Makalah Bom Bali

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di setiap Negara tidak dapat lepas dari tindakan-tindakan melanggar hukum baik secara pidana maupun perdata. Namun yang menjadi keresahan masyarakat adalah maraknya tindakan pidana.Tindakan yang dapat mengganggu kepentingan orang lain ini dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bahkan tindakan ini dapat menghilangkan nyawa orang lain dan mengancam stabilitas Negara. Beberapa tahun terakhir, Indonesia dikejutkan dengan maraknya kasus bom yang terjadi di restoran, hotel, bahkan kedutaan besar pun tak luput dari serangan bom. Hal ini dikategorikan sebagai kasus pidana terorisme dan mulai menjadi trademark bagi Indonesia sebagai Negara teroris. Dengan dalih menjalankan syariat Islam, terror demi terror dilakukan. Tragedi bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 di kecamatan Kuta, Bali. Telah menewaskan 220 orang dan mencederakan 209 orang lainnya yang kebanyakan merupakan orang asing. Peristiwa ini dianggap sebagai kasus pidana terorisme terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Beberapa warganegara asing yang tengah berlibur di Bali menjadi korban dari aksi ini, antara lain 1

Transcript of Makalah Bom Bali

Page 1: Makalah Bom Bali

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Di setiap Negara tidak dapat lepas dari tindakan-tindakan melanggar hukum baik secara

pidana maupun perdata. Namun yang menjadi keresahan masyarakat adalah maraknya tindakan

pidana.Tindakan yang dapat mengganggu kepentingan orang lain ini dapat terjadi kapan saja dan

dimana saja. Bahkan tindakan ini dapat menghilangkan nyawa orang lain dan mengancam

stabilitas Negara.

Beberapa tahun terakhir, Indonesia dikejutkan dengan maraknya kasus bom yang terjadi

di restoran, hotel, bahkan kedutaan besar pun tak luput dari serangan bom. Hal ini dikategorikan

sebagai kasus pidana terorisme dan mulai menjadi trademark bagi Indonesia sebagai Negara

teroris. Dengan dalih menjalankan syariat Islam, terror demi terror dilakukan.

Tragedi bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 di kecamatan Kuta, Bali. Telah

menewaskan 220 orang dan mencederakan 209 orang lainnya yang kebanyakan merupakan

orang asing. Peristiwa ini dianggap sebagai kasus pidana terorisme terbesar yang pernah terjadi

di Indonesia. Beberapa warganegara asing yang tengah berlibur di Bali menjadi korban dari aksi

ini, antara lain Australia,Britania Raya, Amerika Serikat, Jerman, Swedia, Belanda, Perancis,

Denmark, Selandia Baru,Swiss, Brasil, Kanada, serta beberapa Negara lainnya.

Tindakan cepat segera diambil oleh kepolisian guna mengungkap sindikat yang ada di

balik tragedi berdarah ini. Ditetapkan 3 pelaku utama, yakni Imam Samudra, Amrozi, dan Ali

Gufron diikuti oleh anak buah mereka.

Dengan adanya kejadian ini, Indonesia dirundung masalah yang berat terkait dengan

masalah keamanan. Sebagai dampaknya kecaman terus berdatangan dari negara- negara lainnya

dengan mengeluarkan travel warning dan secara tegas melarang warganya untuk datang ke

Indonesia.

1

Page 2: Makalah Bom Bali

Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dianalisa mengenai Tragedi Bom Bali secara

menyeluruh, dengan menitikberatkan pada pelaku bom Bali yakni Trio Bom Bali, dengan

keputusan-keputusan akhir yang membawa mereka pada hukuman mati. Namun setelah divonis

hukuman mati masih terdapat permintaan terdakwa trio bom Bali untuk peninjauan kembali

terhadap eksekusi hukuman mati yang akan dijalankan terpidana.

1.2 Rumusan Masalah

Mengapa MK menerima PK (Peninjauan Kembali) yang diajukan tim kuasa hukum Trio

Bom Bali sehingga berpengaruh pada jangka waktu eksekusi mati yang harus dilaksanakan dan

bagaimana pula keputusan akhirnya?

1.3 Tujuan Penelitian

Seperti yang telah dibahas pada latar belakang , bahwa tindakan pemboman yang terjadi

di Indonesia khususnya di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang telah menewaskan

masyarakat pribumi maupun wisatawan asing merupakan salah satu tindakan pidana , yang para

terpidana terdiri dari : Imam Samudera , Amrozi , dan Ali Gufron yang telah dijatuhkan

hukuman mati. Kemudian timbul fenomena baru mengenai PK (Peninjauan Kembali ) yang

diajukan tim kuasa hukum terpidana Trio Bom Bali karena dianggap eksekusi mati yang berlaku

di Indonesia bertentangan dengan UU pasal 28 I ayat 1 UUD 1945.

Adapun tujuan dari kami dalam memilih topik ini , karena :

- Untuk meninjau lebih lanjut apa alasan MK menerima peninjauan kembali (PK) yang

diajukan oleh tim kuasa hukum trio Bom Bali sehingga berpengaruh pada jangka waktu

eksekusi yang harus dilaksanakan?

- Untuk mengetahui keputusan akhir dari MK mengenai PK yang diajukan oleh tim kuasa

trio Bom Bali.

2

Page 3: Makalah Bom Bali

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Akademik

Untuk memperkaya pengetahuan mengenai kasus hukum dalam hal ini mengenai

kasus pidana Bom Bali I dimana menitikberatkan pada peninjauan kembali (PK)

oleh MK mengenai tata cara eksekusi mati terpidana.

1.4.2 Praktis

Untuk memberitahukan kepada masyarakat mengenai prosesi peninjauan kembali

oleh MK mengenai tata cara eksekusi terpidana mati.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini, tim penulis akan membahas latar belakang

dari kasus pidana Bom Bali I dengan sudut pandang “Peninjauan Kembali

Mahkamah Konstitusi terhadap Eksekusi Mati Bom Bali I ”. Selain itu dijelaskan

pula alasan dari tim penulis memilih topik ini dan manfaat serta sistematika

penulisan dari makalah ini,

BAB II KERANGKA TEORITIS

Dalam Bab II ini akan dijabarkan teori hukum pidana beserta UU yang

berkaitan dengan kasus pidana Bom Bali ini dengan teori-teori terkait lainnya.

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam Bab III ini akan dianalisa dan dibahas secara mendalam mengenai

hal-hal berkaitan yang dapat menjawab daripada rumusan masalah yang telah

dibentuk oleh tim penulis berdasarkan teori hukum pidana dan teori terkait

lainnya.

3

Page 4: Makalah Bom Bali

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Pada Bab ke- IV ini akan diulas kesimpulan dan saran di mana diharapkan

dapat memberikan informasi dan manfaat bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

4

Page 5: Makalah Bom Bali

BAB II

KERANGKA TEORITIS

2.1 HUKUM PIDANA

2.1.1 Pengertian Hukum Pidana

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan

kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan

hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan (keistimewaan dan unsur

yang terpenting dalam hukum pidana).

Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan umum ialah :

1. Badan dan peraturan perundangan Negara, seperti Negara, lembaga-lembaga

Negara,pejabat Negara, pegawai negeri, UU peraturan pemerintah dan sebagainya.

2. Kepentingan hukum tiap manusia yaitu : jiwa, raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan

dan hak milik/harta benda.

Perbedaan antara pelanggaran dan kejahatan :

- Pelanggaran adalah mengenai hal-hal kecil atau ringan yang diancam hukuman

denda

- Kejahatan ialah mengenai soal-soal yang besar

5

Page 6: Makalah Bom Bali

Menurut KUHP pasal 10 hukuman atau pidana terdiri atas :

1. Pidana pokok (utama) :

a. Pidana mati

b. Pidana penjara

Pidana seumur hidup

Pidana penjara selama waktu tertentu(setinggi-tingginya 20

tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun )

c. Pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 hari dan setinggi-tingginya 1

tahun.

d. Pidana denda

e. Pidana tutupan

2. Pidana tambahan

a. Pencabutan hak-hak tertentu

b. Perampasan (penyitaan barang-barang tertentu)

c. Pengumuman keputusan hakim.

2.1.2 Pembagian Hukum Pidana

Hukum pidana dapat dibagi sebagai berikut :

1. Hukum Pidana Obyektif (Jus Punale ), yang dapat dibagi ke dalam :

a. Hukum Pidana Material

Adalah peraturan-peraturan yang menegaskan :

6

Page 7: Makalah Bom Bali

(a) Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum

(b) Siapa yang dapat dihukum

(c) Dengan hukuman apa menghukum seseorang.

Hukum Pidana Material membedakan adanya :

(a) Hukum Pidana Umum

(b) Hukum Pidana Khusus

b. Hukum Pidana Formal ( Hukum Acara Pidana)

Adalah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar

peraturan pidana merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Material.

2. Hukum pidana subyektif (Jus Puniendi)

Adalah hak Negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan Hukum Pidana Obyektif

3. Hukum pidana umum

Adalah Hukum Pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk(berlaku terhadap siapa

pun juga di seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan.

4. Hukum pidana khusus,

Adalah Hukum Pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu.

Hukum Pidana dibagi ke dalam :

a. Hukum pidana militer

b. Hukum pidana pajak (fiscal)

7

Page 8: Makalah Bom Bali

2.2 MAHKAMAH KONSTITUSI

Setelah reformasi, Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki satu lembaga

tinggi Negara, yaitu Mahkamah Konstitusi, tetapi disisi lain menghapuskan Dewan

pertimbangan Agung yang dianggap tidak efektif.

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga pemegang kekuasaan

kehakiman disamping Mahkamah Agung beserta badan peradilan yang berada di

bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan

peradilan militer, lingkungan peradilan Tata Usaha Negara.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir

yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap konstitusi,

memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara, yang kewenangannya diberikan

UUD, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan tentang

hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai

dugaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD.

Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 orang anggota hakim konstitusi yang

ditetapkan oleh presiden yang diajukan masing-masing 3 orang yang masing-masing

diajukan Mahkamah Agung, 3 orang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, 3 orang

diusulkan Presiden.

8

Page 9: Makalah Bom Bali

2.3 PROSEDUR DAN PROSES PENYELESAIAN PERKARA PENINJAUAN KEMBALI

(PK)

2.3.1 PROSEDUR

Langkah langkah yang harus dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (PK):

1. Mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan

melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah.

2. Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan atau putusan

pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak di ketemukan bukti adanya

kebohongan atau bukti baru, dan bila alasan pemohon PK berdasarkan bukti baru

(Novum) maka bukti baru tersebut di nyatakan di bawah sumpah dan di sahkan oleh

pejabat yang berwenang (Pasal 69 UU No. 14 tahun 1985, yang telah di ubah

dengan UU No. 5 tahun 2004).

3. Membayar biaya perkara PK (Pasal 70 UU No. 14 tahun 1985, yang telah di ubah

dengan UU No. 45 tahun 2004, pasal 89 dan 90 UU No. 7 tahun 1989).

4. Panitera Pengadilan tinggi tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan

salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya

14 (Empat Belas) hari.

5. Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam

tenggang waktu 30 (Tiga Puluh) hari setelah tanggal di terima salinan permohonan

PK.

6. Panitera Pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke Mahkamah Agung

selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (Tiga Puluh) hari.

7. Panitera Mahkamah Agung menyampaikan salinan putusan PK kepada pengadilan

Agama/Mahkamah Syar’iyah.

8. Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah menyampaikan salinan putusan PK

kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari.

9. Setelah putusan di sampaikan kepada para pihak maka panitera :

a. Untuk perkara cerai talak :

9

Page 10: Makalah Bom Bali

1. Memberitahukan tentang penetapan hari sidang penyaksian ikrar talak

dengan memanggil Pemohon dan Termohon

2. Memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam

waktu 7 (Tujuh) hari

b. untuk perkara cerai gugat :

1. Memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam

waktu 7 (Tujuh) hari.

2.3.2 PROSES PENYELESAIAN PERKARA :

1. Permohonan PK di teliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian

dicatat dan di beri nomor register PK.

2. Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa

perkaranya telah di registerasi.

3. Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya Ketua tim menetapkan

Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara PK.

4. Menyerahkan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada Penitera

Pengganti yang membantu menangani perkara tersebut.

5. Panitera Pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung

masing-masing (Pembaca 1,2 dan 3) untuk di beri pendapat.

6. Majelis Hakim Agung memutus perkara.

7. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui

Pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan PK.

10

Page 11: Makalah Bom Bali

BAB III

PEMBAHASAN DAN ANALISA

3.1 PEMBAHASAN

Tragedi Bom Bali terjadi tanggal 12 Oktober 2002 di jalan Legian, Kuta, Bali

telah menewaskan 202 orang dan mencederai 209 jiwa lainnya yang kebanyakan adalah

turis asing yang tengah berlibur di Bali. Aksi ini dikecam oleh banyak pihak sebagai aksi

teroris terparah dalam sejarah Indonesia.

Kewarganegaraan para korban antara lain adalah:

Australia (88)

Indonesia (38) kebanyakan Bali

Britania Raya (26)

Amerika Serikat (7)

Jerman (6)

Swedia (5)

Belanda (4)

Perancis (4)

Denmark ( 3)

Selandia Baru (3)

Swiss (3)

Brasil (2)

Kanada ( 2)

Jepang (2)

Afrika Selatan (2

Korea Selatan (2)

Ekuador (1)

Yunani (1)

Italia (1)

Polandia (1)

Portugal (1)

Taiwan (1)

11

Page 12: Makalah Bom Bali

Ditetapkan 3 tersangka utama dalam kasus ini, yaitu Imam Samudra, Amrozi, dan Ali

Gufron beserta sekelompok anak buah yang mengatasnamakan Syariat Islam dalam aksi

Bom ini.

3.1.1 Amrozi bin Nurhasyim

Amrozi bin Nurhasyim ditangkap kepolisian pada tanggal 7 November 2002 karena

diduga terlibat dalam merencanakan aksi pemboman Bali dan berperan sebagai

pengangkut bom. Sidang perdana Amrozi berlangsung pada 12 Mei 2003 di Gedung

Nari Graha, Denpasar yang dipimpin oleh ketua majelis hakim PN Denpasar, I Made

Karna. Jaksa penuntut umum dalam dakwaan dibacakan Urip Tri Gunawan

mendakwa Amrozi melanggar pasal 14 jo pasal 6 Perpu No 1 Tahun 2002 jo pasal

1 UU No 15 Tahun 2003 jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 16

Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ia juga

dipersalahkan melanggar pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP, karena dengan sengaja

menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana

teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, atau menimbulkan korban secara

massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda

orang lain.

Dalam sidang yang dihadiri Menkeh dan HAM Yusril Ihza Menhendra ini, Amrozi

didampingi enam penasihat hukumnya, yakni Mahendradata, Made Rahman

Marasabessi, Qadar Faisal, Ahmad Mihdan, Fahmi, dan Wirawan Adnan.

Jaksa Urip Tri Gunawan, dalam dakwaannya merinci secara detail bagaimana peran

Amrozi dalam kasus bom Bali. Pada Februari 2002, telah mengikuti pertemuan di

Bangkok Thailand bersama Ali Gufron, Sulkifli, Marzuki, Wan Min Muhamad, dan

Dr Ashari.

12

Page 13: Makalah Bom Bali

Dalam pertemuan tersebut dibahas tentang operasi pengeboman terhadap kepentingan

Amerika Serikat. Ali Gufron alias Muklas dalam pertemuan itu bertindak sebagai

orang yang dituakan. Selanjutnya terdakwa Amrozi ikut pertemuan di Surakarta.

Dalam dakwaannya, JPU juga menyebutkan bahwa Amrozi ikut pertemuan di Masjid

Agung Surakarta, yang membahas rencana mengeboman Konsulat AS di Denpasar

dan pembagian tugas. Amrozi, lanjut Urip mendapat tugas menyiapkan bahan

peledak, sedangkan Idris mempersiapkan transportasi dan Imam Samudra

menyiapkan dana dan menentukan sasaran.

Pada tanggal 7 Agustus 2003, hakim menyatakan Amrozi terbukti bersalah karena

turut  merencanakan dan berperan sebagai pengangkut bom dalam aksi bom Bali I

dan ia dijatuhi hukuman mati.

3.1.2 Imam Samudra alias Abdul Aziz

Abdul Aziz alias Imam Samudra ditangkap pada tanggal 21 November 2002 ketika

hendak menyebrang ke Sumatera melalui kapal feri. Polisi meyakini Imam Samudra

berperan sebagai “komandan lapangan” bom Bali I. Dalam persidangan pada tanggal

2 Juni 2003, Imam Samudra juga dijerat pasal berlapis. Pasal-pasal tersebut yakni

primer pasal 14 jo pasal 6 Perpu No 1 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 15 Tahun

2003 jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 16 Tahun 2003 yo

pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan dakwaan subsider, jaksa menggunakan yakni pasal 6 Perpu No 1 Tahun

2002 jo pasal 1 UU No 15 Tahun 2003, jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 2002, jo

pasal 1 UU No 16 Tahun 2003 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Dakwaan lebih subsidair yakni pasal 15 jo pasal 6 Perpu No 1 Tahun 2002, jo

pasal 1 UU No 15 Tahun 2003, jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 2002 jo pasal 1 UU

No 16 Tahun 2003. Sedangkan dakwaan lebih subsidair yakni pasal 9 Perpu No 1

Tahun 2002 jo pasal 1 UU No 15 Tahun 2003 jo pasal 1 Perpu No 2 Tahun 20022

13

Page 14: Makalah Bom Bali

jo pasal 1 UU No 16 Tahun 2003 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman

hukuman mati.

Selain itu, Imam Samudra juga dijerat pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12 tahun

1951 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan pasal 187 ke 1 dan 2 jo pasal 55 ayat (1)

ke 1 jo pasal 63 KUHP.

Pada tanggal 10 September 2003, Imam Samudra dinyatakan bersalah mengatur

pemboman dan dijatuhi hukuman mati.

3.1.3 Ali Gufron alias Muklas

3 Desember 2002 Ali Gufron alias Muklas alias Huda bin Abdul Haq alias Sofwan

ditangkap di Klaten, Jawa Tengah. Muklas mulai diperiksa tim penyidik di Polda

Bali, bersama-sama Abdul Azis alias Imam Samudra dan Amrozi.Tim penyidik

melimpahkan dua berkas atas tersangka Muklas ke Kejaksaan Tinggi Bali. Muklas

diduga sebagai perencana dan pelaku, termasuk koordinator pelaksana di lapangan.

Dia dituntut pasal 6, 11, 13 huruf a, 14 dan 15 Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak, juncto Pasal 1 Perpu No 2/2002 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali dengan ancaman

hukuman mati

Pada 16 Juni 2003, Persidangan kasus Muklas mulai digelar di Aula Gedung Wanita

Nari Graha Renon, Denpasar. Jaksa Penuntut Umum Putu Indriati menuntut dengan

dakwaan berlapis dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak

pidana terorisme, yaitu sebagai perencana peledakan bom dan dengan sengaja

menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror

dan korban jiwa serta kerusakan fasilitas umum. Terdakwa juga terlibat pemufakatan

jahat dan menyediakan dana untuk tindak pidana terorisme. Muklas juga didakwa

14

Page 15: Makalah Bom Bali

melanggar Pasal 1 Ayat 1 UU Darurat No 12/1951 tentang senjata api dan bahan

peledak karena terdakwa memiliki dan menyimpan senjata api tanpa izin, yaitu pistol

jenis FN US Army dan delapan butir peluru.

Mukhlas dituntut hukuman mati. Jaksa Penuntut Umum Indriyati menyatakan

terdakwa telah secara sah dan meyakinkan terlibat dalam peledakan bom 12 Oktober

2002. Dia juga dinilai terlibat jaringan internasional Jamaah Islamiyah kawasan Asia

Tenggara dan melanggar Pasal 6, 14, dan 15 Perpu Antiterorisme.

Undang-Undang No. 2/PNPS/1964

Berdasarkan Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Pidana Mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan

Militer pidana mati dilaksanakan dengan cara ditembak sampai mati.

Dalam kondisi ini, tim Kuasa hukum mengajukan kepada Mahkamah Agung

untuk mengadakan peninjauan kembali terhadap Undang-undang No. 2/PNPS/1964

tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. Hal ini dianggap melanggar UUD 1945

Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 1 KUHP yakni siksaan yang menimbulkan rasa sakit bagi

terpidana.

Di dalam Undang-Undang No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Pidana Mati menyatakan bahwa hukuman yang berlaku di Indonesia adalah Hukuman

Tembak. Dengan dalih menjalankan Hukum Islam, terpidana mati meminta dihukum

secara pancung.Atas dasar itulah Tim Pembela Muslim (TPM) selaku kuasa hukum

ketiga terpidana mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Namun

untuk PK pertama ditolak. TPM tetap bertahan dengan keputusannya mengajukan upaya

PK ke dua kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dengan dasar yang sama mengajukan

peninjauan terhadap Undang-undang No. 2/PNPS/1964.Dengan upaya ini TPM juga

berusaha melakukan penundaan terhadap waktu pelaksanaan eksekusi mati ketiga

terpidana.

15

Page 16: Makalah Bom Bali

3.2 ANALISA

Habis sudah upaya hukum yang dilakukan ketiga terpidana mati Bom Bali untuk

dieksekusi secara pancung. Pada akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak PK yang

diajukan oleh tim kuasa hukum terpidana. Atas putusan tersebut, terpidana mati bom

Bali itu tetap akan dieksekusi dengan cara ditembak. Dalam sidang putusan yang

dipimpin Mahfud M.D. tersebut, MK menilai hal-hal yang diajukan pemohon mengenai

pengujian tidak beralasan, sehingga harus ditolak. Rasa sakit yang dialami terpidana mati

merupakan konsekuensi logis yang melekat dalam pidana mati sebagai akibat

pelaksanaan pidana mati terhadap terpidana sesuai tata cara yang berlaku.

Karena itu, eksekusi dengan ditembak tidak termasuk kategori penyiksaan terhadap diri

terpidana mati,dengan dasar tersebut, seluruh permohonan pemohon, ditolak. Selain itu,

penggunaan hak untuk tidak disiksa dalam pasal 28 I UUD 1945 dinilai tidak tepat.

Tidak ada satu pun cara yang menjamin tiadanya rasa sakit dalam eksekusi,

bahkan semua mengandung risiko terjadinya ketidaktepatan dalam pelaksanaan yang

menimbulkan rasa sakit. Namun, hal itu bukan penyiksaan sebagaimana dimaksud pasal

28 I UUD 1945, sehingga UU Nomor 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana

Mati yang dijatuhkan pengadilan di lingkungan peradilan umum dan militer tidak

bertentangan dengan UUD 1945.

Pasal 1 angka 4 UU HAM mengartikan, penyiksaan adalah setiap perbuatan yang

dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat,

baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau

keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu

perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau pihak

ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu

alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau

16

Page 17: Makalah Bom Bali

penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau

sepengetahuan siapa pun dan/atau pejabat publik.

Oleh karena itu, PK yang diajukan ditolak karena dianggap tidak mempunyai

dasar hukum yang jelas serta dianggap tidak melanggar pasal 28 ayat 1 UUD 1945.

Selain itu, Eksekusi dengan tembak tetap dijalankan sesuai Undang-undang No. 2/

PNPS/1964 tentang Tata Cara Pidana Mati.

Hasilnya pada tanggal 9 November 2009 ketiga terpidana dieksekusi di

Nusakambangan.

17

Page 18: Makalah Bom Bali

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dari kasus ini kami dapat mengambil kesimpulan bahwa :

1. Hukum yang berlaku di Indonesia bersifat Universal yakni berlaku bagi semua

kalangan tanpa memandang SARA

2. Hukum yang berlaku luas di Indonesia adalah Hukum Negara Indonesia dan

bukan Hukum Syariat Islam.

3. Kedudukan Mahkamah Konstitusi di lembaga hukum Indonesia memiliki

pengaruh yang kuat terhadap segala keputusan Hukum sehingga apapun yang

menjadi keputusan MK tidak dapat diganggu gugat. Hal tersebut dialami oleh

Amrozi Cs beserta kuasa Hukumnya. Mereka menghormati semua keputusan MK

walaupun tidak sepaham.

4. Tindakan pengajuan PK dianggap sebagai usaha TPM untuk mengulur waktu

eksekusi walaupun mereka menyatakan tidak demikian.

5. Faktor yang melatarbelakangi penundaan eksekusi pidana mati terhadap kasus

bom Bali Imam Samudra dipicu dari proses upaya-upaya hukum Terpidana.

Penundaan eksekusi pidana mati terhadap Terpidana Imam Samudra alias Abdul

Aziz tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia karena seorang

Terpidana mati yang akan melaksanakan eksekusi, melalui proses upaya-upaya

hukum sebagai penundaan pelaksanaan putusan pengadilan yang merupakan hak

18

Page 19: Makalah Bom Bali

terpidana pada kasus yang mengakibatkan banyak korban ataupun kejahatan

terhadap kemanusiaan,

6. Eksekusi mati tetap berjalan sesuai dengan Undang-Undang No. 2/PNPS/1964

yakni dengan tembak.

7. Pada waktu itu, pengajuan PK masih diterima dan diproses oleh MK karena TPM

mengajukan sesuai prosedur tata cara pengajuan PK yang disusun oleh MK.

4.2 SARAN

1. Mengingat kasus Bom Bali ini telah menewaskan ratusan orang, terlebih banyak

orang asing yang menjadi sasaran utama dari peristiwa naas ini. Tak luput kita

sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan dan bisa merasakan kehilangan

anggota keluarga yang dicintai untuk memberikan simpati terhadap keluarga

korban dari peristiwa itu. Salah satu bentuk simpati terhadap keluarga yang

ditinggal akibat tragedi 12 Oktober 2002 tersebut, tidak lain dalam wujud konkret

dengan perlu dibuatnya peraturan tentang penetapan waktu yang tegas dalam hal

waktu menanti saatnya eksekusi mati terhadap terpidana. Walaupun tidak ada

jaminan bahwa dengan tereksekusinya para terpidana kasus bom bali ini dapat

mengembalikan korban, setidaknya dengan ketepatan waktu dalam melaksanakan

eksekusi mati ini dapat meringankan beban atau mengurangi perih dan duka bagi

keluarga korban.

2. Perlu adanya transparansi dan konsistensi penegak hukum di kalangan Hukum

Indonesia.

19

Page 20: Makalah Bom Bali

LAMPIRAN

Amrozi Imam Samudra Ali Gufron

UU yang terkait dengan kasus terorisme

Hukuman MatiDalam RUU KUHP

Pasal Tindak Pidana Keterangan

1 242 Terorisme Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan

suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas

atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau

hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan

20

Page 21: Makalah Bom Bali

kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup

atau fasilitas umum atau fasilitas internasional.

2 244 Terorisme menggunakan bahan-

bahan kimia

Menggunakan bahan-bahan kimia, senjata biologis, radiologi, mikro-organisme, radioaktif atau komponennya untuk melakukan

terorisme. 3 247 Penggerakan,

Pemberian Bantuan dan kemudahan untuk

Terorisme

Merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk

melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 sampai dengan Pasal 244, Pasal 245, dan Pasal

246. 4 249 Terorisme Setiap orang di luar wilayah

Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan,

kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya

tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana yang sama sebagai

pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 sampai dengan Pasal 244, Pasal 245, dan Pasal 246.

5 250 Perluasan tindak pidana Terorisme

Dipidana karena terorisme setiap orang yang melaku-kan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 dengan pidana mati. Pasal 258 adalah pasal ten-tang Perusakan Pesawat Udara yang Mengakibatkan Matinya

Orang atau Hancurnya Pesawat. 6 251 Terorisme Permufakatan jahat, persiapan,

atau percobaan dan pembantuan melakukan terorisme sebagai

dimaksud Pasal 242, Pasal 243 dan Pasal 244 dan Pasal 250

dipidana sesuai dengan ketentuan pasal-pasal tersebut.

21

Page 22: Makalah Bom Bali

Pasal 28 Ayat 1 huruf I berbunyi “Hak untuk hidup,hak untuk tidak disiksa, hak

kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui

sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun”

DAFTAR PUSTAKA

2007,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yogyakarta : Pustaka Yustisia

Tomasow, M.A. 2005, Indonesian Legal System. Jakarta : London School Of

Public Relations

Syafii, Inu Kencana dan Azhari. 2005, Sistem Politik Indonesia. Bandung : Rafika

Aditama

Kansil, dan Christin Kansil, 1971 cetakan 22. Pancasila dan Udang-Undang Dasar

1945. Jakarta : Pradnya Paramita

http://batampos.co.id/Utama/Utama/MK_Tolak_Pancung_Amrozi_Cs.html

hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_2pnps_1964.pdf

22

Page 23: Makalah Bom Bali

23