Makalah Bioetika Daus Menjadi Manusia Yang Baik

download Makalah Bioetika Daus Menjadi Manusia Yang Baik

If you can't read please download the document

Transcript of Makalah Bioetika Daus Menjadi Manusia Yang Baik

LAPORAN TUGAS MATA KULIAH BIOETIKA

36

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I. PENDAHULUAN

Pendahuluan1

BAB II. PEMBAHASAN7

A. Sifat genetic 7

B. Gambaran Paradigma Social Lingkungan Tempat Tinggal 8

C. Gambaran Paradigma Pendidikan Tempat Tinggal 10

D. Tiga langkah menjadi manusia terbaik 13

E. Berbuat Baik (Benefience)17

F. Pngertian Kebaikan Secara Etika20

G. Sifat Umum Manusia Yang baik21

H. Cara Bergaul dengan Baik26

I. Menjadi Sebaik-baik Manusia 28

J. Tahapan Hidup Manusia Yang Baik 30

BAB III. PENUTUP34

Penutup 34

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Pengertian baik tidaklah dapat disamakan dalam setiap hal atau perbuatan. Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak. Contohnya, suatu tembakan yanga baik dalam pembunuhan, dapat merupakan perbuatan akhlak yang buruk

Namun begitu, setiap agama pasti mengajarkan penganutnya agar menjadi manusia yang baik. Sebagai contoh, agama Islam membawa misi sosial, sebab ia diturunkan memang memperbaiki masyarakat umat manusia. Karena itu sesuai dengan misi Islam ialah misi sosial ini, Islam banyak mempunyai ajaran di bidang sosial kemasyarakatan yang membawa umatnya menjadi manusia sosial yang baik, yang mampu berhubungan dan bergaul dengan orang lain secara baikAjaran-ajaran Islam yang demikian ini, kita temukan misalnya pada perintah zakat bagi yang mampu, anjuran berqurban binatang pada setiap Idul qurban, anjuran sedekah, anjuran menyebarkan salam Islam kepada orang lain baik yang kita kenal maupun tidak, dan kewajiban naik haji bagi yang telah memenuhi syarat-syaratnya. Selain itu diutamakan oleh Allah SWT dengan memberikan pahala yang lebih besar dari pada amalan-amalan yang kita kerjakan secara individu, maisalnya shalat lima wakttu yang dikerjakan secara berjemaah.

Dengan ajaran-ajaran sosial dalam Islam yang demikian ini, tiap umatnya di didik oleh agama Islam supaya dapat menjadi manusia sosial yang baik yang pandai membawa diri di dalam hidup bermasyarakat.

Atas dasar uraian di atas, maka di dalam makalah ini akan dibahas tentang Menjadi Manusia yang Baik dalam ruang lingkup etika, yaitu bagaimana sifat dan cara menjadi manusia yang baik.

Untuk membentuk manusia yang baik dan berguna bergantung pada proses pendidikan yang dilakukan di sekolah. Keluarga dan masyarakat juga sangat menentukan tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bekerjasama dengan baik dalam mengupayakan tercapainya tujuan pendidikan. Keluarga berperan dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian Islam dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Masyarakat menguatkan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan sekolah.

Ada hadits pendek namun sarat makna dikutip Imam Suyuthi dalam bukunya Al-Jamiush Shaghir. Bunyinya, Khairun naasi anfauhum linnaas. Terjemahan bebasnya: sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain.

Derajat hadits ini ini menurut Imam Suyuthi tergolong hadits hasan. Syeikh Nasiruddin Al-Bani dalam bukunya Shahihul Jamiush Shagir sependapat dengan penilaian Suyuthi. Adalah aksioma bahwa manusia itu makhluk sosial. Tak ada yang bisa membantah. Tidak ada satu orangpun yang bisa hidup sendiri. Semua saling berketergantungan. Saling membutuhkan.

Karena saling membutuhkan, pola hubungan seseorang dengan orang lain adalah untuk saling mengambil manfaat. Ada yang memberi jasa dan ada yang mendapat jasa. Si pemberi jasa mendapat imbalan dan penerima jasa mendapat manfaat. Itulah pola hubungan yang lazim. Adil. Jika ada orang yang mengambil terlalu banyak manfaat dari orang lain dengan pengorbanan yang amat minim, naluri kita akan mengatakan itu tidak adil. Orang itu telah berlaku curang. Dan kita akan mengatakan seseorang berbuat jahat ketika mengambil banyak manfaat untuk dirinya sendiri dengan cara yang curang dan melanggar hak orang lain.

Begitulah hati sanubari kita, selalu menginginkan pola hubungan yang saling ridho dalam mengambil manfaat dari satu sama lain. Jiwa kita akan senang dengan orang yang mengambil manfaat bagi dirinya dengan cara yang baik. Kita anggap seburuk-buruk manusia orang yang mengambil manfaat banyak dari diri kita dengan cara yang salah. Apakah itu menipu, mencuri, dan mengambil paksa, bahkan dengan kekerasan.

Namun yang luar biasa adalah orang lebih banyak memberi dari mengambil manfaat dalam berhubungan dengan orang lain. Orang yang seperti ini kita sebut orang yang terbaik di antara kita. Dermawan. Ikhlas. Tanpa pamrih. Tidak punya vested interes. Orang yang selalu menebar kebaikan dan memberi manfaat bagi orang lain adalah sebaik-baik manusia. Kenapa Rasulullah saw. menyebut seperti itu? Setidaknya ada empat alasan. Pertama, karena ia dicintai Allah swt. Rasulullah saw. pernah bersabda yang bunyinya kurang lebih, orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Siapakah yang lebih baik dari orang yang dicintai Allah?

Alasan kedua, karena ia melakukan amal yang terbaik. Kaidah usul fiqih menyebutkan bahwa kebaikan yang amalnya dirasakan orang lain lebih bermanfaat ketimbang yang manfaatnya dirasakan oleh diri sendiri. Apalagi jika spektrumnya lebih luas lagi. Amal itu bisa menyebabkan orang seluruh negeri merasakan manfaatnya. Karena itu tak heran jika para sahabat ketika ingin melakukan suatu kebaikan bertanya kepada Rasulullah, amal apa yang paling afdhol untuk dikerjakan. Ketika musim kemarau dan masyarakat kesulitan air, Rasulullah berkata membuat sumur adalah amal yang paling utama. Saat seseorang ingin berjihad sementara ia punya ibu yang sudah sepuh dan tidak ada yang merawat, Rasulullah menyebut berbakti kepada si ibu adalah amal yang paling utama bagi orang itu.

Ketiga, karena ia melakukan kebaikan yang sangat besar pahalanya. Berbuat sesuatu untuk orang lain besar pahalanya. Bahkan Rasulullah saw. berkata, Seandainya aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi suatu kebutuhannya, maka itu lebih aku cintai daripada I;tikaf sebulan di masjidku ini. (Thabrani). Subhanallah.

Keempat, memberi manfaat kepada orang lain tanpa pamrih, mengundang kesaksian dan pujian orang yang beriman. Allah swt. mengikuti persangkaan hambanya. Ketika orang menilai diri kita adalah orang yang baik, maka Allah swt. menggolongkan kita ke dalam golongan hambanya yang baik-baik.

Pernah suatu ketika lewat orang membawa jenazah untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut orang itu sebagai orang yang tidak baik. Kemudian lewat lagi orang-orang membawa jenazah lain untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut kebaikan si mayit. Rasulullah saw. membenarkan. Seperti itu jugalah Allah swt. Karena itu di surat At-Taubah ayat 105, Allah swt. menyuruh Rasulullah saw. untuk memerintahkan kita, orang beriman, untuk beramal sebaik-baiknya amal agar Allah, Rasul, dan orang beriman menilai amal-amal kita. Di hari akhir, Rasul dan orang-orang beriman akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa kita seperti yang mereka saksikan di dunia.

Untuk bisa menjadi orang yang banyak memberi manfaat kepada orang lain, kita perlu menyiapkan beberapa hal dalam diri kita. Pertama, tingkatkan derajat keimanan kita kepada Allah swt. Sebab, amal tanpa pamrih adalah amal yang hanya mengharap ridho kepada Allah. Kita tidak meminta balasan dari manusia, cukup dari Allah swt. saja balasannya. Ketika iman kita tipis terkikis, tak mungkin kita akan bisa beramal ikhlas Lillahi Taala.

Ketika iman kita memuncak kepada Allah swt., segala amal untuk memberi manfaat bagi orang lain menjadi ringan dilakukan. Bilal bin Rabah bukanlah orang kaya. Ia hidup miskin. Namun kepadanya, Rasulullah saw. memerintahkan untuk bersedekah. Sebab, sedekah tidak membuat rezeki berkurang. Begitu kata Rasulullah saw. Bilal mengimani janji Rasulullah saw. itu. Ia tidak ragu untuk bersedekah dengan apa yang dimiliki dalam keadaan sesulit apapun.

Kedua, untuk bisa memberi manfaat yang banyak kepada orang lain tanpa pamrih, kita harus mengikis habis sifat egois dan rasa serakah terhadap materi dari diri kita. Allah swt. memberi contoh kaum Anshor. Lihat surat Al-Hasyr ayat 9. Merekalah sebaik-baik manusia. Memberikan semua yang mereka butuhkan untuk saudara mereka kaum Muhajirin. Bahkan, ketika kaum Muhajirin telah mapan secara financial, tidak terbetik di hati mereka untuk meminta kembali apa yang pernah mereka beri.

Yang ketiga, tanamkan dalam diri kita logika bahwa sisa harta yang ada pada diri kita adalah yang telah diberikan kepada orang lain. Bukan yang ada dalam genggaman kita. Logika ini diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada kita. Suatu ketika Rasulullah saw. menyembelih kambing. Beliau memerintahkan seoran sahabat untuk menyedekahkan daging kambing itu. Setelah dibagi-bagi, Rasulullah saw. bertanya, berapa yang tersisa. Sahabat itu menjawab, hanya tinggal sepotong paha. Rasulullah saw. mengoreksi jawaban sahabat itu. Yang tersisa bagi kita adalah apa yang telah dibagikan.

Begitulah. Yang tersisa adalah yang telah dibagikan. Itulah milik kita yang hakiki karena kekal menjadi tabungan kita di akhirat. Sementara, daging paha yang belum dibagikan hanya akan menjadi sampah jika busuk tidak sempat kita manfaatkan, atau menjadi kotoran ketika kita makan. Begitulah harta kita. Jika kita tidak memanfaatkannya untuk beramal, maka tidak akan menjadi milik kita selamanya. Harta itu akan habis lapuk karena waktu, hilang karena kematian kita, dan selalu menjadi intaian ahli waris kita. Maka tak heran jika dalam sejarah kita melihat bahwa para sahabat dan salafussaleh enteng saja menginfakkan uang yang mereka miliki. Sampai sampai tidak terpikirkan untuk menyisakan barang sedirham pun untuk diri mereka sendiri.

Keempat, kita akan mudah memberi manfaat tanpa pamrih kepada orang lain jika dibenak kita ada pemahaman bahwa sebagaimana kita memperlakukan seperti itu jugalah kita akan diperlakukan. Jika kita memuliakan tamu, maka seperti itu jugalah yang akan kita dapat ketika bertamu. Ketika kita pelit ke tetangga, maka sikap seperti itu jugalah yang kita dari tetangga kita.

Kelima, untuk bisa memberi, tentu Anda harus memiliki sesuatu untuk diberi. Kumpulkan bekal apapun bentuknya, apakah itu finansial, pikiran, tenaga, waktu, dan perhatian. Jika kita punya air, kita bisa memberi minum orang yang harus. Jika punya ilmu, kita bisa mengajarkan orang yang tidak tahu. Ketika kita sehat, kita bisa membantu beban seorang nenek yang menjinjing tak besar. Luangkan waktu untuk bersosialisasi, dengan begitu kita bisa hadir untuk orang-orang di sekitar kita.

BAB II

PEMBAHASAN

A.Sifat Genetik

Secara genetik sifat keturunan yang dapat diamati/dilihat (warna, bentuk, ukuran) dinamakan fenotip. Sifat dasar yang tak tampak dan tetap (artinya tidak berubah karena lingkungan) pada suatu individu dinamakan genotip. Dalam ilmu biologi, genotip dan lingkungan dapat menetapkan fenotip atau dengan kata lain fenotip merupakan resultan/hasil dari genotip dan lingkungan. Dengan demikian, maka dua genotip yang sama dapat menunjukkan fenotip yang berlainan, apabila lingkungan bagi kedua fenotip itu berlainan. Contohnya anak kembar satu telur tentunya memiliki genotip yang sama, tetapi jika kedua anak tersebut dibesarkan dilingkungan berbeda maka mereka akan memiliki sifat fenotip yang berbeda.

Penulis kemukakan contoh di atas (contoh dari segi ilmu biologi) hanya untuk memperlihatkan betapa pengaruh lingkungan sangat kuat terhadap munculnya sifat atau karakter pada seseorang. Belum lagi sifat dasar manusia yang lain yang dipengaruhi oleh kebutuhan biologis itu sendiri seperti rasa lapar, rasa sakit, rasa takut, kebutuhan seks dan ego (Sutarto, 2011) yang menentukakkan juga terhadap karakter atau perilaku seseorang di masyarakat. Sebagai contoh pada masyarakat yang rata-rata memiliki pekerjaan tetap (gaji cukup) tentunya tuntutan terhadap pemenuhan/dorongan rasa lapar tersebut kecil bila dibandingkan dengan sekelompok masyarakat yang kebanyakan memiliki pendapatan tidak menentu, sehingga bisa terlihat karakter lain di masyarakat. Maka dengan demikian terbentuklah masyarakat yang heterogen sehingga diperlukan ilmu yang bisa mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan ikatan-ikatan yang menguasai kehidupan tersebut (Sosiologi) diharapkan bila terjadi konflik atau gesekan-gesekan horizontal di masyarakat, dengan ilmu ini bisa mengatasi dan menyelesaikan masalah.

B.Gambaran Paradigma Sosial Lingkungan Tempat Tinggal Penulis

Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian seorang manusia, adapun yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang dapat mempengaruhi manusia lain. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang diterima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, keluarga, teman-teman, kawan sekolah, sepekerjaan, dan lain sebagainya. Pengaruh yang tidak langsung yaitu: melalui radio, TV majalah, buku-buku surat kabar dan lain sebagainya (Dalyono, 2001:133).

Dalam hal ini yang akan dibahas adalah lingkungan sosial yang di dalamnya terdapat lingkungan keluarga yang sangat berperan dalam pembentukan kepribadian anak dan faktor-faktor di dalamnya yang memiliki andil besar dalam pembentukan kepribadian tersebut yang tentunya tidak terlepas dari peran keluarga.

Lingkungan tempat tinggal penulis berada dikawasan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung (berbatasan dengan Kota Bandung, hanya terpisahkan oleh jalan), berada di lingkungan gang yang padat penduduk. Hampir tidak ada celah untuk dapat dinikmati sebagai ruang terbuka oleh para penghuni rumah. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, begitupun dengan kehidupan masyarakat yang tinggal di gang sempit yang dibangun oleh berbagai keluarga dengan kekhasan yang beragam, tentu akan menimbulkan dinamika tersendiri bagi masyarakat yang ada di dalamnya, hal ini diperparah dengan banyaknya rumah-rumah kos yang dikontrakan memungkinkan banyaknya pendatang yang tentu saja memiliki latar belakang keluarga yang beragam pula yang ikut membentuk tipe masyarakat di daerah tersebut. Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki kekhasan. Setiap keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya. Ia dinamis dan memiliki sejarah perjuangan, nilai-nilai, kebiasaan yang turun temurun mempengaruhi secara akulturatif (tidak tersadari). Sebagian ahli menyebutnya bahwa pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluaraga yang penuh konflik, tidak bahagia, tidak solid antara nilai dan praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai yang rusak. Itupun yang terjadi di lingkungan gang sempit, kurang baik untuk perkembangan pendidikan anak. Berikut foto letak rumah penulis.

Satu dinamika sosial terlepas kekurangannya, tentunya pada type kelompok masyarakat seperti ini masih adanya rasa kebermasyarakatan dan kekeluargaan yang tinggi bila dibandingkan dengan type/kelompok masyarakat yang menamakan diri kelompok masyarakat elit dimana rumah satu sama lain dibatasi dengan tembok yang besar, bahkan kasarnya tetangga sebeleh meninggalpun mungkin tidak tahu. Sebagai contoh suka diadakannya kerja bakti lingkungan hidup, ronda (poskamling), pengajian rutin ibu-ibu dan bapak-bapak pada minggu tertentu yang sudah diagendakan, takjiah bersama bagi yang meninggal dunia, menyantuni dan menginventarisir anak-anak yatim dan orang-orang miskin untuk diberikan bantuan, dan lain-lainnya.

Itulah beberapa gambaran paradigma sosial yang berada dilingkungan tempat tinggal penulis yang merasa pantas untuk diangkat dan dikaji sehingga positif dan negatifnya bisa dijadikan bahan kajian keilmuan sehingga menambah wawasan dalam kemasyarakatan pada khususnya dan kewarganegaraan pada umumnya sebagaimana digambarakan pada skema di bawah ini :

Gambar Skema Paradigma Sosial yang terbentuk di Masyarakat

C.Gambaran Paradigma Pendidikan Tempat Tinggal Penulis

Pembahasan mengenai pengaruh lingkungan terhadap proses pendidikan manusia khususnya dalam kehidupan bermasyarakat sebagaimana penulis uraikan di atas bertitik tolak atau fokus kepada keluarga. Karena keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. F.J. Brown dalam Syamsu (2006 ; 36) mengemukakan bahwa ditinjau dari sudut pandang sosiologi, keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu a) dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang berhubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan clan atau marga; b) dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak. Selain lingkungan keluarga, lingkungan masyarakatpun tidak kalah pentingnya dalam membantu perkembangan anak-anak dalam mencapai kedewasaannya, lingkungan masyarakat yang baik akan menciptakan generasi yang baik pula dan sebaliknya lingkungan masyarakat yang buruk akan membawa dampak dan pengaruh yang buruk pada anak dalam mencapai kedewasaannya. Sehingga perhatian terhadap lingkungan pendidikan baik pendidikan di keluarga, madrasah/sekolah dan masyarakat menjadi sangat penting dalam rangka menciptakan generasi yang sesuai dengan tuntutan dan harapan bangsa, negara dan agama.

Berdasarkan uraiaan tersebut di atas, betapa keluarga merupakan factor pertama dan utama dalam peletakan dasar-dasar pendidikan bagi anak-anaknya, sehingga para orang tua tidak ada alasan untuk tidak memperhatikan anaknya. Dari segi melanjutkan sekolah di lingkungan penulis rata-rata sampai tingkat SMP (mungkin karena program wajar dikdas 9 tahun) dan sebagian lulus SMA, sedikit yang ke perguruan tinggi. Dari fenomena lain, dunia pendidikan sekarang pada umumnya dan di sekitar tempat tinggal penulis pada khususnya, pergaulan anak atau perkembangan anak oleh beberapa orang tua tidak bisa dikontrol dan dikendalikan. Sebagai contoh bahasa yang keluar dari pergaulan mereka mohon maaf banyak kata-kata kotor dan jorok, sudah membiasakan diri merokok, berani tidak melaksanakan ibadah sesuai kepercayaannya, dan lain sebagainya. Dengan fakta seperti itu penulis pada khususnya dan para orang tua pada umumya dihadapkan pada posisi dilematis. Satu sisi anak perlu bermain (memang masanya anak untuk bermain), satu sisi para orang tua sangat riskan dengan pergaulan anak sekarang. Sehingga para orang tua harus benar-benar membuat program kegiatan anak yang kuantitas dan kualitasnya benar-benar terjaga sehingga mereka bisa diminimalkan terkontaminasi oleh pergaulan yang kurang baik, walaupun pada era globalisasi dan informasi ini sangat berat sebagai orang tua.

Untuk meminimalkan anak-anak generasi penerus bangsa dan juga bagian dari komponen masyarakat di lingkungannya menjadi anak yang berkualitas baik jenjang pendidikan, akhlak, dan pribadi unggul lainnya, penulis mencoba membuat suatu skema atau alur paradigm pendidikan khususnya di lingkungan tempat tinggal penulis sebagai berikut :