilakukan jika dari pihak tenaga kependidikan dan calon-calon tenaga kependidikan tersebut memiliki DNA perubahan yang akan mengantarnya pada kemauan untuk merubah keadaan, sulit tentunya merubah kebiasaan lama, namun tidak ada kata tidak mungkin untuk sebuah perbaikan. Terlebih semua permasalahan ini berasal dari dunia pendidikan,

18

dimana pendidikan adalah ilmu yang akan mengajarkan ilmu-ilmu lain ke generasi berikutnya, baik dari segi moral, etika dan sains. Pendidikan adalah panutan dari ilmu lain, sehingga figure pendidikan hendaknya dapat menjadi teladan di lingkungan formal dan informal. Dari motivasi tersebut seharusnya segala perbaikan menuju dunia pendidikan yang bermartabat akan dapat dicapai. Dalam perbaikan menuju pendidikan yang bermartabat segala pihak dapat turut berpartisipasi, baik guru itu sendiri, para calon guru, para pakar di dinia pendidikan, stakeholder pendidikan, pemerintah, maupun masyarakat, sebab dukungan dari berbagai pihak tersebut dapat menyukseskan perbaikan-perbaikan ini secara nyata, namun dalam hal ini, pihak yang diutamakan dalam gagasan ini, adalah guru itu sendiri, para calon guru, pakar dan stakeholder pendidikan. Partisipasi dari pihak-pihak tersebut yang akan sangat berpengaruh pada tercapainya pendidikan yang bermutu. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dari alternative yang penulis usulkan ini adalah sebagai berikut: Perlakuan untuk tenaga kependidikan: 1. Pembuatan rancangan kegiatan, kegiatan dirancang dengan

mempertimbangkan segala fasilitas, dukungan, dorongan, kesempatan, kemungkinan dan kapasitas tim yang ada, sehingga kegiatan dapat dirancang seefektif dan seefisien mungkin namun tidak mengurangi kualitasnya. 2. Pembuatan proposal dan kegiatan persiapan administrasi lainnya, mempersiapkan administrasi dan kesekretariatan merupakan halyang penting, agar jelasnya tujuan kegiatan, manfaatnya, apa yang akan dilakukan, darimana dananya, dan apa dampaknya terhadap perbaikan pendidikan, sehingga pekerjaan ini harus dapat diselesaikan sesegera mungkin. 3. Penentuan pelaksana kegiatan, pelaksanaan kegiatan ditentukan dengan mempertimbangkan waktu luang yang ada diantara tim, tutor, pihak guru,

19

dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, dengan menyamakan kepentingan dan kesepahaman. 4. Pemilihan pakar yang layak untuk melakukan pelatihan, pakar akan ditempatkan sebagai tutor, dimana akan dipilih pakar-pakar pendidikan yang sesuai dengan bidang keahliannya dan mempunyai visi dan misi yang sama, yaitu perbaikan pendidikan secara nyata. 5. Pengumpulan dana untuk pelaksanaan kegiatan. Pengumpulan dana harus dilakukan demi terlaksananya kegiatan yang berkualitas, dan dana dapat berasal dari manapun yang dianggap layak dan sesuai, dan sesuai dengan aturan yang ada dan sesuai norma agama. 6. Pemilihan sekolah yang layak diadakan pelatihan, sebelum kegiatan dilaksanakan, penyelenggara harus menentukan dengan seleksi, sekolah mana yang layak pendapatkan pelatihan dan pendampingan, dengan mempertimbangan tekad dan kemauan untuk melakukan perbaikan, kemudian kemauan berpartisipasi dan beberapa pertimbangan lainnya. 7. Pelaksanaan pelatihan secara efektif dan efisien, pelatihan berorientasi pada perbaikan pendidikan yang dimulai dari perbaikan kinerja guru dalam merancang, melakukan, dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajarnya yang merupakan dasar pemikiran gagasan ini, yang dilaksanakan dengan seefektif dan seefisien mungkin tanpa mengurangi kualitasnya. 8. Sebagai tindak lanjut diadakan pendampingan secara berkelanjutan agar kualitas dan ilmu yang ditanamkan pada pelatihan dapat tetap terjaga, sehingga setelah pelatihan berlangsung selanjutnya dilakukan

pendampingan terhadap guru, agar guru tetap terarah dalam pelaksanaan tugasnya dan terbiasa dengan perbaikan-perbaikan, sehingga materi pelatihan yang dilakukan tidak pudar, namun langsung diaplikasikan dan guru menjadi terbiasa dengan kegiatan yang semestinya dilaksanakannya.

Perlakuan untuk calon tenaga kependidikan:

20

1. Pihak pemerintah diharapkan mampu mengusulkan pada seluruh perguruan tinggi penghasil tenaga kependidikan untuk menambah matakuliah etika kependidikan dengan SKS yang memadai. 2. Matakuliah ini hendaknya menjadi matakuliah wajib, dan pelaksanaannya benar-benar baik dengan praktek dan penelitian kecil di lapangan yang dilakukan peserta didik, sehingga peserta didik tidak hanya mengetahui materi, namun mendapat pelajaran nyata di lapangan sehingga menggugah nuraninya untuk bertekad bekerja dengan etika yang baik nantinya. 3. Pihak universitas harus mengontrol penuh sesuai kadarnya untuk memastikan matakuliah ini efektif dan berpengaruh banyak dan baik pada peserta didik. 4. Sehingga di kemudian hari untuk lulus dari sebuah universitas calon tenaga kependidikan tidak hanya teruji dari segi keilmuan, namun juga beretika, memiliki kendali diri yang baik, kepribadian unggul, dan berpotensi untuk terus berkembang.

21

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Melihat buruknya kualitas pendidikan di negeri ini juga termasuk di kota yang kami diami, kami berusaha tidak hanya diam, kami mulai berkumpul dan berdikusi mengenai titik masalah yang terjadi, mulai membentuk keinginan untuk berpartisipasi untuk memperbaikinya meskipun hanya bermula dari sebuah alternative solusi dari bagian-bagian kecil yang kami tahu. Alternative solusi yang penulis maksud adalah untuk mengadakan sebuah kegiatan yang dapat berfungsi dan bermanfaat dalam peningkatan etika tenaga pendidikan sebagai perbaikan kualitas guru. Dimana kegiatan tersebut berupa pelatihan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah yang dianggap layak mendapat pelatihan dengan berbagai pertimbangan yang rasional terhadap sekolah-sekolah tersebut, dimana pendampingan tersebut dilaksanakan oleh para calon guru dan tutornya adalah pakar-pakar yang sesuai dengan bidang yang akan

disampaikannya, kemudian sebagai tindak lanjut diadakan pendampingan terhadap guru sehingga dapat dipantau bahwa materi yang diberi benar-benar dapat diaplikasikannya dalam kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan oleh guru tersebut samapai dengan waktu yang disepakati bersama dengan pertimbangan target capaian yang dituju, waktu luang yang tersedia, dana, dan berbagai pertimbangan rasional lainnya. Kemudian untuk calon-calon tenaga kependidikan, diberikan matakuliah tambahan yang berkaitan dengan etika kependidikan yang harus menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan baik, artinya bibit-bibit pribadi beretika harus ditanamkan sesegera mungkin, dan hal ini akan sangat berpengaruh bila diberlakukan pada individu yang sedang belajar, karena dari belajar mereka akan tahu dan melakukan mana yang mereka anggap benar, jika pembelajaran tersebut dilakukan dengan benar, dan tentunya figure yang mereka lihat harus menjadi teladan yang baik, untuk menjadi motivator mereka menggerakkan mesin pendidikan dan mesin Negara dengan baik pada generasi mereka.

22

Dari alternative solusi masalah yang akan dilaksanakan diatas jika terdapat kemauan untuk melakukan perubahan oleh guru yang didampingi, dan ada kemauan yang kuat dari pihal pelaksana dan tutor, juga ada dukungan positif dari pihak-pihak yang berkepentingan yaitu stakeholder pendidikan, pemerintah, dan masyarakat,maka tentunya tingkat capaian yang didapat akan tinggi, akan terjadi perubahan kapasitas yang signifikan pada guru dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakannya, sehingga prestasi belajar peserta didik akan meningkat dan diharapkan peserta didik akan siap menghadapi tes standar yang diadakan pemerintah tanpa harus khawatir tidak lulus. Akan lebih baik lagi jika setelah kegiatan pendampingn selesai guru-guru yang mengalami pendampingan tetap dapat mempertahainkan kinerjanya, atau bahkan dapat berinovasi lagi dengan penelitian-penelitian tindakan kelas yang dapat dilaksanakannya sehingga dapat terus terjadi perbaikan yang berarti dalam dirinya yang kemuadian akan ia tularkan kepada teman-temannya, atasannya, dan para calon guru sebagai inspirator baru. Maka dapat disimpulkan perbaikan pendidikan harus segera dilakukan dengan tepat sasaran, dan tindakan nyata, tidak hanya perdebatan argument yang tidak ada habisnya tentang Ujian Nasional yang tetap harus dilaksanakan, yang harusnya banyak kita pikirkan adalah perbaikan nyata untuk para pendidik untuk tercapainya pendidikan yang berkualitas dan bermartabat sehingga tidak perlu khawatir dengan ketetapan nilai minimum dan standarisasi yang akan dilaksanakan karena kualitas pendidikan sudah membaik.

23

Daftar Pustaka

Ahmad. 2009. Kualitas Pendidikan di Indonesia. http: //uses.wordpress.com /kualitas-pendidikan-di-indonesia/. Diakses 4/11/2009. Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif& Inovatif. Teori dan Praktik dalam Pengembangan Profesionalme Guru. Jakarta: AV Publisher. Fatah (Harian Umum Pikiran Rakyat, edisi 15 Desember 2005) Franciscusti. 2009. Pengertian Pembelajaran .http: //franciscusti.blogspot.com /2008/06/pembelajaran-merupakan proses.html. Diakses 4/11/2009. Gultom, Syawal. 2007. Sertifikasi Guru: Tantangan bagi Guru Profesional. Makalah Disajikan dalam Seminar Strategi Pencapaian Kompetensi dalam Rangka Menghadapi Uji Sertifikasi Profesi Guru dan Dosen. Unimed, Medan, 14 Juli 2007. http: //www.idonbiu.com/2009/10/latar-belakang-masalah-pendidikan.html. Sagala, Syaiful .2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta Saondi, dan Suherman.2010.Etika Profesi Keguruan.Refika Aditama:Bandung Srijanti, Purwanto, & Artiningrum.2007.Etika Membangun Profesionalisme Sarjana.Univ. Mercu Buana:Jakarta Sikap dan

Sujarwo, Anton.2009. Etika Profesional dalam Pendidikan. http://www.tugaskuliah.info/2009/06/etika-profesional-dalampendidikan.html Supriadi, Oding.2008.Profesi Guru dan Langkah Pengembangannya. Jurnal TABULARASA, Vol. 5 No.1 PPs Unimed Triando. 2009. Peningkatan Kualitas Pendidikan Indonesia. http://privace23.blogspot.com/2009/08/peningkatan-kualitas-pendidikandi.html. Diakses 17 /11/2009.

24