Makalah Complete Teori Konseling
-
Upload
sumadiyasa -
Category
Documents
-
view
242 -
download
2
Transcript of Makalah Complete Teori Konseling
TEORI-TEORI KONSELING
“PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL”
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Teori-Teori Konseling
Dosen Pengampu : Kadek Suranata, S.Pd., M.Pd., Kons.
Oleh Kelompok 7 Kelas B
Ni Komang Hendri P. ( 1011011071 )
I Made Sumadiyasa ( 1011011103 )
Luh Pt. Ayu Widya Ningsih ( 1011011110 )
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2011
ii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat beliaulah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Berdasarkan mata kuliah yang telah diberikan, kami memberi judul makalah ini
Teori-Teori Konseling dengan membahas secara khusus “Pendekatan Konseling
Behavioral”.
Seorang konselor yang memberikan pelayanannya kepada masyarakat atau
individu yang membutuhkan bantuannya untuk penyelesaian masalah yang
dihadapinya harus mengetahui dan memahami tentang berbagai teori-teori yang
terdapat dalam konseling. Teori-teori inilah yang nantinya akan dipraktekan
dalam pemberian layanan kepada konseli namun, teori yang perlu dikuasai tidak
satu atau dua teori saja karena penggunaan teori tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan pada saat memberikan layanan, selain itu setiap teori memiliki
kekurangan dan kelebihannya masing-masing, oleh karena itu sebaiknya seorang
konselor juga memahami teori-teori lain yang ada dalam bidang bimbingan
konseling.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari
pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses
penyusunan dan pembuatan makalah ini. Rasa terimakasih kami sampaikan
kepada Bapak dosen pembimbing Kadek Suranata, S.Pd., M.Pd., Kons. yang telah
bersedia menuntun dan membantu kami dalam pembuatan makalah ini serta
narasumber dan pihak-pihak lainnya yang turut serta membantu demi
terselesaikannya makalah ini sesuai dengan apa yang telah diharapkan
sebelumnya.
Kami sebagai manusia yang banyak memiliki kekurangan menyadari
bahwa apa yang kami sampaikan dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dalam proses penyampaiannya maupun isi atau hal-hal yang
terkandung di dalamnya. Maka dari itu kami selaku penulis dan penyusun
makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang kami
banggakan yang bersifat membangun sehingga dapat membantu kami untuk dapat
iii
lebih menyempurnakan lagi makalah yang kami buat ini. Kami sangat berharap
apa yang kami sajikan dan apa yang kami sajikan dalam makalah ini dapat
memberikan manfaat-manfaat yang sedianya dapat berguna pagi pembaca pada
umumnya dan para calon konselor pada khususnya sehingga apa yang menjadi
tujuan pendidikan di Indonesia serta tujuan Bangsa Indonesia dapat tercapai
sebagaimana yang diharapkan.
Singaraja, 15 September 2011
Kelompok 7,
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
Latar Belakang Masalah................................................................ 1
Rumusan Masalah.......................................................................... 1
Tujuan............................................................................................ 2
Manfaat.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 3
Pengantar....................................................................................... 3
Konsep-konsep Dasar.................................................................... 4
Tujuan Terapiutik........................................................................... 6
Fungsi dan Peranan Terapis............................................................ 8
Proses Terapiutik............................................................................ 8
Prosedur dan Teknik Terapiutik..................................................... 9
BAB III PENUTUP................................................................................... 23
Kesimpulan..................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 24
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah.
Sebagai seorang konselor yang bertugas untuk memberikan
pelayanan kepada individu-individu yang membutuhkan bantuanya tanpa
memandang jenis kelamin, usia, profesi, etnis, agama, dsb, harus didukung
oleh pengetahuan intelektual yang mendukung untuk melaksanakan
pelayanan konseling kepada klien. Pengetahuan ini sendiri telah diperoleh
ketika seorang calon konselor menjalani pengembangan profesi prajabatan
yaitu ketika masih mengikuti pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan
pencetak setingkat universitas. Masih dalam hubungan antara
pengembangan jabatan dan dalam jabatan, seorang calon konselor selama
mengikuti pendidikan prajabatan ini dituntut untuk menguasai berbagai
ilmu atau pun hal-hal yang perlu untuk dimiliki dan dikuasai oleh seorang
calon konselor agar nantinya ketika ia menjadi seorang konselor dapat
memberikan pelayanan kepada individu-individu yang membutuhkan
bantuan dan bimbingannya. Salah satu hal yang perlu dikuasai oleh
seorang konselor adalah penguasaan terhadap konsep teori-teori konseling
yang dicetuskan oleh ahli-ahli dalam bidang bimbingan konseling. Salah
satunya adalah teori pendekatan konseling behavioral. Dalam pemberian
pelayanan nantinya seorang konselor dapat menggunakan teori pendekatan
konseling behavioral dengan teknik-teknik tertentu yang tentunya berbeda
dengan teori lainnya. Oleh karena itu seorang konselor atau calon konselor
perlu untuk memahami dan menguasai teori pendekatan konseling
behavoral.
2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan apa yang tedapat di dalam latar belakang masalah,
maka yang menjadi rumusan masalah di sini adalah :
- Bagaimana penerapan teori pendekatan behavioral dalam
praktik konseling yang meliputi proses terapiutik, teknik dan
prosedur ?
2
3. Tujuan.
Sesuai dengan apa yang terdapat dalam latar belakang masalah,
rumusan malasah, maka yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini
adalah :
- Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang konsep teori
pendekatan konseling behavoral kepada pembaca pada
umumnya dan kepada calon konselor pada khususnya.
- Pembaca atau calon konselor memperoleh pengetahuan tentang
bagaimana proses terapiutik dengan teori pendekatan konseling
behavioral.
4. Manfaat.
Berdasarkan apa yang terdapat dalam latar belakang masalah,
rumusan masalah, dan tujuan, maka yang menjadi manfaat pembuatan
makalah ini adalah :
- Pembaca atau calon konselor memperoleh pemahaman tentang
konsep-konsep teori pendekatan konseling behavioral.
- Calon konselor atau pun pembaca mengetahui bagaimana
penerapan teori pendekatan konseling behavioral dalam praktek
konseling.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengantar.
a. Ikhtisar.
Terapi behavior secara relatif adalah pendatang baru dalam
lingkungan psikoterapi. Baru pada akhr 1950-an terapi itu muncul
sebagai suatu pendekatan yang sistematis dalam penilaian dan
perlakuan pada gangguan-gangguan psikologis. Dalam tahap-tahap
awalnya perkembangan, terapi behavior diberikan batasan-batasan
sebagai aplikasi teori belajar modern pada perlakuan problem-problem
klinis. Kata teori belajar modern kemudian menunjuk kepada prinsip-
prinsip dan prosedur kondisioning klasik dan operan. Terapi behavior
dipandang sebagai perluasan behaviorisme kepada bentuk-bentuk
kompleks dan canggih.
Sekarang terapi behavior ditandai oleh beragamnya pandangan.
Sekarang terdapat suatu rentangan luas prosedur yang beraneka ragam
dengan rasional teori yang berbeda, dan terbuka untuk
dipermasalahkan mengenai landasan konseptual, persyaratan
metodologi, dan bukti kemujarabannya ( Kazdin & Wilson, 1978 ).
Teori behavioral merupakan teori menyeluruh dan menjelaskan
prinsip-prinsip tingkah laku manusia dipelajari. Dan menurut Watson
seorang anak bisa dilatih dari kelahirannya untuk menjadi apa saja,
artis, dokter, peminta-minta, pencuri. Pandangan bahwa kemampuan,
bakat, watak dan tabiat mental itu merupakan ciri-ciri menurun tidak
bisa diterima karena hal-hal tersebut tergantung dari latihan. Dalam
hal ini tergantung pada rangsangan-rangsangan, respon-respon, dan
pengkondisian lingkungan dimana ia berada dengan bantuan hal-hal
yang bersifat kebiasaan. Respon-respon bisa terbuka atau tertutup,
dipelajari atau tidak.
4
2. Konsep-konsep dasar.
Berbagai pendekatan dalam terapi behavioral sekarang termasuk
( a ) analisa tinggkah laku yang diterapkan, ( b ) model stimulus respons
neobehavioristik, ( c ) teori belajar sosial, ( d ) modifikasi tingkah laku
kognitif.
Sebenarnya keempat pendekatan ini berbeda dalam tingkat
penggunaan konsep-konsep kognitif dan prosedur. Pada satu titik ujung
kontinum ini adalah analisa tingkah laku yang diterapkan, yang
berfokuskan ekslusif pada tingkah laku yang dapat diobservasi dan
menolak semua proses yang merantarai kognitif. Pada titik ujung yang lain
adalah teori belajar sosial dan modifikasi tingkah laku kognitif yang
menyadarkan dri dengan berat pada teori-teori kognitif.
- Analisa tingkah laku yang diterapkan.
Pendekatan ini adalah suatu perluasan langsung dari
behviorisme radikal Skinner ( 1953 ), mendasakan diri apda
kondisioning operan, asumsi mendasar menyatakan bahwa tingkah
laku adalah konsekuensi-konsekuensinya. Selain dari pada itu,
prosedur perlakuan didasarkan atas merubah hubungan antara
tingkah laku yang menampak dengan konsekuensi-konsekuensinya.
Analisa tingkah laku terapan menggunakan teknik-teknik
berdasarkan pada penguatan, hukuman, ekstingsion, kontrol
stimulus dan prosedur-prosedur lain berasal dari riset laboratorium.
Proses-proses kognitif dianggap sebagai pristiwa-pristiwa pribadi
dan tidak dipandang sebagai subyek yang layak untuk analisa
ilmiah. Analisa tingkah laku terapan juga dibedakan oleh
metodologi untuk menilai hasil perlakuan. Fokus adalah pada studi
intensif pada subyek perorangan.
- Model stimulus-respon menengahi neobehavioristik.
Sifat pendekatan ini adalah pemakainan asas-asas
kondisioning klasik dan kondisioning penghindaran. Itu berasal
dari teori belajar Ivan Pavlov, E. R. Gutrie, Clark Hull, O. H.
Mowrer, dan N. E. Miller. Berbeda dengan pendekatan operan,
5
model stimulus-respon adalah bersifat menengahi dengan variabel
mencampuri dan diutamakan konstruk-konstruk hipotesis. Contoh
sifat menengahi pendekatan ini adalah yang paling penting sekali
dinyatakan kecemasan. Teknik-teknik perlakuan desentisasi erat
sekali terkait dengan model ini, keduanya terarahkan
menghilangkan kecemasan yang melatarbelakangi dan yang
diasumsikan menimbulkan gangguan phobia. Pristiwa-pristiwa
pribadi, terutama khayalan, merupakan bagian integral pendekatan
ini, termasuk desentisasi sistemik, teknik-teknik kondisioning
tersembunyi seperti sensitisasi tersembunyi. Rasional di belakang
semua metode ini adalah proses tersembunyi mengikuti hukum-
hukum belajar yang mengatur tingkah laku yang nampak.
- Teori belajar sosial.
Pendekatan belajar sosial pada terapi behavioral tergantung
atas teori bahwa tingkah laku berdasarkan atas tiga sistem terpisah
tetapi merupakan sistem pengatur yang saling berkaitan ( Bandura,
1977 ) itu adalah ( a ) pristiwa-pristiwa stimulus eksternal, ( b )
penguat eksternal dan yang paling penting, proses perantara
kognitif.
Dalam pendekatan belajar sosial, pengaruh pristiwa-
pristiwa lingkungan pada tingkah laku sebagian besar ditentukan
oleh proses-proses kognitif, yang mengatur pengaruh-pengaruh
lingkungan apa yang diperhatikan, bagaimana pengaruh-pengaruh
itu dirasakan, dan bagaimana individu menginterpretasi hal-hal itu.
Teori belajar sosial berdasarkan atas model proses sebab akibat
yang saling mempengaruhi dalam tingkah laku manusia. Fungsi
psikologis menurut pandangan ini, melihat suatu interaksi timbal
balik antara tiga pengaruh tingkah laku, proses kognitif, dan faktor-
faktor lingkungan. Bandura ( 1977 ) menyatakan sebagai berikut :
Faktor-faktor lingkungan dan pribadi tidak berfungsi sebagai
penentu yang berdiri sendiri, mereka saling menentukan satu
sama lain, atau tidak dapat “pribadi” dianggap sebagai
6
penyebab yang berdiri sendiri atas tingkah laku mereka.
Sebagian besar tingkah laku mereka yang orang menciptakan
kondisi-kondisi lingkungan yang mempengaruhi tingkah laku
mereka dalam cara timbal balik. Pengalaman yang ditimbulkan
oleh juga sebagian menentukan apa yang individu pikir, harap
dan dapat lakukan yang pada gilirannya mempengaruhi tingkah
laku berikutnya. ( h. 345 ).
Dalam teori sosial, pribadi adalah pelaku perubahan, teori
menekakan kemampuan manusia untuk perubahan tingkah laku
yang terarahkan.
- Modifikasi tingkah laku kognitif.
Pendekatan keempat ini mengandung sejumlah prosedur
yang berbeda-beda, beberapa di antaranya adalah yang
dikembangkan di luar aliran pokok terapi behavior. Teknik-teknik
yang mempunyai ciri-ciri paling menonjol dalam modifikasi
tingkah laku kognitif adalah ditunjuk sebagai restrukturing kognitif
( cognitive restructuring ). Satu bentuk restrukturing kognitif
adalah terapi rasional emotif ( RET ) Ellis ( 1962 ). Asumsi dasar
pendekatan ini bahwa bukan pengalaman itu sendiri, tetapi
interpretasi orang pada pengalaman yang menyebabkan gangguan
psikologis. Terapi terdiri atas persuasi dan argumentasi yang
diarahkan pada perubahan ide-ide yang tidak rasional. Tugas-tugas
behavioral khusus juga digunakan untuk merubah persepsi-persepsi
dan interpretasi-interpretasi kejadian kehidupan penting yang keliru.
3. Tujuan Terapiutik.
Tujuan terapi menempati kedudukan yang amat penting dalam
terapi behavior. Kelien memilih tujuan-tujuan konseling, terutama yang
dirumuskan semenjak permulaan proses terapi untuk menentukan tingkat
pencapaian tujuan.
Tujuan umum terapi behavior adalah menciptakan kondisi-kondisi
baru untuk belajar. Asumsinya adalah bahwa pengalaman belajar yang
demikian itu akan dapat memperbaiki tingkah laku yang bermasalah.
7
Fokus terapi adalah pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku
sekarang dan apa yang dilakukan untuk merubah tingkah laku itu. Urutan
pemilihan dan penentuan tujuan digambarkan oleh Cormier dalam Cormier
( 1985, h 220-221 ). Proses ini menunjukan sifat esensial hubungan kerja
sama antara terapis dan klien :
- Konselor menerangkan maksud tujuan.
- Klien merinci perubahan positif yang diinginkan sebagai hasil
konseling.
- Klien dan konselor menentukan apakah tujuan-tujuan yang
dirumuskan adalah perubahan-perubahan yang “dimiliki” oleh
klien.
- Bersama-sama mereka mengeksplorasi apakah tujuan-tujuan
itu realistis.
- Mereka membahas keuntungan-keuntungan tujuan yang
mungkin
- Mereka membahas kerugian-kerugian tujuan yang mungkin.
- Atas dasar informasi yang diperoleh mengenai tujuan-tujuan
yang dirumuskan klien, konselor dan klien membuat salah satu
keputusan yang meliputi : melanjutkan konseling, meninjau
kembali tujuan klien, atau mencari referal.
Corey ( 1991 ) meringkas tujuan dari terapi perilaku sebagai:
Secara umum untuk menghilangkan perilaku malasuai dan belajar
berperilaku lebih efektif. Memusatkan perhatian pada faktor yang
mempengaruhi perilaku dan memahami apa yang bisa dilakukan terhadap
perilaku yang menjadi masalah. Pasien atau klien memiliki peran aktif
dalam menentukan tujuan terapi dan melakukan penilaian bagaimana
tujuan-tujuan dapat dicapai.
Ivey et al. ( 1987 ) meringkas tujuan terapi perilaku sebagai berikut:
Untuk menghilangkan perilaku dan kesalahan yang telah terjadi melalui
proses belajar dan menggantinya dengan pola perilaku yang lebih sesuai.
Arah perubahan perilaku secara khusus ditentukan oleh pasien atau klien.
8
Tujuan terapi perilaku dengan orientasi ke arah kegiatan konseling,
menurut George & Cristiani ( 1981 ) adalah:
- Mengubah perilaku malasuai pada klien.
- Membantu klien belajar dalam proses pengambilan keputusan
secara lebih efisien.
- Mencegah munculnya masalah dikemudian hari.
- Memecahkan masalah perilaku khusus yang diminta oleh
klien.
- Mencapai perubahan perilaku yang dapat dipakai dalam
kegiatan kehidupannya.
4. Fungsi dan peranan terapis.
Terapis behavior fungsi khasnya adalah sebagai seorang guru,
pengarah, dan ahli dalam mendiagnosa tingkah laku terganggu dan dalam
menentukan prosedur perbaikan, yang diharapakan akan dapat
menyebabkan tingkah laku terbaiki. Fungsi penting lainnya adalah peranan
percontohan terapis bagi klien. Bandura ( 1969, 1971a, 1977 )
mengemukakan bahwa sebagian terbesar proses belajar yang terjadi
melalui pengalaman langsung dan juga dapat diperoleh melalui observasi
tingkah laku orang lain.
5. Proses terapiutik.
Salah satu sumbangan untuk terapi behavior adalah memberi
terapis suatu sistem prosedur yang terumus dengan baik untuk digunakan
dalam kontek peranan yang terumus baik. hal itu juga memberikan
peranan yang jelas dan menekankan pentingnya kesadaran dan
keikutsertaan klien dalam proses terapiutik. Klien harus terlibat dengan
aktif dalam pemilihan dan penentuan tujuan-tujuan, harus memiliki
motivasi untuk berubah, dan harus bersedia untuk bekerja sama dalam
melaksanakan kegiatan terapiutik. Klien didorong untuk bereksperimen
guna meperluas khasanah tingkah laku yang tepat untuk dirinya, klien
harus berbuat jauh dari pada sekedar menumbuhkan pemahaman, mereka
harus bersedia mengambil resiko-resiko. Keberhasilan dan kegagalan
9
mencoba melaksanakan tingkah laku baru merupakan bagian penting
perjalanan terapiutik.
6. Prosedur dan teknik terapeutik.
Prosedur dan teknik terapiutik yang digunakan oleh terapis
behavioral sesuai, khususnya untuk klien tertentu dari pada dipilih secara
acak dari sebuah “karung teknik”. Terapis sering kali sangat kreatif dalam
rancangan intervensi mereka. Berikut ini Corey menjelaskan satu
rentangan teknik-teknik behavior yang dapat digunakan oleh para praktisi :
- Latihan relaksasi dan metode-metode yang berkaitan.
Latihan ini bertujuan untuk mengendorkan syaraf da
mental dan metode ini mudah dipelajari. Setelah klien belajar
dasar-dasar prosedur pengendoran, mutlak mereka melakukan
latihan-latihan ini setiap hari agar memperoleh hasil yang
maksimal. Latihan pengendoran mengandung beberapa unsur
yang secara khas memerlukan empat sampai delapan jam
pelajaran. Klien diberikan serangkaian perintah yang meminta
mereka untuk mengendorkan syaraf. Mereka beranggapan
suatu posisi yang santai dan pasif dalam suatu lingkungan yang
tenang maka selama itu akan terjadi pengendoran. Pada waktu
yang bersamaan memusatkan pikiran kepada gambaran dan
pikiran yang menyenangkan. Pengendoran ini akan menjadi
suatu kebiasaan apabila dilakukan selama 20 atau 25 menit
setiap hari. Prosedur lain yang serupa dengan metode
pengendoran adalah hipnose, biofeedback, latihan otogenik dan
meditasi. Instruksi-instruksi pengendoran mengandung banyak
kesamaan dengan sugesti hipnose, termasuk sugesti untuk
santai dan untuk mencapai keadaan tenang. Biofeedback,
menggunakan instrumen guna memberikan umpan balik
kepada seseorang yang terus-menerus dan mengenai fungsi-
fungsi tubuhnya, seperti denyut jantung yang secara normal
orang tidak menyadarinya. Prosedur ini dapat digunakan
sebagai suatu cara untuk mengajari orang menjadi sadar akan
10
tingkat pengendoran. Latihan otogenik berisi serangkaian
instruksi-instruksi untuk membantu klien memperoleh kontrol
atas fungsi-fungsi otonomi. Berbagai prosedur meditasi dapat
dipelajari sebagai suatu pelengkap metode-metode
pengendoran, dan meditasi dapat diintegrasikan ke dalam sesi
latihan sehari-hari dalam belajar untuk bisa menjadi santai.
Dasar umum untuk melaksanakan ini diberikan oleh Bernstein
& Given ( 1984 ) sebagai berikut:
Mengajarkan klien bagaimana meregangkan otot-otot.
Klien memulai meregangkan otot setelah terapis
mengatakan “sekarang!”. Peregangan dipertahankan
selama lima sampai tujuh detik. Perhatian klien
dipusatkan pada timbulnya perasaan karena
peregangannya dengan ucapan yang tepat.
Klien mengendorkan peregangan dan memulai relaks
setelah mendengar perkataan relaks. Suruhlah klien
memusatkan pada perasaan relaks sebagai pengganti
perasaan tegang. Pakailah ucapan-ucapan yang tepat
untuk membantu klien mengarahkan perhatian secara
langsung, agar merasakan relaks [yang disertai
perasaan nyaman] selama kira-kira 30-40 detik.
Ulangi siklus peregangan-pengendoran pada otot yang
sama, tetapi beri waktu sedikit lebih banyak untuk
merasakan relaks, yakni sekitar 40-50 detik.
Meminta klien untuk memberikan tanda [misalnya
dengan mengangkat jari] kalau ototnya tidak
sepenuhnya relaks. Dalam keadaan demikian, dapat
diulang.
Sering kali terjadi jika klien diminta melakukan
peregangan pada sesuatu kelompok otot, kelompok otot
lain akan terpengaruh dan ikut tegang. Karena itu
setelah latihan pertama, kepada klien diminta hanya
11
meregangkan pada kelompok otot yang diminta dan
mencegah agar kelompok otot lain tidak terpengaruh.
Pengulangan langkah-langkah tersebut di atas untuk
kelompok otot yang lain sampai ke-14 kelompok otot
telah dilakukan.
Setelah ke-14 kelompok otot terjadi pelemasan, terapis
mengarahkan perhatian pasien atau klien agar merasakan relaks
( nyaman ) pada seluruh tubuh, melalui ucapan-ucapan yang
sugestif dan menyuruhnya melakukan pernapasan dalam.
Setelah itu baru dilakukan langkah-langkah lebih lanjut. Ke-14
kelompok otot tersebut ialah:
Yang dominan pada tangan dan lengan.
Yang tidak dominan pada tangan dan lengan.
Dahi dan mata.
Pipi bagian atas dan hidung.
Dagu, muka bagian bawah, leher.
Pundak, punggung bagian atas, dada.
Perut.
Pinggul.
Yang dominan pada paha.
Yang dominan pada kaki.
Yang dominan pada tapak kaki.
Yang tidak dominan pada paha.
Yang tidak dominan pada kaki.
Yang tidak dominan pada tapak kaki.
Jika pasien atau klien berhasil mencapai keadaan relaks setelah
tiga kali pertemuan, pengelompokan otot bisa diperbesar
menjadi lima kelompok, yaitu:
Lengan dan tangan bersama-sama.
Semua otot muka.
Dada, pundak, punggung bagian atas, perut.
Pinggul dan pangkal paha.
12
Kaki dan tapak kaki.
Efek dan latihan relaksasi menurut Masters, et al (1987 ), adalah:
Meningkatnya pemahaman mengenai ketegangan otot.
Meningkatnya kemampuan untuk menguasai
ketegangan otot.
Meningkatnya kemampuan untuk menguasai kegiatan
yang terjadi dengan sendirinya.
Meningkatnya kemampuan untuk menguasai kegiatan
kognitif, meliputi pemusatan perhatian [konsentrasi].
Berkurangnya ketegangan otot.
Berkurangnya perasaan bergelora secara kefaalan.
Berkurangnya perasaan cemas dan emosi lain yang
negatif.
Berkurangnya kekhawatiran.
- Desentisasi Sistematis.
Prosedur yang dilakukan dalam teknik ini adalah :
Stimulus yang menimbulkan kecemasan dalam suatu
bidang tertentu, seperti penolakan, keirihatian, kritik,
atau suatu phobia dianalisis. Terapis menyusun daftar
situasi yang terurut, yang menimbulkan kecemasan atau
penghindaran. Hirarki disusun dalam bentuk urutan dari
situasi yang terburuk sehingga klien dapat
menggambarkan situasi yang menimbulkan kecemasan
paling kecil. Misalnya jika telah ditentukan klien
memiliki kecemasan paling tinggi pada penolakan,
situasi yang menimbulkan kecemasan yang paling
tinggi mungkin adalah penolakan oleh suami/istri,
kemudian oleh teman dekatnya, selanjutnya oleh teman
kerjanya. Situasi yang paling baik atau menimbulkan
kecemasan paling kecil adalah tidak diperhatikan ketika
pelaksanaan suatu kegiatan.
13
Selama beberapa sesi permulaan klien diberikan latihan
pengendoran, yang berdasarkan teknik yang digariskan
oleh Jacobson ( 1938 ) dan diuraikan lebih terperinci
oleh Wolpe ( 1969 ). Disarankan pikiran -pikiran dan
gambaran-gambaran situasi-situasi yang dahulu
menciptakan suasana santai. Penting bagi klien untuk
mencapai suatu keadaan yang tenang dan damai. Klien
diajarkan bagaimana mengendorkan semua syaraf
dengan penekanan pada syaraf muka. Syaraf tangan
yang kendor pertama, diikuti oleh kepala, kemudian
leher dan bahu, punggung, perut dan dada dan
kemudian anggota tubuh bagian bawah. Klien diminta
untuk melatih pengendoran di luar sesi kurang lebih 30
menit setiap hari. Bila klien sudah belajar pengendoran
dengan tepat, prosedur desentisasi dimulai.
Proses desentisasi meliputi klien menjadi santai
sepenuhnya dengan mata terpejam. Terapis
menggabarkan serangkaian adegan-adegan dan
meminta klien untuk mengkhayalkan dirinya dalam
setiap adegan. Jika klien masih tetap santai klien
diminta untuk mengkhayalkan adegan yang paling
kurang menimbulkan kecemasan. Terapi berpindah
secara progresif ke hirarki sehingga klien sampau klien
memberikan tanda-tanda bahwa dia mengalami
kecemasan adalah pada saat mana adegan dihentikan.
Kemudian pengendoran dibuat lagi dan klien
melakukan semua adegan dalam hirarki. Perlakuan
berakhir sampai klien mampu untuk tetap santai dalam
keadaan yang sebelumnya menimbulkan kecemasan
dan merupakan adegan yang paling mengganggu.
Desentisasi sistematis adalah suatu teknik yang sesuai
untuk perlakuan phobia, tetapi merupakan kesalahan
14
pengertian jika teknik ini digunakan untuk perlakuan
ketakutan. Teknik ini dapat digunakan secara efektif
untuk sebagian besar macam-macam situasi yang
menimbulkan kecemasan, termasuk ketakutan-
ketakutan.
- Kupon ekonomi.
Kupon ekonomi adalah suatu pendekatan behavior yang
berdasarkan atas asas-asas kondisioning operan Skinner,
termasuk penguatan. Tetapi dari pada menggunakan penguatan
secara langsung, kupon dihadiahkan untuk ditukarkan dengan
bermacam-macam barang yang diinginkan klien, tidak
digunakan untuk individu-individu, pendekatan ini biasanya
digunakan untuk lingkungan kelompok, seperti kelas sekolah,
rumah untuk pemuda yang melanggar ketertiban sosial, atau
ruangan psikiatri. Kupon ekonomi bertujuan untuk
mengembangkan tingkah laku yang dapat menyesuaikan
dengan memberikan penguatan dengan kupon. Ayllon dan
Azrin ( 1968 ) yang telah dipuji karena mengembangkan
aplikasi kupon ekonomi, menggambarkan penggunaan teknik-
teknik dalam suatu lembaga kejiwaan negara untuk menangani
penderita psikotik. Para penghuni dianggap tidak
berpengharapan, sebagian besar dari mereka dirawat dalam
waktu yang cukup lama, dan mereka tidak mampu merawat
diri mereka. Dengan sistem kupon ekonomi mereka diberikan
kesempatan untuk melakukan “pekerjaan”. Untuk pekerjaan
seperti mengatur tempat tidur, menggosok gigi mereka,
menyisir rambut, mereka diberikan kupon. Mereka mungkin
mendapatkan kupon lebih banyak dengan membersihkan
ruangan dan melaksanakan kewajiban rutin lainnya. Kemudian
mereka dapat menjual kupon yang mereka peroleh untuk
membeli sesuatu dan untuk kekayaan sehingga mereka dapat
meningkatkan kualitas hidup mereka. Sistem ini sangat efektif
15
untuk mengarahkan klien untuk pemeliharaan diri dan
pemeliharaan ruangan. Terdapat peningkatan interaksi di
antara pasien dalam ruangan. Para pasien belajar memikul
tanggung jawab lebih besar, begitu mereka melakukannya
maka rasa kepercayaan diri mereka akan meningkat. Mereka
menjadi kurang bergantung, lebih mampu dan lebih
bertanggung jawab. Penguatan yang mereka peroleh untuk
beberapa tingkah laku dapat memberikan pengaruh pada
perubahan seluruh tingkah laku mereka. Efektivitas modifikasi
perilaku amat tergantung kepada eksistensi lingkungan sosial
terkontrol, yang menjadikan prilaku si obyek dapat dikuatkan
secara konsisten ke arah yang diinginkan. Guna kefektifan
yang kekal, maka penting sekali bahwa kupon ekonomi secara
berangsur-angsur diberhentikan dengan penguatan sosial
( pujian lisan ) yang dapat diguanakan sebagai suatu cara
meningkatkan motivasi intrinsik.
- Hukuman
Adalah suatu intervensi kondisioning operan yang
digunakan untuk mengurangi tingkah laku yang tidak
diinginkan. Teknik ini terdiri atas pemberian stimulus yang
tidak menyenangkan sebagai suatu konsekuensi tingkah laku
yang telah dilakukan. Skinner sering kali percaya bahwa
hukuman sering kali tidak menekan tingkah laku, hukuman
hanya mengurangi kecenderungan merespon. Jika hukuman
digunakan seharusnya diiringi dengan penguatan positif. Riset
yang dilakukan Skinner menunjukan bahwa hukuman sangat
kurang dari pada kontrol positif.
- Metode-metode percontohan.
Pengaruh dan peniruan melalui penokohan ( modeling ),
menurut Bandura ( yang dikutip oleh Corey, 1991 ) ada tiga
hal, yakni:
16
Pengambilan respons atau keterampilan baru dan
memperlihatkan dalam perilakunya setelah memadukan
apa yang diperoleh dari pengamatannya dengan pola
perilaku yang baru. Contohnya: Keterampilan baru dalam
olahraga, dalam hubungan sosial, bahasa atau pada anak
dengan penyimpangan perilaku yang tadinya tidak mau
berbicara, kemudian mau lebih banyak berbicara.
Hilangnya respons takut setelah melihat tokoh ( sebagai
model ) melakukan sesuatu yang oleh si pengamat
menimbulkan perasaan takut, namun pada tokoh yang
dilihatnya tidak berakibat apa-apa atau akibatnya bahkan
positif. Contoh: Tokoh yang bermain-main dengan ular
dan ternyata ia tidak digigit.
Pengambilan sesuatu respons dari respons-respons yang
diperlihatkan oleh tokoh yang memberikan jalan untuk
ditiru. Melalui pengamatan terhadap tokoh, seseorang
terdorong untuk melakukan sesuatu yang mungkin sudah
diketahui atau dipelajari dan ternyata tidak ada hambatan.
Contoh: Remaja yang berbicara mengenai sesuatu mode
pakaian di televisi.
Istilah percontohan ( modeling ), belajar dengan
mengamati ( observation learning ), menirukan ( imitation ),
belajar sosial ( social learning ), dan belajar mengalami
dipergunakan saling bergantian. Melalui proses belajar
mengamati, klien dapat belajar melaksanakan perbuatan-
perbuatan yang diinginkan tanpa belajar trial and error.
Bandura ( 1969 , 1971a, 1971b, 1977 ) menekankan
pentingnya peranan percontohan dalam pengembangan dan
perubahan tingkah laku manusia. Tipe-tipe model yang dapat
digunakan seperti model hidup dapat mengajarkan klien
tingkah laku yang sesuai, mempengaruhi sikap dan nilai serta
mengajarkan keterampilan-keterampilan sosial. Terapis dapat
17
bertindak sebagai model hidup untuk kliennya melalui tingkah
laku yang sebenarnya yang dilakukan selama sesi-sesi terapi,
terapis juga dapat mempengaruhi dengan contoh yang
berlawanan dari contoh yang positif. Model simbolik dapat
pula digunakan yang dipertunjukan dalam media visual seperti
video. Berdasarkan bukti riset Bandura ( 1969 ) menulis bahwa
model-model simbolik telah berhasil dalam berbagai situasi.
Model ganda terutama relevan dengan terapi kelompok.
Pengamat dapat merubah sikap dan belajar keterampilan-
keterampilan baru dengan cara mengamati teman-teman dalam
kelompoknya yang berhasil ( atau melalui pengamatan pada
pemimpin kelompok ). Keuntungan model ganda adalah bahwa
pengamat dapat belajar berbagai cara alternatif untuk tingkah
laku, karena mereka dapat menyakskan berbagai gaya tingkah
laku yang sesuai dan telah berhasil.
Teknik peniruan melalui penokohan, dapat dipakai untuk
menghadapi pasien atau klien yang menderita fobia, penderita
ketergantungan atau kecanduan obat-obatan atau alkohol,
bahkan dapat dipakai untuk menghadapi penderita dengan
gangguan kepribadian yang berat seperti psikosis, khususnya
agar memperoleh keterampilan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Juga bisa dipergunakan dalam
menghadapi anak dengan fobia tertentu seperti fobia terhadap
dokter gigi, atau anak-anak yang mengalami hambatan dalam
pergaulan, misalnya di sekolah.
- Latihan asersi
Menurut Christoff & Kelly [1985], ada tiga kategori
perilaku asertif yakni:
Asertif penolakan. Ditandai oleh ucapan untuk
memperhalus seperti: maaf.
Asertif pujian. Ditandai oleh kemampuan untuk
mengekspresikan perasaan positif seperti menghargai,
18
menyukai, mencintai, mengagumi, memuji dan
bersyukur.
Asertif permintaan. Jenis asertif ini terjadi kalau
seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu yang
memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai,
tanpa tekanan atau paksaan. Dari uraian ini terlihat
bahwa perilaku asertif adalah perilaku yang
menunjukkan adanya keterampilan untuk bisa
menyesuaikan dalam hubungan interpersonal, dalam
lingkungan sosial. Sebaliknya dari perilaku yang tidak
asertif, ialah misalnya, agresivitas.
Terdapat enam strategi klinis yang secara khas para terapis
pergunakan selama berlangsungnya latihan asersi ( Bellak &
Hersen, 1977 ) :
Perintah : terapis mengatakan kepada klien tingkah
laku khusus yang diharapkan.
Umpan balik. : ini menunjuk kepada komentar terapis atas
tingkah laku klien setelah perintah untuk melaksanakan
seperangkat tingkah laku. Umpan balik positif dan negatif
telah ditunjukan untuk menyebabkan terjadinya perbahan
tingkah laku yang menonjol.
Percontohan : pada saat-saat tertentu terapis akan
meragakan dengan sesungguhnya prilaku yang diinginkan
agar klien menirukan. Model-model hidup atau pun video
keduanya dipergunakan.
Latihan tingkah laku : ini melibatkan bermain peran
selama sesi-sesi berlangsung. Keduanya adalah tingkah
laku yang efektif dan tidak efektif dalam situasi-situasi
hubungan antar pribadi dan performa-performa dilatihkan
dalam berbagai situasi.
Penguatan sosial : ini menyangkut pemberian pujian klien
bilamana mereka memperoleh respon yang diinginkan.
19
Suatu respon sasaran yang ditentukan dibentuk atas suatu
dasar yang bertingkat dengan menggunakan pujian.
Tugas pekerjaan rumah : suatu bagian integral latihan
asersi adalah melaksanakan tugas-tugas pekerjaan rumah
khusus yang bersifat behavioral. Melalui tugas-tugas ini
klien dapat membawa apa yang telah mereka pelajari
dalam sesi-sesi pertemuan ke dalam kehidupan sehari-hari,
dan mereka mampu menggunakan hasil belajar baru ini ke
dalam situasi-situasi hubungan antar pribadi dalam
kehidupan nyata.
Menurut Alberti ( 1977 ) ( salah seorang tokoh yang
banyak menulis mengenai perilaku asertif ), latihan asertif
( atau terapi perilaku asertif-assertive behavior therapy, atau
latihan keterampilan sosial - social skills training ) adalah
prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih
perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan,
sikap, harapan, pendapat dan haknya. Prosedurnya adalah:
Latihan keterampilan, di mana perilaku verbal maupun
nonverbal diajarkan, dilatih dan diintegrasikan ke dalam
rangkaian perilakunya. Teknik untuk melakukan hal ini
adalah: peniruan dengan contoh [modeling], umpan balik
secara sistematik, tugas pekerjaan rumah, latihan-latihan
khusus antara lain melalui permainan.
Mengurangi kecemasan, yang diperoleh secara langung
[misalnya, pengebalan] atau tidak langsung, sebagai hasil
tambahan dari latihan keterampilan. Teknik untuk
melakukan hal ini antara lain dengan pendekatan
tradisional untuk pengebalan, baik melalui imajinasi
maupun keadaan aktual.
Menstruktur kembali aspek kognitif, di mana nilai-nilai,
kepercayaan, sikap yang membatasi ekspresi diri pada
klien, diubah oleh pemahaman dan hal-hal yang dicapai
20
dari perilakunya.Teknik untuk melakukan hal ini meliputi
penyajian didaktik tentang hak-hak manusia, kondisioning
sosial, uraian nilai-nilai dan pengambilan keputusan.
Sebagaimana diketahui, bahwa hambatan untuk
mengekspresikan diri pada seseorang, yaitu masyarakat,
kebudayaan, umur, jenis kelamin, status sosial-ekonomi,
keluarga, perlu diperhatikan karena kaitannya dengan hak-
hak pribadi seseorang.
Latihan asertif menurut Corey ( 1991 ), bisa bermanfaat untuk
dipergunakan dalam menghadapi mereka yang:
Tidak bisa mengekspresikan kemarahan atau perasaannya
yang tersinggung.
Mengalami kesulitan untuk mengatakan “tidak”.
Terlalu halus ( sopan ) yang membiarkan orang lain
mengambil keuntungan dari keadaannya.
Mengalami kesulitan untuk mengekspresikan afeksi
( perasaan yang kuat ) dan respons-respons lain yang
positif.
Merasa tidak memiliki hak untuk mengekspresikan pikiran,
kepercayaan dan perasaannya.
- Program-program swa-kelola dan tingkah laku yang
terarahkan-sendiri.
Dasar pendekatan ini ialah:
Jika kepada seseorang diberikan peran yang lebih aktif
dalam proses perubahan, akan lebih mudah mencapai
tujuan.
Pasien atau klien dapat mempergunakan keterampilan
dan teknik mengurus diri untuk menghadapi masalah,
yang dalam terapi tidak secara langung diperoleh.
Perubahan yang diperoleh harus benar-benar mantap
dan tidak berubah jika pasien atau klien menghendaki
perubahan.
21
Dalam program swa-kelola orang membuat keputusan-
keputusan berkenaan dengan tingkah laku khusus yang mereka
ingin kendalikan atau rubah. Contoh yang umum adalah
kebiasaan yang berlebihan dalam makan, minum dan merokok.
Orang sering kali menemukan bahwa alasan utama mereka
tidak mencapai tujuan mereka adalah karena kurangnya
keterampilan-keterampilan tertentu. Dalam bidang-bidang
semacam ini, pendekatan swa-pengarahan dapat memberikan
pedoman-pedoman garis besar untuk mengadakan perubahan
dan suatu rencana yang akan mengarahkan perubahan. Watson
dan Tharp ( 1985 ) memberikan suatu model yang dirancang
untuk perubahan yang terarahkan sendiri yaitu :
Pemilihan tujuan. Tahap awal dimulai dengan merinci
perubahan-perubahan apa yang diinginkan. Tujuan-tujuan
seharusnya dirumuskan dan tujuan-tujuan itu seharusnya
dapat diukur, dapat dicapai, positif, dan berarti bagi orang
yang bersangkutan.
Menterjemahkan tujuan-tujuan ke dalam tingkah laku
sasaran. Kemudian tujuan yang telah dipilih itu pada tahap
awal dicerminkan ke dalam tingkah laku sasaran.
Pertanyaan yang relevan : rangkaian tindakan apa yang
dapat mencapai tujuan saya ? Tingkah laku khusus apa
saja yang ingin saya tingkatkan atau kurangi ?
Merekam sendiri. Menurut Mahoney dan Thoreson
( 1974 ), langkah penting pertama dalam perubahan yang
terdiri atas tindakan mengamati dan merekam tingkah
lakunya sendiri dengan tepat. Usaha ini dapat
menumbuhkan kesadaran dan berfokus pada tingkah laku
yang konkrit dan yang dapat diamati dari pada
pengalaman yang lalu atau pengalaman perasaan.
Merumuskan suatu rencana perubahan. Suatu program
tindakan yang akan mengarahkan kepada perubahan
22
mungkin dapat menggantikan secara bertahap tindakan
yang tidak dikehendaki dengan suatu tindakan yang
diinginkan atau mempertinggi suatu tindakan yang
diinginkan. Program tersebut adalah penguatan sendiri
yaitu suatu peristiwa atau obyek yang dapat memberikan
pengaruh kepada individu. Yang penting dalam
menggunakan penguatan untuk merubah tingkah laku
adalah memilih ganjaran sendiri yang sesuai dan dapat
memotivasi secara pribadi. Program lainnya adalah
perjanjian sendiri yang merupakan rencana yang dapat
membantu klien tetap terikat untuk melaksanakan rencana
tindakan mereka dengan tingkat konsistensi tertentu.
- Multimodal therapy.
Multimodal terapy adalah suatu pendekatan yang
menyeluruh dan bulat dikembangkan oleh Arnold Lazarus
( 1971, 1981 ). Terapis multimodal mengajukan pertanyaan
“siapa atau apa yang terbaik untuk orang tertentu ini” jadi
mereka memberika perhatian yang besar bukan untuk berusaha
mencocokan klien pada suatu perlakuan yang telah ditentukan
lebih dulu. Para terapis multimodal secara tetap menyesuaikan
prosedur mereka agar dapat mencapai dengan efektif tujuan
klien dalam terapi. Skema multimodal Lazarus memberikan
suatu contoh bagaimana terapis behavior dapat menarik
metode-metode dari ketiga pendekatan behavior yang utama,
klasik, operan dan kognitif.
23
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.
Berdasarkan pada pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulakan
bahwa teori behavioral merupakan teori menyeluruh dan menjelaskan prinsip-
prinsip tingkah laku manusia dipelajari. Dalam penerapan teori konseling
pendekatan behavioral terdapat beberapa teknik yang mana masing-masing teknik
tersebut memiliki prosedur-prosedur yang berbeda satu sama lain seperti yang
sebelumnya telah dijelaskan pada pembahasan yang kesemuanya bertujuan untuk
membantu konseli mencapai tujuannya atau memecahkan masalahnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Rosjidan. 1988. Pengantar Teori-Teori Konseling. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta
1988.
Dharsana, I Ketut. 2010. Diktat Teori-Teori Konseling. Singaraja : Jurusan
Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja.
Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT. BPK Gunung
Mulia.
McLeod, John. 2008. Pengantar Konseling : Teori dan Studi Kasus. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.