MAKALAH DEMAM TIFOID

37
KATA PENGANTAR Dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami telah diberi kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah ini adalah mengenai “Makalah Modul III Blok Gangguan Sistem Imun dan Penyakit Infeksi, Demam Tifoid” Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan serta do`a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Dosen Koordinator Blok 2. Dosen Tutor 3. Orangtua kami 4. Rekan-rekan Sejawat Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan jasa-jasa yang telah diberikan kepada kami. Amien 1

Transcript of MAKALAH DEMAM TIFOID

Page 1: MAKALAH DEMAM TIFOID

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami telah diberi

kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah ini adalah mengenai

“Makalah Modul III Blok Gangguan Sistem Imun dan Penyakit Infeksi, Demam Tifoid”

Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan serta do`a dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tidak lupa kami

menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Dosen Koordinator Blok

2. Dosen Tutor

3. Orangtua kami

4. Rekan-rekan Sejawat

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan jasa-jasa yang telah diberikan

kepada kami. Amien

Batam, 2 Desember 2012

Kelompok I

1

Page 2: MAKALAH DEMAM TIFOID

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 1

DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2

TUTORIAL SEVEN JUMPS MODUL III.......................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 6

a. Latar Belakang.......................................................................................... 6

b. Rumusan Masalah .................................................................................... 6

c. Tujuan .................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 7

a. Definisi .................................................................................................. 6

b. Etiologi ................................................................................................. 8

c. Epidemiologi ........................................................................................... 8

d. Tanda dan Gejala .................................................................................... 9

e. Patogenesis dan Patofisiologi ............................................................... 11

f. Penegakan Diagnosis .........................................……………….......... 13

g. Komplikasi ............................................................................................. 18

h. Penatalaksanaan ...................................................................................... 19

i. Prognosis ................................................................................................ 21

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 22

a. Kesimpulan............................................................................................. 22

b. Saran…………………............................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 24

2

Page 3: MAKALAH DEMAM TIFOID

LAPORAN DISKUSI PANEL ............................……………...............…... 25

3

Page 4: MAKALAH DEMAM TIFOID

Maya Jajan Sembarangan

Maya seorang perempuan 17 tahun. Datang berobat ke poliklinik penyakit

dalam diantar ibunya dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu disertai mual,

muntah, diare. Menurut maya demam nya meningkat menjelang sore dan malam hari

saja, maya mengaku sering jajan di pinggir jalan bersama temen-temennya. Hasil

pemeriksaan dokter didapatkan: kesadaran: compos mentis, tekanan darah 100/60

mmHg, temperature 37,8 oC, nadi 100 kali/menit, respirasi 24 kali/menit, lidah kotor

dengan tepi hiperemis. Dokter menganjurkan agar maya dirawat dan dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut. Bagaimana anda menjelaskan keadaan yang dialami oleh

maya?

Seven jump :

Kata sulit :

1. Compos mentis adalah kesadaran penuh, dapat berkomunikasi dengan orang

sekitar, GCS : 15

2. Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Apabila

frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang

lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya serta berlangsung

dalam waktu kurang dari 2 minggu maka hal ini disebut diare akut (WHO)

Kata kunci :

1. Maya seorang perempuan 17 tahun datang ke poliklinik penyakit dalam dengan

keluhan demam sejak 1 minggu disertai mual, muntah, diare.

2. Demam nya meningkat menjelang sore dan malam hari saja, maya mengaku

sering jajan di pinggir jalan bersama temen-temennya.

3. Hasil pemeriksaan didapatkan: kesadaran: compos mentis, tekanan darah 100/60

mmHg, temperature 37,8 oC, nadi 100 kali/menit, respirasi 24 kali/menit, lidah

kotor dengan tepi hiperemis.

Kunci permasalahan :

Maya seorang perempuan 17 tahun mengalami keluhan demam yang meningkat

sore dan malam hari saja yang disertai mual, muntah, dan diare.

Analisis masalah :

4

Page 5: MAKALAH DEMAM TIFOID

1. Mengapa demamnya meningkat menjelang sore dan malam hari saja?

2. Bagaimana patofisiologi tentang diare, lidah kotor dengan tepi hiperemis dan

respirasi cepat?

3. Mengapa dokter menganjurkan maya harus dirawat inap?

Tujuan umum :

Agar Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang demam thyfoid.

Tujuan khusus :

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi demam

thyfoid.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang epidemiologi demam

thyfoid.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi demam

thyfoid.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang tanda dan gejala

demam thyfoid.

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi demam

thyfoid.

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang penegakkan diagnosis

demam thyfoid.

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang penatalaksanaan

demam thyfoid.

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang komplikasi demam

thyfoid.

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prognosis demam

thyfoid.

5

Page 6: MAKALAH DEMAM TIFOID

Demam thyfoid

Mind map :

6

Manifestasi klinis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjanganamnesis

definisi

etiologi

epidemiologi

komplikasi

prognosis

patosiologi

penatalaksanaanPenegakkan

diagnosis

Page 7: MAKALAH DEMAM TIFOID

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam tifoid atau di kalangan masyarakat dikenal dengan Tipes merupakan suatu

penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Typhi dan

Salmonella Paratyphi. Penularan atau penyebarannya melalui feco-oral (mulut) dari

makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri Salmonella Typhi / Paratyphi. Bisa

terjadi akibat pencucican tangan yang kurang bersih. Demam tifoid dapat ditemukan

pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar, umur 5- 9 tahun.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan skenario di atas dapat di rumuskan masalah sebagai

berikut :

Apa definisi demam tifoid.

Apa penyebab demam tifoid.

Bagaimana mekanisme terjadinya demam tifoid.

Bagaimana penatalaksanaan demam tifoid.

C.Tujuan

Berdasarkan Rumusan masalah di atas dapat di tentukan tujuan sebagai berikut:

Untuk mengetahui apa pengertian demam tifoid

Untuk mengetahui apa penyebab demam tifoid

Untuk mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya demam tifoid

Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada demam tifoid

7

Page 8: MAKALAH DEMAM TIFOID

BAB II

PEMBAHASAN

I. Definisi

Demam typoid adalah infeksi yang disebabkan oleh salmonella thypi

atau salmonella parathyphi A, B dan C. penyakit ini mempunyai tanda yang

khas berupa penjalaran yang cepat berlangsung kurang lebih 3 minggu

disertai demam, taksosnia, pembesaran limpa dan erupsi kulit.

Demam typoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang berlangsung 3-5

minggu, disebabkan oleh salmonella thypoi yang ditandai demam tinggi,

sakit kepala lemah, batuk, spienomegali, gangguan kesadaran, distensi

abdomen, feses yang menyerupai sop katang dan leukopeni.

II. Etiologi

Demam tipoid dan demam paratipoid disebabkan oleh salmonella

typhi,salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi

C.

III. Epidemiologi

Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada

iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit

ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi

dan penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit

ini.

Penyebaran Geografis dan Musim

Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.

Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu

sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang

diperhatikan.

8

Page 9: MAKALAH DEMAM TIFOID

Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin

Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin

lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-

anak. Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas,

kemudian menghilang atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan

usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Usia Persentase

12 – 29 tahun 70 – 80 %

30 – 39 tahun 10 – 20 %

> 40 tahun 5 – 10 %

IV. Tanda dan Gejala

 Pola awal penyakit keluhan dan tanda gejala meliputi:

- Anoreksia

- Rasa malas

- Sakit kepala bagian depan

- Nyeri otot

- Gangguan nyeri perut

• Pada minggu ke I keluhannya

- Demam hingga 400C

- Denyut nadi lemah

- Nadi 80-100 kali permenit

 

9

Page 10: MAKALAH DEMAM TIFOID

Akhir minggu ke I

- Lidah tampak kotor, berkerak, berwarna merah di ujung dan tepi

hiperemis

- Epistaksis

- Tenggorokan kering dan beradang

- Ruam kulit, pada abdomen salah satu sisi tapi tak merasa

- Bercak-bercak selama 3-5 hari lalu hilang sempurna.

• Pada minggu ke II

Demam turun khususnya pagi hari, pasien sakit akut, disorientasi lemas.

• Pada minggu ke III

- Gejala berkurang dan suhu mulai turun

- Terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi karena lepasnya kerak dan

ulkus

- Bila keadaan buruk terjadi tanda-tanda delirium

- Otak bergerak terus

- Inkontinentia urine

- Nyeri perut

- Bila nadi ditambah peritonitis maka hal ini menunjukkan terjadi

perforasi usus, keringat dingin, sukar bernapas dan denyut nadi lemah,

menandakan ada perdarahan.

• Pada minggu ke IV (stadium penyembuhan)

10

Page 11: MAKALAH DEMAM TIFOID

- Merupakan fase penyembuhan bila tidak ada tanda-tanda komplikasi

- Mereda 2-4 minggu

- Malaise tetap ada selama 1-2 bulan.

V. Patogenesis dan Patofisiologi

Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi

melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.

Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat

melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembangbiak.

Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang

baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M).

selanjutnya ke lamina propia. Di dalam lamina propia bakteri berkembang

biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri

di ilium distal.

Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torsikus,

bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah

mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak

menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar ke seluruh organ

retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri

meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang

sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan

bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit

infeksi sistemik. Didalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu.

Berkembang biak dan di ekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan

empedu. Sebagian dari bakteri ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian

lainnya menembus usus lagi. Proses yang sama kemudian terjadi lagi, tapi

dalam hal ini makrofag telah teraktivasi. Bakteri salmonella thypi yang

berada di dalam makrofag yang telah teraktivasi, akan merangsang makrofag

menjadi hiperaktif dan melepaskan beberapa mediator (sintokin) yang akan

menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti : demam dan

11

Page 12: MAKALAH DEMAM TIFOID

koagulasi, pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi sepsis dan syok

septik.

Di dalam plaques payeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi

hiperflasia jaringan salmonella typhi di dalam makrofag dapat merangsang

reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang dapat menyebabkan hyperplasia dan

nekrosis jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi

pembuluh darah plaques payeri yang mengalami hiperflasia patologis

jaringan limpoid ini dapat berkembang ke lapisan otot. Lapisan serosa usus

sehingga dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin yang dihasilkan

samonella typhi dapat menempel direseptor sel endotel kapiler seluruh

organ, sehingga bisa menimbulkan komplikasi kardiovaskuler, gangguan

neuropsikiatrik dan gangguan organ lainnya.

12

Page 13: MAKALAH DEMAM TIFOID

VI. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesa

Identitas (Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat)

Perjalanan penyakit hingga timbulnya gejala

Riwayat penyakit keluarga atau lingkungan sekitar yang

mengalami keluhan/sakit yang sama dengan pasien

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Fisik : febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif

(peningkatan suhu10 C tidak diikuti peningkatan denyut nadi

8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan

ujung merah, serta tremor), hepatomegali,splenomegali, nyeri

abdomen,roseolae (jarang pada orang Indonesia).

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin

Dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekositnormal,ane

osinofilia, limfopenia, peningkatan Led, anemia ringan, tromb

ositopenia,gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan

empedu) positif atau peningkatan titer ujiWidal >4 kali lipat

setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah

negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal

dengan titerantibodi O 1/320 atau H 1/640disertai gambaran

klinis khas menyokong diagnosis.

Kultur Darah

Diagnosis definitive penyakit tifus dengan isolasi bakteri

Salmonella typhi darispecimen yang berasal dari darah

penderita.Pengambilan specimen darah sebaiknya dilakukan p

ada minggu pertamatimbulnya penyakit, karena kemungkinan 

untuk positif mencapai 80-90%,khususnya pada pasien yang

belum mendapat terapi antibiotic. Pada minggu ke-3

kemungkinan untuk positif menjadi 20-25% and minggu ke-4

hanya 10-15%.

Uji widal

13

Page 14: MAKALAH DEMAM TIFOID

Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman

s,thypi. Pada ujiwidal

terjadi suatu reaksi aglutinasi antar antigen kuman s.thypi den

gan antiboby yang di sebut aglutinin. Antigen yang di

gunakan pada ujiwidl adalahsuspensi salmonella yang sudah

dimatikan dan di olah di laboratorium. Maksuduji widal

adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum

penderitatersangka demem tifoid yaitu:

a) Aglutinin O dari tubuh kuman

b) Aglutinin H dari flagella kuman

c) Aglutinin v simpai dari simpai kuman

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang di

gunakan untuk diagnostik demam tifoid

semakin tinggi titernya semakin tinggi kemungkinanterinfeksi

penyakit ini.

Ada beberapa faktor yang memepengaruhi uji widal yaitu

1. Pengobatan dini dengan antibiotic

2. Gangguan pembentukan antibody dan pemeberian

kortikosteroid

3. Waktu pengambilan darah

4. Daerah endemik atau non endemik 

5. Riwayat vaksinasi

6. Reaksi anamnestik, yaitu penigkatan titer aglutinin pada i

nfeksi bukan demem tifoid akibat infeksi demem tifoid

masa lalu atau vaksinasi.

7. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat

aglutinasi silangdan starin salmonella yang di gunakan

untuk suspensi antigen.Saat ini belum ada kesamaan

pendapat mengenai titer glutinin yg bermaknadiagnostik

untuk demem tifoid. Batas titer yg dipakai hanya

kesepakatan saja,haya berlaku setempat saja,dan dapat

berbeda pada tiap-tiap laboratorium.

14

Page 15: MAKALAH DEMAM TIFOID

Uji Tubex

Pemeriksaan ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan

waktu singkat untuk dilakukan (kurang lebih 5 menit). Untuk

meningkatkan spesivisitas, pemeriksaan ini menggunakan

anti¬gen O9 yang hanya ditemukan pada Salmonellae

serogroup D dan tidak pada mikroorganisme lain. Antigen

yang menyerupai ditemukan pula pada Trichinella spiralis

tetapi antibodi terhadap kedua jenis antigen ini tidak bereaksi

silang satu dengan yang lain. Hasil positif uji Tubex ini

menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogroup D

walau tidak secara spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi

oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.

Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan.

Anti¬gen ini dapat merangsang respons imun secara

independen terhadap timus, pada bayi, dan merangsang

mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat ini,

respon terhadap anti¬gen O9 berlangsung cepat sehingga

deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu

pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk

infeksi sekunder. Uji Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan

tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat

dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi

lampau.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam

komponen, meliputi:

1. Tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk

meningkatkan sensitivitas.

2. Reagen A, yang mengandung partikel magnetik yang

diselubungi dengan antigen S. typhi O9

3. Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna

biru yang diselubungi dengan antibodi monoklonal

spesifik untuk antigen 09.

Komponen-komponen ini stabil disimpan selama 1 tahun

dalam suhu 40C dan selama beberapa minggu dalam suhu

15

Page 16: MAKALAH DEMAM TIFOID

kamar.

Di dalam tabung, satu tetes serum dicampur selama kurang

lebih 1 menit dengan satu tetes reagen A. Dua tetes reagen B

kemudian dicampurkan dan didiamkan selama 1-2 menit.

Tabung kemudian diletakkan pada rak tabung yang

mengandung magnet dan didiamkan. Interpretasi hasil

dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapat

bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Berdasarkan

warna inilah ditentukan skor, yang interpretasinya dapat

dilihat pada label.

Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut.

Jika serum tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen B

akan bereaksi dengan reagen A. Ketika diletakkan pada

daerah yang mengandung medan magnet (magnet rak),

komponen mag-net yang dikandung reagen A akan tertarik

pada magnet rak, dengan membawa serta pewarna yang

dikandung oleh reagen B. Sebagai akibatnya, terlihat warna

merah pada tabung yang sesungguhnya merupakan gambaran

serum yang lisis. Sebaliknya, bila serum mengandung

antibodi terhadap O9, antibodi pasien akan berikatan dengan

reagen A menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet

rak dan memberikan warna biru pada larutan.

Interpretasi hasil uji Tubex:

Skor Interpretasi

<2 Negatif

3 Borderline

4-5 Positif

>6 Positif

Berbagai penelitian (House dkk, 2001; Olsen dkk, 2004; dan

Kawano dkk, 2007) menunjukkan uji ini memiliki sensitivitas

dan spesivisitas yang baik (berturut-turut 75-80% dan 75-90%).

16

Page 17: MAKALAH DEMAM TIFOID

Uji IgM Dipstick

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di

Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik

terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan

membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi

sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human

immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini

menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak

memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat

yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap. 

Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas

uji ini sebesar 69.8% bila dibandingkan dengan kultur

sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan dengan kultur

darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi

positif sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh Ismail dkk (2002)

terhadap 30 penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas

uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%. Penelitian

oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar

65.3% yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang

menunjukkan adanya serokonversi pada penderita demam

tifoid. Uji ini terbukti mudah dilakukan, hasilnya cepat dan

dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada

penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan

hasil kultur negatif atau di tempat dimana penggunaan

antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat pemeriksaan

kultur secara luas.

Uji Typhidot

Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang

terdapat pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil

positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi

dan dapat mengidentifikasi secara spesifik IgM dan IgG

17

Page 18: MAKALAH DEMAM TIFOID

terhadap antigen S.typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada

strip nitroselulosa.

VII. Komplikasi

Komplikasi intestinal.

a. Perdarahan intestinal.

Pada plaques payeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak/luka, jika luka

menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi

perdarahan. Selanjutnya jika luka menembus dinding usus maka perforasi

terjadi, apalagi kalau terjadi gangguan koagulasi.

b. Perforasi usus.

Biasa timbul pada minggu ke 3 namun dapat terjadi pula minggu ke 1. gejalanya

: mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah

menyebar keseluruh perut disertai tanda-tanda ileus.

Komplikasi ekstra intestinal.

a.Komplikasi paru dapat terjadi pneumoni, empiema atau pleuritis.

b.Komplikasi hepatobilier pembengkakan hati ringan di jumpai pada 50%

penderita

c.Komplikasi kardiovaskuler. Miokarditis terjadi 1-5% penderita, sedangkan

kelainan EKG pada 10-15% penderita.

d. Komplikasi neuropsikiatrik. Gejala dapat berupa delirium dengan atau tanpa

kejang, semikoma/ koma.

VIII. Penatalaksanaan

18

Page 19: MAKALAH DEMAM TIFOID

Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan yang

meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun

suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana

komplikasi demam tifoid yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.

I. Istirahat dan Perawatan

Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring

dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan

BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik

serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

II. Diet dan Terapi Penunjang

Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.

a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala meteorismus,

dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita

juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses

penyembuhan.

b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.

c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah

dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja penderita

sudah tidak mengalami mual lagi.

III. Pemberian Antimikroba

Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid

adalah:

Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan

dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan

19

Page 20: MAKALAH DEMAM TIFOID

sampai dengan 7 hari bebas panas. Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit

ribosom dari kuman salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat

sintesis protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif. Efek

samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis. Sementara kerugian

penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%), penggunaan

jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.

Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan kloramfenikol

yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah

dibandingkan dengan kloramfenikol.

Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu.

Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau

intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap

hari pada dewasa.

Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa

100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.

Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obat – obatan

golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan

obat – obatan lini pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin, amoksisilin dan

trimethoprim-sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus

jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S. Thypi yang berada dalam stadium

statis dalam monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat yang lebih tinggi dalam

gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu memberikan

respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam

3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan

kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik

tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil, kloramfenikol

tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena menyebabkan partus prematur, kematian

fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada

20

Page 21: MAKALAH DEMAM TIFOID

trimester pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah

ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon.

IX. Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia

penderita,keadaan kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan ada

tidaknya komplikasi. 

Di negara maju, dengan terapi antibiotik yangadekuat, angka mortalitasnya < 1

%. Di negara berkembang, angkamortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan

diagnosis,perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti

perforasigastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, danpneumonia

, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderitayang tidak diobati

dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapatterapi anti mikroba yang tepat,

manifestasi klinis relaps menjadi nyatasekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik

danmenyerupaipenyakit akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individuya

ng mengekskresi S. thypi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadikarier kronis.

Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah danmeningkat sesuai usia. Karier kronis

terjadi pada 1-5% dari seluruh

pasiendemam tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebihtinggi pada

karier kronis dibandingkan dengan populasi umum.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

21

Page 22: MAKALAH DEMAM TIFOID

Typhoid fever, atau yang juga dikenal sebagai thypus, merupakan suatu

penyakit yang terjadi mendadak yang disebabkan oleh infeksi Salmonella

typhosa.

Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak

kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfe, masuk ke dalam

pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan

di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang

kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.

Gejala yang timbul dapat berupa :

1. Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi, terutama pada malam

hari (stepladder). Terjadi selama 7-10 hari, kemudian panasnya

menjadi konstan dan kontinyu.

2. Pada fase awal timbul gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan,

rasa tidak enak di perut, dan terkadang sulit buang air besar.

3. Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai

menurun.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui bradikardi (denyut melemah)  relatif,

pembesaran limfa, tegangnya otot perut, dan kembung. Dari pemeriksaan

laboratorium terdapat penurunan sel darah putih, didapatkan kuman tersebut

pada tinja atau kencing, dan peningkatan titer Widal. Dikatakan meningkat

bila titernya lebih dari 1/400 atau didapatkan kenaikan titer 2 kali lipat dari

titer sebelumnya dalam waktu 1 minggu.

Pengobatan pada penderita ini meliputi tirah baring, diet rendah serat – tinggi kalori

dan protein, obat-obatan berupa antibiotika, pengobatan terhadap keluhan, ataupun

pengobatan terhadap komplikasi yang mungkin timbul.

B. SARAN

Disadari oleh penulis bahwa makalah yang telah disusun oleh penulis tentang

makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

saran terhadap makalah yang bersifat membangun agar makalah yang dibuat dapat

menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain masyarakat pada umumnya.

22

Page 23: MAKALAH DEMAM TIFOID

23

Page 24: MAKALAH DEMAM TIFOID

DAFTAR PUSTAKA

 Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland-Edisi 29. Jakarta: EGC.

Nelwan, R. H. H. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

 Widodo, Djoko. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Nelson, Waldo et. Al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Jakarta: EGC.

Jawetz et. Al. 2007. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

24

Page 25: MAKALAH DEMAM TIFOID

LAPORAN DISKUSI PANEL

1. Q: Mengapa pada enatalaksanaan demam tifoid dianjurkan diet ?

A: Karena pada penderita positif demam tifoid dikhawatirkan terjadi

komplikasi perdarahan pada usus atau perforasi usus, oleh karena itu dianjurkan

untuk diet serat. Dianjurkan untuk makan makanan halus agar tidak

memperberat kerja usus.

2. Q: Apakah penatalaksanaan pada karier sementara dan karier menahun sama?

A: Pada penatalaksanaan karier menahun pada walnya kita lakukan

penatalaksanaan yang sama dengan karier sementara. Apabila tidak bisa diatasi

dengan penatalaksanaan tersebut, maka upaya terakhir adalah dengan

pengangkatan pada vesica velea sebagai sarang daripada S. Typhi.

Namun dilakukan dengan banyak sekali pertimbangan mengingat dampak yang

akan ditimbulkan akan lebih berbahaya.

3. Q: Bagaimana mekanisme lidah kotor?

A: Lidah kotor terjadi karena pengaktifan flora normal dalam mulut oleh bakteri

S. typhi. Dan kondisi lidah yang kotor ini merupakan gambaran dari keadaan

usus.

4. Q: Mengapa dilakukan hitung leukosit sedangkan tidak begitu memiliki arti?

A: Hitumg leukosit hanya untuk mengarahkan diagnosa.

Dosen Pakar:

Hasil dari pemeriksaan darah tepi hanya mengarahkan diagnose. Leukositosis

biasanya terdapat pada infeksi bakteri, sedangkan leucopenia mengarah kepada

demam tifoid.

Salmonella typhi bersarang memang di vesica velea. Saat drugs of choice tidak

bisa masuk ke vesica velea, maka dilakukan pengangkatan pada vesica velea,

namun dengan pertimbangan khusus.

25