Makalah Dwelling Time Di Pelabuhan Tanjung Priok (Giffar, Josia, Verina).pdf

19
TUGAS KELOMPOK BISNIS INTERNASIONAL Kebijakan Publik Mengenai Dwelling Time Di Pelabuhan Tanjung PriokDISUSUN OLEH : Giffar Izzany (NIM : 5114220017) Josia Dading Tambunan (NIM : 5114220020) Verina Elisa (NIM : 5114220024) Program Studi Magister Manajemen Strategis Universitas Pancasila Jakarta 2015

Transcript of Makalah Dwelling Time Di Pelabuhan Tanjung Priok (Giffar, Josia, Verina).pdf

TUGAS KELOMPOK BISNIS INTERNASIONAL

“Kebijakan Publik Mengenai Dwelling Time Di Pelabuhan

Tanjung Priok”

DISUSUN OLEH :

Giffar Izzany (NIM : 5114220017)

Josia Dading Tambunan (NIM : 5114220020)

Verina Elisa (NIM : 5114220024)

Program Studi Magister Manajemen Strategis

Universitas Pancasila

Jakarta

2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan Publik adalah produk rekayasa berupa keputusan yang dibuat dan

diberlakukan untuk semua, adil untuk semua. Dunia kemaritiman pun memerlukan

kebijakan publik karena maritim, menyangkut banyak pihak.

Kebanyakan, kebijakan publik yang ada di Indonesia dibuat setelah ada kejadian atau

permasalahan. Sebagai contoh dalam paper ini diambil permasalahan dwelling time

yang ada di pelabuhan Tanjung Priok. Tentunya beserta kebijakan hasil dari

permasalahan tersebut.

Dwelling time yang ada di Indonesia masih sangat tertinggal dibandingkan dari

beberapa negara tetangga kita, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam

dan Filipina.World Bank menyebutkan bahwa kinerja logistik Indonesia diukur dari

komponen Logistics Performance Index (LPI) masih belum efisien.

Lemahnya dukungan sektor logistik nasional menjadi pemicu berbagai

permasalahan dalam distibusi barang dikarenakan kurangnya efisiensi pelayanan

kepabeanan serta infrastruktur terutama terkait masalah lamanya waktu bongkar

muat barang di pelabuhan (dwelling time). Permasalahan dwelling time ini dapat

menghambat kinerja perdagangan internasional, yang dapat berpengaruh pada

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Oleh karena itu, pemasalahan di atas telah menjadi perhatian pemerintah bahkan

presiden Jokowi sendiri. Beberapa kebijakan publik sudah dikeluarkan, yang disebut-

sebut dapat mendukung Tanjung Priok dan meningkatkan kualitas dwelling time yang

ada di Tanjung Priok. Untuk itu berikut ini akan dibahas, kebijakan publik seperti apa

yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah dalam menangani masalah dwelling time

yang ada di Tanjung Priok.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dari paper ini adalah sebagai

berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan dwelling time ?

2. Apa saja yang mempengaruhi lamanya dwelling time di pelabuhan Tanjung

Priok?

3. Apa saja kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah dwelling time di

pelabuhan Tanjung Priok?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui definisi dari dwelling time.

2. Untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi lamanya dwelling time di

pelabuhan Tanjung Priok.

3. Untuk mengetahui kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah dwelling time

di pelabuhan Tanjung Priok.

1.4 Ruang Lingkup/Batasan

Lingkup pembahasan dalam paper dititik beratkan pada kebijakan publik yang dibuat

oleh pemerintah dalam menangani masalah dwelling time yang ada di pelabuhan

Tanjung Priok, yang terletak di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Pelabuhan Tanjung Priok

Pelabuhan Tanjung Priok adalah pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia yang

terletak di Jl. Raya Pelabuhan No. 9 Tanjung Priok, Jakarta Utara, Indonesia.

Pelabuhan ini terletak di koodianat 6°5‟48.44”LS,106°52‟57.8”BT, dikelola oleh PT.

(PERSERO) Pelabuhan Indonesia II, memiliki ukuran 424 Ha, dan luas lahan 604 Ha,

yang berfungsi sebagai pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor maupun

barang antar pulau. Berikut citra satelit pelabuhan Tanjung Priok :

Gambar 1 . Citra satelit Pelabuhan Tanjung Priok, Tahun 2015

Sumber : Google Earth di akses pada Minggu, 06 September 2015. Pkl 20.34 WITA

PT. Pelabuhan Tanjung Priok beroperasi penuh menjadi anak perusahaan ke 14 dari

IPC PT. Pelabuhan Indonesia II (Pesero), sesuai surat Keputusan Bersama Direksi

Pelabuhan Indonesia II (persero) dan Direksi Multi Terminal Indonesia Nomor

HK.56/28/5/4/PI.II-14 dan Nomor HK.476/1/18/MTI-2014 tentang Organisasi PT.

Pelabuhan Tanjung Priok tanggal 28 Mei 2014 dan Surat Keputusan Mentri

Perhubungan RI No KP 818 TAHUN 2014 Tanggal 29/09/14 tentang pembentukan

Badan Usaha Pelabuhan PT. Pelabuhan Tanjung Priok.

PT. Pelabuhan Tanjung Priok lahir dengan sebuah keyakinan besar bahwa PT.

Pelabuhan Tanjung Priok akan mampu menciptkan pola kerja serta kualitas pelayanan

kepelabuhanan secara fleksibel., cepat dan berfokus pada penekanan biaya operasi.

PT. Pelabuhan Tanjung Priok akan bergerak lebih cepat, efektif dan efisien dalam

melayani kebutuhan para pelanggan atau pengguna jasa kepelabuhanan, semakin

singkat waktu yang diperlukan dalam memproses layanan kepelabuhanan,semakin

rendah pula biaya yang harus dikeluarkan.

PT. Pelabuhan Tanjung Priok mengintensifkan komunikasi dengan pelaku usaha dan

asosiasi pengguna jasa pelabuhan untuk senantiasa menjalankan program modernisasi

dan efisiensi layanan jasa kepelabahunan.

2.2 Definisi Dwelling Time

Menurut definisi World Bank (2011), dwelling time adalah waktu yang dihitung

mulai dari suatu petikemas (kontainer) dibongkar dan diangkat (unloading ) dari kapal

sampai petikemas tersebut meninggalkan terminal pelabuhan melalui pintu utama.

Gambar 2. Dwelling time di Tanjung Priok

Sumber : media.viva.co.id

Proses yang menentukan lamanya dwelling time di pelabuhan terbagi atas tiga tahap,

yakni pre-clearance, customs clearance, dan post-clearance. Tiap tahap ada

”penguasanya”. Pre-clearance adalah proses peletakan petikemas di tempat

penimbunan sementara (TPS) di pelabuhan dan penyiapan dokumen pemberitahuan

impor barang (PIB).

Adapun customs clearance adalah proses pemeriksaan fisik petikemas (khusus untuk

jalur merah), lalu verifikasi dokumen-dokumen oleh Bea Cukai dan pengeluaran surat

persetujuan pengeluaran barang (SPPB). Sementara kegiatan postclearance adalah

saat petikemas diangkut ke luar kawasan pelabuhan dan pihak pemilik petikemas

melakukan pembayaran ke operator pelabuhan. Jadi, angka dwelling time adalah hasil

penjumlahan dari komponen pre-clearance , customs clearance , dan post-clearance

tadi.

M. Iskandar, Pakar Kepelabuhanan Supply Chain Indonesia (SCI), menjelaskan

bahwa proses pre customs clearance berkaitan dengan penyiapan dokumen-dokumen

pendukung yang akan melengkapi Pemberitahuan Impor Barang (PIB), yaitu:

(http://www.indonesialogisticsonline.com/)

1. SSPCP, bukti setor atas pajak import, packing list, dan invoice,

2. perizinan dari instansi terkait atas barang yang terkena lartas impor,

3. delivery order (DO),

4. shipping manifest (BC 1.1).

Upaya untuk menekan waktu pre-customs menjadi sulit karena beberapa persoalan

peraturan dan proses pengurusan beberapa dokumen sebagai berikut :

a. Proses perizinan dari instansi terkait atas barang yang terkena lartas impor

seringkali tidak bisa dilakukan lebih awal. Beberapa perizinan baru bisa diurus

setelah barang berangkat dari negara asal, karena mengharuskan melampirkan BL.

Jika transit time kapalnya cepat, misalnya 3-5 hari, maka bisa dipastikan perizinan

belum beres ketika kapal tiba. Beberapa peraturan itu misalnya Peraturan Kepala

BPOM No. 27/2013 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke

Dalam Wilayah Indonesia dan No. 28/2013 tentang Pengawasan Pemasukan

Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan

Pangan ke Dalam Wilayah Indonesia, serta Peraturan Menteri Keuangan No.

106/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai atas Impor

Kembali Barang yang Telah Diekspor dan No. 142/PMK.04/2011 tentang Impor

Sementara.

b. Kendala pengurusan DO pada hari Sabtu dan Minggu. DO baru bisa diambil jika

kapal sudah sandar di pelabuhan. Jika kapal sandar pada hari Sabtu atau Minggu,

berarti DO baru bisa diambil pada hari Senin. Jika ini terjadi, dokumen yang

sudah mendapatkan SPPB pada hari Sabtu tidak akan bisa keluar dari pelabuhan.

Kontainer baru bisa keluar pada hari Senin jika DO sudah diambil dari pihak

shipping, yang berarti ada penambahan DT.

c. Kendala pengurusan shipping manifest pada hari Sabtu dan Minggu. Pelaksanaan

transfer PIB EDI baru bisa dilakukan jika shipping manifest sudah terbit. Jika

kapal sandar pada hari Sabtu atau Minggu, sedangkan pihak shipping baru bisa

memberikan shipping manifest pada hari Senin, maka proses transfer PIB

terhambat.

Selain itu, masing-masing instansi/kementerian sewaktu-waktu bisa mengeluarkan

regulasi/peraturan dengan tanggal berlaku sama dengan tanggal ditetapkannya.

Implikasi dari regulasi baru yang ditetapkan secara mendadak bisa berdampak sangat

sangat merugikan pada para pelaku bisnis. Barang yang diimpor tidak bisa

dikeluarkan dari pelabuhan karena regulasi baru yang muncul setelah proses impor.

Barang yang tertahan di pelabuhan ini juga akan mempengaruhi DT.

2.3 Dugaan Penyebab Masalah Lamanya Dwelling Time Di Pelabuhan Tanjung

Priok

Pelabuhan Tanjung Priok merupakan tempat dimana terjadi banyak transaksi,

namun juga merupakan tempat paling banyak terjadinya perlambatan pengiriman

barang. Ketidaksiapan Pelabuhan Tanjung Priok dalam mengantisipasi pertumbuhan

arus barang dikarenakan infrastruktur belum mengalami perbaikan sehingga dapat

memperburuk situasi bottleneck. Kemacetan di sekitar kawasan Pelabuhan

Tanjung Priok masih akan terus berlangsung, hal ini meresahkan kalangan

pengusaha karena tidak adanya kepastian bagi pemilik barang terkait proses

pengeluaran barang yang memakan waktu cukup lama. Berikut keadaan

pelabuhan Tanjung Priok :

Gambar 3 : Foto udara kawasan Pelabuhan Tanjung Priok menggunakan Helikopter

Super Puma NAS-332 milik Skuadron 45 TNI AU di Jakarta, 18 Juni 2015.

ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf (di akses pada Minggu, 06 September 2015. Pkl

21.15 WITA)

Berikut beberapa dugaan penyebab masalah lamanya dwelling time di pelabuhan

Tanjung Priok menurut para instansi terkait, yang di kutip dari media online

Antaranews :

1. Direktur Utama Pelindo II RJ Lino mengatakan, salah satu penyebab masih

lamanya "dwelling time" karena delapan kementerian terkait belum tersambung.

Dia mengungkapkan bahwa kedelapan kementerian tersebut tidak tersambung

sehingga menyebabkan tidak tercapainya target "dwelling time". Karena itu harus

ada pemaksaan terhadap kedelapan kementerian.

2. Dia juga mengatakan bahwa Pelindo sudah memiliki sistem untuk mempercepat

"dwelling time", namun sistem tersebut hingga saat ini tidak jalan.

3. Dirut Pelindo II ini juga mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyiapkan

ruangan untuk ditempati delapan kementerian tersebut, namun hanya dari

perdagangan dan karantina saja yang ada. "Harusnya kan ada delapan instansi di

sini. Coba lihat, bagaimana ini, yang stand by cuma dua, dari perdagangan sama

karantina. Di sini kan harusnya ruang koordinasi, kalau cuma dua ini bagaimana

bisa koordinasi," katanya.

4. Bea Cukai juga membantah sebagai salah satu pihak yang menjadi penyebab.

"Peran kami (Bea Cukai) ada pada tahap custom clearance, dimana prosesnya

hanya memakan waktu rata-rata 0,6 hari, dari waktu dwelling time yang

berlangsung selama 5,5 hari," ujar Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bea dan

Cukai Supraptono. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada Juni

2015, penanganan proses impor barang di Pelabuhan Tanjung Priok membutuhkan

waktu sebagi berikut, "precustoms clearance" selama 3,6 hari, dilanjutkan dengan

"customs clearance" selama 0,6 hari, kemudian yang terakhir adalah "post

customs clearance" selama 1,3 hari.

5. Terkait dengan tahap-tahap tersebut, Supraptono mengatakan jajarannya bertugas

pada "custom clearance" yang mencakup penyerahan dokumen Pemberitahuan

Impor Barang dan Dokumen Pelengkap Pabean, pemeriksaan fisik, serta

monitoring penarikan kontainer. Semua tugas tersebut, menurut dia, dapat

diselesaikan dalam waktu 0,6 hari, karena sejumlah perbaikan telah dilaksanakan

pihaknya untuk mencapai target "dwelling time" yang ditetapkan pemerintah,

yaitu 4,7 hari.

Sedangkan menurut Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan

yang dikutip dari media online Katadata, beliau mengatakan bahwa pengusahalah

yang menjadi penyebab lamanya dwelling time di Tanjung Priok. Menurutnya, pelaku

usaha sebagai penyebab lamanya waktu tunggu bongkar muat hingga keluarnya

barang (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Bea Cukai Supraptono mengatakan masalah

utama lamanya dwelling time adalah pada proses penyimpanan dan penyiapan

dokumen peti kemas di pelabuhan (pre customs clearance).

Proses dwelling time terbagi dalam tiga tahapan yang meliputi aktivitas bongkar,

penyimpanan dan penyiapan dokumen peti kemas di pelabuhan (pre customs

clearance), aktivitas kepabeanan (customs clearance), dan pengangkutan serta

pembayaran yang melibatkan perbankan (post customs clearance).

Sebenarnya proses pre customs clearance hingga importir menyerahkan

pemberitahuan impor barang (PIB) kepada Ditjen Bea Cukai, ditargetkan hanya 2,7

hari. Namun, karena pengusaha lamban mengurus PIB tersebut, sehingga saat ini

proses pre customs clearance mencapai 3,6 hari.

Inilah yang membuat dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok memakan waktu

hingga 5,5 hari. Padahal pemerintah menargetkan dwelling time bisa ditekan hingga

4,7 hari.

Ditjen Bea Cukai mencatat sebanyak 43 persen importir sengaja memperlama waktu

keluar barang, lantaran tidak memiliki gudang di luar pelabuhan. “43 persen importir

itu baru menyampaikan PIB setelah tiga hari sejak pembongkaran barang impor, baik

yang membutuhkan izin maupun tidak. Karena kebanyakan tidak memiliki gudang di

luar dan pelabuhan dinilai lebih aman,” kata Supraptono di Jakarta, 25 Juni 2015.

Menurut Supraptono, tarif yang ditetapkan otoritas pelabuhan, yakni PT Pelabuhan

Indonesia II, untuk setiap kontainer yang menginap masih sangat murah. Tarif parkir

ini lebih murah dibandingkan jika pengusaha menyewa gudang di luar pelabuhan.

Dalam hal ini Ditjen Bea Cukai mengaku tidak memiliki kewenangan untuk

penentuan tarif tersebut. Makanya dia mengusulkan agar otoritas pelabuhan dan

perusahaan tempat penimbunan sementara (TPS) menaikkan tarif parkir container di

pelabuhan, sehingga lebih progresif.

Selain masalah perilaku importir, pemeriksaan barang larangan dan pembatasan

(lartas) juga menjadi pemicu tahap pre customs clearance memakan waktu 3,6 hari.

Sekitar 51 persen komoditas impor masih diwajibkan memenuhi lartas dari instansi

teknis terkait.

Instansi yang terlibat dalam perizinan lartas ini adalah Kementerian Perdagangan,

Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perhubungan,

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan

Hidup, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika,

Kementerian ESDM, Kementerian Pertahanan. Termasuk pula, Markas Besar

(Mabes) TNI dan POLRI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten),

dan Bank Indonesia.

Untuk penyelesaian permasalahan tersebut, Supraptono mengusulkan agar seluruh

instansi terkait bisa meningkatkan pemanfaatan fasilitas pemberitahuan PIB

pendahuluan (pre-notification) untuk jalur prioritas. Perlu ada Koordinasi secara

berkala dengan Pusat Penanganan Perizinan Impor Ekspor Terpadu (P3IET) sebagai

penerbit lartas di pelabuhan Tanjung Priok.

“Kami juga usulkan agar sistem Indonesia National Single Window (INSW)

disempurnakan, yakni berupa percepatan jaringan dan penambahan fitur. Kami yakin

ini membantu mempercepat penerbitan lartas,” ujar dia.

2.4 Kebijakan Publik dalam Menyelesaikan Masalah Dwelling Time Di Pelabuhan

Tanjung Priok

1. Kebijakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)

Gambar 4: Aktifitas di Pelabuhan Tanjung Priok

Sumber : media online Kemenkeu

Jakarta, 26/06/2015 Kemenkeu - Terkait pemberitaan mengenai dwelling time,

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menyampaikan beberapa kebijakan

untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dilansir melalui laman DJBC pada

Jumat (26/06), Plt. Dirjen Bea dan Cukai Supraptono menyampaikan beberapa hal

terkait upaya-upaya tersebut.

1) Pertama, DJBC akan melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan

Kementerian/Lembaga/Badan serta entitas terkait dalam rangka peningkatan

pelayanan dan pengawasan. Ini dilakukan dengan cara berbagi informasi atas

risiko pelaku usaha, guna menciptakan manajemen risiko yang terintegrasi dan

handal/akurat.

2) “Selanjutnya, bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian/Maritim akan melakukan upaya koordinatif,” katanya. Upaya

tersebut antara lain menyederhanakan perizinan yang tumpang tindih,

melakukan evaluasi atas perizinan yang dapat diverifikasi di luar pelabuhan

dengan tujuan mempercepat dwelling time, serta melakukan optimalisasi

pengajuan perijinan sebelum kedatangan sarana pengangkut dengan

mengevaluasi kembali syarat-syarat pengajuan perizinan yang menghalangi

pengguna jasa mengurus izin sebelum kedatangan sarana pengangkut.

3) Ketiga, DJBC akan mendorong penerbitan Instruksi Presiden terkait hasil

stakeholder minilab yaitu standardisasi manajemen risiko, standardisasi

perhitungan dwelling time, penetapan SLA, dan optimalisasi operasional.

4) “Selanjutnya, mengembalikan fungsi pelabuhan sebagai tempat kegiatan

bongkar muat dan tempat penimbunan sementara, bukan sebagai tempat

penimbunan umum (warehousing) dengan tetap memperhatikan aspek

keadilan,” lanjut Supraptono. Sebagai contoh, jika diketemukan terdapat

kesengajaan pelaku usaha menimbun barang cukup lama di pelabuhan, maka

perlu dilakukan langkah penyegeraan pengeluaran barang dengan

mendasarkan koordinasi antar Kementerian/Lembaga. Terakhir, penyegeraan

implementasi joint gate untuk beberapa TPS dalam satu kawasan pabean.

2. Kebijakan Presiden Jokowi (di kutip dari media online Kompasiana)

Jokowi berkali-kali mengeluarkan perintah kepada para penegak hukum untuk

mengusut tuntas kasus Dwelling time (bongkar-muat) di Pelabuhan Tanjung

Priok. Perintah pengusutan langsung ditujukan kepada Kapolri, Badrodin Haiti,

untuk mencari lebih detail di mana masalah dwelling time yang amat lelet itu.

Awalnya perintah sang Presiden ditanggapi dengan biasa saja oleh kepolisian.

Namun karena Jokowi berkali-kali memerintahkan untuk benar-benar mengusut

letak permasalahan kasus dwelling time, maka akhirnya Polri kebakaran jenggot

untuk mengusutnya. Hingga hari ini sudah ada 6 orang yang ditetapkan sebagai

tersangka dan terus membuka peluang penetapan tersangka baru. Mengapa Jokowi

amat berkepentingan kepada percepatan dwelling time itu? Mari kita cermati

dengan hati sabar dan pikiran jernih.

Pertama, Jokowi ingin memberantas mafia koruptor dan menekan kerugian

negara. Pelabuhan Tanjung Priok adalah sarang tawon para mafia. Para mafia ini

tak pernah diusik selama 10 tahun kepemimpinan SBY. Mereka amat menikmati

derasnya uang dari permainan dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok itu. Para

mafia tak menggubris dan tak mempermasalahkan kerugian 780 triliun pertahun

akibat dwelling time di pelabuhan nomor satu Indonesia itu. Kepolisian seolah-

olah tak punya cukup energi untuk melacak biang keladi dwelling time yang

melibatkan 18 instansi kementrian itu. Maka jika Jokowi berhasil membabat habis

para mafia pelabuhan itu maka Indonesia akan hemat sekian ratus triliun pertahun.

Kedua, Jokowi ingin bersaing dengan Singapura soal dwelling time. Bila

dibandingkan dengan Singapura yang dwelling time-nya hanya satu hari, Malaysia

3 hari, jelas Indonesia jauh ketinggalan. Dwelling time di Tanjung Priok bahkan

ada yang 25 hari. Padahal 70% aktivitas bongkar muat di Indonesia dilakukan di

pelabuhan Tanjung Priok. Sedemikian besar peranan vital pelabuhan Tanjung

Priok, maka ketika ada masalah di pelabuhan ini, langsung mengganggu

perekonomian Indonesia. Sederhananya, jika Tanjung Priok bersin, batuk-batuk,

maka seluruh sendi-sendi perekonomian Indonesia akan sakit seluruhnya.

Pada kunjungan pertama sebelumnya, Jokowi telah amat tegas memerintahkan

agar proses dwelling time di pelabuhan terbesar di Indonesia itu dipercepat dari

5,5 hari menjadi 4,7 hari. Namun pada kunjungan 17 Juni 2015 lalu, tak ada

perubahan sama sekali. Pelayanan di pelabuhan itu tetap saja lamban, berbelit-

belit, tidak jelas, tidak tegas, tidak responsif, sarat dengan uang pelicin dan pungli

yang merajalela. Perintah sang Presiden tak digubris, dianggap angin lalu. Saat itu

Jokowi benar-benar marah dan mengamuk sampai kata „pecat‟, „copot‟ yang

ditujukan kepada semua level dari dirjen hingga menteri yang bertanggung jawab

atas pengelolaan pelabuhan Tanjung Priok, keluar meluncur dahsyat dari

mulutnya. Kesabaran Jokowi seolah benar-benar diuji oleh kinerja buruk

bawahannya di Pelabuhan nomor satu Indonesia itu yang tak kunjung membaik.

Dengan memberantas para mafia dwelling time itu, maka Indonesia pelan-pelan

bisa bersaing dengan Singapura.

Ketiga, saatnya menuntaskan kasus dwelling time, saatnya mengambil resiko.

Jokowi percaya bila dibiarkan dwelling time begitu-begitu saja, maka Indonesia

tidak pernah maju-maju. Sudah sejak lama, dwelling time menjadi masalah klasik

yang tak pernah terselesaikan dan tak kunjung tuntas di pelabuhan Priok. Sejak

zaman Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden dua periode, Menko sudah

berganti 3 kali, Mendag berganti 3 kali, Kepala Bea Cukai juga berganti 3 kali,

bahkan Otoritas Pelabuhan berganti 3 kali, ternyata tak mampu menyelesaikan

dwelling time Tanjung Priok. Target Presiden Jokowi untuk menurunkan dwelling

time dari 5,5 menjadi 4,7 hari, sedemikian sulit direalisasi karena para dirjen dan

birokrat di pelabuhan Tanjung Priok telah berkarat, membandel dan sulit diubah.

Namun Jokowi ingin melawan, menghabisi para pejabat- pejabat ini dengan

menggunakan kekuasaan yang dimilikinya. Jika para mafia ini berhasil diberantas,

maka jadilah pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan yang efisien, maju dan

ikut membangun bangsa.

Keempat, Jokowi sedang meretas jalan dan membabat habis penghalang kemajuan

Indonesia. Setelah illegal fishing, illegal logging, Petra, PSSI, maka sasaran

selanjutnya adalah permainan kotor di Pelabuhan Tanjung Priok. Semua ini

menjadi biang keladi penghambat Indonesia maju. Jokowi percaya jika semua

penghalang telah ditebas satu-persatu, maka tiba saatnya bagi bangsa ini untuk

bersaing dengan Singapura, Korea Selatan dan Jepang. Dengan membabat habis

penghalang, korupsi dan mafia di Tanjung Priok, maka jalan untuk memajukan

Indonesia semakin lebar. Itulah mengapa kasus dwelling time di pelabuhan

Tanjung Priok amat strategis bagi pemerintahan Jokowi. Jika Tanjung Priok

berhasil dibenahi, maka tugas membangun ekonomi Indonesia semakin terarah

dan mulai menunjukkan taringnya. Maka tak heran, Jokowi terus mengeluarkan

perintah pengusutan dwelling time di Tanjung Priok itu.

Kelima, kunci pemulihan ekonomi Indonesia terletak pada pembenahan pelabuhan

Tanjung Priok. Dolar naik, properti lesu, pertumbuhan ekonomi terus menurun,

otomotif, tekstil dan semuanya menurun. Bila pelabuhan Tanjung Priok gagal

dibenahi tuntas, maka pemulihan ekonomi akan sulit dilakukan dengan cepat.

Kegiatan ekspor-impor sebagian besar dilakukan di Tanjung Priok. Pemerintahan

Megawati, SBY gagal membenahi perekonomian Indonesia lebih cepat karena

mereka lupa Tanjung Priok. Maka pertaruhan pemerintahan Jokowi terletak pada

pembenahan total pelabuhan Tanjung Priok. Itulah sebabnya Jokowi terus

berkoar-koar, terus berkali-kali memberi perintah kepada kepolisian untuk

mencari dalang, biang keladi, kasus dwelling time di Tanjung Priok. Akankah

Polisi dapat mengusut tuntas kasus dwelling time itu? Atau mereka mengusutnya

setengah hati karena ada oknum yang ikut bermain? Mari kita tunggu sepak

terjang kepolisian.

3. Kebijakan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Perhubungan Ignasius

Jonan, dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo (dikutip

dari media online, Antaranews)

Satu hari setelah kemarahan Jokowi, kementerian yang bertanggung jawab

terhadap "dwelling time" pun langsung mengadakan pertemuan-pertemuan untuk

meningkatkan koordinasi. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri

Perhubungan Ignasius Jonan, dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman

Indroyono Soesilo berkoordinasi untuk memperbaiki "dwelling time".

"Sebagai tindak lanjut kunjungan Bapak Presiden Joko Widodo kemarin, kami

sudah siapkan dua langkah," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman

Indroyono Soesilo.

Dalam rapat koordinasi di Kantor Kemenko Kemaritiman, Indroyono mengatakan

dua langkah itu yakni memperkuat sistem layanan online serta memperbaiki

sistem perizinan di sektor perdagangan dan perhubungan.

Indroyono mengatakan pihaknya akan memperkuat sistem online untuk

memonitor waktu bongkar muat kapal melalui situs

www.dwelling.indonesiaport.co.id yang bisa diakses masyarakat.

Melalui situs itu pula, masyarakat bisa memonitor langsung waktu bongkar muat

kapal dalam hitungan jam, hari, bulan hingga tahunan. "Gunanya supaya

pelayanan bisa lebih cepat," katanya.

Ada pun terkait masalah di sektor perdagangan dan perhubungan, pemerintah

mengimbau pelaku usaha impor untuk melengkapi izin sebelum barang

diberangkatkan ke Indonesia.

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan pihaknya akan

mensosialisasikan aturan tersebut hingga ke media cetak.

"Sebetulnya tidak sedikit importir yang saat masuk pelabuhan baru mengurus

izinnya, itu yang jadi memperpanjang dwelling time," kata Rachmat.

Sementara Menteri Perhubungan Ignasius Jonan berharap Presiden Joko Widodo

bisa menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) yang menyetujui Otoritas

Pelabuhan menjadi koordinator pelayanan pelabuhan agar bisa mengurangi

"dwelling time".

"Kami usulkan kepada Pak Menko Kemaritiman, Pak Presiden, agar ada Keppres

atau apapun itu yang menyetujui Otoritas Pelabuhan jadi koordinator 18

kementerian/lembaga di pelabuhan," kata Jonan seusai rapat koordinasi mengenai

"dwelling time" tersebut.

Menurut dia, dalam UU Pelayaran, Otoritas Pelabuhan di bawah Menteri

Perhubungan merupakan koordinator dari semua kegiatan di pelabuhan. Dengan

Keppres tersebut, Jonan berharap koordinasi masalah kepelabuhan bisa

diselesaikan di bawah satu atap, termasuk masalah dwelling time.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelabuhan Tanjung Priok merupakan tempat dimana terjadi banyak transaksi, namun

juga merupakan tempat paling banyak terjadinya perlambatan pengiriman barang.

Ketidaksiapan Pelabuhan Tanjung Priok dalam mengantisipasi pertumbuhan arus

barangdikarenakan infrastruktur belum mengalami perbaikan sehingga dapat

memperburuk situasi bottleneck. Kemacetan di sekitar kawasan Pelabuhan Tanjung

Priok masih akan terus berlangsung, hal ini meresahkan kalangan pengusaha

karena tidak adanya kepastian bagi pemilik barang terkait proses pengeluaran

barang yang memakan waktu cukup lama. Selain permasalahan tersebut ada juga

dugaan korupsi di pelabuhan Tanjung Priok ini yang menjadi salah satu penyebab

dwelling time semakin lama.

Oleh karena itu, dibuatlah beberapa kebijakan dalam mengatasi masalah dwelling time

ini. Untuk menjamin agar pelaksanaan dari kebijakan – kebijakan tersebut benar-benar

mampu meningkatkan kualitas dwelling time yang ada di Tanjung Priok, maka segenap

instansi, lapisan masyarakat baik mahasiswa, LSM, Pers maupun para pengamat harus

secara terus menerus memantau kinerja dari para pelaksana kebijakan agar tidak

disalahgunakan untuk kepentingan mereka sendiri, transparansi, dan akuntabilitas harus

menjadi kunci penyelenggaraannya.

Bila semua instansi dapat menyelenggarakan tugas - tugasnya secara bersih dan ulet,

maka masalah dwelling time ini akan terselesaikan dan dapat meningkatkatkan

perekonomian negara kita sehingga suatu saat nanti mampu menjadi negara besar yang

diakui dunia.

3.2 Saran

1. Untuk mempercepat waktu dwelling time yang terjadi di pelabuhan Tanjung Priok

yang saat ini rata-rata 5,5 hari menjadi 4,7 hari diperlukan sinergi antar

kementerian/lembaga (K/L), karena percepatan proses dwelling time tidak mungkin

hanya ditangani salah satu K/L saja.

2. Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu gerbang ekspor dan impor Indonesia harus

dibangun menjadi pelabuhan yang modern dan aman untuk menunjang

pengembangan perekonomian bangsa.

3. Pemerintah melalui K/L yang terkait dalam tugasnya di pelabuhan hendaknya

membuat standar operasi prosedur yang dapat meniadakan atau setidaknya

meminimalkan pelanggaran-pelanggaran hukum oleh aparatnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.kompasiana.com/lahagu/kasus-dwelling-time-pertaruhan-amat-strategis-

pemerintahan-jokowi_55bf077e2223bd6206edff8f

https://thestoryofwardana.wordpress.com/tag/dwell-time/

http://www.kemenperin.go.id/artikel/5494/Waktu-Tunggu-Dipercepat

http://news.detik.com/berita/2989821/begini-dampak-buruk-dwelling-time-di-

pelabuhan-tanjung-priok-di-berbagai-aspek

http://nasional.sindonews.com/read/1016670/18/dwelling-time-lagi-1435200342/1

http://www.antaranews.com/berita/504188/memperbaiki-dwelling-time-tanjung-priok

http://katadata.co.id/berita/2015/06/24/ditjen-bea-cukai-pengusaha-penyebab-

lamanya-bongkar-muat-di-pelabuhan#sthash.Fl9H4WpU.dpuf

http://www.kemenkeu.go.id/Berita/beberapa-kebijakan-djbc-untuk-selesaikan-

masalah-dwelling-time

http://www.indonesialogisticsonline.com/index.php/nusantara-news/10828-

penyederhanaan-regulasi-dan-perizinan-dalam-mengatasi-persoalan-dwelling-

time.html

http://bisnis.liputan6.com/read/2283372/kronologi-kasus-dwelling-time-yang-jadikan-

dirjen-tersangka?p=2