MAKALAH CKD SEMINAR (LP+LK)

57
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN DENGAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) PADA Tn. B DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. LOEKMONO HADI KUDUS Disusun untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Gawat Darurat Di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kudus Disusun Oleh : Yuli Rakhmayani Aryuanda

description

Laporan Pendahuluan dan Laporan Kasus Cronic Kidney Disease

Transcript of MAKALAH CKD SEMINAR (LP+LK)

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM

PERKEMIHAN DENGAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

PADA Tn. B DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH Dr. LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners

Stase Keperawatan Gawat Darurat Di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kudus

Disusun Oleh :

Yuli Rakhmayani Aryuanda

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS

2015/2016

LEMBAR PERSETUJUAN

Lembar persetujuan ini berisi pernyataan Penyelesaian tugas individu Program

Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan KGD di Ruang IGD RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH KUDUS. Lembar Persetujuan ini disetujui dan disahkan dihadapan pembimbing

Klinik Ruang IGD RSUD KUDUS, dengan rincian sebagai berikut :

Nama Mahasiswa : Yuli Rakhmayani Aryuanda

Program Pendidikan : Profesi Ners

Institusi : STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

Tanggal Praktek : 26 Oktober-11 November 2015

Ruang : IGD

NO Rincian Tugas Tanggal Penyelesaian / ACC

1.

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Ruang ICU RSUD Kudus

( )

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PADA SISTEM PERKEMIHAN DENGAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) PADA

Tn. B DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. LOEKMONO HADI

KUDUS” sebagai salah satu persyaratan akademik dalam memenuhi tugas Program

Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Gawat Darurat Di Ruang IGD Rumah Sakit

Umum Daerah Kudus telah diterima, disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing KlinikRuang IGD RSUD Kudus

Pembimbing AkademikSTIKES Muhammadiyah Kudus

( ) ( )

Koordinator Praktik Instalasi Diklat RSUD Kabupaten Kudus

( )

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN DENGAN

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE) PADA Tn. B DI RUANG IGD RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH Dr. LOEKMONO HADI KUDUS” sebagai salah satu persyaratan

akademik dalam memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan

Gawat Darurat Di Ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kudus di STIKES

Muhammadiyah Kudus tahun 2015.

Dalam penyusunan tugas makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas makalah ini. Semoga makalah ini

dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca pada umumnya.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Kudus, 03 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

B. Etiologi

C. Pathofisiologi dan Pathways

D. Klasifikasi dan Tanda Gejala

E. Pemeriksaan Diagnostik

F. Penatalaksanaan

G. Proses Keperawatan (Pengkajian fokus dan intervensi dengan DAR)

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian (resume)

B. Diagnose Keperawatan

C. Intervensi (resume)

D. Implementasi (resume)

E. Evaluasi (resume)

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian (bandingkan antara konsep dan kasus)

B. Diagnosa Keperawatan (bandingkan antara konsep dan kasus, mengapa

diagnose keperawatan ditegakkan)

C. Intervensi (bandingkan antara konsep dan kasus, megapa intervensi ditetapkan)

D. Implementasi (jelaskan, kekuatan dan kelemahan implementasi)

E. Evaluasi (penetapan masalah teratasi/ tidak, batasan penetapan)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable

diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit

ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases)

sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Penyakit ginjal kronis merupakan

masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan sekarang lebih dikenal sebagai

kondisi umum yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan gagal

ginjal kronis.

Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting

dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur

keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah

yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta

mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.

Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama

dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah

yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel

dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh

filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Gagal ginjal biasanya dibagi

menjadi dua kategori yang luas yakni kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan

perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung

beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau

beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan

normal. Meskipun ketidakmampuan fungsional terminal sama pada kedua jenis gagal

ginjal ini, tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran khas dan akan dibahas secara

terpisah.

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak

massa nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal

difus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat

menyebabkan gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama

menyerang glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama

menyerang tubulus ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginjal) atau dapat juga

mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila proses

penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan

diganti dengan jaringan parut.

Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan

terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik

biasanya disertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit

saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.

Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis

dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit

ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal.

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung

pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini.

Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan

yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena

berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

B. Tujuan

Dalam pembuatan makalah ini, bertujuan untuk:

1. Menjelaskan batasan pengertian gagal ginjal kronik

2. Mengetahui etiologi gagal ginjal kronik

3. Mengetahui pathofisiologi dan pathways gagal ginjal kronik

4. Mengetaahui klasifikasi dan tanda gejala gagal ginjal kronik

5. Mengetahui pemeriksaan diagnostic gagal ginjal kronik

6. Mengetahui penatalaksanaan gagal ginjal kronik

7. Mengetahui proses keperawatan gagal ginjal kronik dengan menggunakan

pengkajian fokus

8. Mengaplikasikan intervensi dengan sistem DAR pada kasus gagal ginjal kronik.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai

kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus

filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)

didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat,

progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam

mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi

uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

B. Etiologi

Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap

proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi

yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau

nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang

tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21

%. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis

menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes

melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%,

dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).

C. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron

yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi

walaupun dalam keadaan penurunan GFR/ daya saring. Metode adaptif ini

memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 3/4 dari nefron–nefron rusak. Beban bahan

yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis

osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak

bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya

gejala-gejala pada klien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan

ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal

yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi

setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.

1. Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah

glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang

sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin

24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak

berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan

meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.

Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi

ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit

renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka

RBC), dan medikasi seperti steroid.

2. Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara

normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan

masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Klien sering menahan natrium

dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan

hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan

kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Klien lain mempunyai

kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan

hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang

semakin memperburuk status uremik.

3. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring

dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.

Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk

menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3).

Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.

4. Anemia

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel

darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan

akibat status uremik klien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,

produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan

sesak napas.

5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme

kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling

timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan

menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum

fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium

serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal

ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon

dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu juga

metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di

ginjal menurun.

6. Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan

keseimbangan parathormon.

D. Klasifikasi dan Tanda Gejala

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration

Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus

Kockroft–Gault sebagai berikut :

Derajat

StadiumPenjelasan

LFG

(ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan albuminaria persisten dan

LFG normal atau ↑

≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan albuminaria persisten dan

LFG ↓ atau ringan

60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal terminal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Tanda dan gejala gagal ginjak kronis menurut Brunner & Suddart (2002), setiap

sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan

menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada

bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan

gejala klien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :

a. Manifestasi kardiovaskuler

Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-

angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,

Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.

b. Manifestasi dermatologi

Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis

dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

c. Manifestasi Pulmoner

Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kussmaul

d. Manifestasi Gastrointestinal

Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,

konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal

e. Manifestasi Neurologi

Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas

pada telapak kaki, perubahan perilaku

f. Manifestasi Muskuloskeletal

Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop

g. Manifestasi Reproduktif

Amenore dan atrofi testikuler

E. Pemeriksaan Diagnostik

a. Radiologi

Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.

1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya

massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.

2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk

diagnosis histologis.

3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.

4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam

basa.

b. Foto Polos Abdomen

Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.

c. Pielografi Intravena

Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada

usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.

d. USG

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises,

dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.

e. Renogram

Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkim) serta sisa

fungsi ginjal

f. Pemeriksaan Radiologi Jantung

Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis

g. Pemeriksaan radiologi Tulang

Mencari osteodistrofi (terutama pada falang/jari) kalsifikasi metatastik

h. Pemeriksaan radiologi Paru

Mencari uremic lung yang disebabkan karena bendungan.

i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde

Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible

j. EKG

Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,

aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)

k. Biopsi Ginjal

Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu

untuk mengetahui etiologinya.

l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal

1) Laju endap darah

2) Urin

Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada

(anuria).

Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus/

nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna

kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.

Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan

ginjal berat).

Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio

urine / ureum sering 1:1.

3) Ureum dan Kreatinin

Ureum : Biasanya mengalami peningkatan dari kadar normal (10-50 mg/dL)

Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga

tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5), normal (<1,3)

4) Hiponatremia

5) Hiperkalemia

6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia

7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia

8) Gula darah tinggi

9) Hipertrigliserida

10) Asidosis metabolik

F. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan klien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi

ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau

mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak

dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena

yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi

ginjal.

Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :

1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses

penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan)

dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-

hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori

nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)

2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus, neurologik, perubahan

hematologi, penyakit kardiovaskuler;

3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;

4. Mempromosikan kualitas hidup klien dan anggota keluarga

(Black & Hawks, 2005)

5. Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila klien sudah memerlukan dialisi tetap atau

transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga

diiperlukan bila :

Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan

Overload cairan (edema paru)

Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran

Efusi perikardial

Sindrom uremia (mual, muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:

G. Proses Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada

Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :

1. Pengkajian Primer

  Airway

1)      Lidah jatuh kebelakang

2)      Benda asing/ darah pada rongga mulut

3)      Adanya sekret

  Breathing

1)      klien sesak nafas dan cepat letih

2)      Pernafasan Kusmaul

3)      Dispnea

4)      Nafas berbau amoniak

  Circulation

1)   TD meningkat

2)   Nadi kuat

3)   Disritmia

4)   Adanya peningkatan JVP

5)   Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka

6)   Capillary refill > 3 detik

7)   Akral dingin

8)   Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

  Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi

koma, kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada

tungkai

A : Allert sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon kesadaran menurun, berespon terhadap suara

P : Pain Respon kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara,

berespon terhadap rangsangan nyeri

U : Unresponsive kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara, tidak

berespon terhadap nyeri

2. Demografi.

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang

mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti

proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada

siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu

kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk/ berdiri yang terlalu lama dan

lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum/ mengandung banyak senyawa/

zat logam dan pola makan yang tidak sehat.

3. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,

hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius

bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.

4. Pola nutrisi dan metabolik.

Gejalanya adalah klien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6

bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau

turun.

5. Pola eliminasi

Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya

adalah penurunan BAK, klien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan

darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.

6. Pengkajian fisik

a. Penampilan/ keadaan umum.

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran klien dari

composmentis sampai coma.

b. Tanda-tanda vital.

Tekanan darah naik, respirasi diet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan

reguler.

c. Antropometri.

Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau

terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.

d. Kepala.

Rambut kotor, mata kuning/ kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,

hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan

pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.

e. Leher dan tenggorokan.

Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.

f. Dada

Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu

napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (ronkhi

basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.

g. Abdomen.

Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut buncit.

h. Genital.

Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.

i. Ekstremitas.

Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan

Capillary Refill lebih dari 1 detik.

j. Kulit.

Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat/ uremia,

dan terjadi perikarditis.

Intervensi dengan DAR

DATA ANALISIS RENCANABreathingDS:Klien mengeluh sesak nafas dan cepat

letihDO:Pernafasan Kusmaul, adanya dispneu, nafas klien berbau amoniak

Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru

Respiratory Monitoring1. Monitor rata–rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,

retraksi otot supraclavicular dan intercostal3. Monitor pola nafas: bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne

stokes4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan

suara tambahanOxygen Therapy5. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles6. Ajarkan klien nafas dalam7. Atur posisi senyaman mungkin8. Batasi untuk beraktivitas9. Kolaborasi pemberian oksigen

Circulation :DS:Klien mengatakan sesak nafasDO:TD meningkat, nadi kuat, konjungtiva anemis, disritmia, adanya peningkatan JVP, terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka, kapillary refill >3 detik, akral dingin, cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.

Circulatory Care1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi perifer. (Cek nadi

perifer, oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).2. Kaji nyeri3. Inspeksi kulit dan palpasi anggota badan4. Atur posisi klien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki

sirkulasi.5. Monitor status cairan intake dan output6. Evaluasi nadi dan adanya oedema7. Berikan therapi antikoagulan.

Circulation :DS:Klien mengatakan BAK hanya sedikitDO:Terjadi konstipasi, terjadi peningkatan

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan dan

Fluid Management :1. Kaji status cairan: timbang berat badan, keseimbangan masukan dan

haluaran, turgor kulit dan adanya edema2. Batasi masukan cairan3. Identifikasi sumber potensial cairan

suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu, turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat/ uremia.Hasil lab: terjadi peningkatan pada hasil BUN dan kreatinin

natrium 4. Jelaskan pada klien dan keluarga rasional pembatasan cairan5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.Hemodialysis therapy6. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya BUN, kreatinin,

natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon thdp terapi.

7. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.

8. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.

9. Bekerja secara kolaboratif dengan klien untuk menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan

Energy conservationSelf Care : ADLsDS:Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain, klien mengatakan nafasnya sesak saat beraktivitas, Pasein mengatakan badannya lemas.DO:Klien tidak mampu berpartisipasi dalam aktivitas fisik, TD, Nadi dan RR meningkat dari batas normal, oedema pada ekstremitas sampai anakarsa, , terjadi penurunan sensifitas nyeri, kesadaran klien dari composmentis sampai coma.Hasil lab: menunjukkan adanya anemia dengan jumlah eritrosit menurun dari normal (Pria: 4.6–6.2, Wanita: 4.2– 5.9),

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis

NIC :Energy Management1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas2. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan4. Monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat5. Monitor klien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan6. Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat klien

Activity Therapy8. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan

progran terapi yang tepat.9. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan10. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan

fisik, psikologi dan sosial11. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan

untuk aktivitas yang diinginkan12. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, kruck13. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai

Hb turun dari normal (Pria: 13-18 g/dL, Wanita: 12-16 g/dL)

14. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang15. Bantu klien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam

beraktivitas16. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas17. Bantu klien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan18. Monitor respon fisik

Nutritional StatusDS:Klien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah.DO:Nafsu makan tidak meningkat, terjadi penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan (tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun), masukan nutrisi inadekuat, porsi makanan tidak dihabiskan, klien tampak lemah, turgor jelek, perut buncit, terjadi edemaHasil lab (albumin, kalium) tidak normal

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah

Nutritional Management1. Monitor adanya mual dan muntah2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan status nutrisi.3. Monitor level albumin, total protein, hemoglobin, dan hematokrit yang

mengindikasikan status nutrisi dan untuk perencanaan treatment selanjutnya.

4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.5. Berikan makanan sedikit tapi sering6. Berikan perawatan mulut sering7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi

Cardiac Pump effectivenessCirculation StatusVital Sign StatusDissabilityDS: Klien mengatakan lemah dan tidak dapat beraktivitas secara mandiri, dada sesak untuk bernafas.DO:TTV dalam rentang tidak normal, tidak dapat mentoleransi aktivitas, terdapat kelelahan, terdapat edema paru, perifer, dan asites, ada penurunan kesadaran

Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung

NIC :Cardiac Care1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi)2. Catat adanya disritmia jantung3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput4. Monitor status kardiovaskuler5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung6. Monitor abdomen sebagai indikator penurunan perfusi7. Monitor balance cairan8. Monitor adanya perubahan tekanan darah9. Monitor respon klien terhadap efek pengobatan antiaritmia10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan

(ketidak seimbangan elektrolit).

11. Monitor toleransi aktivitas klien12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu13. Anjurkan untuk menurunkan stressVital Sign Monitoring14. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR15. Catat adanya fluktuasi tekanan darah16. Monitor VS saat klien berbaring, duduk, atau berdiri17. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan18. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas19. Monitor kualitas dari nadi20. Monitor adanya pulsus paradoksus21. Monitor adanya pulsus alterans22. Monitor jumlah dan irama jantung23. Monitor bunyi jantung24. Monitor frekuensi dan irama pernapasan25. Monitor suara paru26. Monitor pola pernapasan abnormal27. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit28. Monitor sianosis perifer29. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik)30. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Respiratory Status : Gas exchangeRespiratory Status : ventilationVital Sign StatusDS :Klien mengatakan sesak nafas dan tidak dapat mengeluarkan sputumDO :Ada tanda-tanda distress pernafasan, ada sianosis dan dyspneu, TTV dalam rentang tidak normal, Dispnea sampai

Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner

NIC :Airway Management1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu2. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi3. Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan4. Pasang mayo bila perlu5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan8. Lakukan suction pada mayo

pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (ronkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.

9. Berika bronkodilator bial perlu10. Barikan pelembab udara11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.12. Monitor respirasi dan status O2Respiratory Monitoring13. Monitor rata–rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi14. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,

retraksi otot supraclavicular dan intercostal15. Monitor suara nafas, seperti dengkur16. Monitor pola nafas: bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne

stokes, biot17. Catat lokasi trakea18. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)19. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan

suara tambahan20. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi

pada jalan napas utama21. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnyaAcid Base Management22. Monitor IV line23. Pertahankan jalan nafas paten24. Monitor AGD, tingkat elektrolit25. Monitor status hemodinamik (CVP, MAP, PAP)26. Monitor adanya tanda tanda gagal nafas27. Monitor pola respirasi28. Lakukan terapi oksigen29. Monitor status neurologi30. Tingkatkan oral hygiene

PATHWAY

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Nama Klien : Tn. B

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 70 tahun

Tanggal Masuk : 30 Oktober 2015

No. Register : 719805

Diagnose Medis : CKD

Riwayat Kesehatan

- Keluhan Utama : Klien mengalami demam ± 7 hari yang lalu, sesak

nafas, oedema pada kaki ka (+) ki (+)

- Riwayat Penyakit Dahulu : Kelurga mengatakan klien tidak pernah menderita

penyakit menular, hipertensi, diabetes, ataupun

penyakit lainnya. Klien juga tidak pernah rawat inap

di rumah sakit.

- Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga klien yang menderita

penyakit seperti ini.

- Riwayat Penyakit Sekarang : Klien datang dengan keluhan ± 7 hari yang lalu, sesak

nafas saat aktivitas, pemberian penanganan miring

kanan atau miring kiri juga tidak berkurang, klien

berbaring dengan menggunakan 2 bantal agar

posisinya lebih tinggi. Terdapat oedema pada kaki ka

(+) ki (+), terdapat batuk tanpa sekret, BAK dan BAB

tidak ada keluhan. Keluarga klien mengatakan klien

tidak mau makan, hanya makan sedikit dan lebih

banyak minum semenjak sakit ± 7 hari yang lalu. 1

hari yang lalu klien dibawa ke puskesmas jepang dan

di rawat inap di puskesmas kemudian dirujuk ke

rumah sakit. Saat di puskesmas, klien diberikan

tindakan pemberian infuse RL 4x24 tpm, injeksi

ceftriaxon 2x1gr, injeksi furosemide 1 amp, peroral

pamol 3x4mg, salbutamol 3x4mg dan ambroxol

1x1mg. Di IGD klien dilakukan pemeriksaan tanda-

tanda vital dan didapatkan TD: 110/80 mmHg, N:

108x/menit, S: 37°C, dan SPO2 97%, RR: 29x/menit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva klien

anemis, terdapat suara wheezing dikedua paru klien.

Saat di IGD klien diberikan tindakan pemberian

infuse RL 12 tpm, dan oksigen 3L/menit

Primary Survey:

1. Airways (Jalan Nafas)

Tidak terdapat sumbatan jalan nafas. Bunyi nafas wheezing pada kedua paru.

2. Breathing (Pernafasan)

Klien mengalami sesak nafas tanpa dan saat beraktivitas. Frekuensi nafas

29x/menit, pengembangan dada klien simetris kanan dan kiri, irama nafas

regular cepat sedang, kedalaman nafas klien dangkal, terdapat batuk

nonproduktif, tidak terdapat luka jejas di dada dan tidak terdapat sputum.

Klien berbaring menggunakan 2 bantal dengan posisi semi foler dan terkadang

klien duduk dengn posisi fowler. Klien terpasang oksigen 3L/menit dan sPO2

97%

Diagnosa Keperawatan: Perubahan pola nafas b/d hiperventilasi paru

3. Circulation (Sirkulasi)

Sirkulasi perifer dengan nadi 108x/menit, irama teratur, denyut kuat, tekanan

darah 110/80 mmHg, akral dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler >3

detik, turgor jelek, mukosa kering, terdapat edema pada kedua ekstremitas

bawah.

Tidak terdapat gangguan pada BAK/BAB klien, Jumlah BAK sedang, warna

kuning jernih, tidak ada rasa sakit di pinggang. Keluarga mengatakan klien

tidak mau makan, makan sedikit dan hanya minum semenjak sakit ±7 hari

yang lalu. Klien terlihat lemas dan kelelahan. Keluarga klien mengatakan klien

tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan.

Perut klien buncit dan cekung pada bagian bawah dada, tidak terdapat luka,

jejas, lecet, bintik merah ataupun perdarahan pada kulit, Suhu tubuh klien

37°C dan tidak terdapat nyeri tekan pada bagian perut klien.

Diagnosa Keperawatan: Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan

penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder , kelebihan volume

cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi cairan dan

natrium, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia mual muntah, intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan

anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis

4. Dissability (Kesadaran)

Tingkat kesadaran klien apatis, pupil isokor, reaksi mata kanan dan kiri (+)

terhadap rangsang cahaya, GCS klien 13 dengan E3M5V5. Tidak ditemukan

tanda-tanda stroke dan kekuatan otot 4.

Secondary Survey:

1. Pemeriksaan Fisik

TD: 110/80 mmHg, N: 108x/menit, S: 37°C, dan SPO2 97%, RR: 29x/menit.

2. Pemeriksaan Penunjang

Hb: 4,0 g/dL (normal: 14,0-18,0), GDS: 99 mg/dL, Ureum: 202,4 mg/dL

(normal: 19-44), Kreatinin: 22,8 mg/dL (normal: 0,6-1,3).

Rumus GFR ¿(140−umur ) x BB

72 x serum kreatinin

=70 x 64

72 x 22,8

=4480

1461,6

= 3,06

<15 grade 5 kerusakan ginjal stadium akhir, klien memerlukan ginjal

pengganti

3. Program diet dan pengobatan terkait:

Therapy RL 12 tpm

O2 3L/menit

Injeksi Ceftriaxone 2x1gr dan furosemide 1 amp

Peroral pamol 3x4mg, salbutamol 3x4mg dan ambroxol 1x1mg

B. Analisa Data DAR

DATA ANALISIS RENCANADS:Klien mengatakan sesak nafasDO: Konjungtiva

klien anemis SPO2 : 97% RR: 29x/menit Hb: 4,0 g/dL

(normal: 14,0-18,0)

Terpasang O2 3L/menit

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 (penurunan produksi Hb) dan nutrisi ke jaringan sekunder.

Circulatory Care1. Lakukan penilaian secara

komprehensif fungsi sirkulasi perifer. (Cek nadi perifer, oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).

2. Atur posisi klien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

3. Monitor status cairan intake dan output

4. Evaluasi nadi dan adanya oedema

5. Berikan therapi antikoagulan.DS:Klien mengatakan kaki kanan dan kiri bengkak.DO: Turgor kulit

jelek Kadar Ureum

202,4 mg/dL (normal: 19-44)

Kadar Kreatinin: 22,8 mg/dL (normal: 0,6-1,3).

Nilai GFR = 3,06

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi cairan dan natrium

Fluid Management :1. Kaji status cairan: timbang berat

badan, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema

2. Batasi masukan cairan3. Jelaskan pada klien dan keluarga

rasional pembatasan cairan4. Kolaborasi pemberian cairan

sesuai terapi.Hemodialysis therapy5. Ambil sampel darah dan

meninjau kimia darah (misalnya BUN, kreatinin)

6. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.

7. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.

8. Bekerja secara kolaboratif dengan klien untuk menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan

nutrisi ke jaringan sekunder

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan

retensi cairan dan natrium

D. Intervensi, Implementasi, Evaluasi

NoDx.Kep

Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi

1. I Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x8 jam perfusi jaringan adekuat.Kriteria Hasil:NOC:Circulation Status Membran

mukosa merah muda

Konjungtiva tidak anemis

Akral hangat

TTV dalam batas normal.

Tidak ada edema

Circulatory Care1. Lakukan penilaian

secara komprehensif fungsi sirkulasi perifer. (Cek nadi perifer, oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).

2. Atur posisi klien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

3. Monitor status cairan intake dan output

4. Evaluasi nadi, oedema

5. Berikan therapi antikoagulan.

Circulatory Care1. Melakukan

penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi perifer. (Cek nadi perifer, oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).

2. Mengatur posisi klien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

3. Memonitor status cairan intake dan output

4. Mengevaluasi nadi, oedema

5. Memberikan therapi antikoagulan.

S:Klien mengatakan demamnya sudah mulai turunKlien mengatakan tidak nafsu makanKlien mengatakan masih sesak nafasO:Klien berbaring semi fowler menggunakan 2 bantalTerdapat oedema pada ekstremitas bawahKonjungtiva anemisAkral klien dinginsPO2 : 97%Nadi : 98x/menitRR : 29x/menitTD : 110/80 mmHgSuhu : 37°CA:

Masalah belum teratasi, ulang intervensi untuk pengaturan cairan agar tidak terjadi sesak nafas pada klien karena penurunan Hb.P:Teruskan pemberian terapi Oksigen dan batasi asupan intake klien dan monitor output klien.

2. II Tujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x8 jam volume cairan seimbang.Kriteria Hasil:NOC :Fluid Balance Terbebas

dari edema, efusi, anasarka

Bunyi nafas bersih,tidak adanya dipsnea

Memilihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign normal.

Fluid Management :1. Kaji status cairan:

timbang berat badan, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema

2. Batasi masukan cairan

3. Jelaskan pada klien dan keluarga rasional pembatasan cairan

4. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

Hemodialysis therapy5. Ambil sampel darah

dan meninjau kimia darah (misalnya BUN, kreatinin)

6. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap

Fluid Management :1. Mengkaji status

cairan: timbang berat badan, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema

2. Membatasi masukan cairan

3. Menjelaskan pada klien dan keluarga rasional pembatasan cairan

4. Berkolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

Hemodialysis therapy5. Mengambil sampel

darah dan meninjau kimia darah (misalnya BUN, kreatinin)

6. Merekan tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan darah untuk

S:Klien mengatakan badannya lemas dan kakinya masih bengkakO:Turgor kulit jelekEdema pada ekstremitas bawahKlien mau diatur dalam pembatasan jumlah cairan yang masuk.Hasil lab BUN dan kreatinin meningkat dari normalUreum: 202,4 mg/dL (normal: 19-44)Kreatinin: 22,8 mg/dL (normal: 0,6-1,3).TD : 110/80 mmHgSuhu : 37°CKlien terpasang

terapi.

7. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.

8. Bekerja secara kolaboratif dengan klien untuk menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan

mengevaluasi respon terhadap terapi.

7. Menyesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien

8. Berkolaboratif dengan klien untuk menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan

infuse 12tpmA:Masalah teratasi sebagian, masih terdapat oedema pada ekstremitas bawah klien, Klien mau diatur dalam pembatasan cairan yang masuk kedalam tubuh.P:Pertahankan asupan intake cairan sesuai diet terapi

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Pengkajian dimulai dengan mengetahui identitas klien mulai dari nama, alamat,

umur, dan keluhan utama saat datang ke rumah sakit. Lalu dilanjutkan dengan

mengetahui riwayat penyakit sekarang, dahulu dan riwayat keluarga klien. Jika terdapat

tanda bahaya kegawatdaruratan segera kaji menggunakan pengkajian fokus triase ABCD

yaitu Airways, Breathing, Circulation dan Disability. Lalu setelah itu lakukan pengkajian

fisik lengkap dengan hasil pemeriksaan darah ureum kreatinin dan tentukan berapa

jumlah penurunan GFR untuk mengetahui bagaimana cara penanganan gagal ginjal

kronik sesuai gradenya.

Untuk kasus CKD ini, dapat diketahui dari tanda-tanda gejala yaitu dari airways

biasanya terdapat adanya sekret, bunyi nafas wheezing, dari breathing terdapat adanya

dispnea (sesak nafas) kadar oksigen yang menurun, pernafasan yang kussmaul, klien

mengeluh cepat lelah/ letih dan nafas berbau amoniak. Dari pengkajian circulation dapat

diketahui dengan adanya peningkatan tekanan darah, nadi kuat, edema pada ekstremita

sampai anakarsa, capillary refill > 3 detik, dan akral yang dingin. Pada kasus tidak selalu

ditemukan adanya peningkatan tekanan darah jika asaja klien tidak mempunyai riwayat

tekanan darah tinggi maupun diabetes. Pada kasus yang ada lebih sering terjadi adanya

sesak nafas pada klien karena adanya hiperventilasi paru oleh retensi cairan oleh ginjal

maupun kadar Hb yang turun akibat adanya eritroportin yang terganggu sehingga

menurunkan kadar sel darah merah yang bertugas untuk mengangkut oksigen ke seluruh

tubuh. Pada dissability, klien biasanya mengalami badan lemas sampai penurunan

kesadaran.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya edema pada ekstremitas sampai anakarsa,

nyeri tekan pada bagian punggung bawah, BAK dan BAB sedikit, adanya mual dan

anoreksia, riwayat penyakit tertentu, dan jika sudah parah, cairan yang tidak dapat

disaring oleh ginjal akan meyebabkan pruritus dan gagal ginjal yang mengharuskan klien

untuk cuci darah (dialysis).

B. Diagnosa Keperawatan

Pada diagnose keperawatan dapat dijumpai berbagai masalah keperawatan dari

yang primer yang mengancam jiwa klien, sekunder dan tersier. Diagnose keperawatan

primer diantaranya jika klien mengalami sesak nafas, penurunan curah jantung, adanya

sumbatan pada jalan nafas, adanya edema pada ekstremitas sampai anakarsa dan terjadi

penurunan kesadaran.

Pada kasus, penulis hanya mencantumkan diagnose sesuai pengkajian yang

didapat berdasarkan keterangan dari klien maupun keluarga yaitu pola nafas yang tidak

efektif, gangguan perfusi jaringan karena penurunan suplai oksigen, kelebihan volume

cairan karena adanya edema dikedua ekstrimitas bawah, gangguan nutrisi dengan adanya

mual muntah dan anoreksia, dan terjadi intoleransi aktvitas karena klien cepat merasa

kelelahan dan hal tersebut dapat disebabkan karena adanya anemia yang bisa dilihat dari

jumlah hematokrit klien. Pada pengkajian kasus juga sudah dicantumkan nilai

laboratorium yaitu jumlah Hb, Ht, Hemglobin tidak normal dan tekanan darah serta nadi

yang masih normal tetapi terdapat edema pada ekstremitas bawah dan hasil dari ureum

keratinin yang meningkat.

C. Intervensi

Pada perencanaan keperawatan di keperawatan gawat darurat tidak dapat

dilakukan implementasi selama 3x24 jam karena adanya keterbatasan dalam penentuan

masalah keperawatan primer maupun sekunder klien, jadi perawatan hanya dilakukan

selama 1-3x8 jam saja. Untuk penanganan pola nafas yang tidak efektif perawat akan

mengkaji status oksigen dan memberikan tambahan oksigen pada klien, mengkaji adanya

edema dan mencatat adanya pitting edema. Status nutrisi dengan menanyakan apakah

klien mual, muntah dan mengalami anoreksia, jika ya m aka akan dilakukan pemasangan

infuse untuk mengatasi kekurangan nutrisi pada klien sesuai terapi dengan

mempertimbangkan apakah klien memilki riwayat hipertensi ataupun DM. Lalu cek

apakah klien mengalami kelelahan dan keterbatasan dalam beraktivitas, lakukan

pengkajian terhadap klien maupun keluarga agar dapat menghindari resiko jatuh dank lien

dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan keluarga.

D. Implementasi

Pada iplementasi pola nafas yang tidak efektif akan dilakukan pengakajian terkait

dengan apakah klien mengalami sesak nafas atau tidak, temukan apakah ada suara yang

abnormal pada pernafasan maupun suara paru klien. Jika ada yang tidak normal segera

tangani dengan memberikan tambahan oksigen maupun hilangkan penyebab yang

membuat pola nafas menjadi tidak efektif. Gangguan perfusi jaringan yang terjadi karena

suplai oksigen yang turun juga terjadi karena jumlah eritrosit dan Hb yang membawa

oksigen ke seluruh tubuh mengalami penurunan. Membatasi asupan cairan yang masuk ke

dalam tubuh klien juga sangat penting dilakukan untuk mengatur ola diet cairan pada

penderita gagal ginjal kronik agar tidak terjadi edema yang semakin parah dan

memperberat kerja ginjal. Memberikan terapi makan dengan porsi kecil tetapi sering dan

meberikan infuse juga dapat mengatasi adanya kekurangan nutrisi yang diderita oleh

klien, tetapi dit nutrisi ini harus disesuaikan karena gagal ginjal kronik harus diet kalori

dan protein. Dan pada kasus diagnose yang terakhir adalah adanya pembatasan aktivitas

pada klien karena terjadi kelelahan akibat sesak nafas maupun penurunan kesadaran, hal

tersebut selain mencegah terjadinya cedera juga dapat memperingan kondisi tubuh klien

agar tidak beraktivitas secara berat dan menyebabkan klien semakin sesak nafas.

E. Evaluasi

Pada diagnose pertama yaitu pola nafas tidak efektif, masalah sudah dapat teratasi

sebagian dengan pemberian oksigen 3L/menit, tetapi klien harus tetap memakai oksigen

dan posisi klien harus tetap semi fowler ataupun fowler untuk mencegah terjadinya sesak

nafas saat berbaring ataupun beraktivitas.

Pada diagnose kedua dan ketiga masalah belum dapat teratasi karena klien

mengalami oedem pada ekstremitas kaki. Diagnose keempat yaitu gangguan nutrisi kurag

dari kebutuhan tubuh, klien masih belum mau makan dan turgor jelek serta klien hanya

minum yang menyebabkan semakin bertambahnya cairan yang harus disaring oleh ginjal.

Pada diagnose terakhir yaitu intoleransi aktivitas, masalah teratasi sebagian karena

meskipun klien belum dapat beraktivitas secara mandiri, keluarga klien mau dan selalu

mengaasi klien saat beraktivitas sehari-hari.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal ginjal kronik adalah kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi

secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh

gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,

sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

GGK/ CKD (Chronic Kidney Disease) dapat ditandai dengan hasil lab yaitu

ureum kreatinin yang meningkat lebih tinggi dari normal dan adanya penurunan GFR,

terdapat oedema pada ekstremitas sampai anasarka dan biasanya klien akan sesak nafas

karena kadar oksigen yang menurun dan mengalami kelelahan serta penurunan kesadaran.

Perawatan yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan keperawatan

disesuaikan dengan data yang didapatkan dari pengkajian primer maupun sekunder. Yang

paling penting dari perawatan pada klien GGK adalah membatasi jumlah asupan cairan

yang masuk untuk memperingan kerja ginjal yang memang sudah mengalami penurunan

fungsi dalam menyaring cairan dan mengedarkannya keseluruh tubuh.

B. Saran

Pada perawatan klien dengan gagal ginjal kronik sangat penting untuk mengatasi

masalah-masalah utama yang muncul pada pengkajian seperti adanya keluhan sesak

nafas, demam, BAK yang sedikit sampai penurunan kesadaran. Perlu juga melakukan

perawatan dengan menjaga asupan cairan pada klien agar tidak memperberat fungsi

ginjal. diperlukan juga adanya dukungan dari keluarga untuk memotivasi klien agar

melakukan cuci darah, transplantasi ginjal ataupun menjaga asupan cairan yang masuk ke

dalam tubuh klien penderita gagal ginjal kronik. Jaga juga pola makan sesuai diet yang di

anjurkan oleh dokter.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-

pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 31 Oktober 2015

Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu

Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 31

Oktober 2015

Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta :

EGC.

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. 2005. Medical Surgical Nursing Clinical

Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. 2008. Nursing

Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier.

Herdinan, Heather T. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-

2014. Jakarta: EGC.

Johnson, M. Etal. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to

Understanding and Management. USA : Oxford University Press.

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 3

Edisi 8. Jakarta : EGC.

Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

LEMBAR REVISI ASUHAN KEPERAWATAN DAN ANALISA JURNAL READING

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH KUDUS TAHUN 2015/2016

Nama : Yuli Rakhmayani Aryuanda

Pembimbing/ CI : Ns. Nur Hidayat, S.Kep.

Ruang : IGD RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

NO

HARI/ TANGGAL

MATERI KONSULTASIPEMBIMBING

SARAN TTD