Makalah BPH Icha

57
PRESENTASI KASUS Benign Prostate Hyperplasia (BPH) Pembimbing: dr. Gardjito Sipan, SpBU Disusun oleh : MARISSA LUTHFI 0810221075

description

bph

Transcript of Makalah BPH Icha

PRESENTASI KASUS

Benign Prostate Hyperplasia

(BPH)

Pembimbing:

dr. Gardjito Sipan, SpBU

Disusun oleh :

MARISSA LUTHFI

0810221075

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahPeriode 3 Januari – 12 Maret 2011

RSAL Dr. MintohardjoFakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional

Jakarta

2011

STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

DEPARTEMEN BEDAH

RSAL Dr. MINTOHARDJO

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 72 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Serma TNI AL

Alamat : Cakrawala II, Koja Jakarta Utara

No. Rekam Medik : 044257

Tanggal masuk RSAL : 10 Mei 2011

II. ANAMNESIS

Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 19 Januari 2011.

Keluhan Utama : Tidak bisa BAK.

Keluhan tambahan : -

Riwayat penyakit sekarang : autoanamnesa Tanggal 10 mei 2011 pkl. 13.00 WIB

Dua minggu sebelum masuk rumah sakit pasien yang sudah berumur lanjut

Mengeluh buang air kecil tidak lancar, pancaran kencing lemah, harus menunggu lama

untuk mengawali kencing, mengedan saat buang air kecil, dan alirannya terputus-putus,

dan pasien mengeluh merasa masih ada air kencing yang belum keluar setelah buang air

kecil. Di siang hari pasien bisa 10 kali buang air kecil dan pasien juga mengeluh sering

bangun pada malam hari untuk buang air kecil ± 5 kali setiap malam. Pada akhir kencing

terasa ada air kencing yang menetes, warna air kencing kuning, tidak pernah buang air

kecil dengan warna merah.

Presentasi Kasus : BPH 2

Pasien mengatakan tidak pernah ngompol atau basah pada pakaian dalamnya,

Tidak mengeluh ada rasa nyeri dan panas pada perut bagian bawah dan tidak ada demam,

tidak pernah kencing seperti susu.

Pada saat buang air kecil alirannya tidak pernah berhenti tiba-tiba, tidak perlu

mengurut-urut perut bagian bawah atau berjalan-jalan, tidak perlu berdiri lalu jongkok

untuk memulai kencing kembali dan tidak disertai rasa sakit yang hebat pada ujung penis,

batang penis dan daerah bokong. Pancaran saat buang air kecil tidak pernah bercabang,

tidak ada perubahan pancaran kencing, aliran dan jarak kencing tidak berubah dan tidak

mengeluarkan pasir saat buang air kecil.

3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan sama sekali tidak bisa

buang air kecil. Tidak ada nyeri pada daerah pinggang dan tidak ada riwayat bengkak

pada mata dan muka ketika bangun tidur.

Pasien tidak pernah merasakan adanya benjolan yang keluar saat dia berdiri

atau mengangkat barang berat dan menghilang saat ia dalam posisi telentang atau

berbaring. Pasien juga tidak mempunyai benjolan pada lipat paha, dekat kemaluan

maupun kantong pelir. Buang air besarnya lancar, tidak mengeluh nyeri pada saat BAB,

tidak keluar darah menetes setelah BAB, tidak ada benjolan yang menetap atau keluar

masuk lubang BAB pada saat BAB.

Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan atau jatuh yang mengenai

kemaluannya maupun jatuh pada posisi duduk, belum pernah dipasang selang untuk

kencing, tidak mengeluh nyeri pada daerah punggung. Pasien merasa cukup minum ± 8

gelas sehari, tidak ada pengurangan, pasien tidak mengalami gangguan makan dan tidak

mengalami penurunan berat badan secara mendadak. Pasien belum pernah mengalami

operasi pada daerah perut bagian bawah dan kemaluannya

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : ada, 4 tahun SMRS

Riwayat alergi obat : tidak ada

Riwayat sakit kencing manis : tidak ada

Riwayat tekanan darah tinggi : tidak ada

Presentasi Kasus : BPH 3

Riwayat asma : tidak ada

Riwayat penyakit jantung : tidak ada

Riwayat operasi : tidak ada

Riwayat cedera perut bawah atau kelamin : tidak ada

Riwayat konsumsi obat-obat tertentu dalam waktu lama : tidak ada

Riwayat kencing batu : tidak ada

Riwayat infeksi saluran kencing : tidak ada

Riwayat kesehatan keluarga :

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : tidak ada

Riwayat alergi obat : tidak ada

Riwayat sakit kencing manis : tidak ada

Riwayat tekanan darah tinggi : tidak ada

Riwayat asma : tidak ada

Riwayat penyakit jantung : tidak ada

IPSS (International Prostatic Symptom Score):

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada 1 bulan terakhir

Tidak pernah

< 1 setiap 5x

(<20%)

Kurang dari ½

(<50%)

Kadang-kadang

(50%)

Lebih dari ½

(>50%)

Hampir selalu

a. Pengosongan tidak sempurna.

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda merasa kencing tidak tuntas, artinya masih ada sisa urin dalam kandung kencing setelah selesai kencing?

(incomplete emptying)

0 1 2 3 4 5

Presentasi Kasus : BPH 4

b. Sering kencing.

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda harus kencing lagi sebelum 2 jam?

(frequency)

0 1 2 3 4 5

c. Kencing terputus.

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda mengalami pancaran urin berhenti kemudian keluar lagi?

(intermittency)

0 1 2 3 4 5

d. Kesulitan menahan rasa ingin kencing.

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda sulit menahan kencing?

(urgency)

0 1 2 3 4 5

e. Pancaran melemah.

Selama 1 bulan yang  lalu, berapa sering pancaran kencing anda melemah?

(weak streaming)

0 1 2 3 4 5

f. Mengejan

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda harus mengejan untuk memulai kencing?

(hesitancy)

0 1 2 3 4 5

Presentasi Kasus : BPH 5

g. Kencing malam hari.

Selama 1 bulan yang lalu, selama anda tidur malam, berapa kali anda harus bangun untuk kencing?

(nokturia)

0 1 2 3 4 5

Σ IPSS 26 (gejala berat)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 10 Mei 2011, pukul 14.00 WIB

Keadaan Umum :

Kesadaraan : Compos mentis, GCS 15

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Status gizi : Kesan gizi baik

Tanda-tanda Vital :

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,2 °C

RR : 20 x/menit

Status emosi : tenang

Umur menurut tafsiran : sesuai

Bentuk badan : habitus atletikus

Cara berbaring dan mobilitas : aktif

A. Status Generalis

KULIT

Warna : kuning langsat, pucat, tidak ikterik dan tidak terdapat hipopigmentasi

maupun hiperpigmentasi.

Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul vesikular, pustul

maupun lesi sekunder seperti jaringan parut atau keloid pada bagian

tubuh yang lain.

Rambut : tumbuh rambut pada permukaan kulit.

Presentasi Kasus : BPH 6

Turgor : baik

Suhu raba : hangat

KEPALA

Ekspresi : ekspresif

Simetri wajah : simetris

Nyeri tekan sinus : tidak terdapat nyeri tekan sinus

Pertumbuhan Rambut: distribusi tidak merata, warna putih

Pembuluh darah : tidak terdapat pelebaran pembuluh darah

Deformitas : tidak terdapat deformitas

MATA

Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra superior et inferior ,

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat, isokor, reflek

cahaya +/+.

HIDUNG

Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, sekret -/-, krepitasi tidak ada.

TELINGA

Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-, serumen +/+.

MULUT DAN TENGGOROKAN

Bentuk normal, perioral sianosis (-), bibir tidak kering, lidah tidak kotor, faring tidak

hiperemis, tonsil T1-T1 tenang.

LEHER

Bendungan vena : tidak terdapat bendungan vena

Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris

Trakea : di tengah

KELENJAR GETAH BENING

Leher : tidak terdapat pembesaran KGB di leher

Aksila : tidak terdapat pembesaran KGB di aksila

Inguinal : tidak terdapat pembesaran KGB di inguinal

THORAX

Paru :

(I) Bentuk normal, simetris dalam statis dan dinamis, retraksi suprasternal (-)

(Pa) Gerak simetris, vokal fremitus +/+ sama kuat

(Pe) Sonor pada kedua lapang paru

(A) Suara nafas vesikuler, suara tambahan (-)

Presentasi Kasus : BPH 7

Jantung :

(I) Iktus cordis tampak

(Pa) Iktus cordis teraba pada ICS V, 2 cm lateral linea midklavikularis sinistra

(Pe) Batas atas jantung : ICS III linea sternalis sinistra

Batas kanan jantung : ICS III, IV, V linea sternalis dextra

Batas kiri jantung : ICS V, 2 cm di sebelah lateral linea midklavikularis

sinistra

(A) Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

ABDOMEN

(I) Datar, tidak terdapat jaringan parut, tidak tampak pelebaran vena, tampak

benjolan berbentuk lonjong

(A) Bising usus (+) menurun.

(Pa) Supel, hepar, dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA

kanan & kiri negatif.

(Pe) Timpani pada ke empat kuadran abdomen, meteorismus (-)

UROGENITAL

Lihat status lokalis

EKSTREMITAS

Bentuk normal, deformitas (-), oedema (-), tanda-tanda radang/infeksi (-), akral hangat

pada ke empat ekstremitas.

B. Status lokalis

Urogenital

- CVA

Inspeks : simetris, tidak terdapat massa, tidak ada hematom dan jejas, bulging

tidak ada

Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, ballotement -/-

Perkusi : nyeri ketok tidak ada.

- Suprapubik

Inspeksi : tampak datar, tidak terdapat massa, tidak ada hematom dan jejas,

bulging tidak ada

Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan.

Presentasi Kasus : BPH 8

Genitalia eksterna

Inspeksi : benjolan di inguinal ( - ), benjolan di skrotum ( - ), OUE tenang,

Hiperemis ( - ), oedem ( - ), secret ( - ),

Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan

Anal

Inspeksi           : Tidak tampak massa, fissure (-), fistula (-)

Palpasi             : Nyeri tekan tidak ada

Rectal toucher  : Posisi litotomi,

- Tonus sfingter ani cukup,

- Ampula rekti tidak kolaps,

- Mukosa rectum licin,

- Teraba massa di jam 10, kenyal, permukaan rata/tidak berbenjol-benjol,

simetris, batas atas tidak dapat diraba, sulkus medianus tidak teraba, tidak

ada massa, nyeri tekan tidak ada, krepitasi (-).

- Hand Scoon : feces (+), darah (-), lendir (-).

IV. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : darah rutin, hitung jenis, fungsi hati, fungsi ginjal, gula darah,

urinalisa, sedimen urin.

Tanggal 09 Mei 2011

Leukosit : 8100/μL (normal 5000-10000/μL)Eritrosit : 4,26 juta/mm3 ( normal 3,6-5,2 juta/mm3)

Hemoglobin : 12,5 g/dL (normal 14-18 g/dL)

Hematokrit : 39 % (normal 42-51 %)

Trombosit : 343.000/mm3 (normal 150-400/mm3)

SGOT : 15 u/L (normal < 35 )

SGPT : 18 U/L (normal < 41 )

Ureum : 50 mg/dl (normal 17 – 43 mg/dl )

Kreatinin : 1,6 mg/dl (normal 0,9 mg/dl )

GDS : 132 mg/dL (normal < 200 mg / dl )

Bleeding time : 3’00” (normal 1-6 menit)

Presentasi Kasus : BPH 9

Clothing time : 10’30” (normal 10-16 menit)

EKG : dalam batas normal

Rontgent thorax PA

Tanggal 09 Mei 2011

Kesan :

- Jantung : dalam batas normal

- Paru-paru : dalam batas normal

USG Ginjal Buli

Tanggal 09 Mei 2011

Presentasi Kasus : BPH 10

Kesan : BPH

V. RESUME

Dari anamnesa didapatkan :

·        Pasien laki-laki

·        Umur 72 tahun

·        Tidak bisa BAK sejak 2 hari SMRS

·        Hesitensi (menunggu saat mulai miksi)

·        Intermittancy (BAK terputus-putus)

·        Straining (mengejan)

·        Terminal dribling (menetes di akhir miksi)

·        Emptying incomplete (Miksi tidak puas)

·        Pancaran miksi lemah

·        Frekuensi (sering kencing)

·        Nokturi (lebih sering kencing malam hari)

·        Urgensi (ada keinginan yang sangat untuk BAK)

· Terdapat riwayat keluhan yang sama 4 tahun SMRS

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

Status generalis :

Kesadaraan : Compos mentis, GCS 15

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Status gizi : Kesan gizi baik

Presentasi Kasus : BPH 11

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 36,2 °C

RR : 20x/menit

Kepala dan leher : dalam batas normal

Thorax

Pulmo : dalam batas normal

Cor : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

Status lokalis

Urogenital

- CVA

Inspeks : simetris, tidak terdapat massa, tidak ada hematom dan jejas, bulging

tidak ada

Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, ballotement -/-

Perkusi : nyeri ketok tidak ada.

- Suprapubik

Inspeksi : tampak datar, tidak terdapat massa, tidak ada hematom dan jejas,

bulging tidak ada

Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan.

Genitalia eksterna

Inspeksi : OUE tenang, tidak hiperemis, tidak oedem, tidak ada sekret,

Palpasi : tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan

Anal

Inspeksi           : Tidak tampak massa, fissure (-), fistula (-)

Palpasi             : Nyeri tekan tidak ada

Rectal toucher  :

- Tonus sfingter ani cukup,

Presentasi Kasus : BPH 12

- Ampula rekti tidak kolaps,

- Mukosa rectum licin,

- Teraba massa di jam 10 , kenyal, permukaan rata/tidak berbenjol-benjol,

simetris, batas atas tidak dapat diraba, sulcus medianus tidak teraba, tidak

ada massa, nyeri tekan tidak ada, krepitasi (-).

- Hand Scoon : feces (+), darah (-), lendir (-).

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan:

Laboratorium:

Hemoglobin : 12,5 g/dL → menurun (normal 14-18 g/dL)

Hematokrit : 39 % → menurun (normal 42-51 %)

Ureum : 50 mg/dl → meningkat ( normal 17 – 43 mg/dl )

Kreatinin : 1,6 mg/dl → meningkat ( normal 0,9 mg/dl )

EKG : dalam batas normal

Rontgent thorax PA : dalam batas normal

USG ginjal buli : BPH

VI. DIAGNOSIS KERJA

Diagnosa pre op :

- retensio urin e.c Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

Diagnosa post op :

- Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

VII. DIAGNOSIS BANDING

Ca. prostat

Tumor buli-buli

Striktur uretra

uretrolithiasis

VIII. PENATALAKSANAAN

Presentasi Kasus : BPH 13

BPH

Konservatif :

- Pemeriksaan Lab Urine

- BNO IVP

- Pasang Kateter

Operatif : TURP (Transurethral resection of the prostate), elektif

Operasi tanggal 11 MEI 2011

Operator : dr. Emil, SpBU

Medikamentosa : Antibiotika

Analgetika

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Presentasi Kasus : BPH 14

TINJAUAN PUSTAKA

Benign Prostate Hyperplasia

(BPH)

1. Definisi BPH

Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) disebut juga Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)

adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli

ke perifer dan menjadi simpai bedah.3

2. Anatomi Prostat

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal

uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah

kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke

apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.5

Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :

1. lobus medius

2. lobus lateralis (2 lobus)

3. lobus anterior

4. lobus posterior 5,6

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi

satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak

tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista

kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.6

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah:

zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral.

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal

dari sfingter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona

Presentasi Kasus : BPH 15

tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan

karsinoma prostat berasal dari zona perifer.7,8

Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari

verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan

ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah

belakang didapatkan fascia denonvilliers.

Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat

dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis

dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvik dan kapsul sebenarnya dari

prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.6

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

1. Kapsul anatomis

Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar prostat.

2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler

3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

a. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang

menghasilkan bahan baku sekret.

b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai

adenomatous zone

c. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan

bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami hipertrofi pada usia

lanjut.

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :

1. kapsul anatomis

2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya

(outer zone) sehingga terbentuk kapsul

3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone)

dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.

Presentasi Kasus : BPH 16

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak

jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus

medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu

keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit

mengandung jaringan kelenjar.5,6

Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks

selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak

menyerupai epitel berlapis.

Vaskularisasi

Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang

dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a.

pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk

lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi

menjadi 2 kelompok , yaitu:

1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic

junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar periurethral.

2. Kelompok arteri kapsul, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang yang

memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).9

Aliran Limfe

Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu

untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna ,

iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.9

Persarafan

Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastrikus

dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.

3. Fisiologi Prostat

Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan

plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis

Presentasi Kasus : BPH 17

46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat

dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

4. Etiologi BPH

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia

prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya

dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).7

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia

prostat adalah:

1. Teori Hormonal

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu

antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan

terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan

pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya

hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk

inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk

perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron

dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang

dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.

Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi

hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang

akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini

mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen

oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu

sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak

bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)

Presentasi Kasus : BPH 18

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

Terdapat empat peptic growth factoryaitu: basic transforming growth factor, transforming

growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.

3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa

berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang

mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan

prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan

tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat.

Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi

sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar

adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin

menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan

testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu

sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel,

testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang

kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”.

Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi

“nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan

menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein

menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.5,6,8,10

5. Patofisiologi BPH

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk

dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.

Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa

hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase

penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Presentasi Kasus : BPH 19

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran

kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan

gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase

dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.

Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan

aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika

berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh

ke dalam gagal ginjal.7

Hiperplasi prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal ↑

Buli-buli Ginjal dan Ureter

Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter

Trabekulasi - Hidroureter

Selula - Hidronefrosis

Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis

Gagal ginjal

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu

komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan

adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga

terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi

tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi

pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun

kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga

tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.6

Presentasi Kasus : BPH 20

6. Gambaran Klinis BPH

Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di

luar saluran kemih.

1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala

iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena

didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup

kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.

Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)

2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung

tiga faktor, yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor7,10,11

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga

meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos

prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya

kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.8

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak

sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena

pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering

berkontraksi meskipun belum penuh.

Gejalanya ialah :

Presentasi Kasus : BPH 21

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis

derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Derajat I : Gejala prostatismus +  pada RT ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin <

50 ml

Derajat II : Gejala prostatismus + sisa urin > 50 ml

Derajat III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + batas atas

prostat tidak teraba lagi dan sisa urin > 150 ml.

Derajat IV   : retensi urine total. 8,12,13

Skoring Madsen Iversen dinilai dari kuat pancaran, hesitancy, intermittent,

pengosongan  buli-buli,  inkontinensia,  urgency,  nokturia  dan  frequency. Berdasarkan skor

tersebut BPH digolongkan menjadi: ringan (< 10), sedang (10-20), dan berat (> 20).16

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,

WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor

Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem

skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)

dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang

berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang

menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.

Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:

- Ringan : skor 0-7

- Sedang : skor 8-19

- Berat : skor 20-35

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk

mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan

(fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi

urin akut.

Presentasi Kasus : BPH 22

Faktor pencetus

Kompensasi Dekompensasi

(LUTS) Retensi urin

Inkontinensia paradoksa

International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada 1 bulan terakhir

Tidak pernah

Kurang dari 1 setiap 5x

(<20%)

Kurang dari ½

(<50%)

Kadang-kadang

(50%)

Lebih dari ½

(>50%)

Hampir selalu

a. Pengosongan tidak sempurna.

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda merasa kencing tidak tuntas, artinya masih ada sisa urin dalam kandung kencing setelah selesai kencing?

(incomplete emptying)

0 1 2 3 4 5

b. Sering kencing.

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda harus kencing

0 1 2 3 4 5

Presentasi Kasus : BPH 23

lagi sebelum 2 jam?

(frequency)

c. Kencing terputus.

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda mengalami pancaran urin berhenti kemudian keluar lagi?

(intermittency)

0 1 2 3 4 5

d. Kesulitan menahan rasa ingin kencing.

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda sulit menahan kencing?

(urgency)

0 1 2 3 4 5

e. Pancaran melemah.

Selama 1 bulan yang  lalu, berapa sering pancaran kencing anda melemah?

(weak streaming)

0 1 2 3 4 5

f. Mengejan

Selama 1 bulan yang lalu, berapa sering anda harus mengejan untuk memulai kencing?

(hesitancy)

0 1 2 3 4 5

g. Kencing malam hari.

Selama 1 bulan yang lalu, selama anda tidur

0 1 2 3 4 5

Presentasi Kasus : BPH 24

malam, berapa kali anda harus bangun untuk kencing?

(nokturia)

Σ IPSS

Jumlah nilai :

0 = baik sekali 3 = kurang

1 = baik 4 = buruk

2 = kurang baik 5 = buruk sekali

Presentasi Kasus : BPH 25

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor

pencetus, antara lain:

o Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing

terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum

(alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan

o Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau

mengalami infeksi prostat akut

o Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau

yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau

alfa adrenergik.7

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala

obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari

hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

3. Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau

hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga

mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.7

7. Diagnosis BPH

a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter

ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di

dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

2. Adakah asimetris

3. Adakah nodul pada prostate

4. Apakah batas atas dapat diraba

Presentasi Kasus : BPH 26

5. Sulcus medianus prostate

6. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar,

konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan

kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat

derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada

carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus

prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas

kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai

sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah

terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya

hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab

yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau

uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan

teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri

tekan supra simfisis.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.

1. Darah : - Ureum dan Kreatinin

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

Presentasi Kasus : BPH 27

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis

kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap

beberapa antimikroba yang diujikan.

Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai

saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari

kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan

persarafan pada vesica urinaria.

d. Pemeriksaan pencitraan

1. Foto polos abdomen (BNO)

BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya

batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria

yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga

bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya

metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.

2. Pielografi Intravena (IVP)

Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:

1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis

2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya

indentasi prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter

di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish

3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel,

atau sakulasi vesica urinaria

4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

3. Sistogram retrograd

Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram

retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.

4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)

Presentasi Kasus : BPH 28

Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan

pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat,

menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan

lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.

5. Pemeriksaan Sistografi

Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine

ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran kemungkinan

tumor di dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari

muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan

mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat

penonjolan prostat ke dalam uretra.

6. MRI atau CT jarang dilakukan

Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam

potongan.

e. Pemeriksaan Lain

1. Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh : - daya

kontraksi otot detrusor

tekanan intravesica

resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju

pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah

menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat

derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak

dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot

detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan

pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths

Presentasi Kasus : BPH 29

Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran

urin dapat diukur.

3. Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat

sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang

masih tinggal atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat

pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada

orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat

melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap

sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat

hipertrofi.3,6,8,10,11

8. Diagnosis Banding

1. Kelemahan detrusor kandung kemih

a. kelainan medula spinalis

b. neuropatia diabetes mellitus

c. pasca bedah radikal di pelvis

d. farmakologik

2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :

a. kelainan neurologik

b. neuropati perifer

c. diabetes mellitus

d. alkoholisme

e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)

3. Obstruksi fungsional :

a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor

dengan relaksasi sfingter

Presentasi Kasus : BPH 30

b. ketidakstabilan detrusor

4. Kekakuan leher kandung kemih : Fibrosis

5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :

a. hiperplasia prostat jinak atau ganas

b. kelainan yang menyumbatkan uretra

c. uretralitiasis

d. uretritis akut atau kronik

e. striktur uretra

6. Prostatitis akut atau kronis3,11

9. Kriteria Pembesaran Prostat

Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa

cara, diantaranya adalah :

1. Rektal grading

Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine

derajat 1 : < 50 ml

derajat 2 : 50-100 ml

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

Presentasi Kasus : BPH 31

3. Intra vesikal grading

derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :

derajat 1 : kissing 1 cm

derajat 2 : kissing 2 cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cm.6

10. Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat

menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

1. Inkontinensia Paradoks

2. Batu Kandung Kemih

3. Hematuria

4. Sistitis

5. Pielonefritis

6. Retensi Urin Akut Atau Kronik

7. Refluks Vesiko-Ureter

8. Hidroureter

9. Hidronefrosis

10. Gagal Ginjal11

Presentasi Kasus : BPH 32

11. Penatalaksanaan

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan

penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi

berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:

- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan

penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.

- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih

menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100

ml.

- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih

dari 100 ml

- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat

gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate Symptom Score). Skor ini

berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah

dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan

menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul

obstruksi.3,11

Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk

menentukan cara penanganan.

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan

pengobatan secara konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan

yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection

(TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi,

dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman

biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila

diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu

jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Presentasi Kasus : BPH 33

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan

penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang

sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi

diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.3,11

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan

kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan

bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus).

Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang

mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala

klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,

menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan

gejala klinik ditujukan untuk :1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor 7,11

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher

vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan

endourologi yang kurang invasif.

Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna7

Observasi Medikamentosa OperasiInvasif Minimal

Watchfull waiting

Penghambat adrenergik α

Prostatektomi terbuka

TUMT

TUBD

Penghambat reduktase α

Fitoterapi

Hormonal

Endourologi

1. TUR P2. TUIP

3. TULP (laser)

Strent uretra dengan prostacath

TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif

1. Observasi (Watchful waiting)

Presentasi Kasus : BPH 34

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah

mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-

obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan

minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem

skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.5

2. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:

1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan  blocker

(penghambat alfa adrenergik)

2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon

testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik 

Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan

leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti

diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha

adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan

alfuzosin. Obat penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos

prostat yaitu α1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai

obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4

mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada

vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.

Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa

urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing,

mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien

mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan

ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar

dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan

Presentasi Kasus : BPH 35

manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini

adalah melemahkan libido dan ginekomastia. 3,4,12

Fitoterapi

Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan untuk

pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds.

Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya

pengendalian prostatisme BPH dalam konteks “watchfull waiting strategy”.

Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

frekuensi nokturia berkurang

aliran kencing bertambah lancar

volume residu di kandung kencing berkurang

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:

menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen

bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim

cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase. 4,5

3. Terapi Operatif

Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit

tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,

kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan

perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang

dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.

1. Prostatektomi terbuka

a.1. Retropubic infravesica (Terence Millin)

Keuntungan :

Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal

Mortality rate rendah

Presentasi Kasus : BPH 36

Langsung melihat fossa prostat

Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

Perdarahan lebih mudah dirawat

Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila

membuka vesika

Kerugian :

Dapat memotong pleksus santorini

Mudah berdarah

Dapat terjadi osteitis pubis

Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam

vesika

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis

a.2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

Keuntungan :

Baik untuk kelenjar besar

Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : batu buli,

batu ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit karena

kelainan os pubis, kerusakan sphingter eksterna minimal.

Kerugian :

Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh

Sulit pada orang gemuk

Sulit untuk kontrol perdarahan

Merusak mukosa kulit

Presentasi Kasus : BPH 37

Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neckstenosis 4%)

Inkontinensia (<1%)

Perdarahan

Epididimo orchitis

Recurent (10 – 20%)

Carcinoma

Ejakulasi retrograde

Impotensi

Fimosis

Deep venous trombosis

a.3. Transperineal

Keuntungan :

Dapat langsung pada fossa prostat

Pembuluh darah tampak lebih jelas

Mudah untuk pinggul sempit

Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

Impotensi

Inkontinensia

Bisa terkena rektum

Perdarahan hebat

Presentasi Kasus : BPH 38

Merusak diagframa urogenital 3,6,7,8,1011

b. Prostatektomi Endourologi

b.1.Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir

seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan

bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi

ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil

terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk

keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien

dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam

penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.

Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di

seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan

mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi

tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa

larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat

operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril

(aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan

ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka

pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif

atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini

ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah

meningkat, dan terdapat bradikardi.

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh

dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah

sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai

cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara

lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam,

dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli

selama reseksi prostat.

Keuntungan :

Luka incisi tidak ada

Presentasi Kasus : BPH 39

Lama perawatan lebih pendek

Morbiditas dan mortalitas rendah

Prostat fibrous mudah diangkat

Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

Teknik sulit

Resiko merusak uretra

Intoksikasi cairan

Trauma sphingter eksterna dan trigonum

Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

Alat mahal

Ketrampilan khusus

Komplikasi:

- Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

- Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik

- Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura

uretra.

b.2.Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran

prostatnya mendekati normal.Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan

pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau

incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini

juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti

yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat

penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke

verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat.

Presentasi Kasus : BPH 40

Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya

kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.

b.3.Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)

Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat

yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan

TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi

maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.

Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk

masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu

ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi

ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi

lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan

menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil

akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi

sehabis TUR.

Keuntungan bedah laser ialah :

1. Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat

bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi

2. Teknik lebih sederhana

3. Waktu operasi lebih cepat

4. Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat

5. Tidak memerlukan terapi antikoagulan

6. Resiko impotensi tidak ada

7. Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian :

Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).6,8,11

3. Invasif Minimal

1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Presentasi Kasus : BPH 41

Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai diperkenalkan dalam

tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang

membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang

ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis

jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul

prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut

mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin

timbul.

Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan

microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan

tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mukosa

ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi

penetrasi juga berkurang.

Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan

gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada

tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh

elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya

dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter

yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih

lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.

2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan

jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui

operasi terbuka (transvesikal).

Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.

Mekanismenya :

1. Kapsul prostat diregangkan

2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak

3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

Presentasi Kasus : BPH 42

Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan

ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai

tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan

mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.

4. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter

tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat

dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini

digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan

endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars

prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai,

lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di

uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong.

Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga

kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita

belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif. 2,7,8,11

Presentasi Kasus : BPH 43

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,

1994.

2. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek – Efek

Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.

4. Majalah Illmu Bedah Indonesia: ROPANASURI Vol XXV, No. 1, Januari-Maret 1997; 37

5. Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.

6. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK

UNDIP.

7. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.

8. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan, Jakarta :

Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo,

1993.

9. Cockett A.T.K, Koshiba K : Manual of Urologic Surgery, New York, Springer Verlag, 5,

1979, 125-4

10. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama, Jakarta

: Binarupa Aksara, 1995.

Presentasi Kasus : BPH 44

11. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah

Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.

12. Mansjoer, A., dkk, Kapita Selekta Indonesia, Penerbit Media Asculapius, FK UI 2000;

320-3, 329-34

13. Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa

aksara, Jakarta ; 161-703. 

14. Akbar, muhammad. Benigna Prostate Hyperplasia. Disadur dari

http://ababar.blogspot.com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html.Upload tanggal

13 Desember 2008. Diunduh tanggal 14 Februari 2011.

Presentasi Kasus : BPH 45