Makalah Drainase Acc
-
Upload
herawati-liwangka -
Category
Documents
-
view
544 -
download
12
description
Transcript of Makalah Drainase Acc
BAB I
PENDAHULUAN
Sungguh sangat merisaukan jika kita mengevaluasi konsep drainase yang diterapkan
di seluruh pelosok Tanah Air saat ini. Konsep yang dipakai adalah konsep drainase
konvensional, yaitu drainase "pengatusan kawasan". Drainase konvensional adalah upaya
membuang atau mengalirkan air kelebihan secepat-cepatnya ke sungai terdekat. Konsep ini
sejak tahun 1970-an sampai sekarang hampir tidak berubah dan terus diajarkan di seluruh
perguruan tinggi di Indonesia dan sebagai konsep dasar yang digunakan para praktisi dalam
pembuatan Masterplan Drainase di seluruh kota besar dan kecil di Indonesia. Namun konsep
drainase pegaturan kawasan, pengambilan keputusannya hanya sepihak dan kepemilikan
berada pada pemerintah, sehingga peran serta masyarakat pada konsep ini sangat kurang.
Sementara itu, dalam konsep eko drainase peran serta masyarakat dilakukan dengan
pendekatan partisipasif dengan melibatkan seluruh masyarakat yang ada dalam pembangunan
sistem drainase. Di samping itu peraturan yang menjangkau perilaku masyarakat harus
berjalan dengan baik dan konsekuen, serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
memelihara sistem drainase, meningkatkan rasa memiliki dan meningkatkan sifat peduli
terhadap lingkungan. Untuk itu mulai sekarang segala kebijakan publik harus melibatkan
masyarakat baik itu yang berupa pembangunan fisik maupun non fisik, sejak awal unculnya
ide pembangunan infrastruktur sampai dengan pengoperasiannya. Oleh karena pengetahuan
mengenai konsep eko drainase perlu ditingkatkan di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Berikut ini pemaparan mengenai konsep eko drainase yang perlu diketahui oleh masyarakat
dan perlu keterlibatan masyarakat di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Kerusakan lingkungan, banjir, kekeringan, serta kebutuhan air bersih yang meningkat,
merupakan beberapa masalah lingkungan yang terjadi di masyarakat akibat peran drainase yg
tidak ramah lingkungan. Secara garis besar konsep drainase terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Konsep drainase konvensional
b. Konsep eko-drainase
Dalam konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh di suatu wilayah
harus secepat-cepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya mengalir ke laut. Jika hal ini
dilakukan pada semua kawasan, akan memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu,
tengah, maupun hilir. Dan ternyata, bahwa konsep drainase konvensional ini di Indonesia
tidak hanya dipakai untuk men-drain areal permukiman, namun digunakan secara
menyeluruh termasuk untuk men-drain kawasan pedesaan, lahan pertanian dan perkebunan,
kawasan olahraga, wisata, dan lain sebagainya. Drainase konvensional untuk permukiman
atau perkotaan dibuat dengan cara membuat saluran-saluran lurus terpendek menuju sungai
guna mengatuskan kawasan tersebut secepatnya, seluruh air hujan diupayakan sesegera
mungkin mengalir langsung ke sungai terdekat. Pada areal pertanian dan perkebunan
biasanya dibangun saluran drainase air hujan menyusuri lembah memotong garis kontur
dengan kemiringan terjal. Pada saat hujan, saluran drainase ini berfungsi mengatuskan
kawasan pertanian dan perkebunan dan langsung dialirkan ke sungai.
Demikian juga di areal wisata dan olahraga, semua saluran drainase didesain
sedemikian rupa sehingga air mengalir secepatnya ke sungai terdekat. Orang sama sekali
tidak berpikir apa yang akan terjadi di bagian hilir, jika semua air hujan dialirkan secepat-
cepatnya ke sungai tanpa diupayakan agar air mempunyai waktu cukup untuk meresap ke
dalam tanah (lihat Gambar A, kesalahan drainase konvensional).
Contoh gambar Drainase konvensional
Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut dapat kita lihat
sekarang ini, yaitu kekeringan yang terjadi di mana-mana, juga banjir, longsor, dan
pelumpuran. Termasuk juga surutnya sungai-sungai di luar Jawa saat ini, hingga
menyebabkan transportasi sungai sangat terganggu. Tentu saja ada sebab-sebab selain
drainase, misalnya, penggundulan hutan, namun kesalahan konsep drainase yang kita pakai
sekarang ini merupakan penyumbang bencana kekeringan, banjir, dan longsor yang cukup
signifikan.
Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah filosofi
membuang air genangan secepat-cepatnya ke sungai. Dengan demikian, sungai-sungai akan
menerima beban yang melampaui kapasitasnya, sehingga meluap atau terjadi banjir, contoh,
banjir-banjir di Jakarta, Semarang, Bandung, Riau, Samarinda, dan lain-lain. Demikian juga
mengalirkan air secepatnya berarti pengatusan kawasan atau menurunkan kesempatan bagi
air untuk meresap ke dalam tanah.
Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di musim kemarau
akan terjadi. Dalam konteks inilah pemahaman bahwa banjir dan kekeringan merupakan dua
fenomena yang saling memperparah secara susul-menyusul dapat dengan mudah dimengerti.
Sangat ironis bahwa semakin baik drainase konvensional di suatu kawasan aliran sungai,
maka kejadian banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau akan semakin
intensif silih berganti.
Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan iklim mikro dan makro
disertai tanah longsor di berbagai tempat yang disebabkan oleh fluktuasi kandungan air tanah
musim kering dan musim basah yang sangat tinggi. Jika kesalahan konsep dan implementasi
drainase yang selama ini kita lakukan ini tidak diadakan revisi, usaha apa pun yang kita
lakukan untuk menanggulangi banjir, kekeringan lahan, dan longsor, akan sia-sia.
Maka, diketengahkan konsep drainase baru yang biasa disebut drainase ramah
lingkungan atau ekodrainase yang sekarang ini sedang menjadi konsep utama di dunia
internasional dan merupakan implementasi pemahaman baru konsep ekohidraulik dalam
bidang drainase. Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air
kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau
mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.
Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus
dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan
meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada
musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis dengan perbedaan
musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti di Indonesia.
Konsep Eko-Drainase yang Dapat Diterapkan Dalam Masyarakat
Konsep drainase ramah lingkungan atau ekodrainase ini perlu mendapat perhatian
yang serius dari pemerintah. Kesalahan pemahaman masyarakat, dinas terkait, dan perguruan
tinggi tentang filosofi konsep drainase, yaitu membuang air secepat-cepatnya ke sungai, perlu
segera direvisi dan diluruskan secara serius. Perlu pembenahan dan revisi bangunan drainase
permukiman, tempat olahraga dan rekreasi, pertanian dan perkebunan dengan konsep
drainase ramah lingkungan. Tampaknya perlu studi khusus untuk menemukan kembali
konsep drainase ramah lingkungan.
Filosofi pembuatan sistem drainase dengan tampungan-tampungan ramah lingkungan
dalam usaha menanggulangi banjir mirip tetapi tidak sama dengan filosofi pembuatan waduk
penahan banjir. Waduk dibangun dalam skala besar. Sedangkan sistem drainase dengan
tampungan-tampungan air ramah lingkungan dibuat dan dikelola oleh orang perorang dan
oleh unit masyarakat kecil. Sedemikian sehingga perbedaan filosofi diantara keduanya ialah
bahwa waduk dimotori oleh sebuah otoritas, sedangkan sistem drainase dengan tampungan-
tampungan ramah lingkungan digerakkan oleh public community.
Penerapan konsep drainase ramah lingkungan di lapangan yang diiringi oleh
program pengembangan masyarakat dilakukan pada berbagai bidang, sebagai berikut:
1. Sistem penampungan air hujan di rumah
Dengan konsep bahwa air hujan harus ditahan selama mungkin dan sebanyak
mungkin diserap oleh tanah maka urutan aliran air hujan di setiap unit rumah dapat
mengikuti alur sebagai berikut :
Air hujan bungker air sumur resapan saluran
Ilustrasi alur air hujan di setiap unit rumah disajikan pada gambar berikut:
Gambar Ilustrasi alur air hujan di rumah.
1. Pada tahap pertama, air hujan dari atap rumah disalurkan ke bunker air. Air
yang ditampung pada bungker ini di kemudian hari dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, seperti untuk menyiram tanaman, mencuci kendaraan, dll.
Jika air untuk keperluan-keperluan diatas dapat diambil dari bungker air yang
ada maka hal ini dapat secara langsung mengurangi beban air yang harus
disuplai dari PAM.
2. Pada tahap kedua, air hujan yang tidak tertampung di bungker air dialirkan
menuju sumur resapan. Air dari sumur resapan ini berfungsi sebagai pengisian
kembali air tanah.
3. Pada tahap ketiga, air hujan yang tidak tertampung di sumur resapan kemudian
dialirkan ke selokan / saluran pembuangan air hujan. Hal ini merupakan
tahapan terakhir jika semua usaha untuk menahan air agar dapat meresap ke
dalam tanah telah dilakukan
Jika dihitung, proporsi volume air yang dapat ditampung dalam bungker
untuk tiap rumah mungkin tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan keseluruhan
volume air hujan yang turun. Namun jika setiap rumah dalam suatu kompleks
perumahan menggunakan cara seperti ini, maka jumlah volume air yang dapat
ditampung akan semakin besar. Hal ini juga berlaku dalam penggunaan sumur
resapan pada setiap unit rumah. Walaupun volume air yang dapat menyerap ke tanah
untuk satu unit rumah tidaklah besar, namun jika setiap rumah menerapkan hal ini
maka jumlah volume air yang dapat dikonvservasi akan semakin besar.
2. Saluran drainase sebagai long storage
Saluran drainase selain berfungsi untuk mengalirkan air hujan ke daerah yang
lebih rendah, juga dapat difungsikan sebagai long storage. Untuk beberapa
kawasan, long storage ini diperlukan karena air tidak dapat dibuang langsung ke
laut akibat adanya pengaruh pasang surut. Namun untuk beberapa kawasan lain,
long storage ini dapat berfungsi sebagai bagian dari proses retensi air hujan, agar
volume air yang menyerap ke dalam tanah semakin besar.
Selain itu, pada musim kemarau, keberadaan air di saluran drainase cukup penting
untuk menghindari pengendapan dan tertumpuknya berbagai kotoran yang dapat
menimbulkan bau tidak sedap. Dengan adanya long storage tersebut, air yang ada
dapat digunakan untuk melakukan penggelontoran saluran. Pengaturan air pada
saat akan dilakukan penggelontoran dapat dilakukan menggunakan bantuan pintu
air maupun bangunan air sejenis, yang dioperasikan oleh masyarakat setempat.
Dengan demikian, untuk lokasi-lokasi yang dianggap memenuhi persyaratan,
perencanaan saluran drainase perlu mengikutsertakan faktor retensi air, dengan
konsekuensi dimensi saluran drainase akan semakin besar.
3. Penyediaan taman dan kolam di kompleks perumahan
Kolam taman yang ada pada komplek perumahan selain berfungsi sebagai bagian
dari upaya penghijauan, juga dapat difungsikan sebagai bagian dari proses retensi
air. Ilustrasi kolam taman disajikan pada gambar di bawah
Dalam perencanaan kompleks perumahan, ada baiknya didesain sistem drainase
sedemikian sehingga dapat berfungsi sebagai kolam taman untuk lingkungan,
penyediaan air untuk taman dan untuk kondisi darurat, misal kebakaran, serta
recharging air tanah
.
Gambar Ilustrasi kolam taman di kompleks perumahan.
Untuk perencanaan kawasan perumahan baru, kolam tanam ini dapat dibangun
satu unit untuk setiap sekian unit rumah yang dibangun di kompleks yang
bersangkutan.
4. Peningkatan luas badan air
Peningkatan luas badan air sungai dimaksudkan untuk meningkatkan daya
retensi sungai terhadap air. Komponen retensi alamiah di wilayah sungai, sempadan
sungai, dan badan sungai dapat ditingkatkan dengan cara menanami kembali sempadan
dan sungai yang telah rusak serta memfungsikan daerah genangan atau polder alamiah
di sepanjang sempadan sungai dari hulu sampai hilir untuk menampung banjir.
Gambar Ilustrasi Polder Alamiah di Sungai
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Eko-Drainase
A. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
1. Menempatkan sumberdaya manusia dan masyarakat sebagai subjek pembangunan
prasarana drainase
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan masyarakat dalam pengelolaan
prasarana drainase
3. Meningkatkan semangat kepedulian masyarakat atas pengelolaan aset-aset prasarana
darinase
4. Meningkatkan kualitas pencapaian tujuan pembangunan masyarakat melalui program
pembangunan sistim drainase perkotaan
B. Sifat- sifat program Pemberdayaan masyarakat
1. EDUKATIF (Pendidikan, Pembelajaran)
Program pemberdayaan harus dapat merangsang dan menciptakan proses
pembelajaran di dalam dan antar warga masyarakat atau antar lembaga masyarakat
2. STIMULATIF (Perangsangan)
Pemberdayaan masyarakat melibatkan kegiatan / program rangsangan (stimulan)
yang dapat berasal dari dalam masyarakat atau dari luar masyarakat
3. KOMUNIKATIF
Program pemberdayaan masyarakat menciptakan kesepahaman di antara seluruh
warga masyarakat dan atau antar lembaganya yang pada gilirannya membuat
transparansi, saling membantu
C. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Eko-Drainase
1. Bukan Partisipatif
Pendekatan ini, pada prinsipnya tidak mempunyai ciri atau sifat yang
memberdayakan masyarakat. Masyarakat tidak diperankan sebagai pelaku
utama pengambil keputusan dan tidak berperan dalam seluruh proses
pembangunan. Selain itu pendekatan ini tidak diperlukan pendamping
masyarakat. Walupun demikian, pengertiannya tidak berarti mengabaikan
sama sekali pelaku masyarakat atau “mutlak” tidak ada, jadi kemungkinan
sebagian kecil dalam proses masih ditempuh dengan pendekatan partisipatif.
Pada umumnya hal ini ditempuh dalam hal tidak banyak terkait dengan umum,
masyarakat banyak yang luas atau perlu penanganan yang kompleks dan
canggih, sehingga tidak atau sedikit sekali pendekatan partisipatif digunakan.
Contoh pendekatan ini dari atau atas dasar perintah.
2. Partisipatif
Pendekata ini prinsipnya memberdayakan masyarakat, sehingga mempunyai
penyadaran diri dan mengalami proses pembelajaran pemampuan. Ciri
partisipatif, yaitu untuk memberdayakan masyarakat yang kurang mampu,
berpenghasilan rendah atau miskin. Kegiatan pemberdayaan didampingi oleh
seorang pemampu dengan dukungan pihak petaruh (stakeholder). Pada
umumnya memberikan peran masyarakat sebagai pelaku utama dalam seluruh
proses dan pengambilan keputusan dalam pembanguann sarana ekodrainase.
Contoh pendekatan ini yaitu pendekatan dari bawah, atau aspirasi dari bawah.
3. Kombinasi
Dalam pendekatan kombinasi, seluruh proses prinsipnya ada sebagian proses
dilakukan secara partisipatif, ada sebagian dilakuakan bukan cara partisipatif.
Pada bagian kecil, sederhana serta skala kecil dalam suatu proses
pembangunan dapat dilakukan dengan cara partisipatif, khususnya bagi
masyarakat yang kurang mampu pada bagian yang besar, kompleks dan
mempunyai cakupan luas, dan berdampak besar dilakuakn pendekatan yang
bukan partisipatif.
Dalam penanganan ekodrainase di tingkat RT, RW, berupa penanganan
kebersihan, kelancaran saluran drainase, keputusannya dapat ditempuh secara
partisipatif. Sedangkan untuk pembuatan fisik saluran drainase sudah
memerluakan keahlian tersendiri. Pelaksanaannya perlu rencana dan
pelaksanaan yang dilakukan oleh tenaga ahli dan tukang. Jadi sebagian proses
dilakukan partisipatif, sebagian dilakukan bukan secara partisipatif.
4. Pilihan
Untuk skala kecil seperti tingkatan jalan lingkunagn untuk pelayanan langsung
ke rumah tangga atau bangunan, pelibatan masyarakat dapat dilakukan dengan
pendekatan partisipatif akan relatif mudah. Misalnya ketika perbaikan
ekodrainase, pelibatan dapat dimulai dari perancangan, termasuk penempatan
komponen, pelaksanaan dan pengawasannya dapat dilakukan.
Demikian pula untuk pembangunan ekodrainase perumahan. Namun untuk hal
ini akan membutuhkan waktu yang relatif lama, karena pengambilan
keputusannya dilakukan secara berjenjang, mulai kelompok RT, RW dan
kembali lagi kemasyarakat berturut-turut. Penaganan pembangunan fisik yang
canggih dan besar, memerlukan penggunaan peralatan besar dan berat,
sehingga memerlukan “tingkat keahlian” tertentu, dapat melakukan dengan
pendekatan bukan partisipatif.
Peran Masyarakat Dalam Pengelolaan Program Eko-Drainase
1. Pegoperasian
Pengoperasian ini dimaksudkan merupakan kegiatan untuk melakukan
pemanfaatan saluran drainase berwawasan lingkungan (ekodrainase) .
Pengoperasiannya mencakup kelancaran sarana ekodrainase sehingga menimbulkan
manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat. Sarana ekodrainase ini seperti sistem
penampungan air hujan di rumah, kolam taman, sumur resapan.
Dalam lingkup yang lebih luas, pengoperasian ini merupakan bagian dari
sistem perhubungan secara keseluruhan wilayah perumahan antar perumahan dan
bukan perumahan hingga wilayah kota. Dalam hal melalui jalan dan drainage jaringan
kota, pengoperasian termasuk mengoperasikan para petugas dan peralatannya seperti
pemeriksaan kelayakan drainase dan kelangkapannya. Pengoperasian yang tidak tepat
yaitu drainase digunakan untuk membuang sampah.
2. Pemeliharaan
Sebagai bagian dari penataan sistem drainase yang diiringi oleh program
pengembangan masyarakat, pemeliharaan kebersihan merupakan salah satu kegiatan
yang dapat dilakukan secara langsung oleh masyarakat. Sedimen dan sampah yang
menyumbat di saluran merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya banjir dan
genangan. Dengan peran aktif masyarakat untuk membersihkan saluran dalam ruang
lingkup kecil di sekitar tempat tinggalnya secara rutin maka pemeliharaan sistem
drainase dalam ruang lingkup kawasan yang lebih besar pun akan terbentuk. Peran
serta masyarakat dalam pemeliharaan saluran saluran dari sedimen dan sampah dapat
berupa tindakan langsung pembersihan di lapangan, dan dapat pula berupa
penyediaan dana operasional bagi petugas kebersihan yang ditunjuk.
Pemeliharaan, dimaksudkan kegiatan untuk menjaga kelayakan teknis serta
kemungkinan kerusakan pada setiap bagian komponen ekodrainase, sehingga dapat
berfungsi dengan aman dan nyaman. Pemeliharaan juga dengan selalu melakukan
pembersihan. Pemeliharaan dilanjutkan untuk perbaikan berkala, termasuk perbaikan
alat, bilamana ada kerusakan kecil dan juga pengecatan ulang.
Prinsip pemeliharaan yaitu melakukan kegiatan agar komponen-komponen
dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan untuk maksud penghematan atas bangunan
dan peralatan yang dipergunakan, sedemikian rupa sehingga usia pakai menjadi lebih
lama dibandingkan tanpa pemeliharaan. Secara umum, pemeliharaan “mutlak”
diperlukan juga untuk mengganti komponen yang sudah tidak layak atau tidak
berfungsi. Dalam hal ini yaitu pemeliharaan sistem penampungan air hujan yang ada
rumah penduduk.
Contoh yang agak rinci sebagai berikut :
Memelihara drainase di sisi jalan lingkungan dari sampah yang
menyumbat aliran air konstruksi saluran itu sendiri.
Pembersihan saluran drainase dengan cara penggelontoran agar
diperhitungkan sejak tahap awal perencanaan, dan debit minimum untuk
penggelontoran agar diusahakan dari saluran yang ada di dalam atau di
daerah perkotaan.
Pemeliharaan kolam taman dalam komplek sehingga dapat dimanfaatkan
secara maksimal. Kolam taman ini dapat dikelola oleh unit masyarakat
dalam komplek tersebut, misalnya dikelola oleh masyarakat satu RW,
dengan jadwal piket setiap RT.
3. Pengembangan
Pengembangan ini diperlukan ketika diperlukaan peningkatan kulaitas sarana
ekodrainase karena bertambahnya beban fungsi, termasuk melakukan peremajaan
atas peralatan yang sudah tidak dapat dipertahankan pemakaiannya lebih lama. Dalam
hal terdapat komponen yang rusak dan tidak berfungsi, ia akan menjadi beban dan
mengganggu yang lain.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan
1. Perbedaan antara drainase pematusan kawasan dan konsep eko drainase adalah
drainase pematusan merupakan upaya membuang atau mengalirkan air kelebihan
secepat-cepatnya ke sungai terdekat sedangkan konsep eko drainase merupakan
konsep pengelolaan air hujan yang meniru konsep alam.
2. Filosofi pembuatan sistem drainase dengan tampungan-tampungan ramah lingkungan
dalam usaha menanggulangi banjir mirip tetapi tidak sama dengan filosofi pembuatan
waduk penahan banjir. Waduk dibangun dalam skala besar. Sedangkan sistem
drainase dengan tampungan-tampungan air ramah lingkungan dibuat dan dikelola
oleh orang perorang dan oleh unit masyarakat kecil. Sedemikian sehingga perbedaan
filosofi diantara keduanya ialah bahwa waduk dimotori oleh sebuah otoritas,
sedangkan sistem drainase dengan tampungan-tampungan ramah lingkungan
digerakkan oleh public community.
3. Penerapan konsep drainase ramah lingkungan di lapangan yang diiringi oleh program
pengembangan masyarakat dilakukan pada berbagai bidang, sebagai berikut: sistem
penampungan air hujan di rumah, saluran drainase sebagai long storage, penyediaan
taman dan kolam di kompleks perumahan dan peningkatan luas badan air.
4. Sifat-sifat program pemberdayaan masyarakat yaitu edukatif, stimulatif, dan
komunikatif
5. Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam ekodrainase dapat dilakukan dalam
beberapa bentuk seperti bukan partisipatif, partisipatif, kombinasi dan pilihan.
6. Peran masyarakat dalam pengelolaan program ekodrainase yaitu berpartisipasi dalam
pengoperasian, pemeliharaan, dan pengembangan sarana ekodrainase.