makalah DISLIPIDEMIA CVD CVA.doc

27
Dislipidemia Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Sunita, 2004). Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol (Andry Hartono, 2000). Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibahas sendiri-sendiri. Ketiganya dikenal sebagai trias lipid, yaitu: a. Kolesterol total Banyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat kuat, konsisten, dan tidak bergantung pada faktor resiko lain. Penelitian genetik, eksperimental, epidemiologis, dan klinis menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit jantung koroner (PJK). b. Kolesterol HDL dan kolesterol LDL Bukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara kadar kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau diet dapat menaikan kadar kolesterol HDL dan dapat mengurangi penyakit jantung koroner

Transcript of makalah DISLIPIDEMIA CVD CVA.doc

Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Sunita, 2004). Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol (Andry Hartono, 2000). Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibahas sendiri-sendiri.

Ketiganya dikenal sebagai trias lipid, yaitu:a.Kolesterol totalBanyak penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kadar kolesterol total darah dengan resiko penyakit jantung koroner (PJK) sangat kuat, konsisten, dan tidak bergantung pada faktor resiko lain. Penelitian genetik, eksperimental, epidemiologis, dan klinis menunjukkan dengan jelas bahwa peningkatan kadar kolesterol total mempunyai peran penting pada patogenesis penyakit jantung koroner (PJK).

b.Kolesterol HDL dan kolesterol LDLBukti epidemiologis dan klinis menunjang hubungan negatif antara kadar kolesterol HDL dengan penyakit jantung koroner. Intervensi obat atau diet dapat menaikan kadar kolesterol HDL dan dapat mengurangi penyakit jantung koroner

c.TrigliseridaKadar trigliserida diantara 250-500 mg/dl dianggap berhubungan dengan penyakit jantung koroner apabila disertai adanya penurunan kadar kolesterol HDL.

Kadar lemak darah dalam tubuhKisaran Ideal (mg/dl)

Kolesterol Total120-200

LDL60-160

HDL35-65

Perbandingan LDL/HDL 10 mg/L. Kadar CRP juga meningkat pada penyakit hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok maupun adanya riwayat penyakit jantung. Dalam kurun waktu yang relatif singkat (6-8 jam) setelah terjadinya reaksi inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan, kadar CRP meningkat dengan tajam, mempunyai waktu paruh 19 jam dan hanya dalam waktu 24- 48 jam telah mencapai nilai puncaknya. Kadar CRP akan kembali ke kadar asalnya dalam waktu 2 minggu setelah proses inflamasi, infeksi maupun kerusakan jaringan tersebut hilang. Oleh karena keuntungan itu, CRP sangat berguna untuk menegakkan diagnostik inflamasi maupun penyakit infeksi. Sedangkan hs-CRP merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan range pengukuran antara 0,1 20 mg/L. Baik untuk memeriksa adanya suatu inflamasi derajat rendah (low level inflammation). Pemeriksaan hs-CRP yang sangat sensitif ini dapat digunakan untuk memperkirakan risiko PJK dimana proses aterosklerosis sebagai penyebab utama PJK terjadi proses inflamasi derajat rendah dan tidak menyebabkan kadar CRP yang tinggi. Pada dasarnya, tes ini dianjurkan pada orang-orang yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap penyakit jantung, yakni pernah mengalami serangan jantung, memiliki keluarga dengan riwayat penyakit jantung, dislipidemia, diabetes, hipertensi, wanita menopause, perokok dan obesitas serta kurang melakukan aktivitas fisik.

Sumber: Goran K Hansson. 2005 (6)

Gambar 2.3.2 Mekanisme CRP sebagai marker inflamasi pada aterosklerosis

AHA / CDC 11 merekomendasikan hs-CRP dengan alasan:

hs-CRP adalah indikator global kejadian kardiovaskular di masa depan pada orang dewasa tanpa riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya

hs-CRP meningkatkan penilaian risiko dan hasil terapi dalam pencegahan penyakit kardiovaskular

hs-CRP bermanfaat sebagai marker independen untuk mengevaluasi kemungkinan kejadian kardiovaskular berulang, seperti infark miokard atau restenosis, setelah intervensi koroner perkutan

AHA/CDC membagi nilai cut off kadar hs-CRP berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular seperti pada tabel 2.3.1 yaitu :

hs-CRP < 1,0 mg/L risiko terkena PJK rendah (low risk)

hs-CRP 1,0 - 3,0 mg/L risiko terkena PJK sedang (intermediate risk)

hs-CRP > 3,0 mg/L (< 10 mg/L) risiko terkena PJK tinggi (high risk)

Tabel 2.3.1 Nilai cut off hs-CRP berdasarkan resiko kejadian kardiovaskular

Sumber: Thomas A. Pearson

1.4 Angiografi Koroner

Angiografi merupakan suatu prosedur invasif yang paling sering dilakukan untuk melihat gambaran anatomi arteri koroner serta penyempitan lumen yang telah terjadi pada penderita PJK. Sering dilakukan untuk menilai luasnya stenosis dan dapat menggambarkan tingkat keparahan arteri koroner. Walaupun merupakan pemeriksaan gold standar, angiografi hanya memberikan informasi tentang keadaan lumen arteri dan tidak dapat memberikan secara langsung komposisi plak serta perobahan plak dalam dinding arteri. Inflamasi erat hubungannya dengan kejadian ruptur plak dan trombosis dibandingkan dengan adanya atau beratnya aterosklerosis dari hasil angiografi, sehingga derajat stenosis arteri koroner tidak berkaitan dengan resiko ruptur. Derajat stenosis pada arteri koroner biasanya diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan diameter relatif terhadap segmen normal yang berdekatan.1.5 Efek statin pada kadar hs-CRP sebagai marker inflamasi aterosklerosis

Statin merupakan agen penurun kolesterol plasma, yang diketahui memiliki efek pleiotropik (cholesterol-independent effects) yang menguntungkan dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular baik pada preventif primer maupun sekunder. Selama dekade terakhir banyak studi in vitro dan in vivo yang menunjukkan efek pleiotropik statin berperan dalam menurunkan inflamasi (immunomodulator), menurunkan kadar hs-CRP dan selanjutnya menurunkan kejadian kardiovaskular. Terdapat bukti yang mendukung statin dapat memodulasi respon imun. Mencakup efek recruitment, diferensiasi, proliferasi dan aktivitas sekresi sejumlah sel-sel imun pada intima, terutama monosit /makrofag dan sel T. The FDA's Endocrinologic and Metabolic Drugs Advisory Committee Amerika pada Desember 2009 telah menyetujui pemberian rosuvastatin untuk mengurangi risiko stroke, infark miokard dan prosedur revaskularisasi, pada pasien yang memiliki kadar kolesterol LDL normal dan tidak memiliki PJK, namun memiliki peningkatan risiko berdasarkan usia, kadar hs-CRP dan sekurang-kurangnya memiliki satu faktor risiko penyakit jantung. Keputusan FDA ini didasarkan pada hasil penelitian Justification for the Use of Statins in Primary Prevention: an Intervention Trial Evaluating Rosuvastatin (JUPITER). Guideline terbaru yang diterbitkan oleh Canadian Cardiovascular Society (CCS) pada tahun 2009 di Kanada, kadar hs-CRP < 2 mg/L merupakan target sekunder untuk pemberian terapi statin.

1.6 Troponin

Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot rangka. Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi karena pergerakan molekul myosin di sepanjang filament aktin intrasel. Troponin terdiri dari tiga polipeptida :

1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.

2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.

3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang befungsi mengikat tropomiosin.

Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT) yang ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot lain. cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium. Sel-sel otot rangka mensintesis molekul troponin yang secara antigenis berbeda dengan troponin jantung.

Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang cedera terjadi dalam dua fase. Pertama, pada kerusakan awal beberapa troponin jantung dengan cepat keluar dari sel-sel miokardium dan masuk ke dalam sirkulasi bersama dengan CK-MB dan memuncak pada 4-8 jam. Dengan demikian, kemunculan akut troponin jantung mengisyaratkan acute myocardial infark (AMI). Kedua, troponin jantung juga dibebaskan dari apparatus kontraktil intrasel. Pelepasan troponin yang berkelanjutan ini memberikan informasi yang setara dengan yang diberikan oleh isoenzim laktat dehidrogenase (LDH) untuk diagnosis konfirmatorik infark miokardium sampai beberapa hari setelah kejadian akutnya.

Keluarnya troponin jantung ke sirkulasi sedikit lebih tertinggal dari mioglobin. Karena itu penggabungan pengukuran mioglobn ( sangat sensitive untuk cedera miokardium) sangat bermanfaat. Troponin adalah tes yang lebih spesifik untuk serangan jantung daripada tes lainnya (yang mungkin menjadi positif pada cedera otot rangka) dan tetap tinggi untuk jangka waktu beberapa hari setelah serangan jantung. Troponin kadang-kadang meningkat secara menetap pada pasien dengan penyakit miokardium yang tidak memperlihatkan penigkatan mioglobin, CK-MB, atau LDH. Pasien-pasien ini biasanya mengidap angina yang tidak stabil; troponin bisa untuk memantau perkembangan klinis pada penyakit ini secara kuantitatif.

Ketika seorang pasien mengalami serangan jantung, kadar troponin bisa menjadi meningkat dalam darah dalam waktu 3 atau 4 jam setelah cedera dan dapat tetap tinggi selama 1-2 minggu setelah serangan jantung. Pengujian ini tidak terperangaruh oleh kerusakan otot lain, sehingga suntikan, kecelakaan, dan obat-obatan yang dapat merusak otot tidak mempengaruhi kadar troponin. Peningkatan konsentrasi troponin tidak boleh digunakan sendiri untuk mendiagnosa atau menyingkirkan serangan jantung, sebaiknya disertai pemeriksaan laboratorium lainnya, seperti CK-MB, LDH, hsCRP, dan AST. Di samping itu,pemeriksaan fisik, riwayat klinis, dan EKG juga penting. Beberapa orang yang memiliki serangan jantung bisa saja memiliki kadar troponin normal, dan beberapa orang dengan konsentrasi troponin meningkat tidak memiliki cedera jantung yang jelas.

Penanda dari semua kerusakan otot jantung, bukan hanya infark miokard. Kondisi lain yang langsung atau tidak langsung mengakibatkan kerusakan otot jantung juga bisa meningkatkan kadar troponin. Takikardia berat (misalnya karena takikardia supraventricular) pada seorang individu dengan arteri koroner normal juga dapat menyebabkan peningkatan troponin, misalnya, mungkin karena permintaan oksigen meningkat dan pasokan oksigen yang tidak memadai ke otot jantung. Troponin juga meningkat pada psien dengan gagal jantung, kondisi inflamasi (miokarditis dan perikarditis dengan keterlibatan otot jantung yang kemudian disebut myopericarditis), kardiomiopati (kardiomiopati membesar, kardiomiopati hipertrofik atau hipertrofi ventrikel (kiri), kardiomiopati peripartum, kardiomiopati takotsubo), gangguan infiltrasi (amiloidosis jantung).

Cedera jantung dengan peningkatan troponin juga terjadi pada keadaan jantung memar, defibrilasi dan kardioversi internal atau eksternal. Peningkatan troponin juga meningkat pada beberapa prosedur seperti operasi jantung dan transplantasi jantung, penutupan cacat septum atrium, intervensi koroner perkutan atau ablasi frekuensi radio.

ABSTRAK

Otak merupakan jaringan yang mempuyai tingkat metabolisme paling tinggi. Meskipun massa yang dimiliki hanya sekitar 2 % dari masa keseluruhan tubuh, jaringan otak menggunakan hingga 20 % dari total curah jantung. Aliran darah yang membawa glukosa dan oksigen ke otak sangat penting bagi kehidupan dan metabolisme sel-sel otak. Sel otak yang tidak dialiri aliran darah yang membawa glukosa dan oksigen dapat rusak, bahkan menjadi mati.Stroke adalah suatu serangan mendadak yang terjadi di otak dan bisa disebabkan oleh gangguan peredaran darah pada pembuluh darh yang mensuplai darah ke otak, biasanya berlangsung lebih dari 24 jam. Secara garis besar stroke dibagi menjadi 2 jenis yaitu : stroke iskemik dan hemorogik.

ISCHEMIC STROKE

Stroke ini disebabkan karena gangguan aliran darah yang menuju otak. Penurunan atau terhentinya aliran darah ini dapat menyebabkam neuron berhenti berfungsi. Bila gangguan tersebut melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu :

Thrombosis (obstruksi pembuluh darah oleh bekuan darah yang terbentuk lokal )

Embolik (obstruksi akibat bekuan darah dari tempat lain di tubuh )

Hypoperfusi Sistemik (penurunan umum dalam suplai darah ke otak )

1.) Thrombosis

Aterosklerosis diduga sebagai penyebab primer dari penyakit stroke. Aterosklerosis adalah hilangnya elastisitas dan menyempitnya lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini merupakan respon normal terhadap ijury yang terjadi pada lapisan endotel pembuluh darah arteri. Penimbunan lipid (plak) yang terjadi secara lambat pada dinding arteri dapat memblokir atau menghalangi aliran darah ke jaringan dan otak. Bila pembuluh arteri tersebut tertimbun oleh lipid maka elastisitasnya akan menghilang dan tidak dapat mengatur tekanan darah. Akibat lain dari aterosklerosis ini adalah terbentuknya bekuan darah (thrombus) yang melekat pada dinding pembuluh arteri dapat menyebabkan sumbatan yang lebih berat. Proses aterosklerosis ini dapat terjadi di semua pembuluh darah organ tubuh, oleh karena itu aterosklerosis dapat menyebabkan serangan jantug,hipertensi, dan stroke. Seranga stroke ini dapat terjadi jika proses penyempitan atau aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang menuju ke otak. Jika thrombosis ini terjadi di dalam pembuluh darah menuju otak, maka bekuan darah inilah yang dapat menyumbat aliran darah yang akan mensuplai glukosa dan oksigen ke otak.

2.) Embolik

Embolisme adalah penyumbatan pembuluh darah yang terjadi di berbagai bagian tubuh oleh embolus (zat asing) yang di bawa ke tempat tersebut oleh aliran darah. Salah satu embolus adalah trombus, yaitu gumpalan darah yang mudah terbentuk di dalam rongga aneurisma. Trombus yang rapuh ini dapat membentuk serpihan dan menimbulkan sumbatan di berbagai tempat, misalnya di jantung.apabila serangan ini terjadi penderita mendapat mengalami serangan jantung. Ada 3 macam jenis embolus :

-) Fat Embolism : biasanya terjadi ketika partikel endogenous (dari sumber di dalam organisme) jaringan lemak lolos ke dalam sirkulasi darah. Oleh karena itu Penyebab biasa emboli lemak adalah fraktur pada tulang tubular (seperti tulang paha), yang akan mengakibatkan kebocoran jaringan lemak dalam sumsum tulang ke dalam pembuluh pecah. Ada juga eksogen (dari sumber yang berasal dari luar) menyebabkan seperti suntikan intravena emulsi.

-) Air Embolism : Sebuah emboli udara disebabkan oleh faktor eksogen, yaitu karena pecahnya alveoli, dan udara yang dihirup oleh hidung dapat bocor ke dalam pembuluh darah. Penyebab umum lainya termasuk injeksi vena subklavia akibat kecelakaan atau selama operasi di mana ada tekanan negatif. Air ini kemudian tersedot ke dalam pembuluh darah oleh tekanan negatif yang disebabkan oleh ekspansi dada selama fase inhalasi respirasi. Emboli udara juga bisa terjadi selama terapi intravena, bila udara bocor ke dalam sistem (namun kesalahan ini iatrogenik dalam kedokteran modern sangat langka).

-) Gas Embolism : Emboli Gas merupakan keprihatinan umum untuk penyelam laut karena gas dalam darah kita (biasanya nitrogen dan helium) dapat dengan mudah disekresi dalam jumlah yang lebih tinggi selama turun ke laut dalam. Namun, ketika penyelam naik ke tekanan atmosfer normal, gas menjadi tidak larut, menyebabkan pembentukan gelembung kecil dalam darah. Hal ini juga dikenal sebagai penyakit dekompresi atau Bends. Fenomena ini dijelaskan oleh Hukum Henry dalam kimia fisik.

3.) Hypoperfusi Sistemik

Terjadi karena kegagalan sirkulasi darah menuju otak disebabkan oleh jantung yang gagal memompa darah menuju otak, sehingga terlalu sedikit darah yang mencapai otak. Penyebabnya bisa karena infark miokard atau aritmia.

HEMORRHAGIC STROKEStroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga terjadi perdarahan di otak. Haemorrhagic stroke umumnya terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Hampir 70 persen kasus haemorrhagic stroke terjadi pada penderita hipertensi (tekanan darah tinggi). Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor emosional. Stroke Hemorrhagic meliputi : pendarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan pendarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage).1.) PENDARAHAN DI DALAM OTAK ( INTRACEREBRAL HEMORRHAGE )Pecahnya pembuluh darah intracerebral menjadi penyebabnya, sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak. Pada kondisi ini akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial/intracerebral da akibatnya adalah terjadinya penekanan pada struktur otak atau pembuluh darah otak secara menyeluruh sehingga aliran darah otak menurun dan berujung pada kematian sel syaraf dan terjadilah stroke. Pendarahan Intraserebral ini terjadi akibat hipertensi yang berlangsung lama, sehingga terjadi kerusakan dinding pembuluh darah. Faktor pemicu lainnya adalah stress fisik,emosi. 70 % kasus pendarahan ini disebabkan oleh hipertensi.

2.) PENDARAHAN DI ANTARA BAGIAN DALAM DAN LUAR LAPISAN PADA JARINGAN YANG MELINDUNGI OTAK ( SUBARACHNOID HEMORRHAGE )

Masuknya darah ke dalam ruang subarakhnoid baik dari tempat lain (subarakhnoid sekunder) maupun dari ruang subarakhnoid sendiri (subarakhnoid primer). Ketika darah masuk ke dalam ruang subarakhnoid, maka akan menyebabkan iritasi yang sangat menyakitkan. Ruang subarachnoid adalah daerah antara otak dan tengkorak. Hal ini biasanya diisi dengan cairan cerebrospinal (CSF), yang bertindak sebagai bantalan mengambang untuk melindungi otak (lihat Anatomi Otak). Ketika darah masuk ke dalam ruang subarachnoid, itu mengiritasi selaput otak, meningkatkan tekanan pada otak, dan sel-sel otak kerusakan. Pada saat yang sama, daerah otak yang sebelumnya menerima darah yang kaya oksigen dari arteri yang terkena sekarang kekurangan darah, mengakibatkan stroke. SAH sering merupakan tanda aneurys pecah. Vasospasme adalah komplikasi umum yang mungkin terjadi. Vasospasme mempersempit diameter dalam (lumen) dari arteri dan dengan demikian mengurangi aliran darah ke wilayah itu dari otak, menyebabkan stroke sekunder. Umumnya timbul spontan dan disebabkan karena tekanan darah yang naik dan biasanya terjadi saaat sedang melakukan aktivitas.

Average blood flow in the brain is 58ml/100g brain weight per minute. At 30 ml/100g, neuronal dysfunction begins to occur and at 12 ml/100mg cell death begins to occur