Makalah Blok 17

15
Kolangitis et causa Koledokolitiasis Muhammad Naqib Syahmi Bin Said Ja’afar 102013494 Fakultas Kd!ktran "ni#rsitas Kristn Krida $a%ana Jl& 'r(una "tara N!&) Jakarta Barat 11*10 +mail , muhammad&2013fk494-%i#itas&ukrida&a%&id. Abstrak /bstruksi saluran m du biasanya arsial dan intrmitn karna batu trsbut brla n hadan di u(un distal duktus k!ld!kus& Manifstasi batu k!ld!kus da at bru K!ld!k!litiasis tan a sim t!m ditmukan s%ara kbtulan ada saat n%itraan a trda at k!lik bilir disrtai an uan ts faal hati dn an atau tan a iktrus& M mmbahas tntan k!ld!k!litiasis yan mnybabkan tr(adinya k!lan itis akut& Abstract Biliary obstruction is usually partial and intermittent because the rock acts as b distal end of the common bile duct(CBD) . Stones manifestations can be: choledochol with or without symptoms , found incidentally durin imain , colic biliary are mo accompanied by liver function tests disorders with or without !aundice . "his paper more about choledocholithiasis that causes acute cholanitis. Pendahuluan nyakit saluran m du mn nai %uku banyak !ran di dunia& bih nyakit saluran m du diakibatkan k!llitiasis 6batu m du7& r#alnsi batu m rndah dari k(adian sbnarnya karna skitar 905 tta asimt!matik& Batu tr(adi 85 dan 1*5 ada anita& brusia antara 1:;)* tahun& ndrita anita lbih banyak rbandin an 3,1 ada usia < 40 tahun yan mn(adi simban ada manula& 1 Batu m du umumnya ditmukan di dalam kandun m du dan diknal k!llitiasis tta i batu trsbut da at brmi rasi mlalui duktus sistiku m du mn(adi k!ld!k!litiasis& "mumnya asin dn an batu m du (aran mm 1

description

koledokolitiasis menyebabkan kolangitis akuta.

Transcript of Makalah Blok 17

Kolangitis et causa Koledokolitiasis

Muhammad Naqib Syahmi Bin Said Jaafar102013494Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]/

Abstrak

Obstruksi saluran empedu biasanya parsial dan intermiten karena batu tersebut berlaku sebagai penghadang di ujung distal duktus koledokus. Manifestasi batu koledokus dapat berupa: Koledokolitiasis tanpa simptom, ditemukan secara kebetulan pada saat pencitraan, paling sering terdapat kolik bilier disertai gangguan tes faal hati dengan atau tanpa ikterus. Makalah ini akan membahas tentang koledokolitiasis yang menyebabkan terjadinya kolangitis akut.Abstract

Biliary obstruction is usually partial and intermittent because the rock acts as ball valve at the distal end of the common bile duct(CBD) . Stones manifestations can be: choledocholithiasis with or without symptoms , found incidentally during imaging , colic biliary are most often accompanied by liver function tests disorders with or without jaundice . This paper will discuss more about choledocholithiasis that causes acute cholangitis.

Pendahuluan

Penyakit saluran empedu mengenai cukup banyak orang di dunia. Lebih dari 95% penyakit saluran empedu diakibatkan kolelitiasis (batu empedu). Prevalensi batu empedu lebih rendah dari kejadian sebenarnya, karena sekitar 90% tetap asimtomatik. Batu terjadi pada pria 7% dan 15% pada wanita. berusia antara 18-65 tahun. Penderita wanita lebih banyak dengan perbandingan 3:1 pada usia < 40 tahun, yang menjadi seimbang pada manula.1

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, dan dikenal sebagai kolelitiasis, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi koledokolitiasis. Umumnya pasien dengan batu empedu jarang mempunyai keluhan, namun sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami komplikasi akan terus meningkat.2

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri dari kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid (lesitin), dan elektrolit. Menurut gambaran makroskopiknya terbagi atas tiga golongan yaitu: batu kolesterol, batu kalsium bilirubinat atau batu pigmen coklat, batu pigmen hitam.2Anamnesis

Berisi lamanya gejala berlangsung, ada dan sifat nyeri abdomen, demam atau gejala peradangan lainnya, perubahan selera makan, berat badan, dan kebiasaan buang air besar. Perhatian juga jika ada riwayat penggunaan alkohol, riwayat pengobatan juga harus dicermati, obat-obatan tertentu menyebabkan baik kolestatis, seperti anabolik steroid dan klorpromazin.

Pruritus seringkali dikaitkan dengan kolestatis kronik berasal baik dari obstruksi ekstrahepatik ataupun penyakit kolestatik hati seperti kolangitis. Sebaliknya tinja yang akolis lebih sering terjadi pada pasien obstruksi kandung empedu ekstrahepatik akibat tumor, koledokolitiasis, atau secara sekunder akibat kelainan kandung empedu kongenital seperti peradangan kista koledokus.3

Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam, ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin dan demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning pada kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita.2,3Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan apa-apa karena batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Jika sampe terjadi kolangitis, maka pada pemeriksaan fisik ditemukan warna kekuningan pada kulit atau mata adalah penanda penting secara fisik pada penyumbatan di empedu. Kekuningan atau warna tanah liat pada tinja juga dapat menaikkan kecurigaan pada koledokolitiasis atau pankreatitis.1,2

Jika gejala tersebut dibarengi dengan demam dan menggigil, dapat dipertimbangkan juga diagnosis kolangitis. Pada kolangitis ditemukan nyeri abdomen, demam tinggi/mengigil, ikterus obstruktif (trias Charcoat), nyeri tekan hebat pada kuadran kanan atas.1,2Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis koledokolitiasis biasanya melibatkan diagnosis banding ikterus. Bilirubin serum biasanya kurang dari 10 mg persen dan bisa berfluktuasi. Peningkatan kadar alkali phosphatase khas yang melebihi proporsi enzim hati menggambarkan kolestasis ekstrahepatik yang berlawanan dari kolestatis intrahepatik. Tes penyaring mencakup ultranografi dan tomografi dikomputerisasi untuk mendeteksi batu empedu yang ada bersamaan di dalam vesika biliaris dan/atau dilatasi duktus intrahepatik dan ekstrahepatik.4

Walapupun kadang-kadang diagnosis batu duktus koledokus bisa didapat oleh penyajian klinis, namun banyak ahli bedah percaya bahwa diagnosis prabedah obyektif, penting untuk menyingkirkan kemungkinan etiologi lain. Ini dapat dicapai dengan kolangiografi retrogad endoskopi atau transhepatik perkutis. Teknik ini menyingkirkan keganasan periampula atau saluran empedu sebagai penyebab ikterus obstruktif; mendiagnosis kolangitis sklerotikans, mencegah kelambatan waktu kolangiografi intraoperatif dan menghasilkan radiograf yang lebih unggul dibandingkan yang dapat pada pembedahan.4

Dengan pendekatan ini, ahli bedah dapat mencegah penemuan tumor atau kelainan peradangan atau kongenital dalam eksplorasi yang dimana ahli bedahnya belum siap atau tidak cakap untuk menghadapinya waktu itu.4Pemeriksaan Laboratorium

Peningkatan enzim hati yang menunjukkan kolestatis (gamma glutamin transferase dan alkali fosfatase). Kemudian dapat pula dijumpai peningkatan enzim pankreas (amilase dan lipase) apabila batu menyumbat duktus koledokus dan duktus pankreatikus. Serta dapat pula ditemukan adanya peningkatan bilirubin serum.2Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi adalah jenis pemeriksaan tersering digunakan untuk mengidentifikasi batu empedu. Dilatasi duktus biliaris (intrahepatik atau ekstrahepatik) meningkatkan kemungkinan batu pada duktus biliaris komunis (common bile duct [CBD]) walaupun ultrasonografi transabdominal jarang bisa membuktikan atau menyingkirkan ini (30-40% pasien dengan batu pada CBD memiliki hasil USG yang normal).1,2

USG endoskopik memiliki sensitivitas lebih besar namun lebih invasif dan lebih jarang tersedia. USG mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk deteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intra maupun ekstra hepatik, namun sensitifitas untuk batu koledokus hanya 50%. Tidak terlihatnya batu koledokus di USG tidak menyingkirkan koledokolitiasis.1,2

ERCP (endoscopic retrogade cholangio-pancreatography) memberikan pencitraan pasti dari cabang bilier dan juga kesempatan untuk menghilangkan obstruksi bilier dengan melakukan sfingterektomi endoskopik dan pengangkatan batu CBD. ERCP merupakan pemeriksaan terbaik untuk mendeteksi batu saluran empedu. Pada ERCP, kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Indikasi utama ERCP adalah ikterus obstruktif.1,2,4Gambar 1. Kolangiogram.4

PTC (percutaneous transhepatic cholangiography) adalah pemeriksaan pendekatan alternatif dalam mendapatkan visualisasi langsung dari cabang bilier. MRCP atau magnetic resonance kolangiopancreatography adalah dengan perbaikan pada magnetic resonance imaging, pemeriksaan ini semakin banyak tersedia sebagai alternatif selain ERCP dalam memperlihatkan cabang bilier.1

MRCP merupakan teknik pencitraan menggunakan gama magnet tanpa zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP, saluran empedu akan terlihat terang karena intensitas sinyal yang tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat dengan intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu yang intensitasnya tinggi. Maka metode ini sangat cocok untuk mendeteksi batu saluran empedu.1

Gambar 1. Lokasi Batu Empedu.2Working Diagnosis

Koledokolitiasis

Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu empedu di dalam saluran empedu yaitu di duktus koledokus komunis (CBD). Koledokolotiasis terbagi dua tipe yaitu primer dan sekunder. Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu sedangkan koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus. Koledokolitiasis primer lebih banyak ditemukan di Asia, sedangkan di negara barat banyak koledokolitiasis sekunder.2

Sepuluh sampai 15 persen yang menjalani kolesistektomi batu empedu akan mempunyai batu dalam duktus koledokus juga. Sebaliknya hampir semua pasien koledokolitiasis menderita batu empedu bersamaan dalam vesika biliaris. Insiden koledokolitiasis pada waktu kolesistektomi meningkat bersama usia, sekitar 3% diantara usia 20 dan 40 tahun serta meningkat ke 25 persen diantara usia 60 dan 80 tahun.4

Batu duktus koledokus diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder. Yang terahir jauh lebih lazim dan mencapai duktus koledokus dengan bermigrasi melalui duktus sistikus setelah terbentuk dalam vesika biliaris. Batu primer terbentuk di dalam batang saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik.4

Batu duktus koledokus bisa berjalan asimtomatik ke dalam duodenum atau bisa tetap di dalam batang saluran empedu selama beberapa bulan atau tahun tanpa menyebabkan gejala. Tetapi koledokolitiasis sering merupakan sumber masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam jiwa. Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobilia dalam lebih dari 75 persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akuta.4

Episode parah kolangitis akuta dapat menyebabkan abses hati . Migrasi batu empedu kecil melalui ampula Vateri sewaktu ada saluran umum di antara duktus koledokus distal dan duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif. Obstruksi saluran empedu subklinis kronika berahir dengan sirosis bilier sekunder.4

Keseriusan penyajian klinis ditemukan oleh derajat dan lama obstruksi saluran empedu serta luas infeksi sekunder. Walaupun koledokolitiasis sering asimptomatik, sewaktu gejala timbul sering kolik empedu koledokolitiasis tak dapat dibedakan dari kolelitiasis. Tetapi demam yang memuncak, kedinginan, dan ikterus menggambarkan adanya batu duktus koledokus dan kolangitis akuta. Ikterus khas sepintas dan episodik. Umumnya koledokolitiasis tidak menyebabkan obstruksi lengkap.4Kolangitis

Kolangitis dan koledokolitiasis sering terjadi berdampingan. Koledokolitiasis didefinisikan sebagai adanya batu pada saluran empedu yang berbeda dari kolelitiasis. Koledokolitiasis mungkin asimptomatik atau menyebabkan gejala akibat obstruksi, pankreatitis, kolangitis, abses hati, sirosis bilier sekunder, kolesistitis batu akut. Kolangitis adalah kata yang dipakai untuk infeksi bakteri pada saluran empedu. Kolangitis dapat disebabkan semua lesi yang menyebabkan obstruksi aliran empedu, dan yang tersering adalah koledokolitiasis.5

Kausa yang jarang adalah akibat pemakaian kateter atau stent (alat yang mencegah obstruksi), tumor, pankreatitis akut, striktur jinak, dan meskipun jarang jamur, virus, atau parasit. Bakteri kemungkinan besar masuk saluran empedu melalui sfingter Oddi; infeksi saluran empedu intrahepatik disebut kolangitis asenden. Bakterinya biasanya adalah aerob usus negatif-Gram, misalnya E-coli, Klebsiella, Clostridium, Bacteroides, atau Enterobacter, dan streptokokus grup D.5

Kolangitis biasanya bermanifestasi sebagai demam, menggigil, nyeri abdomen, dan ikterus, disertai peradangan akut dinding saluran empedu dan masuknya neutrofil ke dalam lumen. Gejala yang hilang timbul mengisyaratkan serangan obstruksi parsial. Bentuk terparah kolangitis adalah kolangitis supuratif karena terdapatnya empedu purulen yang mengisi dan meregangkan saluran empedu.5Diagnosis Banding

Kolesistitis Akut

Peradangan kandung empedu dapat bersifat akut, kronik, atau proses akut yang timbul pada keadaan kronik. Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang seringkali terjadi karena batu yang kecil melewati ke dalam duktus koledokus. Peradangan ini hampir selalu berkaitan dengan batu empedu. Pendertia batu empedu sering memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis.5

Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak di epigastrium atau abdomen kuadaran kanan atas; nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan. Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar mandir atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Kolesistitis batu akut adalah peradangan akut kandung empedu yang 90%-nya dipicu oleh obstruksi leher atau duktus sistikus. Hal ini merupakan komplikasi tersering batu empedu dan alasan utama dilakukannya kolesistektomi darurat.5

Serangan kolesistitis akut berawal dari nyeri epigastrium atau kuadaran kanan atas yang bersifat progresif, sering disertai demam ringan, anoreksia, takikardi, berkeringat, mual, muntah. Sebagian besar pasien tidak ikterik; adanya hiperbilirubinemia mengisyaratkan obstruksi duktus biliaris komunis. Terjadi leukositosis ringan sampai sedang dan mungkin disertai oleh peningkatan ringan kadar alkali fosfatase serum.5Kolesistitis Kronik

Dapat merupakan sekuele dari serangan berulang kali kolesistitis akut ringan sampe berat, tetapi pada banyak kasus, penyakit ini timbul tanpa serangan sebelumnya. Tidak memiliki gambaran klinis mencolok seperti pada bentuk akut. Kolesistitis kronik ini biasanya ditandai dengan serangan berulang nyeri epigastrium atau kuadaran kanan atas yang menetap seperti kolik. Keluhan sering mual, muntah dan intoleransi terhadap makanan berlemak.5

Gejala kolesistitis kronis mirip dengan gejala kolesisitis akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi.5Etiologi

Penyebab koledokolitiasis sama seperti kolelitiasis. Batu pada koledokolitiasis dapat berasal dari batu di kandung empedu yang bermigrasi dan menyumbat di duktus koledokus, atau dapat juga berasal dari pembentukan batu di duktus koledokus itu sendiri. Batu empedu sering ditemukan di AS, yaitu mengenai 20% penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini mengalami pembedahan saluran empedu.5

Batu empedu jarang terjadi pada usia dua dekade pertama. Namun wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan lebih beresiko menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya insiden terbentukknya batu empedu.5

Batu empedu hampir selalu dibentuk di kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya; akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.5

Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukkan batu empedu. Status empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tertentu. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya statis.5

Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebaban tingginya insidensi dalam kelompok ini. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukkan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.5Patogenesis

Batu yang berada di duktus koledokus atau koledokoloitiasis dapat dibentuk di duktus tersebut sejak dari awal atau karena migrasi dari kandung empedu. Batu yang dibentuk sejak awal di duktus koledokus disebut koledokolitiasis primer. Proporsinya tidak lebih dari 5%. Sebanyak 95% kasus koledokolitiasis terjadi karena migrasi dari kandung empedu yang disebut koledokolitiasis sekunder.6

Gambar 2. Kandung Empedu dan Duktus-duktusnya.7

Pasien dengan batu empedu di duktus koledokus bila tidak segera ditangani beresiko mengalami infeksi ulang disebut kolangitis. Dalam keadaan demikian pasien mengeluh demam, menggigil, mata kuning, dan nyeri perut kanan atas. Penyebab infeksi atau kolangitis terutama Escherichia coli, Klebsiella, Pseudomonas. Pada kondisi demikian, apabila tidak ditangani dapat berakibat kematian.6Gejala Klinik

Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Gejala koledokolitiasis mirip seperti kolelitiasis seperti kolik bilier, mual, muntah, namun pada koledokolitiasis disertai ikterus, BAK kuning pekat, BAB berwarna dempul. Gejala pada kolangitis antara lain: nyeri abdomen, demam tinggi/ menggigil, ikterus obstruktif (trias Charcoat), nyeri tekan hebat pada kuadaran kanan atas.1,2,7Penatalaksanaan

Batu saluran empedu selalu menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalui suatu prosedur yang disebut endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Pada ERCP, suatu endoskopi dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung, dan ke duodenum. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi.2

Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus dan dikeluarkan bersama tinja. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan operasi terbuka.2

Komplikasi yang mungkin segera terjadi adalah perdarahan, pankreatitis akut, dan perforasi atau infeksi saluran empedu. Pada 2-6% penderita, saluran dapat menciut kembali dam batu empedu dapat timbul kembali. Pada tatalaksana batu saluran empedu yang sempit dan sulit, diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik, litotropsi laser, electro-hydarulic shcok wave lothitripsy, atau ESWL.2

Bila usaha pemecahan batu dengan cara di atas gagal, maka dapat dilakukan pemasangan stent bilier perendoskopik di sepanjang batu yang terjepit. Stent bilier dapat dipasang dalam saluran empedu sepanjang batu yang besar atau terjepit yang sulit dihancurkan dengan tujuan drainase empedu.2

Tatalaksana medis koledokolitiasis adalah penderita harus dipuasakan dan dirawat jika menunjukkan gejala kolangitis akut. Apabila ada distensi perut, dipasang pipa lambung. Dilakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, penanganan syok, pemberian antibiotik sistemik, dan pemberian vitamin K sistemik kalau ada koagulopati. Biasanya keadaan umum dapat diperbaiki dalam waktu 24-48 jam.8

Tatalaksana endoskopi apabila setelah tindakan diatas keadaan umum tidak membaik atau kondisi penderita malah semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik untuk mengalirkan empedu dan nanah dan membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa nasolabier.8

Cara ini berhasil melalui sfingterotomi sfingter Odi di papila Vateri, yang memungkinkan batu keluar secara spontan atau melalui kateter. Indikasi lain dari sfingterotomi endoskopik adalah adanya riwayat kolesistektomi. Apabila batu di duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini dianjurkan litotripsi lebih dahulu untuk mengeluarkan batu duktus koledokus secara mekanik melalui papila vateri dengan alat ultrasonik atau laser. Umumnya penghancuran ini bersama-sama atau dilengkapi dengan endoskopik dan sfingterotomi.8

Penyaliran bilier transhepatik perkutan (percutaneus tranhepatic biliar drainase= PTBD) biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada saluran empedu dapat dimasukkan koledoskop dari luar untuk membantu mengambil batu intrahepatik.8

Koledoktomi. Sambil memperbaiki keadaan umum serta mengatasi infeksi kolangitis, diagnosis dipertajam. Biasanya USG ditemukan kolesistolitiasis disertai koledokolitiasis. Kalau pada kandung empedu tidak ditemukan batu, atau pernah dilakukan kolesistektomi, tetapi di dalam duktus koledokus ditemukan batu apalagi bila batu ditemukan di saluran intrahepatik, perlu dicurigai batu primer saluran empedu.8

Pemeriksaan endoskopik (ERCP) dapat membantu menegakkan diagnosis sekaligus dapat dilakukan sfingeterotomi sebagai terapi definitif atau terapi sementara. Pada waktu laparotomi untuk kolesistektomi, perlu ditentukan apakah akan dilakukan koledokotomi dengan tujuan eksplorasi saluran emepdu. Kolangiografi intraoperatif tidak selalu dilakukan pada penderita yang dicurigai mendertia koledokolitiasis karena prosedur ini memakan waktu. Tindakan ini hanya dilakukan atas indikasi yang selektif.8

Indikasi membuka duktus koledokus adalah jelas jika ada kolangitis, teraba batu atau ada batu pada foto. Indikasi relatif ialah ikterus dengan pelebaran duktus koledokus. Untuk menentukan indikasi absolut dilakukan kolangiogram sewaktu pembedahan. Sewaktu melakukan eksplorasi saluran empedu, semua batu, lumpur, debris harus dibersihkan, sebaiknya dengan bantuan koledoskop. Kalau ada striktur sfingter Oddi, harus dilakukan dilatasi dengan sonde khusus.8Komplikasi

Sirosis bilier sekunder adalah kelainan pada hati yang ditandai dengan obstruksi saluran empedu dengan atau tanpa infeksi, melibatkan inflamasi peritoneal dengan fibrosis yang progresif. Salah satu penyebabnya adalah koledokolitiasis. Pada tahap awal, sirosis bilier sekunder mungkin tidak menunjukkan gejala klinis. Gejala muncul ketika sejumlah besar empedu terhambat dan menumpuk di saluran empedu. Gejala awal yang umum timbul adalah gatal kulit, lemas (fatigue), jaundice.2

Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orangtua sebagai komplikasi penyakti saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi saluran empedu menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multipel.8

Bakteremia dan sepsis gram negatif. Bakteremia adalah terdapatnya bakteri dalam aliran darah (25-40%). Komplikasi bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama penyebab terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan utama sekitar 10-15%.8

Dapat pula terjadi kerusakan duktus empedu akibat tindakan kolesistektomi atau pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai anatominya. Kesalahn yang sangat fatal adalah tidak mengetahui transeksi atau ligasi pada duktus. Peradarahn juga dapat terjadi. Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat mengalami trauma dan perdarahan saat melakukan operasi.8

Prognosis

Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat sering karena komplikasi mekanik berupa sirosis bilier sekunder dan infeksi berat yang terjadi berupa kolangitis akut.2Kesimpulan

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, dan dikenal sebagai kolelitiasis, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi koledokolitiasis. Umumnya pasien dengan batu empedu jarang mempunyai keluhan, namun sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami komplikasi akan terus meningkat.

Pasien dengan batu empedu di duktus koledokus bila tidak segera ditangani beresiko mengalami infeksi uang disebut kolangitis. Dalam keadaan demikian pasien mengeluh demam, menggigil, mata kuning, dan nyeri perut kanan atas. Penyebab infeksi atau kolangitis terutama Escherichia coli, Klebsiella, Pseudomonas. Pada kondisi demikian, apabila tidak ditangani dapat berakibat kematian.

Batu saluran empedu selalu menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalui suatu prosedur yang disebut Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP). Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat sering karena komplikasi mekanik berupa sirosis bilier sekunder dan infeksi berat yang terjadi berupa kolangitis akut.Daftar Pustaka

1. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 121.2. Rosing DK, De Virgilio C, Nguyen AT, El Masry M, Kaji AH, Stabile BE. Cholangitis: analysis of admission prognostic indicators and outcomes. Am Surg. Oct 2007; 73(10):949-54.3. Isselbacher, Braundwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2008. h. 268.4. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2011. h. 134.

5. Kumar V, Abbas AL, Fausto N. Dasar patologi penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2010. h. 954-6.6. Cahyono JBSB. Batu empedu. Yogyakarta: Kanisius; 2009. h. 50-1.7. Watson R . Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC; 2006. h. 352.8. Jong WD, Sjamsuhidajat. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005. h. 776-78.15