makalah blok 14

download makalah blok 14

of 22

Transcript of makalah blok 14

Arthritis ReumatoidCalista Paramitha Fakultas Kedokteran Universitas Krsten Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk, Jakarta 11510

Pendahuluan1Perubahan perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti. Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi. kelemahan otot, dan gangguan gerak Artritits rheumatoid (AR) merupakam suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan penyakit yang autoimun yang di tandai dengan terdapatnya sinovitif erosive yang walaupun terutama mengenai jaringan

1

persendian, seringkali melibatkan organ tubuh lainnya. Sebagian besar pasien menunjukkan penyakit kronik yang hilang timbul, bila tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disibilitas bahkan kematian dini. Selama decade terakhir ini telah banyak dilakukan penelitian tentang AR yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam konsep AR sebagai penyakit berbagai bidang termasuk etiologi, diagnosis, pathogenesis, penatalaksaan dan pencegahan.

Anamnesis 2Anamnesis berasal dari kata Yunani artinya mengingat kembali. Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis. Tujuan anamnesis yaitu: untuk mendapatkan keterangan sebanyakbanyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Dalam melakukan anamnesis diusahakan agar pasien atau orang tua dapat menyampaikan keluhan dengan spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan. Pada saat yang tepat pemeriksa perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci & spesifik, sehingga dapat diperoleh gambaran keadaan pasien yang lebih jelas dan akurat. Pertanyaan yang diajukan oleh pemeriksa sebaiknya tidak sugestif, sedapat mungkin dihindari pertanyaan yang jawabannya hanya ya atau tidak, berikan kesempatan untuk menentukan riwayat penyakit pasien sesuai dengan persepsinya. Seorang pasien nona 21 tahun dengan keluhan nyeri pada jari-jari tangan dan pergelangan tangan, kaku pada pagi hari rata-rata 1 jam lebih disertai bengkak & nyeri pada sendi yang berlangsung selama 4 bulan ini serta ibu pasien juga sering mengalami nyeri sendi terutama pada lutut kiri. 1. Sudah berapa lama nyeri & bengkak nya berlangsung? 2. Apakah sudah pernah di obati sebelumnya? 3. Adakah kelainan/gangguan yang dirasakan selain nyeri dan bengkak?

2

4. Bagaimana riwayat keuarga nona? Keterampilan anamnesis yang baik akan memudahkan mahasiswa mengisi status pasien di rumah sakit. Keluhan utama riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit dalam keluarga penting diketahui agar lebih membantu untuk melihat gambaran penyakit yang di derita secara menyeluruh sehingga memudahkan untuk menegakkan diagnosis, diagnosis banding, kemudian menentukan terapi yang terbaik serta meramalkan prognosisnya.

Pemeriksaaan Fisik

3,4

Pemeriksaan fisik khusus pada sistem muskuloskeletal meliputi inspeksi pada saat diam, inspeksi pada saat gerak, dan palpasi. Beberapa tanda yang dapat ditemukan pada penderita reumatoid adalah perubahan gaya berjalan dan postur tubuh, kenaikan suhu sekitar sendi, bengkak sendi, nyeri raba, kriptus, penurunan kekuatan otot, nodul, dan gangguan fungsi. Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan adanya kenaikan suhu disekitar sendi yang mengalami inflamasi. Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas. Dapat di lakukan. a. Inspeksi (L ook) Didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa(abnormal ),def o rmitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki, dan sendi besar lutut,panggul dan pergelangan tangan. Adanya degenerasi serabut o to t memungkinkan terjadinya pengecilan, atro f i o to t yang disebabkan o leh tidak digunakannyaotot akibat inflamasi sendi.Sering ditemukan nodul subkutan multipel. - Mata : sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans, katarak, anemia - Mulut : (kering, karies dentis, ulkus), suara serak, sendi temporomandibula (krepitus)

b. Palpasi (Feel) Nyeri tekan pada sendi yang sakit. - Tangan : kenaikan suhu sekitar sendi, bengkak dan nyeri

3

- Lengan - Leher

: siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila : tanda-tanda terkenanya tulang servikal

- Toraks Jantung : adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan mitra - Paru-paru : adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan - Abdomen : adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik - Tungkai bawah : adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker yang reptur ) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda-tanda kompresi medulla spinalis. c. Bergerak (Move) Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan manifestasi nyeri bila

menggerakan sendi yang sakit. Klien sering mengalami kelemahan fisik sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari. Perubahan gaya berjalan dan postur tubuh :bagaimana cara penderita mengatur posisi dari bagian badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikuler yang tinggi, oleh karena itu penderita akan berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi.

Pemeriksaan Penunjang. 5Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaaan darah rutin. Orang dengan RA pemeriksaan rasio sedimen eritrosit (ESR) cenderung meningkat, pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya proses peradangan dalam tubuh. Pemeriksaan darah lain yang biasa nya dilakukan adalah pemeriksaan antibodi seperti faktor rheumatoid dan anti-CCP. Autoantibodi spesifik dapat digunakan sebagai penanda serologis yang bermanfaat. Kebanyakan penyakit autoimun ditandai dengan respon sel B poliklonal terhadap multiplel antigen. Respon imun seperti ini seringkali tidak spesifik untuk satu penyakit. Sangat penting untuk membedakan antara antibodi yang berkaitan dengan RA, apakah antibodi tersebut memang spesifikuntukRA. RF / Rheumatoid Factor, merupakan tes serologi umum pada kasus suspect RA, dimana mempunyai sensitivity 60 80 % dan specifity 90%. Membantu menegakkan diagnosis arthritis rheumatoid. Sekitar 85% pasien rheumatoid mempunyai antibody di dalam serumnya yang

4

dikenal dengan factor rheumatoid. Autoantibody ini adalah suatu factor anti gamma globulin, immunoglobulin (IgM), yang beraksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi lebih besar dari 1:160, biasanya disebabkan oleh nodul rheumatoid, penyakit yang berat vaskulitis, dan prognosis yang buruk. Beberapa hasil uji laboratorium di pakai untuk RF sensitive tetapi tidak terlalu spesifik untuk RA, karena RF juga terdapat pada individu yang sehat dan pasien dengan berbagai infeksi atau penyakit autoimun lainnya missal SLE, hepatitis, limfoma, dan penyakit karena infeksi. Laju Endap darah (LED) eritrosit adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pasien dengan rheumatoid atritis nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti LED dapat di pakai untuk memantau aktivitas penyakit. Cairan synovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda dengan sel leukosit (WBC). Kurang dari 200/mm3. Pada arthritis rheumatoid cairan synovial kehilangan viskositasnya dan hitung sel leukosit meningkat mencapai 15.000-20.000/mm3.hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuannya biasanya tidak dapat kuat dan mudah pecah.

Beberapa tahun terakhir penanda baru untuk diagnostic dan prognostic RA telah diidentifikasi. Salah satu pemeriksaan unggulan yang potensial terhadap RA yang telah diobservasi adalah Anti CCP ( Anti Cyclic Citrullinated Peptides. Imtec CCP Antibodi adalah pengukuran autoantibody IgG melawan CCP (Cyclic Citrullinated Peptides ) dalam serum atau plasma secara kuantitatif ELISA . Anti CCP dapat mendeteksi beberapa tahun sebelum onset manifestasi klinis RA terjadi, untuk itu Anti CCP dapat digunakan sebagai penanda prediktif untuk perkembangan RA. Anti CCP memiliki spesifitas 98% dan sensitivity 75% bila dibandingkan dengan RF pada penyakit RA. Selain itu juga dapat dilakukan analisa cairan sendi. Dokter anda akan mengambil cairan sendi dengan menggunakan jarum steril, lalu cairan sendi akan dianalisa apakah terdapat peningkatan kadar leukosit atau tidak dan juga dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit rematik lainnya. Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk melihat progesifitas penyakit RA. Dari hasil foto dapat dilihat adanya kerusakan jaringan lunak maupun tulang. Pemeriksaaan ini dapat memonitor progresifitas dan kerusakan sendi jangka panjang.

5

Etiologi 1Walaupun factor penyebab maupun pathogenesis AR yang sebenarnya hingga kini tetap belum di ketahui dengan pasti, factor genetic seperti produk histokompabilitas utama kelas II (HLA-DR) dan beberapa factor lingkungan telah lama di duga berperan dalam timbulnya penyakit ini.

Epidemiologi dan factor resiko 1,6Prevalensi di seluruh dunia sebesar 1% dan kebanyakan terjadi di awal usia 40-an. Walaupun dapat juga timbul pada manula. Penyakit ini 2-3 kali lebih sering pada wanita, namun perbandingan antar jenis kelamin bervariasi sesuai dengan usia (pada usia 30 tahun, perbandingan wanita : pria adalah 10:1 pada usia 65 tahun 1:1) Molekul antigen MHC class II dapat di deteksi secara serologis, baik dengan cara mencampurkan limfosit pasien dengan antibody humoral terhadap HLA tertentu atau dengan melakukan mixed lymphocyte culture (MCL). Dengan cara MLC saat ini sekurang-kurangnya telah di ketahui terdapat subtype dari HLA DR4 yaitu Dw4, Dw10, Dw 13, Dw 14, dan Dw15. Perbedaan HLA DR4 ini di tentukan oleh susunan rantai polipeptida pada variable dominan 1. Kerentanan populasi manusia terhadap AR ternyata berbeda pada berbagai ras. Pada orang kulit putih kerentanan terhadap AR diketahui berhubungan dengan subtype Dw4 dan orang jepang berhubungan dengan Dw15. Berbeda dengan pola yang lazim, selain berhubungan dengan subtype Dw10. Berbagai observasi telah menimbulkan dugaan bahwa hormon sex merupakan salah satu predeposisi penyakit ini. Sebagai contoh prevalensi AR di ketahui 3x lebih banyak di derita pada wanita dibandingkan kaum lelaki. Rasio ini dapat mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur. Demikian pula remisi juga dapat di ketemukan pada wanita hamil. Akan tetapi, meskipun masih banyak kontroversi dalam hal ini, beberapa observasi diketemukan bahwa penggunaan kontrasepsi oral atau penggunaan preparat estrogen pada wanita yang telah mengalami

6

menopause menimbulkan penurunan resiko penurunan terhadap penyakit ini. Meskipun telah di buktikan terhadapa analisis Kb mengenai hal ini oleh Romie dan kawan-kawannya bahwa terhadap efek protektif terhadap AR, tetapi secara statistic tidak menyababkan suatu yang bermakna. Interaksi antara gen dan faktor lingkungan dianggap fundamental penting dalam penyakit autoimun kompleks, seperti rheumatoid arthritis. Para penulis dasar temuan mereka pada perbandingan antara 115 wanita postmenopause dengan penyakit ini dan 466 perempuan tanpa. Semua perempuan mengambil bagian dalam Women's Health Study Iowa, sebuah proyek riset jangka panjang gaya hidup pelacakan peserta, seperti merokok, dan termasuk zaman di mana seorang wanita mulai dan berhenti merokok dan berapa banyak rokok dia merokok setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa merokok hampir dua kali lipat kemungkinan pengembangan rheumatoid arthritis pada wanita yang tidak mewarisi faktor risiko yang paling mapan genetik untuk penyakit, SE HLA-DRB1. Namun, di antara mereka wanita yang telah mewarisi faktor risiko genetik HLA-DRB1 SE, paparan asap tembakau tidak terkait dengan peningkatan risiko penyakit ini. Para penulis menunjukkan bahwa penelitian ini terbatas untuk perempuan kulit putih yang lebih tua, sehingga belum jelas apakah kelompok usia lainnya dan etnis akan sama terpengaruh.

Patofisiologi 7Patogenesis AR dimulai dengan terdapatnya suatu antigen yang berada pada membran sinovial. Pada membran sinovial tersebut, antigen akan di proses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel synoviocyte A, sel dendritik atau makrofag, dan semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses oleh APC selanjutnya dilekatkan pada CD4, suatu subset sel T sehingga terjadi aktivasi sel tersebut. Untuk terjadinya aktivasi CD4, sel tersebut harus mengenali antigen dan determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan APC. Proses aktivasi CD4 ini juga dibantu oleh interleukin-1 (IL-1) yang disekresi oleh monosit atau makrofag. Selanjutnya, antigen determinan HLA-DR yang terdapat paa permukaan membran APC dan CD4 akan membentuk suatu kompleks antigen trimolekular. Kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi

7

reseptor interleukin-2 (IL-2) pada permukaan CD3. IL-2 yang disekresi oleh CD4 akan mengikatkan diri pada reseptornya dan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi CD4 ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkungan. Selain IL-2, CD4 yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti Ainterveron, tumor necrosis factor (TNF-), IL3, IL-4 (B-cell differentiating colony factor),Gambar 1 patofisiologi

granulocyte/macrophage

stimulating

factor (GM-CFS) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan

merangsang terjadinya proliferasi serta aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produsi antibodi oleh sel B ini juga dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4 yang disekresi oleh sel CD4 yang teraktivasi. Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pnegendapan kompleks imun pada membran sinovial akan menyebabkan aktivasi sistem komplemen dan membebaskan komplemen C5a. Komplemen C5a merupakan faktor hemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga menarik lebih banyak sel PMN yang memfagositir kompleks imun sehingga mengakibatkan degranulasi mast cells dan pembebasan radikal oksegen, leukotriene, enzim lisosomal, prostaglandin, collagenase, dan stromelysin yang semuanya bertanggung jawab atas terjadinya inflamai dan kerusakan jaringan seperti erosi rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi hyaluronate sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi serta merusak jaringan kolagen dan proteoglikan rawan sendi. Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya resopsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-. Akan tetapi, karena PGE2 juga menghambat sekresi IL-2 dan A-interferon, PGE2 juga memiliki efek anti inflamasi.

8

Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan masuknya sel T ke dalam mebran sinovial dan akan merangsang terbentuknya pannus yang merupakan elemen pang destruktif pada patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari makrofag yang teraktivasi, sel fibroblast yang berproliferasi, dan jaringan mikrovaskular. Pannus dapat menginvasi jaringan kolagen dan proteoglikan rawan sendi serta tulang sehingga dapat menghancurkan struktur persendian.Jika prosee pembentuk pannus tidak terhenti, akan menyebabkan terjadinya ankilosis.

Gejala Klinis7,8Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi. a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang. c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam. d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang . e. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi. f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang

9

dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai.

Kriteria 1. Kaku pagi hari

2. Artritis pada 3 daerah

3. Artritis pada persendian tangan 4. Artritis simetris

Definisi Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera diatas. Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.

Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh seorang dokter. 6. Faktor rheumatoid serum Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa. 7. Perubahan gambaran Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan). perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat

5. Nodul rheumatoid

10

Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat.

dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati. Tabel 1. Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.

Diagnosis7Gambar 2 rontgen

Dokter akan mendiagnosis rematik dengan mempelajari gejalanya, melakukan pemeriksaan fisik dan meminta tes diagnostik. Tes darah biasanya diperlukan untuk memeriksa kadar RF. Sebagian besar pasien rematik di dalam tubuhnya membentuk antibodi yang disebut RF (rheumatoid factor). Faktor ini menentukan agresivitas/keganasan dari penyakit. Anda disebut terkena rematik bila hasil tes darah Anda menunjukkan adanya RF. Namun, RF negatif tidak selalu berarti Anda bebas rematik, khususnya pada tahap awal penyakit. Sekitar 20% pasien rematik tidak menunjukkan Kriteria diagnostik artritis reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurangkurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.

Work Diagnosis 8Reumatoid artritis termasuk penyakit autoimun yang menyerang persendian tulang. Sendi yang terjangkit biasanya sendi kecil seperti tangan dan kaki secara simetris (kiri dan kanan) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian sendi mengalami kerusakan. Kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada 6 bulan pertama terserang penyakit ini, dan cacat bisa terjadi setelah 2-3 tahun bila penyakit tidak diobati. Penyakit autoimun terjadi

11

karena adanya gangguan pada fungsi normal dari sistem imun yang menyebabkan sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri atau dikarenakan adanya kegagalan antibodi dan sel T untuk mengenali sel tubuhnya sendiri sehingga merusak sel tubuh sendiri karena menganggap sel tubuh merupakan benda asing. Reumatoid artritis menyerang lapisan dalam bungkus sendi (sinovium) yang mengakibatkan radang pada pembungkus sendi. Akibat sinovitis (radang pada sinovium) yang menahun, akan terjadi kerusakan pada tulang rawan sendi, tulang, tendon dan ligamen dalam sendi.Gambar 3

Peradangan sinovium menyebabkan keluarnya beberapa zat yang menggerogoti tulang rawan sel sehingga menimbulkan kerusakan tulang dan dapat berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.

Gejala Reumatoid Artritis:Terjadi peradangan pada sendi, terasa hangat di bagian sendi, bengkak, kemerahan dan sangat sakit. Biasanya pada banyak sendi, simetris, sendi terasa kaku di pagi hari. Selain itu, gejala lainnya adalah demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah, dan anemia.

Diagnosis differensia 9,10,11,12 Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) Gambaran klinis SLE dapat membingungkan, terutama pada awalnya. Gejala yang paling sering adalah artritis simetris atau atralgia. Nodul subkutan juga jarang ditemukan pada penyakit SLE.4 Gejala konstitusional adalah demam, rasa lelah, lemah, dan berkurangnya berat badan yang biasanya timbul pada awal penyakit dan dapat berulang dalam perjalanan penyakit ini. Manifestasi kulit mencakup ruam eritematosa yang dapat timbul di wajah, leher, ekstremitas, atau pada tubuh. Dapat timbul alopesia yang dapat menjadi berat. Juga dapat terjadi ulserasi pada mukosa mulut dan nasofaring. Pleuritis dapat timbul akibat proses peradangan kronik dari SLE. SLE juga dapat menyebabkan karditis yang mehyerang miokardium, endokardium, atau perikardium.

12

Fenomena Raynaud timbul pada sekitar 40% pasien. Vaskulitis dapat menyerang semua ukuran arteria dan vena. Kira-kira 65% padien SLE akan mengalami gangguan pada ginjalnya. SLE juga dapat menyerang sistem saraf pusat maupun perifer. Gangguan reumatologik lain dapat meyebabkan ANA menjadi postif, namun anti-dsDNA dan anti-Sm jarang ditemukan kecuali pada SLE. Antibodi dsDNA merupakan uji spesifik untuk SLE. Laju endap darah pada pasien SLE biasanya meningkat, merupakan uji nospesifik untuk mengukur peradangan dan tikda berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit. Uji laboratorium yang kadang masih dipakai sampai sekarang adalah uji faktor LE. Sel LE dapat juga ditemukan pada gangguan sistemik lain dari penyakit golongan reumatik yang juga diperantarai oleh imunitas. Urin diperiksa untuk mengaetahui adanya protein, leukosit, eritrosit, dan silinder. Uji ini dilakukan untuk menentukan adanya kompliksi ginjal dan untuk pemantauan perkembangan penyakit. Artritis Pirai (Gout) Gout ditandai oleh meningkatnya kadar asam urat plasma dengan serangan artritis berulang. Kelainan ini disebabkan oleh kelainan metabolisme bawaan dan secara dominan menyerang laki-laki. Secara umum, gejala penyakit gout adalah sendi yang membengkak dan nyeri biasanya pada sendi metatarsofalang (MTP) pertama dan hiperurisemia asimptomatik. Perubahan radiologi terjadi setelah bertahun-tahun timbulnya gejala. Terdapat predileksi pada sendi MTP pertama, walaupun pergelangan kaki, lutut, suku, dan sendi lainnya juga terlibat. Film polos dapat memperlihatkan efusi dan pembengkakan sendi; erosi yang cenderung menimbulkan penampakan punched out yang berada terpisah dari permukaan artikular; densitas tulang tidak mengalami perubahan; dan ditemukan tofi yang mengandung natrium urat dan terdeposit pada tulang, jaringan lunak, dan sekitar sendi.Gout dapat merusak ginjal sehingga dapat ditemukan batu ginjal pada pemeriksaan radiologi. Osteoartritis Osteoarthritis merupakan penyakit arthritis yang paling sering terjadi. Sering disebut juga degeneratif osteoarthritis atau hipertropic OA. OA merupakan radang sendi yang bersifat kronis

13

dan progresif disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa integrasi (pecah) dan perlunakan progresif permukaan sendi dengan pertumbuhan tulang rawan sendi ( osteofit) di tepi tulang. Pada umumnya penderita OA mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama tetapi berkembang secara perlahan-lahan. Penderita OA biasanya mengeluh pada sendi yang terkena yang bertambah dengan gerakan atau waktu melakukan aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Selain itu juga terdapat kaku sendi dan krepitus, bentuk sendi berubah dan gangguan fungsi sendi. Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas penderita. OA sendi lutut ditandai oleh nyeri pada pergerakan yang hilang bila istirahat, kaku sendi terutama setelah istirahat lama atau bangun tidur, krepitasi sewaktu pergerakan dan dapat disertai sinovitis dengan atau tanpa efusi cairan sendi. Nyeri akan bertambah jika melakukan kegiatan yang membebani lutut seperti berjalan, naik turun tangga, berdiri lama. Gangguan tersebut mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat sehingga penderita tidak bisa berjalan. OA sendi lutut merupakan kelainan sendi yang mempunyai dampak terhadap kehidupan sehari-hari penderitanya. Walaupun belum ada pengobatan medis yang dapat menyembuhkan dan menghentikan progresifitas OA, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghilangkan nyeri, menjaga mobilitas dan meminimalkan disabilitas Juvenile rheumatoid arthritis (JRA) Juvenil rheumatoid arthritis bukanlah suatu penyakit yang berdiri sendiri. Tetapi merupakan sekelompok penyakit yang masih tidak diketahui penyebabnya yang bermanifestasi peradangan kronis. Kemajuan dalam perawatan selama 30 tahun terakhir telah mengubah prognosa untuk bentuk yang lebih parah dari penyakit ini. Awal perawatan terbatas pada penggunaan salicylates kemudian lainnya nonsteroidal obat anti-kobaran (NSAIDs) mengakibatkan banyak pasien menjadi terikat kursi roda. Pasien lainnya mengalami synovectomies untuk menghilangkan kelebihan jaringan akibat tak terkendalikan arthritis. Penambahan second-line drugs dimulai dengan suntikan emas garam dan kemudian diganti dengan yang lebih efektif methotrexate (mtx), meningkatkan harapan untuk pasien. Pemberian obat ini dalam konteks pendekatan tim

14

dalam Pediatric rheumatology pusat, di mana fisik dan pekerjaan tertentu yang diperbolehkan sangat meningkatkan fungsi fisik. Kandungan biolog lainnya, seperti anakinra, sebuah interluekin-1 (IL-1) receptor antagonist, dapat berperan dalam pasien yang tidak responsif terhadap obat lini ke dua. Dimasa mendatang, inhibisi dari IL-6 membuktikan lebih efektif dalam JRA sistemik pasien dengan tingkat yang lebih tinggi. Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya dikenal sebagai penyakit jaringan ikat. Kelompok ini terdiri dari berbagai penyakit yang sangat banyak jumlah dan jenisnya yang ditandai dengan artritis sendi yang mempunyai penampilan klinis dan penyebab yang berbeda. Penyakit ini juga berhubungan dengan respon spesifik tubuh yang didasari oleh patogenesis imunoinflamatorius, kemungkinan diaktivasi oleh kontak dengan antigen. Artritis Reumatoid Juvenil (ARJ) adalah salah satu penyakit Reumatoid yang paling sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kecacatan. Ditandai dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis idiopatik dari sendi kecil, disertai dengan pembengkakan dan efusi sendi. Ada 3 tipe ARJ menurut awal penyakitnya yaitu: oligoartritis (pauciarticular disease), poliartritis dan sistemik. Artritis kronik pada anak bukan penyakit yang jarang, namun frekuensi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit ini terdapat pada semua ras dan area geografik, namun insidensnya di seluruh dunia berbeda-beda. Insidens artritis kronik bervariasi antara 2 sampai 20 per 100.000, sedangkan prevalensinya berkisar antar 16 sampai 150 per 100.000. Artritis kronik pada anak biasanya bermula sebelum usia 16 tahun. Namun, usia onset juga dapat lebih awal , dengan frekuensi tertinggi antara usia 1-3 tahun, meskipun juga tergantung pad tipe onset. Jenis kelamin perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dan rasio tergantung pula pada tipe onset Prevalensi JRA telah diperkirakan akan 10-20 kasus per 100.000 anak. Prevalensi data berbeda (11-83 kasus per 100.000), tergantung pada lokasi studi. Pauciarticular dan penyakit polyarticular lebih sering terjadi pada anak perempuan, sedangkan kedua jenis kelamin terpengaruh dengan frekuensi yang sama di-serangan penyakit sistemik.

15

JRA tampaknya lebih sering terjadi di populasi tertentu (misalnya, Native Americans) dari daerah berbeda seperti sebagai British Columbia dan Norwegia. Sebuah studi di Swedia ditemukan prevalensi yang sama dengan di Minnesota, sekitar 85 kasus per 100.000 penduduk. Kriteria diagnosis artritis reumatoid juvenil menurut American College of Rheumatology (ACR) : 1. Usia penderita kurang dari 16 tahun. 2. Artritis pada satu sendi atau lebih (ditandai pembengkakan/efusi sendi atau terdapat 2/lebih gejala kekakuan sendi, nyeri/sakit pada pergerakan, suhu daerah sendi naik). 3. Lama sakit lebih dari 6 minggu. 4. Tipe awitan penyakit dalam masa 6 bulan terdiri dari.

Septik artritis Infeksi bakteri piogenik (penghasil nanah) akut pada sendi yang jika tidak segera ditangani dapat berlanjut menjadi kerusakan pada sendi. Gejala klinis yang tampak pada bayi berbeda dengan pada anak-anak dan dewasa. Dapat ditemukan kekakuan pada sendi yang terkena, nyeri pada pergerakan sendi, dapat terjadi demam, namun gejala ini bukan patokan utama, dapat terjadi dislokasi patologik pada sendi pada minggu kedua. Sedangkan pada anak-anak dan orang dewasa dapat memberitahu lokasi terjadinya sakit dan nyeri yang timbul saat pergerakkan. Karena sendi sakit, maka tubuh secara otomatis berusaha untuk melindunginya dengan mengontraksikan otot-otot disekitar sendi. Kekakuan sendi jelas terlihat, adanya demam,subluksasi lebih sering terjadi daripada dislokasi Penyebab Bakteri yang paling sering menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah Stafilokokus aureus. Bakteri lain yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit ini adalah golongan Streptokokus,Gambar 4

16

Pneumokokus, dan Salmonella.. Faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya penyakit ini adalah HIV, AIDS, dan penggunaan terapi adenokortikosteroid jangka panjang secara intravena

Prognosis 13Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita. Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada penderita- penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi

17

utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

Komplikasi 8Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan myelopati akibat ketidakstabilan vertebra vertical dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

Penatalaksanaan 1,6 Terapi medisBelum ada penyembuhan untuk AR. Penyakit biasanya berlangsung seumur hidup, sehingga memerlukan penanganan seumur hidup pula. Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan pengobatan AR yang sempurna, saat ini pengobatan pasa pasien AR ditujukan untuk: a. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik b. Mencegah terjadinya destruksi jaringan c. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian agar tetap dalam keadaan baik

18

d. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat agar sedapat mungkin menjadi normal kembali. Dalam pengobatan AR umumnya selau dibutuhkan pendekatan multidisipliner. Suatu tim yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi dan ahli psikologi, semuanya memiliki peranan masing-masing dalam pengelolaan pasien AR baik dalam bidang edukasi maupun penatalaksanaan pengobatan penyakit ini.

Beberapa jenis obat yang digunakan pada AR. 1. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) Obat ini diberikan sejak mulai sakit untuk mengatasi nyeri sendi akibat proses peradangan. Golongan obat ini tidak dapat melindungi rawan sendi maupun tulang dari proses kerusakan akibat penyakit AR. Contoh obat golongan ini yaitu Asetosal, Ibuprofen, Natrium Diclofenak, Indometasin, Asam flufenamat, Piroksikam, Fenilbutason, dan Naftilakanon. 2. Kortikosteroid Obat ini berkhasiat sebagai antiradang dan penekan reaksi imun (imunosupresif), tetapi tidak bisa mengubah perkembangan penyakit AR. Kortikosteroid bisa digunakan secara sistemik (tablet, suntikan IM) maupun suntikan lokal di persendian yang sakit sehingga rasa nyeri dan pembengkakan hilang secara cepat. Pengobatan kortikosteroid sistemik jangka panjang hanya diberikan kepada penderita dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti radang pembuluh darah (vaskulitis). 3. Desease Modifing Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs)/ Obat pengubah perjalanan penyakit Bila diagnosis AR telah ditegakkan, oabt golongan ini harus segera diberikan. Beberapa ahli bahkan menganjurkan pemberian DMARDs, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan DMARDs lain pada tahap dini, baru kemudian dikurangi secara bertahap bila aktivitas AR telah terkontrol. Bila penggunaan satu jenis DMARDs dengan dosis adekuat selama 3-6 bulan tidak menampakkan hasil, segera hentikan atau dikombinasi dengan DMARDs yang lain. Contoh obat golongan ini yaitu Klorokuin,

19

Hidroksiklorokuin, Sulfazalazine, D- penisilamin, Garam Emas (Auro Sodium Thiomalate, AST), Methothexate, Cyclosporin-A dan Lefonomide.

4. Obat imunosupresif, Obat ini jarang digunakan karena efek samping jangka panjang yang berat seperti timbulnya penyakit kanker, toksik pada ginjal dan hati.

5. Suplemen antiokdsidan, Vitamin dan mineral yang berkhasiat antioksidan dapat diberikan sebagai suplemen pengobatan seperti beta karoten, vitamin C, vitamin E, dan selenium.

Terapi non farmakologiAda beberapa cara dalam penanganan reumatoid atritis non farmakologi. 1. Olahraga Dapat mengurangi rasa sakit dan dapat membantu mengontrol berat badan seperti yoga dan tai chi 2. Menjaga Sendi Menggunakan sendi dengan hati hati dapat menghindari kelebihan stress pada sendi 3. Panas / Dingin Panas didapat, misalnya dengan mandi air panas. Panas dapat mengurangi rasa sakit pada sendi dan melancarkan peredaran darah.Dingin dapat mengurangi pembengkakan pada sendi dan mengurangi rasa sakit. Dapat didapat dengan mengompres daerah yang sakit dengan air dingin

4. Pembedahan Apabila sendi sudah benar benar rusak dan rasa sakit sudah terlalu kuat, akan dilakukan pembedahan. Dengan pembedahan, dapat memperbaili bagian dari tulang seperti tenosinovektomi, tendon repair dan joint replacement 5. Akupuntur,Dapat mengurangi rasa sakit dan merangsang fungsi sendi 6. Pijat, Pemijatan sebaiknya dilakukan oleh orang yang ahli di bidangnya

Pencegahan 7,81. Menjaga berat badan. Merupakan faktor yang penting agar bobot yang ditanggung oleh sendi menjadi ringan.

20

2. Melakukan jenis olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian atau yang menyebabkan terjadinya perlukaan sendi. Contohnya berenang dan olahraga yang bisa dilakukan sambil duduk dan tiduran. 3. Aktivitas olahraga hendaknya disesuaikan dengan umur. Jangan memaksa untuk melakukan olahraga porsi berat pada usia lanjut. Tidak melakukan aktivitas gerak pun sangat tidak dianjurkan. 4. Meminum obat-obatan suplemen sendi (atas anjuran dokter) 5. Mengkonsumsi makanan sehat. 6. Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik. 7. Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan. Hal tersebut akan menyebabkan tekanan yang tidak merata pada semua permukaan tulang.

Daftar pustaka1. Rizasyah Daud. Ilmu penyakit dalam. Cetakan ke-2.Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC ; 2007. hlm1174-82 2. Nah Yk, Santoso M, Rumawas JSP. Buku panduan keterampilan medic semester tiga. Jakarata : FK UKRIDA ; 2009. hlm 16 3. Rifka hafizah. Ilmu penyakit dalam. 5 Juli 2010 di unduh dari http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/225/artritis-reumatoid--rematik- . 18 maret 2011 4. Hermani S. konsep terbaru pemeriksaan autoimun untuk rheumatoid arthritis . 18 maret 2011. Di unduh dari http://www.salipo.com/index1.php?x=beritait&BI=8&JB=%3Cb%3EKONSEP%20TER BARU%20PEMERIKSAAN%20AUTOIMUN%20UNTUK%20&nb=004&cod=detail.1 8 maret 2011

21

5.

Machaela A. patofisiologi konsep klinis. Edisi ke-6. Jakarta : penerbit buku EGC ;2007. hlm1387-8

6.

Patrick D. At a glance medicine. Cetakan ke-8. Jakarta : penerbit buku EGC ; 2011. hlm384

7.

Rahma I. arthritis rheumatoid. 16 Mei 2010 di unduh dari http://nursingbegin.com/askepartritis-reumatoid/ . 18 maret 2011

8.

Sinta Rahayu . Yang Perlu Anda Ketahui Mengenai Penyakit Rematik. 2 November 2010 di unduh dari http://majalahkesehatan.com/yang-perlu-anda-ketahui-mengenai-penyakitrematik/. 18 maret 2011

9.

Enny S. Kenali reumatoid artritis si imun yang tidak menjalankan fungsinya. 25 mei 2005. di unduh dari http://medicastore.com/seminar/95/Kenali_Reumatoid_Artritis:_Si_Sistem_Imun_yang_t ak_lagi_Menjalankan_Fungsinya.html. 19 maret 2011.

10. David R, David W, John B. Kedokteran klinis Ed.6 . Cet 6. Jakarata : penerbit erlangga ; 2010.hlm 141 11. Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium . cetakan 1. Jakarta : penerbit buku edokteran EGC : 2004. hlm 231 12. Howard L. Weiner, Lawrence P. Levitt. Buku saku neurologi. Edisi V. Jakarta : penerbit buku EGC ; 2001.halm 232. 13. Anonim. Artritis. 23 Maret 2004 di unduh dari http://www.arthritis.org. 19 maret 2011

22