Makalah ESDM Fix

45
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang subur dan memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat melimpah (mega biodiversity). Potensi keanekaragaman hayati tersebut merupakan salah satu yang terbesar di dunia setelah Zaire dan Brazil. Kekayaan sumber daya alam ini adalah anugerah dari Sang Pencipta yang harus bisa dimanfaatkan seefisien mungkin untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk dapat memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah tersebut, pasti diperlukan sumber daya manusia yang melimpah pula. Namun sayangnya potensi sumber daya manusia itu, tidak tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Potensi sumber daya manusia Indonesia lebih banyak terkonsentrasi di pulau Jawa, Madura dan Bali. Kepadatan penduduk di pulau-pulau ini sampai sekarang adalah yang paling tinggi di Indonesia, padahal daya tampung dan daya dukung dari pulau-pulau ini untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduknya sudah sangat minim. 1

Transcript of Makalah ESDM Fix

Page 1: Makalah ESDM Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang subur dan memiliki potensi keanekaragaman

hayati yang sangat melimpah (mega biodiversity). Potensi keanekaragaman hayati

tersebut merupakan salah satu yang terbesar di dunia setelah Zaire dan Brazil. Kekayaan

sumber daya alam ini adalah anugerah dari Sang Pencipta yang harus bisa dimanfaatkan

seefisien mungkin untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk dapat

memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah tersebut, pasti diperlukan sumber daya

manusia yang melimpah pula. Namun sayangnya potensi sumber daya manusia itu, tidak

tersebar secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Potensi sumber daya manusia

Indonesia lebih banyak terkonsentrasi di pulau Jawa, Madura dan Bali. Kepadatan

penduduk di pulau-pulau ini sampai sekarang adalah yang paling tinggi di Indonesia,

padahal daya tampung dan daya dukung dari pulau-pulau ini untuk menyediakan dan

memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduknya sudah sangat minim.

Melihat ketimpangan antara potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia

tersebut, maka pemerintah mencanangkan suatu program khusus yang diberi nama

transmigrasi. Transmigrasi merupakan istilah bahasa Indonesia untuk migrasi.

Transmigrasi secara lebih spesifik merupakan pemindahan penduduk dari pulau-pulau

yang terlalu padat penduduknya ke pulau-pulau yang kepadatan penduduknya masih

cukup rendah dan potensi alamnya masih belum digarap secara lebih intensif.

Di Indonesia, transmigrasi penduduk sudah dikenal sejak tahun 1905, atau sejak

pada masa kependudukan Belanda. Desa Gedong Tataan di Lampung merupakan basis

pertama kolonisasi petani Jawa di daerah luar pulau Jawa (Sayogyo dalam

Swasono;1986). Transimgrasi mempunyai arti sebagai perpindahan penduduk dari suatu

1

Page 2: Makalah ESDM Fix

daerah ke daerah lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan oleh

pemerintah untuk menetap yang berguna dalam kepentingan pembangunan nasional

yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-undang

(Munir dalam Swasono;1986).

Ada dua macam transmigrasi, yaitu transmigrasi umum dan transmigrasi

swakarsa. Transmigrasi umum adalah transmigrasi yang sepenuh biayanya ditanggung

oleh pemerintah (Swasono;1986). Sedangkan transmigrasi swakarsa secara harfiah

adalah transmigrasi yang dilaksanakan atas dorongan sendiri, dengan kemauan dan

biaya ditanggung sendiri, berpindah dari daerah asal dan menetap di daerah transmigrasi

(Warsito et.al;1995). Transmigrasi merupakan tumpuan harapan bagi berbagai pihak,

tidak lagi menjadi tumpuan bagi petani kecil saja (Swasono, 1986).

1.2. Rumusan Masalah

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki

persebaran penduduk yang sangat timpang. Sekitar 59,9 % dari jumlah seluruh

penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,7 % dari luas seluruh

daratan Indonesia. Sementara Kalimantan, pulau terluas di Indonesia (28,1 % dari

seluruh daratan Indonesia), hanya dihuni oleh sekitar 5,1 % dari jumlah penduduk

Indonesia. Papua atau Irian Jaya, provinsi terluas di Indonesia yang luasnya 22 % dari

luas Indonesia, dihuni oleh kurang satu persen dari total penduduk Indonesia (SP.1990).

Di Pulau Jawa, proses pemiskinan terjadi karena terlalu padatnya penduduk.

Sebaliknya, di luar Jawa, proses pemiskinan disebabkan justru karena kekurangan

penduduk. Desa-desa di luar Jawa banyak yang berpenduduk sangat sedikit dan

lokasinya terpencil sehingga jika dibangun sekolah akan kekurangan murid, jika

dibangun jalan atau dipasang jaringan listrik, biayanya sangat mahal dan tidak efisien,

2

Page 3: Makalah ESDM Fix

jika dibangun pasar, pembeli dan barang yang diperjualbelikan sedikit. Akibatnya desa-

desa itu tetap tertinggal.

Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan pemindahan penduduk dari Pulau

Jawa yang sudah terlalu padat ke pulau-pulau lainnya di Indonesia yang kepadatan

penduduknya relatif masih jarang. Di Indonesia proses pemindahan penduduk ini,

meskipun kurang tepat, dikenal dengan istilah “transmigrasi”. Mungkin yang lebih tepat

adalah migrasi dalam negeri atau antardaerah, namun meskipun demikian, tulisan ini

tetap menggunakan istilah transmigrasi karena sudah sangat umum dipakai dan juga

digunakan oleh instansi resmi di Indonesia.

Maka dari itu penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran umum dan tujuan transmigrasi di Indonesia ?

2. Apa hubungan transmigrasi dan pembangunan nasional ?

3. Seperti apa pelaksanaan transmigrasi di Indonesia ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian makalah ini sesuai dengan judul, yaitu untuk menganalisis dan

mengetahui apakah kebijakan transmigrasi di Indonesia dapat memberikan pemerataan

dan mengentas kemiskinan pada masyarakat. Selain itu penulis juga ingin menjabarkan

bagaimana pelaksanaan transmigrasi dilakukan.

3

Page 4: Makalah ESDM Fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Secara umum pengertian transmigrasi ialah “perpindahan, dalam hal ini

memindahkan orang dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya dalam

batas negara dalam rangka kebijaksanaan nasional untuk tercapainya penyebaran

penduduk yang lebih seimbang” (Heeren, 1979: 6).

Transmigrasi di Indonesia bermula dari upaya pemerintah Hindia Belanda untuk

memindahkan penduduk Pulau Jawa yang semakin padat ke pulau-pulau lain yang

membutuhkan tenaga kerja untuk mengembangkan potensi ekonominya dan merupakan

bagian dari “Politik Etis”. Istilah “transmigrasi” sendiri secara resmi baru digunakan

pada awal tahun 1946 oleh pemerintah Republik Indonesia ketika kebijaksanaan tentang

pengembangan industrialisasi di pulau-pulau seberang atau luar Jawa dirumuskan dalam

Konferensi Ekonomi di Yogyakarta (Siswono Yudohusodo, 1998: 6).

Pelaksanaan transmigrasi di Indonesia dapat dibedakan atas beberapa kategori,

yaitu transmigrasi spontan, transmigrasi umum, transmigrasi keluarga, transmigrasi

bedol desa, dan transmigrasi lokal.

Transmigrasi spontan dipakai untuk menunjuk mereka yang atas usaha dan

resiko sendiri dan tanpa bantuan pemerintah pindah ke daerah tujuan transmigrasi.

Setibanya di tempat tujuan sementara, transmigran tersebut melaporkan diri pada kantor

jawatan Transmigrasi setempat dan mendapat sebidang tanah serta bantuan materil pada

waktunya. Akan tetapi, kebanyakan transmigran ini menduduki sebidang tanah secara

illegal, atau dengan cara lain mendapatkan hak untuk membuka tanah dari pemerintah

setempat. Daerah tujuan transmigran spontan utama di Indonesia adalah Provinsi

Lampung yang letaknya dekat dengan Pulau Jawa.

4

Page 5: Makalah ESDM Fix

Taransmigrasi umum merupakan pelaksanaan transmigrasi yang dapat

dipandang sebagai bentuk “normal”. Dalam sistem ini, seluruh urusan untuk migran,

dari pendaftaran dan seleksi hingga bertempat tinggal di tempat pemukiman yang baru,

menjadi tanggungjawab Jawatan Transmigrasi. Yang tercakup di sini adalah pangan dan

biaya hidup yang lain selama delapan bulan pertama. Mereka tidak lagi tergantung pada

bawon dan dapat datang kapan saja sepanjang tahun. Mereka mendapat sandang, bahan

tanaman, dan selanjutnya beras, minyak, ikan, serta garam. Secara resmi semuanya ini

dianggap sebagai pinjaman yang harus dibayar kembali setelah jangka waktu tiga tahun.

Transmigrasi keluarga merupakan transmigrasi yang pelaksanaannya dapat

dilakukan kapan saja sepanjang tahun, tidak hanya pada bulan-bulan menjelang panen.

Perumahan dan penghidupan menjadi tanggungan keluarga penerima, sehingga

biayanya jauh lebih murah daripada transmigrasi umum. Setelah mencapai titik

puncaknya pada tahun 1952, transmigrasi jenis ini lambat laun menyusut dan setelah

tahun 1959 lenyap sama sekali.

Transmigrasi bedol desa adalah perpindahan penduduk suatu daerah atau desa

secara keseluruhan termasuk aparat desanya. Hal ini terjadi karena adanya bencana alam

atau pembangunan suatu proyek pembangunan yang membutuhkan lokasi yang luas

seperti pemindahan penduduk dari Wonogiri Jawa Tengah ke Sitiung Sumatera Barat

pada tahun 1977 akibat pembangunan Waduk Gajah Mungkur.

Transmigrasi lokal mencakup migrasi dalam daerah atau provinsi tertentu,

seperti dari suatu daerah di Lampung yang penduduknya sudah terlalu padat ke daerah

lainnya yang baru dibuka dalam Provinsi Lampung. Hal ini terutama terjadi pada

generasi kedua para transmigran yang merasa bidang tanah yang merejka miliki sudah

tidak mencukupi lagi akibat adanya pembagian dengan saudara-saudara mereka yang

lain.

5

Page 6: Makalah ESDM Fix

2.2. Mobilitas Penduduk

Sejak kira-kira 1,5 juta hingga 10.000 SM, manusia purba seperti Neanderthal,

Sinanthropus Pekinensis, dan Cro Magnon, selalu berpindah-pindah dari gua ke gua

dalam upaya mendekati padang perburuan atau tempat-tempat yang banyak terdapat

bahan-bahan yang perlu untuk kelangsungan hidup. Dalam proses mencari daerah yang

lebih baik ini, manusia secara berkelompok selalu berpindah tempat. Mula-mula mereka

berjalan kaki, lalu naik kuda, atau binatang lain, kemudian dengan gerobak atau dengan

jenis peralatan-peralatan angkutan lain, seiring perkembangan penemuan teknologi

angkutan.

Manusia berpindah-pindah menyelusuri hutan, pantai, dan tepi-tepi sungai untuk

mencari daerah-daerah yang subur, padang gembala, atau daerah-daerah perburuan yang

dapat memberikan makanan serta memenuhi kebutuhan lain secara memadai. Mereka

bergerak dan berpencar-pencar dari tanah-tanah asalnya, mulai dari Mesopotamia di

lembah Sungai Euphrat dan Tigris, dari lembah Sungai Nil di Afrika, dari lembah

Sungai Shindu di India, dari lembah Sungai Huang Ho di Cina, dari lembah Bengawan

Solo di Pulau Jawa, dan sebagainya, ke seluruh dunia.

Pada akhirnya manusia memutuskan untuk menetap di tempat-tempat tertentu

untuk waktu yang relatif lebih lama. Kebiasaan-kebiasaan yang menyertainya

dinamakan budaya, sedangkan tingkat kemajuan lahir dan bathinnya dinamakan

peradaban. Budaya dan peradaban mereka terus bergerak dan berubah. Perubahan yang

positif disebut kemajuan, sedangkan yang negatif dianggap sebagai kemunduran.

Berdasarkan analisis empiris, Prof. Dr. Aris Ananta, ahli kependudukan dari Universitas

Indonesia, menyatakan bahwa mobilitas penduduk berjalan secara alami melalui

beberapa tahap (Yudohusodo, 1998), yaitu:

Pertama, sebagian besar mobilitas penduduk bersifat nonpermanen, berpindah

bukan untuk menetap. Ini dilakukan oleh suku-suku nomaden.

6

Page 7: Makalah ESDM Fix

Kedua, penduduk mulai pindah dari daerah perkotaan yang satu ke kota yang

lain, dengan kota besar sebagai tujuan utama. Migrasi penduduk bergerak dari kota kecil

ke kota-kota menengah, dan akhirnya ke kota-kota besar. Prasyarat dimulainya tahap

kedua ini ialah tersedianya jaringan transportasi yang luas dan efisien.

Ketiga, migrasi dari daerah-daerah pedesaan ke kota-kota besar yang berdekatan.

Mobilitas antarpedesaan mulai menurun, sebaliknya mobilitas antarperkotaan mulai

meningkat. Lalu mereka mulai menetap di perkotaan. Jika yang pindah itu berada pada

usia kerja, maka di daerah pedesaan akan terjadi kekurangan tenaga kerja.

Keempat, tahap masyarakat transisi akhir (late transitional society). Tahap ini

ditandai dengan munculnya kotaraya (megacity). Pada tahap ini, penduduk pedesaan

langsung pindah ke kota besar. Pada tahap ini mulai terlihat dominasi migran

perempuan dan migrasi tenaga kerja ke luar negeri.

Kelima, tahap masyarakat mulai maju (early advanced society), terjadi ketika

jumlah penduduk perkotaan sudah melewati angka 50%, dan mobilitas dari pedesaan ke

perkotaan mulai menurun. Terjadilah suburbanisasi dan dekonsentrasi penduduk

perkotaan. Sebagian penduduk kota mulai pindah pindah ke luar kota (sekitar kota

besar) tetapi bekerja di kota besar. Mobilitas nonpermanen ulang-alik (commuter) mulai

meningkat kembali.

Keenam, masyarakat maju lanjut (late advanced society), yang ditandai dengan

terjadinya proses dekonsentrasi penduduk perkotaan. Penduduk perkotaan semakin

menyebar ke daerah pinggiran dan perkotaan yang lebih kecil (yang berkembang dari

daerah pedesaan sekitar kota besar itu). Masyarakatnya semakin berciri kota, sehingga

masyarakat asal perkotaan tidak segan-segan lagi tinggal di daerah yang beberapa tahun

sebelumnya masih merupakan daerah pedesaan.

Ketujuh, tahap masyarakat supermaju (advanced society) yang diwarnai oleh

adanya teknologi tinggi, termasuk teknologi informasi. Pada tahap ini mobilitas

7

Page 8: Makalah ESDM Fix

permanen semakin berkurang dan mobilitas nonpermanen yang ualng-alik semakin

meningkat. Transportasi digantikan oleh komunikasi yang semakin maju, sehingga

orang tidak perlu berpindah tempat untuk dapat berkomunikasi.

8

Page 9: Makalah ESDM Fix

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum dan Tujuan Transmigrasi Di Indonesia

Transmigrasi merupakan program yang unik dan sangat khas Indonesia. Dalam

program ini, pemerintah secara aktif terlibat langsung dalam memindahkan penduduk

dalam jumlah besar, menyeberangi lautan, dan berlangsung terus-menerus dalam waktu

yang cukup lama. Program seperti ini tidak ada duanya di dunia. Memang ada beberapa

negara yang mempunyai program serupa, tetapi jumlah penduduk yang dipindahkan

relatif sangat kecil, waktu penyelenggaraannya tidak terus-menerus dalam waktu yang

lama, dan umumnya dalam bentuk program resettlement, tidak menyeberangi lautan.

Pembangunan di bidang transmigrasi ditujukan untuk meningkatkan penyebaran

penduduk dan tenaga kerja, serta membuka dan mengembangkan daerah produksi

dan pertanian baru. Transmigrasi juga ditujukan untuk menunjang usaha-usaha peme-

rataan penyebaran pembangunan, pemerataan pembagian pendapatan dan perluasan

kesempatan kerja. Melalui transmigrasi diharapkan akan meluas juga kegiatan

pembangunan di sektor-sektor lain seperti pertanian, industri, perhubungan,

perdagangan dan lain-lain.

Kegiatan pembangunan di bidang transmigrasi di daerah penerima terutama

ditujukan untuk menunjang usaha peningkatan produksi pangan dan tanaman keras

melalui kegiatan ekstensifikasi, diversifikasi dan intensifikasi. Di samping itu, akan

ditingkatkan pula pembangunan di bidang transmigrasi yang menunjang usaha industri

baik industri kecil, menengah maupun industri besar. Dengan demikian diharapkan

kegiatan pembangunan tersebut akan memanfaatkan semua sumber alam yang ter-

sedia secara optimal, namun tetap memperhatikan kelestarian lingkungan di

sekitarnya. Sebaliknya, kegiatan pembangunan di daerah asal transmigrasi banyak

dititikberatkan kepada usaha-usaha rehabilitasi daerah yang telah ditinggalkan oleh

9

Page 10: Makalah ESDM Fix

transmigran.

Sasaran peningkatan usaha transmigrasi dari tahun ke tahun cukup tinggi.

Untuk menyelenggarakan usaha yang lebih besar dan karena sifatnya yang lintas

sektoral, maka mekanisme koordinasi antara inatansi-instansi yang menangani

transmigrasi ditingkatkan, baik di pusat maupun di daerah dan di lapangan. Hal ini

dimaksudkan agar keseluruhan dan kesinambungan kegiatan transmigrasi berjalan

lancar dan serasi. Keserasian kegiatan di antara para pelaksana transmigrasi merupakan

kunci keberhasilan pembangunan di bidang transmigrasi.

3. 2. Transmigrasi dan Pembangunan Nasional

Seperti umumnya negara-negara sedang berkembang, dalam upaya

pembangunan ekonominya, Indonesia masih bertumpu pada pemanfaatan sumber daya

alam. Walaupun jumlahnya melimpah, tetapi karena terbatas maka akan berkurang arti

dan manfaatnya jika tidak dikelola secara arif. Eksploitasi pemanfaatan sumber daya

alam yang berlebihan, malampaui batas pemanfaatan secara lestari dan tak terencana

baik, akan merusak lingkungan hidup dan untuk jangka panjang akan berakibat buruk

terhadap penghuninya.

Pembangunan subsektor transmigrasi ikut memberikan andil yang cukup berarti

bagi keberhasilan pembangunan nasional. Kontribusi subsektor transmigrasi bagi

pembangunan nasional selama Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I meliputi bidang

pembangunan daerah, pembangunan ekonomi, dan pembangunan sosial budaya.

Pembangunan transmigrasi pada hakikatnya merupakan pembangunan daerah

melalui pembangunan pedesaan baru. Ada empat sasaran utama pembangunan

pemukiman transmigrasi:

10

Page 11: Makalah ESDM Fix

Pertama, membangun desa-desa baru melalui pembangunan unit-unit

transmigrasi yang terintegrasi dalam Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) dan

Wilayah Pengembangan Parsial (WPP).

Kedua, membangun hinterland dari pusat-pusat pertumbuhan yang ada melalui

pembangunan unit-unit pemukiman transmigrasi yang terintegrasi dengan pusat-pusat

pertumbuhan tersebut.

Ketiga, mendorong pertumbuhan desa-desa yang kurang berkembang, melalui

penambahan penduduk dan pembangunan prasarana, yang disebut Transmigrasi

Swakarsa Pengembangan Desa Potensial (Transbangdep).

Keempat, membangun masyarakat transmigran dan penduduk di sekitarnya

melalui pengembangan keswadayaan masyarakat, agar pada saat pembinaan Unit

Pemukiman Transmigrasi (UPT) diserahkan kepada pemerintah daerah, masyarakat

telah mandiri..

Pembangunan desa-desa transmigrasi di luar Jawa tidak hanya berperan dalam

pembangunan SDM dan pengelolaan sumber daya alam yang sangat besar jumlahnya,

tetapi juga memberikan sumbangan yang cukup besar dalam mempersiapkan

pelaksanaan otonomi daerah.

Pada hakekatnya pembanguan transmigrasi merupakan pelaksanaan

kebijaksanaan kependudukan yang tidak hanya sekedar memindahkan penduduk. Di

tempat yang baru, kualitas hidup penduduk yang dipindahkan itu harus ditingkatkan.

Mereka memperoleh pelayanan-pelayanan yang pantas untuk memenuhi kebutuhannya,

baik di bidang pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, fasilitas keagamaan, dan

kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Oleh karena itu, pembangunan transmigrasi juga

meliputi pembangunan Sekolah Dasar, Puskesmas pembantu, sarana peribadatan,

penyediaan lapangan kerja, antara lain berupa lahan pekarangan, lahan pertanian, kebun,

11

Page 12: Makalah ESDM Fix

tambak, kapal penangkap ikan, bagan apung, perangkat industri, serta pembinaan

keterampilan di bidang terkait.

Guna mendorong perencanaan dan pelaksanaan terpadu, maka dilaksanakan

konsultasi-konsultasi baik bersifat regional maupun nasional. Hal ini dimaksudkan

supaya terjelma kesepakatan dan kesatuan tindak dalam pelaksanaan transmigrasi di

tingkat pusat, daerah dan lapangan. Dalam rangka menggalakkan program

transmigrasi, diusahakan pula peningkatan partisipasi swasta dan masyarakat pada

umumnya. Dengan demikian diharapkan seluruh maayarakat akan terlibat dalam

kegiatan transmigrasi. Untuk kelancarannya telah mulai dirintis adanya hubungan

masayarakat dengan pemerintah melalui forum komunikasi dan forum konsultasi.

Kebijaksanaan di daerah penerima diarahkan kepada usaha untuk

mewujudkan pusat-pusat pembangunan baru di daerah-daerah sehingga menjamin

peningkatan taraf hidup transmigran dan masayarakat setempat. Guna menunjang

usaha tersebut, dilakukan pemilihan lokasi sebaik-baiknya. Penentuan lokasi

pemukiman transmigrasi didasarkan pada daya tampung daerah yang ber -

sangkutan, kesuburan tanah bagi usaha tani khususnya pangan, kelestarian alam,

dan sumbangan pengembangan pemukiman pada pembangunan daerah. Sebagai

tindak lanjutnya, maka pemukiman transmigrasi diarahkan pada pola-pola

tertentu seperti usaha pokok tanaman pertanian, usaha pokok tanaman perkebunan,

usaha pokok peternakan, dan usaha pokok tani nelayan dan tambak. Dalam rangka

menunjang hankamnas maka pembangunan pemukiman transmigrasi biasanya

diarahkan ke daerah-daerah perbatasan seperti di Kalimantan Barat, Daerah Riau,

Kalimantan Timur, Maluku dan Irian Jaya.

Adanya persiapan yang baik dan adanya fasilitas minimum yang dibutuhkan

amat penting peranannya di dalam menentukan berhasilnya pemukiman baru.

Persiapan-persiapan fisik yang dilaksanakan adalah pembukaan lahan, pembangunan

jalan penghubung, jalan poros dan jalan desa, balai pengobatan/Puskesmas, gedung 12

Page 13: Makalah ESDM Fix

SD, rumah ibadah, gudang, rumah transmigran dan petugas lapangan, serta

penyediaan sarana air bersih. Setiap kepala keluarga transmigran mendapat lahan

seluas 2 ha. Pada tahap pertama lahan dibuka sampai siap tanam seluas 1,25 ha.

Lahan tersebut diperuntukkan bagi perumahan dan pekarangan 0,25 ha dan bagi lahan

usaha 1 ha. Sisanya seluas 0,75 ha lagi disediakan dalam bentuk lahan yang sudah

dikapling. Di samping itu dibuka pula lahan untuk bangunan dan fasilitas umum

rata-rata 0,25 ha per kepala keluarga.

Setelah tersedia fasilitas fisik minimum, maka pemindahan dan penempatan

transmigran dapat dilaksanakan. Pola penempatan di suatu proyek pemukiman

transmigrasi didasarkan pada azas "tripartial", yaitu sebagian untuk penduduk

setempat, sebagian untuk transmigran umum, dan sebagian lagi untuk transmigran

swakarsa. Penyediaan bagian untuk melayani penduduk setempat ditetapkan sekitar

10 persen dari jatah penempatan di suatu lokasi, sedang penyediaan bagian untuk

penempatan transmigrasi swakarsa akan selalu ditingkatkan berdasarkan pada

pengalaman dan perkembangan. Peningkatan transmigrasi telah dimulai dengan

melaksanakan kegiatan-kegiatan secara terpadu dengan usaha-usaha pengembangan

perkebunan melalui Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Khusus.

Sejak saat kedatangannya di daerah pemukiman baru, masyarakat

transmigran diberi bantuan dan bimbingan. Di samping perumahan kepada

transmigran diberikan pula bantuan jaminan hidup selama satu tahun sampai satu

setengah tahun. Bantuan jaminan hidup merupakan sumber utama kehidupan

transmigran dan keluarganya sebelum lahan pertanian mereka memberi hasil.

Untuk dapat memulai usaha pertaniannya, transmigran diberi bantuan bibit-bibitan,

pupuk, pestisida, peralatan pertanian, dan bantuan ternak. Pupuk dan pestisida

diberikan untuk selama kurang lebih 3 tahun. Agar usaha tani transmigran dapat

berlangsung dan berhasil dengan sebaik-baiknya, dilaksanakan kegiatan

penyuluhan. Penyuluhan tersebut diselenggarakan dalam berbagai bentuk,

13

Page 14: Makalah ESDM Fix

umpamanya pembuatan petak percobaan dan pengujian, bimbingan teknis, latihan

dan pendidikan, dan lain-lain.

Untuk lebih menjamin peningkatan taraf hidup transmigran dilaksanakan pula

kegiatan pembinaan di bidang-bidang kesehatan dan keluarga berencana, pendidikan,

koperasi dan pemasaran, kelembagaan desa, generasi muda dan peranan wanita, dan

sebagainya. Bantuan pembinaan dalam bidang-bidang ini antara lain berupa penyediaan

peralatan dan bahan, serta tenaga pembimbing atau penyuluh lapangan. Sejalan dengan

bantuan tersebut diselenggarakan pula kegiatan penyuluhan dan penerangan, baik

secara langsung maupun tidak langsung, secara berkelompok atau perorangan.

Kegiatan-kegiatan latihan dan penataran dilaksanakan bagi para transmigran maupun

petugas guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mereka.

Kebijaksanaan transmigrasi di daerah asal menyangkut pemilihan daerah

prioritas, pemilihan calon transmigran, dan penyediaan fasilitas dan sarana

penunjang termasuk sarana angkutan. Pemilihan daerah asal dilakukan sebaik-

baiknya agar mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan daerah, me-

ngurangi kepadatan penduduk, kemiskinan dan pengangguran. Se- lain itu juga

terhadap daerah yang karena kegiatan pembangunan lainnya memerlukan

perpindahan penduduk, umpamanya daerah aliran sungai, daerah yang terkena

bencana alam seperti bencana alam gas beracun di Sinila dan bencana meletusnya gunung

Galunggung, serta daerah yang tergenang karena pembangunan waduk.

Guna melayani angkutan transmigran yang semakin meningkat dan

memerlukan kecepatan pelaksanaan, telah ditingkatkan kemampuan angkutan melalui

darat, laut dan udara. Khusus untuk angkutan transmigran lewat udara, telah

diadakan penambahan armada angkutan udara, sehingga sekarang tersedia

sembilan buah pesawat terbang.

14

Page 15: Makalah ESDM Fix

Calon-calon transmigran yang diutamakan adalah keluarga-keluarga yang

tergolong miskin dan keluarga yang relatif berumur muda. Selain itu prioritas

diberikan pula kepada tenaga-tenaga terdidik yang mempunyai jenis ketrampilan

yang dibutuhkan di daerah transmigrasi. Dalam hubungan ini diutamakan antara lain

tenaga kerja dengan tingkat ketrampilan khusus di bidang pertanian dan teknologi

pengolahan hasil-hasil pertanian. Jenis ketrampilan dan atau kejuruan lain di luar

pertanian yang diperlukan adalah guru, tukang, manajer koperasi, tenaga kesehatan

dan lain-lain.

Kepada masyarakat di daerah asal, dan masyarakat di daerah penerima,

diberikan informasi yang jelas dan besar mengenai transmigrasi. Penerangan dan

penyuluhan bukan saja memberi informasi tentang hak dan kewajiban serta peranan

sebagai transmigran, melainkan juga gambaran tentang keadaan yang sesungguhnya di

daerah penerima, keadaan dalam perjalanan dan sebagainya. Penerangan yang benar

tersebut penting untuk menambah kesiapan mental para calon transmigran. Kesiapan

mental transmigran benar-benar diuji di dalam menghadapi perubahan-perubahan dalam

cara hidup mereka di daerah baru, khususnya pada waktu permulaan datang dan pada

waktu masa jaminan hidup berakhir.

Di samping transmigran umum dan transmigran swakarsa, juga dilaksanakan

pemukiman kembali penduduk di daerah transmigrasi seperti Propinsi Lampung,

Propinsi Sumatera Utara, dan di daerah asal, yaitu Propinsi Nusa Tenggara Barat.

Hal ini dilaksanakan dalam rangka turut menata pemukiman penduduk di daerah-

daerah setempat. Di sam- ping itu, juga dilaksanakan penampungan tenaga kerja asal

AKAD yang tidak mau kembali ke Pulau Jawa dan ingin menjadi transmigran.

Untuk mencapai sasaran-sasaran pelaksanaan transmigrasi yang telah ditetapkan,

maka telah ditingkatkan kegiatan-kegiatan pengendalian dan monitoring pelaksanaan

15

Page 16: Makalah ESDM Fix

kegiatan proyek-proyek pembangunan pemukiman transmigrasi. Dari kegiatan-ke-

giatan tersebut diharapkan sasaran yang telah ditetapkan dapat berjalan secara berhasil

guna dan berdaya guna serta dapat tercapai tepat pada waktunya.

3.3. Pelaksanaan Transmigrasi

Pelaksanaan program migrasi yang waktu itu disebut “kolonisasi” tersebut

dimulai pertama kali pada bulan November 1905, sejumlah 155 KK (815 jiwa) yang

berasal dari Kabupaten Karanganyar, Kebumen, dan Purworejo (waktu itu Keresidenan

Kedu Jawa Tengah). Para transmigran tersebut diberangkatkan menuju Gedong Tataan,

sekitar 25 Km sebelah barat Tanjungkarang (waktu itu Keresidenan Lampung). Desa

baru tempat para transmigran tersebut diberi nama Bagelen, nama salah satu desa di

Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, desa asal dari sebagian transmigran tersebut..

Pemilihan nama tersebut dimaksudkan agar mereka betah di tempat baru, dan merasa

seperti di desa asalnya. Pada tahun-tahun berikutnya program kolonisasi juga

dilaksanakan ke daerah Bengkulu dan Sulawesi Tengah.

Dalam periode 1905-1942, penduduk yang berhasil dipindahkan sebanyak

235.802 orang penduduk. (Lampiran I). Daerah asal terbanyak ialah Jawa Timur 27.044

KK (90.086 jiwa) dan yang terkecil D.I. Yogyakarta 188 KK (750 jiwa). Daerah tujuan

terbanyak ialah Lampung 44.687 KK (175.867 jiwa) dan yang terkecil Sulawesi Selatan

137 KK (457 jiwa).

Setelah Indonesia merdeka, program pemindahan penduduk yang kemudian

disebut “transmigrasi”, dimulai kembali. Pada tanggal 12 Desember 1950,

diberangkatkan 23 KK (77 jiwa) dari Provinsi Jawa Tengah menuju Lampung. Program

ini terus dikembangkan hingga sekarang dalam berbagai macam pola dan cara.

Pengiriman keluarga transmigran dari Pulau Jawa, Bali, dan Lombok selama Pelita I, II,

III, dan IV berturut-turut adalah 46.268, 82959, 535.474, dan 402.756 (Ida Bagus

16

Page 17: Makalah ESDM Fix

Mantra, 1987: 7). Hal ini tidak jauh berbeda dengan target yang dicanangkan pemerintah

(Lampiran II).

Perubahan yang cukup mendasar dalam kebijakan kependudukan terjadi pada

Peliata I. Pemahaman bahwa satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah

kependudukan di Indonesia hanya dengan transmigrasi mulai berubah. Pemerintah mulai

mengadopsi program Keluarga Berencana untuk mengurangi laju pertumbuhan

penduduk yang cepat, terutama di Jawa.

Perkembangan selanjutnya dari program taransmigrasi adalah ketika

diperkenalkannya program transmigrasi “Pola Sitiung” oleh Departemen Tenaga Kerja,

Transmigrasi, dan Koperasi (Depnakertranskop) pada Pelita II. Pola ini berawal dari

adanya transmigrasi “besol desa” dari daerah Wonogiri Jawa Tengah (meliputi 41 desa)

ke empat desa baru di Kabupaten Sawahlunto-Sijunjung Sumatera Barat, yaitu Sitiung,

Tiumang, Sialanggaung, dan Kotosalak. Penduduk dari 41 desa di Wonogiri tersebut

dipindahkan karena desa tempat tinggal mereka terkena proyek bendungan Gajah

Mungkur. Jumlah transmigran tersebut adalah 65.517 jiwa atau lebih kurang 2.000 KK.

Hal yang dinilai lebih dalam pola ini adalah adanya koordinasi yang lebih baik antar

instansi terkait dalam pelaksanaannya. Misalnya pembabatan hutan, membangun

prasarana jalan, jembatan, dan irigasi dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum,

urusan pemerintahan desa oleh Departemen Dalam Negeri, pengkaplingan tanah hingga

pembuatan sertifikat dilakukan oleh Jawatan Agraria, pendirian Puskesmas dan

tenaganya oleh Departemen Kesehatan, sekolah dan gurunya oleh Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Dalam pelaksanaan Pola Sitiung, transmigran tidak perlu membangun rumah

dulu, karena rumah sudah disipkan oleh Depnakertranskop. Begitu berhasilnya pola ini,

Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi, Prof. Soebroto bermaksud

memperluas pola ini ke-14 provinsi lainnya di Indonesia. Akan tetapi, ternyata untuk

menerapkan pola ini ke propvinsi lain kendalanya cukup banyak, antara lain kesiapan

lokasi transmigrasi, dan koordinasi yang kurang berjalan dengan baik.

17

Page 18: Makalah ESDM Fix

Pola Inti Rakyat Perkebunan (PIR Bun) mulai diperkenalkan pada Pelita III di

lokasi-lokasi transmigrasi. Pola ini cukup berhasil menarik minat penduduk pedesaan di

Pulau Jawa untuk ikut serta dalam program tarnasmigrasi ini. Melihat minat masyarakat

yang cukup tinggi ini, pada Pelita IV Departemen Transmigrasi kemudian lebih banyak

mendorong pelaksanaan transmigrasi spontan yang dibiayai sendiri oleh penduduk.

Orientasi program transmigrasi kemudian mengalami perubahan dari orientasi

kuantitas ke orientasi kualitas pada Pelita V. Pemerintah juga mendorong agar

masyarakat tergerak untuk melakukan transmigrasi swakarsa. Pada masa ini perhatian

untuk mengembangkan daerah tujuan transmigrasi agar dapat menarik transmigran dari

Jawa mulai dibangun. Hutan Tanaman Industri-Transmigrasi (HTI-Trans) mulai

diperkenalkan yang merupakan kerjasama antra swasta pemegang Hak Penguasahan

Hutan (HPH) dengan transmigran sebagai pemasok tenaga kerja. Selain

memperkenalkan HTI-Trans, Departemen Transmigrasi juga mendorong terbentuknya

pusat-pusat industrialisasi di luar Jawa, seperti agribisnis kelapa sawit atau tambak

udang inti rakyat transmigrasi.

Provinsi-provinsi yang dijadikan daerah pemukiman transmigrasi dewasa ini

adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi,

Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimanatan

Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Di daerah-daerah tersebut, pengaruh demografi

cukup terasa oleh karena di masa lampau jumlah penduduk setempat relatif masih

sedikit. Di samping itu perekonomian daerah tujuan kemungkinan juga terpengaruh

dengan adanya pertambahan tenaga kerja dan pembukaan tanah-tanah pertanian baru.

Dalam kurun waktu 60 tahun (1930-1990), distribusi penduduk di Indonesia

sedikit banyaknya juga dipengaruhi oleh pelaksanaan transmigrasi, walaupun tidak

begitu besar. Pulau Jawa dan Madura yang pada tahun 1930 dihuni oleh 68,9%

penduduk Indonesia, pada tahun 1990 “hanya” 59,9% dari keseluruhan penduduk.

18

Page 19: Makalah ESDM Fix

Meskipun demikian, karena angka pertumbuhan penduduk yang tinggi, kenaikan jumlah

penduduk di Pulau Jawa jauh lebih besar dibandingkan yang bermigrasi kederah lain.

Tabel I:

Distribusi Penduduk Indonesia Menurut

Sensus Penduduk Tahun 1930 dan Sensus Penduduk Tahun 1990

Penduduk 1930 1990 Kenaikan/Perubahan

Jumlah (juta)

% Jumlah (juta)

% Jumlah (juta) %

Jawa + Madura

Sumatera

Kalimantan

Sulawesi

Pulau Lain

41,7

8,2

2,2

4,2

4,2

68,9

13,5

3,6

6,9

7,3

107,5

36,4

9,2

12,5

13,6

59,9

20,2

5,2

7,0

7,7

65,8

28,2

6,9

8,3

9,2

(8,8)

6,8

1,6

0,1

0,3

Jumlah 60,7 100 179,2 100 119,4 0

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pada tahun 1996 terjadi sedkit perubahan. Proporsi penduduk Pulau Jawa

berkurang menjadi 58,9 %, sedangkan pulau-pulau lainnya mengalami peningkatan,

meskipun tidak terlalu besar.

19

Page 20: Makalah ESDM Fix

Tabel II:

Perbandingan Kepadatan Penduduk Antarpulau pada Tahun 1996

Pulau Jumlah Penduduk (Juta)

% Luas Kepadatan per Pulau(Km2) %

Jawa

Sumatera

Kalimantan

Sulawesi

Irian Jaya

Pulau Lainnya

114,773

40,831

10,470

13,372

1,943

13,006

58,9

20,9

5,4

7,1

1,0

6,7

132.186

473.481

539.460

189.216

421.981

162.993

6,9

24,7

28,1

9,8

22.0

8,5

868

86

19

73

5

80

INDONESIA 194,755 100 1.919.317 100 101

Sumber: Siswono Yudohusodo (1998: 31).

3.4. Kompetensi Calon Transmigran

Tidak bisa dipungkiri bahwa program transmigrasi akan sangat menarik bagi

masyarakat yang tingkat kehidupandan tingkat pendidikannya masih cukup rendah. Hal

ini sangat wajar, melihat kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang masih belum

pulih setelah diterpa krisis ekonomi, sehingga sangat sulit untuk mencari pekerjaan

dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Untuk dapat menciptakan masyarakat transmigran yang sukses dan mampu

berkarya dalam sektor wiraswasta mandiri dengan menciptakan lapangan kerja baru,

maka Pemerintah harus terus-menerus mencoba memperbaiki sistem perekrutan calon

tranmigran. Walaupun pada kenyataannya yang paling banyak mendaftarkan diri untuk

20

Page 21: Makalah ESDM Fix

menjadi masyarakat transmigran adalah masyarakat yang tingkat pendidikannya cukup

rendah.

Agar dapat mengatasi masalah tingkat pendidikan masyarakat transmigran yang

cukup rendah tersebut, maka pemerintah daerah dan dinas transmigrasi daerah tempat

calon transmigran berdomisili sebelum dikirimkan ke lokasi transmigrasi harus

memberikan pelatihan dan penyuluhan yang dilakukan secara intensif sebelum

masyarakat transmigran dikirim ke lokasi tujuan transmigrasi.

Hal ini sebaiknya dilakukan setelah diketahui kondisi ekonomi, sosial, budaya

dan juga kondisi lahan yang akan mereka garap nantinya. Informasi mengenai hal ini

mutlak haru diketahui oleh calon transmigran agar mereka mampu menggali kreatifitas

dan potensi mengenai apa yang akan mereka coba buat di lokasi transmigrasi nantinya.

Informasi ini juga sangat berguna dalam menciptakan sektor usaha kecil menengah baru

yang potensial untuk diterapkan pada lokasi transmigrasi.

Dengan melakukan proses pendidikan melalui pelatihan dan penyuluhan

terhadap masyarakat transmigran juga diharapkan akan terjalin keharmonisan antara

masyarakat transmigran dengan masyarakat lokal setempat. Sehingga kebhinekaan yang

ada di lokasi transmigrasi mampu menjadi rantai ikatan persatuan yang kuat untuk

memupuk rasa persaudaraan dan nasionalisme dalam menjaga keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

3.5. Gambaran Beberapa Lokasi Transmigran

A. Punggur di Lampung

Punggur merupakan Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) yang terletak di

Kabupaten Lampung Tengah yang kemudian menjadi nama kecamatan di derah

tersebut. Pada tahun 1965, daerah ini mempunyai 27.425 penduduk yang tersebar di 14

desa dan menempati areal seluas ± 10.000 ha.. Bagi warga Punggur, desa-desa itu bukan

merupakan satu kesatuan yang kuat. Desa-desa itu tidak dapt dibeda-bedakan, sedang

21

Page 22: Makalah ESDM Fix

batas-batasnya tidak menurutkan batas-batas alamiah. Dalam kesadaran penduduk yang

jelas menjadi satuannya adalah kecamatan.

Kepindahan penduduk dari Jawa ke Punggur yang terbesar adalah pada tahun

1954. Transmigran tersebut, 67% di antaranya berasal dari Jawa Tengah dan 33% dari

berasal Jawa Timur. Motif perpindahan penduduk ini adalah karena tidak memiliki

tanah di tempat asal, ingin maju, adu untung, ikut keluarga, dan lain-lain. Kekurangan

tanah merupakan faktor pendorong utama yang menyebabkan penduduk ikut

transmigrasi. Faktor ingin maju merupakan faktor penarik yang bukan alasan utama

transmigran untuk menetap di Punggur.

Setelah sampai di Punggur, sesuai ketentuan setiap transmigran seharusnya

transmigran mendapatkan tanah dua hektar yang terdiri dari ¼ Ha tanah pekarangan, ¾

Ha tanah ladang, dan 1 Ha tanah sawah seperti yang ditetapkan Jawatan Transmigrasi.

Dalam kenyataannya hanya 19% transmigran yang memiliki tanah demikian. Hal ini

berkaitan dengan kenyataan bahwa daerah Punggur yang pada mulanya disediakn

sebagai daerah hutan cadangan dibuka dan didiami secara illegal. Maka tanah-tanah

yang dimiliki para migran dengan cara tersebut, acap kali lebih kecil dari 2 Ha areal

resmi tersebut. Tanah yang sempit ini juga disebabkan karena para transmigran itu

dahulu menjual sebagian tanahnya akibat butuh uang. Akibatnya taraf kesejahteraan

para transmigran di Punggur tidak begitu baik. 37% transmigran di Punggur

memperoleh tanah dari Jawatan Transmigrasi dan 63% lainnya memiliki tanah karena

pembelian.

Setelah sekian lama menempati areal transmigrasi, para transmigran masih tetap

menjalin hubungan yang baik dengan kampung halaman mereka. Sebanyak 59,6%

transmigran masih mempunyai anggota keluarga di Jawa. 49,5% di antaranya tetap

mengadakan hubungan surat-menyurat atau bentuk komunikasi lainnya dengan sanak

saudaranya di Jawa, sedang 19,8% selalu mengunjungi keluarga di Jawa. Meskipun

demikian, 67,8% transmigran di Punggur ternyata tidak rindu kembali ke Jawa, hanya

22

Page 23: Makalah ESDM Fix

25,9% yang menyatakan mau pergi ke Jawa untuk mengunjungi sanak saudara. Untuk

kembali ke Jawa selamanya, tidak seorang pun yang mau.

Di antara transmigran, ada yang sudah berkali-kali ke Jawa untuk menjemput

sanak saudaranya supaya mau bertransmigrasi juga. Bahkan kepala-kepala desa pun

menyediakan tanah khusus di desanya untuk keluarga-keluarga transmigran baru yang

mereka jemput sendiri.

B. Tongar di Sumatera Barat

Tongar merupakan UPT yang terletak di Nagari Airgadang, Kecamatan

Pasaman, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Meskipun secara kuantitatif jumlahnya

tidak besar, namun karena berbagai alasan, daerah pemukiman transmigrasi orang Jawa

yang merupakan repatrian Suriname ini perlu mendapat perhatian ahli sosiologi. Asal

transmigran dan motif-motif migrasinya mempunyai perbedaan penting dengan asal dan

motif-motif migran-migran Indonesia yang lain. Selanjutnya di sini dipraktekkan sistem

berkolonisasi yang istimewa yang tegas-tegas menekankan penggarapan tanah secara

kolektif, sehingga asimilai daerah pemukiman yang kebudayaannya sangat berbeda ini

menimbulkan masalah-masalah khusus.

Gelombang pertama kuli kontrak dari Jawa untuk perkebunan-perkebunan di

Suriname tiba di sana pada tahun 1890. sampai tahun 1939 jumlah orang Jawa yang

mendarat di Suriname seluruhnya sebesar 32.886 orang. Meskipun setelah kontrak

berakhir terbuka kemungkinan untuk repatriasi, namun keinginan kembali ini dapat

diganti dengan bonus sebesar f. 100 Suriname. Dengan demikian hampir semua dari

mereka yang karena berbagai hal kandas dalam hutang, terpaksa memilih bonus ini

daripada pulang ke Jawa. Dalam jngka waktu tersebut jumlah yang kembali seluruhnya

hanya 8.130 orang. Yang tidak kembali kebanyakan lalu keluar dari perkebunan dan

menjadi petani kecil. Menurut sensus tahun 1950, orang Indonesia di Suriname

berjumlah 35.194 orang.

23

Page 24: Makalah ESDM Fix

Untuk mengkoordinasi persiapan-persiapan kembali ke tanah air, dibentuklah

“Yayasan Ke Tanah Air” yang didirikan pada tanggal 1 Mei 1951. Dalam waktu pendek

jumlah anggotanya telah mencapai lebih dari 3.000 orang. Pada bulan September 1953

delegasi yayasan ini mengunjungi Indonesia dengan tujuan untuk memeriksa daerah

yang telah dipilih sebagai daerah pemukiman. Kelompok repatrian yang pertama dan

satu-satunya sampai saat ini tiba pada tanggal 3 Februari 1954 di Padang dan beberapa

waktu kemudian terus menuju Tongar, suatu tempat kecil di tepi jalan antara Talu dan

Airbangis, 170 km di sebelah utara Bukittinggi, ibukota Propvinsi Sumatera Tengah

pada waktu itu.

Daerah yang pada mulanya dipilih terdiri dari dataran seluas 5.200 ha yang

sebagian besar tertutup oleh hutan. Daerah tersebut sulit ditempuh oleh traktor, karena

topografinya tidak datar dilintsi oleh banyak anak sungai yang kecil. Palung-palung

sungai itu dalamnya tiga sampai enam meter, sehingga harus dibangun jembatan agar

traktor-traktor itu dapat lewat. Hasil penelitian tanah yang diadakan pada akhir tahun

1955 juga menunjukkan bahwa tanah di Tongar tidak begitu cocok untuk penanaman

padi, seperti yang diduga semula.

Dalam waktu yang singkat keadaan keuangan para transmigran makin

memburuk. Meskipun daerah pemukiman itu bukan tanggungan resmi dari Jawatan

Transmigrasi, namun Jawatan Transmigrasi di Padang dapat menyediakan beras dan

kebutuhan-kebutuhan lainnya, termasuk uang. Kekurangan uang paling mendalam

dirasakan oleh teknisi dan tenaga-tenaga administratif yang sudah terbiasa hidup cukup

mewah, karena mereka tidak dapat memperoleh penghasilan tambahan dari usaha

pekarangannya sendiri seperti para petani. Banyak di antara mereka terpaksa menjual

perhiasan kepada para pedagang keliling Minangkabau.

Hubungan antara pendatang dan penduduk asli dalam banyak hal dapat bersifat

menentukan berhasil tidaknya suatu daerah pemukiman. Di Minangkabau, tempat

pemukiman repatrian dari Suriname berada, berlaku ketentuan-ketentuan adat

sehubungan dengan pembukaan dan pengolahan daerah hutan.

24

Page 25: Makalah ESDM Fix

Nagari sebagai sataun teritorial dibagi dalam berbagai kampuang. Satu

kampuang dikepalai oleh seorang penghulu. Hak untuk menetap di suatu kampuang

tertentu hanya dapat diberikan oleh “kerapatan nagari”. Seorang luar yang mendapat hak

mengolah tanah hrus membayar sejumlah retribusi, tetapi tidak berlaku bila orang luar

tersebut diangkat sebagai “kemenakan” oleh penghulu. Dengan demikian penghulu

bertindak sebagai mamak (paman) bagi pendatang baru tersebut yang kemudian

memperoleh hak dan kewajiban yang sama seperti kemenakan yang lainnya, dengan

syarat pendatang baru tersebut harus bertingkah laku seperlunya menurut adat.

Sistem ini akhirnya merupakan pemecahan untuk menampung kelompok

repatrian Suriname ini. Mereka kemudian diterima sebagai keluarga oleh penghulu

daerah bersangkutan dalam suatu upacara resmi pada bulan Mei 1954. Menurut hukum

adat, dengan demikian mereka dan keturunannya memperoleh hak pakai atas tanah,

tetapi tidak mempunyai hak untuk menjual tanah itu atau mewariskan hak pakainya

kepada yang bukan kemenakan. Bila tanah itu tidak digarap atau tidak mempunyai

keturunan laki-laki, maka tanah harus dikembalikan kepada nagari. Persetujuan ini

memberi pemecahan yang dapat diterima kedua belah pihak terhadap persoalan

mengenai hak atas tanah.

Beberapa bulan sebelum repatrian itu tiba, masyarakat Minangkabau rupanya

sudah menyesal dan tiba-tiba para kepala adat menuntut kembali sebidang tanah seluas

400 ha yang termasuk dalam penyerahan semula dengan alasan akte penyerahan tidak

sah, karena penghulu sebenarnya tidak berhak menyerahkan tanah kepada pihak ketiga,

bahkan kepada pemerintah sekalipun. Menurut Schrieke (1955) hal ini sebenarnya

dipicu oleh perasaan cemas di kalangan penghuni desa kalau-kalau di masa depan

mereka akan kekurangan tanah.

Tuntutan ini sangat mengejutkan pemerintah setempat dan Jawatan

Transmigrasi, karena beberapa barak penampungan sudah dibangun di atas tanah yang

dituntut kembali itu. Suasana menjadi tegang ketika kelompok repatrian datang, dan

25

Page 26: Makalah ESDM Fix

ditambah pula dengan perbedaan-perbedaan kultural antara orang Jawa Suriname

dengan orang Minangkabau yang jauh lebih besar daripada yang diduga orang semula.

Perbedaan yang paling tajam dirasakan adalah perbedaan agama. Sebanyak 129

orang atau 12,5% repatrian beragama Kristen dari jumlah keseluruhan 1.024 orang.

Orang Jawa sendiri menganggap perbedaan agama sebagai suatu yang tidak penting.

Mereka selalu sangat heran bila orang Minangkabau mengajukan pertanyaan kepada

mereka: “Adakah dua partai di dalam kampung kalian?” Hal ini mungkin disebabkan

oleh kenyataan bahwa pada mulanya sebagian besar orang-orang Jawa dari Suriname

berasal dari lingkungan abangan.

Yang juga merupakan perbedaan kultural ialah bahasa. Orang Jawa Suriname

menggunakan bahasa Jawa dalam bahasa pergaulan dan bahasa Belanda sebagai bahasa

pengantar di sekolah-sekolah. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang tidak cukup mereka

kuasai karena sebelumnya mereka tidak memerlukannya. Penduduk asli sebaliknya

menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan umum dan bahasa

Minangkabau di antara mereka sendiri.

Perbedaan kebudayaan lain yang dirasakan sebagai hal yang sangat bertentangan

dengan pola norma di Minangkabau adalah kebiasan melakukan dansa dan tari-tarian

modern, seperti rumba dan tango yang dilakukan repatrian tersebut. Bagi orang

Minangkabau, tarian tersebut sangatlah terkutuk sehingga pada berbagai kesempatan

telah mengakibatkan terjadinya insiden karena pemuda-pemuda yang fanatik

mengganggu acara-acara dansa. Hal yang sama terjadi pula untuk norma-norma

pergaulan antar jenis kelamin, seperti berjalan bergandengan tangan yang tidak

diperkenankan termasuk bagi suami-istri, ko-edukasi dalam olahraga, dan sebagainya.

Semua corak dan pola kebudayaan Jawa Suriname ini sama sekali tidak dapat diterima

oleh penduduk asli dan menimbulkan keluhan-keluhan yang mengatakan bahwa

kelompok-kelonpok dari Suriname tidak bertindak sebagai kemenakan yang baik,

sehingga karena itu penghulu menjadi malu.

26

Page 27: Makalah ESDM Fix

Hal-hal yang disebutkan di atas menyebabkan posisi orang-orang Jawa yang

berdiam di Tongar sangat sulit ketika meletusnya Pemberontakan Pemerintahan

Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) melawan Pemerintah Pusat pada bulan

Februari tahun 1958. Akhir Juli 1958, daerah pemukiman Tongar dikepung dan hanya

diberi waktu dua jam sebagai persiapan mengungsi, setelah itu semua bangunan di sana

dibumihanguskan. Sesudah menempuh perjalanan yang berat, 14 orang dari mereka

kemudian meninggal dunia, sisanya sampai di Bukittinggi untuk memulai kehidupan

baru.

27

Page 28: Makalah ESDM Fix

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Program transmigrasi telah terbukti mampu meminimalisir permasalahan

kependudukan. Pulau-pulau yang kepadatan penduduknya sangat tinggi seperti Jawa,

Madura dan Bali, lambat-laun kepadatan penduduk mulai turun dan daya dukungnya

untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk mulai meningkat. Sedangkan pulau-pulau

yang potensi sumber daya alamnya melimpah, namun potensi sumber daya manusianya

kurang, telah berkembang dan mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya

setelah diterapkannya program transmigrasi.

Semenjak program ini diterapkan sampai dengan saat ini, sudah sangat banyak

masyarakat transmigran dan masyarakat lokal setempat yang tingkat kehidupan dan

kesejahteraannya meningkat. Kemampuan masyarakat transmigran untuk menciptakan

lapangan kerja baru, tidak hanya mampu mensejahterakan dirinya sendiri namun juga

mampu mensejahterakan masyarakat lainnya. Bahkan tidak jarang beberapa orang

transmigran mampu mengubah nasibnya menjadi seorang pengusaha yang berhasil. Hal

ini tentu dapat terjadi karena kerja keras transmigran itu sendiri. Jika para transmigran

memiliki kemauan dan kerja keras yang didukung oleh doa dan ibadah yang tulus dan

ikhlas, maka Tuhan pasti akan merubah nasib para transmigran dan secara tidak

langsung juga akan mengubah nasib bangsa Indonesia menjadi lebih sejahtera.

4.2. Saran

Setiap sistem yang dibuat pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Untuk

mengetahui apakah kekurangan dan kelebihan itu, maka kita perlu melihat dari

28

Page 29: Makalah ESDM Fix

pengalaman setelah diterapkannya sistem tersebut. Apa hasil yang didapat dari

penerapan sistem tersebut dan apa yang diharapkan sebelumnya pada tahap perencanaan

konsep sistem tersebut. Jika hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan harapan, maka

terdapat kesalahan yang harus diperbaiki.

Konsep perbaikan yang banyak disampaikan oleh para pakar berdasarkan hasil

penelitian, merupakan asset yang sangat berharga dalam menyempurnakan sistem

ketransmigrasian di Indonesia. Hal ini bisa dijadikan acuan nyata oleh Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam menyempurnakan sistem ketransmigrasian

menuju kesejahteraan masyarakat Indonesia.

29

Page 30: Makalah ESDM Fix

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Sulistinah I., 1995, “Pelaksanaan Program Transmigrasi dan Permasalahannya”, dalam Warta Demografi, No. 2, Th. 25.

Heeren, H.J., 1979, Transmigrasi di Indonesia, PT Gramedia, Jakarta.

Departemen Transmigrasi Dan Pemukiman Perambah Hutan RI. 1997.

Undang Undang No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian

30