MAKALAH DPI

33
TUGAS DAERAH PENANGKAPAN IKAN tentang PRODUKTIVITAS PRIMER LAUT DAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA Disusun oleh : KELOMPOK 9 WINDA TRACEY 2301100800 ARI J SEDAYU 2301100800 NININ 2301100800 IKHSAN 2301100800 DIMAS KUSUMA 2301100800 FADHILAH SILVIANA P 230110080054 HASAN KAMIL ARIF 2301100800 PROGRAM STUDI PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Transcript of MAKALAH DPI

Page 1: MAKALAH DPI

TUGAS DAERAH PENANGKAPAN IKAN

tentang

PRODUKTIVITAS PRIMER LAUT DAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

Disusun oleh :

KELOMPOK 9

WINDA TRACEY 2301100800

ARI J SEDAYU 2301100800

NININ 2301100800

IKHSAN 2301100800

DIMAS KUSUMA 2301100800

FADHILAH SILVIANA P 230110080054

HASAN KAMIL ARIF 2301100800

PROGRAM STUDI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2009

KATA PENGANTAR

Page 2: MAKALAH DPI

Puji Syukur

DAFTAR ISI

Page 3: MAKALAH DPI

BAB I

Page 4: MAKALAH DPI

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Identifikasi Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Manfaat Penulisan

BAB II

Page 5: MAKALAH DPI

ISI

2.1Produktivitas Primer Laut

Produktivitas Primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik.

Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produksivitas dinamakan produksi primer kotor, atau produksi total. Karena sebagian dari produksi total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup, respirasi. Produksi primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan untuk respirasi. Produksi primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan trofik lain.

Produksi primer kotor maupun bersih pada umumnya dinyatakan dalam jumlah gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau volume air laut per interval waktu. Jadi, produksi dapat dilaporkan sebagai jumlah gram karbon per m2 per hari (gC/m2/hari), atau satuan-satuan lain yang lebih tepat.

Hasil tetap (Standing crop) yang diterapkan pada tumbuhan ialah jumlah biomassa tumbuhan yang terdapat dalam suatu volume air tertentu pada suatu saat tertentu. Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produklivitas primer perairan. Produktivitas jumlah karbon yang terdapat di dalam matenal hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari) atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/hari) (Levinton. 1982). Selain jumlah karbon yang dihasilkan, tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a. dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan. (Valiela, 1984).

a. Ruang Lingkup Produktifitas Primer

Sumber energi yang utama dalam pemeliharaan ekosisitem perairan (dan daratan) adalah energi cahaya matahari, proses fiksasi cahaya biasanya melibatkan air sebagai donor hydrogen dalam meruduksi karbondioksida menjadi karbohidrat. Proses ini tidak hanya merupakan bagian dari fotosintesis, dan sebagian bakteri fotosintesis dapat menggunakan sumber-sumber selain air untuk hydrogen. Selain itu terdapat beberapa proses kemosintesis yaitu dengan memperoleh energi untuk sintesis bahan organik dari perubahan kimia.Yang termasuk kedalam produksi utama pada periran yaitu organisme Autotrof yaitu organisme yang menggunakan bahan organik dari perairan yang produktivitasnya berasal dari autochthonous dan allochthonous.

Page 6: MAKALAH DPI

Fotosintesis

Merupakan suatu proses biokimia untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis.

Reaksi kimia untuk fotosintesis:

12H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2 + 6H2O

Faktor penentu laju fotosintesis:

1. Cahaya

Merupakan aspek penting dalam fotosintesis , gelombang energi cahaya yang diabsorbsi air dan klorofil berkisar 350-710 nm PAR (Photosynthesis Active Radiation). Sedangkan sinar matahari yang biasa terserap oleh air sekitat 45-50% dari kekuatan cahaya yang sebenarnya.

Beberaapa faktor yang berefek terhadap penerimaan jumlah cahaya untuk dapat sampai ke dalam permukaan air adalah:

a. Ketinggian tempat (altitude).

b. Efek geografik :  jumlah radiasi cahaya matahari dalam setahun (kal/cm2/hari) berbeda secara

geografis (latitude).

c. Efek musim : letak geografis perbedaan musim dalam setahun perbedaan radiasi.

d. Efek diurnal :  pagi atau sore - jarak matahari lebih jauh daripada tengah hari, elevasi cahaya

juga lebih rendah (semakin miring) sehingga % cahaya yang dipantulkan

semakin besar intensitas cahaya rendah.

e. Efek lokal :  morfologi perairan, arus.

2. Konsentrasi Karbondioksida

Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapat

digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.

3. Suhu

Page 7: MAKALAH DPI

Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.

4. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis)

Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.

b. Organisme Produsen

Produsen (producers) berarti “pembuat”, dalam hal ini membuat bahan organik dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis, suatu proses fisikokimiawi dalam sel hidup dengan bantuan klorofil dan menggunakan air (H2O), CO2, dan bantuan sinar matahari.

Mengacu pada sensu Strico, ada 3 kelompok organisme perairan yang dapat dikenali menurut ukuran dan habitat mereka dan merupakan organisme utama pada produksi primer dalam perairan, yaitu :

a.Fitoplankton

Fitoplankton adalah komponen autotrof plankton, Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen. Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, phyton atau “tanaman” dan “planktos” berarti “pengembara” atau “penghanyut”.[1] Sebagian besar fitoplankton berukuran terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Fitoplankton mengandung pigmen dan yang umum didapati pada tumbuhan ini adalah klorofil. Pigmen inilah yang menyerap cahaya matahari sebagai sumber energi untuk fotosintesis. Dikenal ada tiga macam klorofil yaitu: klorofil-a, b dan c. Diantara ketiga macam klorofil tersebut, klorofil-a merupakan bagian terpenting dalam proses fotosintesis dan dikandung oleh semua dari jenis fitoplankton yang masih hidup di laut (Strickland, 1960 dalam Nontji, 1987).Untuk tumbuh dan berkembangbiak fitoplankton sangat bergantung kepada sinar matahari untuk bisa melakukan fotosintesis. Disamping cahaya, fitoplankton juga sangat tergantung dengan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi-nutrisi ini terutama makronutrisi seperti nitrat, fosfat atau asam silikat.

Fitoplankton merupakan produsen yang paling banyak peranannya di perairan, sebagai bekal makanan bagi hewan yang berada di perairan.

b.Perifiton

Page 8: MAKALAH DPI

Periphyton merupakan matrik complex dari algae dan merupakan mikroba heterotrof yang hidup menempel pada subsratsubmerged di hamper semua ekosistem air. Perifiton menjadi producer penting bagi invertebrate, dan beberapa ikan dan mungkin penting dalam menyerap zat pencemar . Seperti Anabaena, Nostoc, Microcystis dan Trichodesmium erythraeum.

c.Makrofita

Merupakan alga bersel banyak atau “ganggang laut” kebanyakan tumbuh melekat pada batuan atau dasar yang keras, dan sering kali membentuk “hutan” yang luas atau “kelps beds” tepat dibawah garis air surut. (Eugene P. Odum,1971)

c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Laut

Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produklivitas primer perairan. Produktivitas jumlah karbon yang terdapat di dalam matenal hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari) atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/han) (Levinton. 1982) Selain jumlah karbon yang dihasilkan tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a. dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan. (Valiela, 1984)

Kimia dan fisik

Terdapat faktor – factor pembatas yang mempengaruhi produktivitas di perairan yaitu cahaya /suhu dan kadar zat hara . Mengingat bahwa fitoplankton hidup tersuspensi dalam air dan karenanya dipengaruhi oleh berbagai daya yang menggerakkan massa-massa air sekitarnya, sedangkan cahaya maupun zat hara juga dipengaruhi oleh massa-massa air, munculah faktor baru yang penting. Faktor baru ini merupakan paduan berbagai faktor dan dinamakan faktor hidrografi, yaitu paduan semua faktor yang menggerakkan massa-massa air laut dan samudera, seperti arus, perpindahan massa air ke atas (upwelling) dan difusi. Interaksi ketiga faktor inilah yang membatasi produktivitas laut dan mengakibatkan perbedaan-perbedaan geografik dalam produktivitas laut. Faktor-faktor adalah:

1.Cahaya

Fitoplankton yang produktif hanya terdapat pada lapisan air teratas dimana intensitas cahaya cukup untuk proses fotosintesis. Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem dan merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi klorofil-a di laut. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal

Page 9: MAKALAH DPI

ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.

Yang termasuk kedalam produksi utama pada periran yaitu organisme Autotrof yaitu organisme yang menggunakan bahan organik dari perairan yang produktivitasnya berasal dari autochthonous dan allochthonous.

Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak cahaya matahari untuk proses fotosintesa.  Sedangkan di lapisan yang lebih dalam, cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Ini memungkinkan klorofil-a lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawah lapisan termoklin.  Hal ini juga dikemukakan oleh Matsuura et al. (1997) berdasarkan hasil pengamatan di timur laut Lautan Hindia, dimana diperoleh bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a pada bagian atas lapisan permukaan tercampur sangat sedikit dan mulai meningkat menuju bagian bawah dari lapisan permukaan tercampur dan menurun secara drastis pada lapisan termoklin hingga tidak ada klorofil-a lagi pada lapisan di bawah lapisan termoklin.

Fotosintesa fitoplankton menggunakan klorofil-a, c, dan satu jenis pigmen tambahan seperti protein-fucoxanthin dan peridinin, yang secara lengkap menggunakan semua cahaya dalam spektrum tampak.  Pada panjang gelombang 400 – 700 nm, cahaya yang diabsorbsi oleh pigmen fitoplankton dapat dibagi dalam: cahaya dengan panjang gelombang lebih dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh klorofil dan cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 600 nm, terutama diabsorbsi oleh pigmen-pigmen pelengkap/tambahan (Levinton, 1982).

Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton, maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda pula.  Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa. Fujita (1970) dalam Parsons et al. (1984) mengklasifikasi alga laut berdasarkan efisiensi fotosintesa oleh pigmen kedalam tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan euglenoid; tipe klorofil-a, c, dan caratenoid untuk diatom, dinoflagelata, dan alga coklat; dan tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru.

Kedalaman penetrasi cahaya dalam laut merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada faktor :

Absorpsi cahaya oleh air

Pada saat cahaya sampai di permukaan airsebagian akan dipantilkan dan sebagian lagi akan masuk kedalam permukaan. Cahaya yang dipantulkan merupakan suatu kehilangan bagi ekosistem perairan. Bagian cahaya yang dapat menembus permulaan laut akan mengalami pengurangan lebijh lanjut melalui dua proses yang berlangsung di dalan air. Pertama, pemantilan

Page 10: MAKALAH DPI

oleh berbagai partikel hidup dan mati yang tersuspensi. Partikel ini mengangkap cahaya lalu mengabsorpsinya atau memantulkannya kembali ke permukaan. Cahaya yang telah diabsorpsi atau dipantulkan ini tidak dapat digunakan kembalisehingga mengurangi cahaya yang tersedia. Kedua, air sendiri mengabsorpsi cahaya, mengakibatkan berkurangnya jumlah cahaya yang tersedia bagi tumbuhan. Cuaca dapat mempengaruhi produktivitas primer melalui tutupan awan, angi, dan secara tidak langsung melalui suhu. Awan dapat mengurangi penembusan cahaya ke permukaan laut dan mengurangi kecepatan proses produktivitas primer. Angin dapat menciptakan gelombang yang mengakibatkan permukaan laut tidak rata dan memantulkan sebagian besar sinar matahari jika dibandingkan dengan permukaan yang rata. Tetapi sebaliknya angina pun dapat mendorong permukaan massa air sehingga memperkaya zat hara untuk fotosintesis. Suhu yang membantu melalui keragaman musiman mengakibatkan menghilangnya termoklin dan mendorongpermukaan massa air yang menyediakan zat hara untuk fotosintesis. Suhu juga mempengaruhi daya larit gas-gas yang diperlukan untuk fotosintesis seperti CO2 dan O2. gas-gas ini mudah laurt pada suhu rendah, akibatnya kecepatan fotosintesis ditingkatkan oleh suhu rendah.

Panjang gelombang cahaya

Cahaya matahari yang sampai di permukaan laut terdiri dari suatu spectrum berbagai gelombang cahaya yang diukur dengan satuan nanometer (1 nanometer = 10-6 mm). Spektrum ini mencakup warna-warna yang dapat dilihat oleh manusia, dari ungu sampai merah, atau yang mempunya panjang gelombang kira-kira 400-700 nm. Ketika gelombang-gelombang cahaya ini menembus permukaan, komponen ungu dan merah mudah sekali diabsorpsi air hanya beberapa meter setelah menembus permukaan. Komponen hijau dan biru lebih lambat. Oleh karana itu, dapat menembus air lebih dalam, tetapi lama-kelamaan komponen ini pun akan habis diabsorpsi. Panjang gelombang akan berkurang intensitanya dengan meningkatnya kedalaman.

Kecerahan air

semakin cerah suatu perairan, maka akan memudahkan cahya untuk menembus permukaan air.

Pemantulan cahaya oleh permukaan laut

Salah satu factor yang dapat mempengaruhi produktivitas primer adalah cuaca, khususnya angin. Angin dapat menciptakan gelombang yang mengakibatkan permukaan laut tidak rata dan memantulkan sebagian besar sinar matahari jika dibandingkan dengan permukaan yang rata.

Lintang geografik

Page 11: MAKALAH DPI

Kedalaman kompensasi merupakan batas bawah zona eutrofik dan bervariasi secara geografik. Dalam perairan pantai yang sangat keruh, kedalaman kompensasi terletak pada kedalaman beberapa meter saja, sedangkan di samudra tropic terletak pada kedalaman 120 m atau lebih.

Musim.

Pada musim-musim tertentu di mana tingkat kekeruhan tinggi (miasalnya, terjadi ledakan populasi fitoplankton), kedalaman kompensasi hanya beberapa meter dari permukaan , sedangkan pada musim-musim lain, berkurangnya jumlah organisme mengakibatkan kedalaman kompensasi terletak di kedalaman yang lebih dalam.

Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung.  Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa.  Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa (Pmax), sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al., 1997 b).

Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu berdaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu.

2. Zat hara

Zat-zat hara anorganik yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah nitrogen (sebagai nitrat, NO3

-) dan fosfor (sebagai fosfat, PO42-). Kedua unsur ini

sanagt penting artinya karena kadar dalam laut sangat kecil dan merupakan faktor pembatas bagi produktivitas fitoplankton, contoh zat hara yang di perlukan adalah:

1. Nutrient

Nutrien adalah semua unsur dan senjawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan-tumbuhan dan berada dalam bentuk material organik (misalnya amonia, nitrat) dan anorganik terlarut (asam amino).

a. Makro, misalnya N, P rasio [ ] dan Si untuk diatom. Ada konsentrasi minimum untuk tiap nutrient untuk berfotosintesis, rasio menentukan spesies yang dominan pada perairan. Rasio N, P ideal yaitu ±10, dan 2 untuk cyanophyta. Contoh lain karbon, fosfor, oksigen, silikon, magnesium, potassium, dan kalsium. Pada diatom, unsure Si harus banyak untuk pembentukan dinding sel.

b. Mikro (trace elemen), misalnya Mg, Ca, Mn, Fe. Mg, Mn, Fe digunakan untuk fotosintesis. Sedangkan pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic

Page 12: MAKALAH DPI

merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.

Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient melimpah yaitu pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan. Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien. Hal mana juga dikemukakan oleh Brown et al. (1989), nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman serta akan mencapai konsentrsi maksimum pada kedalaman antara 500 – 1500 m.

Hubungan antara [nutrien] dengan laju pertumbuhan fitoplankton

Persamaan Michaelis-menten

µ = µm.S / (Ks + S)

Ket: S = konsentrasi nutrien

Ks = konsentrasi ½ saturasi Si N

Untuk Multi Nutrien

µ = µm. (S1+S2+Sn) / (Ks1+S) + (Ks2+S) + (Ksn+S)

Ket: µ = laju pertumbuhan spesifik (pertumbuhan biomassa per unit biomassa per

unitwaktu)

µm = laju pertumbuhan maksimum

S = Nutrien

Ks = konstanta setengah saturasi = (nutrien) yang memberikan pertumbuhan = ½

pertumbuhan maksimum (Ks tinggi laju pertumbuhan meningkat, Ks untuk

Page 13: MAKALAH DPI

masing-masing fitoplankton berbeda).

Ks PO4 beberapa spesies fitoplankton

No. Fitoplankton Ks

1 Cyclotella uana 18 µg/L

2 Nitzchia actinatroides 30 µg/L

3 Scenedesmus spp 19 µg/L

4 Pediastrum duplex 34 µg/L

5 Euglena grasilis 9 µg/L

Laju pertumbuhan maksimal beberapa jenis fitoplankton

No. Fitoplankton Laju pertumbuhan maksimal (µm3/hari)

1 Clamydomonas 2,64

2 Chlorella e. 3,14

3 C. Pynoidosa 1,45

Hidrodinamika perairan

Parameter yang berpengaruh:

a.Lama tinggal air: lama tinggal air rendah kepadatan fitoplankton rendah dan kurang stabil.

Berhubungan dengan ukuran badan air dan catchment area, ukuran besar lama tinggal air

besar (lama).

b.Turbulensi (sedimen water inter charge)

Berkaitan dengan loading internal nutrient dan setting fitoplankton

Morfologi perairan

Page 14: MAKALAH DPI

Ada produktivitas maksimal pada bukan lapisan cahaya maksimal, karena organisme tidak perlu cahaya yang maksimal untuk dapat tumbuh.

a. Variasi produktifitas secara Geografik

1. Laut tropic

Dalam laut tropik, massa air dekat permukaan cukuo menerima cahaya sepanjang tahun, karen ketinggian matahari di atas cakrawala tidak banyak berubah sepanjang tahun sehingga fitoplankton mendapatkan kondisi cahaya yang optimal. Dengan kondisi cahaya seperti itu, akan menghasilkan energi yang terus menerus dari matahari sehingga mengakibatkan suhu air dekat permukaan lebih tinggi dari perairan-dalam. Laut-laut tropik sangat cerah dan kedalaman kompensasinya adalah yang terdalam, tetapi keadaan seperti ini disebabkan oleh kecilnya kelimpahan fitoplankton dalam air akibat rendahnya kadar zat hara.

2. Laut daerah beriklim sedang.

Intensitas pada laut daerah beriklim sedang bervariasi menurut musim sehingga besarnya energi yang masuk ke dalam laut pun bervariasi dan selanjutnya menimbulkan perubahan pada suhu air pada lapisan atas. Pada musim panas posisi matahari tinggi di atas cakrawala, siang hari panjang, dan susah meningkat pada lapisan-lapisan air dekat permukaan sedangkan kerapatannya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan lapisan di bawahnya. Pada musim gugur, besarnya energi yang masuk ke dalam laut berkurang dan siang hari menjadi lebih pendek sehingga lapisan di permukaan menjadi lebih dingin dan tidak berbeda dengan suhu yang ada di lapisan bawahnya. Pda musim semi, siang hari makin panjang, energi matahari yang masuk ke permukaan meningkat. Produksi tertinggi terjadi pada musim semi dan lebih rendah pada musin gugur serta terendah pada musim panas dan musim dingin.

3. Laut kutub.

Pada daerah kutub, produktivitas terbesar terjadi selama satu periodependek yaitu pada musim panas kutub, biasanya pada bulan Juli atau Agustus dalam Laut Arktika. Pada bulan ini salju tidak menutupi es dan memungkinkan cahaya untuk menembus es, sehingga fitoplankton dapat tumbuh.

b.Produktivitas Perairan Pantai dan Pesisir

Pada lautan terbuka yang bebas dari pengaruh massa daratan, produktivitas fitoplankton bervariasi secara geografik. Keadaan didalam massa air yang berdekatan dengan daratan, sedikit berbeda dengan keadaan di lautan terbuka. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan perbedaan ini. Faktor pertama yaitu, perairan pantai menerima sejumlah besar unsure-unsur kritis, yaitu P dan N dalam bentuk PO4 dan NO3+ , melalui runoff dari daratan (di mana kandungan zat hara jauh lebih bayak). Karenanya perairan pantai tidak kekurangan zat hara. Faktor kedua yang mengakibatkan adanya perbedaan itu ialah kedalaman air. Kebanyakan perairan pantai,

Page 15: MAKALAH DPI

kedalaman airnya dangkal daripada kedalaman kritis. Dengan demikian pada cuaca apa pun, fitoplankton tidak mungkin terseret ke bawah kedalaman kritis. Bila intensitas cahaya cukup, Produksi dapat terus berlangsung, bahkan juga dalam musim dingin.

Faktor ketiga ialah bahwa dalam perairan pantai jarang terdapat termoklin permanent, sehingga tidak ada zat hara yang tertangkap di dasar perairan. Faktor terakhir yang menyebabkan perbedaan tadi ialah banyaknya bahan reruntuhan dan serasah yang berasal dari daratan yang dapat membatasi kedalaman zona fotik dan dengan demikian menyebabkan tingginya kadar zat hara, serta dangkalnya perairan.

c. Konsumsi oleh herbivor

1. Daur copepoda

Semua copepoda memiliki pola perkembangan yang sama. Telur copepoda menets menghasilkan larva yang dinamakan nauplius. Terdapat enem stadium naupliar yang beruntun. Setelah stadium naupliar yang ke enam, nauplis berubah menjadi suatu bentuk larva yang dinamakan copepodit. Setelah mengalami stadium copepodit berulah copepoda menjadi individu dewasa. Copepoda berukuran besar seperti Calanus, menghabiskan bulan awal musim semi sebagai copepodit stdium ke lima di peraiarn yang dalam di lautan terbuka. Saat itu copepoda tidak makan hanya hidup dari cadangan minyak dan lemak yang terdapat pada tubuhnya juga tidak bermigrasi. Copepodit stadium ke lima yang mampu bertahan hidup dalam musim dingin mengadakan pergantian kulit terakhir untuk mejadi copepoda dewasa menjelang musim dingin atau awal musim semi. Pada saat inila jumlah total individu paling rendah dibandingkan dengan tiga musim lainnya . Setelah pergantian kulit ini, copepoda dewasa bermigrasi kea rah permukaan laut dan mulai makan fitoplankton juga bertelur Waktu mulai makan dan bertelur biasanya bertepatan dengan meledaknya polulasi fitoplnkton di musim semi.

2. Migrasi vertical

Migrasi vertikal adalah migrasi harian yang dilakukan oleh organisme zooplankton tertentu ke dasar laut pada siang hari dan kepermukaan laut pada malam hari. Namun tidak semua zooplankton melakukan migrasi vertikal harian. Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi vertical harian antara lain :

Cahaya : cahaya mengakibatkan respona negative bagi para migran, mereka bergerak menjauhi permukaan laut bila intensitas cahaya di permukaan meningkat dan sebaliknya. Dengan meningkatnya intensitas cahaya sepanjang hari, zooplankton bergerak lebih ke dalam menjauhi permukaan laut dan biasanya kemudian mempertahankan posisinya pada kedalaman dengan intensitas cahaya tertentu.

Suhu : Banyak migrant dibatasi gerakan-gerakan migrasinya oleh perubahan suhu pada kedalaman yang akan dituju. McLaren (1963) mengemukakan bahwa tujuan zooplankton

Page 16: MAKALAH DPI

bermigrasi dari lokasi-lokasi yang cerah dekat permukaan laut menuju ke lokasi-lokasi yang suram jauh dari permukaan laut ialah untuk menghindari predasi oleh para predator yang mendeteksi mangsa melaui penglihatan, sepert ikan, cephalopoda, dan burung. Hardy (1953) berpendapat bahwa migrasi vertkal harian memungkinkan zooplankton mengubah posisi horizontalnya secara efektif. Arah dan kecepatan suatu arus permukaan berubah dar permukaan ke dasar laut (Spiral Ekman). Makin jauh dari permukaan, kecepatan arus nerkurang, sedangkan arah arus berubah kea rah kanan dari arus air yang paling dekat dengan permukaan. Hal ini menunjukkan bahwa zooplankton bergerak ke arah dasar laut, karena terdapat arus-arus yang semakin lambat dan beganti arah.

d.Suksesi musiman fitoplankton

Berubahnya spesies yang dominan dari musim ke musim dikenal dengan istilah suksesi musiman. Pada proses suksesi musioman ini satu atau beberapa spesies diatom atau dinoflagellata mendominasi fitoplankton dalam suatu periode tertentu dalam satu tahun untuk kemudian diganti oleh kelompok sepsies lain. Suksesi ini akan berlangsung terus menerun sampai akhirnya terbentuk suatu komunitas “klimaks” yang bertahan sepanjang masa. Menurut Margalef (1963), faktor-faktor yang menyababkan suksesi pada awalnya adalah suhu dan kadar zat hara. Namun, perubahan suhu yang terjadi sangat lambat di dalam laut, sedangkan pergantian spesies yang dominant sering kali berlangsung jauh lebih cepat. Dikatakan pula bahwa spesies fitoplankton tertentu menyukai kadar zat-zat hara yang tertentu pula. Namun, perubahan-perubahan populasi fitoplnkton tidak erat hubungannya dengan perubahan zat hara. Naik turunnya kelimpahan fitoplankton berlangsung jauh lebih cepat dari pada perubahan zat hara.

d. Metode Pengukuran Produktivitas Primer

Pengukuran produktivitas primer pada umumnya didasarkan pada reaksi fotosintesis. Beberapa metode pengukuran produktivitas primer adalah: metode panen yang cocok untuk ekosistem pertanian; pengukuran oksigen, misalnya dengan metode botol gelap dan botol terang, untuk ekosistem perairan; metode pH, yang cocok untuk ekosistem perairan; metode klorofil, yang pada dasamya adalah mengukur kadar klorofil; metode radioaktif; dan metode CO2.

e. Konsep Produktivitas

Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen. Produktivitas primer dibedakan atas produktivitas primer kasar (bruto) yang merupakan hasil asimilasi total, dan produktivitas primer bersih (neto) yang merupakan penyimpanan energi di dalam jaringan tubuh tumbuhan. Produktivitas primer bersih ini juga adalah produktivitas kasar dikurangi dengan energi yang digunakan untuk respirasi.

Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh konsumen. Pada produktivitas sekunder ini tidak dibedakan atas produktivitas kasar dan

Page 17: MAKALAH DPI

bersih. Produktivitas sekunder pada dasamya adalah asimilasi pada aras atau tingkatan konsumen.

Laju produktivitas akan tinggi bilamana faktor-faktor lingkungan cocok atau optimal. Pemberian bantuan energi dari luar atau subsidi energi juga dapat meningkatkan produktivitas. Subsidi energi banyak dilakukan oleh manusia terhadap ekosistem pertanian, yang dapat berupa pemberian pupuk, irigasi, pengendalian hama, pengolahan tanah. Subsidi energi juga dapat terjadi secara alami, misalnya berupa ombak di lautan, pasang naik dan surut di pantai, hujan di daratan, angin, dan lain lain.

Produktivitas atau produksi berbeda dengan hasil panen. Produktivitas atau produksi adalah sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Produksi pada pertanian sebetulnya adalah hasil panen. Hasil panen adalah bagian dari produktivitas primer bersih yang diambil/dimanfaatkan oleh manusia. Pada dasarnya alam akan memaksimalkan produktivitas bruto, sedangkan manusia berupaya memaksimalkan produktivitas bersih, sehingga manusia dapat memaksimalkan hasil panen. Manusia juga memerlukan produktivitas sekunder. Dari produktivitas sekunder, manusia juga dapat memperoleh hasil panen yang dapat berupa daging, telur, atau susu.

Pengukuran produktivitas primer pada umumnya didasarkan pada reaksi fotosintesis. Beberapa metode pengukuran produktivitas primer adalah: metode panen yang cocok untuk ekosistem pertanian; pengukuran oksigen, misalnya dengan metode botol gelap dan botol terang, untuk ekosistem perairan; metode pH, yang cocok untuk ekosistem perairan; metode klorofil, yang pada dasamya adalah mengukur kadar klorofil; metode radioaktif; dan metode CO2

2.2Pengaruh Faktor – Faktor Oseanografi Terhadap Produktivitas Primer

Sebaran klorofil-a di laut bervariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan.  Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari, dan konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan.  Di Laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai.  Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a di perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung. Namun pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi.  Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (Valiela, 1984). 

Page 18: MAKALAH DPI

Perairan Indonesia yang dipengaruhi oleh sistem pola angin muson memiliki pola sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi antara musim, disamping itupula juga dipengaruhi oleh massa air Lautan Pasifik yang melintasi perairan Indonesia menuju Lautan Hindia melalui sistem arus lintas Indonesia (Arlindo).  Sirkulasi massa air perairan Indonesia berbeda antara musim barat dan musim timur.  Dimana pada musim barat, massa air umumnya mengalir ke arah timur perairan Indonesia, dan sebaliknya ketika musim timur berkembang dengan sempurna suplai massa air yang berasal dari daerah upwelling di Laut Arafura dan Laut Banda akan mengalir menunju perairan lndonesia bagian barat (Wyrtki, 1961).  Perbedaan suplai massa air tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap kondisi perairan yang akhirnya mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas perairan.  Tisch et al. (1992) mengatakan perubahan kondisi suatu massa air dapat diketahui dengan melihat sifat-sifat massa air yang meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan kandungan nutrien.

Dengan melihat akan keberadaan perairan Indonesia dimana karena adanya perbedaan pola angin yang secara langsung mempengaruhi pola arus permukaan perairan Indonesia dan perubahan karakteristik massa diduga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap tingkat produktivitas perairan.  Keadaan ini tergantung pada berbagai hal, seperti bagaimana sebaran faktor fisik-kimia perairan.  Untuk itu perlu dilakukan analisa untuk mempelajari dan menelaah pengaruh faktor-faktor oseanografi terhadap sebaran fisik-kimia perairan dan keterkaitannya terhadap tingkat konsentrasi klorofil-a (Gambar 1).

Gambar 1.  Skema pendekatan masalah untuk melihat pengaruh faktor oseanografi terhadap produktivitas primer perairan Indonesia.

 

Page 19: MAKALAH DPI

Karakteristik Air Laut

Suhu

Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun. Pemanasan tersebut mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam kolom perairan yang disebabkan oleh adanya gradien suhu.  Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom perairan, Wyrtki (1961) membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu: a) lapisan homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan permukaan tercampur; b) lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin; c) lapisan di bawah termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana suhu berkurang secara perlahan-lahan ke arah dasar perairan.

Menurut Lukas and Lindstrom (1991), kedalaman setiap lapisan di dalam kolom perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari permukaan sampai lapisan dalam.  Lapisan permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu tidak lebih dari 0,03 oC/m (Wyrtki, 1961), sedangkan kedalaman lapisan termoklin dalam suatu perairan didefinisikan sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien suhu lebih dari 0,1 oC/m (Ross, 1970).

Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom perairan.  Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan.  Menurut McPhaden and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira sebesar 0,1 oC pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira 0,12 oC pada kedalaman 10 – 75 m.  Disamping itu Lukas and Lindstrom (1991) mengatakan bahwa perubahan suhu permukaan laut sangat tergantung pada termodinamika di lapisan permukaan tercampur.  Daya gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran buoyancy, dan entrainment dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan tercampur serta kandungan bahangnya.  Menurut McPhaden and Hayes (1991), adveksi vertikal dan entrainment dapat mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu pada lapisan permukaan.   Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin yang bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya upwelling.  Upwelling menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih rendah.  Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin.  Angin yang berhembus dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran massa air pada lapisan atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen.

Salinitas

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai.  Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan

Page 20: MAKALAH DPI

dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi.  Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan.

Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman.  Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan penyebaran salinitas secara vertikal.  Pengadukan di dalam lapisan permukaan memungkinkan salinitas menjadi homogen.  Terjadinya upwelling yang mengangkat massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam juga mengakibatkan meningkatnya salinitas permukaan perairan.

Sistem angin muson yang terjadi di wilayah Indonesia dapat berpengaruh terhadap sebaran salinitas perairan, baik secara vertikal maupun secara horisontal. Secara horisontal berhubungan dengan arus yang membawa massa air, sedangkan sebaran secara vertikal umumnya disebabkan oleh tiupan angin yang mengakibatkan terjadinya gerakan air secara vertikal.  Menurut Wyrtki (1961), sistem angin muson menyebabkan terjadinya musim hujan dan panas yang akhirnya berdampak terhadap variasi tahunan salinitas perairan.   Perubahan musim tersebut selanjutnya mengakibatkan terjadinya perubahan sirkulasi massa air yang bersalinitas tinggi dengan massa air bersalinitas rendah.  Interaksi antara sistem angin muson dengan faktor-faktor yang lain, seperti run-off dari sungai, hujan, evaporasi, dan sirkulasi massa air dapat mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat bervariasi.  Pengaruh sistem angin muson terhadap sebaran salinitas pada beberapa bagian dari perairan Indonesia telah dikemukakan oleh Wyrtki (1961). Pada Musim Timur terjadi penaikan massa air lapisan dalam (upwelling) yang bersalinitas tinggi ke permukaan di Laut Banda bagian timur dan menpengaruhi sebaran salinitas perairan.  Selain itu juga di pengaruhi oleh arus yang membawa massa air yang bersalinitas tinggi dari Lautan Pasifik yang masuk melalui Laut Halmahera dan Selat Torres.  Di Laut Flores, salinitas perairan rendah pada Musim Barat sebagai akibat dari pengaruh masuknya massa air Laut Jawa, sedangkan pada Musim Timur, tingginya salinitas dari Laut Banda yang masuk ke Laut Flores mengakibatkan meningkatnya salinitas Laut Flores.  Laut Jawa memiliki massa air dengan salinitas rendah yang diakibatkan oleh adanya run-off dari sungai-sungai besar di P. Sumatra, P. Kalimantan, dan P. Jawa.

Densitas air laut (t)

Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi densitas secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara horisontal yang disebabkan oleh arus.  Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu.  Densitas air laut tergantung pada suhu dan salinitas serta semua proses yang mengakibatkan berubahnya suhu dan salinitas.  Densitas permukaan laut berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.

Page 21: MAKALAH DPI

Sebaran densitas secara vertikal ditentukan oleh proses percampuran dan pengangkatan massa air.  Penyebab utama dari proses tersebut adalah tiupan angin yang kuat. Lukas and Lindstrom (1991), mengatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % terlihat adanya hubungan yang positif antara densitas dan suhu dengan kecepatan angin, dimana ada kecenderungan meningkatnya kedalaman lapisan tercampur akibat tiupan angin yang sangat kuat. Secara umum densitas meningkat dengan meningkatnya salinitas, tekanan atau kedalaman, dan menurunnya suhu.

BAB III

Page 22: MAKALAH DPI

PENUTUP

Kesimpulan : Produktivitas Primer Laut ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produklivitas primer perairan. Organisme Autotrof yaitu organisme yang menggunakan bahan organik dari perairan yang produktivitasnya berasal dari autochthonous dan allochthonous.

Tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan.

a.Ruang Lingkup Produktifitas Primer

Fotosintesis merupakan suatu proses biokimia untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya.

Faktor penentu laju fotosintesis:

1.Cahaya

2.Konsentrasi karbondioksida

3.Suhu

4.Kadar fotosintat

b. Organisme Produsen

Mengacu pada sensu Strico, ada 3 kelompok organisme perairan yang dapat dikenali menurut ukuran dan habitat mereka dan merupakan organisme utama pada produksi primer dalam perairan, yaitu :

a.Fitoplankton

b.Perifiton

c.Makrofita

c. Konsep Produktivitas

Page 23: MAKALAH DPI

d.Metode Pengukuran Produktivitas Primer

e. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Laut

DAFTAR PUSTAKA

Page 24: MAKALAH DPI

Bakti, M. Y., 1998. Dinamika Perairan di Selatan Jawa Timur – Bali pada Musim Timur 1990.

Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Brown, J., A. Colling, D. Park, J. Phillips, D. Rothery, J. Wright, 1989. Ocean Chemistry and Deep Sea Sediments. Open University.

Chavez, F. P., and R. T. Barber, 1987. An Estimate of New Production in the Equatorial Pacific. Deep-Sea Res., 34:1229-1243.

Cullen, J. J., M. R. Lewis, C. O. Davis, and R. T. Barber, 1992. Photosynthetic Characteristics and Estimated Growth Rates Incate Grazing is the Proximate Control of Primary Production in the Equatorial Pacific. J. Geophys. Res., 97 (C1): 639 – 654.

Nontji, A., 1975. Distribution of Chlorophyll-a in the Banda Sea by the End of Upwelling Season. Marine Research in Indonesia, 14:49-59.

Nontji, A., 1993. Laut Nusantara. Penerbit Jembatan, Jakarta.