MAKALAH CCU TUGAS AKHIR.doc

download MAKALAH CCU TUGAS AKHIR.doc

of 17

Transcript of MAKALAH CCU TUGAS AKHIR.doc

Table of Contents

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang2B. Rumusan Masalah..3BAB II

PEMBAHASANA. Pengertian Bergunjing.....4

B. Dalil Tentang Pergunjingan.................6C. Motivasi Pendorong Pergunjingan dan Obat Penawarnya..8D. Bergunjing Yang di Bolehkan........10E. Pergunjingan Dalam Kehidupan Manusia..11F. Kontekstualisasi Hadits Tentang Pergunjingan dalam Realita Sosial.16BAB III

KESIMPULAN..18DAFTAR PUSTAKA19BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Segala puji bagi Allah yang menciptakan semua baik yang ada pada manusia atau pun apa yang melingkupi kehidupan manusia. Lidah, merupakan anugerah Allah yang dapat membawa manfaat dan sebaliknya bisa menjadi penyebab masuknya seseorang kedalam api neraka. Pergunjingan yang merupakan salah satu ulah lidah yang sekarang telah menjadi budaya yang didorong oleh penyakit hati. Miris memang, ketidaktahuan hukum tentang pergunjingan merupakan salah satu faktor kenapa minat terhadap pergunjingan selalu meningkat. Bergunjing dimanapun dan kapanpun merupakan akhlak tercela yang tidak patut kita sebagai muslim menjadikan budaya dilingkungan masyarakat ataupun keluarga. Berbagai akibat dari bahya bergunjing, baik itu dari lingkungan sendiri (lingkungan sosial), atau pun dalam diri kita sendiri secara emosi. Dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan pentingnya mnejaga lidah dari bahaya membicarakan orang lain baik sepengetahuannya atau pun tidak diketahui olehnya. Dalam infotaiment misalnya, budaya membincangkan aib orang lain seakan-akan telah menjadi biasa dan memilki banyak peminat. Lebih dari itu, dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan pengertian serta dalil al-quran dan hadits tentang pergunjingan, hukum, macam-macam pergunjingan, batasan pergunjingan, serta tips untuk menghilangkan keinginan untuk bergunjing yang telah mengakar dikalangan masyarakat dewasa ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita maupun mayarakat luas.B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dari pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan untuk menjadi pedoman dalam pembahasan makalah ini. Adapun perumusan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengertian atau definisi bergunjing2. Dalil tentang pergunjingan3. Motivasi pendorong pergunjingan dan obat penawarnya

4. Bergunjing yang di bolehkan

5. Pergunjingan dalam kehidupan manusia6. Kontekstualisasi hadits tentang pergunjingan dalam realita sosialBAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bergunjing

Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Arthur Schopenhauer, filsuf yang menjadi inspirator Nietzsche, sering makan malam di sebuah hotel di Frankfurt yang sering dipenuhi tentara Inggris. Setiap sebelum makan, dia akan menaruh sekeping koin emas di meja, dan selesai makan, dia akan mengambil dan memasukan koin itu ke saku. Kebiasaan aneh tersebut menggelitik seorang pelayan untuk menanyakannya. Schopenhauer menjelaskan bahwa dia membuat sedikit taruhan dengan dirinya sendiri: bila tentara-tentara Inggris tersebut berbicara apa pun selain kuda, anjing, dan perempuan, maka Schopenhauer akan memasukkan koin tersebut ke kotak amal.

Begitulah dunia keseharian manusia. Inilah yang merangsang Martin Heidegger sehingga memikirkan ihwal proses kejatuhan manusia secara eksistensial: terperangkapnya manusia ke dalam dunia umum atau dunia keseharian yang bersifat common-sense. Dalam dunia kesehariannya, manusia dikelilingi dengan gunjingan. Gunjingan yang dimaksud bukan semata terbatas pada gosip yang mengumbar aib orang lain. Gunjingan di sini adalah berbagai perbincangan yang tidak substantif, tak mendasar, banal, minim refleksi, tak memiliki daya untuk merangsang membangun ruang penghayatan dan pengayaan diri sendiri, serta mengondisikan manusia dalam rantai rasa ingin tahu yang tak pernah berhenti terhadap berbagai fenomena yang dangkal.

Menurut Jalaluddin bin Manzur, ini juga berarti fitnah, umpatan, atau gunjingan. Dapat juga diartikan membicarakan keburukan orang lain dibelakangnya atau tanpa sepengetahuan yang dibicarakan. Disisi lain an-Nawawi mendefinisikan ghibah adalah mengupat atau menyebut orang lain yang ia tidak suka atau membencinya, terutama dalam hal kehidupannya. Beliau mengatakan bahwa jarang sekali orang yang bisa lepas dari menggunjing orang lain. Tidak berbeda dengan definisi yang disebutkan oleh al-Maragi dalam menjelaskan tentang ghibah yaitu menbicarakan kejelekan atau aib orang lain dibelakangnya, dan jika ia mnegetahui maka ia tidak suka walaupun yang dibicarakan adalah benar.

B. Dalil Tentang Bergunjing

Dalam al-Quran juga terdapat ayat yang berbicara tentang larangan untuk membicarakan orang lain dan itu merupakan perbuatan buruk, hal ini dijelaskan dalam Q.s. Al-Hujurat: 12

wahai sekalian yang beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan mencari aibnya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun berda dalam rumahnya. (HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibn Hibban).

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa perbuatan mengunjing orang lain merupakan perbuatan yang keji dan menjijikkan seperti yang digambarkan oleh Allah bahwa seseorang yang mengunjing ibaratkan memakan daging saudaranya yang sudah mati (bangkai saudarnya).Adapun hadits yang berbicara tentang Ghibah atau bahaya lisan sangat banyak dijumpai dalam kitab-kitab hadits berikut; Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata benar atau diam. (HR.Bukhari-Muslim)

wahai sekalian yang beriman dilidahnya dan belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka karena siapa yang mencari-cari aib saudaranya, niscaya Allah akan mencari aibnya, niscaya Dia akan membuka kejelekannya meskipun berda dalam rumahnya.

(HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibn Hibban). Iman seorang hamba tidak istiqomah sebelum hatinya istiqomah, dan hatinya tidak istiqomah sebelum lidahnya istiqomah.(HR. Ahmad)

Siapa yang menjamin bagiku apa diantara dua tulang dagunya (lidah) dan apa diantara dua kakinya (kemaluannya), maka aku menjamin baginya surga.(HR. al-Bukhari, Tirmudzi, dan Ahmad)Ada dua pelanggaran yang dilkukan oleh yang suka membicarakan orang lain, yaitu pelanggaran terhadap hak Allah, karena ia melakukan apa yang dimurkainya, dan tebusannya adalah dengan taubat dan menyesali perbuatannya. Sedangkan yang kedua adalah pelanggaran terhadap kehormatan sesama. Jika ghibah telah di dengar oleh orangnya maka dia harus menemuinya dan meminta maaf atas perbuatannya dalam membicarakan aibnya.

Dalam hal ini sangatlah berat karena dosanya tidak hilang selama orang tersebut tidak memaafkan. Dalam hal ini Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda:

Siapa yang melakukan suatu kedzoliman terhadap saudaranya, harta atau kehormatannya, maka hendaklah ia menemuainya dan meminta maaf kepadanya dari dosa ghibah itu, sebelum dia dihukum, sementara dia tidak memepunyai dirham atau pun dinar. Jika dia memilki kebaikan, maka kebaikan-kebaikan itu akan diambil lalu diberikan pada saudarnya itu. Dan jika tidak, maka sebagian keburukan-keburukan saudaranya itu diambil dan diberikan padanya. (HR. Bukhari)

C. Motivasi Pendorong Pergunjingan dan Obat Penawarnya

Dikarenakan ghibah merupakan perbuatan yang sangat digandrungi sebagian besar dari kalangan ibu-ibu, maka sebelum membicarakan solusi agar terhindar dari sifat ghibah, terlebih dahulu menjelaskan sebab yang umum terjadinya ghibah dalam masyrakat, berikut sebab-sebabnya;

1. Ingin mengangkat derajat diri sendiri dengan membicarakan keburukan orang lain, artinya untuk menguatkan posisinya atas orang lain, serta agar orang lain menganggap ia yang lebih dari orang lain.

2. Karena penyakit hati seperti, iri dengan keberhasilan dan kemuliaan teman atau tetangganya, sombong akan kelebihan diri sehingga merendahkan orang lain dengan ghibah, serta balas dendam terhadap kejahatan yang pernah orang lain lakukan terhadap dirinya.

3. Dalam rangka melampiaskan amarah yang memuncak, ketika ia sedang marah maka ia melakukan ghibah untuk melampiaskan amarahnya tersebut.

4. Terkadang terdapat dalam lelucon atau gurauan yang merendahkan orang lain.

5. Terkadang karena iba terhadap teman yang ditimpa kesedihan karena perbuatan sesorang misalnya, maka ia dengan tidak sadar agar temannnya merasa lega yaitu dengan menggunjing orang tersebut, dalam hal ini dikarenakan salah paham dalam memahami maksud kesetiakawanan.

6. Dalam realita social, ghibah terjadi juga dikarenakan oleh nilai materi, misalnya dalam tayangan infotaiment yang akan menjadi daya jual bagi produser-produser televisi.

Setelah mengetahui beberapa faktor atau motivasi diatas sebagai penyebab terjadinya ghibah di masyarakat hendaklah dihindari dengan beberapa tips berikut;

1. Dengan slalu ingat bahwa Allah sangat membenci seseorang yang mengunjing saudaranya, sedangkan kebaikan akan kembali pada orang yang dibicarakan dan jika pun orang yang dibicarakan tidak memilki kebaikan maka keburukannya akan kembali pada yang menggunjing.

2. Jika terlintas dalam fikiran untuk melakukan ghibah, maka hendaklah introspeksi diri dengan melihat aib diri sendiri dan slalu berusaha memperbaikinya. Mestinya merasa malu jika membicarakan aib orang lain sedangkan aib sendiri tidak terhitung jumlahnya.

3. Jika pun merasa tidak memiliki aib, maka hendaklah senantiasa mensyukuri nikmat yang telah dilebihkan Allah, bukan malah dengan mengotori diri dengan melakukan ghibah.

4. Menjada diri dari sifat-sifat tercela seperti iri dengki dengan keberhasilan orang lain, sombong dengan kelebihan diri sendiri, serta menjauhi sifat dendam.5. Jika berghibah karena pengaruh teman, atau karena takut dikucilkan karena tidak ikut serta dalam ghibah, maka hendaklah selalu mengingat bahwa murka Allah terhadap siapa yang mencari keridhaan manusia dengan sesuatu yang membuat Allah murka.

6. Berdoa mohon perlindungan Allah agar terhindar dari perbuatan-perbuatan keji. Serta sebisa mungkin menjauhi perkumpulan-perkumpulan yang tidak bermanfaat.D. Bergunjing Yang Di BolehkanMenurut Al Quran dan tafsirnya keluaran Universitas Islam Indonesia (1991) Jilid IX halaman 439-440, bergunjing atau ghibah itu tidak diharamkan jika disertai dengan maksud-maksud yang baik (yang tidak bisa tercapai kecuali dengan bergunjing itu). Ada 6 perkara di mana tidak diharamkan bergunjing, yaitu:

1. Dalam rangka kezaliman agar supaya dapat dibela oleh seorang yang mampu menghilangkan kezaliman itu.

2. Jika dijadikan bahan untuk merubah sesuatu kemungkaran dengan menyebut-nyebut kejelekan seseorang kepada penguasa yang (sebenarnya) mampu mengadakan tindakan perbaikan.

3. Di dalam mahkamah, seorang yang mengajukan perkara boleh melaporkan kepada mufti atau hakim bahwa ia telah dianiaya oleh seorang penguasa yang (sebenarnya) mampu mengadakan tindakan perbaikan.

4. Memberi peringatan kepada kaum Muslimin tentang suatu kejahatan atau bahaya yang mungkin akan mengenai seseorang; misalnya menuduh saksi-saksi tidak adil, atau memperingatkan seseorang yang akan melangsungkan pernikahan bahwa calon pengantinnya adalah seorang yang mempunyai cacat budi pekertinya, atau mempunyai penyakit yang menular.

5. Bila orang yang diumpat itu terang-terangan melakukan dosa di muka umum.

6. Mengenalkan seseorang dengan sebutan yang kurang baik, seperti awar (orang yang matanya buta sebelah) jika tidak mungkin memperkenalkannya kecuali dengan nama itu.

E. Pergunjingan dalam kehidupan manusia

1. Gunjingan Sosial dan AgamaUmumnya agama mengutuk tabiat bergunjing ini. Di masa ini, kita kadang menyebutnya dengan 'pembunuhan karakter'. Dalam khazanah Islam, Imam Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat, pernah berkata,

Lidah itu laksana seekor binatang buas, bila dilepaskan pasti membunuh."

Rasulullah saw pernah menyatakan bahwa mukmin yang bergunjing itu seperti memakan daging saudaranya sendiri.

Pada kalangan sufi, hal ini semakin dipertegas dengan penjelasan bahwa segala sesuatu yang dialami manusia sejak dari mauthin barzakh (atau awam menyebutnya sebagai alam kubur) hingga mauthin-mauthin berikutnya, sesungguhnya hanya merupakan manifestasi kongkrit berbagai hal yang, ketika di mauthin dunia, hanya dianggap sebagai konsep atau perkara abstrak belaka. Misalnya, Al-Quran yang sering dibaca seseorang mewujud menjadi lelaki tampan yang mengawalnya, atau berbagai sifat dan amal buruk seseorang mewujud menjadi sosok mengerikan yang memangsanya, dan demikian seterusnya.Di komunitas keagamaan, gunjingan biasanya terjadi dengan didahului apologi untuk (bergaya) mengambil hikmah. Namun, seringkali batasnya menjadi samar dan berekses sama: membunuh karakter. Karenanya, dengan tajam sekaligus akurat. Salah satu penyebab suburnya pergunjingan jenis ini dalam interaksi sosial adalah ekses dari pikiran menganggur yang tak mendapat "makanan" atau "pekerjaan" yang tepat. Agama, dalam hal memenuhi hak pikiran, umumnya menyarankan manusia untuk berefleksi ihwal dirinya sendiri: rahasia besar misi hidup personal yang diamanahkan Tuhan; maupun juga ihwal kehidupan, alam semesta dan sebagainya, yang tentu saja tidak melulu harus dipikirkan melalui metode filsafat atau teori ilmiah.

2. Gunjingan Media

Abad-abad terakhir ini muncul sesuatu yang disebut oleh Walter J. Ong sebagai kelisanan sekunder melalui media elektronik seperti telepon (genggam), radio, televisi dan internet. Pergunjingan pun menjadi lebih canggih melalui pengolahan citra, yaitu sesuatu yang tampak oleh indera, akan tetapi tidak memiliki eksistensi substansial. Citra ini juga terkait erat dengan hasrat untuk menjadi populer. Meski hasrat seperti ini sudah ada sejak awal keberadaan manusia, kini hasrat tersebut difasilitasi media, misalnya melalui reality show "pencari bakat". Para mahasiswa, misalnya, tidak lagi berkumpul untuk berdiskusi atau berjuang membela masyarakat kecil, tapi berbaris panjang untuk mengikuti audisi. Bahkan orang dari desa terpencil pun bersedia mengorbankan apa saja untuk mengikuti audisi tersebut (bahkan hingga terlilit hutang kepada lintah darat). Menjadi 'populer' diilusikan sebagai jalan keluar dari kemiskinan, atau mencapai kesuksesan dengan cepat. Maka televisi pun diramaikan oleh acara semacam itu. Namun ironisnya, seringkali hasil akhirnya tidak sesuai dengan tema awalnya. Misalnya, pemenang reality show menyanyi bukanlah orang yang bersuara paling bagus, tetapi yang kisah hidupnya paling memilukan penonton. Hal ini merupakan indikasi terlalu mudahnya penonton untuk larut dalam pergunjingan, baik ke dalam dirinya sendiri maupun ke luar dirinya, mengenai hal-hal yang di luar konteks kemampuan menyanyi para kontestannya.

3. Gunjingan Politik

Heidegger menegaskan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa bertanya tentang 'ada': kenapa saya ada di sini, siapa saya, dari mana saya, mau ke mana, dan berbagai pertanyaan eksistensial lainnya. Keadaan "terjatuh" itu disebut Heidegger sebagai faktisitas.

Terkait dengan perenungan akan 'ada' tersebut, Yasraf Amir Piliang menganalisis tentang berubahnya 'ada yang autentik' menjadi 'ada sebagai citra'. Orang mengalami ilusi eksis dan autentik ketika tampil sebagai citra, yaitu ada di dalam televisi, tabloid, internet, dan sebagainya, yang notabene hanya hadir sebagai citra yang tidak autentik.

Terkait citra, Yasraf mengamati bahwa persilangan antara politik, media, dunia hiburan, sosial, dan ekonomi menciptakan semacam kategori ontologi politik berupa 'ada hibrid'. 'Ada politik' kini menjadi bagian tak terpisahkan dari 'ada sebagai citra'. Kini, apa beda antara berita politik dengan gosip infotainmen? Perhatikan bagaimana belakangan ini semakin marak terjadi objek gosip yang juga menjadi objek berita politik.

Selebritis terjun ke dunia politik bukanlah perkara baru di dunia. Namun di Indonesia, tampaknya pertimbangan modal citra yang dimiliki seorang selebritis meski tak punya pengalaman politik sama sekali lebih dominan ketimbang pertimbangan kemampuannya untuk memimpin. Maka, ketika diwawancara tentang apa yang akan dilakukannya seandainya terpilih nanti, ucapan yang meluncur pun lebih menyerupai pergunjingan klise yang tidak memperlihatkan adanya visi autentik untuk dijalankan semasa kepemimpinannya nanti.Ke-'gombal'-an politis seperti ini tak berbeda dengan pergunjingan yang seringkali diusung oleh para politikus non-selebritis melalui janji-janji politik ketika kampanye. Yasraf menunjukkan adanya semacam dinding pemantul atau reflektor, sehingga yang tampil di dunia realitas adalah citra murni (berbagai kemasan ide, gagasan, keyakinan, proyeksi dan janji-janji), akan tetapi semuanya tidak pernah menembus dunia realitas, dalam pengertian tidak pernah diinternalisasikan ke dalam berbagai tindakan nyata. Setiap kali citra dan tanda itu akan memasuki dunia realitas, ia selalu berbalik arah dan memantul kembali ke dalam jagat simbiosis ideologi-citra, tidak pernah menjadi realitas nyata.

4. Gunjingan Ilmiah

Diakui atau tidak, sebagian besar akademisi Indonesia juga masih terjebak dalam atmosfir tradisi lisan. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tradisi sabbathical, atau cuti mengajar untuk menulis karya ilmiah. Padahal, jantung kehidupan dunia ilmiah di zaman ini adalah tulisan, bukan ucapan (yang tidak dipahat menjadi bentuk tertulis). Runyamnya lagi, dengan berbagai alasan penghidupan, banyak para akademisi yang menjadi lebih antusias untuk mengerjakan proyek ketimbang bergiat menghidupkan kegiatan ilmiah. Bahkan, kegiatan penelitian pun sudah berubah menjadi peluang untuk bisa mendapat dana untuk membeli mobil baru, bukan pengetahuan baru. Gelar formal akademis lebih sering menjadi kebanggaan ketimbang kualitas keilmuan yang dimilikinya.Minimnya tradisi menulis ilmiah di kalangan akademisi Indonesia membuat transfer pengetahuan pun lebih bersifat oral ketimbang tekstual. Akibatnya, seringkali pengetahuan tersebut cenderung bersifat konservatif, terlebih dengan adanya atmosfir feodalisme di banyak perguruan tinggi Indonesia. Dialektika pengetahuan yang tak terjadi secara tekstual, semakin terhambat secara lisan akibat arogansi senioritas.

Memang banyak juga bermunculan komunitas ilmiah, baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus. Namun, diskusi yang terjadi di sebagian komunitas itu lebih cenderung berisi gunjingan atau obrolan kesana-kemari yang kurang produktif dalam bentuk tertulis. Heidegger menyebutnya sebagai idle talking.

Hal ini, misalnya, bisa terasa di beberapa komunitas cendekiawan berlabel Islam yang antusias dengan proyek Islamisasi Pengetahuan, sebuah usaha yang sangat patut memperoleh apresiasi. Namun proyek bercita-cita luhur ini sayangnya seringkali disarati dengan gunjingan pseudo-ilmiah yang dilakukan secara 'utak-atik-gathuk'. Misalnya, mengkaji peristiwa Isra Mi'raj menggunakan fisika cahaya atau astronomi. Padahal, fisika maupun astronomi dalam paradigma sains jelas-jelas tidak mengakui adanya realitas lain selain realitas fisik ini. Lagi pula, perlu berapa juta tahun cahaya bagi Rasulullah saw untuk melintasi galaksi yang belum kita ketahui batasnya ini?

Solusi paling pas untuk menghindari pergunjingan di komunitas ilmiah mungkin dengan focused-group discussion. Moderator setidaknya bisa menjaga alur pembicaraan agar tidak melantur ke mana-mana, dan setiap partisipan mempunyai kesempatan berpendapat, sehingga ada pendalaman eksplorasi masalah dan diharapkan bisa lebih produktif menghasilkan tulisan-tulisan ilmiah yang bernas.Meski demikian, manusia itu selalu berkembang dalam hidupnya. Dia tidak akan pernah bisa betah hanya dijejali dengan gunjingan, apapun bentuknya, sebagaimana dijelaskan di atas. Ibaratnya, tidak mungkin manusia hanya makan permen terus menerus, tanpa pernah mendapatkan makanan dengan asupan gizi, mineral, protein, vitamin dan lain sebagainya, yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Oleh karena itu, dalam fase-fase tertentu dalam hidupnya, manusia akan tergerak untuk mencari hal-hal yang lebih esensial untuk memperkaya penghayatan hidupnya, meskipun arus di sekelilingnya seakan mengondisikannya untuk terus bergunjing sampai mati.

F. Kontekstualisasi Hadist tentang Pergunjingan dalam Realita Sosial

Ghibah atau bergunjing dalam masyarakat menyebabkan ketidaknyamanan, ini artinya bahwa ghibah merupakan perbuatan yang benar-benar harus dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari. Berita gosip di televisi misalnya, lama-kelamaan pemberitaan dalam stasiun televisi yang mengumbar-ngumbar aib sesorang seakan sekarang sudah menjadi bagian dari konsumsi masyarakat, dan lebih parahnya berita-berita tersebut sangat digandrungi. Dan hal ini jika terus dibudaykan maka berghibah atau menggunjing orang lain sudah menjadi hal biasa dalam masyarakat khusunya kita Indonesia, setiap pagi disuguhkan dengan berita-berita aib orang lain seperti perselingkuhan, perceraian dan bahkan terkesan propokatif. Hal ini jelas-jelas melanggar ajaran Islam yang melarang mencela, menggunjing, dan meremehkan orang lain. Meskipun memang dalam hukum Islam ghibah atau gosip tidak memilki sanksi yang disebut denagn Tadzir, hanya diterangkan bahwa bagi pelakunya akan mendapat dosa atau azab siksa yang berat.

Dalam permasalahan ghibah atau gosip, beberapa komunitas atau lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah misalnya Majlis Nahdatul Ulama telah mengeluarkan fatwa haram terhadap infotaiment dengan alasan bahwa acara gossip cenderung membuka aib dan mempergunjingkan keburukan orang lain, hal ini tergolong ghibah dan hukumnya haram.

Dalam hadits nabi yang menyatakan tentang ghibah ada dua hal yang sangat urgen yaitu menceritakan aib dan benci jika ia mengetahui maka dari dua kalimat inti tersebut dapat kita simpulkan bahwa yang ternasuk ghibah adalah yang membuka iab orang lain dan jika ia mngetahui maka ia tidak suka dan akibatnya akan mendatangkan permusuhan, kemarahan, dan bahkan bisa pembunuhan. Dalam kasus ini yang perlu kita cermati dalam relita sosial kita, infotaiment misalnya yang memberitakan seorang public figure dimana terkadang sang public figure tersebut merasa diuntungkan dengan adanya pemberitaan mengenai dirinya, akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah khawatir akan adanya pergeseran pemahaman masyrakat tentang makna bahaya ghibah, dan itu akan dianggap sepele. Sedangkan hukuman bagi yang menggosip adalah tidak ringan seperti yang dijelaskan dalam surah al-Hujurat ayat 12, disana ghibah dianalogikan seperti seseorang yang memakan daging saudaranya yang sudah busuk.

Dari pemaparan tentang gosip di infotaiment diatas dapat disimpulkan bahwa berita yang memalukan seperti perceraian, perselingkuhan, putus cinta, seks bebas termasuk unsur ghibah yang tidak ingin dikonsumsi public karena mendorong ahl-hal yang akan merusak. Sedangkan berita-berita bahagia seperti pernikahan (walaupun tidak semua mereka ingin diberitakan) jika ditarik pada makan ghibah diatas ini bukan termasuk dalam kategori ghibah.BAB III

KESIMPULAN

Dari keterangan al-Quran dan hadits Nabi di atas jelaslah bahwa bergunjing merupakan perbuatan tercela yang harus dihindari oleh muslim karena akan mengakibatkan perselisihan dikalangan masyarakat. Bergunjing akan mendatangkan banyak mudharat, diantaranya perselisishan, permusuhan, dendam, perceraian dan bahkan bisa saja terjadi pembunuhan. Islam sebagai agama Rahmatan lil Alamin mencegah hal-hal tersebut, dan mengecam bagi yang melakukan perbuatan tersebut akan mendapatkan siksaan Allah.

Bergunjing dapat dicegah dengan slalu mengingat bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui, ingat akan aib diri sendiri, dan tidak iri dengan keberhasilah saudaranya serta senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah. Adapun bergunjing yang dibebaskan atau ditolerir adalah bergunjing dalam hal amr maruf nahi munkar, dalam rangka menegakkan kebenaran. Melihat realita masyarakat dewasa ini bergunjing seakan dianggap sepele karena masyarakat selalu disuguhi dengan berita-berita selebriti dari pagi hingga siang, terkadang sangat berlebihan dan tidak proporsional. Ini akan menimbulkan berbagai problem dalam masyarakat. Namun tidak semuanya gossip tersebut mengandung unsur ghibah seperti penjelasan hadits Nabi diatas.BIBLIOGRAPHY

http://cchacunk.blogspot.com/2013/10/makalah-akhlak-tentang-ghibah.html diakses pada tanggal 15 juni 2014, pada pukul 20.00

http://as-syifa.blogspot.com/2005/10/bergunjing-ghibah.html diakses pada tanggal 15 juni 2014, pada pukul 20.30

https://groups.google.com/forum/#!topic/harmonisasiuniversal/cO5PFz9vKnY diakses pada tanggal 15 juni 2014, pada pukul 20.00 HYPERLINK "https://groups.google.com/forum/#!topic/harmonisasi-universal/cO5PFz9vKnY" https://groups.google.com/forum/#!topic/harmonisasi-universal/cO5PFz9vKnY diakses pada tanggal 15 juni 2014 pukul 20.00

HYPERLINK "http://cchacunk.blogspot.com/2013/10/makalah-akhlak-tentang-ghibah.html" http://cchacunk.blogspot.com/2013/10/makalah-akhlak-tentang-ghibah.html diakses pada tanggal 15 juni 2014 pukul 20.34

Penempuh Jalan Sufi. hlm. 169

HYPERLINK "http://cchacunk.blogspot.com/2013/10/makalah-akhlak-tentang-ghibah.html" http://cchacunk.blogspot.com/2013/10/makalah-akhlak-tentang-ghibah.html diakses pada tanggal 15 juni 2014 pukul 20.34

HYPERLINK "http://as-syifa.blogspot.com/2005/10/bergunjing-ghibah.html" http://as-syifa.blogspot.com/2005/10/bergunjing-ghibah.html diakses pada tanggal 15 juni 2014 pukul 21.17

HYPERLINK "https://groups.google.com/forum/#!topic/harmonisasi-universal/cO5PFz9vKnY" https://groups.google.com/forum/#!topic/harmonisasi-universal/cO5PFz9vKnY diakses pada tanggal 15 juni pukul 21.40

7