makalah epilepsi
-
date post
05-May-2017 -
Category
Documents
-
view
270 -
download
7
Transcript of makalah epilepsi
Daftar Isi
Halaman Judul
Daftar Isi ...............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................2
A.Latar Belakang Masalah .............................................................................2
B. Tujuan Penulisan ......................................................................................2
C. Metode Penulisan ......................................................................................3
D. Sistematika Penulisan ...............................................................................3
BAB II KONSEP DASAR ...................................................................................4
A. Pengertian .................................................................................................4
B. Klasifikasi Kejang......................................................................................5
C. Etiologi .....................................................................................................6
D. Patofisiologi ..............................................................................................6
E. Manifestasi Klinik ....................................................................................7
F.. .Komplikasi ................................................................................................8
G. Penatalaksanaan ........................................................................................8
H. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................10
I. Pengkajian Fokus ......................................................................................12
J. Pathway Keperawatan ..............................................................................15
K. Diagnosa Keperawatan .............................................................................16
L. Fokus Intervensi dan Rasional ..................................................................16
BAB III PENUTUP...............................................................................................23
A. Simpulan ...................................................................................................23
B. Saran .........................................................................................................23
Daftar Pustaka.......................................................................................................24
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan
fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi
manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik,
sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit
memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita
epilepsy.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.
Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna
narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik,
tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas
dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi
seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%)
penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah
menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health
Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap
epilepsi
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Insruksional Umum :
Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan Asuhan Keperawatan
Epilepsi.
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengertian Epilepsi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan Klasifikasi Kejang
2
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Etiologi Epilepsi
4. Mahasiswa mampu menjelaskan Patofisiologi Epilepsi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi Klinik Epilepsi
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Penatalaksanaan Epilepsi
7. Mahasiswa mampu menjelaskan Pemeriksaan penunjang Epilepsi
8. Mahasiswa mampu menjelaskan Pengkajian Fokus Epilepsi
9. Mahasiswa mampu menjelaskan Pathway Keperawatan Epilepsi
10. Mahasiswa mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan Epilepsi
11. Mahasiswa mampu menjelaskan Fokus Intervensi dan Rasional Epilepsi
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode diskriptif
yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi
kepustakaan dari literatur yang ada, baik dari perpustakaan, text book, atau
dari internet.
D. Sistematika Penulisan
Dari makalah yang kami buat, kami menggunakan sistematika yang terdiri
dari tiga bab yaitu pendahuluan, konsep dasar dan penutup. Bab I
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, sistematika penulisan. Bab II konsep dasar yang terdiri dari
pengertian Epilepsi, klasifikasi kejang, etiologi Epilepsi, patofisiologi
Epilepsisi, manifestasi klinik Epilepsi, penatalaksanaan Epilepsi, Pemeriksaan
penunjang Epilepsi, pengkajian fokus Epilepsi, pathway keperawatan
Epilepsi, diagnosa keperawatan Epilepsi, fokus intervensi dan rasional
Epilepsi. Bab III penutup yang terdiri dari simpulan dan daftar pustaka.
BAB II
3
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Epilepsi dan status epileptikus merupakan bagian dari gejala konvulsif.
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan berat dari fungsi otak
dengan karakteristik kejang berulang. Status epileptikus (aktivitas kejang
lama yang akut) merupakan suatu rentetan kejang umum yang terjadi tanpa
perbaikan kesadaran penuh di antara serangan (Muttaqin, 2008).
Epilepsi adalah setiap kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan
otak sementara yang bersifat paroksismal yang dimanifestasikan berupa
gangguan atau penurunan kesadaran yang episodik, fenomena motorik yang
abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan sistem otonom; gejala-gejalanya
disebabkan oleh aktifitas listrik otak ( Kumala et al, 1998).
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang-ulang. Diagnosa ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak
dua kali kejang tanpa sebab. Kebanyakan kejang hanya beberapa menit.
Aktifitas kejang yang berlaangsung lama merupakan indikasi status
epileptikus, komplikasi utama yang berbahaya berkaitan dengan kejang
umum. Kejang disebabkan oleh kontak neuron serebral yang tidak beraturan
cepat dan tiba-tiba (Engram, 2000).
Drai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa epilepsi adalah gejala
kompleks dari banyak gangguan berat dari fungsi otak dengan karakteristik
kejang berulang. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan
kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot dan gangguan
perilaku , alam perasaan, sensasi, dan persepsi.
B. Klasifikasi kejang
4
Kejang Umum
Kejang Grand Mal ditandai oleh 4 fase :
1. Fase aura
Seseorang mengalami sebelum kejadian kejang kronik. Sensasi ini
merupakan tanda datangnya kejang. Sensasi mungkin merupakan
penciuman, pusing, cahaya, rasa tertentu, baal atau getaran pada tangan.
2. Fase tonik
Ditandai hilangnya kesadaran, jeritan (suara bernada tinggi disebabkan
lewatnya udara melalui laring yang menutup disertai kontraksi maksimal
otot-otot dada dan perut), tubuh kaku karena kontraksi yang tiba-tiba dari
seluruh otot volunter (tangan fleksi, kaki ekstensi dan gigi rapat).
3. Fase kronik
Gerakan-gerakan kejang agitasi seluruh tubuh karena pergantian relaksasi
dan kontraksi yang cepat diseluruh otot volunter. Pernafasan terhenti dan
terjadi sianosis. Mungkin disertai mulut berbusa karena banyaknya salifa
yang mungkin berwarna bila terjadi perdarahan karena tergigitnya lidah.
4. Fase pemulihan/postiktal
Ditandai oleh berhentinya pergerakan-pergerakan kejang. Individu tidak
sadar. Kesadaran dan semua gerakan volunter perlahan kembali
kebingungan agitasi dan peka rangsang mungkin muncul. Individu akan
merasa lelah mungkin mengalami inkontinensia urin. Individu juga lupa
akan kejang yang dialami.
Kejang Fokal atau parsial
Kejang fokal sederhana ditandai dengan kejang pada bagian tubuh tertentu
yang merupakan tempat dimana konduksi neural abnormal terjadi goncangan
pada satu sisi wajah meluas kepada otot-otot tubuh yang sama. Gejala
somatosensori bisa terjadi misalnya kesemutan, halusinasi visual; gejala
otonom juga dapat terjadi seperti mual, berkeringat, individu tidak mengalami
kehilangan kesadaran.
5
Kejang fokal kompleks ditandai adanya kehilangan kesadaran, disertai
tingkah laku kacau lip smacking, menarik-narik pakaian atau menunjukkan
jari. Kemudian kacau mental dan peka rangsang terjadi kemudian. Kejang
parsial dapat berkembang menjadi kejang umum dengan kejang pertama
seseorang dirawat dan mengalami pemeriksaan diagnostik lengkap untuk
menentukan penyebab kejang (Engram, 2000).
C. Etiologi
Menurut Muttaqin, 2008 penyebab pasti dari epilepsi belum diketahui
(idiopatik) dan masih menjadi banyak spekulasi. Predisposisi yang mungkin
menyebabkan epilepsi meliputi:
a. Pascatrauma kelahiran
b. Pascacidera kepala
c. Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak (campak,
penyakit gondongan, epilepsi bakteri)
d. Riwayat gangguan sirkulasi serebral
e. Riwayat demam tinggi
f. Riwayat gangguan metabolisme dan nutrisi
g. Riwayat adanya tumor otak, abses
h. Riwayat keturunan epilepsi
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik pada sel saraf pada
salah satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan muatan
listrik abnormal, berulang dan tidak terkontrol. Karakteristik kejang epileptik
adalah suatu manifestasi muatan neuron berlebihan ini (Smeltzer & Bare,
2002).
D. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan timbulnya ganguan neurologik progresif,
gangguan neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua factor-
faktor gangguan fokal akibat tumor dan peningkataan TIK.
6
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dari
infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neural. Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak.
Peningkatan TIK dapat disebabkan oleh beberapa factor : bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal. Beberepa tumor dapat menyebabkan
pendarahan. Obstruksi vena dan edema akibat kerusakan sawar darah otak,
semuanya menimbulkan volume intracranial dan TIK.
Pada mekanisme kompensasi akan bekerja menurunkan volume darah
intrakranial, volume CSF< kandunan cairan intra sel dan mengurangi sel-sel
parenkim. Peningkatan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan terjadinya
herniasi unkus atau serebelum. Herniasi menekan mensefalon menyebabkan
hilangnya kesadaran. Pada herniasi serebelum, tonsil bergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla
oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat, perubahan fisiologis lain yang
terjadi akibat peningkatan TIK adalah bradikardia progresif, hipertensi
sistemik ( pelebaran nadi) dan gagal nafas (Price & Wilson, 2006).
E. Manifestasi Klinik
Bergantung pada lokasi muatan neuron-neuron, kejang dapat direntang
dari serangan awal sederhana sampai gerakan konfulsif memanjang dengan
hilangnya kesadaran. Variasi kejang diklasifikasikan secara internasional
sesuai daerah otak yang terkena dan telah diidentifikasi sebagai kejang
parsial, umum, dan tidak diklasifikasikan.
Pada awal kejang menunjukkan daerah otak dimana kejang tersebut
berasal. Juga penting untuk menunjukkan jika pasien mengalami aura, suatu
sensasi tanda sebelum kejang epileptik, yang dapat menunjukkan asal kejang.
Pada kejang parsial sederhana hanya satu jari tangan yang bergetar, atau
mulut dapat tersentak tak terkontrol. Individu ini bicara yang tidak dapat
7
dipahami, pusing, dan mengalami sinar, bunyi, bau, atau rasa yang tidak
nyaman.
Pada kejang parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak
secara automatik tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami
emosi yang berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang.
Indivdu tidak ingat episode tersebut ketika suda lewat.
Kejang umum melibatkan kedua hemisfer otak, yang menyebabkan kedua
sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan intens pada seluruh tubuh yang
diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot.
Kontraksi simultan diafragma dan otot dada dapat menimbulkan menangis
epileptik karakteristik. Sering lidah tertekan dan pasien menalami ikontinen
urin dan feses. Setelah 1 atau 2 menit gerakan konfulsif hilang, pasien rileks
dan mengalami koma dalam, bunyi nafas bising, pasien sering konfusi dan
sulit bangun selama berjam-jam. Banyak pasien mengeluh sakit kepala atau
sakit otot (Smeltzer & Bare, 2002).
F. Komplikasi
1. Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang yang berulang
2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas (Corwin, 2001).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsi direncanakan sesuai dengan program jangka
panjang dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing
pasien.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera
mungkin, untuk menjamin oksigenasi serebral ang adekuat, dan untuk
mempertahankan pasien dalam status bebas kejang.
1. Tetapkan jalan napas dan oksigenasi yang adekuat (lakukan intubasi bil
perlu) ; lakukan pemasangan infus untuk pemberian obat-obatan dan
pemeriksaan darah.
8
2. Berikan diazepam intravena dengan perlahan dalam upaya untuk
menghambat kejang.
3. Berikan medikasi antikonvulsan lain (fenitoin, fenobarbital) sesuai yang
diharuskan setelah pemberian diazepam untuk mempertahankan status
bebas kejang.
4. Pantau tanda-tanda vital dan status neurologis secara terus menerus.
5. Pantau EEG untuk menentukan sifat dari aktivitas epileptogenik.
6. Gunakan anestesia umum dengan barbiturat kerja singkat, jika pengobatan
awal tidak memberikan hasil.
7. Ukur konsentrasi dalam serum dari obat antikonvulsan yang digunakan
pasien.
8. Pasien dapat meninggal akibat keterlibatan depresi jantung atau
pernapasan.
9. Kaji potensial pembengkakan serebral postiktal.
a. Terapi medikasi
Terapi medikasi yang digunakan untuk mencapai kontrol kejang
1. Pengobatan biasa adalah terapi dosis tunggal.
2. Pengobatan antikonvulsan utama termasuk karbanazepin, primidon
fenitoin, fenobarbital, efosuksimidin, dan valproate.
3. Lakukan pemeriksaan fisik secara periodik dan pemeriksaan
laboratorium untuk pasien yang mendapatkan obat yang diketahui
mempunyai efek samping toksik.
4. Cegah atau kontrol hiperplasia gingival dengan higiene oral yang
menyeluruh, perawatan gigi yang teratur, dan masase gusi teratur
untuk pasien yang fenotoin (dilatin)
b. Pembedahan
1. Diindikasi bila epilepsi diakibatkan oleh tumor intrakranial, abses,
kista, atau anomali vaskular.
2. Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik
dilakukan untuk kejang yang berasal dari area otak yang dikelilingi
dengan baik yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan kelainan tanpa
9
menghasilkan kelainan neurologis yang signifikan (Baughman &
Hockley, 2000).
H. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Muttaqin (2008) bertujuan dalam
menentukan tipe kejang, frekuensi dan beratnya, serta faktor-faktor pencetus
a. Riwayat perkembangan yang mencakup kejadian kehamilan dan kelahiran,
untuk mencari kejadian cidera sebelum kejang. Sebuah penelitian dibuat
untuk penyakit atau cidera kepala yang dapat memengaruhi otak. Selain itu
dilakukan pengkajian fisik dan neurologis, hematologi, serta pemeriksaan
serologi
b. CTscan digunakan untuk mendeteksi adanya lesi pada otak, fokal
abnormal, serebrovaskuler abnormal, dan perubahan degeneratif serebral
c. Elektro Ensefalo Gram (EEG) melengkapi bukti diagnostik dalam proporsi
substansial dari klien epilepsi dan membantu dalam mengklarifikasikan
tipe kejang. Keadaan normal pada EEG selalu terus-menerus terlihat di
antara kejang, atau jika letupan muncul mungkin akibat hiperventilasi atau
selama tidur.
Menurut Rubenstein, Wayne, & Bradley, (2007) pemeriksaan penunjang pada
penderita epilepsi adalah :
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibanding seharusnya misal gelombang delta.
10
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi
tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme
infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal
gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd),
epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam
/ lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan
lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan
antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk
mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini
sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui
secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.
Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat
diperlukan pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan
untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan
dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan
tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus
kanan dan kiri (Rubenstein, Wayne, & Bradley, 2007).
11
I. Pengkajian Fokus
Pengkajian dilakukan secara komprehensif dengan berbagai metode
pengkajian seperti anamnesa, observasi, pengukuran, dokumentasi dan
pemeriksaan fisik. Metode pengkajian yang digunakan untuk
mengoptimalkan hasil yang diperoleh meliputi beberapa cara diantaranya
head to toe, teknik persistem, maupun berdasarkan atas kebutuhan dasar
manusia.
1. Identitas klien dan penanggungjawab
Pengkajian yang dilakukan meliputi identitas klien dan penanggung
jawabnya.
2. Keluhan Utama
Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan
kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-
tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh
anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau
keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti
mendadak bila diajak bicara.
3. Riwayat Penyakit
Fokus pengkajian yang dilakukan adalah pada riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik. Ini dapat dimengerti karena riwayat kesehatan terutama
berhubungan dengan kejang sangat membantu dalam menentukan
diagnosa. Riwayat ini akan ditunjang dengan keadaan fisik klien saat ini.
Pemeriksaan neurologi terutama berkaitan dengan serangan kejang harus
lengkap karena temuan-temuan fokal sangat membantu dalam menentukan
asal dari aktivitas kejang. Pada riwayat perlu dikaji faktor pencetus yang
dapat diidentifikasikan hingga saat ini adalah : demam, cedera kepala,
stroke, gangguan tidur, penggunaan obat, kelemahan fisik, hiperventilasi,
dan stress emosional.
12
Deskripsi spesifik dari kejang harus mencakup beberapa data penting
meliputi :
a. Awitan yakni serangan itu mendadak atau didahului oleh
prodormal dan fase aura.
b. Durasi kejang berapa lama dan berapa kali frekuensinya.
c. Aktivitas motorik mencakup apakah ekstrimitas yang terkena
sesisi atau bilateral, dimana mulainya dan bagaimana kemajuannya.
d. Status kesadaran dan nilai kesadarannya. Apakah klien dapat
dibangunkan selama atau setelah serangan ?
e. Distrakbilitas, apakah klien dapat memberi respon terhadap
lingkungan. Hal ini sangat penting untuk membedakan apakah yang
terjadi pada klien benar epilepsi atau hanya reaksi konversi.
f. Keadaan gigi. Apakah pada saat serangan gigi klien tertutup rapat
atau terbuka.
g. Aktivitas tubuh seperti inkontinensia, muntah, salivasi dan
perdarahan dari mulut.
h. Masalah yang dialami setelah serangan paralisis, kelemahan, baal
atau semutan, disfagia, disfasia cedera komplikasi, periode post iktal
atau lupa terhadap semua pristiwa yang baru saja terjadi.
i. Faktor pencetus seperti stress emosional dan fisik.
4. Data Bio-psiko-sosial-spiritual
Data yang sudah dikaji sebelumnya dengan menggunakan berbagai
metode yang valid selanjutnya dikelompokkan secara umum menjadi data
subyektif dan obyektif.
a. Data Subyektif : adanya keluhan tentang faktor pencetus,
prodormal(pusing, lemas, ngantuk, halusinasi dll). Merasakan adanya
seperti tersambar petir (fase aural), mengeluh adanya gangguan proses
pikir, waham, badan nyeri, letih dan bingung. Klien merasa malu, tidak
berguna, rendah diri dan takut.
b. Data Obyektif : adanya gerakan tonik, klonik, tonik-klonik, hilang
kesadaran sesaat, hilang kesadaran beberapa lama, bibir berbusa, sering
13
diam beberapa saat bila sedang diajak bicara, gerakan ekstrimitas
terkedut bilateral, pasien terjatuh, kontraksi involunter unilateral, kejang
biasanya mulai dari tempat yang sama setiap serangan, agresif, pupil
mengalami perubahan ukuran selama serangan, inkontinensia,
perdarahan dari mulut, penurunan respon terhadap lingkungan, kejang
terjadi beberapa detik hingga beberapa menit. Gambaran EEG berupa
gelombang spike, spike and slow wave, poly spike and wave, 3 Hz
spike and wave. MRI / CT SCAN bisa tampak adanya massa di lobus
otak. Perubahan yang bermakna tidak spesifik pada tanda-tanda vital.
Dapat terjadi perubahan tidak spesifik pada hasil laboratorium (Glukosa
darah, BUN, Elektrolit, Pa O2, Pa CO2 termasuk hasil fungsi lumbal)
(Made, 1997).
14
J. Pathway Keperawatan
15
Faktor Predisposisi
Aktifitas kejang umum sama akut, tanpa
perbaikan kesadaran penuh diantara serangan
Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal,
berlebihan, secara berulang dan tidak terkontrol (disritmia)
Gangguan pada system listrik dari sel-
sel saraf pusat pada suatu bagian otak
Gangguan pernafasan
Periode pelepasan impuls yang tidak diinginkan
Kerusakan otak permanen
Hipoksia otakKebutuhan metabolic besar
Status epileptikus
Peka rangsang
Kejang parsial
Edema
Kejang umum
Penurunan kesadaran
Resiko tinggi injuri
Kejang berulang Respons psikologis : ketakutan,, respon penolakan penurunan nafsu makan depresi menarik diri
Respons pasca kejang (postikal)
Gangguan perilaku alam perasaan sensasi,
dan persepsi
- Konfusi dan sulit bangun,
- Keluhan sakit kepala atau sakit otot
koping individu tidak efektifNyeri Akut
Ketakutan
Perubahan perfusi jaringan
K. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi injuri yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidak
tahuan tentang epilepsi dan cara penanganan saat kejng, penurunan tingkat
kesadaran
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia otak,
edema serebral dan kerusakan otak permanen
3. Nyeri akut b.d nyeri kepala sekunder respons pasca kejang (Postikal).
4. Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang
5. Koping individu tidak efektif b.d depresi akibat epilepsi, stigma sosial
yang berkaitan dengan epilepsi, penyakit yang kronis
L. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Resiko tinggi injuri yang berhubungan dengan kejang berulang, ketidak
tahuan tentang epilepsi dan cara penanganan saat kejng, penurunan tingkat
kesadaran.
Tujuan: dalam waktu satu kali 24jam perawatan klien bebas dari injury
yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil: klien dan keluarga mengetahui pelaksanaan
kejang,menghindari stimulus kejang,melakukan pengobatan teratur
untuk menurunkan intensitas kejang.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien dan
keluarga cara penanganan saat
kejang.
Data dasar untuk intervensi
selanjutnya.
Ajarkan klien dan keluarga metode
mengontrol demam.
Orang tua dan anak yang pernah
mengalami kejang demam harus di
instruksikan tentang metode untuk
mengontrol demam (kompres dingin,
obat anti piretik)
Anjurkan kontroling pasca cidera Cidera kepala merupakan salah satu
16
kepala. penyebab utama yang dapat di
cegah.melalui program yang
memberi keamanan yang tinggi dan
tindakan pencegahan yang
aman,yaitu tidak hanya dapat hidup
aman,tetapi juga mengembangkan
pencegahan epilepsy akibat cidera
kepala.
Anjurkan keluarga agar
mempersiapkan lingkungan yang
aman seperti batasan ranjang,papan
pengaman,dan alat suction selalu di
dekat klien.
Melindungi klien bila kejang terjadi.
Anjurkan mempertahankan bedrest
total selama fase akut.
Mengurangi resiko jatuh atau terluka
jika vertigo, sincope, dan ataksia
terjadi.
Kolaborasi pemberian terapi
venitoin (dilantin).
Terapi medikasi untuk mengontrol
menurunkan respon kejang berulang.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia otak,
edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan: Setelah dilalukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan perfusi jaringan serebral kembali normal
Kiteria Hasil:
1) Kien melaporkan tidak ada pusing atau sakit kepala
2) Tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial
3) Peningkatan kesadaran, GCS ≥ 13
4) Fungsi sensori dan motorik membaik, tidak mual, tidak ada mutah
Intervensi Rasional
Kaji tingkat kesadaran. Mengetahui kestabilan klien.
17
Pantau status neurologis secara
teratur, catat adanya nyeri kepala,
pusing.
Mengkaji adanya kecendeungan
pada tingkat kesadaran dan resiko
TIK meningkat.
Tinggikan posisi kepala 15-30
derajat
Untuk menurunkan tekanan vena
jugularis.
Pantau TTV, TD, suhu, nadi, input
dan output, lalu catat hasilnya.
Peningkatan tekanan darah sistemik
yang diikuti dengan penurunan
tekanan darah diastolik serta napas
yang tidak teratur merupakan tanda
peningkatan TIK.
Kolaborasi pemberian oksigen Mengurangi keadaan hipoksia
Anjurkan orang terdekat untuk
berbicara dengan klien.
Ungkapan keluarga yang
menyenangkan klien tampak
mempunyai efek relaksasi pada
beberapa klien koma yang akan
menurunkan TIK.
3. Nyeri akut b.d nyeri kepala sekunder respons pasca kejang (Postikal).
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam keluhan nyeri berkurang atau rasa sakit
teradaptasi (terkontrol)
Kriteria hasil: klien dapat tidur dengan tenang,wajah rileks dank lien
memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
Intervensi Rasional
Usahakan membuat lingkungan
yang aman dan tenang.
Meburunkan terhadap reaksi
rangsangan eksternal atau
sensitifitas terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk istirahat.
Lakukan managemen nyeri dengan
metode distraksi dan relaksasi nafas
Membantu menurunkan stimulasi
18
dalam. sensasi nyeri.
Lakukan latihan gerak aktif atau
pasif sesuai kondisi dengan lembut
dan hati-hati.
Dapat membantu relaksasi otot-otot
yang tegang dapat menurunkan rasa
sakit atau tidak nyaman.
Kolaborasi pemberian analgesic. Mungkin menurunkan rasa sakit.
4. Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi ketakutan klien
hilang/berkurang.
Kriteria hasil: mengenal perasaannya dapat mengidentifikasi penyebab
atau factor yang mempengaruhinya dan menyatakan ketakutan
hilang dan berkurang.
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekspresikan rasa
takut.
Ketakutan berkelanjutan
memberikan dampak psikologis
yang tidak baik.
Melakukan kerjasama dengan
keluarga.
Kerjasama klien dan keluarga
sepenuhnya penting.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan
rasa marah menurunkan kerjasama
dan mungkin memperlambat
penyembuhan.
Ajarkan kontrol kejang. Kontrol kejang bergantung pada
aspek pemahaman dan kerjasama
klien.
Beri lingkungan yang tenang dan
suasana yang penuh istirahat.
Mengurangi rangsangan eksternal
yang tidak perlu.
Kurangi stimulus ketegangan. Keadaan tegang mengakibatkan
kejang pada beberapa klien.
Pengklasifikasian penatalaksanaan
stress akan bermanfaat. Terapi
19
paling baik adalah mengikuti
rencana terapi pengobatan untuk
menghindari stimuli yang
mencetuskan kejang.
Tingkatkan control sensasi klien. Kontrol sensasi klien dengan cara
memberikan informasikan tentang
keadaan klien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-
sumber koping, yang positif,
membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan dan
memberikan respons balik yang
positif.
Orientasikan klien terhadap
prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.
Orientasi dapat menurunkan
kecemasan.
Beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan ansietasnya.
Dapat menghilangkan ketegangan
terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
Berikan privasi untuk klien dan
orang terdekat.
Memberi waktu untuk
mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas, dan perilaku
adaptasi. Adanya keluarga dan
teman-teman yang dipilih klien
melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya membaca) akan
menurunkan perasaan terisolasi.
5. Koping individu tidak efektif b.d depresi akibat epilepsi, stigma sosial
yang berkaitan dengan epilepsi, penyakit yang kronis.
20
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi harga diri klien
meningkat.
Kriteria hasil: mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu
menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan
menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan cara yang
akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan
persepsi dan hubungan dengan
derajat ketidakmampuan.
Menentukan bantuan individual
dalam menyusun rencana perawatan
atau pemilihan intervensi.
Identifikasi arti dari kehilangan atau
disfungsi pada klien.
Beberapa klien dapat menerima dan
mengatur perubahan fungsi secara
efektif dengan sedikit penyesuaian
diri, sedangkan yang lain
mempunyai kesulitan
membandingkan, mengenal, dan
mengatur kekurangan.
Anjurkan klien untuk
mengekspresikan perasaan termasuk
hostility dan kemarahan.
Menunjukkan penerimaan,
membantu klien untuk mengenal
dan mulai menyesuaikan dengan
perasaan tersebut.
Catat ketika klien menyatakan
terpengaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah
kematian.
Mendukung penolakan terhadap
bagian tubuh atau perasaan negatif
terhadap gambaran tubuh dan
kemampuan yang menunjukkan
kebutuhan dan intervensi serta
dukungan emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap
penolakan tubuh, mengingatkan
kembali fakta kejadian tentang
Membantu klien melihat bahwa
perawat menerima kedua bagian
sebagai bagian dari seluruh tubuh.
21
realitas bahwa masih dapat
menggunakan sisi yang sakit dan
belajar mengontrol sisi yang sehat.
Mengizinkan klien untuk merasakan
adanya harapan dan mulai
menerima situasi baru.
Anjurkan orang terdekat untuk
mengizinkan klien melakukan hal
untuk dirinya sebanyak-banyaknya.
Menghidupkan kembali rasa
kemandirian dan membantu
perkembangan harga diri serta
memengaruhi proses rehabilitasi.
Monitor gangguan tidur
peningkatan kesulitan konsentrasi,
letargi, dan witdhrawal.
Dapat mengindikasikan terjadinya
depresi umumnya terjadi sebagai
pengaruh dari stroke dimana
memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjut.
Kolaborasi: rujuk pada ahli
neuropsikologi dan konseling bila
ada indikasi.
Dapat memfasilitasi perubahan
peran ynag penting untuk
perkembangan perasaan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan22
Setelah menyusun makalah epilepsi penulis dapat menyimpulkan
bahwa Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang
dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat
spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai
modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari
sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya
epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada
proses inhibisi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.
Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna
narkotik mungkin mendapatseizure pertama karena menggunakan narkotik,
tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas
dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak
dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang
epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan.
Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.
B. Saran
Penulisan makalah ini telah dapat kami selesaikan tanpa ada halangan
suatu apapun. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah dan menambah pengetahuan kami.
Sebagai perawat harus siap dan sigap untuk memberikan asuhan keperawatan
pada pasien yang menderita penyakit Epilepsi. Pemberian edukasi pada
pasien dengan penyakit epilepsi harus dilakukan oleh perawat untuk
mengurangi resiko terjadinya penyakit epilepsi.
Daftar Pustaka
23
Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Baughman, D. C., & Hockley, J. C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah Buku
Saku Dari Brunner & Suddarth . Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. (2001). Buku Saku Patofisiologi (hands book of pathophysiologi).
Jakarta: EGC.
Engram, B. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Made, K. (1997). Asuhan Keperawatan Klien Epilepsi. Jakarta: FIK-UI.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6 ed., Vol. II). Jakarta: EGC.
Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). lecture notes: kedokteran klinis
edisi ke enam. Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth (8 ed., Vol. III). Jakarta: EGC.
24