makalah come
-
Upload
ieien-muthmainnah -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
description
Transcript of makalah come
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Upaya Pelayanan Kesehatan Kerja
Salah satu upaya dalam rangka menjamin kesehatan tenaga kerja secara
optimal adalah dengan memberikan pelayanan kesehatan sebaik mungkin terhadap
tenaga kerja disertai pengelolaan lingkungan dan peralatan kerja yang baik. Karena
tidak dapat disangkal bahwa kesehatan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh sistem
pelayanan kesehatan yang diberikan dan kondisi tempat kerja serta cara atau proses
kerja yang dihadapi tenaga kerja.1
Sesuai undang- undang yang berlaku (Permenakertrans No.: Per 03/Men/1982
tentang Pelayanan Kesehatan Kerja), poliklinik perusahaan sebagai salah satu bentuk
pelayanan kesehatan kerja harus dibawah tanggung jawab seorang dokter yang telah
memenuhi persyaratan antara lain telah mengikuti pelatihan hiperkes bagi dokter
perusahaan, demikian juga paramedis di poliklinik perusahaan diwajibkan mengikuti
pelatihan hiperkes. Hal ini dimaksudkan agar poliklinik perusahaan dapat melakukan
pencegahan dan pengobatan penyakit umum dan penyakit akibat kerja. Poliklinik
perusahaan harus melaksanakan aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
sesuai kondisi dan karakterisktik perusahaan.2
Ada beberapa sistem pelayanan kesehatan terhadap tenaga kerja seperti
poliklinik sendiri dan dilaksanakan oleh pihak luar perusahaan seperti sistem asuransi
seperti Jamsostek, perusahaan jasa pelayanan kesehatan tenaga kerja, fasilitas
kesehatan umum (puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan dan lain- lain). Di antara
sistem pelayanan tersebut, poliklinik perusahan merupakan salah satu pilihan yang
tepat. Poliklinik perusahaan dapat menjadi salah satu sub sistem dari manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahan sehingga dua aspek yaitu
pelayanan kesehatan tenaga kerja dan pengelolaan lingkungan kerja dapat dilakukan
bersama. Berbeda dengan sistem pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak luar
yang hanya menekankan pada aspek pelayanan kesehatan di segi kuratif.2
5
6
Aspek promotif dan preventif dapat juga menekan angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, sedang aspek kuratif dan rehabilitatif dapat menangani
kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut secara cepat tepat sehingga kapasitas
kerja dapat dipulihkan atau dioptimalkan. Fungsi poliklinik perusahaan tidak akan
maksimal sesuai yang diharapkan tanpa adanya dukungan atau kaitan langsung dari
manajemen perusahaan dan kerjasamanya dengan subsistem lain dalam rangka
pelaksanaan manajemen K3 secara keseluruhan di perusahaan.3
Adapun upaya klinik perusahaan antara lain sebagai berikut:2
1. Upaya Preventif
Upaya kesehatan preventif di perusahaan sangat penting karena sangat
berpengaruh terhadap kinerja karyawan yang berkaitan dengan kualitas
produk dan produktivitas perusahaan. Dari segi ekonomi juga akan
menghemat keuangan perusahaan karena upaya preventif tidak akan menekan
angka kejadian penyakit dan cedera di tempat kerja, tetapi juga angka
kecelakaan kerja. Sedangkan penyakit, cedera dan kecelakaan kerja
memerlukan biaya yang tidak ringan untuk mengatasinya dan di sisi lain
produktivitas perusahaan akan terganggu. Upaya preventif antara lain
meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan awal terhadap calon tenaga kerja
Tujuannya antara lain memperoleh tenaga kerja dengan tingkat kesehatan
yang setinggi-tingginya, memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan
pekerjaannya, menghindari tenaga kerja dari penyakit menular serta
mempunyai data kesehatan semua tenaga kerja sewaktu mulai bekerja.
Pemeriksaan kesehatan awal meliputi pemeriksaan fisik lengkap, rontgen
toraks, laboratorium rutin dan untuk pekerjaan tertentu perlu dilakukan
pemeriksaan sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang mungkin
terjadi.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala pada semua karyawan
Tujuannya antara lain mempertahankan tingkat kesehatan karyawan dan
deteksi dini gangguan kesehatan akibat pekerjaannya. Pemeriksaan
7
kesehatan berkala meliputi pemeriksaaan fisik lengkap, tes kesegaran
jasmani, rontgen toraks (bila perlu), laboratorium rutin dan pemeriksaan
lain sesuai indikasi.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus
Tujuannya antara lain adalah menilai pengaruh pekerjaan tertentu terhadap
karyawan, menentukan ada tidaknya gangguan kesehatan pada tenaga
kerja yang diduga menderita gangguan kesehatan, memantau tenaga kerja
yang beresiko tinggi terhadap gangguan kesehatan akibat pekerjaan
misalnya usia lebih dari 40 tahun, karyawan pasca kecelakaan atau sakit
yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 minggu, tenaga kerja
wanita, tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja usia muda yang melakukan
pekerjaan tertentu.
d. Melaporkan adanya penyakit akibat kerja yang ditemukan.
e. Penempatan dan pemindahan tenaga kerja pada tempat kerja yang sesuai
dengan kondisi kesehatannya.
f. Membuat laporan bulanan penyakit.
g. Pemantauan dan pengendalian lingkungan kerja dan alat-alat produksi.
h. Pemberian menu makanan sesuai kebutuhan kalori dan zat gizi.
2. Upaya Promotif
a. Pendidikan dan pelatihan tentang K3
Dilakukan secara berkala dengan materi disesuaikan dengan kondisi
perusahaan.
b. Safety talk
Diberikan oleh seorang supervisor atau ketua regu setiap akan memulai
pekerjaan, ini dilakukan terutama pada tempat atau jenis pekerjaan dengan
resiko kecelakaan kerja yang tinggi.
8
3. Upaya Kuratif
a. Pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
Pelayanan P3K dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung poliklinik perusahaan memberikan pelayanan P3K
terhadap karyawan yang dibawa ke poliklinik. Secara tidak langsung
poliklinik harus memberikan pelatihan P3K terhadap beberapa atau semua
karyawan agar segera dapat memberikan pertolongan P3K kepada teman
yang mengalami kecelakaan kerja.
b. Pengobatan tenaga kerja yang sakit
Pengobatan dilakukan secara komprehensif dengan sedapat mungkin
mencari kausanya. Pengobatan dilakukan terhadap karyawan berkunjung
ke poliklinik maupun karyawan yang dideteksi menderita sakit pada waktu
pemeriksaan berkala atau pemeriksaan khusus.
4. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif dilakukan dengan tujuan pengobatan yang
dilakukan lebih tuntas dengan mengembalikan atau mengoptimalkan fungsi
atau kemampuan yang masih ada. Rehabilitasi yang dapat dilakukan antara
lain berupa pemberian protesa atau ortosa, fisioterapi dan konsultasi
psikologis. Selain hal-hal tersebut poliklinik perusahaan harus dapat
menganalisis permasalahan K3 di perusahaan dan didiskusikan dengan
departemen terkait untuk dirumuskan solusinya dan dilaporkan ke pihak
manajemen untuk ditindaklanjuti. Pola penyakit tenaga kerja di suatu
perusahaan akan berbeda pola penyakitnya tergantung potensi bahaya di
tempat kerjanya. Untuk itu diperlukan pengetahuan kesehatan kerja agar
dalam mengelola poliklinik perusahaan menggunakan pendekatan yang tepat
sesuai kondisi dan karakteristik lingkungan kerja yang ditangani.
9
2.2 Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
Tuli akibat kebisingan (noise induced hearing loss) adalah hilangnya sebagian
atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau
kedua telinga yang disebabkan oleh bising yang terus menerus. NIHL dapat
disebabkan oleh bising yang terus menerus di lingkungan kerja (tuli akibat kerja atau
occupational deafness) dan kebiasaan buruk. Dalam lingkungan industri, semakin
tinggi intensitas kebisingan, semakin lama pemaparan kebisingan yang dialami oleh
pekerja maka semakin berat gangguan yang ditimbulkan pada para pekerja
tersebut.3,6,7
Bising merupakan suara atau bunyi yang menggangu. Bising dapat
menyebabkan gangguan seperti fisiologis, gangguan psikologis, gangguan
komunikasi dan ketulian. Ada yang menggolongkan gangguannya berupa ganguan
auditori, misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditori seperti
gangguan komunikasi, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performa kerja,
stress dan kelelahan.6 Lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja
dijelaskan sebagai berikut:7
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah (±10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.7
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan nyeri kepala. Hal ini
disebabkan bising merangsang reseptor vestibular dalam telinga dalam yang
akan menimbulkan efek vertigo. Perasaan mual, susah tidur dan sesak nafas
disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ,
kelenjar endokrin, tekanan darah dan sistem pencernaan dan keseimbangan
elektrolit.7
Pajanan kebisingan bisa dihubungkan dengan sejumlah efek kesehatan seperti
membedakan respon psikologis seperti gangguan tidur, gangguan aktivitas
10
harian dan respon fisik seperti hilangnya pendengaran, hipertensi dan penyakit
jantung iskemik. Tingkat kebisingan mencapai 60 desibel dapat meningkatkan
kadar hormon stres, seperti epinefrin, norepinefrin dan kortisol tubuh yang
mengakibatkan terjadinya perubahan irama jantung dan tekanan darah. Bising
yang terus menerus diterima seseorang akan menimbulkan gangguan proses
fisiologis jaringan otot dalam tubuh dan memicu emosi yang tidak stabil.7
Kebisingan yang dapat menimbulkan terjadinya hipertensi terjadi pada
beberapa populasi beresiko. Salah satu kasusnya terjadi pada populasi sekitar
bandara. Penelitian di Bandara Munich yang dilakukan oleh Evan dkk dan
Hyge dkk pada tahun 1998 mengukur hormon stres pada anak dengan usia
sekitar 10 tahun. Penelitian ini mengukur level katekolamin (epinefrin dan
norepinefrin) dan hormon stres kortisol yang keluar melalui urin.8
Hasil penelitian menunjukkan bukti kenaikan katekolamin pada komunitas
anak sekolah yang terpajan kebisingan penerbangan dibandingkan sebelum
terpajan kebisingan penerbangan. Penelitian juga dilakukan pada pekerja laki-
laki di Bandara Ahmad Yani Kota Semarang pada tahun 2005 dengan hasil
menunjukkan prevalensi kenaikan tekanan darah sistolik sebesar 55%. Intensitas
kebisingan yang diterima tenaga kerja di lingkungan kerja Bandara Ahmad Yani
berkisar antara 68,9-91,8 dB.3
2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat
menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stress, kelelahan
dan lain- lain.9
3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan oleh masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara.
Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini
menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
11
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan kesalamatan orang.9
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala
pusing (vertigo) atau disertai dengan mual- mual.
5. Efek pada Pendengaran
Pengaruh utama dari kebisingan pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui
dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada
pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah
pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus
di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali,
biasanya dimulai pada frekuensi 400 Hz dan kemudian makin meluas ke
frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya
digunakan untuk percakapan.9
2.2.1 Klasifikasi bising
Ada beberapa jenis bising yang dapat menyebabkan ketulian dan penyakit
lainnya pada tenaga kerja, antara lain: 9
a. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas
Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap, dalam batas amplitudo
kurang lebih 5 dB untuk priode 0,5 detik berturut- turut. Contoh : dalam
kokpit pesawat, helicopter, gergaji sirkuler, katup mesin gas, kipas angin,
suara dapur pijar.
b. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit
Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu saja (5000, 1000
atau 400 Hz), misalnya suara katup gas, gergaji sirkuler.
12
c. Bising terputus-putus
Bising jenis ini sering disebut intermittent noise, yaitu kebisingan yang tidak
berlangsung secara terus menerus dan memiliki interval tanpa bising.
Contoh: suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.
d. Bising impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam
waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Contoh: suara
ledakan petasan, tembakan meriam.
e. Bising impulsif berulang- ulang
Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang misalnya pada
mesin tempa.
Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran adalah bising yang
bersifat kontinu, terutama memiliki spektrum frekuensi lebar dan intensitas yang
tinggi. Di Indonesia intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah
85 dB untuk waktu kerja 8 jam per hari, seperti yang diatur dalam surat edaran
Menteri Tenaga Kerja No. SE.01/Men/1987 tentang Nilai Ambang Batas (NAB)
untuk kebisingan di tempat kerja.
2.2.2 Etiologi
Faktor- faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan:8
1. Intensitas kebisingan
2. Frekuensi kebisingan
3. Lama waktu pemaparan bising
4. Kerentanan individu
5. Jenis kelamin
6. Usia
7. Kelainan di telinga tengah
13
Etiologi tuli akibat kerja hampir 60% disebabkan intensitas kebisingan yang
tidak sesuai dengan lamanya pemaparan bising yang diperkenankan. Berikut
intensitas kebisingan dengan lama paparan bising yang diperkenankan pada suatu
tempat kerja, dapat dilihat pada tabel berikut ini:9,10
Tabel 2.1 Intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan1
Intensitas Bising (dB) Waktu paparan per hari (jam)85 8
87,5 6
90 4
92,5 3
95 2
100 1
105 ½
110 ¼
Klasifikasi Kebisingan dan Tuli Akibat Kerja, menurut ISO adalah sebagai berikut:10
Jika peningkatan ambang dengar antara 0- < 25 dB, masih normal
Jika peningkatan ambang dengar antara 26- 40 dB, disebut tuli ringan
Jika peningkatan ambang dengar antara 41- < 60 dB, disebut tuli sedang
Jika peningkatan ambang dengar antara 61- < 90 dB, disebut tuli berat
Jika peningkatan ambang dengar antara > 90 dB, disebut tuli sangat berat
14
Gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan
menggunakan parameter percakapan sehari- hari sebagai berikut:10
Tabel 2.2 Gradasi gangguan pendengaran berdasarkan parameter percakapan
sehari- hari10
Gradasi Parameter
Normal Tidak mengalami kesulitan percakapan biasa (6 meter)
Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari- hari mulai jarak > 1,5 meter
Menengah Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5
meter
Berat Kesulitan dalam percakapan keras/ berteriak pada jarak > 1,5
meter
Sangat berat Kesulitan dalam percakapan keras/ berteriak pada jarak < 1,5
meter
Tuli total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi
Untuk menegakkan diagnosis NIHL, ahli THT harus melakukan anamnesis
yang teliti, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan audiometri. Dari anamnesis
didapatkan riwayat pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam
jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun. Dari pemeriksaan
otoskopi tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan tes penala didapatkan
hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telingan yang pendengarannya lebih baik
dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketulian adalah sensorineural yang biasanya
mengenai kedua telinga.7
Ketulian timbul secara perlahan dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang
biasanya terjadi dalam 8-10 tahun pertama paparan. Pemeriksaan audiometri
digunakan untuk mengetahui ambang pendengaran, jenis ketulian dan derajat
ketulian. Pada pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada
15
frekuensi tinggi (umumnya 3000-6000 Hz) dan pada frekuensi 4000 Hz sering
terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini.6,10
Gambar 2.1 Pemeriksaan audiometric pada NIHL, pada frekuensi 400 Hz
sering terdapat takik (notch) yang patognomonik6
2.3 Program Konservasi Pendengaran
Program Konservasi Pendengaran/ Hearing Conservation Programme (HCP)
adalah program formal sebuah perusahaan untuk mencegah terjadinya kehilangan
pendengaran akibat kebisingan pada pekerja (noise induced hearing loss/ NIHL).1,6
Tujuan umum program konservasi pendengaran yaitu meningkatkan
produktivitas pekerja melalui pencegahan ketulian akibat bising di tempat kerja
dengan melaksanakan program konservasi pendengaran yang melibatkan seluruh
unsur perusahaan.1,6
Tujuan khusus program konservasi pendengaran, yaitu:1
1. Mengetahui tingkat kebisingan di tempat kerja sesuai karakteristik
kegiatannya.
2. Meningkatkan upaya pencegahan ketulian akibat bising melalui upaya
mengurangi paparan terhadap pekerja, baik secara teknis maupun
administratif.
3. Deteksi dini adanya NIHL dan mencegah Temporary Threshold Shift (TTS)
yang timbul secara permanen.
16
4. Meningkatkan pengetahuan karyawan mengenai kebisingan dan pengaruh
terhadap kesehatan.
5. Meningkatkan disiplin dan kesadaran dalam menggunakan APD terhadap
kebisingan.
6. Menumbuhkan perubahan perilaku karyawan dan semua unsur terkait ke arah
yang mendukung program tersebut, melalui promosi kesehatan di tempat
kerja.
Program ini mencakup akitivitas survey paparan bising, tes pendengaran,
pendidikan dan motivasi serta pencatatan dan pelaporan. Program ini juga
mencakup aktivitas evaluasi program.6 Program pencegahan yang dapat dilakukan
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Monitoring paparan bising
Tujuan utama dari melaksanakan penilaian kebisingan adalah:
Mendefinisikan area di mana pekerja akan terpapar kebisingan yang
melebihi ambang batas.
Memilih alat pelindung pendengaran yang sesuai berdasarkan
sumber/level/ atau lingkungan kerja dan pertimbangan lainnya.
2. Control engineering dan administrasi
Kontrol engineering termasuk, tapi tidak terbatas pada pemeliharaan,
modifikasi atau penggantian peralatan; isolasi alat yang memiliki tingkat
kebisingan tinggi dari area sekitar; dan pengunaan material akustik. Kontrol
administrasi mencakup pemisahan proses kerja dan area bising;
penjadwalan/rotasi pekerjaan; dan kebijakan pembelian/desain peralatan tidak
melebihi batas kebisingan maksimal.
3. Tes audiometri dan evaluasi
Audiogram menghitung tingkat pendengaran pada frekuensi pembicaraan
sehari-hari, dan mampu mendeteksi kehilangan pendengaran sebelum terpapar
ke area dengan tingkat kebisingan tinggi.
4. Penggunaan APD
17
Ketika kontrol engineering dan administrasi tidak mampu mengurangi
paparan pekerja terhadap pekerja, maka alat pelindung pendengaran harus
digunakan. Pemilihan alat pelindung pendengar harus tepat dan layak yang
bergantung pada operasi, preferensi pekerja dan redaman yang dibutuhkan.
5. Pendidikan dan motivasi
Pekerja yang bekerja di lingkungan dengan kebisingan yang melebihi batas
OHSA harus mengikuti HCP. Pelatihan mencakup pengetahuan tentang efek
kebisingan, tujuan dan manfaat dari alat pelindung pendengaran dan prosedur
tes audiometri.
6. Evaluasi program
Program akan terus memantau rekam medis dari pekerja dengan
melaksanakan penilaian bahaya kebisingan dan tes audiometri.
7. Audit program
Program konservasi pendengaran dievaluasi paling tidak sekali dalam dua tahun dan diperbaharui apabila diperlukan.
2.4 Alat Pelindung Diri dari Kebisingan
Alat pelindung diri dari kebisingan wajib digunakan. Hal ini berdasarkan
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Republik Indonesia No.
555.K/26/M.PE/1995 tahun 1995 Pasal 85 ayat (3) disebutkan bahwa pekerja yang
tak terlindung terhadap kebisingan yang melebihi nilai ambang batas harus memakai
alat pelindung pendengaran.11 Kita menggunakan 85 dB sebagai NAB, mengacu pada
Standar Nasional Indonesia SNI16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas Iklim
Kerja (Panas), kebisingan,getaran tangan-lengan dan radiasi sinar ultraviolet di
tempat kerja.12 Alat pelindung pendengaran merupakan penghalang antara suara dan
telinga atau fungsinya menyerap gelombang suara sebelum memasuki telinga. Orang
dengan fungsi pendengaran normal selalu tetap bisa mendeteksi beberapa suara
sewaktu menggunakan alat pelindung pendengaran, karena tulang pada kepala juga
menghantar suara. 13
18
Ada tiga jenis alat pelindung pendengaran (hearing protection). Pertama, ear
plug dimasukkan untuk memblokir saluran telinga. Ear plug berbentuk premolded
(preformed) atau moldable (busa). Ear plug umumnya dijual sebagai produk sekali
pakai (disposable) atau dapat digunakan kembali (reusable). Kedua, semi-insertear
plugs terdiri dari dua ear plug yang dipasang diujung head band. Ketiga, ear muff
berupa penutup telinga yang terbuat dari bahan yang lembut yang dapat menurunkan
kebisingan dengan cara menutupi semua bagian telinga dan ditahan/dipegang oleh
head band. 14
Pilihan alat pelindung pendengaran sangat tergantung pada sejumlah faktor.
Adapaun faktornya tersebut meliputi tingkat kebisingan, kenyamanan dan kesesuaian
alat pelindung pendengaran bagi pekerja dan lingkungannya. Faktor paling penting
yaitu alat pelindung pendengaran harus memberikan pengurangan kebisingan yang
diinginkan. Jika paparan kebisingan adalah intermiten, maka ear muff lebih tepat
digunakan, karena mungkin kurang nyaman untuk memasukan dan mengeluarkan ear
plug.16
Produsen memberikan informasi tentang kemampuan pengurangan kebisingan
dari alat pelindung pendengaran atau dikenal dengan NRR (Noise Reduction Rating).
Nilai NRR didasarkan pada pengurangan kebisingan yang diperoleh dalam kondisi
laboratorium. NIOSH merekomendasikan menggunakan data sesuai dengan subjek
berdasarkan ANSI S12.6-1997 untuk memperkirakan redaman kebisingan pelindung
pendengaran. Jika data sesuai subjek tidak tersedia, NIOSH merekomendasikan de-
rating pelindung pendengaran dengan faktor yang sesuai dengan data yang tersedia.
Secara khusus, NIOSH merekomendasikan bahwa label NRRakan de-rated sebagai
berikut: 14
• Ear Muff – Kurangi 25% dari label NRR produsen
• Formable ear plug – Kurangi 50% dari label NRR produsen
• Semua jenis ear plug yang lain – Kurangi 70% dari label NRR produsen
Actual Noise Reduction Rating (NRR) juga dapat dihitung dengan rumus berikut:
19
Actual NRR = (NRR – 7) / 2
Contoh:
NRR = 29dB (dari label manufaktur)
Actual NRR = (NRR – 7) / 2
= (29 – 7)/ 2
= 11 dB
Maka actual NRR dari alat pelindung tersebut adalah 11 dB.
Ear plug dapat diproduksi secara massal atau secara individu dibentuk agar
sesuai dengan telinga, dan ear plug dapat digunakan kembali atau sekali pakai. Di sisi
positif, ear plug mudah digunakan, lebih murah dari pada ear muff, dan lebih nyaman
dalam wilayah kerja panas atau lembab. Di sisi negatif, ear plug kurang memberikan
perlindungan jika dibandingkan dengan ear muff, dan tidak boleh digunakan di daerah
yang memiliki tingkat kebisingan lebih dari 105 dB. Ear plug tidak terlihat saat
digunakan sebagaimana halnya ear muff sehingga pengawas tidak mudah untuk
melihat apakah pekerja memakainya. Dan ear plug harus benar dimasukkan untuk
memberikan perlindungan yang memadai.14
Gambar 2.2 Tahapan pemakaian ear plug15
20
Gambar 2.3 Pedoman pemakaian ear plug15
Ear Muff dapat bervariasi berdasarkan bahan, kedalaman penutup, dan
kekuatan ikat kepala (head band). Penutup yang lebih dalam dan lebih berat, akan
semakin memberikan perlindungan yang lebih baik. Ikat kepala harus cukup erat dan
kuat untuk mempertahankan posisi yang stabil, namun tidak terlalu ketat untuk
kenyamanan. Di sisi positif, ear muff biasanya dapat memberikan perlindungan lebih
besar dari pada ear plugs. Ear muff lebih mudah untuk menyesuaikan, umumnya
lebih tahan lama dari ear plugs, dan ear muff memiliki bagian yang dapat diganti. Di
sisi negatif, ear muff lebih mahal, dan sering kurang nyaman daripada ear plugs,
khususnya di wilayah kerja panas. Di daerah di mana tingkat kebisingan yang sangat
tinggi, ear muff dan ear plug dapat dipakai bersama-sama untuk memberikan
perlindungan yang lebih baik. Gambar berikut menunjukkan cara pemakaian alat
pelindung telinga yang benar.14
Pemakaian yang benar Pemakaian yang salah
21
Gambar 2.4 Pemakaian ear muff yang benar14
Gambar 2.5 Pemakaian ear muff yang salah14
Tabel berikut merangkum perbedaan antara ear plugs dan ear muff:9
Tabel 2.3 Perbedaan antara ear plugs dan ear muff9
Ear Plugs Ear Muff
Keuntungan:
Kecil dan mudah dibawa
Nyaman untuk digunakan dengan
peralatan perlindungan pribadi
lainnya (bisa dikenakan dengan
Keuntungan:
Variabilitas redaman antar
pengguna sedikit.
Dirancang sedemikian rupa
sehingga satu ukuran cocok semua
22
ear muff)
Lebih nyaman dipakai untuk
waktu yang lama di tempat yang
panas atau lembab.
Nyaman untuk digunakan di
daerah kerja terbatas
ukuran kepala.
Mudah terlihat di kejauhan untuk
membantu dalam pemantauan
penggunaan
Tidak mudah salah tempat atau
hilang
Dapat dipakai pada pekerja dengan
infeksi telinga ringan
Tabel 2.4 Kerugian ear plugs dan ear muff9
Ear Plugs Ear Muff
Kerugian:
Membutuhkan lebih banyak waktu
untuk menyesuaikan.
Lebih sulit untuk memasukkan dan
mengeluarkan
Kerugian:
Kurang portabel dan lebih berat
Kurang nyaman untuk digunakan
dengan peralatan pelindung
pribadi lainnya.
Lanjutan tabel 2.4 Kerugian ear plugs dan ear muff9
Ear Plugs Ear Muff
Kerugian:
Memerlukan praktik kebersihan
yang baik
Dapat mengiritasi saluran telinga
Mudah salah penempatan
Lebih sulit untuk melihat dan
Kerugian:
Kurang nyaman di tempat yang
panas dan lembab.
Kurang nyaman untuk digunakan
di daerah kerja terbatas
Dapat terganggu jika memakai
23
memantau penggunaan kacamata keselamatan, akan ada
celah antara seal ear muff dengan
kulit karena terganjal frame kaca
mata yang berakibat penurunan
perlindungan pendengaran
2.5 Kerangka Teori Peningkatan Mutu
Metode yang digunakan pada proyek peningkatan mutu ini melalui metode
Plan, Do, Check and Action (PDCA Cycle) yang didasari atas masalah yang dihadapi
(problem faced) kearah penyelesaian masalah (problem solving). Konsep PDCA ini
dikembangkan oleh Walter Shewhart, seorang pionir statistik yang mengembangkan
control process statistic di Bell Laboratories, USA pada tahun 1930 yang dikenal
dengan“ The Shewhart Cycle”. Konsep ini telah berkembang dan diperkenalkan
secara efektif sejak tahun 1950 oleh W. Edward Deming sehingga lebih dikenal
dengan “Deming Wheel”.9Ada beberapa tahap yang dilakukan di PDCA yaitu:
a. Plan
1. Pengidentifikasian out put pelayanan, siapa pelanggannya dan harapan
pelanggan tersebut melalui analisis suatu proses tertentu
2. Mendeskripsikan proses yang dianalisis saat ini:
a. Pelajari proses dari awal hingga akhir, identifikasi siapa saja yang
terlibat dalam proses tersebut.
b. Teknik yang dapat digunakan: brainstorming
3. Mengukur dan menganalisis situasi tersebut
a. Menentukan data apa yang dikumpulkan dalam proses tersebut
b. Bagaimana mengolah data tersebut agar membantu memahami
kinerja dan dinamika proses
c. Teknik yang digunakan adalah observasi dan wawancara
4. Focus pada peluang peningkatan mutu
24
a. Pilih salah satu permasalahan yang akan diselesaikan
b. Kriteria permasalahan: menyatakan efek atas ketidakpuasan,
adanya gap antara kenyataan dengan yang diinginkan, spesifik dan
dapat diukur
5. Mengidentifikasi akar penyebab masalah
a. Menyimpulkan penyebab
b. Teknik yang digunakan : brainstorming
c. Alat yang digunakan: fish bone analysis ishikawa
6. Menemukan dan memilih penyelesaian
a. Mencari berbagai alternatif pemecahan masalah
b. Teknik yang dapat digunakan: brainstorming
b. Do
a. Merencanakan suatu proyek uji coba
b. Merencanakan sumber dana
c. Merencanakan kegiatan
d. Melaksanakan pilot project, dilaksanakan dalam skala kecil dengan
waktu yang relatif singkat (1 hari)
c. Check
a. Evaluasi hasil project yang bertujuan untuk efektivitas proyek tersebut
b. Membandingkan target dengan hasil pencapaian proyek ( data yang
dikumpulkan dan teknik pengumpulan data harus sama)
c. Target yang ingin dicapai
d. Membuat kesimpulan proyek
e. Hasil menjanjikan namun perlu perubahan. Jika proyek gagal, cari
penyelesaian lain, jika proyek berhasil selanjutnya dibuat menjadi
rutinitas
d. Action
a. Standarisasi perubahan
b. Pertimbangkan area mana saja yang mungkin diterapkan
c. Revisi prose yang sudah diperbaiki
25
d. Modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada
e. Komunikasikan pada seluruh staf, pelanggan dan supplier atas
perubahan yang dilakukan
f. Lakukan latihan bila perlu
g. Mengembangkan rencana dengan jelas
h. Dokumentasikan proyek
i. Memonitor perubahan
j. Melakukan pengukuran dan pengendalian proses yang teratur
k. Alat yang digunakan: kamera digital