Makalah Biologi Molekuler PROTEIN.docx

86
Makalah Biologi Molekuler Protein Disusun oleh : Kelompok DNA Harly Ilyasaakbar (1206263313) Hasanuddin (1206230725) Muchtazam M. (1206221683) Paramita Dona Fitria (1206263383) Reyhan Jonathan (1206263420) Yoshua Reynaldo (1206263414) Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik

Transcript of Makalah Biologi Molekuler PROTEIN.docx

Makalah Biologi Molekuler

Protein

Disusun oleh : Kelompok DNA

Harly Ilyasaakbar (1206263313)

Hasanuddin (1206230725)

Muchtazam M. (1206221683)

Paramita Dona Fitria (1206263383)

Reyhan Jonathan (1206263420)

Yoshua Reynaldo (1206263414)

Departemen Teknik KimiaFakultas Teknik

Universitas IndonesiaDepok 2014

Kata Pengantar

PROTEIN

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Biologi Molekuler yang berjudul “Protein“. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah kami di semester empat ini, yaitu mata kuliah Biologi Molekuler.

Selesainya penyusunan makalah “Protein” ini tidak terlepas berkat bantuan dari berbagai pihak, terutama kepada Bapak Muhamad Sahlan selaku dosen mata kuliah Biologi Molekuler. Oleh karena itu melalui kesempatan yang sangat berharga ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalasnya dengan yang lebih baik.

Akhir kata “tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang sempurna”, begitupun dengan karya tulis ini. Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Akhir kata kami, ucapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Depok, Maret 2014

Penulis

2

PROTEIN

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2Daftar Isi 3

BAB I. Isi 41.1 Struktur Protein 4

1. AsamAmino 42. Protein....................................................................................................................... 8

1.2 Fungsi Protein 161. Protein Penyimpanan 162. Protein Hormon 183. Protein Transport........................................................................................................204. Protein Pergerakan......................................................................................................215. Protein Struktural........................................................................................................246. Protein Reseptor.........................................................................................................277. Protein Pertahanan......................................................................................................29

1.3 Sintesis Protein 321.4 Deteksi Protein 40

1. Metode Kualitatif 402. Metode Kuantitatif 44

1.5 Aplikasi Protein dalam Kehidupan Manusia 481. Pemanfaatan Protein dalam bidang militer 522. Pemanfaatan Protein dalam bidang kosmetik 533. Pemanfaatan Protein dalam bidang medis 554. Pemanfaatan Protein dalam bidang industri............................................................. 59

BAB II Kesimpulan 64

Daftar Pustaka 66

3

PROTEIN

BAB I. ISI

1. Struktur Protein

Oleh: Paramita Dona Fitria Siregar (1206263383)

Yoshua Reynaldo (1206263414)

Protein merupakan suatu senyawa yang memiliki peran sangat penting bagi semua makhluk hidup di Bumi. Protein merupakan susunan dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain oleh ikatan peptida sehingga menjadi suatu senyawa organik yang kompleks. Protein dikatakan kompleks karena protein memiliki banyak bagian yang masing-masing bagian tersebut memiliki fungsi yang spesifik sehingga berbeda antara fungsi satu dengan yang lainnya. Walaupun protein memiliki struktur yang beragam, akan tetapi semua molekul protein merupakan polimer yang tersusun dari 20 jenis asam amino yang sama yang membentuk rantai polipeptida.

1.1. Asam Amino

1.1.1. Struktur Asam Amino

Gambar 2.1. Struktur Asam Amino(sumber: Karp, Gerald. 2010. Cell and Molecular Biology. Sixth Editon. United State: John Wiley

& Sons, Inc )

Asam amino merupakan unit dasar dari stuktur protein. Asam amino memiliki nama lain, yaitu asam 2-amino karboksilat atau asam α-amino karboksilat. Suatu asam amino tersusun atas gugus amino, gugus karboksil, atom H, dan gugus R tertentu yang semuanya terikat pada atom karbon α. Atom karbon ini disebut atom karbon α karena letaknya bersebelahan dengan gugus karboksil (asam). Pada gambar 2.1 dapat dilihat bahwa susunan asam amino yang memiliki gugus amino dan gugus karboksil dipisahkan oleh sebuah atom karbon α. Dapat dilihat juga bahwa pada bagian pusat terdapat atom karbon dengan empat gugus berbeda, yaitu gugus amino, gugus karboksil, atom H, dan gugus R sehingga menyebabkan asam amino mempunyai aktivitas optik. Dua bentuk bayangan cermin disebut dengan isomer L dan isomer D. Akan tetapi, protein hanya teriri dari asam amino tipe L, sehingga tanda isomer optik dapat diabaikan.

4

PROTEIN

1.1.2. Sifat Asam Amino

Asam amino memiliki sifat fisika dan juga sifat kimia. Sifat fisika yang dimiliki oleh asam amino antara lain adalah titik lebur asam amino lebih tinggi jika dibandingkan dengan titik lebur asam karboksilat atau amina. Asam amino larut dalam air sedangkan tidak larut dalam pelarut organik non-polar (aseton, eter, dsb). Asam amino juga memiliki sifat sebagai elektrolit. Sedangkan, sifat kimia yang dimiliki oleh asam amino adalah bereaksinya asam amino apabila direaksikan dengan suatu senyawa tertentu dengan memberikan perubahan warna.

1.1.3. Jenis-jenis Asam Amino

Berdasarkan gugus fungsi R-nya, asam amino terbagi menjadi 5 yaitu:

a. Gugus R Non-polar Alifatik

Gambar 2.3.A Struktur Asam Amino Gugus R Non-polar Alifatik(sumber: Lehringer. 2008. Principles of Biochemistry Fifth Edition. United State: W. H. Freeman

and Company.)

Gugus R non-polar alifatik terdiri dari glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin, dan prolin yang bersama-sama menjaga stabilitas protein dengan interaksi hidrofobik. Asam amino jenis ini memiliki sifat tidak mudah larut dengan air (hidrofobik). Semakin tidak mudah larutnya suatu asam amino dengan air, maka letaknya terdapat di bagian dalam protein.

5

PROTEIN

b. Gugus R Aromatik

Gambar 2.3.B Struktur Asam Amino Gugus R Aromatik(sumber: Lehringer. 2008. Principles of Biochemistry Fifth Edition. United State: W. H. Freeman

and Company.)

Gugus R Aromatik terdiri dari fenilalanin, tirosin, dan triptofan. Asam amino pada jenis ini non-polar dan semuanya dapat berinteraksi secara hidrofobik. Tirosin dan triptopan lebih polar dibandingkan dengan fenilalanin dikarenakan gugus hidroksil tirosin dan nitrogen dari cincin indol triptopan.

c. Gugus R Polar Tak Bermuatan

Gambar 2.3.C Struktur Asam Amino Gugus R Polar Tak Bermuatan(sumber: Lehringer. 2008. Principles of Biochemistry Fifth Edition. United State: W. H. Freeman

and Company.)

Gugus R Polar tak bermuatan terdiri dari serin, threonin, sistein, metionin, asparagin, dan glutamin. Asam amino pada jenis ini memiliki sifat mudah larut di dalam air (hidrofilik). Hal ini dikarenakan asam amino jenis ini memiliki gugus fungsi yang membentuk ikatan hidrogendalam air. Asam amino polar cenderung terdapat di bagian luar protein.

6

PROTEIN

d. Gugus R bermuatan Positif

Gambar 2.3.D Struktur Asam Amino Gugus R Bermuatan Positif(sumber: Lehringer. 2008. Principles of Biochemistry Fifth Edition. United State: W. H. Freeman

and Company.)

Gugus R bermuatan positif terdiri dari lisin, argarin, dan histidin. Gugus R yang memiliki sifat paling hidrofilik adalah yang bermuatan positif atau negatif. Sehingga, asam amino pada jenis ini memiliki sifat sangat hidrofilik.

e. Gugus R bermuatan Negatif

Gambar 2.3.E Struktur Asam Amino Gugus R Bermuatan Negatif(sumber: Lehringer. 2008. Principles of Biochemistry Fifth Edition. United State: W. H. Freeman

and Company.)

Gugus R bermuatan negatif terdiri dari aspartat dan glutamat. Gugus R yang memiliki sifat paling hidrofilik adalah yang bermuatan positif atau negatif. Sehingga, asam amino pada jenis ini memiliki sifat sangat hidrofilik.

1.2. Protein

7

PROTEIN

1.2.1. Ikatan pada Protein

Pada protein, gugus karboksil α asam amino terikat pada gugus amino α asam amino lain dengan ikatan peptida atau ikatan amida secara kovalen membentuk rantai polipeptida. Asam amino yang membentuk rantai polipeptida dihubungkan oleh ikatan peptida. Pada pembentukan suatu dipeptida pada dari dua asam amino terjadi pengeluaran satu molekul air.

Peptida merupakan istilah umum dari kumpulan monomer asam amino tanpa mengetahui jumlah asam amino yang terkandung. Apabila jumlah asam amino yang terkandung kurang dari atau sama dengan 50 (≤50), maka asam amino tersebut disebut dengan oligopeptida. Sedangkan, apabila jumlah asam amino yang terkandung lebih dari 50 (>50) disebut dengan polipeptida dan apabila asam amino tersebut memiliki berat molekul lebih dari 10.000 (≥10.000) maka asam amino tersebut sudah dapat dikatakan sebagai protein.

Gambar 2.4. Ikatan Peptida pada Asam Amino(sumber: Lehringer. 2008. Principles of Biochemistry Fifth Edition. United State: W. H. Freeman

and Company.)1.2.2. Jenis-jenis Protein

8

PROTEIN

Gambar 3.2. Tingkatan struktur pada Protein(sumber: Karp, Gerald. 2010. Cell and Molecular Biology. Sixth Editon. United State: John Wiley

& Sons, Inc )

Berdasarkan tingkatan strukturnya, protein terbagi menjadi menjadi empat, yaitu:

a. Struktur Protein Primer

Struktur primer suatu protein merupakan urutan linear asam amino yang disatukan oleh ikatan peptida yang mencakup lokasi setiap ikatan disulfida. Pada struktur ini, tidak terjadi percabangan rantai. Struktur primer merupakan rantai polipeptida yang dapat digambarkan sebagai rumus bangun, yang jika dilihat mirip seperti susunan huruf dalam suatu kata. Perbedaan pada susunan inilah yang menyebabkan protein memiliki fungsi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Protein tersusun atas asam amino yang memiliki 20 jenis asam amino yang dikategorikan ke dalam lima kategori, yaitu gugus R non-polar alifatik, gugus R aromatik, gugus R polar tak bermuatan, gugus R bermuatan positif, dan gugus R bermuatan negatif (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya).

b. Struktur Protein Sekunder

Struktur protein sekunder merupakan struktur yang terbentuk akibat dari ikatan hidrogen antara atom-atom ikatan peptida. Hal ini berhubungan dengan pengaturan kedudukan ruang residu asam amino yang berdekatan dengan urutan linear. Struktur protein sekunder ditentukan oleh bentuk rantai asam amino, yaitu bentuk lurus, gulungan, atau lipatan. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi sifat dari protein. Terdapat beberapa jenis struktur protein sekunder, yaitu α-helix, β-sheet, dan β-turns.

α-helix

Struktur protein sekunder yang terbentuk akibat dari ikatan hidrogen antara atom hidrogen dari gugus amino (N-H) dengan atom oksigen dari gugus karbonil (C=O) di sepanjang rantai polipeptida memugkinkan untuk terbentuknya struktur helix. Jika tulang punggung dari polipeptida ini terpilin dengan jumlah yang sama akan terbentuk helix (ulir) reguler dimana masing-masing ikatan peptida dihubungkan dengan ikatan hidrogen ke ikatan residu asam amino di depannya dan 4 asam amino di belakangnya dalam urutan primer.

Berbagai tipe helix yang terbentuk lewat pemilinan dengan taraf dan arah yang berbeda digambarkan oleh jumlah residu aminoasil perputaran dan jumlah tonjolan (pitch) atau jarak perputaran yang dibentuk helix sepanjang sumbunya. Helix polipeptida yang terbentuk dari asam amino kiral akan memperlihatkan kiralitas, yaitu helix tersebut dapat dominan kanan atau kiri.

9

Gambar 3.2.A Struktur Protein Primer(sumber: Karp, Gerald. 2010. Cell and Molecular Biology. Sixth Editon. United State: John

Wiley & Sons, Inc )

PROTEIN

Gambar 3.2.B. Konformasi α-helix (a) The ideal right-handed α-helix. C: green; O: red; N: blue; H: not shown; hydrogen bond: dashed line. (b) The right-handed α

helix without showing atoms. (c) the left-handed α-helix.

(sumber: Karp, Gerald. 2010. Cell and Molecular Biology. Sixth Editon. United State: John Wiley & Sons, Inc )

β-sheet

Jenis struktur protein sekunder lainnya adalah β-pleated sheet atau β-konformasi. Simbol β menunjukkan bahwa struktur ini merupakan struktur reguler kedua yang dijelaskan. Istilah pleated sheet menunjukkan penampakan struktur apabila dilihat dari pinggir atas. Pada struktur β-sheet ini terdapat dua bentuk, yaitu paralel dan anti-paralel. Perbedaan dari kedua bentuk ini terletak pada arah dari rantainya. Apabila arah rantainya sama, maka struktur tersebut dikatakan sebagai parallel β-pleated sheet. Sedangkan, apabila arah rantainya berbeda maka struktur tersebut merupakan struktur anti-parallel β-pleated sheet.

Gambar 3.2.B. (a) anti-parallel β-pleated sheet (b) parallel β-pleated sheet.

(sumber: Principles of Biochemistry Fifth Edition. New York: Lehninger )

10

PROTEIN

β turn

Berbeda dengan kumparan α-helix, β-sheet terbentuk melalui ikatan hidrogen antara daerah linear rantai polipeptida. Ikatan ini terjadi antara oksigen karbonil dari satu ikatan peptida dengan nitrogen dari ikatan peptida lainnya. Ikatan hidrogen dapat terbentuk antara dua rantai polipeptida yang terpisah atau antara dua daerah pada sebuah rantai tunggal yang melipat sendiri. Pelipatan ini yang sering melibatkan empat struktur asam amino yang dikenal sebagai β turn. Terdapat dua jenis β turn, yaitu β turn tipe 1 dan β turn tipe 2. tipe 1 terjadi lebih dari dua kali sesering dengan tipe 2 dan tipe 2 biasanya memiliki Glycine sebagai residu ketiga.

Gambar 3.2.B. .(kiri) β turn tipe 1, (kanan) β turn tipe 2(sumber: Principles of Biochemistry Fifth Edition. New York: Lehninger )

c. Struktur Protein Tersier

Struktur protein tersier meruupakan struktur tiga dimensi dari molekul protein tunggal. Struktur tersier menggambarkan pegaturan ruang residu asam amino yang berjauhan dalam urutan linear dan pola ikatan-ikatan disulfida. Struktur protein tersier ini mengacu pada hubungan spesial antar unsur struktur protein sekunder. Pelipatan peptida pada suatu domain biasanya terjadi tanpa tergantung oleh pelipatan domain lainnya. Pada struktur protein tersier ini dapat dijelaskan bagaimana hubungan antara domain ini, cara dimana pelipatan protein

11

PROTEIN

dapat mempersatukan asam amino yang letaknya terpisah dalam pengertian struktur protein primer dan ikatan yang dapat menstabilkan konformasi ini.

Bentuk protein globular melibatkan interaksi antara residu asam amino yang terletak sangat jauh satu sama lainnya pada urutan primer rantai polipeptida dan melibatkan α-helix dan β sheet. Interaksi non-kovalen antara rantai sisi residu asam amino ini penting untuk menstabilkan strutur protein tersier yang terdiri dari ikatan hidregen, hidrofobik, dan elektrostatis.

Dalam struktur ini, ikatan hidrofobik sangatlah penting bagu struktur protein. Asam amino hidrofobik cenderung berikatan di bagian dalam protein globular yang tidak melakukan kontak dengan air, sedangkan asam amino hidrofilik biasanya terletak di permukaan tempat asam amino berinteraksi dengan air di sekelilingnya.

Gambar 3.2.C. Struktur Protein Tersier (sumber: Principles of Biochemistry Fifth Edition. New York: Lehninger )

d. Struktur Protein Kuartener

Struktur protein kuartener merupakan struktur yang berupa kumpulan dua atau lebih polipeptida, masing-masing terlipat menjadi struktur tersier, dalam protein multi-sub-unit. Struktur tersier ini kemudian akan membentuk suatu protein kompleks yang fungsional. Hanya protein yang mempunyai fungsi kompleks yang memiliki struktur ini termasuk beberapa protein yang terlibat dalam ekspresi gen.

Beberapa struktur protein terikat dengan jembatan disulfida antara polipeptida yang berbeda, tetapi banyak protein terdiri dari asosiasi subunit yang lebih lemah yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen dan efek hidrofobik. Protein ini dapat kembali pada komponen polipeptidanya, atau berubah komposisi subunitnya tergantung pada kebutuhan fungsinya.

Protein yang memiliki bentuk struktur kuartener biasa disebut dengan protein multimerik. Jika protein yang tersusun dari dua sub-unit disebut dengan dimerik dan apabila tersusun oleh empat sub-unit maka disebut dengan protein tetramerik.

12

PROTEIN

Gambar 3.2.D. (kiri) Struktur Protein Tersier, (kanan) Struktur Protein Kuartener (sumber: Principles of Biochemistry Fifth Edition. New York: Lehninger )

2. Pelipatan (folding) pada Protein

Protein merupakan suatu polimer yang mengalami denaturasi dan kemudian disintesis di ribosom yang kemudian membentuk asam amino linear dan tidak bercabang. Pelipatan protein ini termasuk dalam struktur sekunder protein, di mana pada struktur ini terdapat struktur dua dimensi protein sehingga dapat terjadi lipatan (folding) yang beraturan seperti α-helix, β-sheet, β- turn dan random karena adanya ikatan hidrogen di antara gugus-gugus polar dari asam amino dalam rantai protein tersebut. Protein yang merupakan rangkaian dari asam-asam amino ini harus mengalami pelipatan (folding) untuk dapat mencapai struktur aslinya, karena protein hanya dapat berfungsi jika mempunyai struktur asli tersebut.

Pelipatan protein di dalam sel merupakan proses kompleks yang membutuhkan bantuan molekul lain dan energi. Proses pelipatan dimulai dari rantai polipeptida yang baru terbentuk di ribosom yang berbentuk sangat tak beraturan (random coil state) sebelum proses pelipatan. Selain itu, konsentrasi makromolekul dalam sitosol, yang termasuk di dalamnya ribosom, asam nukleat dan protein lain sangat tinggi. Dalam keadaan ini, residu asam amino hidrofobik dari polipeptida naik ke permukaan dan proses pelipatan dari intermediet dapat berlangsung secara tidak tepat dapat mengakibatkan terjadinya misfolding dan agregasi sebelum sintesis selesai. Kegagalan suatu protein dalam proses folding protein (misfolding) ini dapat menyebabkan malfungsi berbagai sistem biologis yang dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti Alzheimer, parkinson, katarak dan kanker.

13

PROTEIN

Gambar 4. Proses Pelipatan (folding) pada Protein (chaperonins’ work)(sumber: Principles of Biochemistry Fifth Edition. New York: Lehninger )

Pada proses pelipatan protein, dikenal istilah Chaperonins yang merupakan protein yang membantu membuka lipatan non-kovalen pada struktur makromolekulnya. Pada umumnya, Chaperonins merupakan suatu kesalahan dalam proses pelipatan protein. Dalam proses pelipatan protein, Chaperonins tidak selalu memberikan informasi, sehingga hal inilah yang menyebabkan terjadinya misleading.

3. Denaturasi pada Protein

Denaturasi protein adalah suatu proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuaterner struktural. Karena fungsi biokimia protein tergantung pada tiga dimensi bentuknya atau susunan senyawa yang terdapat pada asam amino. Hasil denaturasi adalah hilangnya aktivitas biokimia yang terjadi didalam senyawa protein itu sendiri. Denaturasi protein juga tidak mempengaruhi kandungan struktur utama protein yaitu C, H, O, dan N. Meskipun beberapa protein mengalami kemungkinan untuk kehilangan kandungan senyawa mereka karakteristik struktural saat Denaturasi. Namun, kebanyakan protein tidak akan mengalami hal tersebut, hanya saja tidak menutup kemungkinan juga protein akan berubah struktur kecil didalamnya saat proses denaturasi terjadi. Bagaimanapun, untuk perubahan denaturasi secara umum, prosesnya sama dan tidak dapat diubah. ( Stoker, 2010)

Ciri-ciri suatu protein yang mengalami denaturasi bisa dilihat dari berbagai hal. Salah satunya adalah dari perubahan struktur fisiknya, protein yang terdenaturasi biasanya mengalami

14

PROTEIN

pembukaan lipatan pada bagian-bagian tertentu. Selain itu, protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul yang bagian hidrofobik akan mengalami perubahan posisi dari dalam ke luar, begitupun sebaliknya. Hal ini akan membuat perubahan kelarutan.

4. Interaksi Protein

Pada dasarnya, protein tidaklah hanya berikatan dengan protein lainnya, akan tetapi juga berikatan dengan molekul atau senyawa lainnya. Contoh dari interaksi protein dengan molekul atau senyawa lainnya, antara lain adalah:

LipoproteinLipoprotein merupakan interaksi antara protein dengan lipid (lemak).

GlikoproteinGlikoprotein merupakan interaksi antara protein dengan karbohidrat.

FosfoproteinFosfoprotein merupakan interaksi antara protein dengan fosfat.

NukleoproteinHemoprotein merupakan interaksi antara protein dengan asam nukleat.

FlavoproteinFlavoprotein merupakan interaksi antara protein dengan flavo nukleotida.

KromaproteinKromaprotein merupakan interaksi antara protein dengan pigmen warna.

15

PROTEIN

2. Fungsi Protein

Oleh: Harly Ilyasaakbar (1206263313)

2.1. Protein Penyimpanan

Salah sau fungsi protein ialah sebagai penyimpan zat – zat yang dibutuhkan oleh tubuh serta penyimpan cadangan makanan yang berguna untuk tumbuh dan kembang dari makhuk hidup tersebut. Diantara protein yang berfungsi untuk penyimpanan adalah ferritin, albumin, dan kasein.

A. Ferritin Feritin merupakan protein cadangan besi utama yang dijumpai pada jaringan tubuh

manusia. Feritin terdiri dari 24 subunit dengan 2 tipe yaitu di hati (L) dan jantung (H), dengan berat molekul 19 dan 21 kDa. Subunit H memiliki peranan yang penting dalam mendetoksifikasi besi secara cepat oleh karena aktivitas feroksidasenya, dimana oksidasi besi menjadi bentuk Fe(III). Sedangkan subunit L memfasilitasi nukleasi besi, mineralisasi dan cadangan besi jangka panjang. Feritin merupakan tempat penyimpanan zat besi terbesar dalam tubuh terutama di dalam hati, limpa dan sumsum tulang.

Zat besi yang berlebihan akan disimpan dan bila diperlukan dapat dimobilisasi kembali. Hati merupakan tempat penyimpanan feritin terbesar di dalam tubuh dan berperan dalam mobilisasi feritin serum. Sintesis feritin dipengaruhi oleh konsentrasi cadangan besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan zat besi intrasel (hemosiderin).

Ferritin adalah protein berbentuk glubular dan mempunyai dua lapisan dengan diameter luarnya berukuran 12 nm dan diameter dalamnya berukuran 8 nm. Bila dilihat dari stuktur kristalnya, satu monomer ferritin mempunyai lima helix penyusun yaitu blue helix, orange helix, green helix, yellow helix dan red helix dimana ion Fe berada di tengahkelima helix tersebut. 

Besi bebas bersifat toxic untuk sel, karena besi bebas merupakan katalisis pembentukan radikal bebasdari Reactive Oxygen Species (ROS) melalui reaksi Fenton. Untuk itu, sel membentuk suatu mekanisme perlindungan diri yaitu dengan cara membuat ikatan besi dengan ferritin. Asupan zat besi yang masuk kedalam tubuh kita kira - kira 10 – 20 mg setiap harinya, tapi hanya 1 – 2 mg atau 10% saja yang di absorbsi oleh tubuh. 70% dari zat besi yang di absorbsitadi di metabolisme oleh tubuh dengan proses eritropoesis menjadi Hemoglobin, 10 - 20% di simpan dalam bentuk ferritin dan sisanya 5 – 15% digunakan oleh tubuh untuk proses lain. Besi Fe3+ yang disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan kembali bila ternyata tubuh membutuhkannya.

16

PROTEIN

Bagan 1. Struktur Ferritin

(Sumber : https://www.chemistry.wustl.edu)

B. Albumin

Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma, sekitar 60% dari total plasma protein, dengan nilai normal 3,5 – 5,5 g/dl. Albumin juga didapatkan pada ruang ekstrasel (40% terdapat pada plasma dan 60% di ruang ekstrasel). Albumin berperan dalam membantu mempertahankan tekanan osmotik koloid darah (75-80% tekanan osmotic plasma), sebagai protein pembawa untuk substansi lipofilik dalam darah seperti: asam lemak rantai panjang, bilirubin, beberapa hormon steroid, vitamin, obat-obatan (a.l sulfonamide, penicillin-G, dicumarol, dan aspirin), ion Cu (10% Cu diikat oleh albumin), methane dan ion kalsium (Soewoto, 2003). Peran albumin tersebut di atas semakin penting disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain keadaan hipoalbumin yang sering dijumpai pada pasien dengan pra bedah, masa pemulihan setelah tindakan operasi ataupun dalam proses penyembuhan.

Selain itu albumin dapat digunakan sebagai prediktor terbaik harapan hidup penderita. Serum albumin merupakan salah satu parameter penting dalam pengukuran status gizi pada penderita dengan penyakit akut maupun kronik. Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hubungan yang signifikan antara kadar albumin yang rendah dengan peningkatan resiko komplikasi infeksi, lama rawat inap / LOS (Length Of Stay) di rumah sakit, tingkat kematian pada pasien baik pasien yang tidak memerlukan pembedahan maupun pasien pasca bedah.

C. Kasein

Protein susu memiliki protein-protein spesifik. Salah satunya adalah kasein. Kasein merupakan komponen terbesar dalam susu dan sisanya berupa whey protein. kadar kasein pada protein susu mencapai 80%. Kasein terdiri atas beberapa fraksi seperti alpha-casein, beta casein, dan kappa-casein. Kasein merupakan salah satu komponen organik yang melimpah dalam susu bersama dengan lemak dan laktosa. Kasein merupakan protein konjugasi antara protein dengan fosfat membentuk fosfoprotein. Kasein berupa serbuk amorf warna putih.

Dalam kasein tidak hanya terdiri dari zat-zat organik, melainkan mengandung juga zat anorganik seperti kalsium, fosfor, dan magnesium. Dalam keadaan murni, kasein berwarna putih seperti salju, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa yang khas. Kasein

17

PROTEIN

murni tidak larut dalam air dingin dan garam netral. Kasein terdispersi dalam air panas, basa, dan garam basa seperti natrium asetat, dan natrium oksalat.

Kasein dapat diendapkan oleh asam, enzim rennet, dan alkohol. Kasein digunakan untuk sumber protein dalam tubuh, sebagai suplai asam-asam amino esential dan pencernaan kasein di dalam tubuh sangat lambat, sehingga dapat mencegah penyusutan otot lebih baik daripada whey protein.

2.2. Protein Hormon

Hormon diturunkan dari unsur-unsur penting ; hormon peptida dari protein, hormon steroid dari kolesterol, dan hormon tiroid serta katekolamin dari asam amino. Hormon-hormon ini bekerjasama dengan sistem saraf pusat sebagai fungsi pengatur dalam berbagai kejadian dan metabolisme dalam tubuh. Hormon peptida merupakan protein dengan beragam ukuran. Protein yang disintesis disisipkan ke dalam vesikel untuk sekresi, dilipat, dan dapat diproses melalui proteolisis atau modifikasi lain. Pelipatan ditentukan oleh rangkaian primer protein maupun oleh protein tambahan. Berbagai hormon juga dapat diproses pada tempat yang berbeda.

Sebagian besar hormon polipeptida beredar pada konsentrasi rendah tak terikat dengan protein lain. Hormon peptida mempunyai waktu paruh yang pendek (beberapa menit) dalam sirkulasi, seperti yang terjadi dengan ACTH, insulin, glukagon, dan hormon pelepas (releasing hormone) . Walaupun kemungkinan terdapat sejumlah degradasi dari hormon oleh protease dalam sirkulasi, mekanisme utama dari degradasi hormon adalah pengikatan oleh reseptor permukaan sel hormon atau melalui tempat pengikatan-hormon permukaan sel non-reseptor, selanjutnya dengan ambilan ke dalam sel dan degradasi oleh enzim dalam membran sel atau di dalam sel.

A. Hormon Pertumbuhan

Growth Hormone adalah hormon peptida yang berbentuk protein. GH merangsang pertumbuhan , reproduksi sel dan regenerasi pada manusia dan binatang. GH terdiri dari 191 asam amino, polipeptida rantai tunggal yang disintesa, disimpan dan disekresikan oleh sel-sel somatotrop di area lateral kelenjar hipofise anterior. HGH ini terus dikeluarkan oleh Kelenjar Pituitary sejak dari kita kecil sampai seterusnya dan sepanjang hidup tubuh kita akan memerlukannya untuk pertumbuhan tubuh (khususnya ketika kita masih anak-anak), membantu dalam pertumbuhan tulang (sampai usia 25 tahun), memelihara kesehatan serta jaringan dan organ vital tubuh (jantung, hati, pankreas, limpa dan ginjal), mengaktifkan fungsi detoksifikasi (pembuangan racun dalam tubuh), dan lain sebagainya.

Hormon Pertumbuhan Manusia akan berkurang seiring dengan pertambahan usia. Pada umur 60 tahun volume Hormon Pertumbuhan hanya tinggal sebesar 25% jika dibandingkan dengan usia 21 tahun. Terlebih lagi jika pola hidup dan pola makan kita tidak sehat akan membuat proses penuaan jauh lebih cepat dari yang seharusnya. Pengurangan hormon pertumbuhan menyebabkan sistem metabolisme tubuh menurun serta munculnya gejala penuaan, seperti: daya ingat menurun, warna rambut berubah, kerutan-kerutan di wajah, stamina tidak prima, mudah lelah, sangat rentan terhadap penyakit, daya seksual menurun.

B. Hormon Insulin

Insulin merupakan hormone peptida yang disekresikan oleh sel β dari Langerhans pankreas. Fungsi insulin adalah untuk mengatur kadar normal glukosa darah. Insulin bekerja melalui memperantarai pengangkutan glukosa seluler, regulasi metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, serta mendorong pemisahan dan pertumbuhan sel melalui efek motigenik pada insulin. Insulin memiliki struktur dipeptida, yang terdiri dari rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan dengan jembatan sulfida yang menghubungkan struktur helix terminal N-C dari rantai A dengan struktur central helix dari rantai B. Insulin

18

PROTEIN

mengandung 51 asam amino, dengan berat molekul 5802. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino (Wilcox, 2005).

Sekresi insulin dapat dipengaruhi oleh perubahan pada transkripsi gen, translasi, modifikasi post-translasi di badan Golgi, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pelepasan insulin oleh granula sekretorik. Modifikasi jangka panjang dapat terjadi melalui perubahan pada jumlah sel β dan differensiasinya. Glukosa mempengaruhi biosintesis dan sekresi insulin dengan beberapa cara. Asam amino, asam lemak, asetilkolin, pituitary adenylate cyclase-activating polypeptide (PACAP), glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP), glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dan agonis yang lain juga berpengaruh pada proses biosintesis dan pelepasan insulin.

Peningkatan kadar glukosa menginduksi “fase pertama” dalam glucose-mediated insulin secretion yakni dengan pelepasan insulin yang baru saja disintesa dan penyimpanan dalam granula sekretorik sel β. Masuknya glukosa ke dalam sel β dideteksi oleh glukokinase, sehingga glukosa tadi difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat (G6P). Proses ini membutuhkan ATP. Penutupan kanal K+-ATP-dependent mengakibatkan depolarisasi membran plasma dan aktivasi kanal kalsium yang voltage-dependent yang menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan kadar kalsium inilah yang menyebabkan sekresi insulin.

Mediator lain yang berperan dalam pelepasan insulin adalah aktivasi fosfolipase dan protein kinase C (sebagai contoh oleh asetilkolin) serta rangsangan dari aktivitas adenil-siklase dan protein kinase-A sel β. Mekanisme induksi sekresi insulin juga melibatkan aktivitas hormone, seperti vasoactive intestinal peptide (VIP), PACAP, GLP-1, dan GIP. Factor-faktor ini memegang peranan penting dalam “fase kedua” sekresi insulin, yakni pelepasan insulin baik yang baru saja disintesa maupun yang disimpan dalam granula sekretorik .

Bagan 2. Mekanisme Kerja Hormon Insulin

Sumber : https:// www.precisionnutrition.com

C. Hormon Paratiroid

Kelenjar paratiroid menghasilkan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) atau parat hormon. Fungsi utama hormon paratiroid adalah mengatur kadar kalsium fosfat dalam darah. Tidak seimbangnya kalsium dan fosfat dalam darah akan mengakibatkan

19

PROTEIN

gangguan transmisi impuls saraf, kerusakan jaringan tulang, gangguan pertumbuhan tulang, dan tetani otot. Hormon paratiroid bekerja langsung pada tulang untuk meningkatkan resorpsi tulang dan memobilisasi Ca2+. Selain meningkatkan Ca2+ plasma dan menurunkan fosfat plasma, PTH meningkatkan ekskresi fosfat dalam urin.

Hormon paratiroid mempunyai dua efek pada tulang dalam menimbulkan absorpsi kalsium dan fosfat. Pertama merupakan suatu tahap cepat yang dimulai dalam waktu beberapa menit dan meningkat secara progresif dalam beberapa jam. Tahap ini diyakini disebabkan oleh aktivasi sel-sel tulang yang sudah ada (terutama osteosit) untuk meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat.

Tahap yang kedua adalah tahap yang lebih lambat, dan membutuhkan waktu beberapa hari atau bahkan beberapa minggu untuk menjadi berkembang penuh; fase ini disebabkan olehadanya proses proliferasi osteoklas, yang diikuti dengan sangat meningkatnyareabsorpsi osteoklastik pada tulang sendiri, jadi bukan hanya absorpsi garam fosfat kalsium dari tulang.

2.3. Protein Transport

Protein transport adalah protein yang dapat mengikat dan membawa molekul atau ion yang khas dari satu organ ke organ lainnya. Contoh protein transport yang mudah adalah mioglobin yang menyimpan dan mendistribusikan oksigen ke dalam otot. Hemoglobin juga merupakan protein transport yang terdapat dalam sel darah merah. Hemoglobin dapat mengikat oksigen ketika darah melalui paru-paru. Oksigen dibawa dan dilepaskan pada jaringan periferi yang dapat dipergunakan untuk mengoksidasi nutrient (makanan) menjadi energi.

A. Hemoglobin

Hemoglobin adalah metal protein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan.

Tetramer 4 rantai globin dengan gugus heme-nya membangun molekul hemoglobin.. Setiap atom besi dapat berikatan secara reversibel dengan 1 molekul O2 ;dengan demikian, setiap molekul Hb dapat mengangkut empat O2. Selain mengangkut O2,hemoglobin juga dapat berikatan dengan zat-zat lain, seperti karbondioksida serta ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi (reaksi penyangga). Dengan demikian, Hb berperan penting dalam pengangkutan O2 sekaligus ikut serta dalam pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas penyangga dari darah.

B. Myoglobin

Mioglobin (BM 16700, disingkat Mb) merupakan protein pengikat oksigen yang relatif sederhana, ditemukan dalam konsentrasi yang besar pada tulang dan otot jantung, membuat jaringan ini berwarna merah yang berfungsi sebagai penyimpan oksigen dan sebagai pembawa oksigen yang meningkatkan laju transport oksigen dalam sel otot. Mamalia yang menyelam seperti ikan paus yangmenyelam dalam waktu lama, memiliki mioglobin dalam konsentrasi tinggi dalamototnya. Protein seperti mioglobin juga banyak ditemukan pada organisme sel tunggal. Mioglobin merupakan polipeptida tunggal dengan 153 residu asam amino dan satu molekul heme. Komponen protein dari mioglobin yang disebut globin,merupakan rantai polipeptida tunggal yang berisi delapan –heliks. Sekitar 78% residu asam amino dari protein ditemukan dalam -heliks ini.

20

PROTEIN

Bagan 3. Pengikatan Oksigen oleh Hemoglobin

(Sumber : https://www. withfriendship.com)

2.4. Protein Pergerakan

Sebagian besar pergerakan seluler dihasilkan oleh protein motor yang berhubungan dengan komponen sitoskeleton, baik mikrofilamen maupun mikrotubul. Miosin merupakan protein motor yang bekerja dengan mikrofilamen aktin pada kontraksi otot. Dua protein motor yang lain, dinein dan kinesin, menghasilkan pergerakan di sepanjang mikrotubul. Protein motor menggunakan energi untuk menghasilkan pergerakan. Suplai energi ini disediakan oleh fosfat dari molekul energi, ATP.

A. Miosin

Filamen-filamen tebal pada vertebrata hampir sebagian besar tersusun dari sejenis protein yang disebut Miosin. Molekul miosin terdiri dari enam rantai polipeptida yang disebut rantai berat dan dua pasang rantai ringan yang berbeda (disebut rantai ringan esensial dan regulatori, ELC dan RLC). Miosin termasuk protein yang khusus karena memiliki sifat berserat (=fibrous) dan globular. Struktur tersebut dapat dilihat pada. Secara umum, molekul miosin dapat dilihat sebagai segmen berbentuk batang sepanjang1600 Angstrom dengan dua kepala globular. Miosin hanya berada dalam wujud molekul-molekul tunggal dengan kekuatan ioniknya yang lemah. Struktur tersebut ialah struktur dari filamen tebal yang telah dibicarakan sebelumnya. Pada struktur itu, filamen tebal merupakan suatu bentuk yang bipolar dengan kepala-kepalamiosin yang menghadap tiap-tiap ujung filamen

21

PROTEIN

dan menyisakan bagian tengah yang tidak memiliki kepala satupun (=bare zone / jalur kosong).

Kepala kepala miosin itulah yang merupakan wujud dari cross-bridges dalam perhubungannya dengan miofibril - miofibril. Sebenarnya, rantai berat miosin berupa sebuah ATPase yang menghidrolisis ATP menjadi ADPdan Pi dalam suatu reaksi yang membuat terjadinya kontraksi otot. Jadi, otot merupakan alat untuk mengubah energi bebas kimia berupa ATP menjadi energi mekanik. Sementara itu, fungsi rantai ringan miosin diyakini sebagai modulator aktivitas ATPase dari rantai berat yang bersambungan dengannya. Di tahun 1953, Andrew Szent-Gyorgi menunjukkan bahwa miosin yang diberi tripsin secukupnya akan memecah miosin menjadi dua fragmen yaitu Meromiosin ringan(LMM) dan Meromiosin berat (HMM). HMM dapat dipecah dengan papain menjadi dua bagian lagi yaitu dua molekul identik dari subfragmen-1 (S1) dan sebuah subframen-2 (S2) yang berbentuk mirip batang.

B. Aktin, Tropomosin, dan Troponin

Komponen penyusun utama filamen tipis ialah Aktin. Aktin merupakan protein eukariotik yang umum, banyak jumlahnya, dan mudah didapati. Aktin didapati dalam wujudmonomer-monomer bilobal globular yang disebut G-aktin yang secara normal mengikat satumolekul ATP untuk tiap-tiap monomer. G-aktin itu nantinya akan berpolimerisasi untuk membentuk fiber-fiber yang disebut F-aktin. Polimerisasi ini merupakan suatu proses yangmenghidrolisis ATP menjadi ADP dengan ADP yang nantinya terikat pada unit monomer F-aktin. Sebagai hasilnya, F-aktin akan membentuk sumbu rantai utama dari filamen tipis. Tiap-tiap unit monomer F-aktin mampu mengikat sebuah kepala miosin (S1) yang ada pada filamen tebal. Mikrograf elektron juga menunjukkan bahwa F-aktin merupakan deretanmonomer terkait dengan urutan kepala ekor-kepala. Maka dari itu, F-aktin memiliki wujud yang polar. Komposisi miosin dan aktin masing-masing sebesar 60-70% dan 20- 25% dari protein total pada otot. Sisa protein lainnya berkaitan dengan filamen tipis yakni Tropomiosindan Troponin. Troponin terdiri dari tiga subunit yaitu TnC (protein pengikat ion Ca), TnI(protein yang mengikat aktin), dan TnT (protein yang mengikat tropomiosin). Dari sini, dapatdisimpulkan bahwa kompleks tropomiosin - Troponin mangatur kontraksi otot dengan cara mengontrol akses cross-bridges S1 pada posisi -posisi pengikat aktin.

22

PROTEIN

Bagan 4. Mekanisme Kerja Aktin dan Miosin

(Sumber : https://www. scholar.vt.edu)

C. Dinein dan Kinesin

Dinein adalah protein motor di dalam sel yang mengubah energi kimia yang terkandung di dalam ATP menjadi energi mekanis gerakan. Dinein mengangkut berbagai muatan sel melalui mikrotubulus sitoskeleton menuju ujung negatif mikrotubulus, yang biasanya mengarah ke inti sel, berkebalikan dengan arah gerakan kinesin.

Dinein adalah kompleks protein multi-subunit yang memiliki gugus yang berperan sebagai ATPase sehingga bertanggung jawab terhadap terjadinya hidrolisis ATP agar dapat memulai suatu gerakan. Dinein merupakan kelompok protein motor mikrotubulus yang bergerak ke arah ujung negatif (minus end) yang tersusun atas 2 atau 3 rantai tebal (yang termasuk motor domain) dan berhungan dengan beberapa macam rantai tipis.

Berdasarkan struktur dan fungsinya, dinein terbagi dalam dua kelas yaitu: dinein sitoplasmik (cytoplasmic dynein) dan dinein aksonemal (axonemal dynein). Dinein aksonemal memiliki rantai tebal heterodimer dan homodimer dengan 2 atau 3 motor domain kepala dan bertanggung jawab untuk pergerakan mikrotubulus (sliding movement) seperti pada silia dan flagella. Dinein sitoplasmik memiliki rantai tebal homodimer dengan 2 motor domain sebagai kepala dan berperan penting pada mitosis, polarisasi sel, transpor vesikel dan organel (transpor intraseluler) serta mengarahkan perpindahan sel, seperti untuk lokalisasi apparatus golgi ke bagian tengah sel.

23

PROTEIN

2.5. Protein Katalis (Enzim)

Enzim merupakan biokatalisator/katalisator organik yang diproduksi oleh makhluk hidup untuk mengkatalisis dan mengendalikan reaksi kimia yang penting dalam tubuh makhluk hidup tersebut. Enzim terdiri dari bagian protein dan bagian non protein. Bagian protein enzim yang disebut apoenzim sangat menentukan fungsi biokatalisator dari enzim. Bagian ini akan rusak pada suhu terlampau panas atau bersifat termolabil. Bagian non protein dari enzim disebut kofaktor atau gugus prostetik, yang dapat berupa senyawa organik (koenzim) atau senyawa non organik, seperti ion-ion logam. Gugus prostetik ini berukuran kecil, tahan panas (termostabil), dan diperlukan enzim untuk aktivitas katalitiknya. Gabungan kedua bagian ini membentuk haloenzim, yaitu bentuk enzim yang sempurna dan aktif.

Enzim bekerja dengan dua cara, yaitu menurut Teori Kunci-Gembok (Lock and KeyTheory) dan Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory). Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif (active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akankembali pada konfigurasi semula

Bagan 5. Cara Kerja Enzim

(Sumber : https:// www.mrschutz.com)

Menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat berlangsung karenaadanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian rupa sehingga keduanyamerupakan struktur yang komplemen atau saling melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel.

Berdasarkan sistem penamaan enzim internasional dari IUB (International Union of Biochemistry), enzim dapat digolongkan dalam enam golongan berdasarkan reaksi yang dikatalisisnya (Lehningher, 1995), yaitu:

24

PROTEIN

1. Oksidoreduktase

Oksidoreduktase (dehidrogenase atau oksidase) mengkatalisis reaksi oksidasi reduksi, seperti glukosa oksidase, alkohol dehidrogenase dan piruvat hidrogenase.

2. Transferase

Transferase mengkatalisis pemindahan suatu gugus tertentu, seperti transmetilase, transaldolase, dan transketolase.

3. Hidrolase

Hidrolase berperan dalam reaksi hidrolisis, seperti protease, amilase, selulase, pektinase, dan maltase.

4. Liase

Liase mengkatalisis penghilangan gugus tertentu dari substrat dengan atau tanpa melalui proses hidrolisis atau melalui pemutusan ikatan rangkap. Contoh: piruvat dekarboksilase.

5. Isomerase

Isomerase adalah semua enzim yang mengkatalisis reaksi isomerisasi, seperti alanin rasemase.

6. Ligase

Ligase berperan dalam reaksi pembentukan ikatan kimia, termasuk diantaranya enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan C-O, C-S, C-N, dan C-C. Contoh: tiokinase. Enzim protease merupakan biokatalisator untuk reaksi pemecahan protein menjadi oligopeptida atau asam-asam amino. Enzim-enzim ini bekerja mengkatalisis reaksi hidrolisis, yaitu reaksi yang melibatkan air pada ikatan spesifik dengan substrat, sehingga juga dapat digolongkan sebagai enzim hidrolase. Protease dinamakan juga peptidase, karena memecah ikatan peptida pada rantai polipeptida.

Ada dua macam peptidase, yaitu endo peptidase dan eksopeptidase. Endopeptidase adalah enzim yang mengkatalisis pemecahan ikatan peptida pada bagian dalam rantai polipeptida. Eksopeptidase adalah enzim yang mengkatalisis pemecahan ikatan peptida pada ujung rantai polipeptida.

Protease dapat dihasilkan secara ekstraseluler (protease disekresikan ke luar sel atau ke lingkungannya) dan secara intraseluler (protease berada dalam sel). Pada protease ekstraseluler, enzim bekerja di luar sel mikroorganisme tanpa perlindungan membran dan dinding sel, sehingga harus memiliki kestabilan yang tinggi terhadap berbagai pengaruh kimia dan fisika. Karakteristik ini menyebabkan protease ekstraseluler dapat digunakan dalam berbagai proses industri.

2.6. Protein Sruktural

Protein struktural berperan untuk menyangga atau membangun struktur biologi makhluk hidup. Misalnya kolagen adalah protein utama dalam urat dan tulang rawan yang memiliki kekuatan dan liat. Persendian mengandung protein elastin yang dapat meregang dalam dua arah. Jenis lain adalah kuku, rambut dan bulu-buluan merupakan protein keratin yang liat dan tidak larut dalam air.

25

PROTEIN

A. Keratin

Keratin merupakan protein yang kaya akan asam amino bersulfur yaitu sistin. Diantara asam amino sistin terdapat ikatan disulfida yang menghubungkan kedua asam amino tersebut. Keratin adalah protein yang tidak reaktif secara kimiawi dan tahan lama secara mekanik, terdapat dalam semua vertebrata tingkat tinggi. Keratin adalah protein yang berfungsi untuk melindungi jaringan epitel dari kerusakan dan tegangan yang mengganggu lapisan sel tersebut.

B. Kolagen

Protein dalam badan manusia dibentuk oleh 20 asam amino. Beberapa asam amino bergabung untuk membentuk rantai peptida; satu atau beberapa peptida membentukan protein. 3 rantai polipeptida kolagen bergabung membentuk Kolagen. Beberapa fungsi kolagen :

1. Membentuk rangkaian organ-organ:

Kolagen merupakan “pelekat” di antara sel-sel. Bentuknya yang unik, memberi sokongan dan menyambung sel-sel untuk membentuk bentuk rangkaian organ - organ, menjadikan ia kuat dan elastik.

2. Alam yang sesuai untuk kehidupan sel-sel:

Struktur serat Kolagen yang unik manjadikan ia “tingkap” di antara sel-sel dan dunia luar. Metabolisme sel-sel di seluruh badan memerlukan nutrisi, oksigen dan pembuangan sisa melalui serat Kolagen. Jika grid serat Kolagen tidak normal (penuaan metabolisme Kolagen menyebabkan banyak cabang yang melekat satu sama lain), maka pengangkutan nutrisi dan pembuangan sisa akan terganggu, melambatkan metabolisme sel-sel, serta mempengaruhi kesehatan semua bagian badan.

Bagan 6. Perbedaan antara Kolagen yang berumur Muda (Atas) dengan yang Berumur Tua (Bawah).

(Sumber : https://www. collagen-science.html)

26

PROTEIN

C. Elastin

Elastin adalah protein ekstraseluler yang memiliki sifat elastisitas bagi jaringan atau organ. Elastin banyak terdapat pada organ-organ yang mengandalkan elastisitas pada sistem kerjanya, seperti pembuluh darah, otot, paru-paru dan kulit. Salah satu jenis protein pada elastin adalah tropoelastin.

Protein ini mempu membentuk ikatan antar asam aminonya secara fisiologis atau disebut sebagaiikatan rantai samping intermolekuler. Hal inilah yang menyebabkan elastin memiliki waktu paruhhingga 70 tahun dan merupakan satu-satunya jenis protein yang paling stabil. Regenerasi jaringan dapat dipengaruhi oleh kehadiran molekul-molekul, terutama induksisintesis elastin yang dapat mempercepat penyembuhan jaringan karena ini merupakan elemen kunci.

D. Tubulin

Tubulin adalah suatu dimer protein pada sel yang berpoli-merisasi ke pembentukan mikrotubula. Mikrotubula atau mikrotubulus adalah tabung yang disusun dari mikrotubulin. Mikrotubulus mengatur posisi organel di dalam sel. Mikrotubulus memiliki dua ujung: ujung negatif yang terhubung dengan pusat pengatur mikrotubulus, dan ujung positif yang berada di dekat membran plasma. Organel dapat meluncur di sepanjang mikrotubulus untuk mencapai posisi yang berbeda di dalam sel, terutama saat pembelahan sel.

Pada fase lag, tiap molekul tubulin berasosiasi untuk membentuk agregat yang agak stabil. Beberapa di antaranya berlanjut membentuk mikrotubulus. Saat elongasi, tiap subunit berikatan dengan ujung ujung mikrotubulus. Saat fase plato, (mirip fase lag pada pembelahan sel), polimerisasi dan depolimerisasi berlangsung secara seimbang karena jumlah tubulin bebas yang ada pas-pasan.

2.6. Protein Reseptor

Sebagian besar reseptor sinyal merupakan protein membran plasma. Reseptor ini menyalurkan informasi dari lingkungan ekstraselular ke bagian dalam sel dengan berubah bentuk atau mengumpul ketika ligan (sinyal) melekat. Reseptor membran bekerja dengan tiga tipe utama: reseptor terkait protein G, reseptor tirosin-kinase, dan reseptor saluran ion.

A. Reseptor Terkait Protein G

Reseptor tergandeng protein G yang merupakan satu rantai polipeptida tunggal, yang keluar masuk menembus membran sel sampai tujuh kali sehingga dikatakan memiliki tujuh trans membran. Reseptor ini terutama mengaktivasi rangkaian peristiwa yang mengubah konsentrasi satu atau lebih suatu molekul signaling intraseluler atau yang disebut second messenger untuk menimbulkan respons seluler. Beberapa second messenger yang terlibat dalam transduksi signal melalui reseptor ini adalah siklik AMP (cAMP), protein kinase A (PKA), Diasil gliserol (DAG), Inositol trifosfat (IP3), protein kinase C (PKC), dan kalsium (Ca++).

Dalam kondisi tidak ada sinyal ekstraselular, ketiga protein berada dalam keadaan inaktif. Protein G inaktif memiliki satu molekul GDP yang terikat padanya. Datangnya sinyal menyebabkan reseptor berubah bentuk dan mengikat protein G. GDP digantikan GTP dan protein G aktif mengikat pada dan mengatifkan enzim. Protein G meninggalkan enzim sambil menghidrolisis GTP nya. Ketiga protein pun siap digunakan kembali

27

PROTEIN

Bagan 7. Struktur Protein G

Sumber : https:// www.rcsb.org

B. Reseptor Tirosin – Kinase

Saat tidak ada sinyal ekstraselular, reseptor T-K berupa polipeptida tunggal, bagian ekstraselular protein dihubungkan oleh heliks α. Bagian protein ini bertanggung jawab untuk aktivitas tirosin- kinase reseptor, dan juga memiliki sederetan asam amino tirosin. Ketika molekul sinyal melekat pada tempat pengikatan, dua polipeptida akan mengumpul membentuk dimer. Dengan menggunakan ATP, daerah tirosin-kinase memfosforilasi tirosin pada polipeptida lain. Setelah teraktivasi secara sepenuhnya, protein reseptor dapat mengikat protein intraselular spesifik.

Protein yang teraktivasi mengawali transduksi sinyal yang menimbulkan respon selular spesifik. Ketika molekul sinyal melekat pada tempat pengikatan, dua polipeptida akan mengumpul membentuk dimer. Dengan menggunakan ATP, daerah tirosin-kinase memfosforilasi tirosin pada polipeptida lain. Setelah teraktivasi secara sepenuhnya, protein reseptor dapat mengikat protein intraselular spesifik.

C. Reseptor Saluran Ion

Reseptor sinyal ini merupakan protein transmembran dalam membran plasma yang membuka untuk membiarkan aliran dari jenis ion spesifik melintasi membran ketika molekul sinyal spesifik terikat pada sisi ekstrakurikuler protein tersebut. Fungsi reseptor saluran ion mempengaruhi aktivitas intrasel melalui pengaturan perpindahan molekul-molekul kecil seperti ion kalium dan natrium melintasi membran sel.

2.7. Protein Pertahanan

A. Sistem Pertahanan Tubuh Nonspesifik

28

PROTEIN

1. Pertahanan Tubuh Nonspesifik Eksternal Merupakan pertahanan pertama yang berperan penting dalam menahan benda asing seperti bakteri. Diantaranya kulit, membrane mukosa dan sekresi dari kulit dan membrane mukosa.

2. Pertahanan Tubuh Nonspesifik Internal Merupakan garis pertahanan kedua, jika pertahanan pertama dapat ditembus. Diantaranya sel darah putih fagositik, protein anti mikroba, dan respon peradangan.

B. Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik

1. Struktur Sistem Kekebalan Tubuh

a. Limfosit B

Limfosit B dibentuk di sumsum tulang. Limfosit B memiliki reseptor pada permukaannya, yaitu tempat dimana antigen dapat berikatan. Respon limfosit B terhadap antigen memiliki dua tahap :

- Respon imun primer : ketika limfosit B pertama kali bertemu dengan suatu antigen, antigen ini akan berikatan pada reseptor di permukaan dan menstimulasi limfosit B. Beberapa limfosit B akan berubah menjadi sel-sel pengingat (memory cells), yang akan mengingat antigen spesifik tersebut, dan sebagian lagi berubah menjadi sel-sel plasma. Sel-sel plasma menghasilkan antibodi spesifik untuk antigen tersebut. Pada paparan pertama dengan suatu antigen, antibodi spesifik akan diproduksi dalam jumlah cukup setelah beberapa hari. Demikian sebab mengapa respon imun primer bersifat lambat.

- Respon imun sekunder : Setelah paparan pertama dengan antigen, setiap kali limfosit B bertemu kembali dengan antigen tersebut, sel-sel pengingat akan dengan cepat mengenali antigen dan kemudian limfosit B akan bertambah banyak, berubah menjadi sel-sel plasma, dan menghasilkan antibodi. Respon imun sekunder bersifat cepat dan sangat efektif.

b. Limfosit T

Limfosit T diproduksi di kelenjar thymus. Disana, mereka belajar bagaimana cara membedakan dirinya dengan yang bukan dirinya. Hanya limfosit T yang tidak menyerang molekul antigen diri sendiri saja yang dapat berkembang menjadi matang dan menginggalkan kelenjar thymus. Tanpa proses ini, limfosit T dapat menyerang sel-sel dan jaringan tubuh.

Limfosit T dewasa disimpan di organ limfoid sekunder, yaitu kelenjar getah bening, limpa, tonsil, usus buntu, dan plak Peyer di usus halus. Sel-sel ini kemudian masuk ke dalam aliran darah dan sistem limfatik. Ketika limfosit T bertemu dengan sel asing atau sel abnormal untuk pertama kalinya, limfosit T akan teraktifasi untuk mencari sel-sel asing atau abnormal tersebut, misalnya bakteri atau sel-sel yang terinfeksi oleh virus tertentu.

Terdapat beberapa jenis limfosit T :

- Sel T Pembunuh (Cytotoxic / Killer T Cells) 

Killer T Cells berikatan dengan sel-sel asing atau abnornal dan membunuh sel-sel tersebut dengan membuat lubang pada membran sel dan memasukan enzim tertentu ke dalam sel asing/abnormal tersebut. 

- Sel T Pembantu (Helper T Cells)

29

PROTEIN

Helper T Cells berfungsi untuk membantu sel-sel imun lain, misalnya membantu limfosit B dalam menghasilkan antibodi untuk melawan antigen asing, atau membantu mengaktifkan Killer T Cells untuk membunuh sel asing. 

- Sel T Penekan (Suppressor T Cells)

Sel-sel ini menghasilkan suatu zat yang membantu mengakhiri respon imun dan juga mencegah terjadinya respon imun tertentu yang berbahaya.

Limfosit T terkadang, untuk sebab yang belum diketahui sepenuhnya, tidak dapat membedakan dirinya dengan yang bukan dirinya. Hal ini menyebabkan gangguan autoimun, dimana tubuh menyerang jaringan tubuhnya sendiri. 

c. Antibodi

Ketika limfosit B bertemu dengan antigen, limfosit B akan terstimulasi untuk berkembang menjadi sel plasma atau sel pengingat (memory B cell). Sel plasma kemudian akan menghasilkan antibodi (yang disebut juga immunoglobulin-Ig). Antibodi melindungi tubuh dengan berbagai cara, yaitu membantu fagosit mencerna antigen, menonaktifkan zat-zat racun yang dihasilkan oleh bakteri, menyerang bakteri dan virus secara langsung, dan mengaktifkan sistem komplemen. Antibodi penting untuk melawan infeksi bakteri dan jamur tertentu. Antibodi juga dapat membantu melawan infeksi virus.

Terdapat lima struktur yang menentukan pengelompokan antibodi : 

Ig M : dihasilkan ketika terpapar dengan suatu antigen untuk pertama kalinya. Respon imun yang dipicu oleh paparan suatu antigen untuk pertama kalinya disebut respon imun primer. Ig M berikatan dengan antigen, kemudian mengaktifkan sistem komplemen dan membuat antigen lebih mudah untuk dicerna. Normalnya Ig M terdapat di dalam aliran darah dan bukan di jaringan tubuh.

Ig G : dihasilkan dalam jumlah besar ketika antibodi terpapar lagi dengan antigen tertentu. Antibodi yang dihasilkan (terutama Ig G) lebih banyak, lebih cepat, dan lebih efektif daripada yang dihasilkan oleh respon imun primer, keadaan ini disebut respon imun sekunder. Ig G memberi perlindungan terhadap infeksi bakteri, virus, jamur, dan zat-zat berbahaya lainnya.  

Ig G terdapat dalam aliran darah dan jaringan-jaringan tubuh. Ig G merupakan satu satunya antibodi yang dapat masuk melalui plasenta dari ibu ke janin. Ig G ibu memberi perlindungan terhadap janin dan bayi sampai sistem kekebalan tubuh bayi dapat menghasilkan antibodinya sendiri. Selain itu, Ig G merupakan antibodi yang paling sering digunakan untuk pengobatan.

Ig A : antibodi ini membantu pertahanan tubuh dari serangan mikroorganisme pada permukaan tubuh yang dilapisi membran mukosa, seperti hidung, mata, paru-paru, dan saluran pencernaan. Ig A terdapat dalam aliran darah, kolostrum (cairan yang dihasilkan payudara pada beberapa hari pertama setelah melahirkan, sebelum air susu dibentuk), dan pada sekret yang dihasilkan oleh membran mukosa.  

Ig E : merupakan antibodi yang memicu terjadinya reaksi alergi segera. Ig E berikatan dengan basofil (salah satu jenis sel darah putih) di dalam aliran darah dan dengan sel mast pada jaringan tubuh. Ketika basofil atau sel mast dengan Ig E berikatan dengan alergen (yaitu suatu antigen yang menyebabkan timbulnya reaksi alergi), maka basofil atau sel mast akan melepaskan zat-zat (seperti histamin) yang menyebabkan peradangan dan kerusakan pada jaringan-jaringan sekitarnya. Karena hal tersebut, Ig E merupakan satu-satunya golongan antibodi yang sepertinya lebih banyak memberi efek buruk daripada efek baik bagi tubuh. Meskipun begitu, Ig E membantu

30

PROTEIN

pertahanan tubuh terhadap infeksi parasit tertentu yang sering terjadi pada negara-negara berkembang.

Ig E terdapat dalam jumlah kecil pada aliran darah dan cairan mukus di dalam sistem pencernaan. Jumlah Ig E lebih banyak pada orang yang terinfeksi parasit dan pada penderita asma atau gangguan alergi lain.

Ig D : terutama terdapat pada permukaan limfosit B yang immatur. Ig D membantu perkembangan sel ini menjadi matur. Ig D terdapat dalam jumlah kecil pada aliran darah.

Bagan 8. Macam - macam Antibodi

(Sumber : https:// www.abdserotec.com)

8. Sintesis Protein

31

PROTEIN

Oleh : Muchtazam Mulsiansyah (1206221683)

3.1. Post Transkripsi

Saat proses transkripsi selesai dilakukan, mRNA yang terbentuk dari proses transkripsi melalui proses terminasi yang berbeda antara sel prokariotik maupun dalam sel eukariotik. Pada sel prokariotik, mRNA yang terbentuk tidak melalui tahap modifikasi lanjut sebelum ditranslasi. Dalam sel prokariotik, proses transkripsi dan translasi juga dapat berlansung secara bersamaan karena tidak ada modifikas dari mRNA tersebut. Pada sel eukariotik hasil transkripsi dari mRNA dinamakan pre-mRNA, dimana pre-mRNA akan dimodifikasi lebih lanjut sebelum memasuki proses translasi pada ribosom. Dalam banyak kasus, beberapa interior dari mRNA dipotong, dan bagian yang tersisa dipisahkan bersama. Modifikasi inilah yang memproduksi molekul mRNA yang siap untuk proses translasi.

a. Perubahan Masing-Masing Ujung mRNASetiap masing-masing ujung dari pre-mRNA dimodifikasi sebelum meninggalkan nukleus. Ujung 5’ mendapatkan penambahan “topi” setelah transkripsi dari nukleotide ke 20 hingga 40, yaitu bentuk modifikasi dari nukleotida guanin (G). Pada ujung 3’dari molekul pre-mRNA juga dimodifikasi, ebuah enzim menambahkan 50 hingga 250 nukeleotida adenin (A) yang akan membentuk poly-a tail. Modifikasi “topi” maupun poly-A tail ini memiliki beberapa fungsi, yaitu (1) untuk memfasilitasi keluarnya mRNA dari nukleus, (2) menjaga molekul mRNA dari degradasi oleh enzim hidrolitik, (3) modifikasi ini membantu ujung 5’ untuk menempel pada ribosom saam mRNA sampai ke sitoplasma.

Gambar 1. RNA processing: penambahan topi 5’ dan polyA-tail

Pada gambar 1 terlihat molekul mRNA pada sel eukariotik dengan “topi” dan “ekor”. Juga tampak pada gambar bagian UTR pada ujung 5’ dan ujung 3’. UTR adalah bagian dari mRNA yang tidak akan ditranslasi menjadi protein, tapi memiliki fungsi lain untuk mengikat ribosom.

b. Pemisahan Gen dan RNA SpicingTahap yang luar biasa dari proses RNA dalam sel eukariotik adalah penghilangan jumlah porsi yang besar dari molekul RNA yang telah disintesis, seperti “cut-paste” yang disebut dengan RNA splicing.

32

PROTEIN

Gambar 2.RNA processing

Panjang rata-rata dari transkripsi dalam DNA manusia adalah 27.000 pasang nukleotida, hal ini mengakibatkan transkripsi primer yang juga panjang. Padahal, hanya dibutuhkan 1.200 nukleotida pada RNA untuk di coding untuk menjadi ukuran rata-rata protein dari 400 asam amino. Tandanya, kebanyakan gen dari eukariotik dan transkrip RNA nyamemiliki bagian noncoding yang panjang, yaitu daerah yang tidak akan ditranslasi. Yang lebih mengejutkan adalah kebanyakan dari bagian noncoding tersebut berada diantara bagian coding dari RNA. Dengan kata lain, urutan nukelotida DNA yang dikode untuk polipeptida eukariotik biasanya tidak kontinyu, melainkan terbagi menjadi beberapa segmen. Segmen noncoding dari asam nukleat yang terletak diantara segmen coding dinamakan entervening sequences, atau introns. Bagian yang lain dinamakan exons. Exons inilah yang biasanya akan ditranslasi kedalam urutan asam amino, kecuali pada bagian UTR. Dengan ini kita dapat menyimpulkan bahwa exon adalah urutan RNA yang akan dibawa meninggalkan nukleus.

Saat pembuatan transkripsi primer, enzim RNA Polimerasi II mentranskripsi baik bagian exon maupun intron dari DNA, namun RNA yang memasuki sitoplasma adalah RNA yang telah dimodifikasi. Bagian introns dipotong, dan bagian exons bergabung yang membentuk rutan koding molekul RNA yang kontinyu. Proses ini dinamakan dengan RNA splicing.

Proses RNA splicing terjadi saat ada sinyal untuk melakukan proses tersebut, adalah sebuah nukleotida pendek pada ujung masing-masing intron. Partikel kecil tersebut dinamakan small nuclear ribonucleoproteins, yang disingkat dengan snRNPs (dibaca snurps), yang mengenali daerah splicing. snRNPs terletak pada nukleus dan terbentuk dari molekul RNA dan protein. Molekul RNA pada snRNPs dinamakan snRNA small nuclear RNA, masing-masing dari molekul snRNA memiliki panjang sekitar 150 nukleotida. Beberapa dari molekul snRNPs yang berbeda bergabung dengan protein tambahan untuk membentuk pemasangan yang lebih besar yang disebut dengan spliceosome. Spliceosome berinteraksi dengan beberapa daerah tertentu sepanjang intron, yang akan mengakibatkan lepasnya intron yang kemudian akan terdegradasi, dan kemudian menyambung exon yang sebelumnya diapit oleh intron.

33

PROTEIN

Gambar 3. snRNPs dan spliceosomes dalam splicing pre-mRNA

snRNAs mengkatalisis proses ini, dan juga berpartisipasi saat pembentukan spliceosome dan pengenalan daerah splicing.

3.2. Translasi

Selanjutnya, setelah proses post transkripsi, kita akan membahas secara detail proses terpenting dalam sintesis protein, yaitu proses translasi. Proses translasi adalah proses dimana informasi genetik ditranslasikan dari mRNA ke protein.

a. Komponen Molekul dalam Translasi

Saat proses translasi berlansung, sebuah sel “membaca” pesan genetik dan membangun polipeptida secara berurutan. Pesan tersebut adalah urutan kodon sepanjang sebuah molekul mRNA, dan yang menerjemahkan (translator) disebut dengan transfer RNA (tRNA). Fung dari tRNA adalah mengirim asam amino dari sitoplasma ke dalam pembentukan polipeptida dalam ribosom. Sebuah sel menjaga stok 20 asam amino dalam sitoplasma, baik dengan mensintesis dari senyawa lain, maupun mengambil dari lingkungannya. Ribosom adalah organel yang terbentuk dari protein dan RNA, menambahkan asam amino yang dibawa oleh tRNA untuk membentuk ikatan polipeptida.

34

PROTEIN

Gambar 4. Proses dasar translasi

b. Struktur dan Fungsi dari tRNA

Kunci dari translasi pesan genetik ke dalam urutan asam amino yang spesifik adalah faktanya setiap molekul dari tRNA tidak identik, dan masing-masing tipe dari molekul tRNA diterjemahkan dalam secara tertentu pada kodon mRNA kedalam asam amino tertentu. Sebuah tRNA yang sampai pada ribosom telah berikatan dengan asam amino yang spesifik pada ujungnya. Pada ujung lain dari tRNA adalah triplet nukleotida yang disebut antikodon, yang mana pasangan basa dengan kodon dari mRNA. Contohnya, sebuah kodon mRNA GGC, yang akan diterjemahkan kedalam asam amino glycine. tRNA dengan pasangan basa dengan kodon CCG akan berikatan dengan ikatan hidrogen sebagai antikodon, dan membawa glycine pada ujung lainnya. Seperti terlihat pada gambar, glycine akan ditambahkan pada rantai polipeptida kapaanpun ada kodon GGC pada tranlasi. Kodon demi kodon diterjemahkan dengan tRNA yang membawa asam amino sesuai urutan yang telah disebutkan diatas. tRNA berfungsi sebagai penejermah, karena dapat mengenali “bahasa” dari asam nukleat, dan “bahasa” dari protein (asam amino). tRNA dapat digunakan secara berulang, setelah proses pembentukan rantai polipeptida selesai dilakukan dalam ribosom, tRNA akan terlepas dan kembali berikatan dengan asam amino dalam sitoplasma.

Untuk keakuratan translasi dari pesan genetik dibutuhkan 2 pengenalan molekul. Pertama adalah tRNA yang berikatan pada sebuah kodon mRNA menspesifikasi asam amino tertentu yang harus dibawa, dan ujung lain dari tRNA tidak boleh membawa molekul yang lain selain asam amino. Enzim aminocyl-tRNA syntases berfungsi untuk membenarkan ikatan antara tRNA dan asam amino agar tidak terjadi kesalahan.

35

PROTEIN

3.3. Pembentukan Polipeptida

Kita dapat membagi proses translasi (sintesis polipeptida) menjadi tiga tahap, yaitu; (1) inisiasi, (2)elongasi, dan (3) terminasi

a. Inisiasi TranslasiTahap inisiasi dari translasi adalah membawa mRNA, dan tRNA yang berikatan dengan asam amino dari polipeptida, dan dua subunit dari ribosom. Pertama, subunit ribosomal kecil berikatan dengan mRNA dan inisiator spesifik tRNA, yang membawa asam amino methionine.

- Prokariotik Pada bakteria (prokariotik), subunit kecil ini dapat berikatan dengan kedua ini dengan baik; subunit ini mengikat mRNA pada urutan RNA spesifik, hulu dari awal kodon, AUG.

- Eukariotik

Pada eukariotik, subunit yang kecil dari ribosom, dengan tRNA inisiator telah terikat, mengikat dengan “topi” 5’, dan kemudian bergerak, ke ”hilir” sepanjang mRNA sehingga mencapai awal odon; tRNA inisiator kemudian berikatan dengan ikatan hidrogen dengan awal kodon AUG. Pada kasus lain, awal kodon akan memberikan sinyal untuk memulai proses translasi; hal ini penting, karena hal ini membangun pembacaan frame kodon untuk mRNA.

Kesatuan dari mRNA, inisiator tRNA, dan subunit ribosom yang kecil diikuti dengan pemasangan subunit ribosom yang besar, memenuhi inisiasi tranlasi kompleks. Protein disebut dengan initial factor yang dibutuhkan untuk membawa semua komponen faktor bersama. Sel juga membutuhkan energi didapatkan dengan hidrolisis dari molekul GTP untuk membentuk inisiasi kompleks. Pada penyele saian dari proses inisiasi, inisiator tRNA dari terletak pada daerah P di ribosom. Dan satu daerah kosong telah siap untuk aminoacyl tRNA selanjutnya. Kita harus memperhatikan bahwa sebuah polipeptida selalu disintesis ddengan 1 arah, dari awal methioninepada ujung asam amino, juga

36

PROTEIN

disebut dengan N-terminus, kearah ujunhg (final) asam amino) pada ujung karboksil juga disebut dengan C-terminus.

b. Elongasi Rantai Polipeptida

Dalam tahap proses elongasi translasi, asam amino ditambahkan satu demi satu ke dalam asam amino yang sebelumnya pada rantai C-Terminus yang tumbuh (disintesis). Setiap penambahan melibatkan beberapa protein yang disebut dengan faktor elongasim dan terjadi dalam tiga tahap cycle yang didescribsikan pada gambar 6 berikut

Gambar 6. Siklus elongasi translasi

Keluarnya energi terjadi pada tahap pertama dan tahap ketiga. Pengenalan kodon membutuhkan hidrolisis dari satu moleku GTP, yang mana akan meningkatkan akurasi dan efesiensi dari tahapan ini. GTP yang berlebih dihidrolisis untuk menyediakan energi untuk tahapan translokasi.

mRNA bergerak sepanjang ribosom dengan hanya satu arah saja, ujung 5’ adalah yang pertama; hal ini sama dengan ribosom bergerak 5’ 3’ pada mRNA. Poin terpenting adalah ribosom dan mRNA bergerak relatif satu sama ain, secara berlawanan arah, kodon demi kodon. Siklus elongasi membutuhkan waktu sepersepuluh detik pada bakteri, dan diulang setiap asam amino ditambahkan pada rantai hingga polipeptida komplit.

c. TerminasiTahapan akhir dari translasi adalah terminasi, dapat dilihat pada gambar 7. Elongasi

terus berjalan hingga pemberhentian kodon dalam mRNA mencapai daerah A pada ribosom. Basa nukleotida triplet UAG, UAA, dan UGA tidak mengkode asam amino, melainkan berperan sebagai sinyal untuk memberhentikan translasi. Sebuah release factor, sebuah bentuk protein seperti aminoacyl tRNA, berikatan secara lansung dengan stop codon dalam daerah A. Release factor ini mengakibatkan penambahan molekul air daripada asam amino pada rantai polipeptida. Reaksi ini menghidrolisis ikatan antara

37

PROTEIN

polipeptida yang lengkap dengan tRNA dalam daerah P, mengeluarkan polipeptida melewati pintu keluar dari subunit ribosom yang besar. Proses yang tertinggal dari pemasangan translasi kemudian datang terpisah dalam proses yang multi tahap, dibantu oleh faktor protein yang lainnya. Pemecahan dari pemasangan translasi membutuhkan hidrolisis dari lebih dari dua molekul GTP.

Gambar 7. Proses terminasi translasi

3.4. Post Translasi

Translasi bukan akhir dari ekspresi genom. Polipeptida muncul dari ribosom non-aktif, dan sebelum menerima perannya yang fungsional di dalam sel itu harus mengalami sedikitnya satu dari empat tipe proses post-translational.

3.5. Protein Folding

Polipeptida adalah non-aktif, sampai dilipat ke dalam struktur tersiernya yang benar. Protein folding menguji empat tingkat struktur protein (primer, sekunder, tersier, dan kuartener) dan semua informasi suatu polipeptida memerlukan struktur tiga dimensional yang di dalamnya berisi sekuen asam amino.

Denaturasi dan naturasi kembali secara spontan dari suatu protein kecil. Ketika urea itu dipindahkan dengan cara dialisis, protein kecil ini mengambil kembali konformasi yang terlipat. Aktivitas protein meningkat kembali ketingkat asli dan viskositas larutannya berkurang.

Pelipatan spontan ribonuklease dan protein meliputi dua proses:1. Motif struktural sekunder rantai polipeptida membentuk beberapa mili detik selama

denaturasi. Langkah ini disertai protein roboh ke dalam suatu kompak, tetapi tidak terlipat, organisasi, dengan gugus hidrofob disampingnya, yang dilindungi dari air.

2. Motif struktural sekunder saling berhubungan satu dengan yang lain dan struktur tersier secara berangsur-angsur terbentuk.

Dengan kata lain, protein mengikuti suatu tahapan pelipatan. Lebih dari satu tahapan yang mungkin diikuti suatu protein dapat untuk terhubung secara benar pada struktur lipatan. Jika satu struktur yang salah tidak stabil menyebabkan struktur terbuka, menyebabkan protein kedua meneruskan rute yang produktif ke arah konformasi yang benar.

3.6. Translokasi Protein

Setelah mengalami proses translasi, sebagian besar polipeptida mengalami suatu proses lebih lanjut sebelum menjadi protein fungsional. Hal pertama kali adalah polipeptida akan diarahkan ke berbagai macam komponen selular. Kedua, sebagian besar polipeptida akan mengalami substitusi melalui reaksi kimiawi tertentu sebelum membentuk protein aktif. Dan ketiga, protein akan mengalami mekanisme degradasi yang terprogram. Langkah-langkah tersebut

38

PROTEIN

membutuhkan mekanisme regulasi yang mana regulator tersebut tersusun dari urutan asam amino yang disebut dengan signal sequence. Signal sequence tersebut berada bersamaan dengan polipeptida yang bersangkutan dan berfungsi untuk mampu mengenali daerah target dari ribosom menuju ke organel yang lain. Pada organisme eukariotik signal sequence bekerja dengan ribonukloprotein, yakni SRP – signal recognition particle. Jalur target Protein Didalam sitoplasma, ribosom yang berfungsi sebagai translator mRNA dan menghasilkan polipetida, maka polipeptida tersebut akan ditranspor ke berbagai macam tempat.

Gambar 8. Mekanisme sinyal untuk targeting protein ke ER

39

PROTEIN

9. Deteksi Protein

Oleh : Reyhan Jonathan (1206263420)

Protein tidaklah sama antara yang satu dan yang lainnya. Protein dibedakan berdasarkan tipe, jumlah, dan juga susunan asam aminonya. Perbedaan yang ada ini menyebabkan perbedaan struktur molecular, kandungan nutrisi, dan sifat fisiokimia. Dalam menganalisis makanan, mengetahui kadar total, jenis, struktur molekul dan sifat fungsional dari protein sangatlah penting. Untuk menganalisis protein pada bahan makanan terdapat dua metode yang bisa digunakan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.

4.1. METODE KUALITATIF

Analisis protein secara kualitatif memiliki tujuan untuk mengetahui analisis struktur, uji komposisi protein, analisis bikomia & biofisika, dan uji reaksi warna.

4.1.1. ANALISIS BERAT MOLEKUL

A. Elektroforesis ProteinSeperti halnya dengan elektroforesis DNA, elektroforesis protein memungkinkan kita untuk

memisahkan protein berdasarkan ukurannya dan memperlihatkan hasilnya. Akan tetapi protein jauh lebih beragam dalam ukuran dan strukturnya, karena itu tekniknya jauh lebih rumit. Pada dasarnya alat elektroforesis terdiri atas 2 bagian utama yaitu bagian electric transformer yang mengubah arus AC ke DC dan bagian tanki elektroforesis yang berisi flat bed, slab, column, dan selang. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemisahan komponen pada elektroforesis protein :

1. Densitas muatan molekul – berbeda diantara pH media dan pl molekul.

2. Pengaruh buffer

pH : akan mempengaruhi densitas muatan protein dan akibatnya mempengaruhi tingkat dan arah pergerakannya

Kekuatan ionik : mempengaruhi tingkat pemisahan Komposisi : bisa berinteraksi dengan protein menyebabkan perubahan dalam

densitas muatan sebagai contoh ion borak dan glikoprotein.

3. Bentuk dan ukuran molekul

4. Media pendukung

Restriksi pada mobilitas Pengaruh difusi Elektroendosmosis Mikro-heterogenitas molekuler spesies

4.1.2. ANALISIS STRUKTUR

A. Circular Dichroism Spectroscopy / CD spektroskopi

40

PROTEIN

Metode Circular Dichroism Spectroscopy (CDS) ini digunakan untuk menganalisis struktur sekunder dan struktur tersier. Selain itu fungsi CDS ini juga untuk menunjukkan perbandingan konformasi dan menentukan apakah interaksi protein-protein atau protein-ligan mengubah konformasi protein. Prinsip dari metode CDS ini adalah mengukur perbedaan penyerapan left-handed polarized light right-handed polarized light. Spektrum-spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua absorbans negative pada panjang gelombang 208 nm dan 220 nm, lempeng beta menujukkan satu puncak negative sekitar 210-216 nm. Dengan membangun database protein berstruktur serupa, melalui analisa computer, dapat dipisahkan elemen dari masing-masing struktur. Dipadu dengan kekuatan tools bioinformatika sehingga bisa diperoleh struktur protein yang bersangkutan, walaupun memang tidak menjelaskan secara terperinci hingga level atom struktur protein.

B. X-Ray Crystallography / Kristalografi Sinar XX-ray Crystollography merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan

struktur tersier dari protein. X-ray crystallography pada dasarnya adalah sebuah bentuk mikroskop yang beresolusi tinggi. Sehingga memungkinan untuk memvisualisasikan struktur protein sampai tingkat atom. Berdasarkan gambar 2 dapat terlihat bahwa lebih dari 85% struktur protein bisa teridentifikasi dengan menggunakan x-ray crystallography ini.

Mengapa menggunakan sinar X? karena untuk melihat protein secara detai atom, diperlukan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,1 nm atau dengan kata lain menggunakan sinar x. Prinsip kerjanya adalah mengukur sudut dan intensitas dari Kristal terdifraksi yang bisa menghasilkan gambar tiga dimensi dari kepadatan electron di dalam Kristal. Pada mikroskop cahaya, subjek disinari dengan cahaya dan menyebabkan radiasi yang akan terdifraksi ke segala arah oleh kristal. Balok difraksi kemudian akan dikumpulkan, dan dengan focus dan perbesaran dari lensa mikroskop akan memberikan gambar yang diperbesar dari objek. Hal yang diharapkan adalah belok terdifraksi dan difokuskan dengan menggunakan magnet, namun hal itu tidak memungkinkan sehingga harus dilakukan secara matematis.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan sampel murni yang akan digolongkan dengan beberapa kriteria. Sebelum percobaan dimulai, sampel yang dipilih harus dikristalkan terlebih dahulu. Setelah Kristal telah ada, maka Kristal tersebut akan diuji dengan menggunakan sinar x dan kemudian mengumpulkan data x-ray (pastikan simetri Kristal, parameter sel satuan, orientasi Kristal, dan batas resolusi). Semakin rendah simetri, maka lebih banyak data yang dubutuhkan. Setelah data terkupul, maka akan dipecahkan solusi struktur dan akhirnya membuat model bangunan protein untuk model awal, dari model awal tersebut dilakukan evaluasi untuk menyempurnakan hasil analisis.

C. NMR Spectroscopy / Spektroskopi NMR

41

PROTEIN

Metode NMR Spectroscopy untuk menentukan struktur tersier protein. Biasanya, metode ini digunakan untuk menganalisis protein yang memiliki asam amino hidrofobik yang sulit untuk dikristalkan sehingga tidak dapat dianalisis dengan metode x-ray crystallography. NMR digunakan

untuk menentukan struktur dari komponen alami dan sintetik yang baru, kemurnnian dari komponen, dan arah reaksi kimia sebagaimana hubungan komponen dalam laritan yang dapat mengalami reaksi kimia.

Inti proton (atom hydrogen) dan karbon (karbonn 13) mempunyai sifat-sifat magnet. Bila suatu senyawa mengandung hydrogen atau karbon diletakkan dalam bidag magnet yang sangat kuat dan diradiasi dengan radiasi elektromagnetik maka inti atom hydrogen dan karbon dari senyawa tersebut akan menyerap energy melalui suatu proses adsorpsi yang dikenal dengan resonansi magnetic. Untuk protein dan protein kompleks dengan berat massa molekul sekitar 25-30 kDa, kualitas spectra menurun dengan cepat membatasi

mayor A ketika bekerja dengan makromolekul besar yang berasal dari kecepatan relaksasi tinggi signal NMR.

4.1.3. UJI URUTAN ASAM AMINO

A. Sekuensing

Sekuensing protein atau sekuensing peptida adalah penentuan urutan asam amino pada suatu protein atau peptida (oligopeptida maupun polipeptida). Metode untuk sekuensing protein umumnya melibatkan pemutusan ikatan yang diikuti dengan identifikasi asam amino.

Pada metode degradasi Edman, residu pada ujung-N (ujung amino) protein dipotong satu per satu dengan reaksi kimia. Setelah setiap pemotongan, residu asam amino yang telah dipotong tersebut dapat diidentifikasi menggunakan kromatografi. Prosedur tersebut diulangi untuk setiap residu asam amino. Kelemahan metode ini adalah bahwa polipeptida yang di-sekuensing tidak dapat lebih panjang dari 50–60 residu (dapat disiasati dengan memotong-motong polipeptida berukuran besar menjadi peptida-peptida berukuran lebih kecil sebelum dilakukan reaksi).

4.1.4. UJI ASAM AMINO

A. Uji Xantoprotein

Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.

B. Uji Reaksi Hopkins-Cole

42

PROTEIN

Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air.

Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.

C. Uji Reaksi Natriumnitroprusida

Pada asam amino sistein, selain memiliki gugus –COOH, -NH2, dan gugus R, juga terdapat gugus –SH bebas, yaitu gugus sulfidril. Apabila gugus ini bereaksi dengan natrium nitroprusida dalam ammonia berlebih maka akan menghasilkan kompleks yang berwarna merah. Beberapa protein yang memberikan hasil negative ketika diuji menggunakan uji natrium ropusida ini ternyata akan menjadi poritiv apabila dipnasakan sampai mengalami koagulasi atau denaturasi. Denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa memutuskan ikatan kovalen. Hal ini menunjukkkan bahwa pada proses menghasilkan gugus –SH bebas.

D. Uji Reaksi Sakaguchi

Pada metode Sakaguchi ini, pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.

4.1.5. UJI PROTEIN

A. Uji Ninhidrin

Ninhidrin adalah salah satu reagen yang memiliki fungsi untuk mendeteksi asam ami no dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Semua asam amino alfa bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehid dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan NH3 dan CO2. Selain itu juga terbentuk kompleks berwara biru yang diperkirakan disebabkan oleh 2 molekul ninhidrin yang bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi. Hal-hal yang perlu dilakukan pada metode ini antara lain:

Menyediakan tabun reaksi yang diisi dengan albumin, kasein, gelatin, dan gissin (sampel) Menambahkan 5 teter pereaksi ninhidrin Memanaskan dengan air hingga mendidihPada percobaan tadi, albumin, gelatin, dan fenilanin membentuk warna biru/ungu karena

bereaksi dengan ninhidrin menandakan adanya asam amino. Selain protein, hasil positif jug diberikan oleh pepton, asam amino, dan amin primer lainnya.

B. Uji Sulfur

Dengan menggunakan metode ini maka akan diketahui asam amino yang mengandung sulfur. Jika larutan protein didihkan dengan campuran larutan KOH atau NaOH dan Pb-asetat, maka akan terbentuk endapan berwarna hitam apabila terdapat asam amino yang mengandung sulfur. Contoh protein yang mengandung sulfur adalah sistein dan metionin. Laruta basa kuat memutus ikatan sulfur pada asam amino, membentuk K2S yang akan bereaksi dengan Pb-asetat membentuk PbS, senyawa yang berwarna hitam. Namun, metionin tidak positif dengan metode uji ini kecuali apabila larutan protein tersebut terlebih dahulu dipanaskan dengan asam mineral.

C. Uji Biuret

43

PROTEIN

Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.

D. Uji Reaksi Millon

Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.

4.2. METODE KUANTITATIF

Metode Kuantitatif terdiri dari metode langsung ( spektrofotometri langsung), pewarnaan (metode lowry, metode biuret, uji BCA, uji Bradford), titrasi(kjehdahl, titrasi formol)

4.2.1. . METODE TITRASI

A. Metode Kjehdahl

Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.

Metode ini terbagi menjadi 3 cara, yaitu Disgestion, Neutralization, Titration.

a. Disgestion

Sampel makanan yang dianalisis dipanaskan di dalam asam sulfat pekat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti sampel) sehingga akan terjadi pemecahan enjadi unsure-unsurnya. Seringkali juga ditambahkan natrium sulfat anhidrat untuk mempercepat tercapainya titik didih dan katalis seperi selenium untuk mempercepat reaksi. Suhu destruksi ini berkisar antara 370-410oC. disgesti mengubah nitrogen pada sampel menjadi ammonia, sementara itu unsure organic lain berubah menjadi CO2 dan H2O. Proses

44

PROTEIN

destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna lagi. Reaksi yang terjadi adalah:

b. Neutralization

Larutan yang telah didigesti kemudia ditambahkan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan sehingga ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia. Ammonia yang telah bebas selanjutnya akan berikatan oleh larutan asam standar. Larutan asam standar yang digunakan adalah asam borat 2% dalam jumlah ynag berlebihan. Rendahnya ph larutan di labu penerima mengubah gas ammonia menjadi ion ammonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat. Destilasi diakhiri bila semua ammonia sudah terdestilasi sempurna dengan ditandai destilat tidak bereaksi basa. Reaksi yang terjadi adalah:

c. Titration

Kandungan nitrogen kemudia diestimasi dengan titrasi ion ammonium borat yang terbentuk dan menggunakan indicator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi, ditandai dengan perubahan warna larutan dari kuning menjadi orange. Kadar air ion hydrogen yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan. Reaksi yang terjadi adalah:

Persamaan yang digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel dengan menggunakan asam klorida adalah:

Setelah kadar nitrogen ditentukan, maka dikonversikan menjadi kadar protein dengan faktor konversi yang sesuai:

45

PROTEIN

Kelebihan yang dimiliki metode Kjeldahl antara lain: Metode ini digunakan secara luas di seluruh dunia Sifatnya universal, presisi tinggi, dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak

untuk penetapan kadar protein.

Kekurangan dari metode Kjeldahl adalah: Tidak memberikan pengukuran protein yang sesungguhnya (yang dihitung adalah

nitrogen). Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi bisa berbahaya Waktu yang dibutuhkan cukup lama

B. Metode Titrasi FormolLarutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk

dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.

4.2.2. METODE LANGSUNG

A. Spektrofotometri langsung pada 280 nm

Metode spektroskopi ini memanfaatkan kemampuan protein untuk menyerap atau menyebarkan cahaya pada rentang UV-visible pada setrum elektromagnetik. Semua serapan kurva kalibrasi vs kadar protein disiapkan menggunakan ser larutan protein yang telah diketahui kadarnya. Serapan larutan yang dianalisis kemudian diukur pada panjang gelombang yang sama dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama dari pengujian ini adalah gugus fungsi yang berperan untuk absorbs atau pembiasan elektromagnetik. Triptofan dan tirosin mengabsorbs cahaya pada 280 nm. Sehingga panjang gelombang tersebut dapat digunakan untuk menentukan kadarnya. Keuntungan dari metode ini adalah sangat sederhana untuk dilakukan karena tidak membutuhkan reagen tertentu. Namun kekurangannya adalah asam nukleat juga mengabsorbsi pada panjang gelombang 280 nm.

4.2.3. METODE PEWARNAAN

A. Metode Lowry

Pada metode ini, protein bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau membentuk senyawa kompleks berwarna. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca antara 500-750 nm. Pembentukan warna tersebut disebabkan karena reaksi alkaline copper dengan protein sebagaimana uji biuret oleh tirosin dan triptofan yang terdapat pada protein. Metode ini umunya digunakan pada analisis biokimia, dan bersifat lebih sensitive untuk protein dengan konsentrasi rendah dibandingkan metode biuret. Secara umum keuntungan dari teknik ini adalah teknik ini merupakan teknik yang cepat dan sederhana serta sensitive pada protein meskipun konsentrasinya rendah. Namun teknik ini juga memiliki kerugian yaitu terlalu sensitifnya alat sehingga sampel harus sangat encer dan tidak boleh mengandung kontaminan sehingga harus melewati beberapa proses preparasi. Kelemahan lainnya adalah serapan tergantung pada jenis protein.

B. Metode Biuret

46

PROTEIN

Larutan protein ditambahkan dengan reagen biuret, dicampur dan kemudian dihangatkan pada suhu 37oC selama kurang lebih 10 menit. Kemudian didinginkan dan ekstinsi dibaca pada gelombang dengan panjang 540 nm. Warna violet akan terbentuk bila ion cupri berinteraksi dengan ikatan peptide dalam suasan basa. Keuntungan dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih renda. Teknik ini kurang sensitive pada jenis protein.

C. Uji BCA

Pada uji BCA (Bicinchoninic Acid), Cu+ membentuk kompleks ungu gelap dengan BCA, yang memungkinkan protein ditentukan dalam kisaran 0,0005 – 2 mg/mL. Uji ini sering disebut “uji Pierce” sesuai dengan produsen kit reagen. Ion kupri berkoordinasi dengan 4 ikatan peptida, yang mereduksinya menjadi ion kupro dan memungkinkan ia membentuk kompleks dengan BCA yang menyerap sekitar 540 nm, menghasilkan menghasilkan warna. Uji protein dengan BCA meningkatkan kepekaan uji biuret dengan faktor sekitar 100, dan memberikan manfaat penting kompatibi-litas dengan sampel yang mengandung sampai 5% surfaktan. Hal ini dicapai dengan kelasi asam bisinkoninat (bicinchoninic acid) dengan ion tembaga yang dibentuk oleh reaksi biuret. Hal ini meningkatkan sensitivitas karena  BCA/kompleks tembaga larut air menyerap jauh lebih kuat daripada peptida/kompleks tembaga.

D. Uji Bradford

Uji Bradford adalah suatu uji untuk mengukur konsentrasi protein total dengan secara kolorimetri dalam suatu larutan. Dalam uji Bradford melibatkan pewarna Coomassie Brilliant Blue (CBB) yang berikatan dengan protein dalam suatu larutan yang bersifat asam sehingga memberikan warna (kebiruan). Karena menghasilkan warna, sehingga secara kolorimetri dapat diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri (Lambert‐Beer) pada panjang gelombang 465‐595 nm (cahaya tampak).

10. Aplikasi Asam Nukleat dalam Kehidupan Manusia

Oleh Hasanuddin (1206230725)

47

PROTEIN

Protein berfungsi untuk membangun tubuh sehingga disebut Protein Struktural sedangkan protein yang berfungsi sebagai enzim,antibodi atau hormon dikenal sebagai Protein Fungsional. Protein struktural pada umumnya bersenyawa dengan zat lain di dalam tubuh makhluk hidup. Contoh protein struktural antara lain nukleoprotein yang terdapat di dalam inti sel dan lipoprotein yang terdapat di dalam membran sel.Ada juga protein yang tidak bersenyawa dengan komponen struktur tubuh,tetapi terdapat sebagai cadangan zat di dalam sel-sel makhluk hidup.Contoh protein seperti ini adalah protein pada sel telur ayam,burung,kura-kura dan penyu.

Protein disbut juga polimerisasi dari asam amino. Asam amino adalah molekul yang mengandung gugus amino (–NH2) dan gugus karboksil (–COOH). Asam amino disebut juga asam α-amino yang merupakan monomer dari protein (polipeptida). Struktur umum asam amino ditunjukkan pada gambar 1

Gambar 1. Struktur umum asam amino.

Sumber: http://biologimediacentre.com/daftar-lengkap-asam-amino-esensial-dan-non-esensial/

Di dalam protein, asam-asam amino diikat bersama melalui ikatan peptida, yaitu ikatan C–N hasil reaksi kondensasi antara gugus karboksil dengan gugus amino dari asam amino lain. Perhatikan reaksi kondensasi berikut.:

Gambar 2. Ikatan peptide

48

PROTEIN

Sumber: http://nurul.kimia.upi.edu/arsipkuliah/web2011/0800521/strukturprotein.html

Reaksi tersebut merupakan contoh dipeptida, yaitu molekul yang dibentuk melalui ikatan peptida dari dua asam amino. Suatu polipeptida (protein) adalah polimer yang dibentuk oleh sejumlah besar asam amino melalui ikatan peptida membentuk rantai polimer.

Penamaan dipeptida atau tripeptida disesusaikan dengan nama asam amino yang berikatan. Huruf akhir dari nama asam amino yang disatukan diganti dengan huruf l’. Contoh, jika alanin dan glisin menjadi dipeptida, nama dipeptidanya adalah alanilglisin.

Terdapat 20 macam asam amino yang ditemukan pada protein. Setiap asam amino berbeda dalam hal gugus R, atau rantai samping. Rantai samping menentukan sifat-sifat asam amino.

49

PROTEIN

Gambar 3. Macam-macam asam amino

Sumber: http://sciencebiotech.net/struktur-molekul-protein/

Nama-nama asam amino lebih dikenal dengan nama trivial daripada nama sistematisnya (IUPAC) sebab lebih sederhana dan mudah diingat. Singkatan nama asam amino diambil tiga huruf dari nama asam amino. Sembilan dari asam amino bersifat nonpolar dan asam amino lainnya bersifat

50

PROTEIN

polar sehingga dapat terionisasi atau membentuk ikatan hidrogen dengan asam amino lain atau dengan air. Terdapat sepuluh macam asam amino esensial (asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak dapat disintesis oleh tubuh, tetapi harus dikonsumsi dari makanan). Kesepuluh asam amino tersebut, yaitu valin, leusin, isoleusin, lisin, histidin, fenilalanin, triftofan, treonin, metionin, dan arginine.

Asam amino diklasifikasikan menjadi tiga bagian :

Essential Non essential Conditional

Asam amino non essentsial di buat di dalam tubuh dari asam amino essentsial atau dalam pembongkaran protein. Jenis asam amino non essentsial adalah

o Alanineo Asparagineo Aspartic acido Glutamic acid

Asam amino conditional biasanya tidak terlalu penting dibutuhkan oleh tubuh kecuali ketika sakit. Berikut ialah jenisnya :

o Arginineo Cysteineo Glutamineo Clycineo Ornithineo Prolineo Serineo Tyrosine

Asam amino esensial tidak dapat dihasilkan dari tubuh, melainkan harus dipenuhi dari makanan yang mengandung protein. Asam amino esensial tidak perlu di makan dalam sekali waktu, namun keseimbangan asupan lebih dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan asam amino esensial. Berikut adalah sembilan jenis asam amino esensial :

o Histidineo Isoleucineo Leucineo Lycineo Methionineo Phenylalanineo Threonineo Tryptophano Valine

Mulai saat ini muncul istilah protein engineering. Hal tersebut berarti perekayasaan protein . Rekayasa dari protein pun dapat diaplikasikan di dalam kehidupan manusia dalam berbagai bidang. Aplikasi dari rekayasa tersebut antara lain:

51

PROTEIN

5.1. Bidang militer

5.1.1. Racun dari bakteri

Satu dari jenis senjata biologis yang mematikan, racun botulinum dari bakteri Clostridium botulinium, adalah protein. Beberapa sendok teh akan cukup untuk membunuh semua orang di Inggris. Beberapa kilo akan membunuh setiap manusia di muka bumi. Hal ini sangat berbahaya apabila diproduksi di instalasi militer dan berharga sekitar £ 100 triliyun per kilo. Hal itu menyebabkan Botulinum Toxin merupakan zat yang paling mahal yang pernah dibuat

Seorang Dokter dan penyair Jerman, Justinus Kerner menamakan Botulinum toksin pada 1820 sebagai “Sausage poison” (racun sosis), karena bakteri ini menyebabkan keracunan akibat tumbuh di olahan daging yang jelek penanganannya. Beliau merupakan orang pertama yang mengemukakan ide penggunaan botulinum toxin sebagai alat terapi. Tahun 1895 Emile Van Ermengem pertama kali mengisolasi bakteri Clostridium botulinum yang memproduksi toksin botulinum. Kemudian tahun 1944 Edward Schantz membiakkan Clostridium botulinum dan mengisolasi racunnya dan baru kemudian 1949 kelompok Burgen menemukan bahwa racun botulinum menghambat transmisi syaraf otot.

Saat ini racun botulinum yang telah dimurnikan dimanfaatkan untuk terapi kecantikan, terapi mata juling (strabismus), (blepharospasm) dan sakit otot (myofascial) pada atlet. Bakteri botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah, sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat meng-infeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak berbahaya. Botulism, keadaan lumpuh, disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh bakteri, yang berarti korban tidak terinfeksi tetapi keracunan botulism.

Racun ini mungkin adalah zat yang diketahui secara akut paling beracun, dengan dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat membunuh setiap manusia didunia. (sebagai gambaran racun tikus Strychine, kadang disebut sebagai racun yang sangat beracun memiliki LD50 1 mg/kg atau 1 milyar pg/kg ).

Terdapat tujuh strain botulism, masing masing memproduksi protein yang berpotensi sebagai neurotoxin. Tipe A, B, E dan F menyebabkan botulism pada manusia. Tipe C-alpha menyebabkan botulism pada unggas domestik dan liar. Tipe C-beta dan D menyebabkan botulism pada ternak. Tipe ketujuh dari botulism, strain G, telah diisolasi dari contoh tanah, tetapi jarang dan belum menunjukkan hubungan yang menyebabkan botulism manusia atau binatang.

Tipe A dan beberapa tipe B dan tipe F mendekomposisikan protein binatang dan menyebabkan bau dari makanan yang membusuk, dan daging busuk. Tipe E dan beberapa tipe B,C, D dan F tidak proteolytic (mereka tidak mencerna protein binatang). Ketika muncul, tipe botulism ini tidak dapat terdeteksi dengan bau yang kuat.

Bakteri clostridium merupakan bakteri yang heat resistant dan dapat bertahan dari perebusan yang lama. Untuk menghancurkan spora yang ada, makanan harus dipanaskan hingga temperatur 120oC atau lebih, seperti dalam penggunaan pressure cooker.

Racun yang diproduksi oleh bakteri dapat dihancurkan oleh panas. Untuk menghancurkan toxin yang bersumber dari makanan, makanan harus dipanaskan hingga 85oC atau lebih selama lima menit, atau merebus sedikitnya selama 10 menit

Racun botulinum berasal dari bakteri Clostridium botulinum. Karakteristik dari racun yang berasal dari bakteri tersebut adalah dapat melumpuhkan saraf sehingga dapat menyebabkan kematian.

Racun tersebut sangat mematikan, faktanya mengendusnya dalam dosis 13 sepermiliar gram sudah dapat mematikan. Yang lebih buruk, penyuntikan racun ini dalam dosis 2 sepermiliar gram dapat membunuh satu individu. Sebagai perbandingan, arsenik, racun yang terkenal mematikan baru dapat mematikan jika masuk dalam dosis satu persepuluh gram ke dalam tubuh. Antibodi tradisional sebenarnya cukup efektif dalam mendegradasi racun. Hanya saja, percobaan pada tikus atau kelinci menunjukkan, antibodi tidak memiliki efek protektif pada racun H.

52

PROTEIN

Karena belum ditemukannya penangkal dari racun C botulinum, para peneliti perlu mendiskusikannya lebih lanjut dengan sejumlah lembaga pemerintahanPenemuan penyakit dan racun yang mematikan memang selalu melibatkan moral para peneliti untuk memutuskan pemanfaatannya, untuk menguntungkan manusia atau untuk membuat penyakit.

Para peneliti mencatat, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui efektivitas dan keamanan antibodi terhadap racun. Hal ini dibutuhkan sebelum melakukan uji klinis penangkalnya, khususnya pada manusia. Zat-zat racun dalam bakteri Bacillus anthracis juga berbentuk protein.

Gambar4 : Racun Botulinum

(Sumber: http://www.bbc.com/news/magazine-24551945)

5.2. Bidang kosmetik

5.2.1. Cairan albumin

Albumin dikenal sebagai zat putih telur, namun albumin juga dapat berasal dari serum darah manusia yang banyak digunakan sebagai pelarut bahan aktif kosmetika seperti botox. Botox biasanya dipakai untuk menghilangkan kerut di wajah dan mengurangi produksi keringat bagi penderita hiperhidrosis (kelebihan keringat). Cairan botox dimasukkan oleh seorang dermatolog untuk menghilangkan kerutan disekitar wajah. Misalnya di dahi, garis luar mulut, pinggir mata atau di leher. Selain di dalam serum darah manusia albumin juga banyak terdapat di telur dan ikan gabus.

53

PROTEIN

Gambar 5. Struktur Human Serum Albumin

(Sumber: http://www.pnas.org/content/101/37/13411/F1.expansion.html)

5.2.2. Kolagen untuk regenerasi sel

Saat kita beranjak dewasa, berarti bertambah pula usia kita, dan semakin lengkap pulalah kesempurnaan Anda sebagai manusia. Anda menjelma menjadi pribadi yang kian matang. Namun, pada saat yang bersamaan, Anda merasakan perubahan kondisi fisik yang menurun, seperti mudah lelah, mengantuk, mengalami kenaikan berat badan, dan rentan akan penyakit. Selain itu, kulit wajah yang semula kencang dan terjaga kelembapannya, mulai mengering dan tampak garis-garis halus. Hal itu dikarenakan manusia kehilangan 1% dari kolagen pada kulit setiap tahunnya.

Kolagen adalah salah satu protein yang menyusun tubuh manusia. Keberadaannya adalah kurang lebih mencapai 30% dari seluruh protein yang terdapat di tubuh. Dia adalah struktur organik pembangun tulang, gigi, sendi, otot, dan kulit. Serat kolagen memiliki daya tahan yang kuat terhadap tekanan. Kata kolagen sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya (bersifat lekat atau menghasilkan pelekat).Kolagen merupakan unsur yang sangat penting pada kulit. Kolagen bisa membuat kulit menjadi kencang, lembut dan awet muda. Semakin bertambah usia kita, semakin berkurang kolagen, dan tubuh sudah tidak mampu lagi memproduksi kolagen yang dibutuhkan.

Oleh karena itu, kolagen dijadikan salah satu bahan baku pembuaan kosmetik karena fungsinya seperti diatas. namun, kolagen tergolong haram. Kolagen merupakan salah satu bentuk protein jaringan ikat yang dapat diperoleh dari babi maupun sapi namun kebanyakan produsen kosmetik lebih menyukai menggunakan babi karena babi memiliki jaringan sel yang mirip manusia sehingga efikasi yang diberikan lebih baik. Kolagen memberikan efek melembabkan kulit, menjaga kelenturan serta mencegah keriput pada kulit. Selain Kolagen juga ada plasenta yang dijadikan bahan dari kosmetik karena kaya akan nutrisi yang bermanfaat mampu menghilangkan kerutan.

54

PROTEIN

Gambar 6. perbedaan Kulit Anak Muda dan Orang tua(Sumber:http://lasair.com/restoring-volume-to-your-face-and-stimulating-bodys-natural-production-

of-collagen/)

5.3. Bidang medis

5.3.1. Insulin

Insulin merupakan hormon polipetida yang diproduksi oleh sel β pada pulau Langerhans di kelenjar pankreas. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam regulasi kadar glukosa darah yang secara umum menjaga kadarnya berada pada batasan (3,5-8,0 mmol l -1) . Secara umum, insulin mengontrol metabolisme dengan menginduksi defosforilasi pada beberapa enzim pengatur jalur utama katabolik dan anabolik. Efek yang ditimbulkan insulin diantagonis oleh hormon lainnya yaitu glukagon dan adrenalin. Jadi ketika konsentrasi glukosa darah menurun (misalnya selama puasa), kadar insulin menurun dan efek glukagon menjadi lebih dominan.

Pada tahun 1973, Herbert Boyer dari University of California di San Fransisco dan Stanley Cohen dari Stanford University berhasil mengembangkan teknologi DNA rekombinan yang menandai revolusi bioteknologi. Dengan teknik ini, protein yang diinginkan dapat diproduksi dalam kuantitas besar., Pada tahun 1978, insulin untuk pertama kalinya diproduksi secara bioteknologi. Tim peneliti dari City of Hope Medical Center dan anak perusahaan bioteknologi Genentech di San Francisco berhasil mensintesis insulin manusia di laboratorium menggunakan proses yang dapat menghasilkan insulin dalam jumlah banyak. Tim peneliti ini memasukkan gen insulin manusia ke dalam DNA bakteri, dan menggunakan bakteri sebagai miniatur pabrik yang membuat rantai peptida A dan B secara terpisah. Langkah selanjutnya yaitu proses kimia untuk menggabungkan kedua rantai tersebut. Hasilnya adalah insulin manusia tanpa permasalahan dan efek samping yang terkadang ditimbulkan oleh insulin hewan.

Insulin manusia mengandung dua rantai protein dengan total 51 asam amino. Rantai yang dihubungkan oleh dua ikatan disulfida. Ada site-site pada insulin yang rentan terhadap degradasi oleh suatu enzim seperti carboxypeptidase A, leucin aminopeptidase, trypsin, dan Glu C. Glu C adalah suatu enzim mikrobial yang diproduksi oleh bakteri Staphylococcus. Glu C memotong insulin pada 4 tempat. Site tempat pengenalan enzim tripsin yaitu pada asam amino glisin dan arginin.

55

PROTEIN

Insulin diklasifikasikan sebagai hormon dan diperlukan untuk pemanfaatan yang tepat dari glukosa. Penderita diabetes harus mengambil suntikan insulin untuk menjaga kesehatan. Karena pasokan yang tersedia dari insulin manusia sangat rendah, insulin dari sapi, babi, dan domba harus digunakan.Namun, tidak satupun dari tiga jenis hewan ini cukup seefektif insulin manusia.

Gambar 7. Struktur Insulin(Sumber: http://www.elmhurst.edu/~chm/vchembook/567quatprotein.html)

5.3.2. Kulit buatan

Kulit buatan diciptakan oleh John F Burke dan loannis Yannas. kult buatan terdiri dari lapisan luar yang mengandung silikon dan lapisan dalam yang mengandung kolagen, yaitu protein yang terdapat pada kartilago dan tulang. lapisan dalam berfungsi sebagai kerangka permanen pertumbuhan kulit, sementara silikon berfungsi untuk melindungi jaringan baru dibawahnya.

Proses penggunaaan kulit buatan untuk pasien luka bakar tidak mudah dilakukan. mula-mula, jaringan yang terkena luka bakar disingkirkan, kemudian kulit buatan di jahit diatas luka

56

PROTEIN

bakar. lapisan dalam kulit pun akan mengalami regenerasi, dan sel kulit perlahan lahan tumbuh ke dalam kerangka kolagen.

Setelah sel kulit yang tumbuh cukup menutupoi daerah luka bakar, lapisan silikon pada kulit buatan pun disingkirkan, lalu diganti dengan kulit buatan yang dibuat di laboratorium atau dengan kulit yang diambil dari bagian lain tubuh pasien, karena kulit lapisan dalam telah menutupi luka, maka kulit cangkokan yang dibutuhkan sebagai lapisan luar epidermis dapat lenih tipis untuk mempercepat penyembuhan.

Pada tahun 1997, FDA menyetuji kulit buatan yang digunakan untuk manusia, dengan adanya kulkit buatan tersebut ratusan pasien luka bakar tidak hanya dapat bertahan hidup, namun juga dapat sembuh dan menjalani hidup yang lebih baik tanpa merasa nyeri hebat seperti luka bakar sebelumnya.

Gambar 8. Mekanisme Kulit Buatan

(Sumber: http://www.tau.ac.il/lifesci/departments/biotech/members/dvir/dvir.html)

5.3.3. Suplemen

Protein pun dapat dimanfaatkan sebagai suplemen. Apalagi di kalangan laki-laki yang ingin mendapatkan tubuh yang atletis. Hal tersebutlah yang menyebabkan Suplemen protein tinggi cukup populer saat ini. Bentuk dari suplemen protein pun, dari mulai susu dengan tambahan protein, snack, hingga minuman kocok (shake). Namun menurut para ahli, itu bukan cara terbaik untuk mencukupi kebutuhan protein Anda.

Menurut Mintel, perusahaan penelitian pasar, pada tahun 2012, hampir 19 persen produk baru baik makanan dan minuman yang diluncurkan di Amerika Serikat dilabeli sebagai produk

57

PROTEIN

berprotein tinggi. Angka ini lebih tinggi dari pada yang terjadi di negara-negara lain, termasuk India (9 persen) dan Inggris (7 persen).

Protein merupakan nutrien yang esensial, ditemukan di setiap sel di tubuh. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perawatan sel-sel tubuh, bahkan juga berperan sebagai sumber energi. Secara umum, sekitar 10 hingga 35 persen dari kalori harian Anda harusnya berasal dari protein.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), wanita dewasa perlu makan sekitar 46 gram protein setiap hari, dan pria dewasa adalah sekitar 56 gram. Dengan pola makan modern seperti sekarang sebenarnya banyak orang sudah kelebihan protein. Dalam kurun waktu 2009 hingga 2010, sebuah survei makanan di AS menemukan bahwa rata-rata wanita mengonsumsi sekitar 70 gram protein perhari, dan laki-laki sekitar 100 gram.

Snack atau shake mungkin adalah cara yang mudah mendapatkan sejumlah protein, namun para ahli lebih menyarankan untuk mendapatkan protein dari makanan. Snack protein tinggi ataupun shake seringkali mengandung kalori dan gula yang tinggi pula. Selain itu, mereka juga tidak meninggalkan rasa kenyang, tidak seperti ketika memakan makanan.

Sumber protein alami yang baik antara lain daging merah, ikan, kacang-kacangan, telur, susu dan tofu. Namun, apabila sumber protein yang tidak mudah basi saat dipakai untuk mendaki atau berwisata, dapat menggunakan kacang atau buah-buahan kering.5.3.4. Alat Diagnosis

Rekayasa protein digunakan untuk mengembangkan enzim-enzim sebagai alat diagnose. Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok:

5.3.4.1. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit tertentu

Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan adalah sebagai berikut:

Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi darah ke glomerulus ginjal, sehingga renin akan menghasilkan angiotensin II dari suatu protein serum yang berfungsi untuk menaikkan tekanan darah.

Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga mencapai seratus kali lipat (normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis, peningkatan sampai dua puluh kali dapat terjadi pada penyakit mononucleosis infeksiosa, sedangkan peningkatan pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.

Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.

5.3.4.2. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis.

Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda (marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang

58

PROTEIN

jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur. Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah sebagai berikut:

Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.

Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-oksidase yang dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens.

Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan keracunan alcohol dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisciae, dan lain-lain.

5.3.4.3. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.

Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak semua senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh penggunaannya adalah sebagai berikut:

Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat senyawa yang sama. Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa yang direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase, fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase, galaktosidase, dan asetil kolin transferase.

Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.

5.4. Bidang industry

5.4.1. Makanan

Untuk bidang industry, protein yang digunakan salah satunya ialah enzim. Enzim merupakan senyawa berstruktur protein yang dapat berfungsi sebagai katalisator dan dikenal sebagai biokatalisator. Dalam bidang indusri makanan, enzim yang biasa digunakan antara lain:

5.4.1.1. Rennet

Rennet adalah enzim yang digunakan dalam proses pembuatan keju (cheese) yang terbuat dari bahan dasar susu. Susu adalah cairan yeng tersusun atas protein yang terutama kasein yang dapat mempertahankan bentuk cairnya. Rennet merupakan kelompok enzim protease yang ditambahkan pada susu pada saat proses pembuatan keju. Rennet berperan untuk menghidrolisis kasein terutama kappa kasein yang berfungsi mempertahankan susu dari pembekuan. Enzim yang paling umum yang diisolasi dari rennet adalah chymosin.

59

PROTEIN

Chymosin dapat diisolasi dari beberapa jenis binatang, mikroba atau sayuran. Chymosin yang berasal dari mikroorganisme lokal atau asli yang belum mendapat rekayasa genetik dalam aplikasi pembuatan keju atau cheddar kadang-kadang menjadi kurang efektif.

5.4.1.2. Protease

Protease adalah enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis ikatan peptida dari senyawa-senyawa protein dan diurai menjadi senyawa lain yang lebih sederhana (asam amino). Protease yang dipakai secara komersial seperti serine, protease, dan metalloprotease biasanya berasal dari Bacillus subtilis yang mempunyai kemampuan produksi dan sekresi enzim yang tinggi.

Enzim protease berfungsi melembekkan, melembutkan atau menurunkan gluten yang membentuk protein. Contoh protease yang dapat dimanfaatkan adalah bromelin dan papain sebagai bahan pengempuk daging. Enzim protease dapat digunakan sebagai pelembut daging bagi daging yang liat supaya mudah dikunyah, dan membantu menanggalkan kulit ikan dalam industri pengetinan ikan. Minuman

5.4.1.3. Enzim Selulase

Enzim selulase dapat digunakan untuk melembutkan sayur-sayuran dengan mencernakan sebagian selulosa sayur itu, mengeluarkan kulit dari biji-bijian seperti gandum, mengeluarkan agar-agar dari rumput laut dengan menguraikan dinding sel daun rumput dan membebaskan agar-agar yang terkandung dalamnya.

5.4.1.4. Enzim Papain

Manfaat utama papain adalah pelunak daging. Daging dari hewan tua dan bertekstur bisa menjadi lunak. Pada pH, suhu, dan kemurnian papain tertentu daya pemecahan protein yang dimiliki papain dapat diintensifkan lebih jauh menjadi kegiatan hidrolisis protein.

Manfaat lainnya adalah bahan perenyah pada pembuatan kue kering seperti crackers, bahan penggumpal susu pada pembuatan keju, bahan pelarut glatin, dan bahan pencuci lensa. Buah pepaya juga menghasilkan pektin. Industri makanan dan minuman telah menggunakan pektin sebagai bahan pemberi tekstur pada roti dan keju, bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah, bahan pokok pembuatan jelly, jam, dan marmalade.

5.4.1.5. Enzim Xylanase

Xilanase juga dapat digunakan untuk menghidrolisis xilan (hemiselulosa) menjadi gula xilosa. Xilan banyak diperoleh dari limbah pertanian dan industri makanan. Pengembangan proses hidrolisis secara enzimatis merupakan prospek baru untuk penanganan limbah hemiselulosa (Biely, 1985; Rani dan Nand, 1996; Beg et al., 2001). Gula xilosa banyak digunakan untuk konsumsi penderita diabetes.

Di Malaysia, gula xilosa banyak digunakan untuk campuran pasta gigi karena dapat berfungsi memperkuat gusi, Van Paridon et al. 1992 telah melakukan penelitian pemanfaatan xilanase untuk campuran makanan ayam boiler, dengan melihat pengaruhnya terhadap berat yang dicapai dan efisiensi konversi makanan serta hubungannya dengan viskositas pencernaan.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Bedford dan Classen (1992), yang melaporkan bahwa campuran makanan ayam boiler dengan xilanase yang berasal dari T. longibrachiatum ternyata mampu mengurangi viskositas pencernaan, sehingga meningkatkan pencapaian berat dan efisiensi konversi makanan.

60

PROTEIN

Xilanase dapat juga digunakan untuk menjernihkan juice, ekstraksi kopi, minyak nabati, dan pati (Wong dan Saddler, 1993). Kombinasi dengan selulase dan pektinase dapat untuk penjernihan juice dan likuifikasi buah dan sayuran (Beg et al., 2001). Efisiensi xilanase dalam perbaikan kualitas roti yang telah dilakukan, yaitu xilanase yang berasal dari Aspergillus niger var awamori yang ditambahkan ke dalam adonan roti untuk menghasilkan kenaikan volume spesifik roti dan untuk lebih meningkatkan kualitas roti maka perlu dilakukan kombinasi penambahan amilase dan xilanase (Maat et al., 1992).

5.4.1.6. Enzim Amilase

Amilase merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolis amilum (pati) menjadi gula-gula sederhana seperti dekstrin dan glukosa. Enzim amilase digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi suatu produk yang larut dalam air serta mempunyai berat molekul rendah yaitu glukosa. Enzim amilase dapat digunakan dalam proses pembuatan biskuit, minuman beralkohol, dan pembuatan sirup glukosa. Namun, pada umumnya amilase banyak digunakan pada industri minuman misalnya pembuatan High Fructose Syrup (HFS). Enzim amilase dapat diproduksi oleh berbagai jenis mikroorganisme terutama dari keluarga Bacillus, Psedomonas dan Clostridium. Bakteri potensial yang akhir-akhir ini banyak digunakan untuk memproduksi enzim amilase pada skala industri antara lain Bacillus licheniformis dan B.stearothermophillus. Bahkan penggunaan B.stearothermophillus lebih disukai karena mampu menghasilkan enzim yang bersifat termostabil sehingga dapat menekan biaya produksi.

Enzim amilase juga dapat digunakan untuk menghilangkan kanji dalam buah-buahan dan cocoa saat proses pengejusan buah-buahan dan coklat, dan sebagai bahan tambahan dalam proses pencairan kanji sebelum penambahan malt dalam industri alkohol.

Pada industri pembuat pemanis misalnya, enzim amilase dan glucose isomerase hipertermofilik akan sangat membantu proses pemecahan pati (starch) menjadi oligomer lalu menjadi fruktusa atau glukosa dalam bentuk sirup. Proses ini semua dilakukan pada suhu sangat tinggi dan ada pula proses pengadukan, sehingga menuntut enzim yang mendegradasi pati atau mengubah gula oligomer menjadi glukosa atau fruktosa harus sangat stabil dan aktif di suhu panas.

Dalam keperluan proses kontrol produksi makanan jadi atau olahan misalnya, kadar pelezat asam dalam bentuk monosodium glutamate (MSG) sangat penting. Karena kadar MSG yang berlebihan dapat menyebabkan gejala sakit kepala yang dikenal dengan Chinese food syndrome.

5.4.2. Minuman

5.4.2.1. Laktase

Laktase adalah enzim likosida hidrolase yang berfungsi untuk memecah laktosa menjadi gula penyusunnya yaitu glukosa dan galaktosa. Tanpa suplai atau produksi enzim laktase yang cukup dalam usus halus, akan menyebabkan terjadinya lactose intolerant yang mengakibatkan rasa tidak nyaman diperut (seperti kram, banyak buang gas, atau diare) dalam saluran cerna selama proses pencernaan produk-produk susu. Secara komersial laktase digunakan untuk menyiapkan produk-produk bebas laktosa seperti susu. Ini juga dapat digunakan untuk membuat es krim dalam pembuatan cream dan rasa produk yang lebih manis. Laktase biasanya diisolasi dari yeast (Kluyveromyces sp.) dan fungi (Aspergillus sp.).

5.4.2.2. Lipase

Lipase digunakan untuk memecah atau menghidrolisis lemak susu dan memberikan flavour keju yang khas. Flavour dihasilkan karena adanya asam lemak bebas yang diproduksi ketika

61

PROTEIN

lemak susu dihidrolisis. Selain pada industri pengolahan susu Lipase juga digunakan pada industri lainnya.Mikroba penghasil lipase antara lain adalah Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, Staphylocococcus aureus dan Bacillus subtilis. Enzim lipase ini digunakan sebagai biokatalis untuk memproduksi asam lemak bebas, gliserol, berbagai ester, sebagian gliserida, dan lemak yang dimodifikasi atau diesterifikasi dari substrat yang murah, seperti minyak kelapa sawit. Produk-produk tersebut secara luas digunakan dalam industri farmasi, kimia dan makanan.

Di samping itu, enzim lipase dapat digunakan untuk menghasilkan emulsifier, surfaktant, mentega, coklat tiruan. Aplikasi enzim lipase untuk sintesis senyawa organik semakin banyak dikembangkan, terutama karena reaksi menggunakan enzim bersifat regioselektif dan enansioselektif. Aktifitas katalitik dan selektivitas enzim tergantung dari struktur substrat, kondisi reaksi, jenis pelarut, dan penggunaan air dalam media. Contohnya biosintesis senyawa pentanol, hexanol & benzyl alkohol ester, serta biosintesis senyawa terpene ester menggunakan enzim lipase yang berasal dari Candida antartica dan Mucor miehei. Sampai saat ini lipase yang banyak digunakan untuk keperluan reaksi sintesis adalah lipase komersial dari Rhizomucor miehei dan Pseudomonas sp.

5.4.2.3. Katalase

Katalase adalah enzim yang dapat diperoleh dari hati sapi (bovine livers) atau sumber mikrobial. Katalase digunakan untuk mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan molekul oksigen. Reaksi yang terjadi ialah:

H2O2 + H2O2→ 2H2O + O2

Enzim ini digunakan secara terbatas pada proses produksi keju. Hidrogen peroksida selain digunakan sebagai agen bleaching atau pemutih di industri kertas atau tekstil, juga digunakan untuk melindungi buah dan sayuran segar dari bakteri patogen seperti Salmonella atau E.coli, pasteurisasi produk susu, ataupun digunakan dalam sterilisasi karton pembungkus jus atau susu segar sehingga tak perlu pendinginan.

5.4.3. Pakan ternak

Protein yang digunakan pada pakan ternak berupa enzim.

Terdapat empat type enzim yang mendominasi pasar pakan ternak saat ini yaitu enzim untuk memecah serat, protein, pati dan asam pitat (Sheppi, 2001).

5.4.3.1. Enzim Pemecah Serat

Keterbatasan utama dari pencernaan hewan monogastrik adalah bahwa hewan-hewan tersebut tidak memproduksi enzim untuk mencerna serat. Pada ransum makanan ternak yang terbuat dari gandum, barley, rye atau triticale (sereal viscous utama), proporsi terbesar dari serat ini adalah arabinoxylan dan ß-glucan yang larut dan tidak larut (White et al., 1983; Bedford dan Classen, 1992 diacu oleh Sheppy, 2001). Serat yang dapat larut dan meningkatkan viskositas isi intestin yang kecil, mengganggu pencernaan nutrisi dan karena itu menurunkan pertumbuhan hewan.

Kandungan serat pada gandum dan barley sangat bervariasi tergantung pada varitasnya, tempat tumbuh, kondisi iklim dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan variasi nilai nutrisi yang cukup besar di dalam ransum makanan. Untuk memecah serat, enzim-enzim xylanase dan ß-glucanase) dapat menurunkan tingkat variasi nilai nutrisi pada ransum dan dapat memberikan

62

PROTEIN

perbaikan dari pakan ternak sekaligus konsistensi responnya pada hewan ternak. Xylanase dihasilkan oleh mikroorganisme baik bakteri maupun jamur.

5.4.3.2. Enzim Pemecah Protein

Berbagai bahan mentah yang digunakan sebagai bahan pakan ternak mengandung protein. Terdapat variasi kualitas dan kandungan protein yang cukup besar dari bahan mentah yang berbeda. Dari sumber bahan protein primer seperti kedelai, beberapa faktor anti nutrisi seperti lectins dan trypsin inhibitor dapat memicu kerusakan pada permukaan penyerapan, karena ketidaksempurnaan proses pencernaan. Selain itu belum berkembangnya sistem pencernaan pada hewan muda menyebabkan tidak mampu menggunakan simpanan protein yang besar di dalam kedelai (glycin dan ß-conglycinin).Penambahan protease dapat membantu menetralkan pengaruh negatif dari faktor anti-nutrisi berprotein dan juga dapat memecah simpanan protein yang besar menjadi molekul yang kecil dan dapat diserap.

5.4.3.3. Enzim Pemecah Phospor

Phospor merupakan unsur esensial untuk semua hewan, karena diperlukan untuk mineralisasi tulang, imunitas, fertilitas dan juga pertumbuhan. Swine dan Unggas hanya dapat mencerna Phospor dalam bentuk asam pitat yang terdapat dalam sayur sekitar 30-40 %. Phospor yang tidak dapat dicerna akan keluar bersama kotoran (feces) dan menimbulkan pencemaran.

5.4.3.4. Enzim Pytase

Enzim pytase dapat memecah asam pytat, maka penambahan enzim tersebut pada pakan ternak akan membebaskan lebih banyak phospor yang digunakan oleh hewan.

Enzime phytase banyak dikenal dapat menghilangkan pengaruh anti nutrisi asam phitat. Penggunaan enzime phytase dalam pakan akan mengurangi keharusan penambahan sumber-sumber fosfor anorganik mengingat fosfor asal bahan baku tumbuhan terikat dalam asam phitat yang mengurangi ketersediaannya dalam pakan. Padahal suplementasi fosfor anorganik misalnya mengandalkan di calcium phosphate maupun mono calcium phosphate relatif mahal belakangan ini. Di samping itu, fosfor yang terikat dalam asam phitat yang tidak bisa dicerna sempurna oleh sistem pencernaan hewan monogastrik akan ikut dalam feses dan menjadi sumber polutan yang berpotensi mencemari tanah. Fosfor adalah tidak terurai dalam tanah sehingga dalam jangka panjang, pembuangan feses dengan kandungan fosfor tinggi akan menimbulkan masalah bagi tanah.

Terdapat dua keuntungan menggunakan phytase dalam pakan ternak yaitu pengurangan biaya pakan dari pengurangan suplemen pada makanan dan pengurangan polusi dari berkurangnya limbah melalui feces.

BAB III. KESIMPULAN

63

PROTEIN

Protein merupakan suatu senyawa yang memiliki peran sangat penting bagi semua makhluk hidup di Bumi. Protein merupakan susunan dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain oleh ikatan peptida sehingga menjadi suatu senyawa organik yang kompleks. Berbagai protein yang berbeda dapat diciptakan dari 20 jenis asam amino yang umum, karena asam amino dapat saling berikatan dalam banyak kombinasi yang berbeda. Perbedaan dalam urutan asam amino di sepanjang rantai polipeptida menyebabkan pembentukan struktur tiga dimensi yang berbeda pula.

Sifat-sifat struktural protein dianggap berada dalam empat buah susunan, yaitu struktur protein primer, struktur protein sekunder, struktur protein tersier, dan struktur protein kuartener. Struktur primer suatu protein merupakan urutan linear asam amino yang disatukan oleh ikatan peptida yang mencakup lokasi setiap ikatan disulfida. Struktur protein sekunder merupakan struktur yang terbentuk akibat dari ikatan hidrogen antara atom-atom ikatan peptida. Hal ini berhubungan dengan pengaturan kedudukan ruang residu asam amino yang berdekatan dengan urutan linear. Terdapat beberapa jenis struktur protein sekunder, yaitu α-helix, β-sheet, dan β-turns. Struktur protein tersier meruupakan struktur tiga dimensi dari molekul protein tunggal. Struktur tersier menggambarkan pegaturan ruang residu asam amino yang berjauhan dalam urutan linear dan pola ikatan-ikatan disulfida. Struktur protein tersier ini mengacu pada hubungan spesial antar unsur struktur protein sekunder. Struktur protein kuartener merupakan struktur yang berupa kumpulan dua atau lebih polipeptida, masing-masing terlipat menjadi struktur tersier, dalam protein multi-sub-unit. Struktur tersier ini kemudian akan membentuk suatu protein kompleks yang fungsional.

Protein dapat berikatan dengan molekul atau senyawa lainnya, seperti dengan lipid, karbohidrat, fosfat, asam nukleat, dan lain sebagainya. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Protein memiliki peran penting dalam pembentukan sistem kekebalan (imunitas) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon. Di samping menjadi salah satu sumber gizi, pada prinsipnya protein berperan menunjang keberadaan setiap sel tubuh dan proses kekebalan tubuh. Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena hubungannya dengan proses–proses kehidupan. Semua hayat hidup sel berhubungan dengan zat gizi protein. Molekul protein tersusun dari sejumlah asam amino sebagai bahan dasar, di mana dalam molekul protein asam–asam amino itu saling dihubungkan oleh suatu ikatan yang disebut ikatan peptida (-CONH-).

Terdapat dua metode yang bisa menganalisis protein, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dapat dianalisis struktur, uji komposisi protein, uji urutan asam amino, uji asam amino dan uji berat molekul. Untuk menguji secara struktur dapat digunakan aino acid analysis untuk menanalisis struktur primer, metode CDS untuk menganalisis struktur sekunder, serta kristalografi sinar X dan NMR Spectroscopy untuk menganalisis struktur tersier dari protein. Lalu untuk menganalisis berat molekul dari protein, dapat digunakan metode elektroforesis protein. Untuk mengetahui urutan asam amino, dilakukan dengan proses sekuesing untuk mengurutkannya. Untuk melakukan metode uji asam amino, dapat dipakai metode xantoprotein, reaksi Hopkins-cole, reaksi natriumnitroprusida, dan reaksi sakaguchi dengan melihat warna-warna yang akan muncul setelah reaksi terjadi, sehingga dapat mengetahui karakteristik asam amino. Lalu, untuk melakukan uji protein, dapat dilakukan dengan uji biuret, uji ninhidrin, dan reaksi millon. Secara kuantitatif, terdapat juga beberapa metode, yaitu metode langsung, metode pewarnaan, dan metode titrasi. Untuk metode langsung, terdapat metode spetrofotometri langsung dengan menggunakan kemampuan protein untuk menyerap atau memancarkan cahaya pada panjang gelombang 280 nm. Untuk metode pewarnaan, terdapat metode lowry dengan membentuk senyawa kompleks berwarna setelah reaksi, metode biuret, uji BCA, dan uji Bradford. Untuk metode yang terakhir, yaitu titrasi, dapat dilakukan dengan metode kjehdahl dengan prinsip penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen, dan juga uji titrasi formol.

64

PROTEIN

Protein dapat direkayasa dalam berbagai bidang. Dalam bidang militer, protein direkayasa menjadi racun. racun yang digunakan ialah racun botulinum. Racun Botulinum dapat digunakan sebagai senjata biologis yang mematikan. Beberapa kilo dari racun ini dapet membunuh manusia di muka bumi ini. Daam bidang kosmetik, terdapat albumin dan kolagen. Albumin merupakan protein yang banyak terdapat di telur dan ikan gabus. Albumin dapat digunakan untuk menghilangkan kerutan di sekitar wajah. Kolagen merupakan protein penyusun tubuh manusia dan merupakan 30 persen dari protein di dalam tubuh. kolagen digunakan sebagai bahan baku pembuatan kosmetik karena memberikan efek menjaga kulit, menjaga kelenturan serta mencegah keriput pada kulit. Kolagen sangat cocok untuk regenerasi sel.

Dalam bidang medis, terdapat insulin, alat diagnosis, kulit buatan, dan suplemen. Suplemen digunakan untuk menjaga kebugaran tubuh. insulin digunakan untuk mengatasi penyakit diabetes. Kulit buatan digunakan untuk menambal ulit yang hancur akibat luka bakar. Alat diagnosis digunakan untuk mendiagnosis adanya kerusakan dalam tubuh manusia.Dalam bidang industri, protein dimanfaatkan dalam bidang industri makanan, minuman dan pakan ternak. Dalam industri yang dimanfaatkan ialah protein dalam bentuk enzim.

DAFTAR PUSTAKA

65

PROTEIN

Cox, Michael M., David L. Nelson. 2008. Principles Of Biochemistry. Fifth edition. London: Lehninger.

Koolman, Jan, Klaus-Heinrich Rochm. 2005. Color Atlas of Biochemistry. Second Edition. German: Thieme.

Yuwono, Triwibowo. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.

Alberts B. (1994). Biologi Molekuler Sel. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Campbell, Reece, dan Mitchell., 2002. Biologi. Edisi Kelima, Jilid 1, Terjemahan.Jakarta: Penerbit Erlangga.

Karp, Gerald. 2010. Cell and Molecular Biology. Sixth Editon. United State: John Wiley & Sons, Inc.

Nelson, David L. Lehninger Principles of Biochemistry. New York : W.H Freeman and Company

Lodish, H., Berk, A., Zipursky, S L., Matsudaira, P., Baltimore, D., & Darnell, J. (2000). Molecular cell biology (4th ed.). New York: W. H. Freeman.

Alberts, B., Bray, D., Lewis, J., Raff, M., Reoberts, K., & Watson, J D. (1994). Molecular biology of the cell (3rd ed.). New York: Garland Science.

Sudjadi, A. dan Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan cetakan I. Yogyakarta: YayasanFarmasi Indonesia.

Apriyantono, A. dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.

Kamal, M. 1991. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak, Yogyakarta: UGM

66