Makalah Etika Islam

30
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan hidayah-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah “ Etika Di Indonesia dan ajaran Islam ” sebagai tugas penyajian makalah untuk mata kuliah Etika Profesi. Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Ilmi A. Stialani, S.Psi selaku dosen Etika Profesi, yang telah banyak memberikan bimbingan kepada kami dalam penyusunan makalah ini. Tidak lupa terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Sebagai penulis kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembimbing dan pembaca yang sifatnya membangun. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya. Mataram, 01 April 2013 1

Transcript of Makalah Etika Islam

Page 1: Makalah Etika Islam

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan hidayah-

Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah “ Etika Di Indonesia dan ajaran Islam ”

sebagai tugas penyajian makalah untuk mata kuliah Etika Profesi.

Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Ilmi A. Stialani, S.Psi selaku dosen Etika

Profesi, yang telah banyak memberikan bimbingan kepada kami dalam penyusunan makalah

ini. Tidak lupa terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah ikut

berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Sebagai penulis kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembimbing dan

pembaca yang sifatnya membangun. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kami

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Mataram, 01 April 2013

Penulis

1

Page 2: Makalah Etika Islam

DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................................1

Daftar Isi...................................................................................................................................2

Bab I. Pendahuluan...................................................................................................................3

A. Latar Belakang...............................................................................................................3

B. Tujuan............................................................................................................................3

C. Rumusan Masalah..........................................................................................................3

Bab II. Pembahasan...................................................................................................................4

A. Pengertian Etika Dan Etika Islam..................................................................................4

B. Konsep Etika Menurut Para Filosof Muslim.................................................................6

C. Analisis Tentang Konsep Etika Para Filosof Muslim..................................................15

D. Komparasi , Moral Dan Akhlak...................................................................................16

Bab III. Penutup......................................................................................................................18

A. Kesimpulan..................................................................................................................18

B. Saran.............................................................................................................................18

Daftar Pustaka.........................................................................................................................19

2

Page 3: Makalah Etika Islam

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

kata-kata seperti “etika”, “etis”,dan “moral” tidak terdengar dalam ruang kuliah saja

dan tidak menjadi monopoli kaum cendekiawan. Diluar kalangan intelektual pun sering

disinggung hal-hal seperti itu. Memang benar, dalam obrolan dipasar atau ditengah

penumpang-penumpang opelet kata-kata itu jarang sekali muncul. Tapi jika membuka

surat kabar atau majalah, hampir setiap hari kita menemui kata-kata tersebut. Apalagi

bila dikaitkan dengan penegasan Rasulullah SAW; bahwa kehadirannya dimuka bumi ini

missi utamanya adalah menyempurnakan akhlak yang mulia.

Perkembangan pemikiran manusia selalu menarik untuk dikaji. Manusia yang

berfikir adalah manusia yang dinamis. Karena determinasi naturalistic yang membawa

manusia kepada puncak posisi sebagai makhluk Tuhan adalah kemampuannya untuk

berfikir itu.

Berfikir adalah sebuah aktivitas awal yang menggerakkan seluruh aktivitas

kemanusiaan. Para filosof adalah manusia-manusia pilihan yang mengabdikan dirinya

pada pergulatan keilmuan dan pemikiran yang tiada henti. Walaupun pandangan sinis

sering diarahkan kepada kaum filosof sebagai kelompok yang hanya duduk dikursi dan

menteorikan dunia khayalan, tetapi kehadiran para filosof telah memberikan warna

tersendiri bagi kehidupan didunia ini. Setidaknya mereka mampu mengabstraksikan

realitas yang dia lihat utamanya dalam konsep-konsepnya tentang etika.

B. Tujuan Makalah

Adapun tujuan dari penyusunan Makalah ini ialah sebagai berikut :

1. Memahami arti dari etika dan etika Islami.

2. Mengetahui berbagai konsep-konsep etika menurut para filosof muslim.

3. Memahami komparasi dari etika, moral dan akhlak

4. Menarik Kesimpulan dari berbagai konsep yang disajikan

C. Rumusan Masalah

1. Apa itu Etika dan Etika Islam?

2. Bagaimana Konsep Etika menurut para filosof muslim?

3. Apa komparasi antara etika, moral dan akhlak?

3

Page 4: Makalah Etika Islam

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Dan Etika Islam

Etika adalah suatu cabang filsafat yang membicarakan tentang perilaku manusia.

Atau dengan kata lain, cabang filsafat yang mempelajari tentang baik dan buruk.

Untuk menyebut etika, biasanya ditemukan banyak istilah identik : moral, norma

dan etiket. Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, istilah

“etika” pun bersal dari Yunani kuno. Kata Yunani ethos merupakan bentuk tunggal yang

bisa memiliki banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang;

kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap dan cara berpikir. Bentuk jamaknya

adalah ta etha yang berarti: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar

belakang bagi terbentuknya istilah “etika” dalam filsafat. Dalam sejarahnya, Aristoteles

(384-322 SM) sudah menggunakan istilah ini yang dirujuk kepada filsafat moral.

Istilah lainya yang memiliki konotasi makna dengan etika adalah moral. Kata

moral dalam bahasa Indonesia berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat

kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores, atau

manners, morals. Kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna

tata tertib batin atau tata tertib hatinurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin

dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi

etika.

Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima umum

tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya. Pada hakikatnya moral menunjuk

pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas, sementara etika umumnya

lebih dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan di pelbagai wacana etika.

Akhir-akhir ini istilah etika mulai digunakan secara bergantian dengan filsafat moral

sebab dalam banyak hal, filsafat moral juga mengkaji secara cermat prinsip-prinsip etika.

Ketika dihubungkan dengan Islam, selalu muncul pertanyaan mendasar, adakah

sesungguhnya yang disebut sebagai etika Islam itu?. Menurut abdul Haq Anshari dalam

Islamic Ethics: Concepts and Prospects meyakini bahwa sesungguhnya Etika Islam

sebagai sebuah disiplin ilmu atau subyek keilmuan yang mandiri tidak pernah ada pada

hari ini. Menurutnya kita tidak pernah menjumpai karya-karya yang mendefinisikan

konsepnya, menggambarkan isu-isunya dan mendiskusikan pemasalahannya. Apa yang

kita temukan justru diskusi yang dilakukan oleh berbagai kalangan penulis, dari

4

Page 5: Makalah Etika Islam

kelompok filosof, teolog, ahli hukum Islam, sufi dan teoretis ekonomi dan politik

dibidang mereka masing-masing tentang berbagai isu, baik yang merupakan bagian dari

keilmuan mereka atau relevan dengan etika Islam.

Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Aliran Obyektivisme

Berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat obyektif,

terletak pada subtansi tindakan itu sendiri. Paham ini melahirkan apa yang

disebut paham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik, menurut

paham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan dengan

kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang

mendesak kita untuk berbuat begitu. Tokoh utama pendukung aliran ini ialah

Immanuel Kant, sedangkan dalam Islam –pada batas tertentu- ialah aliran

Mu’tazilah.

2. Aliran subyektivisme

Berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan

dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu. Subyek disini bias saja

berupa subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bias saja subyek Tuhan.

Paham subyektifisme etika ini terbagi kedalam beberapa aliran sejak dari etika

hedonismenya Thomas Hobbes sampai ke paham tradisionalismenya Asy’ariyah.

Menurut paham Asy’ariyah, nilai kebaikan suatu tindakan bukannya terletak pada

obyektifitas nilainya, melainkan pada keta’atannya pada kehendak Tuhan.

As’ariyah berpandangan bahwa manusia itu bagai ‘anak kecil’ yang harus

senantiasa dibimbing oleh wahyu karena tanpa wahyu manusia tidak mampu

memahami mana yang baik dan mana yang buruk.

Kalau kita sepakati bahwa etika adalah suatu kajian kritis rasional mengenai

yang baik dan yang buruk, bagaimana halnya dengan teori etika dalam Islam.

Sedangkan telah disebutkan dimuka, bahwa terdapat dua paham, yaitu paham

rasionalisme yang diwakili Mu’tazilah dan paham tradisionalisme yang diwakili oleh

Asy’ariyah. Munculnya perbedaan itu memang  sulit diingkari  baik  karena

pengaruh  Filsafat  Yunani  ke dalam dunia Islam maupun karena narasi ayat-ayat al-

Qur’an  sendiri  yang mendorong  lahirnya perbedaan  penafsiran.  Di dalam Al-Qur’an

5

Page 6: Makalah Etika Islam

pesan etis biasanya diselubungi oleh isyarat-isyarat yang menuntut penafsiran dan

perenungan oleh manusia.

Etika Islam memiliki antisipasi jauh ke depan dengan dua  cirri utama. 

Pertama,  etika Islam tidak menentang fithrah manusia. Kedua,  etika  Islam  amat 

rasionalistik.  Dalam diskusi tentang hubungan antara  etika  dan  moral,  problem  yang 

seringkali muncul  ialah  bagaimana melihat peristiwa moral yang bersifat partikular dan

individual dalam perspektif  teori  etika  yang bersifat rasional dan universal. Islam 

yang  mempunyai  klaim  universal  ketika  dihayati dan direalisasikan  cenderung 

menjadi  peristiwa  partikular  dan individual.  Pendeknya, tindakan moral adalah

tindakan konkrit yang bersifat pribadi dan subyektif. Tindakan moral  ini  akan menjadi 

pelik ketika dalam waktu dan subyek yang sama terjadi konflik nilai. Misalnya  saja, 

nilai  solidaritas  kadangkala berbenturan  dengan  nilai  keadilan dan kejujuran. Di

sinilah letaknya kebebasan, kesadaran moral serta rasionalitas menjadi amat  penting. 

Yakni  bagaimana  mempertanggungjawabkan suatu tindakan subyektif dalam kerangka

nilai-nilai etika  obyektif, tindakan  mikro  dalam kerangka etika makro, tindakan

lahiriah dalam acuan sikap batin.

Dalam perspektif Psikologi, manusia terdiri dari tiga unsur penting yaitu, Id,

Ego, dan SuperEgo, sedangkan dalam pandangan Islam ketiganya sering dipadankan

dengan nafsu amarah, nafsu lawwamah, dan nafsu mutmaninah. Ketiganya merupakan

unsur hidup yang ada dalam manusia yang akan tumbuh berkembang seiring perjalanan

dan pengalaman hidup manusia.

B. Konsep Etika Menurut Para Filosof Muslim1. Al-Kindi

Dalam hal ini etika Al-Kindi berhubungan erat dengan definisi mengenai

filsafat atau cita filsafat. Filsafat adalah upaya meneladani perbuatan-perbuatan

Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan manusia. Yang dimaksud dengan

definisi ini ialah agar manusia memiliki keutamaan yang sempurna, juga diberi

definisi yaitu sebagai latihan untuk mati. Yang dimaksud ialah mematikan hawa

nafsu, dengan jalan mematikan hawa nafsu itu untuk memperoleh keutamaan.

Kenikmatan hidup lahiriah adalah keburukan. Bekerja untuk memperoleh

kenikmatan lahiriah berarti meningggalkan penggunaan akal.

Pertanyaan yang dapat diajukan ialah bagaimana cara untuk menjadi manusia

yang memiliki keutamaan yang sempurna itu. Bagaimana cara untuk mematikan

6

Page 7: Makalah Etika Islam

hawa nafsu agar dapat mencapai keutamaan itu. Jawaban pertanyaan ini ialah :

keahuilah keutamaan itu dan bertingkah lakulah sesuai tuntutan keutamaan itu.

Al-Kindi berpendapat bahwa keutamaan manusia tidak lain adalah budi

pekerti manusiawi yang terpuji. Keutamaan ini kemudian dibagi menjadi tiga bagian.

Pertama merupakan asas dalam jiwa, tetapai bukan asas yang negatif, yaitu

pengetahuan dan perbuatan (ilmu dan amal). Hal ini dibagi lagi menjadi tiga :

a. Kebijaksanaan (hikmah) yaitu keutamaan daya fikir; bersifat teoritik yaitu

mengetahu segala sesuatu yang bersifat universal secara hakiki; bersifat praktis

yaitu menggunakan kenyataan yang wajib dipergunakan.

b. Keberanian (nadjah) ialah keutamaan daya gairah (ghadabiyah; passiote), yang

merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang memandang ringan kepada

kematian untuk mencapai sesuatu yang harus dicapai dan menolak yang harus

ditolak.

c. Kesucian (iffah) adalah memperoleh sesuatu yang memang harus diperoleh guna

mendidik dan memelihara badan serta menahan diri yang tidak diperlukan untuk

itu.

Kedua keutamaan-keutamaan manusia tidak terdapat dalam jiwa, tetapai

merupakan hasil dan buah dari tiga macam keutamaan tersebut. Dan ketiga hasil

keadaan lurus tiga macam keutamaan itu tercermin dalam keadilan. Penistaan yang

merupakan padanannya adalah penganiayaan.

2. Al-Farabi

Konsep etika yang ditawarkan Al-Farabi dan menjadi salah satu hal penting

dalam karya-karyanya, berkaitan erat dengan pembicaraan tentang jiwa dan politik.

Begitu juga erat kaitanya dengan persoalan etika ini adalah persoalan kebahagiaan.

Didalam kitab At-tanbih fi sabili al-Sa’adah dan Tanshil al-Sa’adah, Al-Farabi

menyebutkan bahwa kebahagiaan adalah pencapaian kesempurnaan akhir bagi

manusia, al-Farabi juga menekankan empat jenis sifat utama yang harus menjadi

perhatian untuk mencapai kebahagiaan didunia dan diahirat bagi bangsa-bangsa dan

setiap warga negara, yakni :

a. Keutamaan teoritis, yaitu prinsip-prinsip pengetahuan yang diperoleh sejak awal

tanpa diketahui cara dan asalnya, juga yang diperleh dengan kontemplasi,

penelitian dan melalui belajar.

7

Page 8: Makalah Etika Islam

b. Keutamaan pemikiran, adalah yang memungkinkan orang mengetahui hal-hal

yang bermanfaat dalam tujuan. Termasuk dalm hal ini, kemampuan membuat

aturan-aturan, karena itu disebut keutamaan pemikiran budaya (fadhail fikriyah

madaniyyah).

c. Keutamaan akhlak, bertujuan mencari kebaikan. Jenis keutamaan ini berada

dibawah dan menjadi syarat keutamaan pemikiran, kedua jenis keutamaan

tersebut, terjadi dengan tabiatnya dan bisa juga terjadi dengan kehendak sebagai

penyemprna tabiat atau watak manusia.

d. Keutamaan amalia, diperoleh dengan dua cara yaitu pernyataan-pernyataan yang

memuaskan dan merangsang.

3. Ikhwan al-Safa`

Adapun tentang moral etika, ikhwan al-Safa’ bersifat rasionalistis. Untuk itu

suatu tindakan harus berlangsung bebas merdeka. Dalam mencapai tingkat moral

dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari ketergantungan kepada materi.

Harus memupuk rasa cinta untuk bisa sampai pada eksatase. Percaya tanpa usaha,

mengetahui tanpa berbuat adalah sia-sia. Kesabaran dan ketabahan, kelembutan,

kasih saying dan keadilan. Rasa syukur, mengutamakan kebajikan, gemar berkorban

untuk orang lain kesemuanya harus menjadi karakteristik pribadi. Sebaliknya, bahasa

kasar, kemunafikan, penipuan, kezaliman dan kepalsuan harus dikikis habis sehingga

timbul kesucian perasaan, kecintaan yangmembara sesama manusia, dan keramahan

terhadap alam dan binatang liar sekalipun.

Jiwa yang telah dibersihkan akan mampu menerima bentuk-bentuk cahaya

spiritual dan entitas-entitas yang bercahaya. Semakin suci jiwa dan tidak terbelenggu

oleh ikatan jasmani, semakin dapat memahami makna dasar yang tersembunyi dalam

kitab suci dan kessuainya dengan data pengetahuan rasional dalm filsafat.

Sebaliknya, selama jiwa terperosok dalam daya pikat tubuh dan oleh keinginan-

keinginan dan kesenangan-kesenanganya, ia tidak dapt mengetahui makna kitab suci

dan ia tidak akan dapat beranjak kepad bola-bola langit dan secara langsung

merenungkan apa yang ada disana.

4. Ibnu Maskawaih

Ibnu maskawai adalah seorang moralis yang terkenal. Sehingga dia mendapat

julukan sebagai bapak etika Islam, Maskawaih dikenakl juga sebagai guru ketiga (Al-

8

Page 9: Makalah Etika Islam

Mutaalim al-Tsalis), setelah al-Farabi yang digelari guru kedua. Sedangkan yang

dipandang sebagai guru pertama adalah aristoteles.

Teorinya tentang etika secara rinci ditulis dalam kitab Tahdzb al-Akhlaq wa

al-‘Araq (pendidikan budi dan pembersihan watak). Maskawaih membagi kitabnya

itu menjadi tujuh bagian. Bagian pertama membicaraka perihal jiwa yang merupakan

dasar pembahasan akhlaq. Bagian kedua membicarakan manusia dalam hubunganya

dengan akhlak. Bagian ketiga membicarakan perihal kebajikan dan kebahagiaan yang

merupakan inti pembahasan tentang akhlak. Bagian keempat membicarakan perihal

keadilan. Bagian kelima membicarakan perihal cinta dan persahabatan. Bagian

keenam dan ketujuh membicarakan perihal pengobatan penyakit-penyakit jiwa.

Teori etika Maskawaih bersumber pada filsafat Yunani, peradaban Persia,

ajaran syari’at Islam, dan pengalaman pribadi. Filsafat etika Maskawaih ini selalu

mendapat perhatian utama. Keistimewaan yang menarik dalam tulisanya ialah

pembahasan yang didasarkan pada ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadits) dan

dikombinasikan dengan pemikiran yang lain sebagai pelengkap, seperti filsafat

Yunani Kuno dan pemikiran Persia. Dimaksud dengan pelengkap ialah sumber lain

baru diambilnya apabila sejalan dengan ajaran Islam dan sebaliknya ia tolak, jika

tidak demikian.

Akhlak, menurut Maskawaih, ialah suatu sikap mental atau keadaan jiwa

yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan. Sementara tingkah

laku manusia terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur watak naluriah dan unsur lewat

kebiasaan dan latihan.

Berdasarkan ide diatas, secara tidak langsung Ibnu Maskawaih menolak

pandangan orang-orang Yunani yang mengatakan bahwa akhlak manusia tidak dapat

berubah. Bagi Ibnu Maskawaih akhlak yang tercela bisa berubah menjadi akhlak

yang terpuji dengan jalan pendidikan (Tarbiyah al-Akhlak) dan latihan-latihan.

Pemikiran seperti ini jelas sejalan dengan ajaran Islam karena kandungan ajaran

Islam secara eksplisit telah mengisyaratkan kearah ini dan pada hakikatnya syariat

agama bertujuan untuk mengokohkan dan memperbaiki akhlak manusia. Kebenaran

ini jelas tidak dapat dibantah, sedangkan akhlak atau sifat binatang saja bisa berubah

dari liar menjadi jinak, apalagi akhlak manusia.

Masalah pokok yang dibicarakan dalam kajian tentang akhlak adalah

kebaikan (al-khair), kebahagiaan (al-sa’adah) dan keutamaan (al-fadhilah). Menurut

Ibnu Maskawaih, kebaikan adalah suatu keadaan dimana kita sampai kepada batas

9

Page 10: Makalah Etika Islam

akhir dan kesempurnaan wujud. Kebaikan adakalanya umum dan adakalanya khusus.

Diatas semua kebaikan itu terdapat kebaikan mutlak yang identik dengan wujud

tertinggi.

Mengenai pengertian kebahagiaan telah dibicarakan oleh pemikir-pemikir

Yunani yang pokoknya terdapat dua versi, pandangan pertama dari Plato dan yang

kedua oleh Aristoteles. Ibnu Maskawaih tampil diantaara dua pendapat tersebut.

Menurutnya, karena pada diri manusia ada dua unsur, yaitu jiwa dan badan, maka

kebahagiaan itu meliputi keduanya. Kebahagiaan itu ada dua tingkat. Pertama ada

manusia yang terikat dengan hal-hal yang bersifat benda dan mendapat kebahagiaan

dengannya, namun ia tetap rindu akan kebahagiaan jiwa, lalu berusaha

memperolehnya. Kedua, manusia yang melepaskan diri dari keterikatanya kepada

benda dan memperoleh kebahagiaannya lewat jiwa.

Tentang keutamaan, Ibnu Maskawaih berpendapat bahwa asas semua

keutamaan adalah cinta kepada semua manusia. Tanpa cinta yang demikian, suatu

masyarakat tidak mungkin ditegakkan.

5. Al-Ghozali

Filsafat etika al-Ghozali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori

tasawufnya dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika al-

Ghazali adalah teori tasawufnya. Mengenai tujuan pokok dari etika al-Ghazali kita

temukan pada semboyan tasawuf yang terkenal : al-Takhalluq bi-Akhlaqillah ‘ala

taqothil Basyathiyyah, atau pada semboyannya yang lain, al-Shifatir-Rahman ‘ala

Taqhathil Basyathiyah.

Maksud semboyan itu adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru-

niru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, penyayang, pengampun dan

sifat-sifat yang disukai Tuhan,sabar jujur, takwa, zuhud, ihlas beragama dan

sebagainya.

Dalam Ihya’ Ulmuddin itu, al-Ghazali mengupas rahasia-rahasia ibadat dari

tasawuf dengan mendalam sekali. Misalnyadalam mengupas soal at-thaharah ia tidak

hanya mengupas soal kebersihan badan lahir saja, tetapi juga kebersihan rohani.

Al-Ghazali melihat sumber kebaikan manusia itu terletak pada kebersihan

rohaninya dan rasa akrabnya terhadap Tuhan. Sesuai dengan prinsip Islam, al-

Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat

memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam. Al-ghazali juga

10

Page 11: Makalah Etika Islam

mengakui bahwa kebaikan tersebur dimana-mana, juga dalam materi. Hanya

pemakaiannya yang disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan jangan berlebihan.

Bagaimana cara bertaqarrub kepada Allh itu, al-Ghazali memberikan

beberapa cara latihan yang langsung mempengaruhi rohani. Diantaranya yang

terpenting ialah muraqabah, yakni merasa diawasi terus oleh Tuhan, dan al-

mahasabah, yakni senantiasa mengoreksi diri sendiri.

Menurut al-Ghazali, kesenangan itu ada dua tingkatan, yaitu kepuasan dan

kebahagiaan. Kepuasan adalah apabila kita mengetahui kebenaran sesuatu.

Bertambah banyak mengetahui kebenaran itu, bertambah banyak orang merasakan

kebahagiaan.

Akhirnya, kebahagiaan yang tertinggi itu ialah bila mengetahui

kebenaran dari sumber segala kebahagiaan itu sendiri. Itulah yang dinamakan

ma’rifatullah, yaitu mengenal adanya Allah tanpa syak sedikit juga dan dengan

penyaksian hati yang sangat yakin.

6. Ibnu Bajjah

Ibnu Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan hewani dan

manusiawi. perbuatan hewani didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan keinginan hawa nafsu. Sementara itu, perbuatan

manusiawi adalah perbuatan yang didasrkan atas petimbangan rasio dan kemauan

yang bersih lagi luhur.

Sebagi contoh, perbuatan makan bisa dikategorikan perbuatan hewani dan

bisa pula menjadi perbuatan manusiawi. Apabila perbuatan makan tersebut dilakukan

untuk memenuhhi keinginan hawa nafsu, perbuatan ini jatuh pada perbuatan hewani.

Namun, apabila perbuatan makan dilakukan bertujuan untuk memelihara kehidupan

dalam dalam mencapai keutamaan hidup, perbuatan tersebut jatuh pada perbuatan

manusiawi.

Perbedaan antara kedua perbuatan ini tergantung pada motivasi pelakunya,

bukan pada perbuatannya. Perbuatan yang bermotifkan hawa nafsu tergolong pada

jenis perbuatan hewani dan perbuatan bermotifkan rasio maka dinamakan perbuatan

manusiawi.

Pandangan Ibnu Bajjah diatas sejalan dengan ajaran Islam. Lebih lanjut ia

menjelaskan bahwa manusia yang mendasarkan perbuatanya atas iradah yang

merdeka dan akal budi akan dapat mencapai kebahagiaan. Menurut Ibnu Bajjah,

11

Page 12: Makalah Etika Islam

apabila perbuatan dilakukan demi memuaskan akal semata, perbuatan ini mirip

dengan perbuatan ilahy dari pada perbuatan manusiawi.

Secara ringkas Ibbnu Bajjah membagi tujuan perbuatan manusia menjadi tiga

tingkat sebagai berikut :

a. Tujuan jasmaniah, dilakukan atas dasar kepuasan rohaniah. Pada tujuan ini

manusia sama derajatnya dengan hewan.

b. Tujuanrohaniah husus, dilakukan atas dasar kepuasan rohaniah. Tujuan ini akan

melahirkan keutamaan akhlaqiyyah dan aqliyyah.

c. Tujuan rohaniah umum (rasio), dilakukan atas dasar kepuasan pemikiran untuk

dapat berhubungan dengan Allah. Inilah tingkat manusia yang sempurnadan taraf

inilah yang ingin dicapai manusia penyendiri Ibnu Bajjah.

7. Ibnu Thufail

Menurutnya, manusia merupkan suatu perpaduan tubuh, jiwa hewani dan

esesnsi non-bendawi, dan dengan demikian menggambarkan binatang, benda angkasa

dan Tuhan. Karena itu pendakian jiwanya terletak pada pemuasan ketiga aspek

sifatnya, dengan cara meniru tindakan-tindakan hewan, benda-benda angkasa dan

Tuhan. Mengenai peniruanya, pertamaterikat untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya

akan kebutuhan-kebutuhan pokok serta menjaganya dari cuaca burukdan binatang

buas, dengan satu tujuan yaitu mempertahankan jiwa hewani. Peniruan yang kedua

menuntut darinya kebersihan pakaian dan tubuh, kebaikan terhadap obyek-obyek

hidup dan tak hidup, pereungan atas esensi Tuhan dan perputaran atas esesnsi Tuhan

dan perputaran esensi orang dalam ekstase.

Ibnu Thufail tampaknya percaya bahwa benda-benda angkasa memiliki jiwa

hewani dan tenggelam dalam perenungan yang tak habis-habisnya tentang Tuhan.

Terahir dia harus melengkapi dirinya dengan sifat-sifat Tuhan, yaitu pengetahuan,

kekuasaan, kebijaksanaan, kebebasan dari keinginan jasmaniah dan sebagainya.

Melaksanakan kewajiban demi diri sendiri, demi yang lain-lain dan demi Tuhan,

secara ringkas merupakan salah satu disiplin jiwa yang esensial. Kewajiban yang

terahir adalah suatu ahir diri, dua yang disebut sebelumnya membawa kepada

perwujudanya dalam visi akan rahmat Tuhan. Dan visi sekaligus menjadi identik

dengan esensi Tuhan.

12

Page 13: Makalah Etika Islam

8. Nashiruddin At-Thusi

Nasir al-Din Abd al-Rahman, gubernur Ismailiyah dan Quhistan,

memerintahkan al-Thusi menerjemahkan kitab al-Thaharah (Tahdzib al-Ahlaq) dari

bahasa Arab kedalam bahasa Persia. Namun al-Thusi melihat karya Maskawaih

tersebut terbatas pada penggambaran disiplin moral, hal yang berhubungan dengan

rumah tangga dan politik tidak disinggung dalam buku tersebut. Padahal, keduanya

merupakan aspek yang sangat penting dari “Filsafat Praktis”, dan karena itu tidak

boleh diabaikan. Atas dasar itulah al-Thusi memasukkan persoalan rumah tangga dan

politik dalam karyanya, Akhlaq-I Nasiri, dengan menyetir pemikiran al-Farabi dan

Ibnu Sina. Jadi karya tersebut tidak semata-mata terjemahan dari Tahdzib al-Ahlaq

sebagaimana diutarakan dalam encyclopedia of Islam, tetapi lebih bersifat ringkasan

dari buku Tahdzib al-Akkhlaq dengan format dan klasifikasi masalah sepenuhnya

merupakan karya al-Thusi.

Bukunya Akhlaq-I Nashiri mengklasifikasikan pengetahuan kedalam

spekulasi dan praktek. Pengetahuan speklatif dibaginya dalam (a) metafisika dan

theology, (b) matematika, (c) ilmu-lmu alam, termasuk elemen, ilmu-ilmu

transportasi, meteorology, minerologi, botani, zoology, psikogi, pengobatan,

astrologi dan agrikultur. Pengetahuan praktis termasuk (a) etika, (b) ekonomi

domestik dan (c) politik. Baik dan buruk tidak luput dari perhatian Thusi. Kebaikan

datang dari Tuhan, sedangkan yang buruk lahir secara kebetulan dalam perjalanan

yang baik.

Menurut al-Thusi bahwa kebahagiaan utama adalah tujuan moral utama, yang

ditentukan oleh tempat dan kedudukan manusia didalam evolusi kosmik dan

diwuudkan lewat kesediannya untuk berdisiplin dan patuh. Al-Thusi juga

menempatkan kebajikan (tafadhol) diatas keadilan dan cinta (mahabbah) sebagai

sumber alami kesatuan, diatas kebajikan.

Bagi al-Thusi, penyakit moral bisa disebabkan oleh salah satu dari tiga sebab,

yaitu (1) keberlebihan, (2) keberkurangan dan (3) ketakwajaran akal, kemarahan atau

hasrat. Bagi al-Thusi masyarakat berperan. Bagi al-Thusi, masyarakat juga berperan

menentukan kehidupan moral, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk social,

bahkan kesmpurnaannya terletak pada tindakannya yang bersifat social kepad

sesamanya. Dengan kata lain, ia mendukung konsep cinta dan persahabatan.

Lebih luas permasalahan moral, Thusi memasukkan urusan rumah tangga

kedalamnya. Thusi mendefinisikan rumah (manzil) sebagai hubungan istimewa

13

Page 14: Makalah Etika Islam

antara suami dan istri, orang tua dan anak, tuan dan hamba serta kekayaan dan

pemiliknya. Tujuan ilmu rumah tangga adalah mengembangkan system disiplin yang

mendorong terciptanya kesejahteraan fisik,social dan mental kelompok. Mengenai

disiplin anak-anak, Thusi mengikuti pendapat Maskawaih memulai dengan

penanaman moral yang baik lewat pujian, hadiah dan celaan yang halus.

9. Mulla Shadra

Agama Islam diturunkan oleh Allah kepada manusia dengan tujuan untuk

membimbing mereka memperoleh kebahagiaan tertinggi dengan jalan menciptakan

keseimbangan, baik pada tingkat individu maupun social. Hal ini mengandung arti

bahwa substansi manusia yan diciptakan oleh dzat Yang Maha Sempurna, harus

mengetahuui cara mengaktualisasikan seluruh kemampuannya.

Berkaitan dengan kebahagiaan ini, Mulla Shadra menyatakan sangat

bergantung kepada kesempurnaan jiwa dalam proses inteleksi (taaqqul). Lebih lanjut

Shadra mengatakan bahwa pengetahuan dapat mengalih bentuk orang yang tahu

dalam proses trans-subtansi (harka jauhariya)nya menuju kesempurnaan.

Menurut prinsip harka jauhariya, substansi wujud didunia ini mengalami

transformasi terus menerus dengan menempatkan manusia sebagai pusat domain

dunia yang menghubungkan seluruh skala wujud. Berkaitan dengan keadilan

(‘adalah), tidak dapat dipisahkan dengan konsep keseimbangan (I’tidal) yang

memiliki akar kata yang sama. Bagi Mulla Shadra, kedua konsep itu dikaitkan

dengan pucuk kesempurnaan jiwa manusia dan persoalan-persoalan etika didalam

filsafat, tasawuf dan syariah.

14

Page 15: Makalah Etika Islam

C. Analisis Tentang Konsep Etika Para Filosof Muslim

Dari sini kami dapat menganalisis bahwa, beberapa konsep-konsep etika filosofis

muslim mencerminkan pengaruh aliran-aliran filsafat Yunani. Karya-karya tentang

moral yang mula-mula ditulis oleh al-Kindi sebagai filosof Muslim pertama, juga

dipengaruhi oleh Socrates.

Pengaruh klasik lainnya bisa juga dilihat dalam karya-karya filosof beraliran

Platonis seperti Abu Bakar al-Razi, yang mengikuti pembagian Plato tentang pembagian-

pembagian jiwa, dan kalangan Neoplatonis seperti al-Farabi. Sementara pengaruh

Aristotelian bisa juga dilihat dari al-Farabi, yang mendiskusikan tentang kejahatan.

Didalam karya etika Maskawaih pengaruh Platonis menerima konfirmasi dan

dimensi politiknya lebih jauh dimana sebelumnya tak ada, maka pada saat ini mulai

tampak. Didalam karya etika Maskawaih, ia mencabangkan tiga bagian kebajikan

menjadi kebijaksanaan keberanian, keberanian dan kesederhanaan.

Dimensi politik muncul secara penuh dalam tulisan-tulisan Nasir al-Din al-Tusi

yang menggambarkan jauh lebih baik mengenai kesatuan organis antara politik dan etila

dari pada pendahulunya.

Al-ghazali, yang sistem etikanya mencangkup moralitas filosofis, teologis dan

sufi, adalah contoh yang paling representatif dari tipe etika religius. Terahir Mulla

Shadra, yang pemikirannya dipenuhi oleh elemen-elemen Ibnu Sina dan al-Ghazali,dapat

dianggap sebagai wakil penting pada periode klasik dalam tulisan tentang etika, filsafat

dan teologi.

Dalam beberapa konsep etika ini banyak para filosof yang menghubungkan etika

ini dengan tujuan pencapaian kebahagiaan manusia didunia dan diakhirat diantaranya

adalah, ada juga yang menghubungkan etika dengan jiwa, baik itu merupakan jiwa

hewani, esensi non-bendawi, diantaranya maupun manusiawi. Selain itu masih ada juga

yang menghubungkan moral atau etika dengan politik, rumah tangga dan

menghubungkannya dengan keutamaan-keutamaan dengan mengerjakan perbuatan yang

baik dan terpuji.

15

Page 16: Makalah Etika Islam

D. Komparasi Etika, Moral dan Akhlak

Etika merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti: adat

istiadat. Sebagai cabang dari filsafat, maka etika berangkat dari kesimpulan logis dan

rasio guna untuk menetapkan ukuran yang sama dan disepakati mengenai sesuatu

perbuatan, apakah perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah dan pantas atau tidak

pantas untuk dikerjakan.

Di dalam New Masters Pictorial encyclopaedia dikatakan: ethichs is science of moral

philosophy concerned not with fact, but with values; not with caracter of, but the ideal

of human conduct.[6] (Etika adalah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta,

tetapi tentang nilai-nilai, tidak mengenai sifat tindakan manusia, tetapi tentang idenya).

Sebagian orang berpendapat bahwa etika sama dengan akhlak. Persamaan itu

memang ada, karena keduanya membahas masalah baik buruknya tingkah laku manusia.

Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh

manusia di setiap waktu dan tempat dengan ukuran tingkah laku yang baik dan buruk

sejauh yang dapat diketahui oleh akal fikiran. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan

itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan di dunia ini

tentang baik dan buruk mempunyai ukuran atau kriteria yang berlainan. Setiap golongan

mempunyai konsepsi sendiri-sendiri.

Adapun perkataan akhlak, berasal dari bahasa Arab jama’ dari khuluqun yang

menurut lughat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Kata tersebut

mengandung segi-segi keterkaitan dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, serta

erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, dan makhluq yang berarti

diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan

adanya hubungan baik antara khalik dengan makhluk dan makhluk dengan makhluk.

Sementara perkataan moral berasal dari bahasa Latin mores kata jamak dari mos

yang berarti adat istiadat. Dalam bahasa Indonesia, moral diterjemahkan dengan arti

susila. Yang dimaksud dengan moral ialah sesuai dengan ide-ide umum yang diterima

tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Jadi sesuai dengan ukuran-ukuran

tindakan yang oleh umum diterima dalam lingkungan tertentu dan sudah terlembagakan

dalam suatu masyarakat.

Ketiga istilah di atas merupakan istilah-istilah yang banyak dipakai untuk

mengungkapkan makna yang serupa atau hampir sama. Para peneliti etika secara sadar

banyak menyebutkan etika sebagai moral atau juga akhlak. Filsafat moral disebut juga

filsafat akhlak dan sebagainya. Istilah-istilah di atas yang maknanya disamaratakan pada

16

Page 17: Makalah Etika Islam

dasarnya tetap memiliki perbedaan, karena dalam segi semantik dapat diketahui bahwa

setiap kata pada dasarnya memiliki karakteristik arti atau makna tersendiri yang

membedakannya dengan kata lainnya. Karena apabila ada dua kata atau lebih, memiliki

makna sama maka akan ada pemubaziran dalam berbahasa.

Untuk dapat membedakannya maka dapat diketahui bahwa etika menetapkan

ukuran sesuatu bertitik tolak dari akal fikiran, tidak dari agama. Di sini letak

perbedaannya dengan akhlak dalam pandangan Islam. Dalam pandangan Islam, ilmu

akhlak adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan mana yang baik dan mana

yang buruk berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ajaran etika Islam sesuai dengan

fitrah akal dan fikiran yang lurus. Sementara perbedaannya antara moral dan etika, yakni

etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis.

Jika kita boleh menarik garis batas antara moral dan etika, maka moral adalah

aturan-aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu yang terbatas oleh ruang

dan waktu. Penerapan tata moral dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat tertentu

menjadi bidang kajian antropologi, sedang etika adalah bidang kajian filsafat. Realitas

moral dalam kehidupan masyarakat yang terjernihkan lewat studi kritis (critical studies)

adalah wilayah yang dibidangi oleh etika. Jadi studi kritis terhadap moralitas menjadi

wilayah etika, sehingga moral tidak lain adalah objek material daripada etika.

Berbeda dari etika (filsafat moral), maka akhlak lebih dimaksudkan sebagai suatu

‘paket’ atau ‘produk jadi’ yang bersifat normatif-mengikat, yang harus diterapkan dan

direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim, tanpa perlu

mempertanyakan dan menyelidiki secara kritis terlebih dahulu.

Akhlak adalah merupakan seperangkat tata nilai yang ‘sudah jadi’ dan ‘siap

pakai’ tanpa dibarengi studi kritis. Sedangkan etika justru sebaliknya, bertugas untuk

mempertanyakan secara kritis rumusan-rumusan masa lalu yang sudah menggumpal dan

mengkristal dalam lapisan masyarakat. Dalam bahasa Indonesia, selain menyerap istilah

etika, moral dan akhlak, juga digunakan beberapa perkataan yang makna dan tujuannya

sama atau hampir sama, yaitu tata susila, kesusilaan, budi pekerti, sopan santun, adab,

perangai dan tingkah laku atau kelakuan.

17

Page 18: Makalah Etika Islam

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan :

1. Etika juga adalah gambaran rasional mengenai hakekat dan dasar perbuatan dan

keputusan yang benar serta prinsip-prinsip yang menentukan klaim bahwa perbuatan

dan keputusan tersebut secara moral diperintahkan atau dilarang.

2. Beberapa konsep-konsep etika filosofis muslim mencerminkan pengaruh aliran-

aliran filsafat Yunani, juga mempunyai perbedaan dalam menjelaskan konsep-konsep

etika.

3. Etika Islam merupakan pembahasan yang dikembangkan sebagai perpaduan antara

pengaruh filsafat Yunani dan etika yang ada dalam Islam yang berasal dari teks-teks

suci. Perpaduan tersebut telah melahirkan sebuah bentuk baru dalam disiplin

keilmuan yang disebut filsafat akhlak, di mana akhlak sebagai konsep-konsep praktis

menjadi lebih tercerahkan dengan adanya kajian etika.

4. Para filosof muslim, hampir semua sepakat menyatakan bahwa dalam kajian etika,

modal dasar yang harus diketahui terlebih dahulu adalah pengetahuan tentang jiwa.

5. Akhlak itu ialah kebiasaan jiwa yang tetap dan terdapat dalam diri manusia yang

dengan mudah dan tidak perlu berfikir menumbuhkan perbuatan-perbuatan dan

tingkah laku manusia.

B. Saran

Sebagai seorang muslim yang taat terhadap ajaran Islam, yang sumber

ajarannya berlandaskan pada Kitab Suci yang diturunkan oleh Allah SWT, maka

hendaknyalah kita mengaplikasikan sifat Akhlakul Karimah dalam setiap aktifitas

kehidupan kita. Hal tersebut sebagai cerminan bahwa Islam adalah agama yang

Rahmatan lil ‘alamin ( Rahmat bagi seluruh alam ).

18

Page 19: Makalah Etika Islam

DAFTAR PUSTAKA

Bartens, K. Etika, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001

Boy ZTF, Pradana. Filsafat Islam : Sejarah Aliran dan Tokoh, Malang : UMM Press, 2003 Daudy, Ahmad. Kuliah Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1986

Fakhry, Majid. Sejarah Filsafat Islam : Sebuah Peta Kronologis, Bandung : Mizan, 2001

Mustofa, H.A. Filsafat Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1997

Nasution, hasyimsyah. Filsafat Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999

Sudarsono, Filsafat Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 1997

Syarif, M.M. Para Filosof Muslim, Jakarta : Mizan, 1993

Zar,Sirajudin.Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya,Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004

19